ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI ROTI :

Download Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008 dimaksud, pemilik akan melakukan uji coba terhadap merk lain dan menentukan penggantinya. Apabila ko...

0 downloads 413 Views 112KB Size
Analisis Pengendalian Mutu Produksi Roti (Kasus PT. AC, Tangerang) 1

2

2

Henny Tisnowati , Musa Hubeis dan Hartrisari Hardjomidjojo Abstract

Quality control (QC) is an absolute condition to maintain an industry or companies’ existents in long term period. Unfortunately, there are a lot of small and medium scale industries still ignore the QC of their operation activities. In this case, studies had been done to analyze QC of bread production at PT. AC. The analysis of production QC problem at PT. AC Tangerang used Statistical Quality Control (SQC) method, using Cause-Effect Diagrams, Pareto Diagrams, and Control Chart Method. The result of analysis showed that the QC was done by the company only at critical control points of bread processing and selection of finishing product’s quality which use five senses. In other word, they have not done preventive quality control yet, that is all the information did not use to find out the causal facts of failure product. The recommendation could be given to the company, they should have a QC team or if it is possible, a special unit that does QC, whereas at short term able to analyze and find out the solution of uncontrolled production process, such as QC concept using Deming Plan-Do-Check-Action (PDCA) cycle continuously. That step is followed by making new form and used SQC method to do the analysis of product’s quality data. In long term, this unit can bring company to get ISO. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang PT. AC bergerak dalam bidang usaha industri dan perdagangan roti tawar, roti manis dan bagelen dengan orientasi pemasaran lokal (100%). Usahanya dimulai dari usaha pembuatan roti (home industry) dan dijual khusus melalui outlet milik sendiri yang menyatu dengan rumah tinggal pemilik hingga tahun 1989. Selanjutnya, usaha diperluas dengan menyewa tempat untuk pabrik dan pemasaran tidak melalui outlet, tetapi langsung kepada konsumen dengan menggunakan jasa pedagang keliling (gerobak dan sepeda) dan ke toko-toko. Perusahaan memproduksi berbagai jenis roti manis, roti tawar dan bagelen dengan berbagai rasa, mutu dan merk dagang. Mutu produk dibedakan berdasarkan komposisi resep (ingredients) dengan harga jual yang berbeda-beda dan masing-masing produk mempunyai pangsa pasar yang berbeda. Menurut Juran (1979), mutu merupakan kecocokan untuk digunakan, produk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan serta memberi jaminan kepercayaan pada konsumen. Selain itu, Fiegenbaum (1991) menyatakan bahwa mutu produk yang dihasilkan harus memenuhi harapan pelanggan. 2. Permasalahan Di balik daya tahan yang dimiliki, banyak kendala yang dihadapi IKM, khususnya dalam menghadapi era globalisasi. Salah satunya adalah masalah mutu produk yang dihasilkan, terutama oleh IKM produk pangan. Dalam hal ini, banyak pihak manajemen IKM produk pangan belum menyadari pentingnya penerapan QC dalam proses produksinya, sementara instrumen legislasi/peraturan dunia, bahkan dalam negeri semakin ketat mensyaratkan mutu produk berorientasi pada kepuasan dan keamanan pelanggan. Sebagai ilustrasi UU No. 8 tahun 1999 (Ariani, 1999) yang mewajibkan pelaku usaha untuk : a. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. b. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan. c. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. d. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 1 2

Alumni PS MPI, SPs IPB Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB

52 Seiring dengan hal tersebut, maka tuntutan yang semakin meningkat dari konsumen telah mengakibatkan persyaratan akan mutu produk dan jasa semakin tinggi, kemudian diikuti dengan harga produk yang makin rendah, serta jaringan dan jangka waktu distribusi barang yang makin luas dan cepat. PT. AC Tangerang yang merupakan obyek kajian, masih termasuk dalam kategori IKM dan merupakan salah satu industri produk pangan (roti), yang cepat atau lambat akan menghadapi permasalahan dalam hal tuntutan akan mutu produk yang semakin meningkat dari pelangganpelanggannya. Apalagi saat ini semakin banyak pilihan jenis dan merk roti di pasaran, maka apabila perusahaan ingin tetap bertahan di masa mendatang perlu mempertimbangkan pengembangan mutu produk secara lebih serius. 3. Tujuan Tujuan umum kajain ini adalah untuk melakukan analisa terhadap penerapan pengendalian mutu pada salah satu industri kecil/menengah roti. Tujuan khususnya adalah : a. Memperoleh hasil kajian dan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi roti pada PT. AC, Tangerang. b. Mengkaji alternatif upaya perbaikan atau rekomendasi yang mungkin dilakukan dalam penerapan pengendalian mutu pada perusahaan bersangkutan.

