ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP

Download Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah bimbingan ... Konsumen dengan perkembangan zaman yang semakin pesat harus lebih ...

0 downloads 676 Views 1MB Size
ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEHALALAN PRODUK ES KRIM MAGNUM

ARIYATI KESUMA H34104090

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

i

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEHALALAN PRODUK ES KRIM MAGNUM

SKRIPSI

ARIYATI KESUMA H34104090

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii

RINGKASAN

ARIYATI KESUMA. Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen terhadap Kehalalan Produk Es Krim Magnum Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah bimbingan FEBRIANTINA DEWI). Makanan dan minuman siap saji memiliki prospek pasar yang semakin luas karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Konsumen dengan perkembangan zaman yang semakin pesat harus lebih selektif untuk memilih makanan dan minuman yang dikonsumsi, konsumen harus mengetahui kandungan apa yang terdapat dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi. Salah satu bisnis dibidang makanan ringan yang mempunyai potensi untuk terus berkembang adalah industri es krim. Potensi perkembangan industri es krim ini dapat dilihat dengan tingkat konsumsi konsumen terhadap produk es krim. Rata-rata setiap orang di Indonesia mengkonsumsi 0,2 liter es krim per tahun, sekitar 250 mililiter per orang per tahunnya. Pada Maret 2011 beredar informasi di Indonesia mengenai ingredient makanan dalam bentuk kode-E yang beredar di media elektronik seperti melalui sarana Short Message Service (SMS), Blackberry Messager dan melalui internet seperti facebook. Beberapa orang mengindikasikan bahwa deretan kode-E tersebut bersumber dari babi. Isu tentang kode-E pada salah satu produk yang telah bersertifikat halal telah meresahkan masyarakat yang mengkonsumsi produk tersebut. Kode-E atau E-number menurut UK Food Standard Agency adalah kode untuk bahan tambahan atau aditif makanan yang telah dikaji oleh Uni Eropa. Salah satu produk yang telah bersertifikat halal namun diklaim mengandung lemak babi adalah es krim Magnum. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. 3) Menganalisis sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum dan es krim Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, pada bulan April hingga Mei 2012. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Convinience Sampling. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan tabulasi deskriptif. Analisis skala likert, dan regresi logistik. Responden pada penelitian ini berjumlah 100 orang. Sebagian besar merupakan perempuan, berusia 19 -24 tahun, sebagian yaitu sebesar 62 responden dan memiliki pengeluaran sebesar Rp. 1.000.001 – Rp. 2.500.000 per bulan. Pada perilaku konsumsi/pembelian terhadap produk Magnum sebagian besar responden melakukan pembelian secara mendadak. Dalam hal frekuensi mengkonsumsi produk Magnum perbulannya sebagian besar responden adalah kurang dari 1 kali perbulan dan memilih responden memilih jenis produk Magnum Classic serta melakukan pembelian produk Magnum di Supermarket. Alasan utama mengkonsumsi produk Magnum adalah produk Magnum sebagai memiliki rasa yang berkualitas, sumber informasi mengenai

iii

produk Magnum dari iklan media elektronik, dan responden menyatakan puas terhadap produk Magnum. Pada tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum sebagian besar responden berada dalam kategori sedang hal ini berarti responden cukup mengetahui mengenai informasi tentang produk Magnum. Tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal sebagian besar responden berada dalam kategori tinggi, berarti responden sangat mengetahui mengenai label dan makanan halal. Analisis tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi menghasilkan bahwa persepsi responden berada dalam kategori buruk, hal ini berarti responden tidak cukup memahami dan memiliki pandangan yang negatif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Berdasarkan analisis sikap terhadap produk Magnum setelah adanya isu Lemak babi diketahui bahwa 48 konsumen memilih untuk berhenti mengkonsumsi produk Magnum, sedangkan dari analisis sikap responden terhadap atribut kedua produk es krim Magnum dan Campina Bazooka, responden memiliki sikap yang netral terhadap es krim Magnum dan Campina Bazooka. Berarti responden memiliki sikap yang netral terhadap kedua jenis produk es krim ini. Hasil analisis logit menghasilkan satu variabel yang berpengaruh nyata pada tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi yaitu variabel pekerjaan. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah pekerjaan dan tingkat persepsi konsumen terhadap isu lemak babi. Rekomendasi yang dapat disampaikan kepada PT Walls, Unilever Indonesia adalah PT Walls,Unilever Indonesia untuk berusaha merubah citra tidak baik tersebut dengan membuat strategi perusahaan seperti iklan produk Magnum dengan isi materi bahwa produk Magnum bebas kandungan lemak babi.

iv

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEHALALAN PRODUK ES KRIM MAGNUM

ARIYATI KESUMA H34104090

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

v

Judul Skripsi

: Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen terhadap Kehalalan Produk Es Krim Magnum

Nama

: Ariyati Kesuma

NIM

: H34104090

Disetujui, Pembimbing

Febriantina Dewi, SE, MM, MSc NIP.19690205 199603 2001

Mengetahui, Ketua Departemen Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS NIP.19580908 198403 1002

Tanggal Lulus :

vi

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Kehalalan Produk Es Krim Magnum” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan untuk skripsi atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012 Ariyati Kesuma H34104090

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bukittinggi pada tanggal 28 September 1989. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara (Yames Sumitra dan Aniyati Marisa), dari pasangan Bapak Nurmansyah dan Afrida Idrus. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar di SDN 09 Belakang Balok Bukittinggi dan lulus pada tahun 2001. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) dan dapat diselesaikan penulis pada tahun 2004 di MTsN 1 Bukittinggi, pada masa pendidikan di Madrasah Tsanawiyah ini penulis aktif dalam kegiatan PASKIBRA sekolah, anggota OSIS, Drum Band dan Palang Merah Remaja (PMR). Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2007 di SMAN 2 Bukittinggi.

Selama mengikuti pendidikan penulis aktif dalam

ekstrakurikuler Pasukan Khusus Pengibar Bendera (PASUSBRA), Forum Study Islam (FSI), Palang Merah Remaja (PMR). Pada tahun 2007 penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Program Diploma untuk Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur USMI. Di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif dalam kegiatan AKMAPESA yaitu organisasi penyaluran minat dan bakat Jurusan Akuntansi, Manajemen Agribisnis dan Perencanaan Produksi Manufaktur dan Jasa.

Penulis Lulus dari program

diploma IPB pada tahun 2010, dan Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Stata 1 Jurusan Agribisnis di Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor.

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi berjudul “Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Kehalalan Produk Es Krim Magnum” bertujuan untuk mengetahui persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu Lemak Babi. Hal ini terkait dengan danya pemberitaan mengenai kandungan lemak babi dalam produk Magnum. Oleh sebab itu penulis mencoba memberikan informasi mengenai persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, dengan mengambil responden mahasiswa ekstensi Institut Pertanian Bogor. Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi PT Walls, Unilever, Indonesia. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu tanggapan dan saran ke arah penyempurnaan sangat diharapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dan memberikan perhatian kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan dan bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Agustus 2012 Ariyati Kesuma

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat, hidayah, dan karunia, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selama penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Febriantina Dewi SE, MM, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Dr.Ir.Ana Fariyanti,M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama Penulis kuliah. 3. Ibu Tintin Sarianti,SP,MM selaku dosen Evaluator pada saat Kolokium yang telah memberikan koreksi, arahan, kritik maupun

saran agar skripsi ini

menjadi lebih baik lagi. 4. Bapak Dr.Amzul Rifin SP,MA atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama pada ujian sidang skripsi 5.

Ibu Anita Prameswati atas kesediaannya menjadi dosen Penguji wakil departemen pada ujian sidang skripsi

6. Orang tua tercinta (Afrida Idrus dan Nurmansyah), abang (Yames Sumitra), serta Unang (Aniyati Marisa) yang selalu mendoakan, mendidik, memberi semangat dan memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini. Juga buat Tante, Apak dan Adik-adik yang sudah banyak berkontribusi dalam bentuk moril dan materil dalam pendidikan yang dijalani Penulis. 7. Rizal Hamdi Aulia yang selalu memberikan semangat, dorongan serta doanya sehingga penulis bisa menghadapi tantangan yang ada dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Sahabat-sahabat penulis Denok Sih Utami, Wilma Zakiah, Rina Dwinari Gini dan Fitriani

yang memberikan semangat, motivasi, doa, bantuan kepada

penulis dalam penyelesaian skripsi ini. x

9. Seluruh staff pengajar dan staff pendidikan di Departemen Agribisnis, FEM IPB. 10. Teman-teman di Alih Jenis 1 Agribisnis yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama kuliah. 11. Teman-teman Kosan M15 yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Terimakasih sebesar-besarnya, tanpa kalian Penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan memberikan pahala atas kebaikan kalian.

Bogor, Agustus 2012 Ariyati Kesuma

xi

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... II.

xiv xvi xvii 1 1 6 8 8 8

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1 Keamanan Pangan ................................................................. 2.2 Kehalalan ................................................................................ 2.3 Es Krim ................................................................................. 2.3.1 Bahan Penyusun Es Krim .............................................. 2.3.2 Mutu Es Krim ................................................................ 2.4 Isu Pangan ............................................................................. 2.5 Penelitian Terdahulu .............................................................

10 11 12 12 14 16 20

III.

KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................. 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen .............................. 3.1.2 Persepsi .......................................................................... 3.1.3 Sikap Konsumen ............................................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................

24 24 24 26 30 33

IV.

METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3 Desain Penelitian ................................................................... 4.4 Data dan Instrumentasi .......................................................... 4.5 Metode Pengolahan Data ....................................................... 4.5.1 Metode Analisis Deskriptif ............................................ 4.5.2 Metode Regresi Logistik ............................................... 4.5.3 Multiatribut Fishbein ..................................................... 4.6 Skala Likert ........................................................................... 4.7 Definisi Operasional ..............................................................

36 36 37 38 39 39 40 40 48 50 53

V.

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEHALALAN PRODUK ES KRIM MAGNUM ………………...…………………………… 5.1 Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan ………….. 5.2 Karakteristik Umum Konsumen ………………………….. 5.3 Perilaku Pembelian/Konsumsi Konsumen Es krim Magnum 5.4 Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Es krim Magnum 5.5 Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal …………. 5.6 Tingkat Persepsi Konsumen Terhadap Produk

55 55 55 60 66 68

xii

Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi ………………... 5.7 Sikap Konsumen terhadap Produk Es Krim Maagnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi …………………………… 5.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Konsumen terhadap Produk Magnum setelah Adanya Isu Lemak Babi ………………………………….... 5.9 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Sikap Konsumen terhadap Produk Magnum setelah Adanya Isu Lemak Babi ………………………………….... 5.10 Sikap Konsumen Es krim Magnum dan Campina Bazooka setelah Adanya Isu Lemak Babi ............................. 5.11 Rekomendasi Terhadap Perusahaan PT Walls Unilever …...

71

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 6.1 Kesimpulan …………………………………………………. 6.2 Saran ………………………………………………………....

95 95 96

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. .

90

LAMPIRAN ............................................................................................ .

92

VI.

73

74

79 84 93

xiii

DAFTAR TABEL Nomor 1. 2.

Halaman Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman di Indonesia 2008-2011 ................................................................. Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia Terhadap Es Krim 2007-2010 ...................................................................

3.

1

2

Produksi Es Krim Per Liter Menurut Beberapa Perusahaan Es Krim di Indonesia 2006-2008 ...........................

3

4.

Komposisi Es Krim ...................................................................

12

5.

Mutu Es Krim Menurut Standar Industri Indonesia (SII) No. 1617 Tahun 1985 .......................................................

14

6.

PDRB Perkapita Kota Bogor 2006-2010 (Rupiah) ...................

36

7.

Jumlah Responden Pada Setiap Kecamatan di Kota Bogor .........................................................................................

38

8.

Skala Likert dan Skor Jawaban Responden ..............................

52

9.

Karakteristik Konsumen Berdasarkan Jenis Kelamin ...............

57

10.

Karakteristik Konsumen Berdasarkan Usia ..............................

