ANALASIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI MANAJEMEN

Download JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA. Volume 1 Nomor 2, November 2014. ISSN. 2442-7411. ANALASIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI MANAJ...

0 downloads 364 Views 2MB Size
Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

ANALASIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI MANAJEMEN KEUANGAN DI ACEH BARAT Abstract This study aims to analyze the efficiency and effectiveness of financial management in Aceh Barat in the era of autonomy. In addition, from expenditure side the analysis of this study evaluate whether the district budget of Aceh Barat was being used efficiently and effectively. The data used were secondary data from 2003 to 2012. The results of the study revealed that Aceh district is heavily influenced by public investment, economic growth, and the cost of tax collection. The level of budget management efficiency was ranging from 24.76%to 85.53%. This means that the budget efficiency in the district was somewhat efficient, while the level of effectiveness rangingfrom 96.32%to 117.78% which wasquite effective

JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

Alisman Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar Email: [email protected]

Keywords: decentralization, financial management,district’s own revenue

48

Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

PENDAHULUAN Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efesien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan dan manfaat untuk masyarakat, pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah. Dalam membiayai pembangunan suatu daerah, daerah juga membutuhkan dana transper dari pusat melalui dana perimbangan (DBH, DAU dan DAK) untuk menggerakkan roda perekonomian suatu daerah, hal ini terlihat dari tahun-ketahun mengalami peningkatan anggaran terhadap usulan dana perimbangan ke pemerintah pusat, sesuai dengan kebutuhan dalam membiayai pembangunan terus meningkat di daerah Kabupaten Aceh Barat. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur lapisan masyarakat, serta memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah adalah sebagai katalisator dan fasilitatator, karena pihak pemerintah daerah yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator dan fasilitator tentunya membutuhkan sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan. Dalampemberian otonomi daerah pemerintah pusat menjadikan pendapatan asli daerah sebagai kriteria utama, karena pendapatan daerah dapat menjadi dasar perencanaan jangka pendek yang merupakan pencerminan dari potensi ekonomi daerah.PendapatanAsliDaerahmerupakansalah satu tolok ukur kemampuan daerah dalammenyelenggarakandanmewujudkan OtonomiDaerah,disampingitujuga cerminan dari kemandirian daerah.Pendapatan Asli Daerah meskipun dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dari tahun ke tahun penerimaannya selalu mengalami peningkatan namun kondisinya belum memadai. Dimana salah satuaspek penting pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalahmasalahpengelolaankeuangan daerahdanAnggaranPendapatanBelanja Daerah Sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, PAD juga turut berperan dalam menyumbang penerimaan daerah Kabupaten Aceh Barat, namun sumbangan masih relatif kecil. Rata-rata kontribusi PAD hanya berkisar 3 persen sampai 6.50 persen, namun dalam pergerakannya dari tahun 2003-2012 penerimaan PAD relatif meningkat sehingga kotribusinya setiap tahun terhadap penerimaan daerah juga relatif normal, namun demikian dalam membiayai pengeluaran daerah secara keseluruhan Pendapatan Asli Daerah relatif masih rendah. Tercatat sumbangan PAD dari tahun 2003-2012 terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan, hal ini terlihat dimana PAD terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp. 6.787.849.710 atau 3,06 persen dan yang tertinggi pada tahun 2012 sebesar Rp. 591.654.620.478 atau 6,30 persen dari total penerimaan daerah Kabupaten Aceh Barat. Dilihat dari perkembangan dana perimbangan yang di transper dari pemerintah pusat ke daerah mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahun. hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap Dana Bagi Hasil. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terus meningkat. hal ini dapat dilihat dimana total dana perimbangan pada tahun 2003 sebesar Rp.121.954.067 atau 85,22 persen terhadap total pendapatan daerah dan tahun 2012 sebesar Rp.591.654.620.478 atau 86,47 persen. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dengan tingkat efisiensi yang baik, hal ini Sesuai dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, dimana dinyatakan bahwa efesiensi adalah pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Devas (1989:17) mengemukakan bahwa efisiensi adalah hasil terbaik dari perbandingan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu kerja dengan usaha yang dikeluarkan untuk mencapai hasil tersebut. Pendapatan ini menyatakan bahwa semakin tinggi hasil perbandingan antara output dan input-nya berarti tingkat efisiensi semakin tinggi. Atau disebut juga daya guna, yaitu mengikut bagian dari hasil pajak JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