METODOLOGI 1. Lokasi Lokasi kajian dari penelitian ini adalah sebuah perusahaan pembuat roti, yaitu PT. AC yang berada di Tangerang, Jawa Barat. 2. Metode Kerja Analisa terhadap permasalahan proses pengendalian mutu produk roti PT. AC, dilakukan dengan menggunakan SQC dalam mengamati data defect product (Devitsiotis, 1981). SQC ini merupakan pendekatan kuantitatif yang dikelompokkan menjadi : a. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat) Diagram ini dapat menjadi alat pengendalian proses statistika untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab. Selain itu, diagram ini dapat memisahkan penyebab dari gejala, memfokuskan perhatian pada hal-hal yang relevan dan dapat diterapkan pada setiap masalah. Pada dasarnya, diagram ini digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan seperti membantu mengidentifikasikan akar dari penyebab suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. b. Pareto Diagram (Diagram Pareto) Diagram Pareto adalah diagram batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Setiap permasalahan diwakili oleh satu diagram batang. Masalah yang paling banyak terjadi akan menjadi diagram batang yang paling tinggi, sedangkan masalah yang paling sedikit akan diwakili oleh diagram batang yang paling rendah. c.

Control Chart Method Grafik ini mempunyai bentuk yang terdiri dari tiga buah garis mendatar sejajar yang terletak pada sumbu tegak, yaitu : 1) sumbu vertikal menunjukkan persentase kerusakan barang yang sedang diselidiki 2) sumbu horizontal menunjukkan hari produksi yang diselidiki 3) garis sentral menggambarkan nilai baku yang akan menjadi pangkal perhitungan terjadinya penyimpangan hasil-hasil pengamatan untuk tiap contoh Apabila data hasil pengukuran berada di luar batas tersebut, maka proses dianggap out of control (di luar batas kendali) sehingga perlu diperbaiki. Grafik kendali merupakan perangkat statistika yang memberikan kemungkinan suatu organisasi dapat mengetahui sekaligus memantau konsistensi suatu proses atau produk yang dihasilkan melalui pengamatan yang sedang berlangsung dan proses yang telah dilakukan (Montgomery, 1990).

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

53 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Umum a. Manajemen Perusahaan Direktur Utama adalah Bapak HS, yang sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha ini sejak tahun 1989. Sebelumnya yang bersangkutan bekerja di pabrik lampu, sedangkan bisnis pembuatan roti ditangani oleh istrinya (AD) sejak tahun 1984. Saat ini, Ibu AD bertindak sebagai Komisaris dan tugas-tugas operasional telah didelegasikan kepada para pegawainya. Namun demikian, Bapak HS bersama istri tetap mengawasi jalannya usaha, serta berperan dalam pengambilan keputusan utama dan penentu kebijaksanaan perusahaan. Bentuk perusahaan adalah Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Akte Pendirian No. 40 tanggal 27-08-1992 dan Akte Perubahan No. 41 tanggal 11-08-1993. b. Struktur Organisasi dan Kepegawaian PT. AC telah memiliki struktur organisasi perusahaan dengan pendelegasian wewenang dan job description sesuai dengan kapasitas personalia yang ada. Struktur organisasi yang digunakan adalah struktur organisasi garis, di mana setiap atasan mempunyai sejumlah bawahan yang akan memberikan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugasnya kepada atasan atas wewenangnya dan tunduk kepada atasannya secara langsung (Gambar 1). KOMISARIS

DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR OPERASIONAL

MANAJER KEUANGAN DAN UMUM 1. Bagian Keuangan dan Akuntansi 2. Bagian Pembelian 3. Bagian Personalia 4. Bagian Umum 5. Bagian Keamanan

