ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KOPI ARABIKA

Download 4 Des 2016 ... Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ... areal perkebunan, jumlah produksi kopi arabika juga mengalami peningkatan pad...

0 downloads 390 Views 530KB Size
Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KOPI ARABIKA KINTAMANIBANGLI I Dewa Gede Yoga Priantara1, Sri Mulyani2, I Ketut Satriawan2 1

Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UNUD 2 Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UNUD E-mail: [email protected] E-mail koresponden: [email protected]

ABSTRACT Coffee is one of the main commodity than 40 national commodities and is the competitive commodities in Bali. Bangli Regency are the regency with the highest total arabica coffee production in Bali with total production of 2.476,541 tons. Of the four district in Bangli, the district of Kintamani has the highest arabica coffee production amounted to 2.314 tons. The role of government policy in the increased development of plantations not only to increase production but is more geared to increasing value added. The added value gained from the development of processed products are much higher when compared to primary products. This study aims to determine the added value of the processing of arabica coffee in any processed products. This research was conducted in the district of Kintamani, Bangli Regency in March until April 2016. Selected respondent, namely 15 units of processing in the area of Kintamani. The analysis used analysis of the value-added method Hayami of processing Hs coffee, Ose coffee and coffee powder. Advantages of this method is the ease of use and provide comprehensive information for businesses and investors. The results showed that the added value obtained from processing Hs coffee Rp. 9.918 / kg, Ose coffee generated added value Rp. 40.749 / kg and coffee powder obtain added value Rp. 118.057 / kg. Keywords : Arabica coffee, value-added, Hayami method

PENDAHULUAN Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dari 40 komoditas unggulan nasional dan termasuk komoditas unggulan utama di Provinsi Bali. Data Statistik Perkebunan Provinsi Bali menunjukan peningkatan luas areal perkebunan kopi arabika pada periode tahun 2009 seluas 8.205 hektar meningkat menjadi 13.155 hektar pada tahun 2014 (Disbun, 2015). Seiring peningkatan luas areal perkebunan, jumlah produksi kopi arabika juga mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu sebesar 3.135,750 ton dan meningkat menjadi 4.183,924 ton pada tahun 2014. Kabupaten Bangli merupakan kabupaten yang memiliki

jumlah produksi

kopi

tertinggi

dibandingkan

dengan kabupaten lainnya di Provinsi Bali. Jumlah produksi kopi di Kabupaten Bangli pada tahun

2014 yaitu sebesar 2.476,541 ton (Disbun, 2015). Kabupaten Bangli memiliki agroklimat yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kopi arabika (Coffea arabika) yang membutuhkan kawasan 0

0

dengan ketinggian antara 900 m dpl – 1700 m dpl dan suhu antara 16 C – 20 C (Najiyati dan Danarti, 2004).Kecamatan Kintamani memiliki agroklimat yang paling sesuai dengan syarat tumbuh kopi arabika, di antara 4 kecamatan di Bangli adalah sebesar 2.476 ton dan 93,46% (2.314 ton) dihasilkan di Kecamatan Kintamani (Disbun, 2015). Unit pengolahan merupakan sarana yang dibentuk oleh subak abian sebagai tempat bagi petani yaitu anggota subak untuk mengolah hasil kopi yang dimiliki sehingga dapat membentuk nilai tambah. Unit pengolahan yang berada di Kecamatan Kintamani termasuk ke dalam kawasan 33

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) pada tanggal 5 Desember 2008 dimana syarat utamanya harus melakukan pengolahan basah pasca panen kopi pada kawasan Kintamani (Atmaja, dkk., 2015). Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja (Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting dilakukan petani guna meningkatkan pendapatannya. Proses pembentukan nilai tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi Hs, kopi Ose dan kopi bubuk.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai tambah kopi arabika di Kecamatan KintamaniKabupaten Bangli pada proses pengolahan kopi gelondong menjadi kopi Hs, kopi Hs menjadi kopi Ose dan kopi Ose menjadi kopi bubuk.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli pada 15 Unit Pengolahan Hasil (UPH) yang tergabung ke dalam kawasan MPIG kopi arabika Kintamani. Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret hingga April 2016. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu survei pendahuluan, perumusan masalah dan penetapan tujuan penelitian, penentuan lokasi,penyusunan kuisioner, penentuan responden, penyebaran kuisioner dan wawancara serta analisis nilai tambah. Penelitian ini difokuskan pada perhitungan nilai tambah di setiap produk olahan kopi arabika yaitu proses pengolahan kopi gelondong merah menjadi kopi Hs, kopi Hs menjadi kopi Ose dan kopi Ose menjadi kopi bubuk. 1.

