ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI ALOO, SIDOARJO BERDASARKAN

Download ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI ALOO, SIDOARJO BERDASARKAN ... Dari hasil pengukuran parameter kualitas air di Sungai ..... Jurnal Biodiversia...

0 downloads 480 Views 773KB Size
ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI ALOO, SIDOARJO BERDASARKAN KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI FITOPLANKTON SORAYA PRAMITHA A. NRP.1506100003 Aunurohim , S.Si. DEA Indah Trisnawati D. T, M.Si , Ph.D.

Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember-Surabaya Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, komposisi dan struktur komunitas fitoplankton serta status pencemaran limbah organik di Sungai Aloo, Sidoarjo. Pengambilan sampel fitoplankton dan sampel air dilakukan pada bulan Mei – Juni 2010 di Sungai Aloo, Sidoarjo yaitu pada 4 stasiun. Parameter perairan yang diambil adalah fisik (suhu, TSS dan TDS) dan kimia (DO, BOD, COD, pospat dan nitrat). Dari hasil pengamatan, fitoplankton yang ditemukan di 4 titik sampling berkisar antara 30–41 spesies dengan kelimpahan berkisar antara 2.552.450 – 5.000.000 individu/m3 dan didominasi oleh spesies Oscillatoria tenuis, Oscillatoria sp1 dan Oscillatoria sp2. Nilai indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener yang diperoleh berkisar antara 0.6 – 1.46, indeks Kemerataannya berkisar antara 0.23-0.49 dan indeks Dominansi kisaran antara 0.26-0.73. mengacu pada nilai-nilai ketiga indeks diatas, Sungai Aloo memiliki kecenderungan kestabilan komunitasnya rendah. Dari hasil pengukuran parameter kualitas air di Sungai Aloo, Sidoarjo diperoleh nilai Indeks Pencemarannya (IP) dengan rata-rata 1.65-2.20, nilai yang menunjukkan bahwa Sungai Aloo berada dalam kondisi tercemar ringan. Kata Kunci : Fitoplankton, Struktur Komunitas, Indeks Pencemaran (IP) PENDAHULUAN Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan sekitarnya (Suwondo dkk, 2004). Lingkungan perairan sungai terdiri dari komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara. Bila interaksi keduanya terganggu maka akan terjadi perubahan yang menyebabkan ekosistem perairan itu menjadi tidak seimbang (Ferianita, 2008). Sungai menjadi salah satu ekosistem yang mengalami pencemaran paling berat. Semua saluran pembuangan baik dari perumahan, pasar, pabrik dan

kegiatan lain seperti rumah makan, rumah sakit, semuanya berakhir di sungai. Limbah tersebut berupa limbah padat dan cair, yang mungkin terdiri atas bahan organik, yang beracun maupun tidak beracun. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan turunnya kualitas air di sungai (Nirarita,1996). Sungai Aloo, Sidoarjo merupakan daerah yang di sekitarnya masih banyak terdapat pemukiman, pertanian, pertambakan atau perikanan budidaya, sedangkan daerah muaranya menjadi tempat tangkapan ikan. Bahkan sejak munculnya lumpur panas Sidoarjo di Kecamatan Porong tanggal 29 Mei 2006 dengan luapan lumpur antara 120.000 sampai 130.000 m3 setiap harinya, turut memperparah beban Sungai Aloo terhadap polutan atau pencemar