MANAJER PABRIK

1. Bagian Produksi 2. Bagian Pemeliharaan dan Perbaikan 3. Bagian Gudang

MANAJER PEMASARAN

1. Bagian Distribusi 2. Bagian Pemasaran

Gambar 1. Struktur organisasi (PT. AC, 2002) Jumlah pegawai saat ini sekitar 150 orang dengan latar belakang pendidikan beragam (SMP sampai Sarjana). Persyaratan yang ditetapkan bagi calon karyawan dibedakan menurut fungsi administratif, fungsi pengawasan dan fungsi operasional pabrik. c. Produk Perusahaan Perusahaan memproduksi berbagai jenis roti manis, roti tawar dan bagelen dengan berbagai rasa, kualitas dan merk dagang. Mutu produk dibedakan berdasarkan komposisi resep dengan harga jual yang berbeda-beda. Masing-masing produk mempunyai pangsa pasar yang berbeda. d. Peralatan Produksi Peralatan produksi merupakan unsur dari proses produksi yang penting dan membutuhkan pemeliharaan rutin dan berkala. Peralatan yang digunakan dalam perusahaan ini adalah : 1) Pencampur adonan (mixer) Terdapat tiga mesin pencampur adonan dengan jenis spiral mixing machine, buatan tahun 1995 dan memiliki kapasitas 60 kg/jam.

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

54 2) Penghalus adonan (breaker) Dengan alat ini adonan dihaluskan kembali setelah dilakukan fermentasi pertama. Perusahaan menggunakan 3 unit dough breaker buatan tahun 1990 (2 unit) dan tahun 1994 (1 unit). 3) Pembagi dan pembulat adonan (devider dan rounder) Prinsip kerja dari alat ini adalah membagi adonan menjadi potongan-potongan yang siap diolah lebih lanjut. Perusahaan memiliki 2 unit semi auto devider dan rounder buatan tahun 1995 dan 1990 dengan kapasitas 36 buah per jam. 4) Alat pemulung/moulder Dengan alat ini adonan dicetak sekaligus untuk dimasukkan ke dalam loyang-loyang. Terdapat 3 unit dough moulder buatan tahun 1990 (2 unit) dan tahun 1996 (1 unit) yang digunakan perusahaan ini. 5) Ruang fermentasi/proofer room Dalam proofer room, adonan diistirahatkan agar terjadi fermentasi akhir sebelum adonan 0 dibakar dan suhu dipertahankan hangat (± 38 C). Perusahaan memiliki 3 unit retarded proofer room buatan tahun 1995. 6) Alat pemanggang roti/Oven Perusahaan memiliki tiga buah pemanggang roti/oven dengan jenis rotary oven buatan tahun 1996 berkapasitas 1.500 buah/jam untuk roti manis dan 800 buah/jam untuk roti tawar. Pada oven rotari ini, loyang berisi adonan akan dirotasi selama pemanggangan, sehingga pemanasan merata. Untuk meningkatkan pemerataan dan pemindahan panas, digunakan blower, agar terjadi sirkulasi udara panas di dalam ruangan pemanggangan. e. Proses Produksi Pelaksanaan proses produksi di PT AC melibatkan dua bagian yang saling terkait dalam menentukan mutu hasil produksi, yaitu bagian gudang dan bagian produksi. Mutu dari roti telah ditentukan sejak persiapan bahan di bagian gudang. Kesalahan penimbangan dan pemberian salah satu unsur bahan yang diminta (diorder) oleh bagian produksi akan mempengaruhi mutu roti yang dihasilkan. Pegawai di bagian ini adalah yang telah bekerja minimal tujuh tahun di perusahaan dan telah mampu melewati pelatihan khusus dari pemilik (Direktur Utama), antara lain pelatihan mengenai pengenalan, pemesanan dan penimbangan bahan baku serta penentuan komposisi bahan-bahan yang diperlukan untuk masing-masing resep roti. Keterkaitan bagian produksi dengan penjualan dan persiapan bahan di gudang dijabarkan pada Gambar 2. f.

