ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis. Kecerdasan Emosional, Kematangan Sosial, Self-Esteem, dan Prestasi Akademi...

0 downloads 500 Views 4MB Size
ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PENERIMA PROGRAM BEASISWA SANTRI BERPRESTASI (PBSB) IPB

SUCI NURHAYATI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kecerdasan Emosional, Kematangan Sosial, Self-Esteem, dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) IPB adalah karya saya pribadi dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2011

Suci Nurhayati NIM I24052190

RINGKASAN SUCI NURHAYATI. Analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) IPB. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH dan NETI HERNAWATI. Salah satu strategi kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 adalah perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara (Kemendiknas 2010). Sejalan dengan kebijakan di atas, Kementerian Agama RI mengupayakan pemberian beasiswa bagi santri, untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi yang dinamakan dengan program beasiswa santri berprestasi (Kemenag 2009). Pendidikan formal sampai ke perguruan tinggi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Megawangi (2008) mengklasifikasikan aspek potensi-potensi manusia yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, diantaranya aspek emosi, sosial dan akademik. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis perbedaan karakteristik individu dan karakteristik keluarga pada mahasiswa PBSB dan non PBSB, (2) menganalisis perbedaan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB, (3) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem mahasiswa PBSB dan non PBSB, (4) menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dan kematangan sosial dengan self-esteem mahasiswa PBSB dan non PBSB, (5) menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan selfesteem dengan prestasi akademik mahasiswa PBSB dan non PBSB, (6) menganalisis pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik mahasiswa PBSB dan non PBSB. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dipilih secara purposive. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret hingga Oktober 2010. Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB IPB. Contoh diambil secara acak sistematis pada 100 orang mahasiswa yang terdiri dari 50 mahasiswa PBSB dan 50 mahasiswa non PBSB. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan jumlah yang memenuhi syarat untuk uji statistik. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem, yang diperoleh melalui teknik wawancara dan laporan diri (self report) dengan alat bantu kuisioner. Data sekunder meliputi jumlah mahasiswa dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh dari Direktorat Administrasi dan Jaminan Mutu Pendidikan IPB, serta data mengenai mahasiswa PBSB yang diperoleh dari Direktorat Kerja Sama dan Program Internasional IPB. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensial. Proporsi terbesar contoh berada pada kisaran usia 19-21 tahun di kelompok PBSB, dan 20-21 tahun di kelompok non PBSB. Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan. Urutan contoh pada kedua kelompok

menyebar merata sebagai anak sulung dan anak tengah. Sebagian besar contoh kelompok PBSB mengikuti kegiatan kemahasiswaan lebih dari lima kegiatan, sementara pada kelompok non PBSB kegiatan kemahasiswaan yang diikuti menyebar pada kurang dari sama dengan dua kegiatan, tiga sampai lima kegiatan, dan lebih dari lima kegiatan. Kelompok PBSB memiliki usia yang nyata lebih kecil dan kegiatan kemahasiswaan yang nyata lebih besar dari kelompok non PBSB. Tingkat pendidikan ayah contoh di kelompok PBSB tersebar pada tamat SD dan SMA/Sederajat, sementara pada kelompok non PBSB hampir separuh ayah contoh telah menamatkan pendidikan hingga Perguruan Tinggi dan SMA/Sederajat. Tingkat pendidikan ibu contoh di kelompok PBSB menyebar merata pada SMA/Sederajat dan tamat SD, sementara pada kelompok non PBSB adalah SMA/Sederajat dan perguruan tinggi. Pekerjaan ayah contoh pada kelompok PBSB tersebar merata sebagai petani dan wiraswasta, sementara ayah contoh pada kelompok non PBSB tersebar merata sebagai Pegawai Negeri Sipil, wiraswasta, dan pegawai swasta. Hampir separuh ibu contoh di kedua kelompok adalah tidak bekerja. Pendapatan orangtua contoh pada kelompok PBSB tersebar pada kisaran kurang dari sama dengan Rp 500 000 hingga Rp 2 500 000, sementara pada kelompok non PBSB pendapatan orangtua contoh berada pada kisaran yang lebih tinggi yaitu Rp 1 000 001 hingga Rp 5 000 000. Proporsi terbesar di kedua kelompok termasuk ke dalam tipe keluarga sedang. Pendidikan dan pendapatan orangtua di kelompok PBSB nyata lebih kecil dari non PBSB, dan besar keluarga kelompok PBSB nyata lebih besar dari non PBSB. Lebih dari separuh contoh di kedua kelompok memiliki tingkat kecerdasan emosional yang sedang. Sebagian besar contoh kelompok PBSB dan lebih dari separuh contoh kelompok non PBSB memiliki kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) pada kategori sedang. Terdapat perbedaan yang nyata pada aspek fasilitas sosial, dimana contoh pada kelompok PBSB memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dari kelompok non PBSB. Lebih dari separuh contoh kelompok PBSB dan sebagian besar contoh kelompok non PBSB memiliki selfesteem dengan kategori sedang. Proporsi terbesar contoh pada kedua kelompok memiliki IPK yang berada pada kategori baik yaitu antara 2.75 hingga 3.50. Kegiatan kemahasiswaan berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan emosi, kematangan sosial, dan self-esteem pada kelompok non PBSB. Terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan orangtua dengan kesadaran emosi diri pada contoh PBSB. Besar keluarga pada contoh PBSB memiliki hubungan negatif dan nyata dengan pengelolaan emosi. Pada contoh PBSB terdapat hubungan negati dan nyata antara besar keluarga dengan kesadaran sosial dan kematangan sosial. Terdapat hubungan yang nyata antara kelima aspek kecerdasan emosional (kecuali pengelolaan emosi pada contoh non PBSB) dan kematangan sosial dengan self-esteem pada kedua kelompok contoh. Sementara itu kematangan sosial pada contoh PBSB memiliki hubungan yang nyata negatif dengan prestasi akademik. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap prestasi akademik contoh kelompok PBSB adalah kecerdasan emosional dan kematangan sosial. Sementara pada kelompok non PBSB, faktor yang berpengaruh nyata terhadap prestasi akademik adalah kegiatan kemahasiswaan. Kata kunci :

Program beasiswa santri berprestasi (PBSB), kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, prestasi akademik.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PENERIMA PROGRAM BEASISWA SANTRI BERPRESTASI (PBSB) IPB

SUCI NURHAYATI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul

Nama NIM

: Analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) IPB. : Suci Nurhayati : I24052190

Disetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Melly Latifah, M.Si. Pembimbing I

Neti Hernawati SP, M.Si. Pembimbing II

Diketahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.

Tanggal ujian : 21 Desember 2010

Tanggal lulus :

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, petunjuk, dan kemudahan yang diberikan, sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan ummatnya hingga akhir zaman. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggitingginya penulis sampaikan kepada : 1.

Ir. Melly Latifah, M.Si dan Neti Hernawati, SP., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas saran, arahan, waktu, kesabaran, dan ilmu pengetahuan yang begitu luas yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal yang pahalanya tidak terputus.

2.

Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan kritik bermanfaat guna menyempurnakan skripsi ini.

3.

Alfiasari, SP., M.Si selaku dosen pemandu seminar atas masukan, saran, dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis.

4.

Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat selama masa perkuliahan di IKK.

5.

Direktorat Administrasi Pendidikan serta Direktorat Kerjasama dan Program Internasional IPB yang telah memberikan bantuan informasi dan data terkait penelitian sehingga penelitian ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

6.

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian dan penulisan skripsi dapat terlaksana dengan baik.

7.

Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama masa perkuliahan di IPB.

8.

Keluargaku tercinta; orangtua dan adik-adik, keluarga besar: Kakek, Nenek, Mang Lukman, Mang Ayi, Mang Ahmad, Bi Iyun (almh.), Mang Furqon, Bi Mia, Mang Idik, Mang Arif, dan Mang Ade, atas semua doa, nasehat-nasehat bijak, dorongan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

9.

Teman-teman IKK 42 dan 43, khususnya: Rani, Eka, Tri, Avi, Gita, Dinar, Fetty, Uut, Shanti, Yuli, Rusni, dan Simau yang memberikan semangat, bantuan, perhatian, serta keceriaan kepada penulis. Sahabat terbaik; Ely dan Eny yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan mendengarkan keluh kesah penulis. Robit Nafsik atas do’a, perhatian, semangat, serta bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Teman-teman CSS MORA 42 yang selalu membantu di saat sulit. CSS MORA 44 terutama yang telah membantu dalam pengambilan data di lapang. Sahabat-sahabat di FRAME’05 atas kenangan dan kebersamaan yang indah.

10. Para dosen dan teman-teman yang tergabung dalam Tim Relawan Peduli Merapi atas kebersamaan, perhatian, kesan terindah, dan pengalaman terbaik yang penulis dapatkan menjelang penyelesaian skripsi ini. 11. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan semuanya dengan hal yang lebih baik. Amiin. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menambah pengetahuan para pembaca.

Bogor, Januari 2011

Suci Nurhayati

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Mei 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Dedi Mulyana dan Siti Ulyani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Tespong Raya Sukabumi pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Al-Fatah Lampung dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di MA Al-Fatah Lampung, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementrian Agama RI. Pada tahun kedua di IPB penulis masuk ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di CSS MORA (Community of Santri Scholar, Ministry of Religious Affairs) IPB. Pada tahun pertama kuliah penulis aktif di Rohis B-9 TPB. Penulis juga menjadi salah satu staf pengajar di lembaga bimbingan belajar Karisma Prestasi pada tahun 2008-2009, dan aktif sebagai pengajar privat pada tahun 2009-2010. Penulis merupakan penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi tahun 2005-2010.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... xxiii PENDAHULUAN ........................................................................................................... Latar Belakang ....................................................................................................... Perumusan Masalah .............................................................................................. Tujuan Penelitian ................................................................................................... Kegunaan Penelitian ..............................................................................................

1 1 5 7 8

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. Remaja ................................................................................................... Kecerdasan Emosional .................................................................................. Kematangan Sosial ....................................................................................... Self-Esteem ............................................................................................................. Prestasi Akademik ..................................................................................

9 9 10 13 16 17

KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................ 19 METODE PENELITIAN ................................................................................ Desain, Tempat, dan Waktu .................................................................. Cara Pemilihan Contoh .......................................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................ Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ Definisi Operasional ...............................................................................

23 23 23 24 26 28

HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... Karakteristik Individu ............................................................................. Jenis Kelamin dan Usia ................................................................. Urutan Anak dalam Keluarga ....................................................... Kegiatan Kemahasiswaan ............................................................. Karakteristik Keluarga Contoh ............................................................... Pendidikan Orangtua .................................................................... Pekerjaan Orangtua ...................................................................... Pendapatan Orangtua .................................................................... Besar Keluarga ............................................................................. Kecerdasan Emosional ........................................................................... Kesadaran Emosi Diri................................................................... Pengelolaan Emosi ....................................................................... Motivasi Diri ................................................................................ Empati........................................................................................... Seni Membina Hubungan ............................................................. Kematangan Sosial ................................................................................. Kesadaran Sosial .......................................................................... Fasilitas Sosial ..............................................................................

31 31 33 33 34 35 35 35 37 38 39 40 41 43 43 44 45 46 47 48

Self-Esteem .............................................................................................. Prestasi Akademik ................................................................................... Hubungan antar Variabel ........................................................................ Karakteristik Individu dan Kecerdasan Emosional ....................... Karakteristik Individu dan Kematangan Sosial ............................. Karakteristik Individu dan Self-esteem .......................................... Karakteristik Keluarga dan Kecerdasan Emosional ...................... Karakteristik Keluarga dan Kematangan Sosial ............................ Karakteristik Keluarga dan Self-esteem ......................................... Kecerdasan Emosional dan Self-esteem......................................... Kematangan Sosial dan Self-esteem .............................................. Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik ............................. Kematangan Sosial dan Prestasi Akademik .................................. Self esteem dan Prestasi Akademik................................................ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik .................

49 50 51 51 52 53 54 56 57 58 59 61 63 64 65

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 71 Kesimpulan ............................................................................................. 71 Saran........................................................................................................ 72 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 LAMPIRAN .................................................................................................... 79

xviii

DAFTAR TABEL Halaman 1

Jenis dan cara pengumpulan data ..............................................................

25

2

Cara pengkategorian variabel.....................................................................

27

3 Sebaran contoh berdasarkan jalur masuk ke IPB .......................................

32

4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ..................................

33

5 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga .........................

34

6 Sebaran contoh berdasarkan kegiatan kemahasiswaan ..............................

35

7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua.........................

36

8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua .......................................

38

9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orangtua ....................................

39

10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ..............................................

39

11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional ......................

41

12 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran emosi diri ....................................

42

13 Sebaran contoh berdasarkan pengelolaan emosi........................................

43

14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi diri .................................................

44

15 Sebaran contoh berdasarkan empati...........................................................

45

16 Sebaran contoh berdasarkan seni membina hubungan ..............................

45

17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kematangan sosial ............................

46

18 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran sosial ...........................................

47

19 Sebaran contoh berdasarkan fasilitas sosial ...............................................

48

20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat self-esteem........................................

49

21 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik. ........................................

51

22 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dan kecerdasan emosi

52

23 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dan kematangan sosial

53

24 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dan self-esteem ..........

54

25 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dan kecerdasan emosional ..................................................................................................

55

26 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dan kematangan sosial ..........................................................................................................

56

27 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluaraga dan self-esteem ........

57

28 Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional dan self-esteem .........

58

xix

29 Hasil uji korelasi Spearman kecerdasan emosional dan self-esteem ..........

59

30 Sebaran contoh berdasarkan kematangan sosial dan self-esteem ...............

60

31 Hasil uji korelasi Spearman kematangan sosial dan self-esteem ................

61

32 Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional dan prestasi akademik .....................................................................................................

62

33 Hasil uji korelas Spearman kecerdasan emosional dan prestasi akademik

62

34 Sebaran contoh berdasarkan kematangan sosial dan prestasi akademik ....

63

35 Hasil uji korelasi Spearman kematangan sosial dan prestasi akademik .....

64

36 Hubungan antara self-esteem dan prestasi akademik .................................

65

37 Analisis uji Collinearity Statistics ...................................................................

66

38 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa PBSB ..

67

39 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa non PBSB ..........................................................................................................

68

xx

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pengaruh faktor karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik .........

21

2 Cara pemilihan contoh .................................................................................................

24

xxi

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil uji reliabilitas kuesioner kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan Self-esteem ......................................................................................................... 2 Hasil uji korelasi Spearman pada berbagai variabel di kelompok PBSB .........

79 81

3 Hasil uji korelasi Spearman pada berbagai variabel di kelompok non PBSB ...

87

4 Hasil uji beda T-test..................................................................................................

93

5 Hasil uji beda Mann Whitney ..................................................................................

95

6 Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk pada berbagai variabel .................................

97

7 Hasil uji regresi linier ...............................................................................................

99

xxiii

PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan berkesetaraan gender, 3) perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, 4) perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara, 5) perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, serta 6) penguatan tata kelola, sistem pengendalian manajemen, dan sistem pengawasan intern (Kemendiknas 2010). Perhatian pemerintah pada perluasan dan pemerataan akses pendidikan, mengisyaratkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan angka partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan. Kebijakan tentang peningkatan mutu dan tata kelola juga merupakan upaya untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan sehingga berjalan sesuai dengan rel tujuan yang dirumuskan. Demikian pentingnya masalah yang berkenaan dengan pendidikan ini, maka diperlukan suatu aturan baku mengenai pendidikan yang dipayungi dalam sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional (Daulay 2004). Upaya agar tujuan pendidikan nasional tercapai dirumuskan dalam Undang-Undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

2  

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Soedijarto 2008). Hal tersebut sudah berlaku dan diimplementasikan di lembaga pendidikan di Indonesia salah satunya yaitu di pesantren, yang terangkum dalam Tridharma Pondok Pesantren: 1) pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, 2) pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta 3) pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara (Fatah et al 2005). Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai pendidikan yang sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relatif lama, tetapi juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (Fatah et al 2005). Menurut Azra (2002), pendidikan berbasis masyarakat sebenarnya telah lama diselenggarakan kaum muslimin Indonesia, bahkan bisa dikatakan setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara. Selain itu, pesantren dianggap berada dalam posisi yang sangat strategis, khususnya di tingkat perluasan akses. Sejarah membuktikan bagaimana kebijakan pemerintah yang menuntut partisipasi yang bersifat masal berhasil dilakukan melalui gagasan “partisipasi” pesantren. Keberhasilan partisipasi ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa pesantren mempunyai posisi strategis dalam konteks pengembangan masyarakat (Kemenag 2009). Kendati pun pesantren merupakan kenyataan yang sudah lama ada dalam masyarakat Indonesia, namun perhatian dan intervensi dari pemerintah untuk pengembangan dan pemberdayaan pesantren (madrasah) belum signifikan. Kebijakan

pemerintah

dalam

upaya

perluasan

pemberian

kesempatan

mendapatkan pendidikan masih terpusat pada sekolah/madrasah negeri, sementara pada sekolah/madrasah swasta masih sangat kurang. Data Kementrian Agama RI pada tahun 2000 menyebutkan bahwa pada tingkat Sekolah Dasar, jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) swasta mencapai 95.2 persen sementara MI Negeri 14.8 persen. Keadaan ini terbalik dengan SD Negeri yang berjumlah 93.1 persen, sementara SD swasta 6.9 persen. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama,

3  

jumlah Madarasah Tsanawiyah (MTs) adalah 75.7 persen, sedangkan MTsN adalah 24.3 persen. Adapun SLTPN berjumlah 44.9 persen dan SLTP swasta 55.9 persen. Pada tingkat selanjutnya, terdapat 70 persen Madrasah Aliyah (MA) swasta dan 30 persen MAN. Sementara SMUN berjumlah 30.5 persen dan SMU swasta sebanyak 69.4 persen (Azra 2002). Sumber lain menyebutkan bahwa ada perbedaan kualitas antara madrasah dibanding sekolah umum, karena sebagian besar madrasah dikelola swasta, yakni 91.5 persen dan hanya 8.5 persen yang dikelola negeri (Anonim 2009). Rendahnya perhatian dan intervensi dari pemerintah terhadap pesantren menjadikan pesantren tumbuh dengan kemampuan sendiri yang pada akhirnya menumbuhkan varian yang sangat besar, karena sangat tergantung pada kemampuan masyarakat itu sendiri (Fatah et al 2005). Kondisi tersebut mendorong Kementrian Agama RI untuk mulai menata kembali manajerial pesantren agar lebih terarah pada tujuan yang diharapkan. Kementrian Agama RI juga mengupayakan pemberian beasiswa bagi santri Madrasah Aliyah (MA) di pondok pesantren yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi santri berprestasi dan meningkatkan kualitas pendidikan Islam (Kemenag 2009). Pendidikan formal sampai ke perguruan tinggi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan suatu negara. Bangsa yang memiliki sumberdaya manusia yang bermutu tinggi akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Megawangi (2008) menyatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang berkarakter, mempunyai spirit kerja tinggi, dan mandiri, adalah bekal yang membawa kejayaan bangsa di masa depan. Mahasiswa sebagai aset bangsa yang memiliki potensi sebagai agent of change and social control dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan lebih dari masyarakat biasa dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya. Megawangi (2008) mengklasifikasikan aspek potensi-potensi manusia yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, di antaranya aspek emosi, sosial dan

4  

akademik.