Penentuan Lokasi Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Kintamani, Kabupaten

Bangli. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi penelitian diantaranya : (1) Kabupaten Bangli merupakan kabupaten dengan tingkat produksi kopi arabika paling tinggi di Provinsi Bali ; (2) Kecamatan Kintamani memiliki luas wilayah perkebunan kopi arabika dengan produksi tertinggi di Kabupaten Bangli ; (3) Petani kopi arabika di Kintamani sudah menggunakan metode olah basah pada penanganan pascapanennya, sehingga dalam pengolahan nilai tambahnya menggunakan teknologi pengolahan yang tepat guna ; dan (4) Kopi arabika Kintamani telah mendapat perlindungan Indikasi Geografis (IG), yang mensyaratkan beberapa tahapan harus dilakukan di dalam kawasan meliputi produksi gelondong merah, pengolahan hingga kopi Hs dan penyimpanan. 34

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Mulai

Survei Pendahuluan Perumusan Masalah dan PenetapanTujuan Penelitian Penentuan Lokasi (Purposive Sampling) Penyusunan Kuisioner Penentuan Responden Penyebaran Kuisioner Dan Wawancara Analisis Nilai Tambah Nilai Tambah Kopi Arabika

Selesai Gambar1. Diagram alir penelitian 2.

Penyusunan Kuisioner Kuisioner penelitian berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Tahapan penyusunan kuisioner penelitian dilakukan berdasarkan parameter penelitian berupa jumlah dan bahan baku kopi yang diproduksi, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi, upah tenaga kerja, biaya produksi yang dikeluarkan, jumlah dan biaya tambahan yang dikeluarkan, jumlah hasil produksi, harga produk/kg. 3.

Penentuan Responden Penentuan responden dilakukan dengan cara purposiveterhadap Unit Pengolahan Hasil (UPH)

yang berada di Kecamatan Kintamani. Kecamatan Kintamani memiliki 30 UPH yang telah terdaftar pada Indikasi Geografis (IG) Kopi Kintamani (Anonim, 2014). Dari 30 UPH diambil 50% dari total UPH yang berada di Kecamatan Kintamani yaitu sebanyak 15 UPH yang terpilih dengan cara pengundian dan menggunakan syarat tidak diperbolehkannya UPH yang berada di desa yang sama.

35

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

4.

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Analisis Nilai Tambah Nilai tambah adalah selisih antara biaya output dan nilai input (Feifi, et al., 2010). Tahapan

analisis nilai tambah memiliki variabel berupa hasil produksi (output), bahan baku (input), tenaga kerja, harga bahan baku dan harga produk, upah tenaga kerja, serta jumlah input lain yang digunakan. Analisis nalai tambah menggunakan metode Hayami, menghasilkan nilai tambah yang diterima pada setiap elemennya. Kelebihan metode ini pada kemudahan pemahaman dan penggunaannya, serta memberikan informasi cukup lengkap untuk pelaku maupun investor serta pekerja. Besarnya nilai tambah dari pengolahan kopi dapat dihitung dengan menggunakan komponen-komponen struktur produksi pada Tabel 1. (Hayami, et al., 1987). Tabel 1.Analisis Nilai Tambah Metode Hayami No. Variabel Satuan I. Output, Input, Harga 1. Output Kg 2. Input Kg. 3. Tenaga Kerja HOK. 4. Faktor Konversi 5. Koefisien Tenaga Kerja HOK/Kg 6. Harga Output Rp 7. Upah T.Kerja Rp/HOK II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku Rp/Kg 9. Sumbangan Input Lain Rp/Kg 10. Nilai Output Rp/Kg 11. a. Nilai Tambah Rp/Kg b. Rasio Nilai Tambah % 12. a. Pendapatan Tenaga Kerja Rp/Kg b. Pangsa Tenaga Kerja % 13. a. Keuntungan Rp/Kg b. Tingkat Keuntungan % III. Balas Jasa Faktor Produksi 14. Margin Rp/Kg a. Pendapatan Tenaga Kerja % b. Sumbangan Input Lain % c. Keuntungan Perusahaan % Sumber : Hayami, et al., 1987