Strategi Pemasaran Untuk mengatasi kondisi persaingan baik dengan perusahaan yang skala usahanya hampir sama maupun yang lebih kecil, perusahaan telah menerapkan beberapa strategi, antara lain : 1) membuat kemasan roti yang menarik, bahkan untuk roti murah dibuat inovasi dengan plastik pembungkus yang terkesan mahal. 2) menjaga mutu roti, baik dari segi rasa maupun daya tahan roti (tidak cepat basi). Roti dibuat dengan banyak pilihan rasa, sehingga dapat memenuhi selera konsumen. 3) memberi harga jual yang bersaing dan komisi untuk pihak agen dan pedagang keliling. 4) memberikan kelonggaran jangka waktu pembayaran kredit bagi pelanggannya, namun dilakukan secara selektif.

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

55

BAGIAN PEMASARAN

BAGIAN PRODUKSI

BAGIAN GUDANG BAHAN BAKU

REALISASI PENJUALAN DAN PESANAN ROTI HARIAN

RENCANA PRODUKSI HARIAN

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBELIAN BAHAN BAKU BERDASARKAN PENGALAMAN

ANALISA TREND PENJUALAN HARIAN

RENCANA PENJUALAN HARIAN

ORDER PRODUK HARIAN

RENCANA PRODUKSI PER SHIFT

ORDER BAHAN BAKU PER SHIFT

PELAKSANAAN PRODUKSI

RENCANA PENGELUARAN BAHAN BAKU PER SHIFT

PENGELUARAN BAHAN BAKU SESUAI KOMPOSISI

Gambar 2. Keterkaitan bagian produksi, penjualan dan gudang bahan baku (adaptasi dari PT. AC, 2002) 2. Hasil Kajian a. Titik-titik kritis pengendalian mutu Dilihat dari struktur organisasi (Gambar 1), tidak terdapat suatu unit atau seorang manajer dalam perusahaan yang khusus menangani atau membawahi masalah pengendalian mutu. Dalam pelaksanaannya, pengendalian mutu roti pada perusahaan tersebut dilakukan langsung oleh pegawai bagian gudang dan produksi. Pengendalian mutu terhadap produk roti dalam perusahaan masih dilakukan secara sederhana dan belum terdapat pengendalian khusus terhadap parameter-parameter mutu seperti parameter kimia (pH dan cemaran logam), mikrobiologi (kadar E. coli dan kapang) dan kapang kandungan bahan baku (kadar gula, lemak dan air) melalui penelitian laboratorium. Pengawasan yang dilakukan antara lain terhadap sifat fisik, bau dan rasa roti dilakukan hanya dengan menggunakan panca indera. Titik-titik kritis (critical point) dalam pengendalian mutu pada PT. AC, Tangerang terdapat pada proses-proses : 1) Pembuatan formula/resep roti Titik kritis utama dalam produksi roti di PT. AC, Tangerang adalah pembuatan formula/resep roti. Keberhasilan produk roti tergantung dari formula (resep) yang digunakan. Formula/resep roti akan menjadi acuan dalam pengeluaran bahan baku dari gudang, sehingga petugas gudang wajib memahaminya, agar dapat menjamin ketepatan komposisi bahan sesuai resep yang telah dibakukan. Resep dasar roti sudah digunakan perusahaan ini selama belasan tahun dan merupakan hasil percobaan berulang kali oleh Komisaris, sehingga dalam 10 tahun terakhir dinyatakan sebagai resep tetap dan tidak boleh dimodifikasi lebih lanjut. Formula/resep roti baru hanya dapat dibuat untuk jenis dan merk roti yang berbeda dengan yang telah ada. Penggunaan merk/jenis bahan baku, sedapat mungkin sama dengan merk sejak saat pertama kali produksi. Namun, apabila terjadi kelangkaan dari merk/jenis bahan baku