Aspek

emosi

menyangkut

aspek

kesehatan

jiwa;

mampu

mengendalikan stress, mengontrol diri (self-discipline) dari perbuatan negatif, percaya diri, berani mengambil resiko, dan empati. Aspek sosial tergambar dari perilaku untuk belajar menyenangi pekerjaan, bekerja dalam tim, pandai bergaul, peduli terhadap masalah sosial dan berjiwa sosial, bertanggung jawab, menghormati orang lain, mengerti akan perbedaan budaya dan kebiasaan orang lain, serta mematuhi segala peraturan yang berlaku. Aspek lain yang perlu dikembangkan adalah aspek akademik yang tercermin dari kemampuan untuk berpikir logis, berbahasa, dan menulis dengan baik, serta dapat mengemukakan pertanyaan kritis dan menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang diketahui. Kemampuan pada aspek emosi dapat mengarahkan seseorang khususnya remaja dalam membangun potensi diri. Berbeda dengan kemampuan akademik yang lebih ditentukan oleh faktor keturunan, kemampuan pada aspek emosi atau kecerdasan emosional lebih mungkin untuk dikembangkan kapan saja dan siapa saja yang memiliki keinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Goleman (2004) beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi (80%) dan hanya 20 persen ditentukan oleh faktor kecerdasan kognitif. Hasil penelitian George Borggs (Jefferson Center 1997 dalam Megawangi 2008), juga menunjukkan bahwa ada 13 indikator penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja, dimana 10 diantaranya adalah kualitas karakter seseorang, sementara hanya tiga indikator saja yang berkaitan dengan faktor kecerdasan (IQ). Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksinya dengan lingkungan, terutama lingkungan sosial. Kemampuan sosial menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar dapat diterima di dalam lingkungan tersebut. Hal lain mengenai pandangan seseorang terhadap dirinya, yang sering dikenal dengan self-esteem, turut menentukan perilaku dan keberhasilannya dalam membina suatu hubungan sosial. Self-esteem menunjuk pada sejauh mana seseorang memiliki penghargaan diri dan mempunyai pandangan yang positif mengenai dirinya (Johnson & Swidley 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) mengenai persepsi gaya pengasuhan orangtua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self-esteem

5  

mahasiswa tingkat persiapan bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa keterampilan sosial memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan self-esteem. Hubungan yang nyata dan positif juga terdapat pada hubungan antara gaya pengasuhan authoritative dengan self-esteem dan keterampilan sosial remaja. Menurut Fatimah (2006), perkembangan sosial di pengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan inteligensi. Megawangi (2007) menegaskan beberapa aspek emosi-sosial yang menentukan keberhasilan anak di sekolah adalah rasa percaya diri, rasa ingin tahu, motivasi, kemampuan kontrol diri, kemampuan bekerjasama, mudah bergaul dengan sesamanya, mampu berkonsentrasi, rasa empati dan kemampuan berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pencapaian prestasi. Berdasarkan pemikiran yang dipaparkan, maka penting untuk dilakukan analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB). Perumusan Masalah Pemberian beasiswa kepada santri berprestasi dari pondok pesantren di berbagai provinsi, yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Agama RI, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas dan perluasan akses pendidikan. Kementrian Agama RI memberikan beasiswa kuliah hingga lulus kepada santri yang telah melalui beberapa tahapan seleksi, dan sebagai konsekuensinya setelah lulus dan menjadi sarjana dengan berbagai kompetensi keilmuannya, mereka wajib kembali ke daerah untuk mengabdikan ilmu dan keterampilan yang didapat demi mengembangkan pesantren dan membina masyarakat sekitarnya. Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya, yang biasa disebut santri, tinggal bersamasama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Seorang santri, dengan latar belakang pendidikan religius yang kuat, diharapkan dapat menjadi aset penting bagi pembangunan di segala bidang. Namun interaksi santri dengan dunia yang

6  

terus melaju pesat, tidak mampu hanya dihadapi dengan pola pengajaran keagamaan semata, tetapi juga penting dibekali dengan ilmu-ilmu keahlian yang dapat mendukung kehidupan mereka. Menurut Megawangi (2007), bekal yang paling penting bagi seseorang adalah kematangan emosi-sosialnya, karena dengan kematangan emosi dan sosial tersebut seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Aspek kecerdasan emosi seseorang dapat membantu di dalam mengembangkan potensi-potensi lainnya secara lebih optimal. Kecerdasan emosi juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi seseorang untuk belajar dan mencapai kesuksesan dalam bidang akademik, begitu pun kematangan seseorang di lingkungan sosialnya dan penghargaan diri (self-esteem) yang dimilikinya turut andil dalam pencapaian prestasi. Di masa depan, sumberdaya yang handal sangat membantu pengembangan pesantren agar senantiasa bisa bertahan di era global tanpa harus meninggalkan nilai-nilai tradisi baik yang telah dimiliki. Program beasiswa santri berprestasi diharapkan mampu mencetak generasi-generasi yang tidak hanya memiliki kecerdasan spiritual, namun juga memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang tinggi sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk terjun ke masyarakat dengan baik dan optimal. Program beasiswa santri berprestasi (PBSB) di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang selama ini dilakukan, memberikan kesempatan bagi santri untuk dapat mengembangkan keilmuan tidak hanya pada bidang keagamaan saja, tetapi juga keilmuan lain. Akan tetapi dalam perjalanannya, terdapat beberapa santri (mahasiswa penerima PBSB) yang tidak dapat bertahan (drop out) pada saat mengikuti pendidikan di IPB. Sebagai contoh, dari 25 mahasiswa angkatan 42 (tahun 2005) penerima program beasiswa santri berprestasi di IPB, 6 orang (24%) di antaranya mengalami drop out, begitu pun pada angkatan-angkatan berikutnya, walaupun jumlah mahasiswa yang mengalami drop out tidak sama. Hal ini diduga disebabkan oleh rendahnya prestasi akademik mahasiswa PBSB, akibat perbedaan sistem dan metode pembelajaran di IPB dengan sistem pembelajaran sebelumnya di pesantren.

7  

Latar belakang pendidikan yang bukan dari sekolah umum, diduga menyebabkan kemampuan dasar yang dimiliki mahasiswa PBSB pada mata kuliah umum, terutama bidang eksakta, berbeda dengan mahasiswa regular lainnya. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya mahasiswa PBSB mengikuti pendidikan di IPB, yang berdampak pada rendahnya prestasi akademik yang diperoleh. Selain itu, beberapa literatur menyebutkan bahwa prestasi akademik berkaitan dengan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah benar prestasi akademik yang diperoleh mahasiswa PBSB lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa non PBSB pada umumnya, dan apakah prestasi akademik dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang dimiliki seseorang. Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah karakteristik individu dan karakteristik keluarga pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 2. Bagaimanakah kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 3. Bagimanakah hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 4. Bagaimanakah pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self esteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB). Tujuan Khusus 1. Menganalisis perbedaan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, urutan anak, kegiatan kemahasiswaan) dan karakteristik keluarga (tingkat pendidikan

8  

orangtua, pekerjaan orangtua, tingkat pendapatan orangtua, besar keluarga) pada mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 2. Menganalisis perbedaan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 4. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dan kematangan sosial dengan self-esteem mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 5. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem dengan prestasi akademik mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 6. Menganalisis

pengaruh

karakteristik

individu,

karakteristik

keluarga,

kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam rangka mengembangkan kompetensi

diri

dan

memperluas

pengetahuan

serta

wawasan

tentang

perkembangan remaja. Bagi mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik yang diperoleh sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi. Bagi pihak penyelenggara beasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik mahasiswa peserta program beasiswa santri berprestasi di Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya dapat menjadi bahan masukan bagi pihak penyelenggara beasiswa tersebut dalam merumuskan dan menyusun kebijakan yang terkait dengan penerima program beasiswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.

   

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang umumnya dimulai pada usia dua belas atau tiga belas tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai. Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia, Olds & Feldman 2008). Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008), peralihan dari anak-anak menuju dewasa meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan kepribadian dan sosial. Tugas utama seorang remaja adalah pencarian identitas atau jati diri yang meliputi kepribadian seksual dan pekerjaan. Secara umum masa remaja ditandai dengan fase pubertas, yaitu suatu proses saat seseorang mencapai kematangan seksual dan memiliki kemampuan untuk bereproduksi. Matangnya sistem reproduksi pada remaja laki-laki ditandai dengan mimpi basah (noctoral emissions) dan pada remaja perempuan mengalami menstruasi pertama (menarche). Perubahan ini biasanya terjadi tiga tahun lebih cepat pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki. Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orangtua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan dan harapanharapan pada orangtua (Santrock 2007). Papalia, Olds dan Feldman (2008) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peluang sekaligus resiko. Para remaja berada di pertigaan antara kehidupan cinta, pekerjaan, dan partisispasi dalam masyarakat dewasa. Tugas

10  

penting yang dihadapi para remaja ialah mengembangkan persepsi identitas diri (sense of individual identity). Mencari identitas diri mencakup hal memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dirinya dan juga perilaku orang lain. Hal ini mencakup juga perasaan harga diri dan kompetensi diri (Atkinson et al 1983). Atkinson juga mengemukakan suatu studi yang menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa perguruan tinggi tahun pertama masih berjuang dengan masalah pembentukan identitas, tetapi dalam tahun terakhir banyak masalah yang dapat diatasi. Kecerdasan Emosional Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman 2004). Menurut Goleman (2004), emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, atau emosi sedih yang mendorong seseorang untuk berperilaku menangis. Shapiro (1998) menyatakan bahwa istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan Salovey (1990) untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain adalah empati, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat. Menurut Salovey dan Mayer (1990) dalam Shapiro (1998), kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain, serta menggunakan emosi tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional dimiliki oleh seseorang sejak lahir. Perkembangan kecerdasan emosional dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya seperti keluarga, lingkungan bermain, sekolah, dan sebagainya. Menurut Goleman (2004), kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi

11  

kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Lebih lanjut Goleman (2004) menjelaskan, dengan kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang ia harus mampu menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, mengatur suasana hati, mengatur kehidupan emosi dengan inteligensi, serta menjaga keselarasan emosi dengan pengungkapannya. Selanjutnya Goleman (2004) membagi kecerdasan emosional ke dalam lima kemampuan utama, yaitu kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, kemampuan memotivasi diri, kemampuan empati, dan seni membina hubungan. Kesadaran Emosi Diri Kesadaran emosi diri adalah kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Kesadaran diri merupakan kemampuan mengenali perasaan dan menyusun kosakata untuk perasaan itu dan melihat kaitan antara gagasan, perasaan dan reaksi, mengetahui kapan pikiran atau perasaan menguasai keputusan, melihat akibat pilihan alternatif dan menerapkan pemahaman ini pada keputusan tentang suatu masalah. Kesadaran diri juga dapat berupa kemampuan mengenali kekuatan serta kelemahan dan melihat diri sendiri dalam sisi yang positif tetapi realistis (Goleman 2004). Pengelolaan Emosi Diri Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, dimana hal ini sangat bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur

diri

sendiri,

melepaskan

kecemasan,

kemurungan

atau

ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Pengelolaan emosi ini juga berarti kemampuan menahan diri terhadap kepuasan berlebihan dan dapat mengendalikan dorongan hati (Goleman 2004). Kemampuan Memotivasi Diri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri serta untuk berkreasi. Seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam

12  

menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya, menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif, dan bertindak secara efektif apabila memiliki kemampuan untuk memotivasi diri. Individu yang memiliki kemampuan memotivasi tinggi akan memiliki daya juang atau semangat yang lebih tinggi dalam mencapai citacita dan tidak mudah putus asa serta memiliki kepercayaan yang tinggi dalam menghadapi dan memecahkan masalah (Goleman 2004). Kemampuan Empati Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengenali emosi orang lain. Menurut Goleman (2004), kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri semakin terampil membaca perasaan. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Goleman (2004) menyatakan, berempati lebih dari sekedar bersimpati pada orang lain, berempati adalah menempatkan diri pada posisi orang lain secara emosional. Empati juga digunakan sebagai salah satu syarat untuk membangun hubungan dengan orang lain. Seni Membina Hubungan Kemampuan

dalam

membina

hubungan

merupakan

keterampilan

mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini menunjang popularitas, kepemimpinan,

dan

keberhasilan

antar

pribadi.

Kemampuan

sosial

memungkinkan seseorang membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, serta membuat orang lain merasa nyaman. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Kemampuan membina hubungan ditandai dengan kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan

13  

lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia (Goleman 2004). Kematangan Sosial Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun kelompok sekunder (masyarakat). Proses sosialisasi dan interaksi sosial dimulai sejak manusia lahir dan berlangsung terus hingga ia dewasa atau tua. Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas sampai pada tingkat yang luas dan kompleks. Semakin dewasa dan bertambah usia, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks (Fatimah 2006). Teori psikologi telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah, tahapan, dan jenjang. Kehidupan seseorang pada dasarnya merupakan kemampuan berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sosial budayanya. Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang sangat penting. Proses sosial tersebut merupakan proses sosialisasi yang menempatkan anak-anak sebagai individu yang secara aktif melakukan proses sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang di dalam konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologis (Fatimah 2006). Menurut Goleman (2007), kematangan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Terdapat dua unsur kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi empati dasar, kemampuan mendengarkan, ketepatan empatik, dan

14  

pengertian sosial. Sementara itu fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi sinkroni, presentasi diri, pengaruh, dan kepedulian. Sinkroni memungkinkan seseorang untuk bergerak atau berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Goleman menjelaskan bahwa singkroni adalah batu fondasi yang menjadi landasan dibangunnya aspek-aspek lain. Presentasi diri merupakan kemampuan menampilkan diri sendiri untuk menghasilkan kesan yang dikehendaki. Pengaruh melibatkan pengungkapan diri dengan cara yang menghasilkan hasil sosial yang diinginkan, seperti membuat orang merasa nyaman. Sementara kepedulian adalah merasa peduli terhadap kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Hatch dan Gardner (Goleman 2006) mengemukakan dasar-dasar kecerdasan

sosial

terdiri

dari

kemampuan

mengorganisir

kelompok,

merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan analisis sosial. Goleman (2007) menjelaskan bahwa keterampilan sosial seseorang akan matang apabila memiliki kemampuan empati dan manajemen diri yang baik. Kemampuan untuk mendapat perhatian melalui cara yang secara sosial diterima merupakan kematangan sosial sebagai prestasi perkembangan sosialnya. Kemampuan untuk bersama-sama dalam suatu pertemanan dan kelompok merupakan manifestasi kematangan emosional dan sosial. Hal tersebut merupakan hasil dari serangkaian keterampilan mengetahui dan memenuhi harapan-harapan sosial yang diembankan kepadanya, disertai dengan kemampuan mengelola emosi yang tepat kepada orang-orang di sekitarnya (Sunarti 2004). Erikson dalam Fatimah (2006) mengemukakan bahwa perkembangan remaja sampai jenjang usia dewasa melalui delapan tahapan. Perkembangan remaja berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu masa menemukan jati diri. Dalam hal ini, Erikson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokultural. Kebutuhan untuk dapat diterima oleh lingkungan bagi setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial. Kelley et al dalam Sears et al (1985) mengemukakan beberapa faktor yang berhubungan dengan suatu hubungan, yaitu keyakinan, perasaan, dan perilaku.

15  

Studi-studi kontemporer tentang remaja menunjukkan hubungan yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif. Menurut Fatimah (2006), pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Penetapan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai pertimbangan, seperti moral, ekonomi, minat, dan kesamaan bakat dan kemampuan. Masalah yang umum dihadapi oleh para remaja dan paling rumit adalah faktor penyesuaian diri. Sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi masing-masing. Sekalipun demikian di dalam kelompok itu terbentuk suatu persatuan dan rasa solidaritas yang kuat yang diikat oleh nilai dan norma kelompok yang telah disepakati bersama. Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap-tiap anggota belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan kelompok. Kehidupan sosial pada jenjang usia remaja yang di dalamnya termasuk mahasiswa ditandai oleh menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat mengalami hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring dengan masalah pribadi yang dialaminya (Fatimah 2006). Keadaan ini oleh Erikson (Lefton 1982 dalam Fatimah 2006) dinyatakan sebagai krisis identitas diri. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri merupakan sesuatu yang kompleks. Konsep diri ini tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya. Sears et al (1985) menyatakan bagi banyak mahasiswa, ketegangan yang muncul pada awal kuliah di perguruan tinggi yang bercampur dengan kesepian sementara disebabkan perpisahan dengan teman dan keluarga, serta kecemasan tentang kehidupan sosial yang baru. Mahasiswa memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengatasi kesepian bila mereka memulai tahun kuliahnya dengan harapan positif bahwa mereka akan berhasil mendapatkan teman dan bila mereka mempunyai penilaian yang baik mengenai kepribadian dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, optimisme dan harga diri yang tinggi merupakan unsur signifikan dalam usaha menciptakan kehidupan sosial yang memuaskan di perguruan tinggi. Perkembangan sosial dipengaruhi oleh banyak faktor, antara

16  

lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan inteligensi. Self-Esteem Self-Esteem diperlukan seseorang dalam menjalin suatu hubungan. Selfesteem adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri, disebut juga harga diri atau gambaran diri (Santrock 2003). Bustanova (2008) menyatakan bahwa selfesteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian positif maupun penilaian negatif yang akhirnya menghasilkan perasaan bahwa diri berharga dan berguna dalam menjalani kehidupan. Individu dengan self-esteem yang tinggi akan mampu mengekspresikan diri dengan baik serta percaya pada persepsi dan dirinya sendiri. Harter dalam Brooks (2001) menyatakan dua hal yang mempengaruhi selfesteem, yaitu: 1) dukungan dan perlakuan positif yang diterima dari orangtua pada tahun-tahun pertama, dan 2) hal terpenting terbentuknya self-esteem adalah pada usia delapan tahun, dimana menurut teori psikososial Erikson pada masa itu anak berada pada tahap industry vs inferiority. Pada tahap industry vs inferiority, anak mengarahkan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan. Jika anak gagal melewati tahap ini dengan baik, maka akan timbul perasaan yang memandang dirinya tidak produktif dan tidak kompeten (Santrock 2007). Menurut Erikson dalam Megawangi (2007), konsep diri yang positif atau bagaimana remaja menilai dirinya, akan meningkatkan tingkat kepercayaan diri (self-esteem) remaja. Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya (Fatimah 2006). Papalia, Olds dan Feldman (2008) mengemukakan bahwa sepanjang masa remaja, sebagian besar harga diri berkembang dalam konteks hubungan dengan teman sebaya, khususnya yang berjenis kelamin sama. Sejalan dengan pandangan Giligan, harga diri pria tampaknya dikaitkan dengan pergulatan prestasi individual, sedangkan harga diri wanita lebih tergantung pada koneksi dengan orang lain. Beberapa peneliti menyatakan bahwa remaja perempuan memiliki harga diri yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Harga diri dan kepercayaan

17  

remaja perempuan cukup tinggi hingga usia 11 atau 12 tahun dan kemudian cenderung menurun. Prestasi Akademik Prestasi akademik merupakan salah satu ukuran tingkat inteligensi. Prestasi akademik dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu (Ridwan 2008). Wechler dalam Fatimah (2006) merumuskan inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Lebih lanjut, Fatimah menjelaskan bahwa daya pikir seseorang berkembang sejalan dengan pertumbuhan syaraf otaknya. Karena daya pikir menunjukkan fungsi otak, kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Aktivitas otak yang disadari seperti berpikir (thinking), menjelaskan (reasoning), membayangkan (imagining), mempelajari kata (learning words) dan menggunakan bahasa (using language) berhubungan dengan berkembangnya aspek kognitif (Webster 1993 dalam Hastuti 2006). Menurut Piaget dalam Papalia, Olds dan Feldman (2008), perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal. Mappiare (1982) dalam Fatimah (2006), menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi perkembangan inteligensi sebagai berikut: a. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang, sehingga ia mampu berpikir reflektif. b. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan dalam memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir rasional. c. Adanya kebebasan berpikir, sehingga mendorong keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah

18  

secara keseluruhan, dan keberanian memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar. Ketiga kondisi tersebut sesuai dengan dasar-dasar dari teori Piaget mengenai perkembangan inteligensi. Dalam pandangan Piaget (Santrock 2003), remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Pada tingkat perguruan tinggi, pencapaian hasil belajar atau prestasi akademik dapat dilihat dari indeks prestasi yang diperoleh setiap semesternya (Abdullah 2008).