dimana sejak akhir tahun 2009 air lumpur dialirkan ke Sungai Aloo. Pembuangan air lumpur panas Sidoarjo ke Sungai Aloo diduga akan menyebabkan perubahan kualitas atau peningkatan pencemaran perairan. BAPEDALDA Propinsi Jawa Timur dan KLH (Kementrian Lingkungan Hidup) pada tanggal 4 Juni 2006 melakukan uji kualitas air lumpur sesuai PP no.82 th 2001 dan hasilnya melampaui baku mutu untuk parameter BOD, COD, Phenol, Amonia, TDS, dan TSS, dan sementara BPK-RI dan Universitas Brawijaya (2007), menyatakan pula bahwa kandungan air lumpur panas Sidoarjo untuk parameter COD, Phenol, dan ammonia, nilainya ambang batas baku mutu air sungai (Anonim, 2007). Sehingga diasumsikan bahwa pencemaran bahan organik di perairan ini menjadi cukup tinggi karena adanya penambahan buangan air lumpur setiap harinya. Keberadaan fitoplankton dapat dijadikan sebagai bioindikator adanya perubahan kualitas lingkungan perairan yang disebabkan ketidakseimbangan suatu ekosistem akibat beban pencemaran. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan keaneragaman jenis, komposisi dan keberadaan jenis fitoplankton yang mendominasi diperairan tersebut (Ferianita, 2008). Keberadaan fitoplankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena memegang peranan penting sebagai produsen primer bagi berbagai organisme laut. Hal ini dikarenakan fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis yang menghasilkan bahan organik dan oksigen terlarut yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut. Selain berdasarkan kondisi fitoplankton, untuk memperkuat analisa kondisi lingkungan di Sungai Aloo ini dilakukan juga analisa parameter-parameter fisika kimia untuk menentukan status tingkat

pencemaran yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi, keanekaragaman dan struktur komunitas fitoplankton serta mengetahui status pencemaran limbah organik di Sungai Aloo, Sidoarjo. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010 di Sungai Aloo, Sidoarjo dengan 4 stasiun dan dilanjutkan dengan analisis sampel di Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi FMIPA ITS. Pengambilan dan Pengamatan Sampel Pengambilan sampel fitoplankton dengan menggunakan plankton net yang memiliki mesh 20 µm, hingga diperoleh 60 ml dari 100 liter air. Kemudian diawetkan dalam formalin 4%. Identifikasi fitoplankton hingga tingkat spesies menggunakan mikroskop dan Sedgwick Rafter pada semua bidang dengan 3 kali pengulangan. Acuan identifikasi dengan menggunakan buku dentifikasi Yamaji (1979) “Ilustration of the Marine plankton in Japan” dan W. T. Edmondson (1959) “Freshwater Biology” Pengukuran Faktor Fisik-kimia Sungai Aloo, Sidoarjo Parameter fisik air laut yang diamati untuk setiap titik sampling dan tiap pengambilan sampel yaitu: - suhu, menggunakan thermometer air raksa “ Pyrex” dengan tingkat ketelitian hingga 10C - TSS (Total Suspended Solid) dan TDS (Total Dissolved Solid) dilakukan dengan mengambil sampel air sebanyak 2 liter, dan uji dilakukan di Laboratorium Kualitas Lingkungan Teknik Lingkungan ITS Parameter kimia air laut yang diamati untuk setiap titik sampling yaitu: kandungan oksigen terlarut, menggunakan DO meter Eutech seri 4000

-

kandungan fosfat, nitrat , BOD(Biochemical Oxygen Demand), dan COD(Chemical Oxygen Demand) dilakukan dengan mengambil sampel air sebanyak 2 liter, dan uji dilakukan di Laboratorium Kualitas Lingkungan Teknik Lingkungan ITS - pH, menggunakan alat pH meter merk Leutron

Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui kepadatan, keanekaragaman, kemerataan dan dominansi dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a. Kepadatan Fitoplankton

ni = jumlah individu jenis ke-1 N = jumlah total individu S = jumlah spesies

d. Indeks Kemerataan jenis dari Shannon–Wiener Indeks ini menunjukkan pola sebaran biota, jika nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata (Ferianita, 2005).

Keterangan: E H S

= Indeks kemerataan jenis = Indeks keragaman jenis = Jumlah banyaknya spesies

(Magurran, 1991) Keterangan : K = kepadatan (individu/m 3 ) n = jumlah individu dihitung dalam m tetes m = jumlah tetes contoh yang dihitung s= jumlah volume sampel dengan pengawetan (ml) a = volume tiap tetes contoh v = volume sample air tersaring (m 3 )

b. Indeks diversitas dari Shannon– Wiener

Keterangan: H’ = indeks diversitas ni = jumlah individu tiap jenis N = jumlah total individu semua jenis