57

11.

Karakteristik Konsumen berdasarkan Tingkat Pendidikan .......

58

12.

Karakteristik Konsumen berdasarkan Tingkat Pekerjaan .........

59

13.

Karakteristik Konsumen berdasarkan Tingkat Pengeluaran ....

60

14.

Sebaran Konsumen berdasarkan alasan dalam mengkonsumsi produk Magnum ...............................................

15.

Sebaran Konsumen berdasarkan jenis-jenis Produk Magnum yang pernah dikonsumsi oleh Konsumen ..................

16.

63

Sebaran konsumen berdasarkan frekuensi mengkonsumsi produk Magnum ...............................................

19.

63

Sebaran konsumen berdasarkan cara memutuskan pembelian produk Magnum ......................................................

18.

62

Sebaran konsumen berdasarkan jenis sumber informasi dalam mengetahui keberadaan suatu produk Magnum .............

17.

61

64

Sebaran konsumen berdasarkan tempat pembelian produk Magnum ........................................................................

65

xiv

20.

Sebaran konsumen berdasarkan tingkat kepuasan konsumen atas pembelian produk Magnum ............................

21.

Skor rata-rata tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum untuk setiap jenis pernyataan .....................................

22.

67

Sebaran Konsumen berdasarkan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Magnum ......................................................

23.

66

68

Skor Rata-rata Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal konsumen untuk Setiap Jenis Pertanyaan Pengetahuan Label dan Makanan Halal ....................................

24.

Sebaran Konsumen berdasarkan Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal ........................................................

25.

69

70

Skor Rata-rata Persepsi Konsumen untuk Setiap Pertanyaan pada Tingkat Persepsi Konsumen terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi ...............................

26.

Sebaran Konsumen berdasarkan Tingkat persepsi konsumen terhadap es krim magnum setelah adanya isu lemak babi ........

27.

71

73

Hasil Estimasi Model Regresi Logistik Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi konsumen untuk Memiliki Persepsi Baik Terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi ..............................................

28.

76

Hasil Estimasi Model Regresi Logistik Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi konsumen untuk Memiliki Sikap Positif Terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi ..............................................

29.

80

Perhitungan Rata-rata Penilaian Kepentingan dan Kinerja Serta Sikap Pada Atribut Es krim Magnum dan Campina Bazooka ....................................................................

86

xv

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1.

Model Prilaku Konsumen .......................................................

26

2.

Proses Terjadinya Persepsi .....................................................

29

3.

Hubungan Antara Tiga Komponen Sikap .................................

32

4.

Model Multiatribut Fishbein ...................................................

33

5.

Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................

35

xvi

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1.

Kode E Halal dan Kode E yang diragukan Kehalalannya ......

93

2.

Kuisioner Penelitian ................................................................

96

3.

Data Input untuk Analisis Regresi Logistik Persepsi terhadap produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi ............................................................................

4.

103

Output Regresi logistik untuk tingkat persepsi responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi .............................................................

109

xvii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, Makanan merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang guna kelangsungan hidupnya. Untuk itu sangat penting bagi manusia untuk memperhatikan makanan dan minuman sehat yang sebaiknya dikonsumsi agar tidak mengganggu kesehatan dan keyakinan masyarakat. Salah satu makanan dan minuman yang digemari oleh masyarakat adalah makanan siap saji. Makanan dan minuman siap saji memiliki prospek pasar yang semakin luas karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Konsumen dengan perkembangan zaman yang semakin pesat harus lebih selektif untuk memilih makanan dan minuman yang dikonsumsi, konsumen harus mengetahui kandungan apa yang terdapat dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS 2010), jumlah tersebut merupakan peluang yang besar dan potensi pasar yang baik bagi produsen makanan dan minuman siap saji untuk meningkatkan produksinya. Di Indonesia bisnis makanan dan minuman telah mengalami pertumbuhan yang semakin pesat dalam beberapa tahun terakhir, Berikut merupakan tabel volume penjualan dan pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia beberapa tahun terakhir. Tabel 1. Volume Penjualan dan Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman di Indonesia tahun 2008-2011 Tahun Volume Penjualan (Rp Triliun) Pertumbuhan (%) 2008 505 2009 555 4.71 2010 605 4,31 2011 650 3,58 Sumber: Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa volume penjualan makanan dan minuman mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya, walaupun tingkat pertumbuhan industri makanan dan minuman menurun namun, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia memperkirakan produksi makanan 1

dan minuman naik 10-15 persen seiring peningkatan investasi yang dilakukan tahun 2012. Asosiasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman di Indonesia juga memproyeksikan investasi di industri makanan dan minuman tahun 2012 mencapai Rp 30 triliun, naik 20 persen dibandingkan 2010 sebesar Rp 25 triliun. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat memberikan peluang kepada perusahaan untuk mengembangkan industri makanan dan minuman karena merupakan salah satu konsumsi pokok bagi masyarakat. Perkembangan industri makanan dan minuman secara pesat merupakan gambaran umum bahwa industri ini akan semakin berkembang dengan dinamis dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu industry dibidang makanan dan minuman yang memiliki Potensi untuk berkembang adalah industri es krim, hal ini dapat dilihat dengan tingkat konsumsi konsumen terhadap produk es krim. Rata-rata setiap orang di Indonesia mengkonsumsi 0,2 liter es krim per tahun, sekitar 250 mililiter per orang per tahunnya 1. Kecenderungan bertambahnya tingkat konsumsi konsumen terhadap produk es krim dapat disebabkan oleh meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat Indonesia, hal ini juga sangat dipengaruhi oleh selera dan gaya hidup yang mulai berubah. Berikut merupakan tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk es krim di daerah perkotaan di Indonesia. Tabel 2. Tingkat Konsumsi Masyarakat terhadap Es Krim dari tahun 2007-2010 Tahun Jumlah (satuan mangkuk kecil) 2007 3,50 2008 3,07 2009 3,20 2010 3,36 Sumber : Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2007-2010 Badan Pusat Statistik Indonesia

Pada Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 ke 2008 konsumsi es krim menurun sedangkan pada tahun 2009 konsumsi es krim mulai mengalami peningkatan dan pada tahun 2010 kembali terjadi peningkatan konsumsi dengan jumlah 3,36 mangkuk kecil. Dari tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi es krim di Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya, namun dengan tingkat konsumsi tersebut merupakan peluang bagi produsen es krim 1 http://www.unilever.co.id/id/brands/foodbrands/Walls/ diakses pada [1 Maret 2012]

2

untuk terus meningkatkan produksinya. Hal ini terbukti dengan perkembangan industri es krim di Indonesia yang semakin meningkat dalam lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan pasar es krim di Indonesia meningkat sedikitnya 20 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2007 total pasar es krim sudah mendekati angka 100 juta liter dengan nilai absolut diatas dua trilliun (Majalah SWA, 2008). Pasar potensial es krim salah satunya ditentukan oleh jumlah dan daya beli penduduk tersebut. Jika dilihat berdasarkan hasil riset dari PT Unilever pasar es krim di Indonesia dapat dicerminkan dengan nilai penjualan ritel tumbuh rata-rata 12,4 persen per tahun selama 2004-2009, menurut data Euromonitor. Nilai penjualan ritel es krim di Indonesia mencapai Rp 2,8 triliun pada tahun 20092. Industri es krim memiliki cukup banyak pemain, bahkan sampai ratusan merek saling bersaing dalam pasar es krim, namun hanya beberapa produk saja yang mampu menguasai pasar. Pada tahun 2010 terdapat lebih dari 38 perusahaan es krim skala menengah hingga besar yang ada di Indonesia. Namun, diantara 38 perusahaan eskrim tersebut hanya terdapat lima pemain besar di bisnis es krim saat ini yaitu Indoeskrim, Diamond, dan Campina. PT Walls,Unilever tercatat sebagai pemimpin pasar es krim di Indonesia, dengan menguasai sebesar 57,6 persen pangsa pasar nasional pada 2008. Data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 3. Produksi Es Krim Per Liter Menurut Beberapa Perusahaan Es Krim di Indonesia 2006-2008 MEREK

Th 2006 (000 Ltr)

Th 2007 (000 Ltr)

Th 2008 (000 Ltr)

WALLS

23.150

30.015

36.918

INDOESKRIM

5.109

7.634

8.005

CAMPINA

8.299

10.914

12.770

DIAMOND

2.621

2.404

2.572

Sumber : PT Indolacto (2009)

Dari data tersebut PT Walls, Unilever merupakan pasar yang menduduki peringkat pertama dalam memproduksi es krim. Tahun 2006 nilai produksi es krim per liter nya adalah sebesar 23.150.000 liter dan meningkat menjadi 30.015.000 pada tahun 2007 atau naik sebesar 77,12 persen. Berdasarkan data 2

http://www.indonesiafinancetoday.com//read/14674/Unilever-Perbesar-Pasar-Es-Krim-untukTopang-Pertumbuhan diakses pada [10 Maret 2012]

3

tersebut terjadi peningkatan produksi eskrim yang sangat signifikan. Pada tahun 2008 produksi es krim terus meningkat hingga 36.918.000 liter. Menurut data PT Indolakto, pangsa pasar tersebut diperkirakan belum berubah jauh pada 2009 dan 2010. Salah satu es krim produksi PT Walls yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah es krim Magnum, selain rasanya yang enak dan manis, es krim Magnum memiliki berbagai varian rasa dan simbol tersendiri yaitu Wall‟s Magnum Classic melambangkan rasa orisinil Wall‟s Magnum yang mampu memberikan rasa dengan kualitas terbaik lapisan coklat Belgia sampai pada es krim vanilla yang halus. Wall‟s Magnum Almond, identik dengan es krim vanilla yang halus berlapiskan coklat susu Belgia yang tebal dan renyah ditambah kacang almond, yang ketiga yaitu Wall‟s Magnum Chocolate Truffle tersedia dengan es krim coklat yang dicampur coklat truffle berlapis coklat Belgia yang tebal dan renyah. Dengan semakin berkembangnya produsen es krim di Indonesia, keamanan pangan menjadi salah satu isu yang menyita perhatian beberapa organisasi kesehatan di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) saat ini memberikan penekanan bagi seluruh negara agar memperkuat sistem keamanan pangan. Negara-negara diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang terlibat dalam industri pangan. Salah satu kejadian yang terkait isu keamanan pangan baru-baru ini, seperti temuan lemak babi pada produk makanan dan minuman. Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tetapi juga menyangkut kepedulian individu.

Jaminan akan keamanan pangan adalah

merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, maka tidak ada nilainya sama sekali.

Karena itu, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pangan yang

dikonsumsi menjadi hal penting. Pada awal tahun 2011 berkembang isu bahwa es krim Magnum menggunakan bahan tambahan pangan yang berasal dari lemak babi. Adanya isu kandungan lemak babi dalam produk es krim Magnum telah menyebabkan

4

kerugian pada PT Walls, Unilever Indonesia. Kerugian tersebut mengakibatkan hancurnya image yang selama ini dibangun oleh PT Walls. Indonesia merupakan mayoritas pemeluk agama Islam, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang beragama muslim sebesar 209,28 juta jiwa, sekitar 88,10 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Salah satu konsep halal dalam Islam adalah makanan harus tidak mengandung sedikitpun “lard” atau lemak babi. Kehadiran komponen lemak babi ini, meskipun persentasenya kecil dalam bahan pangan, akan membawa makanan tersebut menjadi haram untuk dikonsumsi. Dengan adanya pemberitaan tersebut membuat masyarakat khawatir akan komposisi es krim magnum. Salah satu cara untuk mengembalikan citra atau atau image perusahaan, PT Walls, Unilever Indonesia mengeluarkan pernyataan dari head of comunications PT Unilever bahwa Kode E471 dan E472 adalah kode internasional untuk bahan pengemulsi untuk mengikat lemak dan air. Hal ini bisa untuk mengemulsi dengan bahan dari nabati atau hewani.