KERANGKA PEMIKIRAN Prestasi akademik adalah suatu hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi akademik juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha, yang menghasilkan pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan. Dunia pendidikan yang semakin berkembang, menuntut setiap individu untuk dapat berprestasi dengan baik. Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi akademik, diantaranya kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan sef-esteem yang dimiliki seseorang. Kecerdasan emosional turut mempengaruhi hasil belajar atau prestasi akademik individu. Kecerdasan emosional berkaitan dengan prestasi akademik melalui motivasi. Menurut Goleman (2004), kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar. Kecerdasan emosional dalam belajar biasanya berkaitan dengan kestabilan emosi untuk bisa tekun, konsentrasi, tenang, teliti, dan sabar dalam memahami materi yang dipelajari. Menurut Setiawati (2007), kecerdasan emosional berhubungan positif dengan prestasi belajar praktek. Aspek lain yang berhubungan dengan pencapaian prestasi individu adalah kematangan sosialnya. Menurut Megawangi (2007), beberapa aspek emosi-sosial yang menentukan keberhasilan anak di sekolah adalah rasa percaya diri, rasa ingin tahu, motivasi, kemampuan kontrol diri, kemampuan bekerjasama, mudah bergaul dengan sesamanya, mampu berkonsentrasi, rasa empati dan kemampuan berkomunikasi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) menunjukkan hubungan yang positif dan nyata antara keterampilan sosial dan self-esteem. Dalam interaksinya sebagai makhluk sosial, kematangan sosial dan self-esteem yang dimiliki seseorang akan menentukan keberhasilannya dalam membangun suatu hubungan sosial. Emler (2001) menjelaskan bahwa individu yang memiliki self-esteem yang rendah memiliki masalah dalam berperilaku dan berinteraksi dengan lingkungan sosial serta tidak jarang menimbulkan masalah

20  

sosial. Sebaliknya, individu dengan penghargaan diri (self-esteem) yang tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi. Kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik dipengaruhi langsung oleh gaya pengasuhan. Karakteristik individu dan karakteristik keluarga berhubungan dengan gaya pengasuhan yang diterapkan orangtua. Gaya pengasuhan orangtua akan membentuk kecerdasan emosional remaja dan kecerdasan emosional akan membantu remaja untuk mengontrol emosi, membangun kepercayaan diri (self-esteem), dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Selain dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan (komponen kognitif) prestasi akademik juga dipengaruhi oleh pola dan fasilitas belajar. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi prestasi akademik yang disebutkan di atas, penelitian ini memfokuskan kajian pada aspek kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang diduga berpengaruh terhadap prestasi akademik. Kaitan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gaya pengasuhan orangtua: 1.Orangtua mengabaikan 2.Orangtua tidak menyetujui 3.Orangtua laissez faire 4.Orangtua pelatih emosi Kecerdasan Emosional: 1. Kesadaran emosi diri 2. Pengelolaan emosi 3. Motivasi diri 4. Empati 5. Seni membina hubungan

Karakteristik Individu: 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Urutan anak dalam keluarga 4. Kegiatan kemahasiswaan

Self-Esteem Karakteristik Keluarga: 1. Tingkat pendidikan orangtua 2. Pekerjaan orangtua 3. Tingkat pendapatan orangtua 4. Besar keluarga

Prestasi Akademik

Kematangan Sosial: 1. Kesadaran sosial 2. Fasilitas sosial Komponen kognitif Fasilitas dan pola belajar

Keterangan:

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

= hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Pengaruh faktor karakteristik contoh, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik. 21

 

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yakni data yang dikumpulkan pada suatu waktu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan IPB merupakan salah satu perguruan tinggi di Indonesia, yang pertama kali bekerjasama dengan Kementrian Agama RI pada tahun 2005 dan masih berlangsung hingga sekarang dalam penerimaan mahasiswa IPB, Program Sarjana (S1) jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) melalui pondok pesantren. Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan, yaitu dari bulan Maret hingga September 2010.   Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa IPB. Contoh penelitian adalah mahasiswa IPB dengan kriteria minimal semester dua dan masih aktif mengikuti perkuliahan di kelas. Mahasiswa yang memenuhi kriteria meliputi mahasiswa tahun angkatan 2007, 2008, dan 2009. Mahasiswa tahun angkatan 2007, 2008, dan 2009 berjumlah 9270 orang, termasuk di dalamnya mahasiswa PBSB sebanyak 179 orang. Data tersebut diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB. Penarikan contoh dimulai dengan menentukan sampel frame beserta jumlah contoh yang akan diambil. Contoh diambil dari tiga fakultas yang dipilih secara purposive dengan syarat terdapat mahasiswa PBSB terbanyak, yaitu FAPERTA, FATETA, dan FMIPA. Penarikan contoh dilakukan secara acak sistematis (Sevilla et al 1993) pada 100 orang mahasiswa dari tiga fakultas terpilih yang terdiri dari 50 mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) dan 50 mahasiswa non PBSB. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan jumlah yang memenuhi syarat untuk uji statistik. Banyaknya contoh yang diambil pada setiap fakultas terpilih disesuaikan dengan proporsi dari masing-masing fakultas, yaitu dengan menentukan jumlah contoh berdasarkan jumlah mahasiswa PBSB pada setiap fakultas terpilih dibagi dengan jumlah keseluruhan mahasiswa PBSB dari tiga fakultas terpilih, kemudian

24  

hasil yang diperoleh dikalikan dengan jumlah contoh yang diambil untuk penelitian. Jumlah contoh yang diambil pada mahasiswa regular (non PBSB) disesuaikan dengan jumlah contoh yang diambil pada mahasiswa PBSB. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. IPB tiga fakultas terbanyak

FAPERTA PBSB = 29 Non PBSB = 1105

FATETA PBSB = 23 Non PBSB = 1116

FMIPA PBSB = 42 Non PBSB = 1750

PBSB (n = 15) Non PBSB (n = 15) n = 30

PBSB (n = 12) Non PBSB (n = 12) n = 24

PBSB (n = 23) Non PBSB (n = 23) n = 46

n = 100

Gambar 2 Cara pemilihan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, dan kegiatan kemahasiswaan), karakteristik keluarga (tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, tingkat pendapatan orangtua, dan besar keluarga), kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem. Data primer tersebut dikumpulkan melalui teknik wawancara dan pelaporan diri (self-report) dengan alat bantu kuesioner. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data indeks prestasi kumulatif (IPK), gambaran umum lokasi penelitian, dan data mengenai mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) maupun mahasiswa regular (non PBSB) yang diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan serta Direktorat Kerjasama dan Program Internasional IPB. Rincian jenis dan cara pengambilan data disajikan dalam Tabel 1.

25   

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Jenis Data Primer

Variabel Karakteristik Individu - Usia - Jenis kelamin - Urutan anak dalam keluarga - Kegiatan kemahasiswaan Karakteristik Keluarga - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua - Besar keluarga

Primer

Primer

Responden/ Sumber Mahasiswa

Skala Data Rasio Nominal Nominal Nominal

Mahasiswa Interval Nominal Rasio Rasio

Kecerdasan Emosional - Kesadaran emosi diri - Pengelolaan emosi - Motivasi diri - Empati - Seni membina hubungan

Mahasiswa

Primer

Kematangan Sosial

Mahasiswa

Ordinal

Primer

Self-Esteem

Mahasiswa

Ordinal

Sekunder

IPK Prestasi Akademik Data Mahasiswa PBSB dan non Direkrorat Kerjasama PBSB dan PI Dit. AP

Kecerdasan

emosional

diukur

Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

dengan

menggunakan

Rasio

instrumen

pengukuran kecerdasan emosional remaja yang dikembangkan oleh Latifah (2009), yang terdiri dari lima subskala, yaitu kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan. Masing-masing subskala kecerdasan emosional terdiri dari 15 pernyataan (delapan pernyataan positif dan tujuh pernyataan negatif). Kematangan sosial diukur dengan menggunakan alat ukur yang dimodifikasi dari instrumen pengukuran keterampilan sosial yang terdapat pada skripsi milik Wulandari (2009), terdiri dari 13 item pernyataan yang termasuk ke dalam unsur kesadaran sosial (tujuh item pernyataan positif dan enam pernyataan negatif) dan 13 item pernyataan yang termasuk ke dalam unsur fasilitas sosial (sebelas pernyataan positif dan dua pernyataan negatif). Alat ukur self-esteem yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen pengukuran self-esteem Puspitawati (2006), terdiri dari 20 pernyataan yang di dalamnya terdapat pernyataan positif sebanyak sembilan item

26  

pernyataan dan negatif sebanyak sebelas item pernyataan. Prestasi akademik contoh dilihat dari nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) yang diperoleh contoh pada semester ganjil tahun ajaran 2009-2010. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistk deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, urutan anak, kegiatan kemahasiswaan) dan karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua, dan besar keluarga). Uji statistik inferensial yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman untuk melihat hubungan antar variabel, uji beda mann whitney (untuk data kategorik) dan uji beda T-test (untuk data rasio) digunakan untuk menganalisis perbedaan dua kelompok, dan uji regresi linier berganda digunakan untuk uji pengaruh. Untuk mengukur validitas dan reliabilitas kuesioner, terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner sebelum penelitian dilakukan. Pengukuran reliabilitas alat ukur dilakukan uji Alpha Cronbach dan pengukuran validitas alat ukur dilakukan uji corrected inter-item. Setelah dilakukan uji coba kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut, nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur kecerdasan emosional sebesar 0.950, nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur kematangan sosial sebesar 0.909, dan nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur self-esteem sebesar 0.880. Kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem diukur dengan menggunakan instrumen dan jawaban dikelompokkan menjadi sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), dan sangat setuju (skor 4) untuk pernyataan positif dan skor yang berlawanan untuk pernyataan negatif. Pengkategorian kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem dilakukan berdasarkan mean ± standar deviasi. Adapun rumus pengkategoriannya adalah sebagai berikut: (1) Rendah adalah kurang dari (mean – standar deviasi), (2) Sedang adalah (mean – standar deviasi) hingga (mean + standar deviasi), (3) Tinggi adalah lebih besar dari (mean + standar deviasi).

27   

Tabel 2 Cara pengkategorian variabel No 1

2

3

Variabel Kecerdasan Emosional Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kematangan Sosial Kesadaran sosial Fasilitas sosial Self-Esteem

Mean

SD

Rendah (<[Mean−SD])

Sedang ([Mean−SD)(Mean+SD])

Tinggi (>[Mean+SD])

212.6

15.2

<197

197-228

>228

40.6

3.7

<37

37-44

>44

43.9

4.4

<39

39-48

>48

41.9 43.9

4.1 3.5

<38 <40

38-46 40-47

>46 >47

42.2

4.0

<38

38-46

>46

77.5

6.3

<71

71-84

>84

38.4

3.4

<35

35-42

>42

39.1 58.3

3.5 6.1

<36 <52

36-43 52-64

>43 >64

Keterangan: SD = Standar Deviasi

Sementara prestasi akademik yang dilihat dari Indeks Prestasi Kumuatif (IPK) contoh dikelompokkan dalam empat kategori, berdasarkan kategori yang biasa digunakan oleh Institut Pertanian Bogor. Pengelompokkan ini terbagi menjadi kurang (IPK≤2.50), cukup (2.50
= Prestasi akademik

α

= Konstanta regresi

β1, β2,…, β7

= Koefisien regresi

X1

= Usia contoh

X2

= Kegiatan kemahasiswaan

X3

= Pendapatan orangtua

X4

= Besar keluarga

X5

= Kecerdasan emosional

28  

X6

= Kematangan sosial

X7

= Self-esteem

ε

= Galat Definisi Operasional

Remaja adalah mahasiswa usia 17-21 tahun yang berada minimal pada semester dua dan aktif mengikuti perkuliahan di kelas. Usia adalah usia contoh pada saat pengambilan data ketika penelitian dilakukan (dalam tahun). Urutan anak adalah susunan anak lahir hidup dalam keluarga contoh. Kegiatan kemahasiswaan adalah kegiatan yang diikuti contoh baik kegiatan di dalam kampus maupun di luar kampus. Kegiatan kemahasiswaan ini dilihat dari: a) kegiatan organisasi intra-kampus (maksimum 6 kegiatan terunggul), b) kegiatan organisasi ekstra-kampus (maksimum 6 kegiatan terunggul), c) kegiatan kepanitian intra-kampus (maksimum 6 kegiatan terunggul), dan d) kegiatan kepanitian ekstra-kampus (maksimum 6 kegiatan terunggul). Kegiatan kemahasiswaan ini kemudian dikategorikan menjadi; kurang dari sama dengan dua kegiatan, tiga sampai lima kegiatan, dan lebih dari lima kegiatan. Pendidikan orangtua tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh ayah dan ibu contoh. Pekerjaan orangtua adalah pekerjaan yang dilakukan orangtua contoh sebagai sumber mata pencaharian untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga. Pendapatan orangtua adalah jumlah penghasilan orangtua contoh yang didapat dari pekerjaan yang dilakukan untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga dan dinilai dalam bentuk rupiah. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa, yang dibagi menjadi lima wilayah utama, yaitu kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, kemampuan memotivasi diri, kemampuan

29   

empati, dan seni membina hubungan (Goleman 2004). Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Latifah (2009), dan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Kesadaran emosi diri adalah kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Pengelolaan emosi diri adalah kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, dimana hal ini sangat bergantung pada kesadaran diri. Motivasi diri adalah menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Empati adalah kemampuan untuk mengenali emosi orang lain. Seni membina hubungan adalah keterampilan mengelola emosi orang lain. Kematangan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Kematangan sosial diukur dengan menggunakan instrumen keterampilan sosial Wulandari (2009) dan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah, sedang, tinggi. Unsur kematangan sosial meliputi kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Self-esteem adalah penghargaan diri yang dimiliki individu dan pandangan yang positif mengenai dirinya. Self-esteem diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran self-esteem Puspitawati (2006) yang dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah, sedang, tinggi. Semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi tingkat self-esteem contoh. Prestasi akademik adalah gambaran mengenai penguasaan contoh terhadap materi kuliah yang diberikan. Prestasi akademik diukur dengan meggunakan Indeks Prestasi Kumulatif contoh hingga semester terakhir dengan skor 1-4. Semakin tinggi nilai maka semakin baik prestasi akademik contoh.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Institut Pertanian Bogor adalah sebuah perguruan tinggi negeri yang berkedudukan di Bogor. IPB memiliki lima kampus yang tersebar di beberapa lokasi dengan peruntukan khusus. Kampus IPB Darmaga (267 ha) sebagai kantor rektorat dan pusat kegiatan belajar mengajar S1, S2, dan S3. Selain itu, disediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Kampus IPB Baranangsiang Bogor (11,5 ha), sebagai pusat kegiatan penelitian dan pemberdayaan masyarakat serta pendidikan pascasarjana eksekutif. Kampus ini memiliki IPB International Convention Center (ICC) sebagai tempat pertemuan atau kegiatan. Kampus IPB Gunung Gede Bogor (14,5 ha) sebagai pusat kegiatan pendidikan manajemen dan bisnis yang akan dilengkapi dengan techno-park. Kampus IPB Cilibende Bogor (3,2 ha) sebagai pusat kegiatan pendidikan diploma. Kampus IPB terakhir adalah Kampus IPB Taman Kencana Bogor (3,4 ha), direncanakan untuk pendirian rumah sakit internasional. Kampus IPB Darmaga terletak di wilayah Barat perbatasan kota Bogor dan Kabupaten Bogor dan dikelilingi oleh 14 desa lingkar kampus yang memiliki sekitar 1.300 rumah kontrakan/indekos untuk dihuni hampir 25.000 mahasiswa IPB. Bagi mahasiswa baru IPB disediakan student dormitory dengan kapasitas 3.000 orang putra dan putri. Berdekatan dengan dormitory tersebut tersedia kantin, cafeteria, rumah makan, wartel, rental komputer, apotik, dan kios (toko) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. IPB memberikan pelayanan informasi kepada mahasiswa, IPB memiliki perpustakaan yang termasuk lima besar di Indonesia yang dilengkapi dengan IPB electronic library. Cyber mahasiswa dengan 800 komputer, sistem jaringan serat optic dan hot-spot untuk mengakses internet di beberapa lokasi kampus. Jumlah mahasiswa IPB Program Sarjana setiap tahunnya selalu meningkat. Hal ini dikarenakan bertambahnya peminat yang ingin meneruskan studinya ke IPB untuk mengambil jenjang pendidikan tinggi dalam upaya meningkatkan softskill dan kualitas sumberdaya manusia. Berdasarkan data dari Sub. Dit. Registrasi dan Statistik Direktorat Administrasi Pendidikan IPB, jumlah

32  

mahasiswa mayor-minor tahun ajaran 2009/2010 adalah sebanyak 14.338 orang, yang terdiri dari 6.017 (42%) orang laki-laki dan 8.321 (58%) orang perempuan. Tahun 2004 IPB menerapkan sistem mayor minor sebagai pengganti sistem kurikulum nasional. Sistem ini sangat khas dan hanya diterapkan di IPB. Setiap mahasiswa IPB dimungkinkan mengambil dua atau bahkan lebih mata keahlian (jurusan) yang diminatinya. Kurikulum Mayor Minor adalah kurikulum berbasis kompetensi dimana setiap mahasiswa mengikuti pendidikan dalam salah satu mayor sebagai bidang keahlian (kompetensi) utama dan dapat mengikuti pendidikan dalam salah satu bidang minor sebagai bidang keahlian (kompetensi) pelengkap. Mata kuliah dalam kurikulum terdiri dari mata kuliah umum, mata kuliah mayor, mata kuliah interdept, mata kuliah minor, dan mata kuliah penunjang (supporting course) (IPB 2006). Jalur Masuk IPB IPB melakukan penerimaan mahasiswa baru dengan cara Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Undangan Khusus bagi lulusan SLTA yang mempunyai prestasi nasional maupun internasional, dan Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Mahasiswa PBSB merupakan mahasiswa yang diterima IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah. Beasiswa Utusan Daerah adalah suatu cara penerimaan mahasiswa program sarjana IPB yang direkomendasikan dan dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten atau Kota, yang bila lulus diharapkan kembali ke daerah asal untuk membangun daerah, serta perusahaan dan lembaga swasta. Dalam hal ini, mahasiswa PBSB direkomendasikan dan dibiayai oleh Kementerian Agama RI. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jalur masuk ke IPB Jalur Masuk IPB USMI SPMB Undangan Khusus BUD Total

PBSB n 0 0 0 50 50

% 0.0 0.0 0.0 100.0 100.0

non PBSB n % 38 76.0 10 20.0 1 2.0 1 2.0 50 100.0

Total n 38 10 1 51 100

% 38.0 10.0 1.0 51.0 100.0

33  

Karakteristik Individu Jenis Kelamin dan Usia Contoh pada penelitian ini berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 orang mahasiswa PBSB (50%) dan 50 orang mahasiswa non PBSB (50%). Lebih dari separuh contoh (61.0%) dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) pada variabel jenis kelamin di antara kedua kelompok contoh (Tabel 4). Tabel 4 menunjukkan bahwa usia contoh pada kelompok PBSB berada pada rentang 18-22 tahun dan usia contoh tersebar merata pada 19 tahun (26.0%), 20 tahun (26.0%), dan 21 tahun (28.0%). Sementara usia pada mahasiswa non PBSB berada pada rentang 19-22 tahun dan usia contoh menyebar pada usia 20 tahun (46.0%) dan 21 tahun (34.0%). Hasil uji beda T-test menunjukkan usia contoh kelompok PBSB nyata lebih kecil (p<0.01) dari kelompok non PBSB. Berdasarkan kisaran usia contoh tersebut maka contoh berada pada masa remaja akhir menuju dewasa awal. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total P-value Usia (Tahun) 18 Tahun 19 Tahun 20 Tahun 21 Tahun 22 Tahun Total Min-Maks Mean±SD P-value

PBSB n 22 28 50 8 13 13 14 2 50

% 44.0 56.0 100.0

16.0 26.0 26.0 28.0 4.0 100.0 18-22 19.78±1.148

non PBSB n % 17 34.0 33 66.0 50 100.0 0.308

n 39 61 100

0 7 23 17 3 50

8 20 36 31 5 100

0.0 14.0 46.0 34.0 6.0 100.0 19-22 20.32±0.794 0.008

Total % 39.0 61.0 100.0

8.0 20.0 36.0 31.0 5.0 100.0 18-22 20.05±1.019

Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai remaja akhir yaitu awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar yang saling bertautan dalam semua ranah perkembangan. Santrock (2007) menyatakan meskipun rentang usia dari remaja dapat bervariasi terkait dengan lingkungan budaya dan historisnya, di sebagian

34  

besar budaya masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Perubahan biologis, kogintif, dan sosioemosional yang dialami remaja dapat berkisar dari perkembangan fungsi seksual hingga proses berpikir abstrak dan kemandirian. Menurut Santrock (2007), masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal. Masa remaja merupakan bagian dari rangkaian kehidupan dan bukan merupakan suatu periode perkembangan yang tidak berkaitan dengan periode-periode lainnya. Meskipun masa remaja memiliki karakteristik yang unik, hal-hal yang terjadi selama masa remaja berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman di masa kanak-kanak maupun masa dewasa. Urutan Anak dalam Keluarga Urutan kelahiran anak dalam keluarga dapat menjadi tolak ukur untuk memperkirakan perilaku remaja (Santrock 2007). Setiap anak dalam keluarga memiliki kedudukan masing-masing sesuai dengan urutan kelahirannya, yaitu anak tunggal, anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Anak memiliki tanggung jawab dan tugasnya masing-masing sesuai dengan urutannya di dalam keluarga. Hal ini dapat disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orangtua yang berbeda (Gunarsa & Gunarsa 2008). Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa urutan anak pada kedua kelompok contoh menyebar merata pada anak sulung (46.0% pada mahasiswa PBSB dan 44.0% mahasiswa non PBSB) dan anak tengah (40.0% mahasiswa PBSB dan 38.0% non PBSB). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga Urutan Anak dalam Keluarga Anak sulung Anak tengah Anak bungsu Anak tunggal Total P-value

PBSB n 23 20 4 3 50

% 46.0 40.0 8.0 6.0 100.0

non PBSB n % 22 44.0 19 38.0 7 14.0 2 4.0 50 100.0 0.814

Total n 45 39 11 5 100

% 45.0 39.0 11.0 5.0 100.0

Berdasarkan urutan kelahiran, telah ditemukan perbedaan antara anak sulung dengan adik-adiknya. Anak sulung sering digambarkan sebagai anak yang

35  

berorientasi dewasa, penolong, mengalah, lebih cemas, mampu mengendalikan diri, dan kurang agresif dibandingkan dengan saudara sekandung mereka. Tuntutan orangtua dan standar tinggi yang ditetapkan bagi anak sulung dapat membuat mereka meraih keberhasilan sekolah dan pekerjaan yang lebih baik dari saudaranya. Namun demikian, harapan yang besar dan tuntutan orangtua yang tinggi terhadap keberhasilan anak sulung dibandingkan adik-adiknya, dapat menjadi alasan yang menjelaskan mengapa anak sulung lebih merasa bersalah dan diliputi kecemasan (Santrock 2007). Kegiatan Kemahasiswaan Kegiatan kemahasiswaan dalam penelitian ini dilihat dari keorganisasian atau kegiatan-kegiatan yang diikuti contoh di dalam maupun di luar kampus. Terdapat 70.0 persen contoh mahasiswa PBSB yang mengikuti kegiatan lebih dari lima kegiatan, sementara contoh mahasiswa non PBSB mengikuti kegiatan kemahasiswaan yang menyebar pada kurang dari sama dengan dua kegiatan (32.0%), tiga sampai lima kegiatan (40.0%), dan lebih dari lima kegiatan (28.0%). Uji beda Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (p<0.001) pada kedua kelompok contoh dalam keikutsertaan kegiatan kemahasiswaan. Hasil uji deskriptif menunjukkan rata-rata kegiatan yang diikuti mahasiswa PBSB lebih banyak (2.56) dibandingkan dengan mahasiswa non PBSB (1.96). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kegiatan kemahasiswaan Jumlah kegiatan kemahasiswaan yang diikuti ≤2 kegiatan 3-5 kegiatan >5 kegiatan Total Mean±SD P-value

PBSB n

non PBSB %

7 14.0 8 16.0 35 70.0 50 100.0 2.56±0.733

n

%

16 32.0 20 40.0 14 28.0 50 100.0 1.96±0.781 0.000

Total n

%

23 23.0 28 28.0 49 49.0 100 100.0 2.26±0.812

Karakteristik Keluarga Contoh Pendidikan Orangtua Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, dan kerangka berpikir, serta persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi faktor

36  

penentu dalam komunikasi keluarga. Oleh karena itu, meningkatnya pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung akan menentukan baik buruknya interaksi antar

keluarga.