49

Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan pajak bersangkutan. Selain mencakup biaya langsung, daya guna juga memperhitungkan biaya tidak langsung bagi kantor atau instansi lain dalam pemungutan pajak. Menurut Osborne dan Gaebler (1997: 389), efisiensi adalah ukuran berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output itu. Ketika mengukur efisiensi, harus diketahui berapa banyak biaya yang harus ditanggung untuk mencapai suatu output tertentu.Ketika mengukur efektivitas harus diketahui apakah investasi tersebut dapat berguna.Efisiensi dan efektivitas merupakan hal penting, tetapi ketika organisasi publik mulai mengukur kinerja, seringkali hanya mengukur tingkat efisiensi saja. Pengertian efektivitas sesuai dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 adalah merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Sedangkan secara efektivitas menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, atau dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa: efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Mardiasmo (2004: 134) menyatakan bahwa efektivitas yaitu suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Dimana ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi adalah bila telah mencapai tujuan, maka dapat dikatan organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Konsep dan Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah kewenangan penuh yang diberikan kepada daerah otonom, seperti provinsi, kabupaten dan kota untuk mengelola dan mengurus rumah tangganyasendiri, baik pengelolaan sumber daya alam, manusia maupun pemerintahan kecuali bidang-bidang yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti : pertahanan keamanan, agama, moneter dan fiskal. Perubahan yang fundamental dalam sistem tata pemerintahan dan sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 serta Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 adalah pada sistem pemerintahan. Perubahan yang terjadi adalah berupa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas dan nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah dituntut untuk menyiapkan diri secara kelembagaan,sumber daya manusia dan tehnologi dalam mewujudkan otonomi dan desentralisasi secara nyata, bertanggungjawab dan dinamis. Mardiasmo (2000) mengkaji bahwa dengan adanya dana desentralisasi akan ber implikasi pada APBD yaitu pos penerimaan dengan konsekuensi menggelembungnya jumlah penerimaan daerah, perubahan jumlah penerimaan tersebut harus diikuti dengan pengeluaran keuangan daerah yang efesien dan efektif dan disertai dengan peningkatan sumber daya manusia, persoalan otonomi daerah tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan asli daerah tetapi lebih berfokus pada pemberian wewenang pemerintah daerah untuk menentukan dan mengatur penggunaan dana-dana perimbangan tersebut. METODE PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Aceh Barat pada era otonomi daerah yang mencakup: Kebijakan keuangan pemerintah kabupaten Aceh Barat dalam bidang pendapatan dan dalam bidang belanja daerah. Untuk menyiasati beratnya beban anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi pungutan yang cenderung membebani rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah, yaitu (1) efesiensi anggaran, dan (2) revitalisasi perusahaan daerah. Akan tetapi jika keduanya bukan menjadi prioritas pilihan kebijakan, maka pemerintah pasti mempunyai alasan lain. Pemerintah Daerah tidak mempunyai keinginan kuat untuk melakukan efesiensi anggaran karena upaya ini tidak gampang. Di samping itu, ada keengganan untuk merubah dari prilaku boros menjadi hemat. Untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan di Kabupaten Aceh Barat pada era otonomi daerah, maka digunakan model analisis dengan criteria penilaian berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor.8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi pemerintah.

JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

50

Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

Tabel 1 Efesiensi Kinerja Keuangan Persentase Kinerja Kriteria Keuangan 100 % Ke atas Tidak efesian 90 % - 100 % Kurang efesien 80 % - 90 % Cukup efisien 60 % - 80 % Efisien Di bawah dari 60 % Sangat efisien Sumber : PP Nomor 8 Tahun 2006 Tabel 2 Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan Persentase Kinerja Kriteria Keuangan 100 % Ke atas Sangat efektif 90 % - 100 % Efektif 80 % - 90 % Cukup efektif 60 % - 80 % Kurang Efektif Di bawah dari 60 % Tidak Efektif Sumber : PP Nomor 8 Tahun 2006 Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks seperti berikut. Tabel 3 Rasio Kemandirian Daerah Kemampuan Keuangan

Rasio Kemandirian

Pola Hubungan

Rendah Sekali

0 – 25

Instruktif

Rendah

25 – 50

Konsultatif

Sedang

50 – 75

Partisifatif

Tinggi

75 – 100

Delegatif

Sumber : PP Nomor 8 Tahun 2006 Sementara itu, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhiPendapatan AsliDaerah adalah : PAD = ao+a1 ISP+a2 PDRB+a3 UPPD+µ dimana PAD adalah Pendapan Asli Daerah, ISP adalah Investasi Sektor Publik, PDRB Domestik Regional Bruto, dan UPPD adalah Upah pungut pajak Daerah.

adalah Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan APBD Kabupaten Aceh Barat Perkembangan APBD di Kabupaten Aceh Barat tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2012 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dilihat dari jumlah APBD Kabupaten Aceh Barat selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2003 sebesar Rp.160.188.855.484 juta, tahun 2004 sebesar Rp. 204.458.105.946 juta, tahun 2005 sebesar Rp. 221.895.038.950 juta, tahun 2006 sebesar Rp. 346.331.450.659 juta, tahun 2007 sebesar Rp. 401.234.658.048 juta, tahun 2008 sebesar Rp. 446.370.514.136 juta sedangkan tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp.433.403.217.824 juta. JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

51

Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

Tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar Rp.491.498.861.256 tahun 2011 sebesar Rp. 531.227.340.642 dan pada tahun 2012 sebesar Rp. 591.654.620.478. Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah dari aspek pengelolaan pendapatan daerah dan pengeluaran rutin Kabupaten Aceh Barat memperlihatkan tingkat pengelolaan yang cukup efisien sampai dengan sangat efisien. Di mana rasio sangat efisien terdapat pada tahun 2003 sampai dengan 2006 sedangkan dari tahun 2008 sampai dengan 2012 rasio efisiensinya adalah cukup efisien. Bila dihubungkan dengan PP Nomor 8 tahun 2005. Kriteria efisiensi pengelolaan keuangan daerah dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa persentase efisiensi keuangan daerah tergolong dalam katagori efisien dan cukup efisien. Katagori efisien terdapat pada tahun 2007, tahun 2008, tahun 2009, tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2012. sedangkan katagori sangat efisien terdapat pada tahun 2006, tahun 2005, tahun 2004 dan tahun 2003. Efektifitas Pengelolaan Keuangan Daerah Rasio efektifitas pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Aceh Barat tertinggi dicapai pada tahun 2003 yaitu sebesar 117,78 persen namun di tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan yakni di tahun 2004 menjadi 96,32 persen, dimana rasio efektifitas tahun ini merupakan rasio terendah selama 10 tahun terakhir. Tahun 2005 menjadi 107,50 persen, tahun 2006 sebesar 99,97 persen, tahun 2007 adalah 95,62 persen , tahun 2008 sebesar 100,47 persen tahun 2009 99,43 persen, tahun 2010 98,88 persen, tahun 2011 97,25 persen dan tahun 2012 menjadi 99,55 persen. Bila dihubungkan dengan PP Nomor 8 tahun 2005.Kriteria efektifitas pengelolaan keuangan dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa persentase efektifitas keuangan daerah tergolong dalam katagori efektif dan sangat efektif. Katagori efektif terdapat pada tahun 2012, tahun 2011, tahun 2010, tahun 2009, tahun 2007, tahun 2006 dan tahun 2004. Sedangkan katagori sangat efektif terdapat pada tahun 2003, tahun 2005 dan tahun 2008. Analisis Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Hubungan antara keuangan pusat dan daerah menunjukkan bahwa selama tahun 2003 – 2012 penerimaan PAD Kabupaten Aceh Barat mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 pertumbuhan PAD mengalami penurunan sebesar 18,16 persen dibandingkan dengan tahun 2003, pada tahun 2005 mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 9,35 persen pada tahun 2006 terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 105,50 persen dimana pada tahun tersebut peningkatan cukup tinggi. pada tahun 2007 pertumbuhannya sebesar 45,98 persen. sedangkan pada tahun 2008 terjadi peningkatan pertumbuhan PAD sebesar 56,46 persen dan pada tahun 2009 mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 33,16 persen dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan pertumbuhan PAD sebesar 28,10 persen dibandingkan dengan tahun 2009 pada tahun 2011 mengalami penurunan pertumbuhan PAD sebesar 13,29 persen. sedangkan pada tahun 2012 terjadi peningkatan pertumbuhan PAD sebesar 17,51 persen. Adapun kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah setiap tahunnya tidak menggalami peningkatan yang signifikan, dimana hal ini dapat dilihat bahwa selama sepuluh tahun terakhir rasio tertinggi terdapat pada tahun 2008 yaitu sebesar 6,35 persen, sedangkan rasio kontribusi PAD terhadap total pendapatn terendah terdapat pada tahun 2004 yaitu sebesar 2,70 persen. Dengan rendahnya Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat mengakibatkan masih besarnya tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Adapun rasio hubungan keuangan pusat dan daerah ( rasio kemandirian ) adalah lebih kecil dari 25 persen maka pola hubungan pemerintah pusat dan daerah termasuk dalam katagori pola hubungan instruktif. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah disebabkan karena kurang berperannya perusahaan daerah dalam mengoptimalkan penerimaan pendapatan sehingga berpengaruh terhadap sumber penerimaan pendapatan daerah. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, walaupun pajak daerah kendati jumlahnya cukup beragam namun hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan. Alasan praktis dimana ada kehawatiran bahwa apabila daerah memiliki sumber pendapatan yang tinggi akan mendorong disintegrasi bangsa dan yang terakhir adalah karena pola pemberian subsidi dari JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