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

56 dimaksud, pemilik akan melakukan uji coba terhadap merk lain dan menentukan penggantinya. Apabila kondisi telah normal, maka akan digunakan merk semula. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu roti, agar pelanggan tidak mencari produk roti lain akibat perubahan rasa. 2) Pengendalian bahan baku Pengendalian bahan baku dilakukan dengan membuat catatan penerimaan dan pengeluaran bahan oleh bagian gudang. Untuk keperluan proses produksi, bagian gudang akan mengeluarkan bahan baku sesuai metode first in first out (FIFO). Metode ini digunakan berkaitan dengan sifat bahan baku roti yang mudah rusak (perishable) dan mempunyai masa kadaluarsa. Prosedur pemeriksaan bahan baku yang wajib dilakukan oleh staf bagian gudang dimulai dengan pemerikasaan fisik dan kemasan bahan baku yang diterma dari pemasok meliputi keutuhan kemasan, kebocoran, kesesuaian ukuran yang dipesan, masa kadaluarsa dan kerusakan lainnya. Apabila bahan baku yang dipesan jelek dan tidak sesuai, maka akan ditolak dan dikembalikan ke pemasok. Apabila bahan baku dinyatakan baik, akan ditempatkan dalam gudang dengan mencantumkan tanggal penerimaannya. Semua permintaan bahan baku akan disesuaikan dengan resep dimana pengeluarannya akan melewati satu pusat penimbangan yang diketahui, dicatat dan diparaf oleh petugas gudang yang berwenang. 3) Pemeliharaan peralatan dan mesin Perusahaan sangat memperhatikan pemeliharaan dan kebersihan alat-alat yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan tingkat keberhasilan produk akhir roti yang tergantung dari kelancaran operasi mesin dan higienitas/sanitasi peralatan yang digunakan, serta tempat penyimpanan peralatan. Untuk mengatasi terganggunya produksi roti akibat kerusakan mesin, telah dilakukan upaya-upaya berikut : i. Melakukan servis mesin-mesin setahun sekali secara periodik. ii. Melakukan servis besar mesin tiga tahun sekali yang dilakukan pada distributor/pusat servis produsen mesin. iii. Menempatkan operator dan teknisi mesin/mekanik pada setiap shift produksi minimal tiga orang setiap shift. Khusus untuk loyang, pembersihannya dilakukan minimal setiap dua kali pakai dan setiap kali dibersihkan dilakukan pemanasan kembali. Hal ini perlu dilakukan karena suhu dari loyang yang akan digunakan untuk mmbakar adonan dalam oven dapat menentukan lengket tidaknya produk akhir roti, sehingga dapat mempengaruhi mutu produk dari segi bentuk. 4) Pelaksanaan tahapan-tahapan proses produksi Pada prinsipnya pada pelaksanaan seluruh tahap proses produksi, yaitu mixing, dough breaking, deviding dan rounding, moulding, fermentasi, pemanggangan dan pengemasan telah dilakukan pengawasan mutu oleh perusahaan, seperti yang tercantum pada Tabel 1. Pengecekan terhadap titik-titik kritis dilakukan oleh pegawai bagian produksi atas dasar pengalaman yang dimiliki, tetapi belum dibuat pelaporan hasil pengecekan. Tabel 1. Pengawasan mutu yang telah dilakukan oleh perusahaan No. 1.

Tahap produksi Mixing

2.

Fermentasi I

3.

Dough Breaking

4.

Deviding dan rounding

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

Pengawasan mutu Melakukan penambahan es batu sebagai pengganti air dalam adonan agar suhu mixer tidak terlalu panas (maksimal o 45 C) - Memastikan waktu adukan sesuai dengan ketentuan (maksimal 30 menit untuk 1 bal adonan) Memastikan waktu fermentasi telah mencukupi (± 20 menit) Memastikan waktu penghalusan adonan sesuai yang ditentukan (± 15 menit) Memastikan pemasangan ukuran yang tepat untuk setiap jenis roti -

Tujuan Elastisitas adonan terjaga

Pengembangan pertama dari adonan optimal Struktur adonan mudah dibentuk Menjaga konsistensi ukuran roti

57 Lanjutan Tabel 1. No. 5.

Tahap produksi Fermentasi II

6.

Moulding

7.

Fermentasi Akhir

8.

Pemanggangan

9.

Sortasi

10.