Orangtua

yang

berpendidikan

tinggi

cenderung

lebih

mengembangkan diri dan pengetahuannya, lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat, dan perkembangan informasi dibandingkan orangtua yang berpendidikan rendah. Orangtua dengan pendidikan yang tinggi akan sanggup memberikan rangsangan-rangsangan fisik maupun mental sejak dini, serta akan melatih anak-anaknya untuk memiliki sikap atau nilai sosial yang baik, dan membiasakan untuk hidup disiplin, sehingga anak-anak memiliki sikap atau nilai sosial yang tinggi (Gunarsa & Gunarsa 2008). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua Lama Pendidikan Orangtua Ayah < 6 Tahun (Tidak tamat SD) 6 Tahun (Tamat SD) 9 Tahun (SMP/Sederajat) 12 Tahun (SMA/Sederajat) 15 Tahun (Akademi) 16 Tahun (Perguruan Tinggi) Total Mean±SD P value Ibu < 6 Tahun (Tidak tamat SD) 6 Tahun (Tamat SD) 9 Tahun (SMP/Sederajat) 12 Tahun (SMA/Sederajat) 15 Tahun (Akademi) 16 Tahun (Perguruan Tinggi) Total Mean±SD P value

PBSB n

%

non PBSB n %

Total n

%

8 16.0 15 30.0 5 10.0 12 24.0 4 8.0 6 12.0 50 100.0 8.86±4.93

1 2.0 4 8.0 2 4.0 16 32.0 3 6.0 24 48.0 50 100.0 13.28±3.53 0.000

9 9.0 19 19.0 7 7.0 28 28.0 7 7.0 30 30.0 100 100.0 11.07±468

8 16.0 12 24.0 9 18.0 14 28.0 1 2.0 6 12.0 50 100.0 8.80±4.68

2 4.0 3 6.0 1 2.0 22 44.0 3 6.0 19 38.0 50 100.0 12.84±3.65 0.000

10 10.0 15 15.0 10 10.0 36 36.0 4 4.0 25 25.0 100 100.0 10.82±4.65

Tingkat pendidikan orangtua contoh berkisar antara tidak tamat SD sampai dengan tamat Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan ayah contoh pada mahasiswa PBSB tersebar pada tamat SD (30.0%) dan SMA/Sederajat (24.0%). Terdapat ayah contoh yang menyelesaikan pendidikannya hingga Perguruan Tinggi (12.0%), akan tetapi masih terdapat ayah contoh yang tidak tamat SD sebanyak 16.0 persen. Pada mahasiswa non PBSB, hampir separuh ayah contoh telah menamatkan pendidikan hingga Perguruan Tinggi (48.0%) dan SMA/Sederajat

37  

(32.0%). Tingkat Pendidikan ibu contoh pada mahasiswa PBSB menyebar merata pada SMA/Sederajat (28.0%) dan tamat SD (24.0%), sementara tingkat pendidikan ibu pada mahasiswa non PBSB adalah SMA/Sederajat (44.0%) dan Perguruan Tinggi (38.0%). Rata-rata pendidikan ayah (8.86) dan ibu (8.80) pada mahasiswa PBSB lebih rendah dibandingkan pendidikan ayah (13.28) dan ibu (12.84) pada mahasiswa non PBSB, dan secara umum pendidikan ayah lebih tinggi dibandingkan pendidikan ibu pada kedua kelompok contoh. Uji beda T-test berdasarkan lama pendidikan menunjukkan bahwa pendidikan ayah (8.86) dan ibu (8.80) pada kelompok PBSB nyata lebih rendah (p<0.01) dibandingkan dengan pendidikan ayah (13.28) dan ibu (12.84) pada kelompok non PBSB (Tabel 7). Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan pendidikan orangtua. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini dibedakan menjadi Pegawai Negeri Sipil, pensiunan, TNI-POLRI, petani, purnawirawan/veteran, pegawai swasta, BUMN, wiraswasta, eksekutif/professional, rohaniawan, nelayan, buruh, tidak bekerja, dan lain-lain. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua Pekerjaan Ayah Ayah Pegawai Negeri Sipil Pensiunan Petani Pegawai swasta BUMN Wiraswasta Buruh Lain-lain Tidak bekerja Total P value Ibu Pegawai Negeri Sipil Petani Pegawai swasta Wiraswasta Eksekutif/ rofesional Buruh Tidak bekerja Total P value

PBSB

non PBSB n %

n

%

5 2 17 1 1 16 5 0 3 50

10.0 4.0 34.0 2.0 2.0 32.0 10.0 0.0 6.0 100.0

14 2 3 12 0 13 2 1 3 50

6 9 1 10 0 1 23 50

12.0 18.0 2.0 20.0 0.0 2.0 46.0 100.0

14 1 2 9 2 0 22 50

Total n

%

28.0 4.0 6.0 24.0 0.0 26.0 4.0 2.0 6.0 100.0 0.338

19 4 20 13 1 29 7 1 6 100

19.0 4.0 20.0 13.0 1.0 29.0 7.0 1.0 6.0 100.0

28.0 2.0 4.0 18.0 4.0 0.0 44.0 100.0 0.948

20 10 3 28 2 1 45 100

20.0 10.0 3.0 28.0 2.0 1.0 45.0 100.0

38  

Pekerjaan ayah contoh pada mahasiswa PBSB tersebar merata sebagai petani (34.0%) dan wiraswasta (32.0%), sementara pada mahasiswa non PBSB tersebar merata sebagai Pegawai Negeri Sipil (28.0%), wiraswasta (26.0%), dan pegawai swasta (24.0%). Pada kedua kelompok contoh jumlah ayah yang tidak bekerja memiliki proporsi yang sama yaitu sebesar 6.0 persen (Tabel 8). Hampir separuh contoh (46.0% pada mahasiswa PBSB dan 44.0% non PBSB) dari ibu contoh adalah tidak bekerja/ibu rumahtangga. Terdapat ibu contoh yang bekerja sebagai wiraswasta (20.0%), petani (18.0%), dan Pegawai Negeri Sipil (12.0%) pada mahasiswa PBSB, sementara 28.0 persen ibu contoh mahasiswa non PBSB bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil dan 18.0 persen sebagai wiraswasta. Meskipun persentase terbesar pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh berbeda jenis pekerjaan, namun hasil uji beda Mann Whitney tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) pada variabel pekerjaan ayah maupun ibu di kedua kelompok contoh (Tabel 8). Hal ini diduga karena pekerjaan ayah dan ibu contoh tersebar pada seluruh jenis pekerjaan yang ada dalam penelitian ini. Pendapatan Orangtua Status ekonomi seseorang dapat dilihat dari besarnya pendapatan. Selain itu, pendapatan orangtua berkaitan erat dengan pekerjaan orangtua contoh. Pendapatan orangtua dalam penelitian ini berkisar antara kurang dari sama dengan Rp 500 000 hingga di atas Rp 7 500 000. Tabel 9 menunjukkan bahwa pendapatan orangtua contoh pada kelompok PBSB tersebar pada kisaran kurang dari sama dengan Rp 500 000 hingga Rp 2 500 000, sementara pada kelompok non PBSB pendapatan orangtua contoh berada pada kisaran yang lebih tinggi yaitu Rp 1 000001 hingga Rp 5 000 000 dan tedapat 2.0 persen pendapatan yang dimiliki ayah contoh di atas Rp 7 500 000. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) antara pendapatan orangtua pada kedua kelompok contoh. Hal ini diduga karena ayah contoh pada kelompok non PBSB memiliki pekerjaan yang lebih baik dibandingkan pekerjaan ayah pada kelompok PBSB, terkait dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya, sehingga pendapatan yang diperoleh orangtua pada kelompok non PBSB lebih besar dibanding kelompok PBSB.

39  

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orangtua Pendapatan Orangtua (Rupiah/Bulan) ≤Rp500.000 Rp500.001 - Rp1.000.000 Rp1.000.001 - Rp2.500.000 Rp2.500.001 - Rp5.000.000 Rp5.000.001 - Rp7.500.000 >Rp7.500.000 Total P value

PBSB n 10 14 16 7 3 0 50

% 20.0 28.0 32.0 14.0 6.0 0.0 100.0

non PBSB n % 4 8.0 5 10.0 19 38.0 17 34.0 4 8.0 1 2.0 50 100.0 0.001

Total n % 14 14.0 19 19.0 35 35.0 24 24.0 7 7.0 1 1.0 100 100.0

Status ekonomi dapat menjadi faktor kuat dalam prestasi akademis melalui pengaruhnya terhadap atmosfer keluarga, pemilihan lingkungan sekitar, dan pada cara orangtua membesarkan anak (National Research Council [NRC] 1993a dalam Papalia, Old, & Feldman 2008). Menurut Felner et al (1995) dalam Papalia, Old, dan Feldman (2008), anak-anak miskin dengan orangtua yang tidak berpendidikan, memiliki kecenderungan yang lebih besar merasakan atmosfer negatif keluarga dan sekolah serta peristiwa yang menekan. Tekanan ekonomi mempengaruhi hubungan dalam keluarga berorangtua tunggal dan pasangan orangtua lengkap. Besar Keluarga Besar keluarga ditentukan oleh jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Anggota keluarga contoh paling sedikit berjumlah tiga orang dan paling banyak berjumlah 14 orang. Sebagian besar (70.0%) contoh mahasiswa PBSB dan lebih dari separuh (58.0%) contoh mahasiswa non PBSB termasuk ke dalam tipe keluarga sedang yang berjumlah lima hingga tujuh orang (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) Total Mean ± SD P-value

PBSB n % 6 12.0 35 70.0 9 18.0 50 100.0 6.10±1693

non PBSB n % 17 34.0 29 58.0 4 8.0 50 100.0 5.24±1.923 0.02

Total n % 23 23.0 64 64.0 13 13.0 100 100.0 5.67±1.853

Sebanyak 12.0 persen contoh mahasiswa PBSB dan 34.0 persen contoh mahasiswa non PBSB termasuk ke dalam tipe keluarga kecil dan sebanyak 18.0

40  

persen contoh mahasiswa PBSB termasuk ke dalam keluarga besar, sementara hanya 8.0 persen contoh mahasiswa non PBSB yang termasuk ke dalam keluarga besar. Rata-rata besar keluarga pada mahasiswa PBSB lebih besar (6.10) dibandingkan dengan mahasiswa non PBSB (5.24). Hal ini menunjukan keluarga pada contoh mahasiswa PBSB memiliki jumlah anggota yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga pada mahasiswa non PBSB. Hasil uji beda T-test menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) pada variabel besar keluarga di kedua kelompok contoh. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008), kepadatan anggota keluarga dapat mengganggu pola dan interaksi antar anggota keluarga sehingga muncul berbagai reaksi seperti otoriter, acuh tak acuh, sikap bersaing dan tersisih. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan yang berakibat lebih buruk pada perilaku antar anggota keluarga itu sendiri. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan seorang individu dalam membina hubungan dengan orang lain, kemampuan dalam memotivasi diri, dan kemampuan dalam mengendalikan emosi (Salovey 1990 dalam Goleman 2004). Emosi didefinisikan sebagai perasaan, afek, yang terjadi ketika berada dalam sebuah kondisi atau sebuah interaksi yang penting, khususnya bagi kesejahteraan. (Campos 2004; Campos, Frankel, & Camras 2004 dalam Santrock 2007). Menurut Santrock (2007), emosi juga dapat bersifat lebih spesifik dan terwujud dalam bentuk gembira, takut, marah, dan seterusnya, tergantung pada bagaimana transaksi tersebut mempengaruhi orang, seperti transaksi dalam bentuk ancaman, frustasi, kelegaan, penolakan, sesuatu yang tidak terduga, dan sebagainya. Pada penelitian ini, kecerdasan emosional meliputi lima aspek, yaitu aspek kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan (Goleman 2004). Tabel 11 memperlihatkan sebagian besar contoh (66.0% contoh mahasiswa PBSB dan 68.0% contoh mahasiswa non PBSB) memiliki tingkat kecerdasan emosional yang sedang. Sebanyak 24.0 persen contoh PBSB dan 14.0 persen contoh non PBSB memiliki kecerdasan emosional pada kategori tinggi. Rata-rata kecerdesan emosional pada contoh PBSB (215.18) sedikit lebih baik dibandingkan contoh non PBSB (210.06). Diduga contoh pada mahasiswa PBSB

41  

lebih dapat mengontrol dan mengendalikan emosi karena terbiasa berinteraksi dengan orang lain ketika tinggal di asrama pondok pesantren. Namun hasil uji beda T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada kecerdasan emosional antara contoh mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional Kecerdasan Emosional Tinggi Sedang Rendah

(>228) (197-228) (<197) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 12 24.0 33 66.0 5 10.0 50 100.0 215.18±15.817

non PBSB n % 7 14.0 34 68.0 9 18.0 50 100.0 210.06±14.281 0.093

Total n % 19 19.0 69 69.0 14 14.0 100 100.0 212.62±15.211

Goleman (2004) menjelaskan apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat kecerdasan emosi yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial dan lingkungannya. Pada masa remaja, individu cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran yang baru ini dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi emosi-emosinya. Remaja juga lebih terampil dalam menampilkan emosi-emosinya ke orang lain. Sebagai contoh, mereka menjadi menyadari pentingnya menutupi rasa marah dalam relasi sosial. Mereka juga lebih memahami bahwa kemampuan mengkomunikasikan emosi-emosinya secara konstruktif dapat meningkatkan kualitas relasi mereka (Saarni 1999; Saarni dkk 2006 dalam Santrock 2007). Kesadaran Emosi Diri Kesadaran emosi diri adalah kesadaran akan perasaan diri sendiri dan mampu untuk mengidentifikasi serta memberi nama pada perasaan yang timbul (Goleman 2004). Menurut Goleman (2004), kesadaran emosi diri adalah kemampuan paling dasar dari kecerdasan emosional. Kesadaran akan emosi diri merupakan langkah awal dalam mengembangkan kecerdasan emosional dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki kesadaran emosi diri, memiliki kemampuan untuk mengungkapkan emosi (bahagia, sedih, marah) yang

42  

dialaminya

dan

dapat

menyebutkan

tindakan

yang

dilakukan

untuk

mengungkapkan emosi tersebut. Kepekaan akan kesadaran emosi diri akan memudahkan seseorang dalam pengambilan keputusan. Pengukuran kesadaran emosi diri meliputi kemampuan contoh untuk menyadari emosi yang dirasakan, mengetahui penyebab emosi itu timbul, dan pengungkapan emosi yang dirasakan (sedih, marah, kesal, bahagia, kecewa, takut, putus asa, dan bingung). Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh mahasiswa PBSB (62.0%) dan sebagian besar contoh mahasiswa non PBSB (74.0%) memiliki kesadaran emosi diri yang tergolong pada kategori sedang. Hasil uji T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada variabel kesadaran emosi diri di kedua kelompok contoh. Table 12 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran emosi diri Kesadaran Emosi Diri Tinggi Sedang Rendah

(>44) (37-44) (<37) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 8 16.0 31 62.0 11 22.0 50 100.0 40.92±3.827

non PBSB n % 4 8.0 37 74.0 9 18.0 50 100.0 40.36±3.49 0.447

Total n % 12 12.0 68 68.0 20 20.0 100 100.0 40.64±3.656

Masih terdapat kesadaran emosi diri yang rendah pada contoh, yaitu sebanyak 22.0 persen pada mahasiswa PBSB dan 18.0 persen pada mahasiswa non PBSB. Kesadaran emosi diri yang tergolong ke dalam kategori rendah, banyak terdapat pada contoh yang tidak menyadari sifak buruk yang dimiliki, selalu terlambat menyadari kekecewaan yang dirasakan, tidak percaya terhadap kemampuan yang dimiliki, seringkali tidak mengetahui apa yang menyebabkan merasa bahagia, dan seringkali tidak dapat mengungkapkan rasa bahagia yang dialami. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Setiawati (2007) yang menyatakan bahwa contoh remaja masih sering tidak menyadari sifat jelek yang dimiliki, seringkali merasa kesulitan dalam mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaan yang sedang dirasakan, dan tidak percaya pada kemampuan sendiri.

43  

Pengelolaan Emosi Pengelolaan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat dan selaras. Lebih dari separuh contoh (62.0%) mahasiswa PBSB dan sebagian besar contoh (76.0%) mahasiswa non PBSB memiliki kemampuan mengelola emosi yang tergolong dalam kategori sedang. Sebanyak 26.0 persen pada contoh mahasiswa PBSB dan 8.0 persen pada contoh mahasiswa non PBSB memiliki kemampuan pengelolaan emosi pada kategori tinggi (Tabel 13). Hal ini menunjukkan bahwa contoh sudah memiliki kemampuan yang cukup dalam melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan juga mampu untuk menghibur diri sendiri. Skor rata-rata pengelolaan emosi pada mahasiswa PBSB (44.62) lebih besar dibandingkan mahasiswa non PBSB (43.20), namun hasil uji T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara contoh mahasiswa PBSB dan non PBSB dalam hal kemampuan mengelola emosi. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pengelolaan emosi Pengelolaan Emosi Tinggi (>48) Sedang (39-48) Rendah (<39) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 13 26.0 31 62.0 6 12.0 50 100.0 44.62±4.827

non PBSB n % 4 8.0 38 76.0 8 16.0 50 100.0 43.20±3.918 0.109

Total n % 17 17.0 69 69.0 14 14.0 100 100.0 43.91±4.432

Motivasi Diri Motivasi diri adalah kemampuan seseorang dalam mengatur dan menata emosi diri dalam mencapai tujuan yang diukur dengan ketekunan dan kemauan seseorang untuk melakukan suatu usaha dalam mencapai tujuannya. Kemampuan ini membantu individu untuk memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya, mengambil inisiatif dan bertindak efektif serta bertahan ketika menghadapi kegagalan. Terdapat bermacam-macam motivasi, seperti motivasi untuk belajar, motivasi dalam mengahadapi suatu masalah, dan motivasi terhadap diri sendiri. Tabel 14 memperlihatkan sebagian besar contoh (74.0%) mahasiswa PBSB dan lebih dari separuh contoh (62.0%)

44  

mahasiswa non PBSB memiliki motivasi diri dalam kategori sedang. Hasil uji beda T-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara contoh mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB dalam memotivasi dirinya. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi diri Motivasi Diri Tinggi Sedang Rendah

(>46) (38-46) (<38) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 7 14.0 37 74.0 6 12.0 50 100.0 42.58±4.000

non PBSB n % 5 10.0 31 62.0 14 28.0 50 100.0 41.24±4.192 0.105

Total n % 12 12.0 68 68.0 20 20.0 100 100.0 41.91±4.132

Nilai rata-rata yang dimiliki contoh mahasiswa PBSB (42.58) pada skor motivasi diri sedikit lebih besar dibandingkan pada mahasiswa non PBSB (41.24). Diduga, contoh mahasiswa PBSB memiliki motivasi yang lebih tinggi karena adanya beasiswa yang diterima contoh. Menurut Goleman (2004), individu yang memiliki kemampuan memotivasi tinggi akan memiliki daya juang atau semangat yang lebih tinggi dalam mencapai cita-cita dan tidak mudah putus asa serta memiliki kepercayaan yang tinggi dalam menghadapi dan memecahkan masalah. Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan emosi yang dirasakan orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka terhadap perasaan emosi sendiri, maka akan semakin terampil membaca perasaan orang lain. Tabel 15 memperlihatkan sebagian besar contoh (74.0% pada contoh mahasiswa PBSB dan 70.0% contoh mahasiswa non PBSB) berada pada kategori cukup dalam kemampuan untuk berempati. Sebesar 18.0 persen contoh PBSB dan 14.0 persen contoh non PBSB memiliki kemampuan empati pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan contoh sudah cukup baik dalam hal membaca perasaan orang lain dan mampu menerima serta menghargai sudut pandang orang lain. Hasil uji beda T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara contoh mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB dalam kemampuan untuk berempati. Berempati lebih dari sekedar bersimpati pada orang lain, berempati adalah menempatkan diri pada posisi orang lain secara emosional. Empati juga

45  

digunakan sebagai salah satu syarat untuk membangun hubungan dengan orang lain (Goleman 2004). Menurut Santrock (2007), Perasaan empati berarti bereaksi terhadap perasaan orang lain yang disertai dengan respon emosional yang serupa dengan perasaan orang lain. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan empati Empati Tinggi (>47) Sedang (40-47) Rendah (<40) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 9 18.0 37 74.0 4 8.0 50 100.0 44.36±3.527

non PBSB n % 7 14.0 35 70.0 8 16.0 50 100.0 43.44±3.489 0.193

Total n % 16 16.0 72 72.0 12 12.0 100 100.0 43.90±3.521

Seni Membina Hubungan Seni membina hubungan adalah kemampuan seseorang untuk membentuk suatu hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, dan membuat orang lain merasa nyaman. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi. Tanpa memiliki keberhasilan membina hubungan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial dan menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh (Goleman 2004). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan seni membina hubungan Seni Membina Hubungan Tinggi Sedang Rendah