52

Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

pemerintah pusat yang hanya sedikit memberi kewenangan kepada daerah untuk merencanakan pembangunan daerahnya sendiri. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah dan dapat dipandang sebagai indikator penting dalam mengukur tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap pemerintah pusat. Hasil Analisis Data Hasil analisis data yang dilakukan dengan perhitungan Regresi Linear Berganda Ordinary Least Square/OLS menghasilkan persamaan sebagai berikut: PAD = -7E009 + 0.219ISP + 3101.602PDRB + 0.508UPPD Hasil analisis data menunjukkan bahwa invesatsi sektor publik, PDRB dan upah pungut pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat. Koefisien regresi investasi sector publik sebesar 0.219 menunjukkan bahwa variabel invesatasi sector publik berpengaruh terhadap Penadapatan Asli Daerah dikabupaten Aceh Barat. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi investasi sector publik, maka akan berdampak pada meningkatnya Pendapatan Asli Daerah. Atau dengan kata lain setiap bertambah 1 juta investasi sector publik maka akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerahsebesar 0.219 juta. Koefisien regresi PDRB sebesar 3101.602 menunjukkan bahwa variabel PDRB berpengaruh terhadap Penadapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar jumlah PDRB Aceh Barat maka akan berdampak pada meningkatnya Penadapatan Asli Daerah. Atau dengan kata lain setiap bertambah 1 juta PDRB maka akan meningkatkan PADsebesar 3101.602 juta. Koefisien regresi Upah pungut pajak daerah sebesar 0.508 menunjukkan bahwa variabel upah pungut pajak daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar Upah pungut pajak daerah yang diperoleh maka akan berdampak pada meningkatnya PAD. Atau dengan kata lain setiap bertambah 1 juta upah pungut pajak daerah maka akan meningkatkan PADsebesar 0.508 juta. Hasil R square bernilai 0.897. Artinya bahwa besarnya pengaruh Invesatsi Sektor Publik, PDRB dan Upah Pungut Pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah adalah sebesar 89,7 persen dan sisanya sebesar 1,3 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar model ini. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa Penadapatan Asli Daerah untuk melaksanakan roda pemerintahan sangat tergantung dari danaInvesatsi Sektor Pajak, PDRB dan Upah Pungut Pajak Daerah. Hasil output regresi menunjukkan nilai F hitung sebesar 27.255 (27.255>1.895) dengan angka signifikansi sebesar 0.01( 0.01< 0.05 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa ke tiga variabel independen yaitu Invesatasi Sektor Publik, PDRB dan Upah Pungut Pajak Daerah berpengaruh secara bersama–sama terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat. KESIMPULAN DAN SARAN Dari rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran daerah diperoleh bahwa APBD Aceh Barat digunakan cuku efisien dan efektif.Meskipun tingkat ketergantugan dengan pemerintah pusat masih cukup tingi. Seluruh variabel independen yang digunakan dalam studi ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.Selain itu, arah hubungannya adalah positif. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari penelitianini, maka saran-saran yang dapat diajukan disini antara lain:Diharapkan Pemerintah Aceh Barat dapat meningkatkan tingkatefisiensidanefektivitas d a l a m pengelolaankeuangandaerahdi Kabupaten Aceh Barat. Dan juga untuk dapat mengali sumber-sumber ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga tidak hanya mengandalkan sumber dari Invesatsi sector public, PDRB dan Upah pungut pajak daerah saja.Dengan adanya perhitungan analisis pendapatan dan belanja daerah, yang telah dianalisis oleh penulis, diharapkan pemerintah daerah dapat lebih melaksanakan anggaran secara efisien, efektif dan ekonomis. Dengan adanya perhitungan rasio keuangan daerah yang telah dianalisis penulis diharapakan pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan kecendrungan yang terjadi sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan pada waktu dimasa yang akan datang. JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