Pengemasan

Pengawasan mutu Memastikan waktu fermentasi telah mencukupi (± 45 menit) - Memastikan penggunaan cetakan yang sesuai untuk tiap jenis roti - Memastikan rasa isi roti manis dan roombutter untuk bagelen - Memastikan suhu fermentasi telah sesuai (38° - 39°C) - Memastikan waktu fermentasi telah mencukupi (± 90 menit) Memastikan suhu pemanggangan telah sesuai (170°C) - Memastikan pemanggangan telah mencukupi (10 - 15 menit) Melakukan pemilihan dan pemisahan produk yang warna dan bentuknya tidak sesuai Melakukan pemeriksaan terhadap kemasan produk jadi dari segi penampakan fisik (tulisan dan warna) maupun fungsinya (robek atau kotor) sesuai jenisnya.

-

Tujuan Adonan mudah ditangani - Menjaga konsistensi bentuk roti sesuai jenisnya - Menjaga konsistensi rasa isi dan roombutter Menjaga agar ragi dapat menghasilkan zat-zat yang mampu memodifikasi adonan untuk menghasilkan roti empuk dan bercita rasa. Menjaga agar produk akhir roti tidak terlalu keras dan hangus akibat pemanggangan terlalu lama atau kurang matang. Menjaga agar produk dengan warna dan bentuk tidak sesuai tidak terjual ke konsumen Roti yang dikirim ke gudang tidak mengalami perubahan rasa, warna dan bentuk, serta baik tampilannya.

b. Penerapan SQC dalam pengendalian mutu Saat ini, PT. AC belum melakukan analisa khusus mengenai pengendalian mutu pada proses produksinya. Fokus perhatian perusahan adalah produk akhir roti yang baik dengan melihat bentuk, warna dan rasa. 1) Grafik Sebab Akibat Masalah-masalah yang biasa dihadapi oleh perusahaan, digambarkan pada suatu diagram sebab akibat (Gambar 3). 2) Diagram Pareto Diagram Pareto digunakan untuk menganalisa data PT. AC yang menyangkut jenis kerusakan yang terjadi bulan Agustus dan September 2002 (Tabel 2). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jenis kerusakan produk yang dominan terjadi pada bulan Agustus dan September 2002 adalah bentuk roti yang tidak seragam, seperti kulit terkelupas, ukuran lebih kecil dan bentuk roti manis yang tidak sesuai dengan isinya, roti yang terlalu hangus, sehingga menyebabkan warna roti menjadi terlalu coklat dan kemungkinan akan mempengaruhi rasa. Tabel 2. Jenis gagal produk yang terjadi bulan Agustus dan September 2002 pada PT. AC, Tangerang No. 1. 2. 3. 4.

Jenis gagal Bentuk tidak seragam Hangus Isi keluar Lain-lain Jumlah

Frekuensi (kali) Agustus 14 16 7 6

September 15 11 8 7

43

41

Frekuensi kumulatif (kali) Agustus September 14 15 30 26 37 34 43 41

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

58

LAINLAINLAIN LAIN

BAHAN BAKU

UKURAN KURANG

MUTU TIDAK SESUAI LISTRIK MATI

ALAT DAN MESIN RUSAK

KEBERSIHAN KURANG

KOMPOSISI TIDAK SESUAI RESEP

SUHU TIDAK SESUAI

LANGKA LEWAT MASA KADALUARSA

AIR BERSIH KURANG

MUTU ROTI KURANG BAIK

MIXING TIDAK OPTIMAL

TIDAK TELITI SUHU

WAKTU

DOUGH BREAKING TIDAK OPTIMAL

TIDAK HATI-HATI DEVIDING & ROUNDING TIDAK OPTIMAL

MOULDING

TIDAK TERAMPIL

PEMANGGANGAN SUHU

FERMENTASI TIDAK OPTIMAL

WAKTU

PERSONIL

PROSES PRODUKSI

18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

120.00

80.00 60.00 40.00

Persentase

100.00 Jumlah Produk Gagal Persentase kumulatif

20.00

Lain-lain

Isi keluar

Hangus

0.00

Bentuk tidak seragam

Jumlah

Gambar 3. Diagram sebab akibat untuk mengidentifikasi akar masalah “Mutu Roti Kurang Baik”