(Magurran, 1991) c. Indeks Dominansi Simpson

Keterangan : D = indeks dominan simpson

Analisa pencemaran bahan organik berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air dengan metode Indeks Pencemaran (IP), yaitu dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: IP = Indeks Pencemaran Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (i) dari suatu perairan yang akan dinilai Lix = Konsentrasi parameter sesuai baku mutu air peruntukan (x) m = maksimum r = rata-rata

HASIL Sampling dilakukan pada 4 stasiun yang terletak di hilir Sungai Allo seperti pada gambar 4.1 dan 4 kali pengambilan perminggu pada bulan MeiJuni dengan rincian sebagai berikut:  Stasiun 1 (SA1) dengan koordinat S 07°31’03.0” dan E 112°44’58.0”: daerah yang mewakili lingkungan yang belum tercemar limbah buangan

air lumpur panas Sidoarjo, limbah pertanian dan limbah pertambakan, dimungkinkan limbah yang masuk pada stasiun ini hanya berasal dari limbah rumah tangga.  Stasiun 2 (SA2) dengan koordinat S 07°31’01.3” dan E 112°43’58.9”: daerah yang mewakili lingkungan yang mendapat masukan limbah buangan air lumpur panas Sidoarjo.  Stasiun 3 (SA3) dengan koordinat S 07°30’39.8” dan E 112°42’27.4”:

mewakili daerah yang kondisi lingkungannya mendapat tambahan masukan limbah pertanian  Stasiun 4 (SA4) dengan koordinat (S 07°30’40.7” ; E 112°42’23.9”) mewakili daerah yang kondisi lingkungannya mendapat tambahan masukan limbah pertanian dan pertambakan

Gambar 4.1. Lokasi Pengambilan Sampel di Sungai Aloo, Sidoarjo Skala 1 : 100000 Pengambilan sampel pertama dilakukan pada tanggal 11 mei 2010, selanjutnya pengambilan sampel kedua pada tanggal 18 Mei 2010, smaple ketiga tanggal 25 Mei 2010 dan yang terakhir pada tanggal 1 Juni 2010.

Komposisi, Keanekaragaman dan Struktur Komunitas Fitoplankton di Sungai Aloo, Sidoarjo

Fitoplankton yang ditemukan di 4 titik sampling di Sungai Aloo, Sidoarjo berkisar antara 30–41 spesies dengan kepadatan berkisar antara 2.552.450 – 5.000.000 individu/m3 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 4 kelas yaitu Bacillariophyceae, Dinophyceae, Cyanophyceae dan Chlorophyceae, yang

komposisinya didominasi oleh Bacillariophyceae sedangkan kelimpahannya didominasi oleh Cyanophyceae (yang terwakili oleh Oscillatoria tenuis, Oscillatoria sp1 dan Oscillatoria sp2.) yaitu > 50% dari seluruh kelimpahan pada tiap spesies. Hasil Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) berkisar antara 0.6 – 1.46. Menurut Wibisono (2005) nilainilai termasuk dalam kategori lingkungan yang buruk hingga sedang. Sedangkan Wilm dan Dorris (1968) dalam Dhani (2003) yang menggunakan indeks criteria berbeda (dari Krebs, 1985) menjelaskan bahwa kisaran nilai indeks keanekaragaman (H’) < 2,3026 menunjukkan keanekaragaman dianggap kecil dan kestabilan komunitasnya rendah. Jika menilik dari literatur-

literatur tersebut diatas, kondisi perairan di hilir Sungai Allo, Sidoarjo dengan merujuk pada ke-empat stasiun sampling dapat dikategorikan keanekaragamannya kecil. Indeks Kemerataannya (E’) berkisar antara 0.23-0.49. Menurut Wibisono (2005) nilai-nilai tersebut memperlihatkan kondisi lingkungan dalam kategori lingkungan yang buruk dan indeks Dominansi (D) berkisar antara 0.26-0.73. Menurut Pirzan (2008) nilainilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1, apabila D = 0 menunjukkan tidak

terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil, dan bila D = 1 berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya. Dengan mengacu pada nilai-nilai ketiga indeks diatas yaitu dengan rendahnya nilai keanekaragaman dan kemerataan, serta tingginya nilai didominasi oleh spesies Oscillatoria tenuis, Oscillatoria sp1 dan Oscillatoria sp2, menunjukkan bahwa Sungai Aloo memiliki kecenderungan kestabilan komunitasnya rendah.