Nilai (1) (2) (3) (4) = (1)/(2) (5) = (3)/(2) (6) (7) (8) (9) (10) = (4) x (6) (11a) = (10)-(9)-(8) (11b) = (11a/10) x 100% (12a) = (5) x (7) (12b) = (12a/11a) x 100% (13a) = (11a) – (12a) (13b) = (13a/11a) x 100% (14) = (10) – (8) (14a) = (12a/14) x 100% (14b) = (9/14) x 100% (14c) = (13a/14) x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian o

o

Secara geografis Kabupaten Bangli terletak pada 115 13’ 43” sampai 115 27’ 24” Bujur o

o

Timur dan 8 08’ 30” sampai 8 31’ 07” Lintang Selatan. Kecamatan Kintamani terletak pada ketinggian 900-1550 m dengan kemiringan lereng 1-60%. Berdasarkan ketinggian di kawasan Kintamani, ketinggian tersebut sesuai untuk budidaya kopi arabika karena memiliki tanah vulkanik etisol dan inceptisol. Ketinggian antara 900 m sampai dengan 1.550 m dpl merupakan ketinggian yang ideal karena kebanyakan kopi arabika berada pada ketinggian 1.100 m dpl. Perbedaan suhu 36

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

o

o

antara siang dan malam yang berkisaran 15 C sampai dengan 25 C sepanjang tahun merupakan faktor yang penting bagi kopi arabika(Anonim, 2014). Secara administratif Kecamatan Kintamani terdiri dari 48 desa dengan luas mencapai 36.692 are atau 70,45% dari luas wilayah Kabupaten Bangli bahkan merupakan kecamatan terluas di Provinsi Bali. Jumlah penduduk di Kecamatan Kintamani mencapai 120.743 jiwa yang terdiri dari 25.444 kepala keluarga dengan tingkat pertumbuhan 1,35 % (Anonim, 2013). Rata-rata pengalaman usahatani kopi di Kecamatan Kintamani selama 15 tahun, yang menunjukkan petani terampil dalam mengelola usahataninya. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani adalah 4 orang dan pada umumnya yang terlibat dalam kegiatan usahatani hanya kepala keluarga dan istri, sehingga sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja tambahan luar keluarga (Atmaja, dkk., 2015). Karakteristik Responden Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 15 responden yang mewakili masing-masing UPH yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dapat dilihat karakteristik responden seperti uraian berikut. 1.

Produksi Gelondong Merah Proporsi responden berdasarkan total produksi buah kopi yang diolah selama satu musim

panen pada tahun 2015 yaitu 40% (6 responden) menghasilkan total produksi kopi gelondong sebesar 1-100 ton permusim dengan rata-rata produksi 81,6 ton, 40% (6 responden) menghasilkan total produksi kopi gelondong sebesar 101-200 ton dengan rata-rata produksi 168,3 ton permusimnya, 13% (2 responden) menghasilkan kopi gelondong sebesar 201-300 ton dengan ratarata 285 ton permusimnya dan 7% (1 responden) menghasilkan total produksi kopi gelondong sebesar 301-400 ton per musimnya (Gambar 2).

7% 13%

40% 40%

1-100 ton

101-200 ton

201-300 ton

301-400 ton

Gambar 2. Produksi Kopi GelondongPada UPH di Kintamani Gelondong merah merupakan bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan berbagai macam produk olahan kopi. Rata-rata total produksi kopi gelondong pada unit pengolahan di Kecamatan Kintamani yaitu sebesar 164,7 ton gelondong sekali musim panen. Saat ini peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan produksi akhir kopi (Sembiring, dkk., 2014).

37

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

2.

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Luas Lahan Luas lahan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produksi usahatani.

Semakin luas lahan yang dimiliki petani maka semakin besar balas jasa yang diterima petani (Aklimawati, 2014). Proporsi responden berdasarkan luas lahan yaitu 20% (3 responden) memiliki luas lahan 1-50 are, 60% (9 responden) memiliki luas lahan 51-100 are, 13% (2 responden) memiliki luas lahan 101-150 are dan sisanya 7% (1 responden) memiliki luas lahan 151-200 are. Proporsi responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Gambar 3.