Jenis Gagal Produk

Gambar 4. Diagram Pareto untuk jenis gagal produk PT. AC, Tangerang

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

59

16 14 12 10 8 6 4 2 0

120.00 Jumlah Produk Gagal

Persentase

100.00 80.00 60.00 40.00

Persentase kumulatif produk gagal

20.00

Lain-lain

Hangus

Isi keluar

0.00

Bentuk tidak seragam

Jumlah

pada bulan Agustus 2002

Jenis Gagal Produk

Gambar 5. Diagram Pareto untuk jenis gagal produk PT. AC, Tangerang pada bulan September 2002 Dari Gambar 4 dan 5, perusahaan perlu memfokuskan diri untuk mencari penyebab terjadinya kegagalan produk terhadap bentuk tidak seragam dan roti yang terlalu hangus, karena keduanya akan memberikan dampak terbesar terhadap penambahan biaya produksi sebagai akibat produk gagal. 3) Grafik Kendali Saat ini, perusahaan melakukan pengendalian mutu dengan menggunakan parameter bentuk, warna dan rasa yang dilakukan secara indrawi. Oleh karena itu, grafik kendali yang digunakan untuk menganalisa PT. AC adalah grafik kendali data atribut pchart.

g

p

0.003 1

1 1

Proporsi

0.002

1

1

1 UCL=0.001843

P=0.001161 0.001 LCL=4.79E-04

1

1

0.000 0

10

20

Jumlah Hari Sampel ke

30

Gambar 6. Grafik kendali PT. AC pada bulan Agustus 2002 Dari grafik kendali pada Gambar 6, terdapat 8 (delapan) titik yang berada di luar batas pengendalian, yaitu hari ke 1, 5, 12, 13, 15, 20, 24 dan 27. Pada hari-hari tersebut jenis kerusakan yang paling dominan adalah bentuk tidak sesuai (6 kali) dan warna roti terlalu hangus (7 kali). Pada Gambar 7, terdapat 3 (tiga) titik yang berada di luar batas pengendalian, yaitu hari ke 5, 6 dan 9, dengan jenis kerusakan yang terjadi adalah bentuk tidak sesuai (3 kali) dan dengan warna roti terlalu hangus (2 kali).

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

60 0.003

1 1

1

Proporsi

0.002 UCL=0.001691

P=0.001042

0.001

LCL=3.94E-04 0.000 0

10

20

Jumlah Sampel

30

Hari ke

Gambar 7. Grafik kendali PT. AC pada bulan September 2002 c. Langkah Perbaikan Mutu Untuk mendapatkan produksi terkendali, perlu dibuat suatu unit/bagian atau tanggungjawab khusus pada seorang manajer yang dapat menangani pengendalian mutu. Dalam hal ini, tindakan minimal yang perlu diambil adalah membuat suatu tim pengendalian mutu, di mana dalam tim tersebut dapat mendiskusikan penyebab masalah, mencari solusi pemecahan masalah dan mengambil langkah-langkah perbaikan yang berkaitan dengan perbaikan mutu dalam proses produksi. Langkah-langkah perbaikan mutu yang akan dibuat tim atau unit atau manajer yang menangani pengendalian mutu adalah menggunakan siklus PDCA Deming. Dalam jangka pendek, langkah perbaikan mutu yang perlu diprioritaskan adalah mencari penyebab utama terjadinya produk gagal. Untuk itu perlu dilakukan brainstorming di antara anggota tim pengendalian mutu, dalam mencari akar-akar penyebab yang mengakibatkan bentuk tidak seragam, yaitu : a. Pembersihan loyang belum diikuti dengan pemanasan loyang hingga mencapai suhu yang tepat untuk digunakan dalam pembuatan roti, yang akan membuat roti lengket pada loyangnya dan kulit menjadi terkelupas. b. Komposisi bahan yang diberikan dari gudang bahan baku kurang sesuai dengan formula/resepnya, sehingga dapat menyebabkan adonan lengket di loyang. c. Proses fermentasi tidak optimal, karena suhu atau waktunya tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Akar-akar penyebab yang mengakibatkan warna kulit roti hangus, adalah : a. Alat pemanggang roti (oven) tidak bekerja dengan baik b. Suhu dan waktu pemanggangan tidak diperhatikan dengan baik Akar-akar penyebab yang mengakibatkan isi keluar, adalah : a. Apabila isi keluar pada saat pembakaran, maka kemungkinan terjadi karena suhu pada saat pemanggangan terlalu tinggi b. Apabila isi keluar sesudah proses pemanggangan, menunjukkan komposisi bahan yang diberikan kurang tepat. Selain itu, perlu dicari lebih lanjut, apakah disebabkan common cause (sebab biasa) atau special cause (sebab khusus). Apabila penyebabnya adalah special cause, maka perbaikan dapat dilakukan tanpa mengubah proses secara keseluruhan dan apabila merupakan common cause, maka perbaikan harus mengubah keseluruhan proses produksi. Dari grafik kendali PT. AC bulan Agustus dan September 2002, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan proses di luar kendali sebanyak 22,3% sehingga dapat diasumsikan bahwa penyebab dari kegagalan produk adalah special cause, berarti penyebab kegagalan produk dapat dihindari oleh perusahaan dan bukan merupakan kesalahan proses secara keseluruhan. Oleh karena itu sebelum langkah perbaikan mutu dilakukan, perlu dibuat formulir-formulir baru untuk diisi oleh bagian produksi, sehingga informasi mengenai jumlah dan sebab produk gagal serta jumlah total produksi dapat diperoleh dengan mudah. Apabila diperlukan formulirformulir tersebut dapat dibuat dengan isian yang lebih rinci, misalnya per titik kritis pembuatan roti, per periode (shift/harian) ataupun per produk roti yang diproduksi (roti tawar, manis dan bagelen), dengan tetap menjaga agar pengisian-pengisian formulir tersebut tidak mengganggu produktivitas pembuatan roti. Dengan formulir yang menyediakan isian yang lebih lengkap, diharapkan tim pengendalian mutu dapat melakukan analisa lebih baik dan terperinci, serta mampu membuat grafik kendali yang mendekati situasi produksi riil.