53

Analisis Efektivitas dan Efesiensi Manajemen Keuangan di Aceh Barat A lisman

DAFTAR PUSTAKA Departemen Dalam Negeri RI, 1997,’Kepetusan Menteri Dalam Negeri No. 690.900.327.1996 tentang PedomanPenilaiandan Kinerja Keuangan. Devas, 1998,’KeuanganDaerahdalamRangkaPelaksanaanOtonomiDaerah yang Nyata dan Bertanggung Jawab’,Penelitian dan Pengembangan, Departemen Dalam Negeri, Jakarta Darise, Nurlan, 2009,’Pengelolaan Keuangan Daerah’, Penerbit PT. Indeks, Jakarta Insukindro,Mardiasmo, Widayati. W, Jaya.W.K,Puwanto.B.M,Halim.A, Suprihanto. J, Purnomo. A.B., 1994,’Peran dan Pengelolaan Keuangan Daerahdalam UsahaPeningkatanPAD’, Laporan Penelitian, KKD, FE- UGM, Yogyakarta. Jaya,Kirana, Wihana, 1999,’Analisis Potensi Keuangan Daerah, Pendekatan Makro’, PPPEB UGM Yogyakarta. Jones, Rowan and Pendlebury, Maurice, 1996,’Public Sector Accounting’, Pitman Publishing, London Kuncoro, M, 1995,’ Desentralisasi Fiskal di Indonesia: Dilema Otonomi dan Ketergantungan’, Prisma No.4, 3 –17. Mamesah.D.J.,1995,’Sistem Administrasi Keuangan Daerah’,PT.GramediaPustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo,2000,’ParadigmaBaru Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Menyongsong Pelaksanaan otonomiDaerah 2001’,Seminar Isu terakhir Menjelang Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2001,HIMMEP, Yogyakarta. Mardiasmo, 2001,’Desentralisasi Sistem dan Desentralisasi Gadjah Mada, Yogyakarta.

Fiskal’,FakultasEkonomi Universitas

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

105 tahun 2000 tentangPengelolaan dan

Undang-UndangRepublikIndonesiaNomor22tahun1999tentang Jakarta.

PemerintahanDaerah

Dirjen

PUOD.

Undang-undangRepublikIndonesiaNomor25tahun1999tentangPerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Dirjen PUOD Jakarta. Widodo, Hg.Triyanto, 1990,’ Indikator Ekonomi’,CetakanKesembilan,Kanisius, Yogyakarta.

JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA Volume 1 Nomor 2, November 2014 ISSN. 2442-7411

54