Tetapi magnum

mengunakan bahan dari nabati, yang berarti berasal dari tumbuh-tumbuhan. MUI juga telah memberikan sertifikat Halal kepada es krim magnum, demikian juga dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang telah memberikan ijin edar, sehingga dapat didistribusikan hingga ditangan konsumen. Namun, dengan adanya pemberitaan isu lemak babi telah mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk magnum. Faktanya produk magnum produksi dalam negeri yaitu produk magnum yang diproduksi oleh PT Walls, Unilever Indonesia adalah aman untuk dikonsumsi. Adanya pernyataan tersebut dapat menimbulkan suatu persepsi tersendiri terhadap keamanan pangan dengan isu lemak babi.

Persepsi yang dibentuk

seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya, dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan bersangkutan.

dengan

lingkungan

sekitar

juga

keadaan

individu

yang

Persepsi memiliki sifat subjektif karena setiap orang akan

memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda (Setiadi, 2003).

5

Persepsi tentang produk Magnum mengandung lemak babi yang berkembang dimasyarakat sangat penting untuk diperhatikan, persepsi berhubungan dengan pembentukkan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian, dimana keputusan pembelian tersebut dipengaruhi oleh sikap konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum, sikap berhubungan dengan kepercayaan konsumen dan evaluasi konsumen terhadap produk magnum. adanya isu lemak babi pada produk magnum diduga bisa mengakibatkan konsumen beralih pada produk pesaing magnum yaitu campina bazooka. Dengan menganalisis sikap konsumen terhadap kedua produk ini maka akan didapatkan bagaimana kepercayaan dan evaluasi konsumen terhadap kedua produk es krim ini dan bagaimana perbandingan sikap konsumen terhadap kedua produk es krim ini. Analisis sikap ini juga akan dapat digambarkan bagaimana kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh produk es krim Magnum dan Campina Bazooka. Karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 1.2 Perumusan Masalah Pada Maret 2011 beredar informasi di Indonesia mengenai ingredient makanan dalam bentuk kode-E yang beredar di media elektronik seperti melalui sarana Short Message Service (SMS), Blackberry Messager dan melalui internet seperti facebook.

Beberapa orang mengindikasikan bahwa deretan kode-E

tersebut bersumber dari babi. Isu tentang kode-E pada salah satu produk yang telah bersertifikat halal telah meresahkan masyarakat yang mengkonsumsi produk tersebut. Kode-E atau E-number menurut UK Food Standard Agency adalah kode untuk bahan tambahan atau aditif makanan yang telah dikaji oleh Uni Eropa3. Salah satu produk yang telah bersertifikat halal namun dianggap mengandung lemak babi adalah es krim Magnum, Kode E471 dan E472 yang tertera pada produk es krim Magnum adalah kode internasional untuk bahan pengemulsi untuk mengikat lemak dan air.

Bahan ini bisa untuk mengemulsi

dengan bahan dari nabati atau hewani. Isu yang beredar dimasyarakat adalah es krim Magnum menggunakan pengemulsi dari bahan hewani yaitu babi, dengan

3

http://www.beritaterkini.asia/ 03 Maret 2012

6

adanya isu lemak babi ini, ternyata mengakibatkan keresahan terhadap masyarakat. Pertumbuhan volume penjualan es krim Magnum di Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 1,2 persen dan hasil tersebut tidak sesuai dengan harapan PT Walls, Unilever. Saham Unilever Indonesia sempat jatuh 4,2 persen di bursa saham dan penurunan ini merupakan penurunan yang signifikan sejak 19 Agustus 2011 (Majalah SWA). Dengan pertumbuhan volume penjualan es krim magnum yang tidak sesuai dengan harapan, dapat mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan es krim Magnum tersebut dipengaruhi oleh adanya isu produk Magnum menggunakan lemak babi. Sehingga hal ini dapat membentuk persepsi konsumen terhadap kehalalan produk magnum untuk dikonsumsi dimana persepsi konsumen mempengaruhi terhadap sikap konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk. Hal ini berkaitan erat dengan keamanan pangan terhadap produk magnum, dengan produk yang berasal dari bahan yang tidak halal tentunya membuat konsumen merasa tidak aman untuk mengkonsumsi produk tersebut. Dampak dari Isu lemak babi pada es krim magnum secara tidak langsung akan membentuk persepsi terhadap keamanan pangan es krim magnum, berbagai macam persepsi akan timbul di dalam masyarakat tentang es krim magnum. Selain itu, karakteristik dari masyarakat yang mengkonsumsi es krim magnum juga akan menimbulkan persepsi internal. Sedangkan faktor yang mempengaruhi persepsi dari faktor eksternal yaitu lingkungan sekitar.

Sehingga ada

kemungkinan banyak masyarakat yang terpengaruh dengan isu ini atau bahkan ada masyarakat yang tidak berpengaruh dengan isu tersebut. Banyaknya

persepsi

terhadap

produk

Magnum

tersebut,

dapat

menimbulkan sikap yang akan diberikan oleh konsumen terhadap pemilihan produk es krim yang terbaik untuk dikonsumsi. Salah satu jenis es krim yang telah memiliki pangsa pasar yang bagus adalah es krim Magnum, akan tetapi merek es krim tersebut saat ini di isukan mengandung kandungan lemak babi. Dengan adanya isu lemak babi ini akan dilihat juga bagaimana sikap konsumen terhadap produk saingan es krim Magnum yaitu Campina Bazooka produksi PT Campina yang merupakan perusahaan es krim terbesar kedua setelah PT Walls

7

Unilever, hal ini dilakukan sebagai pembanding bagaimana sikap konsumen terhadap kedua produk es krim ini. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1.

Bagaimana persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi ?

2.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi ?

3.

Bagaimana sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum dan Es Krim Campina Bazooka dengan adanya isu lemak babi?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1.

Menganalisis persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi.

2.

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi.

3.

Menganalisis sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum dan es krim Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.

Bagi produsen, sebagai bahan pertimbangan dalam memperhatikan mutu keamanan pangan dari produk yang diproduksinya.

2.

Bagi pihak lain, Memberikan informasi kepada semua pihak yang membaca penelitian ini, diharapkan mendapatkan informasi mengenai manfaat yang terdapat di dalam produk Es krim Magnum, sehingga dapat menjadi salah satu pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli produk Es krim yang akan di konsumsi.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian terkait hanya pada produk magnum yang dipasarkan di pasar

Indonesia, penelitian hanya mencoba untuk menyampaikan informasi yang terkait dengan karakteristik konsumen, persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi 8

persepsi dan sikap responden terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi, serta sikap konsumen terhadap dua merek produk es krim yang pangsa pasar nya telah cukup baik yaitu Es Krim Magnum Classic dengan rasa vanila dan Es Krim Campina Bazooka vanila.

Alasan pemilihan produk ini

karena dari segi segmentasi pasar, kedua produk ini memiliki kesamaan segmentasi pasar yaitu kalangan dewasa dan kalangan menengah keatas, serta dari segi rasa es krim ini cenderung memiliki rasa yang hampir sama.

Konsumen

yang diteliti adalah konsumen akhir, dari pihak produsen tidak dilakukan penelitian karena adanya keterbatasan penelitian. Batasan penelitian ini penting untuk disampaikan, dengan tujuan agar hasil penelitian dapat diterima dan di mengerti sebagai gambaran informasi mengenai persepsi dan hubungan antara karakteristik dan persepsi serta sikap konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keamanan Pangan Keamanan pangan atau Food Safety menjadi isu yang sangat populer di dunia. Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI No 7,1996). Keamanan pangan adalah sebuah tanggung jawab yang mengikat masyarakat baik dari petani hingga konsumen untuk menyediakan produk yang berkualitas. Mengabaikan tanggung jawab ini maka resiko yang dihadapi adalah keracunan yang dapat menyebabkan kematian, sehingga perguruan tinggi menjadi sangat peduli terhadap masalah ini. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu.

Jaminan akan keamanan pangan adalah

merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.

Keamanan

pangan

selalu

menjadi

pertimbangan

pokok

dalam

perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia. Terjaminnya keamanan pangan yaitu terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia atau dari jenis pangan yang tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat.

Berdasarkan informasi dan data yang

tersedia, dapat diidentifikasi empat masalah utama keamanan pangan di Indonesia, yaitu (a) masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak

10

memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredaran (b) masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan yang sebagaian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya (c) masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau rumah tangga, industri tata boga dan penjual makanan jajanan dan (d) rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan (dalam Julaeha 2010). Keamanan pangan juga sangat berkaitan erat dengan kehalalan suatu produk, konsumen merasa aman mengkonsumsi suatu produk ketika konsumen mengetahui atau mendapatkan informasi yang valid dari lembaga tertentu seperti BPPOM dan MUI bahwa produk yang akan dikonsumsi halal, apalagi untuk masyarakat dengan penduduk mayoritas penganut agama Islam seperti di Indonesia. 2.2 Kehalalan Dalam ajaran hukum Islam, halal dan haram merupakan persoalan sangat penting dan dipandang sebagai inti keberagaman karena setiap muslim yang akan melakukan atau menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntun oleh agama untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Halal adalah segala sesuatu yang diperbolehkan dalam ajaran Islam, baik mengunakan atau mengkonsumsinya, demikian pula sebalikya. Kata halalan, menurut bahasa Arab berasal dari kata, halla yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci, dan baik merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib. Pengertian makanan halal dan minuman halal adalah 1)Halal secara zatnya, 2)Halal cara memprosesnya, 3)Halal cara penyembelihannya, 4)Minuman yang tidak diharamkan, 5) Halal cara memperolehnya. Makanan yang berasal dari bahan Hewani yang dinyatakan tidak halal atau haram adalah Bangkai, Darah, Babi, Hewan yang tidak disembelih sesuai dengan tuntunan Islam, Hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah. 11

2.3 Es Krim Es krim yaitu produk susu beku berbentuk susu padat yang dibuat dari campuran susu, gula, bahan pemantap, bahan penyedap rasa serta aroma dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya (bahan pengemulsi dan pewarna) dan dikemas dalam plastik atau karton khusus (Eckles et. al., 1980). Adapun komposisinya disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Komposisi Es Krim Komposisi

Jumlah (%)

Lemak

10.0-12.0

Protein

3.8-4.5

Karbohidrat

20.0-21.0

Air

62.0-64.0

Total Padatan

36.0-38.0

Stabilizer

0.2-0.5

Emulsifier

0-0.3

Mineral

0.8

Sumber: Walstra and James (1984)

2.3.1 Bahan Penyusun Es Krim Menurut Eckles et al. (1980) bahan penyusun es krim adalah lemak, padatan bukan lemak, pemanis, stabilizer atau emulsifier dan bahan flavor. Fungsi bahan penyusun tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lemak Fungsi penambahan lemak pada pembuatan es krim adalah memberikan rasa creamy

serta

berperan

dalam

pembentukan

globula

lemak

dan turut

mempengaruhi besar kecilnya pembentukan kristal. Selain itu menurut lemak sangat penting dalam memberikan bentuk es krim yang baik dan meningkatkan karakteristik kehalusan tekstur. 2. Padatan Susu Bukan Lemak Bagian yang memiliki komposisi terbesar dari bahan padatan susu bukan lemak adalah laktosa ata susu skim, protein dan garam mineral. Laktosa memberi rasa manis dan menurunkan titik beku. Protein berfungsi menambah nilai nutrisi,

12

memperbaiki cita rasa, membantu pembuihan, pengikatan air dan membantu produk es krim yang lembut. 3. Pemanis Pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan es krim adalah sukrosa, gula bit, sirup jagung ataupun bahan pemanis lainnya yang diperbolehkan. Sukrosa atau gula komersial merupakan bahan pemanis yang sering digunakan. Tujuan pemberian pemanis ialah memberikan kekentalan dan cara termurah untuk mencapai total solid yang diinginkan sehingga dapat memperbaiki Bentuk dan tekstur frozen dessert serta menurunkan titik beku. 4.

