ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK

Download Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Surakarta, faakultas Ekonomi dan BISNIS,. Jurusan ..... “Analisis Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Ponorogo...

0 downloads 544 Views 430KB Size
ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA SURAKARTA

SKRIPSI PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Disusun Oleh:

Tetri Nur Pangastuti B200090070

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

i   

ABSTRAKSI    

Tetri Nur Pangastuti, B200090070, 2013, Analisis Efisiensi dan Efektivitas Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Surakarta, faakultas Ekonomi dan BISNIS, Jurusan Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tungkat efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah Kota Surakarta. Pajak daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yuridiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya. Agar Pemerintah Daerah memiliki kemampuan optimal untuk memungut pajak daerah yang ada didaerahnya, perlu kiranya mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan agar tercipta efisiensi dan efektivitas dalam pemungutan pajak daerah. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan metode CCER dan CPI. Hasil yang diperoleh adalah: penerimaan pajak daerah dalam kurun waktu 2006-2011 mengalami peningkatan yang baik dan secara umum berada dalam kategori sangat efektif dan sangat efisien dengan restoran sebagai sektor yang sangat efektif dan sangat efisien. Kata Kunci: Pajak daerah, efisiensi, efektivitas.

ii   

PENGESAHAN Yang bertandatangan dibawah ini telah membaca Skripsi dengan judul:

ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA SURAKARTA Yans ditulis oleh:

TETRT NUR PANGASTUTI 8200090070

Penandatanganan berpendapat bahwa Usulan Peneliti tersebut telah memenuhi syarat untuk diterima.

Surakart4 Januari 2013 Pernbimbing

Mengetahui tas Ekonomi

uhammadivah

r. Triyono, M.Si)

iii

PENDAHULUAN Tuntutan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen ke daerah dalam jumlah besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh pemerintah kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relative memadai namun daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PAD-nya. OIeh kaerena itu, daerah harus dapat menggali sumber PAD yang potensial secara maksimal namun tentu saja harus dalam koridor peraturan perundang- undangan yang berlaku (Nugradi,2011,36). Dalam perjalanan waktu penerapan otonomi daerah di Indonesia yaitu berdasarkan perkembangan dan kondisi riil di masing-masing pemerintahan daerah, kedua Undang-Undang dituntut untuk diadakan penyempurnaan. Akhirnya pada tahun 2004 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang merupakan hasil revisi dari Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999. Dengan diberlakukannya kedua Undang-Undang tersebut, maka membawa konsekuensi yang luas terhadap tata kehidupan pemerintahan dan pengelola keuangan daerah. Pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi fiscal tersebut juga membaawa konsekuensi pada pola pemanfaatan, pengalokasian dana dan dukungan sumber-sumber penerimaan daerah. Hal ini merupakan awal dimulainya otonomi daerah, yaitu diberikannya peran yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Harjono,2008:83). Selanjutnya Kago (2005:66) menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah yaitu, manusia, keuangan, peralatan, organisasi dan manajemen. Dengan melihat hal tersebut, salah satu faktor yang memegang peranan sangat penting adalah faktor keuangan. Seperti yang kita ketahui bahwa keberhasilan pembangunan akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan keuangan (dana) yang baik pula. Keuangan merupakan salah satu syarat kelancaran pelaksanaan pembangunan. Pemungutan pajak daerah ini harus mengindahkan ketentuan bahwa lapangan pajak yang akan dipungut belum diusahakan oleh tingkatan pemerintahan yang ada diatasnya (Enggar,2011:70). Sebelum dilakukan reformasi terhadap pajak daerah, cukup banyak jenis pajak yang dibuat oleh masing masing daerah (Panca Kurniawan dan Agus

1   

Purwanto,2004:1). Untuk itu agar pajak daerah lebih efektif dan efisien, maka pada tahun 1997 pemerintah telah melakukan reformasi terhadap aturan pajak daerah dan retribusi yang ada sebelum untuk disesuaikan dengan perkembangan perekonomian nasional (Panca Kurniawan dan Agus Purwanto,2004 : 2). Kota Surakarta, yang memiliki sumber daya alam yang cukup besar, sudah seharusnya mengoptimalkaan penerimaan pajak daerah sebagai sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kemampuan menggali sumber penerimaan pajak daerah tersebut harus diikuti dengan kemampuan penetapan target sesuai dengan potensi dengan potensi sebenarnya serta kemampuan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemungutannya. Kemampuan tersebut akan memperbesar penerimaan dan menciptakan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta. 2. Untuk menganalisis tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta.

TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pajak Secara Umum Pengertian pajak menurut S. I Djajadiningrat (Siti Resmi 2007: 1), bahwa pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. 2. Pengertian Pajak Daerah dan Dasar Hukumnya Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pasal 10 dijelaskan bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

2   

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3. Jenis-Jenis pajak daerah yang berlaku di Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011, sebagai berikut: a. Pajak Hotel Sesuai deraturan daerah (Perda) Kota Surakarta nomor 5 tahun 2005 tentang pajak hotel dijelaskan setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran dipungut pajak. Pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan hotel. Pengertian hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan/ atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali pertokoan dan perkantoran. Objek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Besarnya pajak terutang dihitung dengan pengalihan tarif pajak hotel dengan jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. b. Pajak Restoran Berdasarkan Perda Kota Surakarta nomor 4 tahun 2007 tentang pajak restoran dijelaskan bahwa setiap pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran dipungut pajak. Pajak adalah pajak atas pelayanan restoran. Sedangkan restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering. Objek pajak restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan oleh restoran. Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoan. Wajib pajak restoran adalah pengusaha restoran. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dterima atau yang seharusnya diterima restoran. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan jumlah yang diterima atau seharusnya diterima kepada restoran. c. Pajak Hiburan Menurut Perda Kota Surakarta nomor 3 tahun 1998 tentang pajak hiburan dijelaskan bahwa setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut pajak. Pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan

3   

adalah semua jenis pertunjukan dan/ atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Objek pajak adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. d. Pajak Reklame Perda Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2004 tentang pajak reklame dijelaskan bahwa setiap penyelenggaraan reklame dipungut pajak. Pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat atau perbuatan atau media yang menurut bentuk, susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian untuk suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat,dibaca dan/ didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan nilai sewa reklame. e. Pajak Penerangan Jalan Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2004 tentang pajak penerangan jalan dijelaskan bahwa setiap penggunaan listrik baik yang dihasilkan sendiri (pembangkit listrik) maupun yang diperoleh dari sumber lain (penyedia tenaga listrik) yang dipungut pajak. Pajak adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Objek pajak adalah penggunaan tenaga lisrik, baik yang dihasilkan sendiri (pembangkit listrik) maupun yang diperoleh dari sumber lain (penyedia tenaga listrik). Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik.

4   

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listik dan/ atau pengguna tenaga listik. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah jumlah pembayaran yang dikenakan atas nilai jual tenaga listrik yang terpakai. Besarnya pajak penerangan jalan terutang dihitung dengan mengalihkan tarif pajak dengan jumlah pembayaran yang dikenakan atas nilai jual tenaga listrik yang terpakai. 4. Efisiensi Pajak Daerah H. Emerson yang dikutip oleh Hasibuan (2004:243) mendefinisikan efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output. Syafri Daud (Abdul Halim, 2002:166) menyatakan bahwa efisiensi ketetapan atau cara untuk mengelola pajak (tidak membuang biaya, kemampuan menjalankan tugas pemungutan dengan baik, penggunaan jumlah tenaga/bahan yang sesuai dengan standar) yang telah ditetapkan dan perbandingan antara input dan output dalam suatu proses. 5. Efektivitas Penerimaan Pajak Menurut Mardiasmo (2004:134) Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Semakin besar kontribusi yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Menurut H. emerson yang dikutip oleh Hasibuan (2004:242) menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. METODE PENELITIAN Jenis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mengguna metode deskriptif. Objek penelitian dari skripsi ini adalah penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta, penulis mengambil objek ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah di kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data primer (wawancara dan dokumentasi) dan data sekunder (studi kepustakaan). Analisis data yang digunakan:

5   

1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta menggunakan metode CCER (Cost of Collection Ratio) : (Sidik, 1994) CCERit=