Tabel 1. Data kepadatan (rata-rata dari tiap minggu) fitoplankton di setiap stasiun SPESIES ST1 ST2 ST3 ST4 Anabaena sp 1350 1350 1350 Biddulphia sp 150 150 Bohlina echidna 4600 150 Caloneis amphisbaen 350 300 250 Ceratium macroceros 150 Chaetoceros elmores 150 Cladophora sp 150 Closterium acerosum 1550 1800 1400 1050 Closterium leibleinii 300 450 150 Closterium setasium 100 600 350 400 Coscinodiscus sp 500 1150 100 350 Dinobryon sertularia 150 Dynobrion sp 200 150 250 300 Eudorina sp 500 600 600 Euglena acus 800 Euglena deses 900 Euglena proxima 150 Euglena spyrogira 900 7000 350 2000 Fragilaria sp 5100 1620 16950 Gloeomonas ovalis 2500 150 150 300 Gomphoneis herculeanum 150 Grammatophora sp 150 Menoidium falcatum 500 650 500 800 Merismopedia elegans 1050 1250 2150 2500 Merismopedia sp 850 500 Microcystis aeruginosa 700 1000 750 500 Microcystis sp 1750 1000 800 3250 Navicula sp 5300 300 1200 350 Neidium sp 150 Netrium sp 150 Nitzschia obtusa 18550 1600 2150 2400

Nitzschia sigmodea Nitzschia sp1 Nitzschia sp2 Oscillatoria sp1 Oscillatoria sp2 Oscillatoria tenuis Pediastrum calthratum Pediastrum simplex Phacus oscilians Phacus sp Phacus triqueter Pinnularia nobilis Pleurosigma sp Scenedesmus sp Sphaerotilus natans Spirullina sp Spyrogira sp Stauroneis sp Suriella robusta Synedra ulna Thalasioshira sp Triceratium sp Triploceras gracile Uroglenopsis americana Zygnema insigne Kepadatan (individu/m3) Jumlah Spesies H’ E D

150 6350 576800 251550 2085200 150 150 150 300 4050 150 150 950 141200 600 1400 1100 150 550 150 3.115.750 41 1.00 0.31 0.51

Analisa Kualitas Air Dari hasil pengukuran sampel selama 4 kali pengambilan tiap minggu, menunjukkan nilai BOD (rata-rata tiap minggunya) berkisar 11.25 – 15.75 mg/L. Berdasarkan Perda Jatim no. 2 tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur kelas III, nilai BOD yang syaratkan maksimum 6 mg/l. Hampir keseluruhan nilai konsentrasi BOD di lokasi penelitian berada diatas nilai baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa Sungai Aloo, Sidorajo terindikasi adanya pencemaran bahan organik.

1950 582400 415350 2121600 300 150 500 250 150 1450 2600 81100 1100 2050 950 150 150 300 3.242.750 39 1.12 0.34 0.44

36150 550 2021600 415350 2449200 300 250 4450 150 100 58550 500 300 300 150 5.000.000 30 0.93 0.37 0.44

150 2500 411400 637650 1352000 350 300 450 1100 2550 106450 600 850 500 250 2.552.450 38 0.99 0.32 0.52

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO) di Sungai Aloo, Sidoarjo selama 4 kali pengambilan sample, berkisar antara 2.34-2.63 mg/L. Berdasarkan Perda Jatim no. 2 tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur kelsa III, nilai DO yang diperkenankan > 3 mg/l. Dengan demikian kadar DO di Sungai Aloo Sidoarjo masih berada dibawah nilai baku mutu yang diperkenankan. Konsentrasi COD di Sungai berkisar antara 22-30 mg/L. Berdasarkan Perda Jatim no. 2 tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur kelsa III, nilai