Stabilizer (Penstabil) Penstabil atau yang biasanya disebut dengan stabilizer merupakan suatu

kelompok dari senyawa dan biasanya stabilizer yang digunakan adalah golongan gum polisakarida. Stabilizer akan berfungsi untuk menambah viskositas dalam campuran fase tidak beku dari es krim (Goff, 2000). Menurut Furia (1968) beberapa fungsi utama dari stabilizer adalah: 1.

Mengatur pembentukan dan ukuran dari kristal es selama pembekuan dan penyimpanan, mencegah pertumbuhan kristal es yang kasar dan grainy.

2.

Mencegah penyebaran atau distribusi yang tak merata dari lemak solid yang lain.

3.

Mencegah pelelehan yang berlebih, bertanggung jawab terhadap bentuk, kelembutan dan kesegaran. Macam-macam stabilizer yang dapat ditambahkan dalam pembuatan es krim

selain gelatin adalah agar, sodium alginat, gum acacia, gum karaya, guar gum, locust bean gum, karagenan, carboxymethyl cellulose (CMC), dan lain-lain. 5. Emulsifier (Pengemulsi) Emulsifier digunakan untuk menghasilkan adonan yang merata, memperhalus tekstur dan meratakan distribusi udara di dalam struktur es krim Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang sangat kuat adalah kandungan lesitin yang terdapat dalam kompleks lesitinprotein. Padatan kuning telur mempengaruhi tekstur, hampir tidak mempengaruhi titik beku dan meningkatkan kemampuan mengembang karena kompleks lesitinprotein.

Kuning telur mengandung lesitin yang dapat berfungsi sebagai

13

pengemulsi yaitu bahan yang dapat menstabilkan emulsi. Emulsi yang stabil adalah suatu dispersi yang tidak mudah menjadi pengendapan bahan-bahan terlarut, dengan demikian emulsifier dapat mempengaruhi daya larut suatu bahan. 6. Pewarna dan Perasa Pewarna adalah bahan yang digunakan untuk mengatur bau memperbaiki diskolorasi makanan atau perubahan warna selama proses atau penyimpanan. Berbagai pewarna alami tersedia dan digunakan untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut. Karatenoid adalah jenis yang paling luas digunakan, diikuti oleh pigmen bit merah dan karamel warna coklat. Jumlah pewarna sintetik yang diijinkan adalah sedikit.

Warna kuning dan merah merupakan yang paling banyak

digunakan. 2.3.2 Mutu Es Krim

Es krim dikatakan bermutu tinggi apabila berkadar lemak tinggi, manis, bertekstur halus (Idris, 1992).

Komposisi bahan yang digunakan dalam

pembuatan es krim sangat menentukan mutu es krim. Tabel 5. Mutu Es Krim Menurut Standar Industri Indonesia (SII) No. 1617 Tahun 1985 Zat Bahan Standar Lemak (%)

Minimum 8.0

Padatan susu bukan lemak (%)

Minimum 6-15

Gula (%)

Minimum 12

Bahan tambahan: Pemantap, Pengemulsi

Sesuai dengan SK. Dep. Kes. RI No.

Zat warna

235/Men. Kes./per/IV/79

Pemanis buatan Jumlah bakteri

Negatif

Logam-logam berbahaya: Cu, Zn, Pb, Mg

tidak terdapat

Arsen

tidak terdapat

Sumber : SII

14

1. Overrun Overrun pada pembuatan es krim adalah pengembangan volume yaitu kenaikkan volume antara sebelum dan sesudah proses pembekuan. Pada dasarnya overrun merupakan jumlah peningkatan volume es krim yang disebabkan oleh masuknya udara pada pengocokan selama proses pembekuan (Lampert, 1965). Overrun es krim berkisar antara 60-100 persen. Es krim yang baik secara umum mempunyai overrun 80 persen dengan kadar lemak 12-14 persen. Es krim yang diproduksi pabrik mempunyai overrun 70-80 persen, sedangkan untuk industri rumah tangga biasanya mencapai 35-50 persen. 2. Kecepatan meleleh Es krim yang berkualitas tinggi agak tahan terhadap pelelehan pada saat dihidangkan pada suhu kamar. Kecepatan meleleh es krim secara umum dipengaruhi oleh stabilizer, emulsifier, keseimbangan gula dan bahan-bahan susu serta kondisi pembuatan dan penyimpanan yang dapat menyebabkan kerusakan protein. 3.

Mutu Organoleptik Hasil pengolahan bahan pangan harus sesuai dengan apa yang oleh

konsumen.

Kesukaan ini dapat menyangkut sifat-sifat bahan pangan dan

penilaiannya mengandalkan indera. Menurut Winarno (1997), informasi tentang suka dan tidak suka, preferensi dan keperluan konsumen untuk bisa menerima dapat diperoleh dengan menggunakan metode pengujian yang berorientasi pada konsumen dari panelis sensoris yang tidak terlatih. Pada pengujian konsumen yang benar, orang yang digunakan sebagai panelis harus diperoleh secara acak dan populasi targetnya harus representatif agar diperoleh informasi tentang sikap dan preferensi konsumen. 4.

Tekstur Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur es krim adalah ukuran, bentuk

dan distribusi dari kristal es dan partikel lainnya yang membentuk tekstur es krim Tekstur es krim yang disukai adalah halus, ditunjukkan oleh kelembutan seperti beludru dan terasa lembut di mulut. Tekstur yang lembut pada es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran, pengolahan dan penyimpanan.

15

5. Rasa Rasa sebagian besar bahan pangan biasanya tidak stabil yaitu dapat mengalami perubahan selama penanganan dan pengolahan, selain itu perubahan tekstur dan viskositas bahan pangan dapat memberikan rasa.

Rasa sangat

dipengaruhi oleh bahan-bahan dalam ICM. Cacat pada rasa dapat disebabkan oleh adanya penyimpanan susu dan produk susu yang digunakan, juga akibat kekurangan atau kelebihan penambahan bahan dalam ICM, termasuk penambahan rasa (Eckles et al., 1980). 2.4 Isu Pangan Isu keamanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan menyeluruh yang harus benar-benar dapat dijamin oleh produsen pangan. Karena dengan adanya isu ini dapat berakibat kepada keberlangsungan usaha atau bisnis yang dijalankan oleh produsen, salah satu akibat dari adanya isu keamanan pangan ini adalah timbulnya keraguan konsumen terhadap produk pangan yang diproduksi oleh produsen makanan maupun minuman. Beberapa isu pangan yang membutuhkan perhatian yang besar dari pihak produsen makanan dan minuman maupun masyarakat adalah yang pertama adanya isu mengenai Mikotoksin yaitu toksin yang dihasilkan oleh kapang toksigenik yang hidup dan tumbuh di pangan, baik selama pangan di ladang maupun selama waktu penyimpanan. Karena toksin ini bukan tergolong protein, perlakuan panas tidak dapat menghambat pertumbuhannya di bahan pangan. Hal itu dijelaskan oleh oleh peneliti Seafast Center IPB Dr Ratih Dewanti Hariyadi dalam seminar keamanan pangan yang diselenggarakan oleh Tuv Nord pada 27 Maret di Bogor. Mikotoksin sangat berbahaya karena bersifat mutagenik, terratogenik, dan karsinogenik. Beberapa contoh mikotoksin penting pada pangan yang

telah

dipelajari

sampai

saat

ini,

yaitu

aflatoksin,

patulin,

ochratoksin,fumonisin, dan deokynivalenol (DON). Contoh-contoh pangan yang menjadi tempat hidup dari mikotoksin adalah jagung, kopi, dan serealia. Bahaya akibat mengkonsumsi mikotoksin pun berbeda-beda tergantung jenis dari mikotoksin tersebut. Bahaya yang ditimbulkan adalah toksik terhadap hati yang diakibatkan oleh aflatoksin dan toksik terhadap ginjal yang diakibatkan oleh okhratoksin. 16

Adanya isu pangan Mikotoksin ini tentunya berpengaruh terhadap bisnis kopi, jagung dan serealia, produsen jagung, kopi dan serealia seharusnya melakukan upaya-upaya pencegahan Mikotoksin agar tidak berpengaruh terhadap komoditi yang akan dipasarkan kepada konsumen. Isu pangan kedua adalah adanya isu Bakteri Enterobakter Sakazakki pada susu formula. Hal ini didasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sri Estuningsih bersama kawan-kawan yang menyatakan dari penelitian yang dilakukan terhadap susu formula, sebanyak 22,73 persen dari 22 sample yang diteliti terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakki. Dengan adanya isu bakteri ini, ternyata mengakibatkan keresahan terhadap masyarakat terutama para ibu. Pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 96 macam sampel susu formula. Dengan hasil penelitian ini pemerintah melalui BPOM menyatakan bahwa tidak terdapat bakteri Enterobacter sakazakii pada sampel yang di teliti.

Namun

dengan adanya isu ini telah menimbulkan keraguan pada konsumen yang mengkonsumsi produk susu, sehingga hal ini juga akan berakibat kepada produsen susu formula yang ada di Indonesia. Isu pangan yang ketiga yaitu isu mengenai penggunaan lemak babi pada bahan tambahan pangan. Lemak babi adalah lemak pada babi. Lemak babi biasanya di Negara-negara Eropa digunakan untuk banyak makanan atau sebagai makanan yang mirip dengan mentega. Penggunaan lemak babi pada masakan telah dikurangi akibat dari masalah kesehatan dan memiliki gambaran yang buruk, namun, banyak masakan dan toko kue menggunakannya. Lemak babi secara luas masih digunakan untuk memanufakturkan sabun. Hampir di seluruh negara bagian barat, termasuk Eropa pilihan utama untuk daging adalah daging babi. Peternakan babi sangat banyak terdapat di negara- negara tersebut. Di Perancis sendiri jumlah peternakan babi mencapai lebih dari 42.000 unit. Lemak Babi Dipilih karena Jumlah kandungan lemak dalam tubuh babi sangat tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya. Namun, orang Eropa dan Amerika berusaha menghindari lemak-lemak itu. Babi-babi dipotong di rumah jagal yang diawasi BPOM.

17

Sekitar 60 tahun lalu, lemak-lemak babi itu dibakar. Namun sekarang ini orang Eropa dan Amerika berpikir untuk memanfaatkan lemak-lemak tersebut. Sebagai awal uji cobanya, mereka membuat sabun dengan bahan lemak babi, dan ternyata berhasil. Lemak-lemak itu diproses secara kimiawi, dikemas rapi dan dipasarkan. Negara di Eropa memberlakukan aturan yang mewajibkan bahan setiap produk makanan, obat-obatan harus dicantumkan pada kemasan. Karena itu, bahan dari lemak babi dicantumkan dengan nama Pig Fat (lemak babi) pada kemasan produknya.

Agar mudah dipasarkan, penulisan lemak babi dalam

kemasan diganti dengan lemak hewan. Ketika produsen ditanya pihak berwenang dari negara Islam, maka dijawab lemak tersebut adalah lemak sapi dan domba. Meskipun begitu lemak-lemak itu haram bagi muslim, karena penyembelihannya tidak sesuai syariat Islam. Label baru itu dilarang keras masuk negara Islam, akibatnya produsen menghadapi masalah keuangan sangat serius, karena 75persen penghasilan dari produsen tersebut diperoleh dengan menjual produk ke negara Islam, mengingat laba yang dicapai bisa mencapai miliaran dollar. Akhirnya, mereka membuat kodifikasi bahasa yang hanya dimengerti BPOM. Kode diawali dengan E Codes, E-Ingredients, ini terdapat dalam produk perusahaan mutinasional, antara lain Pasta gigi, pemen karet, cokelat, biskuit, makanan kaleng, buah-buahan kaleng, dan beberapa multivitamin serta masih banyak lagi jenis makanan dan obat-obatan lainnya. Namun kode E yang ada kemungkinan bersumber dari hewan, tidak otomatis berasal dari babi. Beberapa komposisi kode E pada makanan dan minuman dapat dilihat pada Lampiran 1. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk 237,64 juta jiwa dan dengan penganut Agama Islam sebanyak 88,10 persen dari jumlah penduduk Indonesia, bagi umat islam mengkonsumsi babi merupakan hal yang dilarang, karena babi memiliki banyak memberikan efek yang buruk terhadap tubuh, berikut merupakan beberapa penyakit yang muncul karena memakan babi. 1.