Biaya Pemungutan PDit Realisasi PDit

100 %

Keterangan : CCERit : Presentase tingkat efisiensi pajak daerah jenis i pada tahun tertentu. : Pajak daerah jenis i pada tahun tertentu. PDit Hasil pengukuran tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta akan memberikan kategori nilai sebagai berikut : (Sidik, 1994) 1) Sangat efisien (0%- 20%) 2) Efisien (21% -40%) 3) Cukup efisien (41% - 60%) 4) Tidak efisien ( 61% - 80%) 5) Sangat tidak efisien (>80%) 2. Untuk mengukur tingkat efektifitas penerimaan pajak daerah untuk masingmasing sektor digunakan metode CPI (Charge Perfomance Index) yaitu : (Abdul Halim, 2004) Realisasi PD CPI x 100 % Target PD Dimana: CPI : Presentase tingkat efektivitas pajak daerah jenis i pada tahun tertentu : Pajak daerah jenis i pada tahun tertentu PD Hasil pengukuran tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah di Kota Surakarta akan memberikan kategori nilai sebagai berikut : (Abdul Halim, 2004) 1. Koefisien efektivitas bernilai dibawah 40% artinya sangat tidak efektif. 2. Koefisien efektivitas bernilai antara 40%-60% artinya tidak efektif. 3. Koefisien efektivitas bernilai antara 60%-80% artinya cukup efektif. 4. Koefisien efektivitas bernilai antara 80% - 100% artinya efektif. 5. Koefisien efektivitas bernilai diatas 100% artinya sangat efektif.

6   

3. Untuk mengetahui tingkat perkembangan setiap tahun dari variabel yang diukur yaitu penerimaan pajak daerah untuk masing-masing sektor : (Dajan,1986)

100%

Dengan cara : Perkembangan PDit=

Dimana: PD = Pajak Daerah jenis i pada tahun tertentu = Pajak Daerah jenis i pada tajun sebelumnya PD HASIL DAN PEMBAHASAN

Rincian Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta Pajak Hotel

Tahun Target

Pajak Restoran

Realisasi

Target

Realisasi

Pajak Hiburan

Pajak Reklame

Pajak Penerangan Jalan

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

2006

4200000000

4202494848

5725000000

5779781864

3700000000

3714192086

3702000000

3692440678

16813000000

17949141972

2007

4384000000

4403515967

6000000000

6193638884

3944000000

3958358031

3416000000

3441757063

21221953000

22860946389

2008

5200000000

5213358162

7500000000

7647041788

4730000000

4812372657

3450000000

3527909910

24150000000

24902623244

2009

6700000000

7251331746

9000000000

9044588060

4780000000

5107465262

4500000000

3850377341

25538000000

25937479080

2010

7638646000

10779468707

9633919000

10454561381

5451935000

5737961436

4550000000

4697717016

26149168000

28892435120

2011

14184677000

15266131499

11950000000

12436538746

5900000000

6100299527

5041150000

5208406763

28856626000

28309772763

Sumber : DPPKA Kota Surakarta

1. Analisis Tingkat Efisiensi Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta Secara umum efisiensi pemungutan pajak daerah menunjukkan tingkat rata-rata efiensi sebesar 5%. Dengan demikian, berdasarkan kriteria baik yang diungkapkan Goode dan Ketetapan Mentri Dalam Negeri Nomor 35 tahun 2002 tentang biya pemungutan yang paling tinggi 5%. Efisiensi pemungutan pajak daerah di Kota Surakarta dapat dikatakan efisien. Efisien Pemungutan pajak daerah ini dikarenakan adanya pengaruh sentral berdasarkan Keputusan Mentri Dalam Negeri Nomor 35 tahun 2002. Dengan demikian setiap daerah mampu memberikan biaya upah pungut sesuai dengan batas kemampuannya tidak melempaui batasan setinggi-tingginya yakni sebesar 5%. Walaupun dalam konteks penetapannya DPPKA Kota Surakarta menghitung untuk biaya upah pungut itu dikumulatifkan dalam suatu pajak