(>46) (38-46) (<38) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 9 18.0 35 70.0 6 12.0 50 100.0 42.70±4.082

non PBSB n % 5 10.0 34 68.0 11 22.0 50 100.0 41.82±3.982 0.278

Total n % 14 14.0 69 69.0 17 17.0 100 100.0 42.26±4.037

Tabel 16 memperlihatkan sebagian besar contoh (70.0%) pada mahasiswa PBSB dan lebih dari separuh contoh (68.0%) mahasiswa non PBSB berada pada kategori cukup dalam kemampuan seni membina hubungan dengan orang lain. Nilai rata-rata pada contoh PBSB (42.70) sedikit lebih besar dari contoh non PBSB (41.82), namun hasil uji beda T-test tidak menunjukkan adanya perbedaan

46  

yang nyata (p>0.05) dalam kemampuan membina hubungan dengan orang lain antara contoh mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB. Kemampuan seni membina hubungan sangat diperlukan, karena dalam kehidupan selalu berdampingan dengan orang lain. Menurut Hatch dan Gardner dalam Goleman (2004), orang-orang yang memiliki kemampuan dalam seni membina hubungan akan mudah masuk ke dalam lingkup pergaulan atau untuk mengenali dan merespon dengan tepat akan perasaan dan keprihatinan orang lain. Masih terdapat contoh (12.0% mahasiswa PBSB dan 22.0% mahasiswa non PBSB) yang berada pada kategori rendah dalam kemampuan seni membina hubungan. Dalam hal ini contoh masih termasuk orang yang tidak dapat beradaptasi dengan cepat di lingkungan baru, sulit bersikap ramah dengan orang yang baru ditemui, dan tidak peduli dengan teman yang sedang bermusuhan. Kematangan Sosial Menurut Goleman (2007), kematangan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Dasar-dasar kematangan sosial terdiri dari kemampuan mengorganisir kelompok, merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan analisis sosial. Orang-orang yang matang secara sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia (Goleman 2004). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kematangan sosial Kematangan Sosial Tinggi Sedang Rendah

(>84) (71-84) (<71) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 8 16.0 36 72.0 6 12.0 50 100.0 78.56±6.431

non PBSB n % 8 16.0 34 68.0 8 16.0 50 50.0 76.58±6.138 0.119

Total n % 16 16.0 70 70.0 14 14.0 100 100.0 77.57±6.333

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh (72.0%) pada mahasiswa PBSB dan lebih dari separuh contoh (68.0) mahasiswa non PBSB memiliki kematangan sosial yang cukup (Tabel 17). Hal ini berarti contoh sudah

47  

memiliki kemampuan yang cukup dalam berempati, mendengarkan orang lain, peduli, dan bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya. Nilai rata-rata kematangan sosial pada contoh PBSB (78.56) lebih besar dibandingkan contoh non PBSB (76.58), namun hasil uji beda T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara kematangan sosial pada contoh mahasiswa PBSB dan non PBSB. Kematangan sosial meliputi dua unsur, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan fikirannya. Sementara itu fasilitas sosial merupakan apa yang kemudian seseorang lakukan dengan kesadaran sosial yang telah dimilikinya. Menurut Sunarti (2004), kemampuan untuk mendapat perhatian melalui cara yang secara sosial diterima merupakan kematangan sosial sebagai prestasi perkembangan sosialnya. Kesadaran Sosial Kemampuan kesadaran sosial meliputi empati dasar, kemampuan mendengarkan, ketepatan empatik, dan pengertian sosial. Sebagian besar contoh (78.0%) mahasiswa PBSB dan lebih dari separuh contoh (62.0%) mahasiswa non PBSB memiliki kesadaran sosial pada kategori cukup. Terdapat 12.0 persen contoh mahasiswa PBSB dan 20.0 persen mahasiswa non PBSB yang memiliki kesadaran sosial pada kategori kurang, sementara hanya sedikit contoh (10.0% mahasiswa PBSB dan 18.0% mahasiswa non PBSB) yang memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi (Tabel 18). Hasil uji beda T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) dalam kesadaran sosial yang dimiliki kedua kelompok contoh. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran sosial Kesadaran Sosial Tinggi Sedang Rendah

(>42) (35-42) (<35) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 5 10.0 39 78.0 6 12.0 50 100.0 38.72±3.214

non PBSB n % 9 18.0 31 62.0 10 20.0 50 100.0 38.18±3.515 0.425

Total n % 14 14.0 70 70.0 16 16.0 100 100.0 38.45±3.362

48  

Aspek-aspek yang dilihat untuk mengukur kesadaran sosial pada penelitian ini adalah kemampuan contoh untuk memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, menyenangi kebersamaan dengan teman, bersedia menerima kesepakatan rapat bersama teman walaupun tidak sesuai dengan keinginannya, senang bisa menjadi tempat curhat bagi teman, dan suka berteman dengan siapa saja. Fasilitas Sosial Fasilitas sosial merupakan kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial. Fasilitas sosial dengan kesadaran sosial yang dimiliki memungkinkan seseorang untuk mampu bergerak dan berinteraksi secara efektif pada tingkat nonverbal, mampu menampilkan diri sendiri untuk menghasilkan kesan sosial yang baik, mampu membuat orang lain merasa nyaman, dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh contoh (62.0%) mahasiswa PBSB dan non PBSB (66.0%) memiliki fasilitas sosial pada kategori sedang (Tabel 19). Hal ini berarti contoh telah melakukan tindakan sosial yang cukup baik dan sesuai terhadap lingkungannya. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan fasilitas sosial Fasilitas Sosial Tinggi Sedang Rendah

(>43) (36-43) (<36) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 9 18.0 31 62.0 10 20.0 50 100.0 39.84±3.722

non PBSB n % 3 6.0 32 64.0 15 30.0 50 100.0 38.40±3.071 0.037

Total n % 12 12.0 63 63.0 25 25.0 100 100.0 39.12±3.471

Nilai rata-rata fasilitas sosial pada contoh PBSB (39.84) lebih besar dari contoh non PBSB (38.40) dan hasil uji beda T-tes pada variabel fasilitas sosial di kedua kelompok contoh menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antara fasilitas sosial yang dimiliki contoh mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB. Hal ini diduga karena contoh pada mahasiswa PBSB yang memiliki pengalaman tinggal bersama-sama pada saat di pondok pesantren lebih menyukai berada dalam situasi sosial dan lebih terdorong untuk melakukan aktivitasaktivitas sosial. Pengukuran fasilitas sosial pada penelitian ini dilihat dari kemampuan contoh untuk bersedia mendengarkan keluh kesah teman, senang

49  

berada dalam situasi sosial, mudah untuk memulai pembicaraan dengan orang dewasa, menyapa orang yang dikenal ketika bertemu di jalan, membantu teman yang membutuhkan bantuan, dan berupaya memahami orang lain. Self-Esteem Self-esteem merupakan dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri, disebut juga harga diri atau gambaran diri (Santrock 2007). Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008), pencapaian self-esteem pada remaja berbeda sesuai dengan dukungan sosial yang diterimanya. Ceballo dan McLoyd (2002) dalam Papalia, Olds dan Feldman (2008) menyatakan bahwa kemampuan keluarga memperoleh dukungan sosial dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan. Remaja dalam keluarga dengan ekonomi yang baik cenderung memiliki lingkungan yang lebih baik dan dukungan sosial yang lebih efektif. Erickson (1968) dalam Papalia, Olds dan Feldman (2008) menyatakan bahwa tugas utama remaja adalah memecahkan krisis identitas versus kebingungan identitas. Identitas terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah utama: pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas seksual yang memuaskan. Pada masa remaja merupakan hal yang penting untuk mempercayai diri sendiri. Menurut Santrock (2007), harga diri cenderung menurun di masa remaja dan masa dewasa, dan harga diri perempuan lebih rendah dibandingkan harga diri laki-laki hampir di sepanjang masa hidup. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat self-esteem Self Esteem Tinggi Sedang Rendah

(>64) (52-64) (<52) Total Mean ± SD P value

PBSB n % 10 20.0 32 64.0 8 32.0 50 100.0 58.14±5.925

non PBSB n % 7 14.0 36 72.0 7 14.0 50 100.0 58.48±6.325 0.782

Total n % 17 17.0 68 68.0 15 15.0 100 100.0 58.31±6.100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (64.0%) mahasiswa PBSB dan sebagian besar contoh (72.0%) mahasiswa non PBSB memiliki self-esteem pada kategori cukup (Tabel 20). Hasil uji beda T-tes

50  

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) mengenai self-esteem yang dimiliki contoh baik pada mahasiswa PBSB maupun mahasiswa non PBSB. Pengukuran self-esteem atau harga diri pada penelitian ini dilihat dari kemampuan contoh dalam menemukan cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, mengubah hal-hal penting dalam hidup, merasa puas terhadap diri, merasa menjadi orang yang berguna, merasa memiliki kualitas yang bagus, dan yakin pada diri sendiri. Harga diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas. Remaja dengan harga diri tinggi lebih memiliki inisiatif, meskipun hal ini dapat memberikan dampak yang positif atau negatif (Baumeister dkk 2003 dalam Santrock 2007). Sebagai contoh, harga diri remaja dapat mengindikasikan persepsi mengenai apakah ia inteligen dan menarik atau tidak, meskipun persepsi itu mungkin tidak tepat. Dengan demikian, harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat atau benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Namun, harga diri yang tinggi juga dapat mengindikasikan penghayatan mengenai superioritasnya terhadap orang lain, yang sombong, berlebihan, dan tidak beralasan. Prestasi Akademik Prestasi akademik pada penelitian ini dilihat dari Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang merupakan salah satu bentuk hasil penilaian belajar yang diperoleh mahasiswa dalam kurun waktu tertentu pada mata kuliah tertentu berdasarkan bentuk huruf dan angka selama perkuliahan di kampus IPB. Menurut Abdullah (2008), prestasi akademik adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Tes prestasi adalah tes yang mengukur hal-hal atau keterampilan yang sudah dipelajari atau dikuasai seseorang (Santrock 2007). IPK contoh berkisar antara 2.00 hingga 3.97. Separuh contoh (50.0%) mahasiswa PBSB dan lebih dari separuh contoh (58.0%) mahasiswa non PBSB memiliki IPK yang berada pada kategori tinggi yaitu antara 2.75 hingga 3.50. Hanya terdapat 10.0 persen pada contoh mahasiswa PBSB dan 8.0 persen pada mahasiswa non PBSB yang memiliki IPK sangat baik (≥3.50), sementara itu

51  

sebanyak 22.0 persen contoh mahasiswa PBSB dan 16.0 persen mahasiswa non PBSB berada pada kategori IPK yang kurang (Tabel 21). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik PBSB

Prestasi Akademik Kurang Cukup Baik Sangat baik

(IP≤2.50) (2.50
n % 11 22.0 9 18.0 25 50.0 5 10.0 50 100.0 2.89±0.44

non PBSB n % 8 16.0 9 18.0 29 58.0 4 8.0 50 100.0 2.97±0.44 0.386

Total n % 19 19.0 18 18.0 54 54.0 9 9.0 100 100.0 2.93±0.44

Nilai rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada contoh mahasiswa PBSB (2.89) lebih kecil dibandingkan dengan contoh mahasiswa non PBSB (2.97). Hal ini diduga karena sistem dan metode pembelajaran yang diterima contoh mahasiswa PBSB pada saat masih di pondok pesantren berbeda dengan sekolah pada umumnya, sehingga diperlukan usaha yang lebih besar untuk beradaptasi dengan sistem pembelajaran di kampus. Namun demikian, hasil uji beda T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara prestasi akademik yang dimiliki contoh pada mahasiswa PBSB maupun non PBSB dimana proporsi terbesar pada kedua kelompok contoh berada pada prestasi akademik kategori baik. Hubungan Antar Variabel Karakteristik Individu dan Kecerdasan Emosional Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman (Tabel 22) antara karakteristik individu (jenis kelamin, usia, urutan anak dalam keluarga, keikutsertaan dalam kegiatan kemahasiswaan) dan kecerdasan emosional (kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan) pada contoh mahasiswa PBSB diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif (p<0.05) antara kegiatan kemahasiswaan yang diikuti contoh dengan kesadaran emosi diri yang dimiliki contoh. Hal ini berarti semakin banyak kegiatan yang diikuti contoh maka kesadaran emosi diri contoh akan semakin baik.

52  

Tabel 22 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dengan kecerdasan emosional Karakteristik Individu Kecerdasan Emosional PBSB Kesadaran emosi diri Pengeloaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional Non PBSB Kesadaran emosi diri Pengeloaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional

Jenis kelamin

Usia

Urutan anak

Kegiatan kemahasiswaan

0.241 -0.088 0.156 -0.006

0.27 0.014 -0.035 -0.086

-0.063 -0.029 -0.14 -0.18

0.310* -0.133 0.253 0.075

-0.102

-0.127

-0.248

0.156

0.091

0.015

-0.206

0.114

0.104 -0.071 0.198 0.062

-0.011 -0.073 -0.029 -0.087

-0.11 -0.225 0.001 0.035

0.307* 0.280* 0.333* 0.394**

0.01

0.033

0.057

0.402**

0.06

-0.016

-0.005

0.456**

Keterangan: *) nyata pada p<0.05; **) nyata pada p<0.01

Sementara itu hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik individu dan kecerdasan emosional pada contoh mahasiswa non PBSB menunjukkan bahwa kegiatan kemahasiswaan berhubungan nyata (p<0.05) dan positif dengan kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi, dan motivasi diri yang dimilikinya, serta berhubungan sangat nyata (p<0.01) dan positif dengan empati, seni membina hubungan, dan kecerdasan emosional secara keseluruhan (Tabel 22). Hal ini berarti semakin banyak kegiatan yang diikuti contoh maka kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, kemampuan seni membina hubungan, dan kecerdasan emosional secara keseluruhan yang dimiliki contoh akan semakin baik. Hubungan yang nyata dan positif lebih banyak terdapat pada kelompok non PBSB dibandingkan dengan kelompok PBSB. Hal ini diduga karena pada kelompok PBSB cenderung memiliki karakteristik individu yang mengelompok pada satu kategori. Karakteristik Individu dan Kematangan Sosial Hasil uji korelasi Spearman (Tabel 23) pada contoh mahasiswa PBSB tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata (p>0.05) antara karakteristik individu dan kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial). Hal ini diduga karena sebagian besar contoh dengan karakteristik yang beragam baik dari

53  

segi jenis kelamin, urutan anak, dan kegiatan kemahasiswaan, memiliki kematangan sosial yang berada pada kategori sedang (78.0%). Tabel 23 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dengan kematangan sosial Karakteristik individu Kematangan Sosial PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial Non PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial

Jenis kelamin

Usia

Urutan anak

Kegiatan kemahasiswaan

-0.015 -0.15 -0.119

0.162 0.002 0.054

-0.249 -0.248 -0.242

-0.116 0.121 0.004

0.171 0.003 0.172

-0.101 0.161 -0.051

0.13 -0.108 0.068

0.281* 0.348* 0.373**

Keterangan: *) nyata pada p<0.05; **) nyata pada p<0.01

Sementara itu uji korelasi Spearman antara karakteristik individu dan kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) pada mahasiswa non PBSB menunjukkan hasil yang berbeda, dimana kegiatan kemahasiswaan berhubungan siginifikan dan positif dengan kesadaran sosial (p<0.05, r=0.281), fasilitas sosial (p<0.05, r=0.348), dan kematangan sosial secara keseluruhan (p<0.01, r=373). Hal ini berarti semakin banyak kegiatan kemahasiswaan yang diikuti contoh maka semakin tinggi tingkat kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kematangan sosialnya secara keseluruhan (Tabel 23). Banyaknya kegiatan yang diikuti seseorang menunjukkan kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan juga lingkungannya. Interaksi sosial ini merupakan proses sosialisasi yang mendudukan remaja sebagai individu, yang secara aktif melakukan proses sosialisasi. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, sehingga kegiatan-kegiatan sosial yang diikuti dapat meningkatkan kematangan sosial pada diri remaja (Erickson 1968 dalam Fatimah 2006). Karakteristik Individu dan Self-esteem Hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik individu dan self-esteem pada contoh mahasiswa PBSB maupun non PBSB menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0.05) antara jenis kelamin, usia, urutan anak, dan kegiatan kemahasiswaan dengan self-esteem (Tabel 24). Hal ini tidak sejalan

54  

dengan pernyataan Baldwin dan Hoffman (2002) dalam Santrock (2007) yang menyatakan bahwa harga diri berkaitan dengan jenis kelamin dan usia remaja, dimana harga diri perempuan lebih rendah dibandingkan harga diri laki-laki hampir di sepanjang masa hidup dan harga diri remaja meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sebuah studi menemukan bahwa remaja perempuan memiliki harga diri yang lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki, dan rendahnya harga diri ini berkaitan dengan rendahnya penyesuaian yang sehat (Raty et al 2005 dalam Santrock 2007). Tabel 24 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dengan self-esteem Karakteristik individu Self-Esteem

Jenis kelamin

Usia

Urutan anak

Kegiatan kemahasiswaan

-0.039

0.178

0.009

0.211

0.19

-0.065

0.083

0.294*

PBSB Self-esteem Non PBSB Self-esteem

Keterangan:*) nyata pada p<0.05

Hubungan yang nyata dan positif (p<0.05, r=0.294) hanya terdapat pada variabel kegiatan kemahasiswaan dan self-esteem di kelompok contoh non PBSB (Tabel 24). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kegiatan kemahasiswaan yang diikuti, maka self-esteem yang dimiliki contoh akan semakin tinggi. Hal ini diduga karena banyaknya interaksi yang terjadi dan terjalin dalam kegiatankegiatan yang diikuti contoh dapat membangun dan meningkatkan self-esteem yang dimilikinya. Interaksi yang terjalin ini mencirikan kemampuan individu untuk tampil secara kompeten bersama individu lain, sehingga memungkinkan individu tersebut memperoleh dukungan dan persetujuan sosial. Menurut Santrock (2007), salah satu cara yang dapat meningkatkan harga diri remaja adalah memperoleh dukungan dan persetujuan sosial dari orang dewasa dan dari orang lain di sekitar remaja. Karakteristik Keluarga dan Kecerdasan Emosional Hasil uji korelasi Spearman (Tabel 25) antara karakteristik keluarga (tingkat pendidikan ayah dan ibu, pendapatan orangtua, besar keluarga) dan kecerdasan emosional pada contoh mahasiswa PBSB menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan positif (p<0.05) antara pendapatan orangtua contoh

55  

dengan kesadaran emosi diri (p<0.05, r=0.282), dan berhubungan sangat nyata dan positif dengan seni membina hubungan (p<0.01, r=367). Hal ini berarti, semakin besar pendapatan orangtua maka kesadaran emosi diri dan seni membina hubungan yang dimiliki contoh semakin meningkat. Diduga orangtua yang memiliki pendapatan tinggi dapat memberikan pengasuhan yang lebih baik dengan melatih emosi anak sejak dini. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap kehidupan mental dan fisik individu dalam keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan salah satunya untuk pemeliharaan anak dalam keluarga. Adanya kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang cukup menyebabkan orangtua lebih mempunyai waktu untuk membimbing anak karena orangtua tidak lagi memikirkan mengenai keadaan ekonomi yang kurang. Sebaliknya, adanya kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan orangtua memperlakukan anaknya dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik yang mengikuti peraturan, kurangnya latihan, dan penanaman nilai moral. Tabel 25 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan kecerdasan emosional Karakteristik Keluarga Kecerdasan Emosional PBSB Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional Non PBSB Kesadaran emosi diri Pengeloaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional

Tingkat pendidikan ayah

Tingkat pendidikan ibu

Pendapatan orangtua

Besar keluarga

0.052 -0.121 0.001 0.086 0.221

0.014 -0.025 -0.143 0.188 0.238

0.282* -0.018 0.049 0.219 0.367**

-0.119 -0.300* 0.097 -0.143 -0.206

0.086

0.085

0.231

-0.182

0.111 0.02 0.099 0.059 0.083

0.063 -0.049 -0.037 -0.171 -0.064

0.117 0.099 -0.013 0.135 0.164

0.017 0.202 0.189 0.23 0.117

0.177

-0.057

0.127

0.26

Keterangan: *) nyata pada p<0.05; **) nyata pada p<0.01

56  

Besar keluarga pada contoh mahasiswa PBSB memiliki hubungan nyata dan negatif dengan pengelolaan emosi (p<0.05, r=-0.300). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kemampuan pengelolaan emosi yang dimiliki contoh akan semakin rendah. Kepadatan anggota keluarga dapat mengganggu pola dan interaksi antar anggota keluarga sehingga muncul berbagai reaksi seperti otoriter, acuh tak acuh, sikap bersaing dan tersisih. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan yang berakibat lebih buruk pada perilaku antar anggota keluarga itu sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004). Pada contoh mahasiswa non PBSB, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik keluarga tidak berhubungan dengan kecerdasan emosional (Tabel 25). Hal ini diduga karena terdapat beragam lama pendidikan orangtua, pendapatan orangtua, dan besar keluarga yang dimiliki contoh, sementara tingkat kecerdasan emosional pada contoh berada dalam kategori yang sama. Karakteristik Keluarga dan Kematangan Sosial Hasil uji korelasi Spearman (Tabel 26) pada contoh mahasiswa PBSB menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan negatif antara besar keluarga dengan kesadaran sosial (p<0.05, r=-0.350) dan kematangan sosial secara keseluruhan (p<0.05, r=-0.305). Hal ini berarti semakin banyak jumlah anggota pada keluarga maka semakin rendah kesadaran sosial dan kematangan sosial contoh. Tabel 26 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan kematangan sosial Karakteristik Keluarga Kematangan Sosial

Tingkat pendidikan ayah

Tingkat pendidikan ibu

Pendapatan orangtua

Besar keluarga

-0.02 0.029 0.01

0.035 0.1 0.073

0.06 0.238 0.146

-0.350* -0.202 -0.305*

-0.078 0.058 -0.016

-0.238 -0.122 -0.191

-0.082 0.001 -0.04

0.075 0.054 0.101

PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial Non PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial Keterangan: *) nyata pada p<0.05

57  

Diduga kepadatan atau besar keluarga akan mempengaruhi cara orangtua dalam memberikan pengasuhan yang berdampak pada kesadaran dan kematangan sosial anak. Hasil penelitian Setiawati (2007) menunjukkan bahwa besar keluarga berhubungan nyata dan positif dengan gaya pengasuhan orangtua mengabaikan. Hasil uji korelasi Spearman pada contoh mahasiswa non PBSB tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara karakteristik keluarga dan kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) yang dimiliki contoh (Tabel 26). Hal ini diduga terdapat beragam karakteristik keluarga pada penelitian ini berada dalam kategori kematangan sosial contoh yang sama. Karakteristik Keluarga dan Self-esteem Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik keluarga dengan self-esteem pada kedua kelompok contoh (Tabel 27). Hal ini diduga terdapat variabel perantara yaitu gaya pengasuhan antara karakteristik keluarga dan self-esteem, dan gaya pengasuhan dipengaruhi langsung oleh karakteristik keluarga. Seperti yang dinyatakan Wulandari (2009) bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara gaya pengasuhan authoritative dengan self-esteem. Sementara itu Setiawati (2007) menyatakan terdapat hubungan nyata positif antara besar keluarga dengan gaya pengasuhan, sehingga karakteristik keluarga berhubungan langsung dengan gaya pengasuhan, dan gaya pengasuhan berhubungan dengan self-esteem. Tabel 27 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan self-esteem Karakteristik Keluarga Self-esteem PBSB Self-esteem Non PBSB Self-esteem

Tingkat pendidikan ayah

Tingkat pendidikan ibu

Pendapatan orangtua

Besar keluarga

-0.016

-0.095

0.174

-0.106

0.19

-0.03

0.141

-0.019

Menurut studi Coopersmith (1967) dalam Santrock (2007), harga diri anak-anak berkaitan dengan pola pengasuhan orangtua seperti afeksi dan pemberian kebebasan dalam batas-batas tertentu yang ditetapkan secara baik. Relasi di antara teman-teman sebaya dan persahabatan juga berkaitan dengan harga diri remaja.