Penyakit hewan parasit. Diantaranya adalah berkembangnya cacing spiral, termasuk golongan cacing yang paling berbahaya bagi manusia. Semua daging babi pasti mengandung cacing ini.

18

2.

Penyakit dari bakteri, seperti TBC (Tuberculoses), Cholera Tivudiah, Pharatefouid, demam tinggi yang cepat, dan lain-lain;

3.

Penyakit dari virus, seperti penyakit dis-fungsi syaraf, dis-fungsi otot jantung (qalbu), influenza, dis-fungsi mulut sapi, dan lain-lain;

4.

Penyakit dari mikroba, seperti mikroba Tacsoplasmaguwandi, yang bisa menyebabkan panas demam tinggi dan badan melemah, membesarnya hati dan limpa, dis-fungsi paru-paru, otot jantung, dis-fungsi syaraf yang terkait dengan pandangan dan penglihatan;

5.

Penyakit-penyakit yang berkembang dari susunan biologis daging dan lemak babi , seperti penambahan persentase cairan bolic pada darah, karena daging babi tidak mengeluarkan cairan bolic kecuali 2 persen, dan sisanya menjadi seperti daging babi. Oleh karena itu, orang yang memakan daging babi, dikhawatirkan akan terjangkit penyakit nyeri persendian.

6.

Babi mengandung minyak lecithin (lemak babi) yang sangat berbeda dengan hewan lainnya. Oleh karena itu, orang yang memakan daging babi mengandung lecithin jenis ini dan kelebihan kolesterol dalam darah mereka, sehingga menambah kemungkinan terkena penyakit kanker, jantung, pendarahan dada. Produk es krim Magnum produksi PT Walls, Unilever Indonesia merupakan

salah satu produk yang dianggap beberapa waktu lalu sebagai produk yang mengandung kandungan lemak babi didalamnya, berkaitan dengan kabar ini Head of Corporate Communications PT Unilever Tbk Maria Dewantini Dwianto. Membantah bahwa es krim magnum mengandung lemak babi karena Kode E471 dan E472 yang tertera di kemasan Magnum adalah kode internasional untuk bahan pengemulsi yang bermanfaat untuk mengikat lemak dan air. Bahan ini bisa menggunakan pengemulsi hewani dan nabati. Tetapi Magnum menggunakan pengemulsi nabati yang artinya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), H Amidhan mengatakan bahwa kabar es krim Magnum mengandung lemak babi tidak benar.

Pihaknya

memastikan jika es krim Magnum Halal. MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika telah menguji Produk es krim Magnum, dan

19

hasilnya kandungan lemak dari produk magnum bukan berasal dari babi, melainkan dari tumbuhan. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai persepsi konsumen terhadap suatu produk telah dilakukan banyak peneliti ditempat yang berbeda. Persepsi konsumen merupakan suatu hal yang penting dan berkaitan dengan perilaku konsumen dalam menggunakan suatu produk. Berikut adalah beberapa kajian penelitian mengenai persepsi konsumen yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Prasetyo (2006) meneliti tentang Analisis Perilaku Konsumen Biskuit Terhadap Tingkat Kepentingan Label Halal (Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan). Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis diskriminan dari analisis menggunakan analisis diskriminan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dari 11 variabel yang di masukan dalam analisis diskriminan, terdapat enam variabel yang memberi pengaruh signifikan terhadap tingkat KLH responden. Variabel-variabel tersebut adalah jam membaca perhari, hari membaca Al-Qur‟an dalam sepekan, pengetahuan label dan makanan halal, tingkat pendidikan, loyalitas merek dan Frekuensi pembelian.

Dari hasil

penelitian yang dilakukan Prasetyo maka penelitian ini akan menggunakan dua variabel yang telah digunakan sebelumnya yaitu Pengetahuan label dan makanan halal dan gaya hidup. Mashadi (2007) meneliti tentang Pengaruh Motivasi, Persepsi, Sikap dan Pembelajaran Konsumen terhadap Keputusan Pembelian Minuman kemasan merek “Teh Botol Sosro" di Kawasan Depok. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, koefisien determinasi berganda, koefisien korelasi berganda, koefisien korelasi parsial dan uji beda t-paired. Koefisien determinasi berganda berguna untuk menentukan betapa baiknya garis regresi yang mewakili data. Koefisien

korelasi

berganda

atau

uji

F

keberartian/signifikansi regresi secara keseluruhan.

yaitu

untuk

menguji

Koefisien korelasi parsial

melalui uji t bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen atau bebas secara individual (parsial) terhadap variabel dependen atau tidak bebas.

Uji t-paired digunakan untuk menentukan ada

tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel bebas.

Dari hasil analisis yang 20

dihasilkan didapatkan kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari motivasi, persepsi, sikap dan pembelajaran konsumen terhadap keputusan pembelian minuman kemasan merek Teh Botol Sosro di Kawasan Depok dan Ada perbedaan yang nyata antara pendapat dan harapan konsumen tentang keputusan pembelian. Dari penelitian yang dilakukan oleh Mashadi maka penelitian ini juga akan menggunakan analisis deskriptif, namun peneliti tidak menggunakan alat analisis koefisien determinasi berganda, koefisien korelasi berganda, koefisien korelasi parsial dan uji beda t-paired seperti yang digunakan oleh Mashadi. Tenny (2008) menganalisis tentang Persepsi Konsumen terhadap Tanggal Kadaluwarsa Berdasarkan Faktor Mutu dan keamanan pangan pada Label Kemasan Produk Pangan di daerah Bogor dan Sekitarnya. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman. korelasi Rank Spearman ini digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik responden terhadap persepsinya mengenai tanggal kadaluwarsa. Korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif apabila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel tidak harus sama.

Pada penelitian ini, digunakan uji ANOVA untuk mengetahui

hubungan perbedaan persepsi responden mengenai tanggal kadaluwarsa antar karakteristik responden. Karakteristik responden yang akan di uji dengan ANOVA adalah jenis pekerjaan responden. Pekerjaan responden pada penelitian ini dikategorikan ke dalam lima kategori yaitu pelajar atau mahasiswa, pegawai negeri, pegawai swasta, ibu rumah tangga dan wiraswasta. Intan (2009) meneliti tentang persepsi dan sikap konsumen terhadap keamanan pangan susu formula dengan adanya isu bakteri Enterobacter sakazakii di kecamatan tanah sereal Bogor.

Alat analisis yang digunakan adalah

Multiatribut Fishbein untuk mengukur sikap konsumen terhadap merek susu formula yang terkenal yaitu susu Dancow dan SGM, alat analisis lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Rank Spearman, uji korelasi ini digunakan untuk melihat bagaimana hubungan antara karakteristik dengan persepsi konsumen. Hasil penelitian uji korelasi Rank Spearman yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa hubungan karakteristik responden yaitu orang tua terutama kaum ibu dengan persepsi konsumen terhadap keamanan pangan pada

21

susu formula adanya bakteri Enterobacter Sakazakii mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 yang artinya hubungan ini nyata dan mempunyai nilai rata-rata lebih besar dari 0,75, yang mempunyai arti bahwa hubungan ini sangat kuat dan searah dimana nilai tersebut bernilai positif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Intan, maka penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dari segi persepsi konsumen, pada Intan (2009) persepsi konsumen dikaitkan dengan karakteristik konsumen, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan persepsi konsumen dilihat dari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu, namun persamaan penelitian ini dengan Intan (2009) adalah dalam menganalisis sikap konsumen sama-sama menggunakan alat analisis Multiatribut Fishbein. Julaeha (2010) meneliti tentang persepsi dan sikap konsumen terhadap produk oreo setelah adanya isu melamin. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian uji regresi logistik yang dihasilkan didapatkan kesimpulan bahwa dapat diketahui banhwa sebagian besar responden (sebanyak 77 responden) memiliki persepsi yang buruk terhadap produk Oreo, sebagian besar responden memiliki sikap negatif terhadap produk Oreo setelah adanya isu melamin. Sikap negatif menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan untuk tidak mengkonsumsi produk Oreo seperti sebelum terkena isu melamin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Julaeha terdapat beberapa variabel yang digunakan yaitu Usia, jenis kelamin, uang saku, tingkat pengetahuan keamanan pangan, tingkat pengetahuan terhadap produk oreo, dan persepsi konsumen terhadap produk Oreo setelah adanya isu melamin. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Julaeha (2010), maka persamaan penelitian ini dengan penelitian Julaeha (2010) adalah sama-sama menganalisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk, sedangkan perbedaannya adalah dalam menganalisis sikap konsumen Julaeha (2010) hanya melihat niat pembelian konsumen terhadap produk Oreo, dan tidak membandingkan dengan produk biskuit lain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada produk yang diteliti dan alat analisis yang digunakan, berdasarkan penelitian

22

tentang persepsi diatas belum ada yang melakukan penelitian tentang persepsi konsumen terhadap keamanan pangan es krim magnum dengan adanya isu penggunaan lemak babi. Hal ini dikarenakan isu penggunaan pengemulsi lemak babi pada es krim magnum ini baru terdengar oleh masyarakat luas awal tahun 2011. Pada penelitian ini, mengenai “Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen terhadap Keamanan Pangan Produk Es Krim Magnum” karakteristik konsumen akan dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengeluaran, pekerjaan. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui persepsi dan sikap konsumen terhadap produk es krim magnum alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi logistik, dan analisis Multiatribut Fishbein, analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakterisik konsumen, persepsi responden terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan alat analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk melihat bagaimana sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang ada pada es krim Magnum dan Campina Bazooka.

23

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya. Tujuan utama dari mengkonsumsi barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan konsumen diukur dari sejumlah nilai yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan (Kotler, 2000). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit) (Kotler, 2000). Konsumen memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan atau memutuskan mengkonsumsi suatu barang. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dan alami, sehingga kebutuhan tidak bisa diciptakan melainkan oleh konsumen itu sendiri. Namun dalam praktiknya, kebutuhan dapat ditimbulkan melalui stimuli yang diciptakan oleh pemasar. Dalam pemasaran modern, konsumen memegang peranan penting dalam membeli suatu produk.

Dahulu, konsumen tidak diperhitungkan dalam

penciptaan suatu produk namun dengan perubahan waktu dan semakin meningkatnya jumlah pemasar, konsumen menjadi penentu apakah suatu produk dapat diproduksi atau tidak. Penciptaan stimuli oleh pemasar didasarkan pada keinginan konsumen terhadap suatu produk yang dinilai dapat memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa puas dalam mengkonsumsi produk, maka kemungkinan konsumen untuk berganti produk sangatlah kecil.

Jika hal ini

24

terjadi dalam waktu yang lama dan berulang-ulang maka akan tercipta kesetiaan terhadap produk tertentu. Perilaku konsumen merupakan suatu hal yang harus dipelajari oleh seorang pelaku bisnis, hal ini harus menjadi perhatian besar oleh seorang pelaku bisnis bagaimana memenuhi dan memahami keinginan konsumen, sehingga pelaku bisnis dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dengan memenuhi keinginan konsumen, maka perusahaan sebagai penyedia produk dan jasa harus berusaha untuk memenuhi keinginan tersebut dan memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan strategi-strategi yang dapat membantu perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut (Engel:et al 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Schiffman dan Kanuk (1994) yang dikutip dalam Sumarwan (2003), bahwa perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan untuk memuaskan kebutuhan mereka.

Tindakan-tindakan yang

termasuk dalam kajian perilaku konsumen adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian. Dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi. 2. Perbedaan individu, yang meliputi sumberdaya konsumsi, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. 3. Proses psikologis yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.