7% 13% 20% 60%

1-50 are

51-100 are

101-150 are

151-200 are

Gambar 3. Luas Lahan Kebun Kopi Pada UPH di Kintamani UPH di Kecamatan Kintamani memiliki lahan perkebunan kopi yang berdekatan dengan bangunan UPH. Lahan perkebunan kopi arabika di Kintamani menggunakan sistem tumpang sari, perkebunan kopi arabika berdampingan dengan tanaman jeruk sehingga mempengaruhi cita rasa kopi. Selain berdampingan dengan tanaman jeruk, perkebunan kopi juga diberikan tanaman naungan yaitu pohon dapdap. 3.

Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah hasil produksi kopi arabika yaitu 27% (4

responden) menggunakan tenaga kerja 1-5 pekerja, 60% (9 responden) menggunakan tenaga kerja 6-10 pekerja sedangkan 13% (2 responden) menggunakan tenaga kerja 11-15 pekerja. Tenaga kerja yang digunakan mendapatkan upah harian sebesar Rp 55.000 – Rp 60.000 dengan 7-8 jam kerja perharinya. Jika memasuki musim panen raya yaitu bulan kedua dan ketiga setelah masa panen tenaga kerja harian yang digunakan tentunya akan meningkat sesuai dengan keperluannya.Tenaga kerja yang digunakan UPH sebagian besar adalah tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga,hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi sehingga memperoleh keuntunggan yang tinggi. Proporsi responden tenaga kerja dapat dilihat pada Gambar 4.

13%

27%

60%

1-5 pekerja

6-10 pekerja

11-15 pekerja

Gambar 4. Tenaga Kerja Pengolahan Pada UPH di Kintamani 38

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

4.

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Luas Bangunan Proporsi responden berdasarkan luas bangunan unit pengolahan di Kecamatan Kintamani

sebanyak 67% (10 responden) memiliki luas bangunan unit pengolahan sebesar 1-5 are, 20% (3 responden) memiliki luas bangunan unit pengolahan sebesar 6-10 are, sisanya sebanyak 13 % (2 responden) memiliki luas bangunan unit pengolahan sebesar 11-15 are. Grafik responden berdasarkan luas bangunan dapat dilihat pada Gambar 5.

13% 20%

67%

1-5 are

6-10 are

11-15 are

Gambar 5. Luas Bangunan UPH di Kintamani Bangunan yang luas dapat digunakan untuk menampung mesin pengolahan yang berkapasitas besar dan juga dapat menampung hasil produksi yang tinggi. Ada beberapa UPH yang memiliki bangunan untuk mengeringkan kopi sendiri sehingga tidak memerlukan biaya untuk mengeringkan kopinya ke luar UPH. Semakin luas bangunan yang dimiliki UPH dapat menandakan jumlah produksi kopi arabika pada UPH tersebut semakin tinggi. Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai (Hardjianto, 1993). Perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami berdasarkan pada kegiatan pengolahan kopi arabikagelondong merah menjadi kopi Hs, kopi Hs menjadi kopi Ose serta kopi Ose yang diolah menjadi kopi bubuk pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.

39

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Tabel 2. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Kopi Arabika Kintamani Variabel I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Output, Input dan Harga Output (kg) Input (kg) Tenaga Kerja (HOK) Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja (HOK/kg) Harga Output (Rp/Kg) Upah T. Kerja (Rp/HOK)

II. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

III. 14. a. b. c.

Kopi Hs

Kopi Bubuk

0,009 42.733 86.000

358 436 18 0,8 0,041 58.300 175.000

21 30 6 0,7 0,200 180.000 58.750

Penerimaan dan Keuntungan Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) Nilai Output (Rp/Kg) a. Nilai Tambah (Rp/Kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) b. Pangsa Tenaga Kerja (%) a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Tingkat Keuntungan (%)

6.133 1.041 17.093 9.918 58 3.509 35 6.409 64,6

6.200 921 47.870 40.749 85 7.224 17 33.524 82,2

6.375 3.068 127.500 118.057 92 11.750 10 106.307 90,0

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi Margin (Rp/Kg) Pendapatan Tenaga Kerja (%) Sumbangan Input Lain (%) Keuntungan Perusahaan (%)