58  

Kecerdasan Emosional dan Self-Esteem Emosi berkaitan erat dengan harga diri. Emosi-emosi negatif, seperti kesedihan, berkaitan dengan harga diri yang rendah. Sementara emosi-emosi positif, seperti kegembiraan, berkaitan dengan harga diri yang tinggi. Beberapa psikolog berpendapat bahwa emosi adalah sesuatu yang mengaitkan peristiwaperistiwa dalam kehidupan seseorang (Haviland dkk 1994 dalam Santrock 2007). Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional dan Self-esteem Kecerdasan Emosional PBSB Tinggi Sedang Rendah Total Non PBSB Tinggi Sedang Rendah Total

Tinggi n %

Self-Esteem Sedang Rendah n % n %

Total n %

7 3 0 10

14.0 6.0 0.0 20.0

5 26 1 32

10.0 52.0 2.0 64

0 4 4 8

0.0 8.0 8.0 16.0

12 33 5 50

24.0 66.0 10.0 100.0

3 4 0 7

6.0 8.0 0.0 14.0

4 26 6 36

8.0 52.0 12.0 72.0

0 4 3 7

0.0 8.0 6.0 14.0

7 34 9 50

14.0 68.0 18.0 100.0

Tabel 28 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (52.0%) pada kelompok mahasiswa PBSB dan non PBSB memiliki kecerdasan emosional yang sedang dan berada pada kategori self-esteem yang sedang. Tidak terdapat contoh pada kelompok mahasiswa PBSB maupun non PBSB yang memiliki kecerdasan emosional rendah dengan tingkat self-esteem yang tinggi, dan tidak terdapat contoh pada kedua kelompok yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi dengan tingkat self-esteem yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan self-esteem. Hasil uji korelasi Spearman (Tabel 29) pada contoh mahasiswa PBSB (p<0.01, r=0.706) dan mahasiswa non PBSB (p<0.01, r=0.589) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan yang sangat nyata dan positif dengan self-esteem. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki contoh maka semakin tinggi pula self-esteem yang dimilikinya. Pada mahasiswa PBSB, hubungan yang sangat nyata (p<0.01) dan positif terdapat pada kelima aspek kecerdasan emosional, yaitu: kesadaran emosi diri,

59  

pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan (Tabel 29). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan kemampuan seni membina hubungan yang dimiliki contoh, semakin tinggi pula self-esteem yang dimilikinya. Sementara pada mahasiswa non PBSB hubungan yang sangat nyata (p<0.01) dan positif terdapat pada empat aspek saja (kesadaran emosi diri, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kesadaran emosi diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan seni membina hubungan yang dimiliki contoh maka tingkat self-esteemnya pun akan semakin tinggi (Tabel 29). Tabel 29 Hasil uji korelasi Spearman kecerdasan emosional dan Self-esteem Variabel PBSB Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional Non PBSB Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional

Self-esteem 0.536** 0.586** 0.543** 0.407** 0.642** 0.706** 0.515** 0.233 0.613** 0.560** 0.477** 0.589**

Keterangan: **) nyata pada p<0.01

Menurut Harter (1990b) dalam Santrock (2007), dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain memiliki pengaruh yang kuat terhadap harga diri remaja. Bagi sebagian besar remaja, harga-diri yang rendah dapat mengakibatkan ketidaknyamanan emosional yang hanya bersifat sementara. Meskipun demikian, bagi sebagian remaja lainnya, khususnya yang memiliki harga diri rendah yang cenderung menetap, hal itu berkaitan dengan depresi, bunuh diri, anorexia nervosa, dan kenakalan. Kematangan Sosial dan Self-esteem Konteks sosial seperti keluarga, kawan-kawan, dan sekolah, memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja (Dusek & Mclntyre 2003;

60  

Harter 2006; Turnage 2004 dalam Santrock 2007). Menurut Robinson (1995) dalam Santrock (2007), dukungan sosial baik dari orang dewasa maupun teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang penting bagi harga diri remaja. Dalam sebuah studi yang dilakukan Robinson (1995) dalam Santrock (2007), dukungan orangtua dan teman sebaya berkaitan dengan harga diri remaja secara keseluruhan. Tabel 30 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (54.0%) mahasiswa PBSB termasuk ke dalam kategori kematangan sosial yang sedang dan memiliki self-esteem yang sedang. Terdapat 6.0 persen contoh yang memiliki tingkat kematangan sosial yang tinggi dengan kategori self-esteem tinggi dan 2.0 persen contoh dengan kategori kematangan sosial tinggi memiliki self-esteem yang sedang. Pada mahasiswa non PBSB, proporsi terbesar contoh berada pada kategori kematangan sosial sedang dangan self-esteem yang sedang sebanyak 52.0 persen. Contoh yang memiliki kematangan sosial yang sedang dengan tingkat self-esteem tinggi dan kematangan sosial rendah dengan self-esteem yang sedang berada pada proporsi yang sama yaitu sebanyak 8.0 persen. Tidak terdapat contoh pada mahasiswa PBSB maupun non PBSB yang memiliki kematangan sosial rendah dengan tingkat self-esteem yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kematangan sosial dan self-esteem. Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan kematangan sosial dan self-esteem Kematangan Sosial PBSB Tinggi Sedang Rendah Total Non PBSB Tinggi Sedang Rendah Total

Tinggi n %

Self-Esteem Sedang Rendah n % n %

Total n %

6 4 0 10

12.0 8.0 0.0 20.0

1 27 4 32

2.0 54.0 8.0 64.0

1 5 2 8

2.0 10.0 4.0 16.0

8 36 6 50

16.0 72.0 12.0 100.0

4 3 0 7

8.0 6.0 0.0 14.0

3 26 7 36

6.0 52.0 14.0 72.0

1 5 1 7

2.0 10.0 2.0 14.0

8 34 8 50

16.0 68.0 16.0 100.0

Hasil uji korelasi Spearman pada contoh mahasiswa PBSB (p<0.01, r=0.584) dan non PBSB (p<0.01, r=0.538) menunjukkan bahwa kematangan sosial memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan self-esteem (Tabel 31).

61  

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) yang dimiliki contoh maka semakin tinggi self-esteem yang dimiliki contoh. Hal ini diduga karena dengan kematangan sosial yang tinggi, seseorang dapat berinteraksi sosial dengan lebih baik dan juga mendorongnya untuk melakukan interaksi sosial secara lebih luas, sehingga memungkinkan seseorang untuk mendapatkan dukungan dan persetujan sosial yang lebih baik yang dapat meningkatkan self-esteem yang dimilikinya. Seperti yang dinyatakan Santrock (2007) bahwa dukungan dan persetujuan sosial dapat meningkatkan selfesteem seseorang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) yang menyatakan bahwa keterampilan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan self-esteem. Papalia, Olds dan Feldman (2008) mengemukakan bahwa sepanjang masa remaja, sebagian besar harga diri berkembang dalam konteks hubungan dengan teman sebaya, khususnya yang berjenis kelamin sama. Tabel 31 Hasil uji korelasi Spearman kematangan Sosial dan self-esteem Variabel PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial Non PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial

Self-esteem 0.505** 0.606** 0.584** 0.519** 0.404** 0.538**

Keterangan: **) nyata pada p<0.01

Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Tabel 32 memperlihatkan bahwa sebanyak 36.0 persen contoh pada mahasiswa PBSB memiliki kecerdasan emosional yang sedang dan memiliki prestasi akademik pada kategori baik. Contoh yang memiliki kecerdasan emosional sedang dan prestasi akademik cukup sebanyak 12.0 persen dan contoh yang memiliki kecerdasan emosional sedang dengan prestasi akademik kurang sebanyak 14.0 persen, sementara hanya 6.0 persen contoh yang memiliki kecerdasan emosional kategori tinggi dengan prestasi akademik kategori sangat baik. Proporsi terbesar (40.0%) pada contoh mahasiswa non PBSB berada pada

62  

kecerdasan emosional kategori sedang dan prestasi akademik kategori baik, sementara pada kategori kecerdasan emosional kategori tinggi dan prestasi akademik kategori baik sebanyak 10.0 persen dan tidak terdapat contoh pada kategori kecerdasan emosional rendah yang memiliki prestasi akademik dengan kategori kurang. Tabel 32

Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional dan prestasi akademik

Kecerdasan Emosional PBSB Tinggi Sedang Rendah Total Non PBSB Tinggi Sedang Rendah Total

Sangat baik n %

Prestasi Akademik Baik Cukup Kurang n % n % n %

n

%

Total

3 2 0 5

6.0 4.0 0.0 10.0

3 18 4 25

6.0 36.0 8.0 25.0

2 6 1 9

4.0 12.0 2.0 18.0

4 7 0 11

8.0 14.0 0.0 22.0

12 33 5 50

24.0 66.0 10.0 100

1 3 0 4

2.0 6.0 0.0 8.0

5 20 4 29

10.0 40.0 8.0 58.0

0 4 5 9

0.0 8.0 10.0 18.0

1 7 0 8

2.0 14.0 0.0 16.0

7 34 9 50

14.0 68.0 18.0 100.0

Hasil uji korelasi Spearman pada kedua kelompok contoh menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik contoh (Tabel 33). Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Goleman (2004) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional berperan dalam pencapaian prestasi seseorang dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar. Tabel 33

Hasil uji korelasi Spearman kecerdasan emosional dan prestasi akademik

Variabel PBSB Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional Non PBSB Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi Motivasi diri Empati Seni membina hubungan Kecerdasan emosional

Prestasi akademik 0.164 -0.101 0.096 0.166 -0.173 0.038 0.233 0.246 0.138 0.073 0.054 0.152

63  

Hasil uji yang tidak berhubungan diduga karena sebagian besar contoh baik pada kelompok PBSB maupun non PBSB memiliki prestasi akademik yang mengelompok pada kategori baik yaitu berkisar antara 2.75 hingga 3.50. Hal ini menujukkan tidak adanya keberagaman prestasi akademik yang diperoleh kedua kelompok contoh. Kematangan Sosial dan Prestasi Akademik Kematangan sosial dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam meraih

prestasi

akademik

melalui

kemampuannya

dalam

bekerjasama,

kemudahan dalam bergaul dengan sesama, kemampuan berkomunikasi, dan rasa percaya diri. Hatch dan Gardner (Goleman 2006) mengemukakan dasar-dasar kematangan

sosial

terdiri

dari

kemampuan

mengorganisir

kelompok,

merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan analisis sosial Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan kematangan sosial dan prestasi akademik Kematangan Sosial

Sangat baik n %

Prestasi Akademik Baik Cukup Kurang n % n % n %

n

%

Total

PBSB Tinggi Sedang Rendah Total Non PBSB

0 5 0 5

0.0 10.0 0.0 10.0

1 20 4 25

2.0 40.0 8.0 50.0

4 4 1 9

8.0 8.0 2.0 18.0

3 7 1 11

6.0 14.0 2.0 22.0

8 36 6 50

16.0 72.0 12.0 100.0

Tinggi Sedang Rendah Total

0 4 0 4

0.0 8.0 0.0 8.0

6 20 3 29

12.0 40.0 6.0 58.0

1 5 3 9

2.0 10.0 6.0 18.0

1 5 2 8

2.0 10.0 4.0 16.0

8 34 8 50

16.0 68.0 16.0 100.0

Tabel 34 menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh (40.0%) pada kelompok PBSB dan non PBSB berada pada kategori kematangan sosial yang sedang dan prestasi akademik kategori baik. Tidak terdapat contoh pada kedua kelompok yang memiliki kematangan sosial yang tinggi dengan kategori prestasi akademik sangat baik. Pada kelompok PBSB contoh yang memiliki kematangan sosial yang sedang dan prestasi akademik kurang adalah sebanyak 14.0 persen, sementara pada kelompok non PBSB adalah sebanyak 10.0 persen.

64  

Tabel 35 Hasil uji korelasi Spearman kematangan Sosial dan prestasi akademik Variabel PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial Non PBSB Kesadaran sosial Fasilitas sosial Kematangan sosial

Prestasi akademik -0.338* -0.282* -0.331* 0.118 0.014 0.13

Keterangan: *) nyata pada p<0.05

Hasil uji korelasi Spearman pada contoh mahasiswa PBSB menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan negatif antara kesadaran sosial dan prestasi akademik (p<0.05, r=-0.338), fasilitas sosial dan prestasi akademik (p<0.05, r=0282), dan kematangan sosial secara keseluruhan dengan prestasi akademik (p<0.05, r=-0331) (Tabel 35). Hal ini berarti semakin tinggi kematangan sosial contoh, semakin rendah prestasi akademik yang dimilikinya. Diduga, kematangan sosial yang tinggi yang dimiliki oleh contoh menyebabkan contoh lebih suka berada dalam situasi sosial, sehingga rendahnya prestasi akademik pada contoh diduga disebabkan oleh sedikitnya waktu yang dialokasikan untuk kegiatan akademik seperti belajar dan mengerjakan tugas kuliah, dan lebih banyak waktu yang dialokasikan untuk aktivitas-aktivitas sosial seperti organisasi dan kegiatan sosial lainnya. Self-Esteem dan Prestasi Akademik Tabel 36 memperlihatkan bahwa sebanyak 38.0 persen contoh mahasiswa PBSB berada pada kategori self-esteem sedang dan prestasi akademik baik. Contoh yang memiliki self-esteem sedang dengan kategori prestasi akademik cukup dan kurang adalah masing-masing sebanyak 8.0 persen, sementara sebanyak 8.0 persen contoh memiliki self-esteem kurang dengan prestasi akademik baik. Tidak terdapat contoh dengan kategori self-esteem tinggi memiliki prestasi akademik sangat baik. Pada contoh mahasiswa non PBSB proporsi terbesar contoh juga berada pada kategori self-esteem sedang dan prestasi akademik baik sebanyak 36.0 persen. Contoh yang memiliki tingkat self-esteem tinggi dan prestasi akademik baik adalah sebanyak 14.0 persen. Hal tersebut di atas menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara self-esteem dengan

65  

prestasi akademik. Menurut Baumeister et al (2003) dalam Santrock (2007), korelasi antara prestasi sekolah dan harga diri tidak terlalu besar, dan korelasi ini tidak memperlihatkan bahwa tingginya harga diri mengakibatkan prestasi sekolah yang lebih baik. Tabel 36 Hubungan antara self-esteem dan prestasi akademik Self-Esteem

Prestasi Akademik Baik Cukup Kurang n % n % n %

n

%

0.0 10.0 0.0 10.0

2 19 4 25

4.0 38.0 8.0 50.0

3 4 2 9

6.0 8.0 4.0 18.0 0.214

5 4 2 11

10.0 8.0 4.0 22.0

10 32 8 50

100.0 64.0 16.0 100.0

0.0 8.0 0.0 8.0

7 18 4 29

14.0 36.0 8.0 58.0

0 6 3 9

0.0 12.0 6.0 18.0

0 8 0 8

0.0 16.0 0.0 16.0

7 36 7 50

14.0 72.0 14.0 100.0

Sangat baik n %

PBSB Tinggi 0 Sedang 5 Rendah 0 Total 5 Koefisien korelasi (r) Non PBSB Tinggi 0 Sedang 4 Rendah 0 4 Total

Koefisien korelasi (r)

Total

0.175

Hasil uji korelasi Spearman pada kelompok PBSB dan PBSB menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara self-esteem dengan prestasi akademik contoh. Namun nilai korelasi yang positif menunjukkan ada kecenderungan contoh dengan tingkat self-esteem yang tinggi memiliki prestasi akademik yang baik. Menurut Emler (2001), individu dengan penghargaan diri (self-esteem) yang tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Kesuksesan seseorang di bidang pendidikan pada umumnya ditentukan dengan prestasi akademik yang diukur dari nilai tertentu. Menurut Hawadi (2001), prestasi akademik adalah salah satu ukuran tingkat inteligensi atau kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara terarah. Prestasi akademik merupakan alat ukur kemampuan kognitif seseorang. Prestasi akademik juga merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan.