25

Proses Psikologis Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan sikap/perilaku

Perbedaan individu Sumberdaya konsumen Motivasi dan keterlibatan Pengetahuan Kepribadian dan gaya

Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Pasca pembelian

Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas sosial Pengaruh pribadi Keluarga

Strategi pemasaran

Gambar 1. Model Perilaku Konsumen Sumber : Engel et.al 1994

Proses pembelian merupakan tindakan yang paling penting dibandingkan tindakan-tindakan lain dalam model perilaku konsumen. Proses pembelian dianggap sebagai tindakan yang terpenting karena proses pembelian dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya melalui rangsangan pemasaran, misalnya melalui kegiatan promosi perusahaan. 3.1.2 Persepsi Menurut UU perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 (dalam Oksowela 2008), konsumen merupakan sebagai pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik digunakan untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen memiliki hak penuh dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya. Namun keputusan konsumen ini

26

tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor internal maupun eksternal dari konsumen itu sendiri. Persepsi dihasilkan dan atau dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (individu) dan faktor eksternal (stimulus), (Kotler 2001). Faktor internal merupakan karakteristik seseorang, kemampuan dasar dalam proses penginderaan serta pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya terhadap berbagai atribut atau situasi konsumen yang bersangkutan, motivasi awal dan pengaruh keadaan yang dialami konsumen. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Faktor internal menggambarkan adanya pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan, maupun perilaku yang berbeda antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan Minor, 2002).

Pemilihan dan selera

konsumen terhadap pangan dan barang lainnya dipengaruhi oleh faktor usia (Kotler, 2001). Menurut Sumarwan (2003), siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen dan ia akan terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Persepsi konsumen berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya.

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan

dengan pengetahuan yang lebih tinggi pula (Sediaoetomo, 1999). Pengetahuan yang dimiliki seorang merupakan unsur dari kepribadian dan semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang maka ia akan semakin berhati-hati dalam membuat keputusan (Setiadi 2003). Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka konsumen akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat mengakibatkan konsumen akan lebih efektif dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu me- recall informasi dengan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa persepsi berhubungan dengan pembentukan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian atau konsumsi (Kotler, 2001). Faktor eksternal merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, tekstur, atribut yang terdapat dalam produk. Pengaruh lingkungan merupakan

27

faktor diluar individu yang akan mempengaruhinya dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian. Sumber informasi juga merupakan unsur dari faktor eksternal, keahlian dan validitas sumber informasi sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, dimana semakin terpercaya sumber informasi maka konsumen akan semakin percaya.

Menurut Kotler (2001), sumber

Informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sumber pribadi yang berasal dari keluarga, teman, maupun kenalan, sumber komersial yaitu sumber yang berasal dari iklan, distributor, kemasan, wiraniaga maupun model produk yang dipajang, sumber publik yaitu sumber yang berasal dari media masa, media cetak dan media elektonik, sumber pengalaman yaitu sumber yang berasal dari evaluasi dan pemakaian produk. Informasi terbanyak tentang suatu produk yang diterima konsumen secara umum

berasal dari sumber-sumber yang

didominasi oleh pemasar, sedangkan informasi yang efektif cenderung berasal dari sumber-sumber pribadi. Media masa adalah alat komunikasi yang dapat menjangkau orang dalam jumlah yang besar. Terdapat dua bentuk media yaitu media cetak seperti majalah, koran, dan buku serta media elektronik seperti radio, televisi. Menurut Gift et. Al (1975), pada prinsipnya isi dari media kebanyakan membawa iklan atau promosi. Alasan utama dalam penggunaan media masa adalah sebagai sumber informasi, hiburan dan asset sosial sebagai cara untuk tetap mengetahui apa yang sedang terjadi dan antusiasme sosial. Media cetak paling utama digunakan tetapi tidak semata-mata untuk tujuan yang serius guna mendapatkan ilmu pengetahuan atau melatih kecerdasan.

Media elektronik digunakan secara luas tetapi tidak

semuanya digunakan untuk hiburan tetapi juga dapat digunakan untuk memperoleh berbagai informasi tentang produk. Diantara jenis media periklanan yang ada televisi merupakan media yang efektif untuk memperoleh pengaruh terhadap konsumen. Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari seorang individu. Di dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menterjemahkan rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian sendiri akan dunia sekitarnya.

Rangsangan (stimulus) adalah energi dalam tubuh yang dapat

28

merangsang bagian-bagian tubuh untuk memproduksi suatu efek dalam makhluk hidup itu sendiri. Sedangkan sensasi (sensation) adalah akibat, pengertian atau terjemahan dari rangsangan yang terjadi secara langsung dan cepat menciptakan suatu sikap dan perilaku.

Persepsi adalah interpretasi dari sensasi, sehingga

persepsi dapat diartikan juga sebagai proses kompleks yang dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan. Stimulus

Organ Sensori

Persepsi

Sensasi

Pengertian

Sikap dan Perilaku

Gambar 2. Proses terjadinya Persepsi Perbedaaan dalam persepsi akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih atau membeli produk karena konsumen akan membeli barang sesuai dengan persepsinya. Pemahaman terhadap persepsi konsumen sangat bermanfaat bagi pemasar karena persepsi konsumen dapat dijadikan dasar dalam melakukan market segmentation.

Selain persepsi konsumen, perusahaan juga harus

mempelajari sikap dan perilaku konsumen. Menurut Robbins (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi kedalam tiga bagian, yaitu : 1.

Faktor situasi meliputi waktu, keadaan pekerjaan dan keadaan sosial

2.

Faktor

pengamatan

sendiri

seperti

sikap/pendirian,

alasan

yang

mendasari/motivasi, perhatian minat, pengalaman dan harapan 3.

Faktor target meliputi sesuatu (kesenangan) yang baru, gerakan dan suara. Persepsi konsumen didefinisikan sebagai suatu proses, dimana seseorang

menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimuli ke dalam gambaran yang lebih berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang ditangkap oleh panca indera. Stimuli dapat berasal dari lingkungan sekitar atau

29

dari dalam individu itu sendiri. Kombinasi keduanya akan memberikan gambaran persepsi yang bersifat pribadi (Simamora, 2002). Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka konsumen akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat mengakibatkan konsumen akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu me-recall informasi dengan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa persepsi berhubungan dengan pembentukkan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian, dimana keputusan pembelian tersebut dipengaruhi oleh sikap konsumen (Kotler, 2000). Secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan cara pandang konsumen terhadap suatu produk

setelah melakukan proses

pembelian dan mengkonsumsi produk tersebut dimana persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (faktor pribadi) dan eksternal (stimulus). Persepsi bersama-sama dengan pengetahuan membentuk kepercayaan dan berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep kepercayaan sangat tekait dengan konsep sikap dimana persepsi yang baik terhadap sesuatu dapat memunculkan sikap yang positif terhadap hal tersebut. 3.1.3 Sikap Konsumen Menurut Umar (2000), sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap akan menempatkan seseorang dalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhinya. Sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek dan ide-ide tidak berwujud tertentu. Menurut Gerungen (1991), attitude merupakan sikap terhadap suatu objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan dengan kecenderungan untuk bertindak dengan sikap objek tadi. Sikap dapat diciptakan secara langsung melalui proses pembelajaran perilaku dari pengkondisian klasik, pengkondisian operant dan pembelajaran observasional. Dari perspektif pengkondisian klasik, sikap merupakan tanggapan emosional bersyarat yang dapat ditimbulkan oleh ranfsangan bersyarat.

Pada

pengkondisian

operant, 30

berhubungan dengan fungsi utilitarian, yakni ekspresi sikap yang merupakan tanggapan yang dipelajari yang berasal dari penguatan dan penghukuman. Dari perspektif ini, afeksi yang membentuk perasaan yang mendasari sikap merupakan hasil dari pengkondisian operant. Sedangkan pada pembelajaran observasional yang disebut juga pembelajaran vicarions atau sosial, mengacu pada fenomena dimana orang mengembangkan “pola perilaku” dengan mengobservasi tindakan orang lain (Mowen dan Minor, 2002) Schiffman dan Kanuk (1994) mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu: 1.

Fungsi Utilarian. Konsumen menyatakan sikapnya terhadap suatu produk karena manfaat dari produk dapat menghindari risiko.

2.

Fungsi mempertahankan ego. Sikap konsumen untuk menimbulkan kepercayan yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi dari luar.

3.

Fungsi ekspresi nilai. Sikap berfungsi menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari seseorang.

4.

Fungsi pengetahuan. Pengetahuan yang baik dari suatu produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut, karena itu sikap positif suatu produk mencerminkan pengetahuan konumen terhadap suatu produk. Engel et al. (1994) menyatakan sikap yang penting dari sikap adalah

kepercayaan. Kepercayaan dapat mempengaruhi kekuatan hubungan antara sikap dan perilaku. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan dapat

diandalkan

untuk

membimbing

perilaku.

Kepercayaan

dapat

mempengaruhi kerentanan sikap terhadap perubahan. Sikap akan lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Sifat juga bersifat dinamis, dimana sikap akan berubah bersama waktu.

Oleh

karenanya perusahaan dapat meperoleh manfaat dari penelitian sikap sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan yang potensial dalam permintaan produk dan perilaku konsumsi. Menurut Sumarwan 2011 Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan sikap, yaitu

proses pengolahan informasi, pembentukan

pengetahuan, dan proses belajar, ketiga hal diatas akan sangat menentukan apakah

31

konsumen menyukai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsinya. Setiadi (2003) menjelaskan bahwa ada tiga komponen sikap, kepercayaan merek adalah komponen dari sikap, evaluasi merek adalah komponen afektif atau perasaan, dan maksud untuk membeli adalah komponen konatif atau tindakan. Hubungan antara ketiga komponen ini dijelaskan pada gambar dibawah ini. Komponen Kognitif

Komponen Afektif

Komponen Konatif

Kepercayaan

Evaluasi Merek

Maksud untuk Membeli

terhadap merek

Gambar 3. Hubungan antara tiga komponen sikap Hubungan antara tiga komponen itu mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi (high involvement) yaitu kepercayaan merek mempengaruhi maksud untuk membeli. Dari tiga komponen sikap, evaluasi merek adalah pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan ringkasan dari kecenderung konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi merek tertentu. Evaluasi merek sesuai dengan definisi dari sikap terhadap merek yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi merek baik disenangi atau tidak disenangi. Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merek datang sebelum dan mempengaruhi evaluasi merek, dan evaluasi mereka terutama menentukan prilaku berkehendak. Setiadi (2003) teori Fishbein lebih dapat diaplikasikan dibandingkan dengan teori Rosenberg, karena Fishbein menjelaskan pembentukan sikap sebagai tanggapan

atas

atribut



atribut.

Sedangkan

Rosenberg

menjelaskan

pembentukkan sifat sebagai tangkapan atas nilai – nilai. Atribut bersifat lebih operasional, sedangkan nilai lebih bersifat abstrak dan susah diderivasi ke dalam bentuk yang lebih konkret.

Model Fishbein memungkinkan para pemasar

mendiagnosa kekuatan dan kelemahan merek produk mereka secara relative dibandingkan dengan merek produk pesaing dengan menentukan bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif merek produk pada atribut – atribut

32

penting. Ilustrasi model Fishbein digambarkan pada gambar ini : Evaluasi Atribut

Kepercayaan (bi)

Sikap Terhadap

Evaluasi evaluasadalah

Kepercayaan adalah

Atribut (Ao)

evaluasi baik atau

kekuatan

Karakteristik dari

buruknya suatu

kepercayaan bahwa

objek

atribut produk

produk memiliki atribut tertentu

Gambar 4. Model Multiatribut Fishbein

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pada Februari 2011 masyarakat Indonesia dikagetkan oleh pemberitaan media massa baik media elektronik maupun media cetak mengenai adanya isu lemak babi dalam produk es krim magnum yang beredar dipasaran. Hal ini telah banyak membuat perhatian berbagai pihak. Reaksi masyarakat atas peristiwa ini dapat dimaknai ssebagai kepedulian masyarakat terhadap kehalalan dan keamanan produk pangan untuk dikonsumsi. Es krim magnum merupakan salah satu produk makanan yang banyak digemari masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua. Selain memiliki rasa yang enak, jenis produknya pun beragam seperti Magnum Almond, Magnum Chocolate truff dan Magnum Classic. Es krim magnum merupakan es krim yang populer dimasyarakat.