7   

daerah, artinya tidak dihitung berdasarkan perkomponen pajak daerah, karena hal ini dilakukan bersifat untuk menyeimbangkan target dan realisasi komponen pajak daerah lainnya. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas dan Sekretaris Dinas setempat, bahwa untuk melihat gambaran proporsi biaya upah pungut dari masing-masing komponen pajak daerah dapat dilihat dengan memilah komponen pajak daerah tersebut kemudian dihitung berdasarkan biaya pemungutannya yakni paling tinggi sebesar 5% dari jumlah realisasinya. Menurut pernyataan Widodo (dalam Abdul Halim, 2002:286) meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan pendapatan daerah sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan tersebut kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterima. Dengan demikian, Pemerintah Kota Surakarta telah dikatakan berhasil dalam menata pendapatan daerahnya khususnya untuk komponen pajak daerah. 2. Analisis Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak Daerah Tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah dari sektor pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan dari tahun 2006-2011 dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan pajak dibanding dengan targetnya selama kurun waktu 6 tahun sangat efektif. Hal ini merupakan indikasi yang baik bahwa pencapaian penerimaan pajak daerah dari sektor pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan sangat baik karena selalu melebihi target yang direncanakan. Namun, tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah dari sektor pajak reklame tahun 2006-2011 dapat diketahui bahwa realisasi peneriman pajak reklame dibandingkan dengan targetnya selama kurun waktu 6 tahun masuk dalam kategori sangat efektif dan pada tahun 2006 dan tahun 2009 yang masuk kategori efektif. Sedangkan untuk tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah dari sektor pajak penerangan jalan tahun 2006-2011 dapat diketahui bahwa realisasi peneriman pajak penerangan jalan dibandingkan dengan targetnya selama kurun waktu 6 tahun masuk dalam kategori sangat efektif dan hanya satu tahun saja yang masuk kategori efektif yaitu pada tahun 2011. 3. Perkembangan Pernerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta Perkembangan yang terbesar dari total penerimaan pajak daerah Kota Surakarta terjadi pada tahun 2010 yaitu 18,31% dan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 11,04% atau rata-rata setiap tahun selama kurun waktu 6 tahun mengalami perkembangan sebesar 11,49%. Selama periode 6 tahun, rata-rata penerimaan pajak hotel adalah sebesar 25,42%. Perkembangan penerimaan pajak hotel tertinggi terjadi pada

8   

tahun 2010 yaitu sebesar 48,66% sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2007. Peningkatan Pajak Daerah dari sektor pajak hotel membawa pengaruh besar terhadap besarnya kontribusi penerimaan pajak daerah secara total. Kontribusi pajak hotel selama 6 tahun rata-rata setiap tahun sebesar 14,77% dan dalam hal ini menempati urutan kedua dari 5 sektor pajak daerah. Rata-rata penerimaan pajak restoran 13,91%. Perkembangan penerimaan pajak restoran tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 23,47% sedangkan yang terendah pada tahun 2007. Kontribusi pajak restoran terhadap pajak daerah selama kurun waktu 6 tahun rata-rata setiap tahun sebesar 16,92% dalam hal ini menempati urutan ketiga dari lima sektor Pajak Daerah. Selama periode 6 tahun, rata-rata penerimaan pajak hiburan adalah sebesar 8,82%. Perkembangan penerimaan pajak hiburan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 21,58%, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2009. Kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah selama kurun waktu 6 tahun rata-rata setiap tahun sebesar 9,86% dan dalam hal ini menempati urutan keempat dari 5 (lima) sektor pajak daerah. Peningkatan pajak reklame selama 2006-2011, rata-rata penerimaan pajak reklame adalah sebesar 6,29%. Perkembangan penerimaan pajak reklame tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 22,01%, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2007. Peningkatan pajak daerah dari sektor pajak reklame membawa pengaruh terhadap besarnya kontribusi penerimaan pajak daerah secara total. Kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah selama kurun waktu 6 tahun rata-rata setiap tahun sebesar 8,26% dan menempati urutan terakhir dari 5 (lima) sektor pajak daerah. Rata-rata penerimaan pajak peneragan jalan sebesar 8,31%. Perkembangan penerimaan pajak penerangan jalan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 27,37% sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2011. Peningkatan pajak daerah dari sektor pajak penerangan jalan membawa pengaruh terhadap besarnya kontribusi penerimaan pajak daerah secara total. Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah selama kurun waktu 6 tahun rata-rata setiap tahun sebesar 50,20% dan menempati urutan pertama dari 5 (lima) sektor pajak daerah. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