66  

Faktor-faktor yang diuji pengaruhnya terhadap prestasi akademik dalam penelitian ini adalah karakteristik individu (usia, kegiatan kemahasiswaan), karakteristik keluarga (pendapatan orangtua, besar keluarga), kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem. Pada uji regeresi linier yang dilakukan, terlebih dahulu dilakukan analisis Collinearity Statistics untuk memastikan bahwa tidak terdapat variabel pada model regresi yang dihasilkan yang mempunyai multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya. Tabel 37 Analisis Collinearity Statistics Coefficientsa Model 1 (Constant) Usia contoh Kegiatan kemahasiswaan Pendapatan orangtua Besar keluarga Kecerdasan emosional Kematangan sosial Self-esteem

PBSB Collinearity Statistics Tolerance VIF 0.890 0.928 0.900 0.871 0.359 0.479 0.361

1.124 1.077 1.111 1.148 2.789 2.086 2.771

Non PBSB Collinearity Statistics Tolerance VIF 0.933 0.755 0.848 0.759 0.256 0.363 0.486

1.072 1.324 1.179 1.317 3.903 2.752 2.058

Analisis multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat kolom tolerance dan VIF atau variance inflation factor pada tabel Coefficientsa. Variabel dikatakan tidak memiliki multikolinieritas dengan variabel bebas lain apabila variabel tersebut memiliki nilai tolerance di atas 0.0001 dan nilai VIF di atas 5.0. Default bagi angka tolerance adalah 0.0001, semua variabel yang dimasukkan dalam perhitungan model regresi harus mempunyai tolerance di atas 0.0001. Sementara untuk nilai VIF, semua variabel yang dimasukkan ke dalam perhitungan model regresi tidak lebih besar dari 5.0 (Santoso 2003). Pada Tabel 37 dapat dilihat bahwa semua variabel baik di kelompok PBSB maupun non PBSB telah memenuhi persyaratan ambang tolerance dan VIF, sehingga tidak terdapat variabel yang mempunyai multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya. Hasil dari uji regresi linier berganda dengan metode enter (Tabel 38) terhadap prestasi akademik contoh mahasiswa PBSB menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah sebesar

67  

0.160. Artinya, sebanyak 16.0 persen prestasi akademik contoh dipengaruhi oleh variabel yang digunakan dalam pengujian yaitu usia contoh, kegiatan kemahasiswaan, pendapatan orangtua, besar keluarga, kecerdasan emosioanal, kematangan sosial, dan self-esteem, sementara sebanyak 84 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang ada pada model regresi ini. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik contoh adalah kecerdasan emosional dan kematangan sosial. Kecerdasan emosional berpengaruh positif nyata (β= 0.012, p= 0.058) terhadap prestasi akademik contoh pada taraf sepuluh persen. Artinya, jika kecerdasan emosional meningkat satu satuan sementara variabel lain nilainya tetap, maka prestasi akademik contoh akan mengalami peningkatan sebesar 0.012. Sementara kematangan sosial berpengaruh negatif nyata (β= -0.039, p= 0.005) terhadap prestasi akademik contoh pada taraf lima persen. Artinya, jika kematangan sosial meningkat satu satuan sementara variabel lain nilainya tetap, maka prestasi akademik contoh akan mengalami penurunan sebesar 0.039. Tabel 38

Faktor–faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa PBSB

Unstandardized coefficients Model B Std. Error 5.414 1.342 (Constant) Usia contoh -0.074 0.054 Kegiatan kemahasiswaan 0.005 0.082 Pendapatan orangtua 0.05 0.054 Besar keluarga -0.02 0.037 Kecerdasan emosional 0.006 0.012 Kematangan sosial 0.013 -0.039 -0.011 0.016 Self-esteem 2 Adjusted R

Standardized coefficients Beta -0.192 0.008 0.128 -0.077 0.427 -0.559 -0.142 0.160

t 4.034 -1.385 0.057 0.928 -0.547 1.951 -2.956 -0.651

Sig. 0.000 0.173 0.954 0.358 0.588 0.058* 0.005*** 0.519

Keterangan: ***) nyata pada p<0.01, *) nyata pada p<0.01

Kecerdasan emosional berpengaruh positif nyata terhadap prestasi akademik. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terdapat pengaruh yang positif antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Semakin baik kecerdasan emosional, maka akan semakin meningkatkan prestasi akademik. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Goleman (2004) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memberi kontribusi sebanyak 80 persen terhadap

68  

kesuksesan hidup seseorang, dan 20 persen bergantung pada kecerdasan kognitifnya. Bahkan menurut Goleman (2004), kecerdasan emosional tidak hanya berperan dalam pencapaian prestasi akademik, tetapi juga dalam hal keberhasilan kerja, sementara kecerdasan kognitif hanya berkontribusi empat persen. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Kim et al (2009) bahwa kompetensi emosional positif berkaitan dengan perilaku proaktif, dan perilaku proaktif yang positif berkaitan dengan efektifitas tugas dan integrasi sosial. Selain itu, kompetensi emosional berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Kematangan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap prestasi akademik. Hal ini selaras dengan hasil analisis hubungan yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara prestasi akademik contoh dengan kematangan sosialnya. Diduga kematangan sosial yang tinggi akan mendorong contoh untuk banyak melakukan aktivitas-aktivitas sosial seperti organisasi dan kegiatan-kegiatan lainnya, sehingga alokasi waktu yang digunakan untuk belajar menjadi lebih sedikit yang berdampak pada penurunan prestasi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa fasilitas sosial yang dimiliki contoh PBSB lebih besar dan berbeda nyata dengan contoh non PBSB. Hal ini dibuktikan juga dengan hasil pengujian deskriptif yang menunjukkan bahwa sebagian besar contoh PBSB memiliki lebih dari lima kegiatan. Tabel 39 Faktor–faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa non PBSB Unstandardized coefficients Model B Std. Error 3.384 1.923 (Constant) Usia contoh -0.031 0.079 Kegiatan kemahasiswaan 0.242 0.089 Pendapatan orangtua 0.031 0.06 Besar keluarga -0.045 0.036 Kecerdasan emosional 0.004 0.008 Kematangan sosial -0.017 0.016 0.004 0.014 Self-esteem 2 Adjusted R Keterangan: *) nyata pada p<0.05

Standardized coefficients Beta -0.055 0.424 0.076 -0.196 0.142 -0.236 0.062 0.087

t 1.76 -0.39 2.701 0.514 -1.253 0.526 -1.043 0.317

Sig. 0.046 0.698 0.01* 0.61 0.217 0.601 0.303 0.753

69  

Hasil uji regresi linier berganda (Tabel 39) terhadap prestasi akademik contoh pada mahasiswa non PBSB menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah sebesar 0.087. Artinya, sebesar 8.7 persen variabel yang digunakan mempengaruhi prestasi akademik, sementara 91.3 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar variabel yang diteliti. Faktor yang berpengaruh signifikan positif (β=-0.242; p<0.05) terhadap prestasi akademik contoh pada taraf lima persen adalah kegiatan kemahasiswaan. Artinya, jika kegiatan kemahasiswaan meningkat satu satuan sementara variabel lain nilainya tetap, maka prestasi akademik contoh akan mengalami peningkatan sebesar 0.242. Diduga, kegiatan kemahasiswaan yang diikuti secara seimbang dapat melatih contoh dalam mematangkan diri sebagai mahasiswa dimana mereka dapat menangkap, menganalisis, dan bersosialisasi terhadap perubahan-perubahan di sekitarnya. Kegiatan kemahasiswaan yang diikuti secara seimbang dapat melatih kemampuan contoh dalam hal manajemen waktu yang lebih baik, sehingga waktu yang dimiliki digunakan secara lebih efektif, baik untuk kegiatan belajar atau bidang akademis maupun untuk kegiatan kemahasiswaan. Keefektifan waktu yang digunakan untuk bidang akademis mendorong aktivitas belajar yang lebih berkualitas sehingga prestasi akademik yang diperoleh menjadi lebih baik. Sebaliknya, kegiatan kemahasiswaan yang menyita waktu tanpa diimbangi dengan aktivitas belajar yang memadai, hal ini dapat menyebabkan kegiatan akademis terabaikan sehingga berakibat pada rendahnya prestasi akademik yang diperoleh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Buloto (2010) mengenai aktivitas mahasiswa

dalam

organisasi

mahasiswa

terhadap

prestasi

mahasiswa,

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara aktivitas mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan terhadap prestasi yang diraih mahasiswa. Faktor lain di luar variabel penelitian ini yang mungkin berpengaruh terhadap prestasi akademik adalah motivasi akademis dan alokasi waktu yang disediakan untuk belajar. Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2008) keyakinan akan kecakapan diri, motivasi akademis, status sosioekonomis, keterlibatan orangtua, gaya pengasuhan, etnis, pengaruh teman sebaya, dan kualitas sekolah mempengaruhi prestasi pendidikan remaja. Menurut Bandura (Bandura et el 1996;

70  

Zimmerman et al 1992) dalam Papalia, Old, dan Feldman (2008) siswa yang yakin bahwa mereka dapat menguasai materi akademis dan mengatur pembelajaran mereka sendiri, memiliki kecenderungan lebih besar mencoba berprestasi dan lebih cenderung sukses ketimbang siswa yang tidak yakin dengan kemampuannya sendiri. Motivasi akademis dan keyakinan akan kecakapan diri mempengaruhi cara remaja tersebut menggunakan waktu mereka. Sementara itu, Azwar (2004) menyatakan bahwa secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi antara lain faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti penglihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non fisik, seperti minat, motivasi, bakat, inteligensi, sikap dan kesehatan mental. Faktor eksternal meliputi faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik menyangkut kondisi tempat belajar, sarana dan perlengkapan belajar, materi pelajaran, dan kondisi lingkungan belajar. Faktor sosial menyangkut dukungan sosial dan pengaruh budaya. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu pada teknik sampling dan pada pengumpulan data. Pada teknik sampling, penarikan contoh hanya diacak pada masing-masing fakultas di tiga fakultas yang dipilih dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan tidak seimbangnya jumlah mahasiswa PBSB pada seluruh fakultas yang ada, serta jumlah contoh yang ditetapkan secara proporsional berdasarkan banyaknya jumlah mahasiswa PBSB pada masing-masing fakultas terpilih. Teknik sampling yang lebih baik adalah dengan cara penarikan contoh yang diacak pada keseluruhan populasi yang ada, sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Keterbatasan pada saat pengumpulan data yaitu tidak dilakukannya indept interview sehingga aspek-aspek yang diteliti tidak dapat dikaji lebih dalam.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan dengan rata-rata usia 19-20 tahun. Urutan contoh menyebar merata pada anak sulung dan anak tengah. Sebagian besar contoh PBSB mengikuti kegiatan lebih dari lima, sementara contoh non PBSB menyebar pada kategori yang ada. Persentase terbesar tingkat pendidikan ayah adalah tamat SD (PBSB) dan Perguruan Tinggi (non PBSB), sementara tingkat pendidikan ibu persentase terbesar pada kedua kelompok contoh adalah SMA/Sederajat. Persentase terbesar pekerjaan ayah adalah petani (PBSB) dan Pegawai Negeri Sipil (non PBSB), sementara ibu tidak bekerja. Pendapatan orangtua contoh pada kelompok PBSB tersebar pada kisaran kurang dari sama dengan Rp 500 000 hingga Rp 2 500 000. Pada kelompok non PBSB pendapatan orangtua contoh berada pada kisaran yang lebih tinggi yaitu Rp 1 000 001 hingga Rp 5 000 000. Proporsi terbesar contoh termasuk ke dalam keluarga sedang yang berjumlah lima hingga tujuh orang. Proporsi terbesar pada kedua kelompok contoh memiliki tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang sedang. Separuh contoh PBSB dan lebih dari separuh contoh non PBSB memiliki IPK yang berada pada kategori baik yaitu antara 2.75 hingga 3.50. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kecerdasan emosional, kematangan sosial keseluruhan, self-esteem, dan prestasi akademik yang dimiliki contoh kelompok PBSB maupun non PBSB. Semakin banyak kegiatan kemahasiswaan yang diikuti, maka kecerdasan emosi (PBSB dan non PBSB), kematangan sosial (non PBSB), dan self-esteem (non PBSB) akan semakin baik. Semakin besar pendapatan orangtua, maka kesadaran emosi diri contoh PBSB akan semakin baik. Semakin banyak jumlah anggota pada keluarga pada contoh PBSB, maka pengelolaan emosi, kesadaran sosial, dan kematangan sosial contoh PBSB akan semakin rendah. Semakin baik kecerdasan emosional dan kematangan sosial yang dimiliki kedua kelompok contoh, maka tingkat self-esteem contoh akan semakin tinggi.

72  

Semakin tinggi tingkat kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) pada contoh PBSB maka prestasi akademik yang diperoleh contoh akan semakin rendah. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap prestasi akademik contoh kelompok PBSB adalah kecerdasan emosional dan kematangan sosial. Sementara pada kelompok non PBSB, faktor yang berpengaruh nyata terhadap prestasi akademik adalah kegiatan kemahasiswan. Saran Kecerdasan emosional dan kematangan sosial memiliki kontribusi positif terhadap self-esteem yang dimiliki seseorang. Mengingat pentingnya self-esteem, maka disarankan agar mahasiswa lebih meningkatkan kematangannya baik secara emosional maupun sosial, dengan cara mengikuti kegiatan positif yang dapat mengembangkan diri, menghargai diri sendiri, dan menghargai orang lain. Semakin baik kecerdasan emosional dan kematangan sosial, maka semakin tinggi self-esteem yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap prestasi akademik, sehingga peningkatan kecerdasan emosional dapat meningkatkan prestasi akademik. Kematangan sosial berhubungan dan berpengaruh negatif terhadap prestasi akademik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kematangan sosial, semakin rendah prestasi akademik yang diperoleh. Untuk itu, disarankan kepada mahasiswa (khususnya pada mahasiswa penerima program beasiswa) agar bisa aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan sebagai salah satu upaya pengembangan kematangan sosial, namun tidak mengurangi tugas utamanya dalam hal akademis, dengan cara mengatur waktu secara lebih baik dan mengevaluasi hasil belajar, mengingat masih terdapat persentase yang cukup besar pada contoh mahasiswa PBSB yang memiliki prestasi akademik yang rendah. Bagi pemerintah dan institusi secara umum, diharapkan dapat membuka peluang dan kesempatan yang lebih luas bagi siswa dari berbagai latar belakang sekolah yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi, terutama bagi siswa dengan keluarga yang kurang mampu, melihat hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada

73  

tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik, walaupun contoh dalam penelitian ini memiliki latar belakang sekolah dan karakteristik keluarga yang berbeda. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai gaya pengasuhan, motivasi akademis, alokasi waktu belajar, dan goal orientation mahasiswa PBSB. Melihat dari hasil penelitian ini bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai prestasi akademik pada contoh, maka perlu dieksplorasi pada aspek lain mengenai orientasi tujuan mahasiswa PBSB.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah AM. 2008. Prestasi belajar. torch.com/content/view/12/29 [29 April 2010].

http://spesialis-

Anonim. 2009. Pesantren akan distandardisasi dan ada UN di pesantren. [terhubung berkala] http://www.republika.co.id. [22 April 2010]. Atkinson RL, Atkinson RC, Richard ER. 1983. Pengantar Psikologi I, Edisi kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Azra A. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekontruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Azwar S. 2004. Pengantar psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brooks JB. 2001. Parenting. United State of America. Mayfiled Publishing Company. Buloto AA. 2010. Aktivitas Mahasiswa dalam Organisasi Mahasiswa terhadap Prestasi Mahasiswa. http://www.linkpdf.com/ebook-viewer.php?url= http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/5657835292_abs.pdf. [15 Januari 2011]. Bustanova. 2008. Self Esteem and Narcissistic Personality. [terhubung berkala]. http://bustanova.wordpress.com. [02 November 2010]. Daulay HP. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Emler N. 2001. The costs and causes of low self-esteem. [terhubung berkala] http://www.jrf.org.uk/knowledge/findings/socialpolicy [24 Februari 2010]. Fatah R, Taufik M, Bisri A. 2005. Rekontruksi Pesantren Masa Depan: dari Tradisional, Modern, hingga Post Modern. Jakarta: Listafariska Putra. Fatimah E. 2006. Psikologi perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia. Goleman D. 2004. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2007. Social Intelegence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gunarsa S, Gunarsa YS. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

76  

Hastuti D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukkan Anak Sehat, Cerdas dan Berkarakter. Desertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. Hawadi RA. 2001. Psikologi Perkembangan Anak Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta: Gramedia. [IPB] Institut Pertanian Bogor. 2008. Panduan Program Sarjana Edisi 2008. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Johnson R, Swindley D. 1999. Creating Confidence, The Secret of Self-Esteem. UK: Element Books Limited. [Kemenag] Kementerian Agama. 2009. Panduan Seleksi Penerimaan Calon Peserta Program Beasiswa Santri Berprestasi Kementrian Agama RI. http://www.pondokpesantren.net. [23 Desember 2009]. [Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014. http://www.diknas.go.id. [15 April 2010]. Kim TY, Cable DM, Kim SP, Wang J. 2009. Emotional Competence and Work Performance: The Mediating Effect of Poactivity and The Moderating Effect of Job Autonomy. Journal of Organizational Behavior. 30: 983. Latifah M. 2009. Instrument Pengukuran Kecerdasan Emosional Remaja. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Megawangi R. 2007. Pendidikan Karakter: Solusi Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. Megawangi R, Latifah M, Dina WF. 2008. Pendidikan Holistik. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2008. Human Development Tenth Edition. New York: The McGraw Hill Companies, Inc. Puspitawati H. 2006. Pengaruh Faktor Keluarga, Lingkungan Teman, dan Sekolah terhadap Kenakalan Pelajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kota Bogor. Desertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. Ridwan. 2008. Ketercapaian prestasi belajar. [terhubung http://wordpress.com/2008/09/11. [21 November 2009].

berkala]

Santoso S. 2003. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT Gramedia.

77  

Santrock JW. 2007. Adolescence, Perkembangan Remaja, Edisi Sebelas. Jakarta: Erlangga. Sears, D. Freedman, j. Peplau, L. 1985. Psikologi Sosial Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Setiawati EH. 2007. Analisis gaya pengasuhan, kecerdasan emosional, aktivitas ekstrakurikuler dan prestasi belajar siswa di SMA Muhammadiyah Cirebon [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sevilla et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu A, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Introduction to Research Methods. Shapiro LE. 1998. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Singarimbun M, Sofian E. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakart: LP3ES. Soedijarto. 2008. Tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional Sebagai Ukuran bagi Pendidikan yang Bermutu dan Implikasinya. Jurnal Pendidikan Penabur. 11: 37-38. Sunarti E. 2004.Mengasuh dengan Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wulandari A. 2009. Analisis persepsi gaya pengasuhan orang tua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self-esteem mahasiswa tingkat persiapan bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor [skipsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

81  

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas kuesioner kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem Hasil reliabilitas kecerdasan emosional Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items 0.948

0.950

N of Items 75

Hasil reliabilitas kuesioner kematangan sosial Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items 0.897

0.909

26

Hasil reliabilitas kuesioner self-esteem Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items 0.872

0.880

N of Items 20

Lampiran 2 Hasil uji korelasi Spearman pada berbagai variabel di kelompok contoh PBSB Spearman's rho

Kecerdasan Emosional

Kematangan Sosial

Self Esteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

Kecerdasan Emosional

Kematangan Sosial

SelfEsteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

1 . 50 .606** 0 50 .706** 0 50 0.038 0.791 50 .508** 0 50 .643** 0 50

1 . 50 .584** 0 50 -.331* 0.019 50 .904** 0 50 .925** 0 50

1 . 50 -0.179 0.214 50 .505** 0 50 .606** 0 50

1 . 50 -.338* 0.017 50 -.282* 0.047 50

1 . 50 .694** 0 50

1 . 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.718** 0 50 .750** 0 50

0.225 0.117 50 .616** 0 50

.536** 0 50 .586** 0 50

0.164 0.255 50 -0.101 0.485 50

0.206 0.151 50 .576** 0 50

0.273 0.055 50 .564** 0 50

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

.

1 . 50 .327* 0.021 50

.

1 . 50

81

82

Kcerdasan Emosional

Lampiran 2 lanjutan Motivasi Diri

Empati

Seni membina Hubungan

Usia Responden

Jenis Kelamin

Urutan Anak dalam Keluarga

Usia Ayah

Usia Ibu

Kenatangan Sosial

SelfEsteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.724** 0 50 .703** 0 50

0.248 0.083 50 .465** 0.001 50

.543** 0 50 .407** 0.003 50

0.096 0.508 50 0.166 0.248 50

0.178 0.217 50 .381** 0.006 50

.301* 0.034 50 .500** 0 50

.625** 0 50 .400** 0.004 50

.418** 0.003 50 .576** 0 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.761** 0 50 0.015 0.919 50 0.091 0.53 50

.702** 0 50 0.054 0.711 50 -0.119 0.411 50

.642** 0 50 0.178 0.216 50 -0.039 0.787 50

-0.173 0.231 50 -.280* 0.049 50 0.182 0.207 50

.510** 0 50 0.162 0.262 50 -0.015 0.915 50

.786** 0 50 0.002 0.987 50 -0.15 0.298 50

.366** 0.009 50 0.27 0.058 50 0.241 0.092 50

.522** 0 50 0.014 0.923 50 -0.088 0.543 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

-0.206 0.152 50 -0.075 0.605 50 0.042 0.772 50

-0.242 0.09 50 -0.225 0.116 50 -0.225 0.116 50

0.009 0.948 50 -0.04 0.782 50 0.024 0.87 50

-0.091 0.53 50 -0.139 0.337 50 -0.07 0.628 50

-0.249 0.081 50 -0.185 0.198 50 -0.119 0.412 50

-0.248 0.082 50 -0.216 0.131 50 -0.243 0.089 50

-0.063 0.664 50 -0.039 0.79 50 0.079 0.584 50

-0.029 0.841 50 -0.084 0.563 50 -0.034 0.813 50

Kecerdasan Emosional

Kematangan Sosial

SelfEsteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.086 0.554 50 0.085 0.558 50 -0.205 0.154 50 -0.185 0.198 50

0.01 0.945 50 0.073 0.616 50 -0.022 0.879 50 -0.197 0.171 50

-0.016 0.913 50 -0.095 0.514 50 -0.08 0.58 50 0.094 0.518 50

0.116 0.424 50 0.136 0.348 50 -0.078 0.59 50 -0.04 0.784 50

-0.02 0.888 50 0.035 0.808 50 0.001 0.996 50 -0.231 0.107 50

0.029 0.841 50 0.1 0.49 50 -0.047 0.743 50 -0.156 0.279 50

0.052 0.718 50 0.014 0.923 50 -0.142 0.325 50 -0.028 0.847 50

-0.121 0.403 50 -0.025 0.862 50 -0.142 0.324 50 -0.247 0.083 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.231 0.107 50 -0.182 0.207 50

0.146 0.313 50 -.305* 0.031 50

0.174 0.227 50 -0.106 0.466 50

0.113 0.435 50 0.02 0.892 50

0.06 0.681 50 -.350* 0.013 50

0.238 0.096 50 -0.202 0.159 50

.282* 0.047 50 -0.119 0.411 50

-0.018 0.901 50 -.300* 0.034 50

Lampiran 2 lanjutan Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

Katagori Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

83

84

Motivasi Diri

Lampiran 2 lanjutan Motivasi Diri

Empati

Seni membina Hubungan

Usia Responden

Jenis Kelamin

Urutan Anak dalam Keluarga

Usia Ayah

Usia Ibu

Empati

Seni Membina Hubungan

Usia Contoh

Jenis Kelamin

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

1 . 50 .399** 0.004 50

1 . 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.404** 0.004 50 -0.035 0.809 50 0.156 0.28 50