Sejak awal kemunculannya sampai sekarang magnum

telah mampu menarik perhatian masyarakat.

Hal ini terbukti bahwa produk

magnum mampu menguasai pangsa pasar untuk kategori es krim. PT Walls, Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi es krim. Produk es krim yang diproduksi PT Walls Indonesia salah satunya adalah es krim magnum. PT Walls Indonesia merupakan salah satu anak perusahaan dari Unilever yang berada di London dan Belanda. Perusahaan ini merupakan pemimpin pasar dalam usaha es krim di Indonesia. Kesalahan pemaknaan dalam penerimaan informasi oleh masyarakat serta adanya pemberitaan yang kurang spesifik dan informatif oleh media massa telah

33

membuat masyarakat mencap produk magnum mengandung lemak babi. Padahal Produk magnum yang diproduksi di Indonesia aman dari lemak babi. Sebagai perusahaan yang terkena imbas kasus isu lemak babi ini, PT Walls Indonesia memiliki kepentingan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap merek yang dimilikinya. Persepsi konsumen penting untuk diketahui oleh produsen, karena persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. PT Walls Indonesia ingin mengembalikan citra perusahaannya serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap produk magnum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi, menganalisis sikap konsumen terhadap dua merek produk es krim yaitu Magnum dan Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi logistik, dan analisis Multiatribut Fishbein.

Analisis deskriptif menjelaskan mengenai

karakteristik konsumen dan persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan analisis regresi logistik menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen dalam mengkonsumsi produk magnum setelah adanya isu lemak babi dan Multiatribut fishbein menjelaskan tentang sikap konsumen terhadap atribut produk Magnum dan Campina Bazooka.

34

Keresahan masyarakat terhadap isu yang beredar melalui media masa mengenai Lemak babi

Produk Es Krim Magnum PT Walls, Unilever, Indonesia

Persepsi konsumen tentang produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu : 1. Usia 2. Tingkat pendidikan 3. Pekerjaan 4. Tingkat pengeluaran 5. Tingkat pengetahuan terhadap es krim Magnum 6. Tingkat pengetahuan label dan makanan halal 7. Persepsi konsumen terhadap produk es krim magnum

Sikap konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Harga Rasa Merek Kemasan Ukuran Kandungan gizi Izin depkes Kehalalan Ketersediaan

Analisis Regresi Logistik

Rekomendasi bagi PT Walls, Unilever,

Analisis Fishbein

Indonesia

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

35

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian terhadap analisis persepsi dan sikap konsumen terhadap produk magnum setelah isu lemak babi ini dilakukan di kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kota Bogor merupakan kota berpenduduk padat di provinsi Jawa Barat dengan tingkat pendapatan per kapita yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berikut merupakan tabel pendapatan per kapita Kota Bogor tahun 2006-2010. Tabel 6. PDRB Perkapita Kota Bogor 2006-2010 (Rupiah) No Tahun PDRB Atas Dasar Harga PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Konstan

1

2006

8.626.510,51

4.495.588,79

2

2007

9.975.446,96

4.677.347,48

3

2008

11.634.895,15

4.902.344,97

4

2009

13.464.061,07

5.099.212,20

5

2010

15.626.396,68

5.311.184,29

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2010)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Atas Dasar Harga Berlaku, pendapatan perkapita kota bogor tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan pendapatan perkapita pada tahun 2006. Demikian juga jika ditinjau Atas Dasar Harga Konstan 2006, terlihat bahwa pendapatan perkapita tahun 2010 meningkat jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita tahun 2006, walaupun peningkatan yang terjadi belum terlalu menggembirakan. Dengan peningkatan pendapatan perkapita kota Bogor memungkinkan adanya potensi pemasaran Es Krim Magnum dan Campina Bazooka yang cukup baik. Selain itu letak Kota Bogor sangat strategis, dan merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian. Pengumpulan data di lapang dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan, dimulai pada Pertengahan bulan April 2012.

36

4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan metode survey, yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang intuisi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 1999).

Penentuan

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode non probability sampling, metode ini dipilih karena tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama menjadi responden (Simamora 2004), hal ini diperkuat pula dengan pernyataan Umar (2003) yang mengatakan bahwa pengambilan sampel menggunakan metode non probability, semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Penentuan responden dilakukan secara convenient sampling, dimana penentuan responden yang akan diteliti yaitu elemen populasi dipilih berdasarkan kemudahan dan kesediaan untuk menjadi sampel (Simamora, 2004). Secara keseluruhan responden diambil dari enam kecamatan yang terdapat di Kota Bogor yaitu kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Utara, dan Tanah Sareal. Adapun responden yang dipilih adalah konsumen yang mengkonsumsi produk es krim Magnum dan es krim Campina Bazooka. Pemilihan tersebut dilakukan karena konsumen yang pernah mengkonsumsi produk yang diteliti, diharapkan akan dapat mendeskripsikan aspek-aspek yang akan diteliti. Responden yang diambil yaitu sebanyak 86 responden. Lokasi yang menjadi tempat pemilihan responden umumnya adalah tempat-tempat responden yang mudah ditemui seperti dekat pusat perbelanjaan dan lingkungan kampus. sesuai dengan pendapat Barley dan Chasdwick et. al (1991) yang dikutip oleh Trio (2006) bahwa jumlah contoh minimum untuk penelitian adalah 30 sampai 100 satuan. Sampel yang menjadi responden telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh peneliti sehingga dapat mengurangi bias penelitian. Menurut Nazir (2005), penentuan sampel dalam setiap kecamatan menggunakan metode alokasi sampel berimbang melalui pendekatan sample fraction dihitung dengan rumus: xn

37

dimana: n1

= jumlah sampel dalam tiap kecamatan

N1

= jumlah populasi dalam tiap kecamatan

N

= jumlah populasi penduduk Kota Bogor

N

= besarnya ukuran sampel (100 orang) Berdasarkan perhitungan diperoleh sebaran responden dalam setiap

kecamatan yang terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Responden pada Setiap Kecamatan di Kota Bogor

Kecamatan

Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Total

181.392

0,19087

19,087

Jumlah Responden Per Kecamatan (n1) 19

95.098 170.443 101.398

0,10006 0,17935 0,10669

10,006 17,935 10,669

10 18 11

211.084 190.919 950.334

0,22211 0,20089

22,21 20,089 100

22 20 100

Jumlah Penduduk (N)

Sample Frame (N1/N)

Jumlah Penduduk x Sample Frame

Dalam pengambilan responden pada setiap daerah dilakukan dengan menggunakan teknik convenience yang dilakukan atas dasar pendekatan langsung kepada responden pada keenam wilayah dikota Bogor, dengan menanyakan kesediaan responden untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang dipandu langsung oleh peneliti. Selain itu, dilakukan wawancara dengan responden sehingga diperoleh informasi yang lebih mendalam. 4.3 Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei dengan mengambil kasus pada konsumen yang berada di enam kecamatan di Kota Bogor yang membeli produk es krim magnum. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberi gambaran umum karakteristik responden, persepsi, sedangkan regresi logistik adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dan analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui sikap konsumen terhadap atribut dua merek es krim

38

Magnum dan Campina Bazooka. Campina Bazooka merupakan produk saingan produk es krim Magnum, karena produk es krim Campina Bazooka ini merupakan produk es krim dengan segmentasi pasar yang sama yaitu kalangan dewasa dan pasar sasarannya kalangan menengah keatas, serta harga yang sama dan rasa yang hampir sama dengan es krim Magnum. 4.4 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif.

Data primer diperoleh dari

konsumen melalui wawancara langsung dan melalui pengisian kuesioner sebagai panduan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas-dinas dan instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta referensi kepustakaan lainnya. Instrumentasi yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian pertama untuk mengetahui karakteristik responden, bagian kedua untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap es krim magnum dan ketiga merupakan untuk melihat sikap konsumen dalam mengkonsumsi es krim magnum setelah adanya isu lemak babi.

Adapun

pengumpulan data primer menggunakan kuesioner terbagi menjadi beberapa jenis pertanyaan, yaitu: 1) Pertanyaan tertutup (close ended question), adalah pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan terlebih dahulu sehingga responden hanya dapat memilih jawaban yang telah disediakan dalam pertanyaan tersebut. 2) Pertanyaan terbuka (open ended question), merupakan pertanyaan dengan jawaban yang bersifat bebas sehingga responden dapat mengisi pertanyaan yang diajukan sesuai dengan pendapat pribadinya. 3) Pertanyaan kombinasi, yaitu pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan serta diikuti dengan adanya jawaban yang tidak ditentukan terlebih dahulu, sehingga responden bebas untuk memberikan jawaban. 4.5 Metode Pengolahan Data Analisis data konsumen dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel,

39

tulisan, diagram, atau grafik. Selanjutnya untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik responden, dalam penelitian digunakan metode analisis regresi logistik yang dikaitkan dengan persepsi responden terhadap konsumsi es krim magnum. Serta Metode analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk menganalisis sikap konsumen terhadap atribut dua produk es krim yaitu Magnum dan Campina Bazooka. 4.5.1 Metode Analisis Deskriptif Metode deskriptif merupakan metode analisis dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1999). Analisis deskriptif merupakan salah satu alat yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran tentang identitas responden yang diperoleh dari kuisioner seperti usia, pekerjaan, pendidikan, kehalalan, dan latar belakang responden secara keseluruhan.

Hasil data kuisioner mengenai karakteristik

responden dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama dan disajikan dalam bentuk tabulasi desktiptif.

Analisis ini dipilih karena mampu memberikan

gambaran mengenai karakteristik konsumen serta persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah isu lemak babi. 4.5.2 Metode Regresi Logistik Analisis regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi. Regresi logistik adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan sejumlah variabel bebas. Pada model regresi logistik variabel bebasnya bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai yang diskontinyu 1 dan 0. Regresi logistik merupakan suatu model dimana respon variabel terikat (Y) bersifat memihak kepada 1 dari 2 atau lebih pilihan yang ada. Model logit juga menggambarkan bagaimana peluang atau kemungkinan terpilihnya salah satu dari sejumlah pilihan yang tersedia. Variabel terikat (Y) dibuat dalam bentuk dummy (0,1,2,3,...).

40

Menurut Harmini (2011) model analisis regresi logistik digunakan untuk pemodelan masalah, yang melibatkan satu variabel respon, berupa kategorik, dipengaruhi oleh satu atau lebih dari satu variabel independent, yang mencapai pengukuran metrik atau gabungan metrik dan nonmetrik. Tidak dibutuhkan asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Banyaknya kategori variabel respon bisa hanya dua kategori saja (binary logistic regression), namun bisa pula lebih dari dua kategori (multinomial logistic regression). Pada penelitian ini yang digunakan adalah binary logistic regression karena variabel respon hanya terdiri dari dua kategori kemungkinan, yaitu persepsi baik (1) dan persepsi buruk (0). Nilai variabel tak bebas dari model logistik antara 0 dan 1, bentuk fungsi dari model logistik adalah: Ln [P/1-P] = α + βx + μ P, P adalah nilai peluang dari variabel tak bebas yang nilainya biner yaitu 0 dan1, nilai P diperoleh dari: Y= Prob

Sebaran peluang yang digunakan dalam digunakan

dalam fungsi logit adalah sebaran logistik, sehingga nilai harapan bersyarat Y jika diketahui X adalah: E (Y│X) = π (X) =

dengan g (X)= Ln [π(X)/ 1-π(X)]

Dalam penelitian ini, konsumen dihadapkan pada pilihan persepsi baik terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi atau persepsi buruk terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi. Keputusan ini dianggap sebagai variabel dependent (tak bebas) yang diduga dipengaruhi oleh sejumlah variabel Independent (bebas) Kotler (2001) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen ke dalam kategori budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.