9   

1. Perkembangan peneriman pajak daerah selama kurun waktu 20062011 mengalami peningkatan. 2. Kategori tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah masing-masing sektor secara umum masuk kedalam kategori sangat efektif, begitu juga dengan tingkat efisiensi yang masuk pada kategori sangat efisien. 3. Jenis pajak daerah yang paling efisien dan efektif berdasarkan hasil penelitian adalah pajak restoran. Berdasarkan pembahasan analisis hasil dan kesimpulan, penulis mengajukan saran: 1. Perkembangan penerimaan pajak daerah yang terus meningkat harus terus dipertahankan untuk masa yang akan datang, dengan menetapkan target yang ingin dicapai sesuai dengan potensi yang sebenarnya. 2. Pemungutan pajak daerah harus mampu menekan biaya yang dikeluarkan dan kebocoran-kebocoran yang terjadi di lapangan serendah mungkin sehingga manfaat yang didapatkan akan jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. 3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas wilayah. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2004. Menejemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Dajan, Anton. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jakarta : LP3ES. Enggar D.P.A. dan Sri Rahayu, dkk. 2011. “Analisis Efisiensi dan Efektivitas Penerimaan Pajak Daerah Propinsi Jambi”. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, Vol. 13, No. 1, Hal : 69-82. Halim Abdul 2001. “Bunga Rampai Manajemen Daerah” . UPP AMP YKPN Yogyakarta. Harjono Taufiq. 2008. “Analisis Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Ponorogo”Jurnal Ilmiah di Bidang Ekonomi, Vol.3, No.2, Hal : 83-96. Hasibuan Malahayu SP. Menejemen (Dasar, Pengertian, dan Masalah). Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

10   

Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto. 2004 “Pajak Daerah dan Retribusi di Indonesia”. Banyu Media Publising, Malang. Mahsun, Muhamad. 2006, “Pengukuran Kinerja Sektor Publik”, BPFE UGM, Yogyakarta. Mardiasmo.2001. “ 2001. “ Perpajakan” Penerbit Andi, Yogyakarta. Masyur W. 2000. “Peneliti Objek Pendapatan Kabupaten Kendal”. Tidak Mardiasmo. 2001. Perpajakan, Yogyakarta: Andi. Mudrajad Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 1998 “ Tentang Pajak Hiburan”. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2004, “Tentang Pajak Reklame” Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002. “Tentang Pajak Hotel”. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2002. “ Tentang Pajak Restoran”. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2004. “Tentang Pajak Penerangan Jalan”. Resmi Siti. 2007 “Perpajakan Teori dan Kasus”. Edisi 3. Salemba Empat, Jakarta. Rosidah, Euis dan Yosi Muhammad Nur. 2010. “Analisis Efektivitasdan Efisiensi Pemungutan Pajak Reklame Serta Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Daerah ”. Jurnal Akuntansi, Vol 5, No.2, Hal : 508-522. Sidik, Machmud. 1994. Keuangan Daerah. Universitas Terbuka Jakarta.

11   

Sujoko, Eferin. et al. 2004. Metode Penelitian Untuk Akuntansi. Malang: Bayumedia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000. “Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. “Tentang Pemerintah Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004. “Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah”. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah. Watini, Sri dan Ita Salsalina. 2010.” Manfaat Pengendalian Internal Dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak Parkir di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung”. Skripsi Tidak di Publikasikan. Wartini, Sri dan Ita Salsalina.2010. “Pengaruh Pemungutan Pajak Reklame Terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung”. Jurnal Akuntansi, Vol.2, No.2, Hal : 181-201. Wahyu Nugrahadi, Eko dan Aisma Syamsi. 2011. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pajak Daerah di Kota Medan ”. Jurnal Visi Ekonomi, Vol.10, No. 1, Hal : 36-43. Kaho.2005.Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Andi.

12