.549** 0 50 -0.086 0.553 50 -0.006 0.969 50

1 . 50 -0.127 0.381 50 -0.102 0.48 50

1 . 50 -0.233 0.103 50

1 . 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

-0.14 0.331 50 0.113 0.434 50 0.112 0.437 50

-0.18 0.212 50 -0.077 0.597 50 0.103 0.476 50

-0.248 0.083 50 -0.095 0.514 50 -0.012 0.936 50

0.228 0.111 50 0.235 0.101 50 .296* 0.037 50

-.329* 0.02 50 -0.022 0.877 50 0.025 0.862 50

Urutan Anak

1 . 50 .306* 0.031 50 .340* 0.016 50

Usia Ayah

1 . 50 .731** 0 50

Usia Ibu

1 . 50

Motivasi Diri

Emapti

Seni Membina Hubungan

Usia Contoh

Jenis Kelamin

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.001 0.996 50 -0.143 0.32 50 -0.139 0.335 50 -0.008 0.957 50

0.086 0.552 50 0.188 0.192 50 -0.122 0.398 50 -.314* 0.026 50

0.221 0.124 50 0.238 0.096 50 -.297* 0.036 50 -0.201 0.161 50

-.347* 0.014 50 -.382** 0.006 50 0.077 0.597 50 0.002 0.987 50

0.17 0.237 50 0.117 0.417 50 -0.109 0.452 50 0.207 0.149 50

-.293* 0.039 50 -.280* 0.049 50 -0.153 0.289 50 -0.036 0.806 50

0.183 0.203 50 -0.029 0.844 50 -.319* 0.024 50 -0.062 0.668 50

0.074 0.607 50 -0.097 0.502 50 -.313* 0.027 50 -0.222 0.121 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.049 0.734 50 0.097 0.502 50

0.219 0.126 50 -0.143 0.323 50

.367** 0.009 50 -0.206 0.15 50

-0.179 0.214 50 0.149 0.302 50

0.056 0.698 50 0.084 0.561 50

-0.187 0.193 50 0.23 0.108 50

0.136 0.346 50 .409** 0.003 50

0.175 0.223 50 .428** 0.002 50

Lampiran 2 lanjutan Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

Katagori Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

Urutan Anak

Usia Ayah

Usia Ibu

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

85

86

Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

1 . 50 .748** 0 50 -0.177 0.219 50 -0.139 0.337 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.611** 0 50 -0.056 0.701 50

Lampiran 2 lanjutan Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

Katagori Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

1 . 50 -0.184 0.202 50 -.286* 0.044 50

1 . 50 .437** 0.002 50

1 . 50

.485** 0 50 -0.174 0.226 50

-.385** 0.006 50 -0.045 0.756 50

-.393** 0.005 50 0.128 0.375 50

Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

1 . 50 -0.094 0.514 50

1 . 50

Lampiran 3 Hasil uji korelasi Spearman pada berbagai variabel di kelompok contoh non PBSB Spearman's rho

Kecerdasan Emosional

Kematangan Sosial

Self Esteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

Kecerdasan Eemosional

Kematangan Sosial

1 . 50 .720** 0 50 .589** 0 50 0.152 0.292 50 .653** 0 50 .624** 0 50 .639** 0 50 .646** 0 50

1 . 50 .538** 0 50 0.118 0.416 50 .917** 0 50 .881** 0 50 .294* 0.038 50 .548** 0 50

SelfEsteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

.

1 . 50 0.195 0.175 50 .519** 0 50 .440** 0.001 50 .515** 0 50 0.233 0.103 50

1 . 50 0.014 0.924 50 0.13 0.368 50 0.223 0.119 50 0.246 0.085 50

1 . 50 .665** 0 50 0.219 0.127 50 .472** 0.001 50

1 . 50 .283* 0.046 50 .576** 0 50

1 . 50 0.139 0.337 50

1 . 50

87

88

Kecerdasan Emosional

Kematangan Sosial

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.761** 0 50 .863** 0 50

.443** 0.001 50 .746** 0 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.793** 0 50 -0.016 0.912 50 0.06 0.679 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

-0.005 0.97 50 -0.009 0.951 50 -0.068 0.639 50

Lampiran 3 lanjutan Motivasi Diri

Empati

Seni Membina Hubungan

Usia Responden

Jenis Kelamin

Urutan Anak dalam Keluarga

Usia Ayah

Usia Ibu

SelfEsteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

.613** 0 50 .560** 0 50

0.138 0.338 50 0.073 0.613 50

.454** 0.001 50 .672** 0 50

.314* 0.026 50 .655** 0 50

.509** 0 50 .515** 0 50

.420** 0.002 50 .496** 0 50

.749** 0 50 -0.051 0.726 50 0.172 0.233 50

.447** 0.001 50 -0.065 0.655 50 0.19 0.187 50

0.054 0.712 50 -0.002 0.991 50 -0.025 0.864 50

.708** 0 50 -0.101 0.484 50 0.171 0.236 50

.624** 0 50 0.003 0.983 50 0.161 0.264 50

.409** 0.003 50 -0.011 0.939 50 0.104 0.471 50

.429** 0.002 50 -0.073 0.613 50 -0.071 0.626 50

0.068 0.64 50 0.016 0.913 50 -0.096 0.507 50

0.083 0.566 50 0.139 0.335 50 0.036 0.803 50

-0.111 0.442 50 -0.141 0.327 50 -0.033 0.819 50

0.13 0.368 50 0.023 0.876 50 -0.105 0.469 50

-0.108 0.455 50 -0.045 0.757 50 -0.091 0.528 50

-0.11 0.449 50 -0.179 0.213 50 -0.121 0.404 50

-0.225 0.116 50 -0.084 0.563 50 -0.07 0.63 50

Kecerdasan Emosi

Kematangan Sosial

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.117 0.417 50 -0.057 0.694 50 -0.124 0.392 50 -0.119 0.412 50

-0.016 0.913 50 -0.191 0.185 50 0.092 0.523 50 0.018 0.899 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.127 0.381 50 0.26 0.069 50

-0.04 0.784 50 0.101 0.485 50

Lampiran 3 lanjutan Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

Katagori Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

SelfEsteem

Prestasi Akademik

Kesadaran Sosial

Fasilitas Sosial

Kesadaran Emosi Diri

Pengelolaan Emosi

0.19 0.187 50 -0.03 0.834 50 -0.106 0.462 50 0.106 0.462 50

-0.036 0.803 50 0.07 0.627 50 0.099 0.495 50 -0.178 0.216 50

-0.078 0.591 50 -0.238 0.096 50 0.128 0.374 50 0.092 0.527 50

0.058 0.689 50 -0.122 0.4 50 0.084 0.563 50 -0.035 0.81 50

0.111 0.444 50 0.063 0.665 50 -0.063 0.665 50 -0.024 0.866 50

0.02 0.889 50 -0.049 0.735 50 -0.094 0.516 50 -0.08 0.581 50

0.141 0.328 50 -0.019 0.898 50

0.114 0.431 50 -0.028 0.848 50

-0.082 0.57 50 0.075 0.604 50

0.001 0.996 50 0.054 0.712 50

0.117 0.417 50 0.017 0.908 50

0.099 0.493 50 0.202 0.16 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

89

90

Lampiran 3 lanjutan Motivasi Diri

Empati

Seni membina Hubungan

Usia Responden

Jenis Kelamin

Urutan Anak dalam Keluarga

Usia Ayah

Usia Ibu

Motivasi Diri

Empati

Seni Membina Hubungan

Usia Contoh

Jenis Kelamin

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

1 . 50 .523** 0 50

1 . 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.392** 0.005 50 -0.029 0.84 50 0.198 0.168 50

.735** 0 50 -0.087 0.547 50 0.062 0.67 50

1 . 50 0.033 0.822 50 0.01 0.943 50

1 . 50 -0.156 0.279 50

1 . 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.001 0.995 50 0.009 0.949 50 -0.086 0.555 50

0.035 0.809 50 0.032 0.824 50 -0.057 0.692 50

0.097 0.502 50 0.118 0.415 50 -0.001 0.993 50

0.006 0.965 50 0.202 0.16 50 0.244 0.087 50

-0.057 0.695 50 -0.103 0.477 50 0.062 0.67 50

Urutan Anak

1 . 50 .381** 0.006 50 .385** 0.006 50

Usia Ayah

Usia Ibu

.

1 . 50 .501** 0 50

1 . 50

Lampiran 3 lanjutan Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

Katagori Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

Motivasi Diri

Empati

Seni Membina Hubungan

Usia Contoh

Jenis Kelamin

Urutan Anak

Usia Ayah

Usia Ibu

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

0.099 0.493 50 -0.037 0.796 50 -0.08 0.581 50 -0.032 0.824 50

0.059 0.686 50 -0.171 0.235 50 -0.056 0.701 50 -0.067 0.644 50

0.083 0.564 50 -0.064 0.659 50 -0.047 0.746 50 -0.06 0.68 50

-0.055 0.702 50 0.061 0.672 50 0.1 0.491 50 -0.091 0.53 50

0.12 0.406 50 -0.002 0.991 50 -0.201 0.161 50 -0.212 0.139 50

-0.177 0.218 50 0.021 0.884 50 0.034 0.814 50 0.074 0.61 50

0.011 0.937 50 -0.065 0.654 50 0.033 0.822 50 0.196 0.172 50

-0.025 0.863 50 0.193 0.18 50 -0.048 0.74 50 -0.238 0.097 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

-0.013 0.928 50 0.189 0.189 50

0.135 0.349 50 0.23 0.107 50

0.164 0.256 50 0.117 0.419 50

-0.106 0.464 50 0.154 0.286 50

0.185 0.199 50 -0.061 0.674 50

-0.092 0.523 50 0.25 0.08 50

-0.065 0.653 50 .378** 0.007 50

0.251 0.079 50 0.179 0.212 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

91

92

Lampiran 3 lanjutan  LPA Lama Pendidikan Ayah

Lama Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ayah

Pekerjaan Ibu

Katagori Pendapatan Orangtua

Besar Keluarga

LPI

PKJ A

PKJ I

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

1 . 50 .453** 0.001 50 -.460** 0.001 50 0.069 0.636 50

1 . 50 -.443** 0.001 50 -.498** 0 50

1 . 50 0.173 0.229 50

1 . 50

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n

.546** 0 50 -0.029 0.843 50

.432** 0.002 50 -0.162 0.261 50

-.463** 0.001 50 -0.222 0.121 50

-.283* 0.047 50 -0.023 0.876 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

PDPT

1 . 50 0.056 0.701 50

BK

1 . 50

Lampiran 4 Hasil uji beda T-test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference

F Kecerdasan Emosional Kematangan Sosial Self-Esteem Prestasi Akademik Kesadaran Sosial Fasilitas Sosial Kesadaran Emosi Diri Pengelolaan Emosi Motivasi Diri

Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed

Sig.

0.01

0.92

0.505

0.479

0.008

0.931

0.002

0.966

0.685

0.41

3.888

0.051

0.817

0.368

2.145

0.146

0.17

0.681

t

df

1.699 1.699 1.575 1.575 -0.277 -0.277 -0.871 -0.871 0.802 0.802 2.11 2.11 0.764 0.764 1.615 1.615 1.635 1.635

98 96.994 98 97.788 98 97.583 98 97.999 98 97.224 98 94.586 98 97.189 98 94.017 98 97.786

Sig. (2Mean tailed) Difference 5.12 0.093 0.093 5.12 1.98 0.119 0.119 1.98 -0.34 0.782 0.782 -0.34 -0.0774 0.386 0.386 -0.0774 0.54 0.425 0.425 0.54 1.44 0.037 0.037 1.44 0.56 0.447 0.447 0.56 1.42 0.109 0.110 1.42 1.34 0.105 0.105 1.34

Std. Error Difference 3.014 3.014 1.257 1.257 1.226 1.226 0.08887 0.08887 0.674 0.674 0.682 0.682 0.733 0.733 0.879 0.879 0.819 0.819

Lower

Upper

-0.861 -0.861 -0.515 -0.515 -2.772 -2.772 -0.25376 -0.25376 -0.797 -0.797 0.086 0.085 -0.894 -0.894 -0.325 -0.326 -0.286 -0.286

11.101 11.101 4.475 4.475 2.092 2.092 0.09896 0.09896 1.877 1.877 2.794 2.795 2.014 2.014 3.165 3.166 2.966 2.966

   

93

94

Lampiran 4 lanjutan Empati Seni Membina Hubungan Usia Contoh Usia Ayah Usia Ibu Lama Pendidikan Ayah Lama Pendidikan Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu Pendapatan Orangtua Besar Keluarga

Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed

F

Sig.

t

df

0.019

0.891

0.213

0.645

9.174

0.003

11.24

0.001

5.205

0.025

9.562

0.003

5.344

0.023

0.041

0.84

2.489

0.118

0.618

0.434

0.042

0.838

1.311 1.311 1.091 1.091 -2.736 -2.736 0.889 0.889 0.161 0.161 -5.151 -5.151 -4.81 -4.81 0.921 0.921 0.302 0.302 -3.218 -3.218 2.374 2.374

98 97.988 98 97.941 98 87.14 98 83.502 98 85.972 98 88.822 98 92.555 98 97.314 98 95.878 98 97.79 98 96.461

Sig. (2tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

0.193 0.193 0.278 0.278 0.007 0.008 0.376 0.377 0.872 0.872 0.000 0.000 0.000 0.000 0.359 0.359 0.763 0.763 0.002 0.002 0.020 0.020

0.92 0.92 0.88 0.88 -0.54 -0.54 1.44 1.44 0.24 0.24 -4.42 -4.42 -4.04 -4.04 0.68 0.68 0.3 0.3 -0.72 -0.72 0.86 0.86

0.702 0.702 0.807 0.807 0.197 0.197 1.62 1.62 1.487 1.487 0.85812 0.85812 0.84 0.84 0.738 0.738 0.993 0.993 0.224 0.224 0.362 0.362

Lower -0.472 -0.472 -0.721 -0.721 -0.932 -0.932 -1.775 -1.782 -2.712 -2.717 -6.12291 -6.12511 -5.70695 -5.70818 -0.785 -0.785 -1.671 -1.671 -1.164 -1.164 0.141 0.141

Upper 2.312 2.312 2.481 2.481 -0.148 -0.148 4.655 4.662 3.192 3.197 -2.71709 -2.71489 -2.37305 -2.37182 2.145 2.145 2.271 2.271 -0.276 -0.276 1.579 1.579

Lampiran 5 Hasil uji beda Mann Whitney

Jenis Kelamin Pendidikan Ayah Mann-Whitney U 1125.000 585.000 Wilcoxon W 2400.000 1860.000 Z -1.020 -4.721 Asymp. Sig. (2-tailed) .308 .000 a. Grouping Variable: Mahasiswa

Test Statisticsa Pendidikan Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu Pendapatan Orangtua 610.000 1114.000 1241.000 803.500 1885.000 2389.000 2516.000 2078.500 -4.569 -.958 -.066 -3.186 .000 .338 .948 .001

95

97  

Lampiran 7 Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk pada berbagai variabel Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. .149 50 .007 .962 50 .113 .156 50 .004 .958 50 .070 * .081 50 .200 .979 50 .497 .112 50 .161 .971 50 .259 .125 50 .048 .957 50 .067 .149 50 .007 .944 50 .019 * .107 50 .200 .981 50 .579 * .078 50 .200 .963 50 .120 * .098 50 .200 .983 50 .705 .161 50 .002 .933 50 .007

Kecerdasan Emosional Kematangan Sosial Self Esteem Prestasi Akademik Kesadaran Sosial Fasilitas Sosial Kesadaran Emosi Diri Pengelolaan Emosi Motivasi Diri Empati Seni membina .087 50 .200* Hubungan Usia Responden .176 50 .001 Jenis Kelamin .370 50 .000 Urutan Anak dalam .267 50 .000 Keluarga Usia Ayah .205 50 .000 Usia Ibu .265 50 .000 Lama Pendidikan Ayah .179 50 .000 Lama Pendidikan Ibu .173 50 .001 Pendidikan Ayah .220 50 .000 Pendidikan Ibu .167 50 .001 Pekerjaan Ayah .226 50 .000 Pekerjaan Ibu .295 50 .000 Pendapatan Orangtua .371 50 .000 Besar Keluarga .164 50 .002 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

.988

50

.891

.902 .632

50 50

.001 .000

.768

50

.000

.800 .729 .900 .909 .897 .904 .896 .800 .625 .945

50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

.000 .000 .000 .001 .000 .001 .000 .000 .000 .021

98  

Lampiran 7 lanjutan Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. .137 50 .019 .963 50 .116 .178 50 .000 .926 50 .004 .185 50 .000 .906 50 .001 * .098 50 .200 .976 50 .410 .120 50 .067 .963 50 .121 .192 50 .000 .908 50 .001 .113 50 .151 .963 50 .123 .120 50 .068 .936 50 .009 * .083 50 .200 .981 50 .583 .130 50 .034 .974 50 .347

Kecerdasan Emosional Kematangan Sosial Self Esteem Prestasi Akademik Kesadaran Sosial Fasilitas Sosial Kesadaran Emosi Diri Pengelolaan Emosi Motivasi Diri Empati Seni Membina .122 50 Hubungan Usia Responden .257 50 Jenis Kelamin .421 50 Urutan Anak dalam .263 50 Keluarga Usia Ayah .165 50 Usia Ibu .217 50 Pendidikan Ayah .291 50 Lama Pendidikan Ayah .259 50 Pendidikan Ibu .230 50 Lama Pendidikan Ibu .289 50 Pekerjaan Ayah .167 50 Pekerjaan Ibu .316 50 Katagori Pendapatan .212 50 Orangtua Pendapatan Orangtua .280 50 Besar Keluarga .290 50 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

.061

.964

50

.132

.000 .000

.861 .599

50 50

.000 .000

.000

.801

50

.000

.002 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000

.717 .690 .797 .752 .814 .748 .884 .754

50 50 50 50 50 50 50 50

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

.000

.910

50

.001

.000 .000

.760 .765

50 50

.000 .000

99  

Lampiran 8 Hasil uji regresi linier Model Summary Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .529 .280 .160 .40666 a. Predictors: (Constant), Self Esteem, Pekerjaan Ibu, Urutan Anak dalam Keluarga, Usia Responden, Besar Keluarga, Lama Pendidikan Ayah, Pekerjaan Ayah, Katagori Pendapatan Orangtua, Kematangan Sosial, Lama Pendidikan Ibu, Kecerdasan Emosional. ANOVAb Model 1 Regression Residual Total

Sum of Squares 2.704

df

Mean Square 7 0.386

6.946

42

9.65

49

F 2.336

Sig. .042a

0.165

a. Predictors: (Constant), Self Esteem, Pekerjaan Ibu, Urutan Anak dalam Keluarga, Usia Responden, Besar Keluarga, Lama Pendidikan Ayah, Pekerjaan Ayah, Katagori Pendapatan Orangtua, Kematangan Sosial, Lama Pendidikan Ibu, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Prestasi Akademik Coefficients Model

Unstandardized Standardized coefficients coefficients B Std. Error Beta 5.414 1.342 -0.074 0.054 -0.192 0.005 0.082 0.008 0.05 0.054 0.128 -0.02 0.037 -0.077 0.006 0.427 0.012 0.013 -0.559 -0.039 -0.011 0.016 -0.142

(Constant) Usia contoh Organisasi Pendapatan orang tua Besar keluarga Kecerdasan emosional Kematangan sosial Self-esteem Adjusted R2 0.160 Keterangan: ***) nyata pada p<0.01, *) nyata pada p<0.1

t

Sig.

4.034 -1.385 0.057 0.928 -0.547 1.951 -2.956 -0.651

0.000 0.173 0.954 0.358 0.588 0.058* 0.005*** 0.519

100  

Lampiran 8 lanjutan

Model R 1 .467a

Model Summary Adjusted R Std. Error of R Square Square the Estimate 0.218 0.087 0.42503

a. Predictors: (Constant), Self Esteem, Pekerjaan Ayah, Usia Responden, Urutan Anak dalam Keluarga, Pekerjaan Ibu, Besar Keluarga, Lama Pendidikan Ayah, Kematangan Sosial, Katagori Pendapatan Orangtua, Lama Pendidikan Ibu, Kecerdasan Emosional ANOVAb Model 1 Regression Residual

Sum of Squares 2.112

df

Mean Square 7 0.302

7.587

42

9.7

49

Total

F

Sig. 1.67 .043a

0.181

a. Predictors: (Constant), Self Esteem, Pekerjaan Ayah, Usia Responden, Urutan Anak dalam Keluarga, Pekerjaan Ibu, Besar Keluarga, Lama Pendidikan Ayah, Kematangan Sosial, Katagori Pendapatan Orangtua, Lama Pendidikan Ibu, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Prestasi Akademik Coefficients Model (Constant) Usia contoh Organisasi Pendapatan orang tua Besar keluarga Kecerdasan emosional Kematangan sosial Self-esteem

Unstandardized Standardized coefficients coefficients B Std. Error Beta 3.384 1.923 -0.031 0.079 -0.055 0.089 0.424 0.242 0.031 0.06 0.076 -0.045 0.036 -0.196 0.004 0.008 0.142 -0.017 0.016 -0.236 0.004 0.014 0.062

Adjusted R2

Keterangan: *) nyata pada p<0.05

 

0.087

t

Sig. 1.76 -0.39 2.701 0.514 -1.253 0.526 -1.043 0.317

0.046 0.698 0.01* 0.61 0.217 0.601 0.303 0.753