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008

61 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. PT. AC telah melakukan proses pengendalian mutu dalam kegiatan produksi roti, namun masih memiliki kelemahan, seperti belum adanya prosedur baku pengawasan dan pengawasan hanya dibuat dalam laporan singkat mengenai suatu permasalahan. b. Hasil analisa SQC terhadap data perusahaan dengan diagram sebab akibat menunjukkan hasil penyebab mutu roti kurang baik terjadi karena masalah bahan baku, alat dan mesin, personil, proses produksi dan lain-lain. Sebagai ilustrasi, dari diagram Pareto terlihat, bahwa jenis kegagalan produk yang dominan pada bulan Agustus dan September adalah bentuk tidak seragam dan hangus, serta grafik kendali proses produksi perusahaan masih berada di luar batas kendali, karena proses di luar garis UCL dan LCL sebanyak 32%, tetapi berikutnya membaik (proses di luar kendali 9,7%). 2.

Saran

a. Parameter pengendalian mutu sebaiknya ditingkatkan, agar tidak hanya mengukur data atribut, tetapi juga melakukan suatu penelitian laboratorium terhadap parameter-parameter yang dapat diukur seperti parameter kimia, mikrobiologi dan kandungan bahan dalam produk jadi roti. b. Dalam melakukan proses produksinya, PT. AC diharapkan mengikuti standar mutu yang berlaku (SNI). Selain itu, perlu diupayakan untuk memperoleh sertifikat halal dari instansi terkait (MUI), sehingga konsumen di Indonesia yang mayoritas beragama Islam dapat mempercayai produk roti yang dihasilkan dan diharapkan dapat meningkatkan penjualan. c. Perlu dibentuk tim khusus yang menangani masalah pengendalian mutu yang terdiri dari orangorang yang beraneka ragam dalam latar belakang pengetahuan/kemampuan, sehingga permasalahan mutu bukan hanya dilihat dari proses produksi roti.

DAFTAR PUSTAKA Ariani, D.W. 1999. Manajemen Kualitas. Universitas Atmajaya, Yogayakarta. Devitsiotis, K.N. 1981. Operation Management International Student Edition. Mc Graw Hill Inc, New York. Feigenbaum. 1991. Total Quality Control. Mc Graw Hill Inc, New York. Juran, J.M. 1979. Quality Control Handbook. Mc Graw Hill Inc, New York. Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik (Terjemahan). Gajahmada Press, Yogyakarta. PT. AC. 2002. Company Profile. Tangerang.

Jurnal MPI Vol. 3 No. 1. Februari 2008