10.960 32,02 9,50 58,48

41.670 17,33 2,21 80,45

121.125 9,65 2,53 87,76

Perhitungan nilai tambah dari

1.760 4.400 40 0,4

Nilai Kopi Ose

berbagai elemen menunjukan bahwa

proses produksi

pengolahan kopi gelondong merah menjadi kopi Hs, telah menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 9.918 / kg dengan rasio nilai tambah sebesar 58 % dari nilai produk.Proses pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose menghasilkan nilai tambah Rp. 40.749 / kg dengan rasio nilai tambah sebesar 85% dari nilai produk. Pengolahan kopi Ose menjadi kopi bubuk memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 118.057 / kg dengan rasio nilai tambah sebesar 92 % dari nilai produk. Proses pembentukan nilai tambah terbesar terjadi pada proses pengolahan nilai tambah kopi bubuk, hal ini dikarenakan proses pengolahan kopi bubuk melalui beberapa tahapan proses pengolahan yang lebih banyak sehingga harga output yang diberikan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proses pengolahan produk kopi lainnya. Menurut kriteria pengujian Hubeis (1997), rasio nilai tambah dikatakan rendah apabila memiliki persentase dibawah <15% ; sedang apabila memiliki persentase antara 15%-40% ; dan tinggi apabila memiliki persentase diatas >40%. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat diperoleh hasil bahwa nilai tambah pada kopi arabika di Unit Pengolahan Kintamani tergolong pada rasio nilai tambah tinggi. Hal ini dikarenakan rasio nilai tambah di setiap proses pengolahan kopi arabika memiliki persentase diatas 40%.

40

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan yang dilakukan Unit Pengolahan Hasil (UPH) yang berada di kawasan Kintamani dalam proses produksi pengolahan kopi gelondong merah menjadi kopi Hs, telah menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 9.918 / kg, proses pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose menghasilkan nilai tambah Rp. 40.749 / kg dan untuk pengolahan kopi Ose menjadi kopi bubuk memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 118.057 / kg. Nilai tambah yang diperoleh tergolong pada rasio nilai tambah tinggi (diatas 40%). Saran Petani kopi arabika di Kintamani sebaiknya lebih memfokuskan peningkatan nilai tambah dibandingkan peningkatan hasil produksi kopi arabika. Hal ini tentunya dapat dilihat berdasarkan pada peningkatan nilai tambah kopi arabika di Kecamatan Kintamani tergolong pada rasio nilai tambah yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Atmaja, I P. E.P., I M. Tamba, dan C. Kardi. 2015. Peningkatan Pendapatan Petani Kopi Arabika Peserta Unit Pengolahan Hasil (Kasus di Desa Belok Sidan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. AGRIMETA. Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem 1 (1) : 32-42. Anonim. 2013. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2013. Pokja Sanitasi Kabupaten Bangli. Bangli. Anonim. 2014. Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Kawasan Kopi Arabika Kintamani Bali. Denpasar. Aklimawati, L., Yusianto, dan S. Mawardi. 2014. Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung Tambora, Sumbawa. Jurnal Pelita Perkebunan. 30 (2) : 159-180. Disbun Bali. 2015. Statistik Perkebunan Bali Tahun 2014. Dinas Perkebunan Provinsi Bali. Denpasar. Feifi, D., S. Martini, R. Astuti, and S. Hidayat. 2010. Added Value and Performance Analyses of Edamame Soybean Supply Chain: A Case Study. Journal Operations & Supply Chain Management. 3 (3) : 148-163. Hardjianto, W. 1993. Bahan Kuliah Manajemen Agribisnis. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Hayami, Y., Y. Kawagoe, M. Morookadan, and Siregar. 1987. Agricultural Marketing ang Processing in Up Land Java A Perspective From A Sunda Village : CGPRT Centre. Bogor. Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41

Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI

ISSN: 2503-488X, Vol. 4. No. 4. Desember 2016 (33-42)

Najiyati, S., dan Danarti. 2004. Budidaya Tanaman Kopi dan Penanganan Pasca Panen : Penebar Swadaya. Jakarta. Sembiring, N., I K. Satriawan, dan I A. M. Tuningrat. 2014. Nilai Tambah Proses Pengolahan Kopi Arabika Secara Basah (West Indischee Bereding) dan Kering (Ost Indischee Bereding) Di Kecamatan Kintamani, Bangli. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri. 4 (2) : 61-72.

42