COD yang diperkenankan maksimum 50 mg/l. Secara keseluruhan nilai rata-rata yang diperoleh dari 4 stasiun sampel menunjukkan nilai dibawah baku mutu yang diperkenankan, hal ini menunjukkan bahwa Sungai Aloo, Sidoarjo mampu mendekomposisikan limbah organik secara kimiawi yang masuk ke perairan tersebut. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi nitrat di Sungai Aloo, Sidoarjo selama 4 kali pengambilan sampel, berkisar antara 0 – 2.16 mg/L dan konsentrasi pospat berkisar antara 0 – 0.66 mg/L. Dimana nilainilai tersebut Berdasarkan pengelompokan kriteria perairan dengan melihat konsetrasi nitrat yang terukur , kategori perairan Sungai Aloo pada kondisi perairan oligotrofik yang artinya kurang subur (Effendi. 2003). Begitupula berdasarkan Perda Jatim no. 2 tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur kelas III, nilai nitrat yang diperkenankan 20 mg/L dan pospat 1 mg/L. Nilai TSS atau Total Padatan Tersuspensi yang diperoleh berkisar antara 24 - 370 mg/L, nilai ini tidak melebihi ambang batas Baku Mutu air Perda Jatim no. 2 /2008 kelas III yaitu 400 mg/L. Dan nilai TDS atau Total Padatan Terlarut berkisar 351 – 1220.5 mg/L. Berdasarkan Baku Mutu Air Perda Jatim no. 2/ 2008 kelas III nilai TDS yang dipersyaratkan 1000 mg/L. Pada SA 3 menunjukkan nilai melibihi ambang batas baku mutu, dimana pada SA 3 ini merupakan daerah yang banyak pemukiman penduduk dan daerah pertanian, dimungkinkan limbah yang masuk pada stasiun 3 ini air buangan rumah tangga yang mengandung melekul sabun/deterjen yang dapat meningkatkan nilai TDS diperairan. Analisa Pencemaran Limbah Organik di Sungai Aloo, Sidoarjo Dari hasil pengukuran parameter kualitas air di Sungai Aloo, Sidoarjo diperoleh nilai Indeks Pencemarannya (IP), pada SA1 dengan nilai rata-rata 2.04, SA2 dengan nilai rata-rata 1.65, SA3 dengan nilai rata-rata 2.00, dan SA4 dengan nilai rata-rata 2.20. Rata- rata kisaran nilai IP disemua stasiun menunjukkan Sungai Aloo berada dalam kondisi tercemar ringan dengan rentang nilai indeks 1< IP ≤ 5. SA 4 memiliki

nilai IP yang cenderung paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lain, yang ditunjukkan juga pula dari tingginya nilai BOD dengan nilai rata-rata 2.50 mg/L. Daerah pertanian, pertambakan dan pemukiman penduduk diduga berkontribusi terhadap pasokan limbah organik di SA4. Tingginya nilai IP ini didukung pula dengan rendahnya nilai H’ (dengan rata-rata 0.99), serta ketidak merataan individu pada tiap spesies yaitu rendahnya nilai E (dengan ratarata 0.32). Rendahnya nilai H’ dan E juga didukung rendahnya konsentrasi nutrisi yaitu pospat ( rata-rata 0.16 mg/L) dan nitrat ( ratarata 1.1 mg/L). SA1 merupakan lokasi yang dianggap mewakili lingkungan yang belum tercemar oleh buangan air Lumpur Panas Sidoarjo. Nilai IP pada SA1 cenderung tinggi dengan nilai rata-rata 2.04, didukung dengan tingginya nilai konsentrasi BOD dengan ratarata 14.25 mg/L. Tingginya nilai IP pada SA1 ini didukung pula dengan rendahnya nilai H’ (dengan rata-rata 1.00) dan rendahnya nilai E (dengan rata-rata 0.31). Sedangkan SA2 yang merupakan stasiun yang mewakili lingkungan Sungai Aloo yang mendapat masukan buangan air Lumpur Panas Sidoarjo, memiliki nilai IP (dengan rata-rata 1.65 ) yang rendah dibanding dengan stasiun yang lain. Rendahnya nilai IP pada SA2 seiring dengan tinggi nilai H’(dengan nilai rata-rata 1.12) dan tingginya nilai E (dengan rata-rata 0.34) dibanding stasiun lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada sumber beban pencemar organik lain yang masuk ke Sungai Aloo, yang memiliki kontribusi lebih besar dibanding buangan air Lumpur Panas Sidoarjo. Dari uraian diatas menunjukkan adanya kecenderungan tingginya nilai Indeks Pencemaran (IP) seiring dengan rendahnya Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Shanon- Wiener (E). Oscillatoria Sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Perairan Tercemar Bahan Organik Keanekaragaman Cyanophyceae di suatu perairan dapat dijadikan bioindikator dalam memonitoring kualitas air. Apabila dalam suatu perairan didominasi oleh spesies dari kelas Cyanophyceae atau alga biru hijau, maka perairan tersebut dapat diindikasikan

adanya pencemaran (Lee, 2006). Salah satu contoh dari kelas Cyanophyceae adalah Oscillatoria, dimana dominansi dari golongan Oscillatoria ini dapat dijadikan indikasi turunnya kualitas air (pencemaran) oleh buangan limbah organik (Kumari, 2008; Rangpan, 2008; dan Panich-pat, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sungai Aloo, Sidoarjo tergolong perairan dalam kondisi tercemar ringan oleh bahan organik. Dimana kelimpahan fitoplankton di Sungai Aloo didominasi oleh golongan Oscilatoria yaitu Oscillatoria tenuis, Oscillatoria sp1 dan Oscillatoria sp2. Hasil ini diperkuat oleh Rangpan (2008) yang menjelaskan bahwa Oscillatoria tenuis ditemukan mendominasi pada perairan dalam kondisi tercemar ringan, oleh organik dan Oscillatoria juga mampu hidup pada kondisi DO yang rendah. Hal ini juga sesuai dengan

Gambar 1 Sel Pembungkus Pada Oscillatoria simplicissima yang diambil dengan menggunakan Transmission electron micrograph, CE = sel pembungkus, L = lapisan dari tiap sel pembungkus, PM = membran plasma, S = selubung (Venter, 2003)

Selubung atau sheath akan terbentuk pada kondisi lingkungan sub optimal atau dibawah cekaman (Conradie, 2008). Kondisi inilah yang diduga mampu mambuat Oscillatoria bertahan hidup dengan kondisi lingkungan perairan yang tercemar. Selain itu Oscillatoria juga mampu bertahan dalam lingkungan yang rendah

hasil penelitian ini, dimana kondisi Sungai Aloo yang memiliki konsentrasi DO yang rendah yaitu < 3 dan terjadi dominansi relatif Oscillatoria tenuis hingga mencapai 79,63 %. Selain itu Panich-Pat (2008) juga menjelaskan bahwa dominasi golongan Oscillatoria akan seiring dengan tingginya nilai BOD. Dipertegas dari hasil penelitian ini kadar BOD di Sungai Aloo tergolong cukup tinggi hingga mencapai 21 mg/L , dimana nilai ini melebehi ambang batas yang dipersyaratkan yaitu < 6 mg/L. Oscillatoria juga diketahui memiliki kemampuan bertahan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Hal ini dimungkinkan karena Oscillatoria memiliki sel pembungkus (Cell Envelope = CE) yang berlapis dan selubung (Sheath = S) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 2 Penampang filament Oscillatoria simplicissima yang diambil dengan menggunakan Transmission electron micrograph, PP = polyphosphate bodies, LD = Lipid droplet, PH = polyhedral bodies (Venter, 2003)

nutrisi (oligotrifik) dengan konsentrasi nitrogen dan phospat rendah. Hal ini dikarenakan Oscillatoria mampu mengakumulasi nutrisi dan menyimpannya sebagai cadangan makanan dalam bentuk polimer yang tidak terlarut, seperti polyphosphate bodies (PP) yang ditunjukkan pada gambar 2 (Venter, 2003).

Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini : - Fitoplankton yang ditemukan di 4 titik sampling di Sungai Aloo, Sidoarjo berkisar antara 30–41 spesies dengan kelimpahan berkisar antara 2.552.450 – 5.000.000 individu/m3 - Hasil Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) berkisar antara 0.6 – 1.46, Indeks Kemerataannya (E’) berkisar antara 0.23-0.49 dan indeks Dominansi (D) berkisar antara 0.26-0.73. Rendahnya nilai keanekaragaman dan kemerataan ini, disebabkan karena tingginya nilai didominasi oleh spesies Oscillatoria tenuis, Oscillatoria sp1 dan Oscillatoria sp2. Sehingga Sungai Aloo memiliki kecenderungan kestabilan komunitasnya rendah. - Hasil pengukuran parameter kualitas air (parameter bahan organik) menunjukkan Sungai Aloo, Sidoarjo berada dalam kondisi tercemar ringan, dengan nilai indeks Pencemarannya (IP) 1.65-2.20.

Daftar pustaka Anonim. 2007. Dampak Lingkungan dari Genangan Lumpur Porong. BPK-RI dan Universitas Brawijaya. Malang. Anonim, 2010. http://www.wellesley.edu/Environment alStudies/ Curriculum/ES%20101/ Water%20quality.pdf diakses Jam 1.03 Pada Tanggal 19 Januari 2011. Conradie,K.R.; S. Du Plessis and A. Venter. 2008. School of Environmental Sciences and Development: Botany. South Africa. South African Journal of Botany 74 (2008) 101–110. Dianthani, Dhani. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur. Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bogor. Bogor. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya danLingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta

Ferianita, Melati – Fachrul; Herman Haeruman dan Listari C. Sitepu. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai BioIndikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Universitas Trisakti. Jakarta. Ferianita, Melati – Fachrul; Setijati Hartinah E., dan Monika Wulandari. Komposisi dan Model Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Sungai Ciliwung, Jakarta. Universitas Trisakti. Jakarta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :115, pada Lampiran II. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran. Kumara, Pramila, Sharda Dhadse, P.R. Chaudhari and S.R. Wate. 2008. A Biomonitoring of Plankton to Assass Quality of Water in the Lakes of Nagpur City. Proceedings of Taal 2007:The 12th World Lake Conference: 160-164. Panich-pat, Thanawan; Warin Yenwaree and Rattiya Ongmali. 2009. Department of Science, Faculty of Liberal Arts and Science, Kasetsart University, Kamphaeng Saen Campus, Nakhon Pathom. Journal Environ. Res 31 (2):1-14 Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2008. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2/ 2008/ Lampiran . Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur. Maguran, Anne E.. 1983. Ecological Diversity and Its Measurement. Department of Zoology. University of Oxford Nirarita, CH. Endah. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Wetlands Indonesia – Indonesia Programme. Bogor. Nuhu, AA and S. Ahmad. 2008. Characterization of Biotic and Abiotic Profile of Greenhouse Evaporative Cooling System Fouling. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, September 2008. Universytas Of Benin. Nigeria Pirzan, Andi Marsabuana dan Petrus Rani P..2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, kabupaten Takalar,

Sulawesi Selatan. Jurnal Biodiversias volume 9 no.3, hal 217 -221 Prihantini, Nining Betawati. 2008. Biodiversitas Cyanobacteria Dari Beberapa situ/danau Di kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta. Rangpan, Vichit. 2008. Effects of Water Quality on Periphyton in The Pattani River, Yala Municipality, Thailand. Thesis Submitted in Fulfillment of The Requirements For The Degree of Doctor of Philosophy, Universitas Sains Malaysia. Malaysia Suwondo, Elya Febrita, Dessy dan Mahmud Alpusari. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Universitas Riau. Pekanbaru.

Venter, A. A Jordaan and AJH Pieterse. 2003. Oscillatoria simplicissima: A taxonomical study. School of Environmental Sciences and Development: Botany. South Africa. Journal Water SA Vol. 29 No. 1 Wibisono, M. S.. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta. Yanti, Devie. 2009. Fitoplankton Penyebab Harmful Algae Blooms (HABs) di Perairan Sidoarjo.Tugas Akhir. Program Studi Biologi. FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Yuliana. 2007. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Parameter Fisika – Kimia Perairan di Danau Laguna, Ternate, Maluku Utara. Universitas Khairun, Maluku Utara