Faktor

pribadi atau karakteristik pribadi individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen.

Variabel untuk karakteristik konsumen

yang digunakan adalah variabel perbedaan individu dan pengaruh lingkungan yang meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, pengeluaran, tingkat pengetahuan label dan makanan halal, dan pengetahuan terhadap produk magnum. Alasan menggunakan variabel tersebut adalah faktor-faktor tersebut diperkirakan mempengaruhi tingkat persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi.

41

Reposisi yang digunakan sebagai dasar pemilihan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi konsumen akan dijelaskan sebagai berikut : 1) Usia Usia merupakan salah satu faktor yang diduga dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap persepsi dan sikap konsumen terhadap produk magnum.

Usia sebagai karakteristik demografi konsumen yang

memiliki pengaruh terhadap cara berperilaku, bertindak, dan berpikir konsumen (Sumarwan 2011). Diasumsikan bahwa semakin bertambah usia maka semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang dan juga akan mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. a) 16-18 tahun (0) b) 19-24 tahun (1) c) 25-35 tahun (2) d) 36-50 tahun (3) e) 51-65 tahun (4) 2) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi: rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2). Tingkat pendidikan akan terkait dengan banyaknya informasi dan pada akhirnya menentukan keputusan seseorang dalam melakukan pembelian dan mempengaruhi persepsi konsumen. a) Rendah (Tamat SD dan SMP) b) Sedang (Tamat SMA/Sederajat) c) Tinggi (Tamat Diploma sampai dengan Pasca Sarjana) 3) Pekerjaan Pekerjaan konsumen dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan profesi atau pekerjaan sehari-hari, yaitu: pegawai (1) dan nonpegawai (0). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi jenis pekerjaan seseorang. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan suatu pekerjaan, tingkat pendidikan menjadi salah satu ukuran pertimbangan. Adapun jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang dan kemudian mempengaruhi pola konsumsi dan proses keputusan seseorang.

42

a) Pegawai (Pegawai negeri, swasta, maupun wiraswasta) b) Non pegawai (tidak memiliki pekerjaan dan buruh kasar) 4) Tingkat Pengeluaran Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi: bawah (0), menengah 1 (1), menengah 2 (2), atas 3 (3), Persepsi konsumen salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang terkait dengan daya beli konsumen. Adapun interval untuk setiap kategori pendapatan, adalah: a) dibawah 0 (1.000.000) b) menengah 1 (1.000.001-2.500.000) c) menengah 2 (2.500.001-5.000.000) d) atas 3 (5.000.001) 5) Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal Variabel ini terdiri beberapa pertanyaan yang diperkirakan cukup menggambarkan pengetahuan konsumen terhadap label dan makanan halal Sulit bagi seseorang untuk peduli dengan label dan makanan halal jika tidak mengetahui yang dilarang dan diperbolehkan. Sehingga apakah tingkat pengetahuan tentang label dan makanan halal akan signifikan dengan persepsi konsumen terhadap es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. Tingkat pengetahuan label dan makanan halal ini dikategorikan menjadi : Rendah (1), sedang (2), dan Tinggi (3) 6) Tingkat Pengetahuan terhadap Produk Magnum Variabel ini terdiri beberapa pertanyaan yang diperkirakan cukup menggambarkan pengetahuan konsumen terhadap produk es krim Magnum. Pengetahuan konsumen merupakan salah satu indikator pengukuran persepsi konsumen. Semakin banyak konsumen memiliki pengetahuan mengenai produk magnum, maka cenderung akan memiliki persepsi dan sikap yang positif terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Oleh karena itu sebelum melihat persepsi perlu diketahui tingkat pengetahuan responden. Konsumen yang mengetahui mengenai produk Magnum dan memahami kebenaran isu lemak babi yakni bahwa produk Magnum tidak mengandung lemak babi akan bersikap positif terhadap produk Magnum setelah adanya isu

43

lemak babi. Variabel tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum dikategorikan menjadi : Rendah (1), sedang (2), Tinggi (3) 7) Tingkat persepsi responden terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Tingkat persepsi merupakan salah satu indikator pengukuran sikap responden.

Semakin baik persepsi konsumen terhadap produk maka

konsumen akan memiliki sikap yang positif terhadap produk tersebut. Variabel tingkat persepsi terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi dikategorikan menjadi persepsi buruk (1) dan persepsi baik (2). Dengan demikian model regresi logistik yang didapatkan pada penelitian ini adalah:

Setelah ditransformasikan kedalam logit menjadi: g(X)= ln[ =β0 + β1usia + β2Tingkat Pendidikan+ β3pekerjaan+

β4 Tingkat

pengeluaran + β5 Tingkat pengetahuan label dan makana halal + β6 tingkat pengetahuan es krim magnum.

Dimana: β0

= intercept

X1

= Usia

X2

= Tingkat Pendidikan

X3

= Pekerjaan

X4

= Tingkat Pengeluaran

X5

= Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal

X6

= Tingkat Pengetahuan terhadap es krim Magnum

β1-β7

= Koefisien Variabel Bebas atau parameter yang akan diestimasi (logits)

44

Sedangkan untuk model logit persepsi terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi adalah sebagai berikut :

Setelah ditransformasikan kedalam logit (g(x)), model berubah menjadi : g(X)= ln[

= β0 + β1usia + β2Tingkat Pendidikan+ β3pekerjaan+

β4 Tingkat

pengeluaran + β5 Tingkat pengetahuan label dan makana halal + β6 tingkat pengetahuan es krim magnum + β7 tingkat persepsi terhadap produk magnum. Dimana: β0

= intercept

X1

= Usia

X2

= Tingkat Pendidikan

X3

= Pekerjaan

X4

= Tingkat Pengeluaran

X5

= Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal

X6

= Tingkat Pengetahuan terhadap es krim Magnum

X7

= Tingkat Persepsi Konsumen terhadap produk es Magnum setelah adanya isu lemak babi

β1-β7

= Koefisien variabel bebas atau parameter yang akan diestimasi (logits)

Dari tujuh variabel diatas, data kategori untuk ketujuh variabel tersebut termasuk data nominal dan ordinal yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, tingkat pengetahuan label dan makanan halal, tingkat pengetahuan terhadap produk es krim magnum, dan tingkat persepsi terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi. 4.5.2.1 Nilai Odds Ratio Ukuran yang sering digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas dalam model logistic adalah nilai odds ratio (Ψ). Nilai odds ratio menunjukkan peluang Y=1 dan Y=0 yang dipengaruhi oleh 45

variabel tak bebas tertentu. Nilai ini diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi atau exp (β). Odds ratio (Ψi) = [P(xi) / 1-P(xi)] atau exp (β) (Hosmer dan Lameslow (1989) yang diacu dalam Julaeha (2010). 4.5.2.2 Model Kemungkinan Maksimum ( Maximum Likelihood Estimate) Pendugaan parameter logit dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum. Metode ini pada model logisik sama dengan metode yang digunakan pada pendugaan regresi biasa. Metode ini lebih umum digunakan dibandingkan metode lainnya seperti metode kuadrat terkecil karena metode ini dapat digunakan untuk data berukuran besar dan kompleks. Rasio Odds digunakan untuk mempermudah interprestasi koefisien. Rasio odds adalah ukuran yang memperkirakan berapa besar kecenderungan peubahpeubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y). Jika suatu peubah penjelas memilki tanda koefisien positif maka nilai odds rationya >1, sebaliknya jika tanda koefisiennya negatif maka nilai odds rationya <1 (Hosmer dan Lameshow,1989 yang diacu dalam Julaeha 2010). Interpretasi koefisien dari nilai odds ratio untuk peubah penjelas yang berskala nominal, X=1 memiliki kecenderungan untuk Y=1 sebesar Ψ kali dibandingkan dengan peubah X=0. Sedangkan jika peubah penjelasnya berskala kontinu, untuk Ψ lebih besar atau sama dengan satu, maka semakin besar nilai peubah X akan diikuti pula dengan semakin besarnya kecenderungan untuk Y=1. 4.5.2.3 Pengujian Parameter Pengujian terhadap parameter-parameter model regresi logistik dilakukan untuk memeriksa pengaruh dari peubah penjelas di dalam model. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu menggunakan statistik uji-G dan wald test. Statistik uju-G adalah ratio kemungkinan maksimum yang digunakan untuk menguji peranan peubah penjelas di dalam model secara bersama-sama (Hosmer dan Lameshow (1989) yang diacu dalam Julaeha (2010). Nilai ini didapat dengan cara membandingkan nilai G hitung dengan nilai Chi-square. G hitung = 2 { nilai log likelihood – [n1 Ln (n1) + n0 Ln (n0) – n Ln (n)]} Dimana : G

= nilai ratio likelihood logaritma tanpa variabel tak bebas

46

n1

= jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P(Y=1)

n0

= jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P(Y=0)

n

= jumlah total sampel

dengan hipotesis : Ho

= βo = β2 = β3=…..= βp= 0

H1

= Minimal ada satu nilai βi ≠ 0, dimana i=1,2,3,…,p Statstik G akan mengikuti sebaran X2 dengan derajat bebas P, kaidah

keputusan yang diambil adalah, jika G=X2 p(a) maka hipotesis nol ditolak. Selain pengujian parameter secara bersama-sama, ada juga pengujian parameter βi secara parsial (individu) dilakukan dengan uji Wald dengan cara merasionalkan kesalahan βj dengan keslahan bakunya (standard error). Hipotesa yang akan diuji adalah : Ho = variabel ke I tidak berpengaruh terhadap persepsi responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu Lemak babi (βi=0) Ho = variabel ke i berpengaruh terhadap persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi Βi≠0 Model statistik uji Wald :

Wi =βi /SE(βi) Dimana : βi

= penduga βi

SE(βi)

= penduga galat baku βi

Nilai kepercayaan yang digunakan pada analisis logit, untuk model persepsi terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi menggunakan nilai kepercayaan 85 persen atau α=0,15. Pemilihan ini didasarkan pada tingkat kepercayaan yang lebih tinggi atau α yang lebih rendah, variabel yang signifikan sangat sedikit. Selain itu, untuk penelitian sosial ekonomi, seperti penelitian ini derajat kesalahan sebesar 15 persen masih dapat diterima, dengan pertimbangan banyak variabel lain diluar penelitian ini yang tidak bisa dikendalikan sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan pada hasil penelitian.

47

4.5.3 Multiatribut Fishbein Untuk

mengukur sikap konsumen terhadap dua merek es krim yang

terkenal yaitu es krim Magnum dan Campina Bazooka menggunakan Analisis Multiatribut Fishbein. Multiatribut Fishbein adalah menurut Engel dan Blackwell (1994) memberikan hasil yang merupakan suatu gambaran yang berupa sikap, persepsi dan penilaian positif atau negatif dari suatu produk. Penilaian dengan analisis Fishbein ini di ambil dari perhitungan nilai rataan dari masing-masing atribut untuk seluruh responden, lalu di formulasikan kedalam metode Fishbein dan hasilnya berupa nilai Fishbein untuk produk es krim yang di tampilkan dalam bentuk tabel. Alasan pemilihan model Multiatribut Fishbein adalah karena model ini mampu memberikan informasi tentang sikap konsumen terhadap produk yang sudah ada, lebih sederhana dalam penggunaan data maupun proses analisisnya. Model sikap Multiatribut Fishbein memeriksa hubungan antara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan perilaku terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk tersebut untuk membentuk sikap yang menyeluruh terhadap produk. Sikap didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh. Intensitas, dukungan dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Secara matematis rumus model Multiatribut Fisbein dapat di tuliskan sebagai berikut.

Ao = Dimana : Ao

: Sikap keseluruhan konsumen terhadap objek (es krim magnum)

bi

: Kekuatan dan kepercayaan bahwa es krim magnum memiliki atribut – i

ei

: Evaluasi konsumen terhadap atribut-i

n

: Jumlah atribut yang dimiliki es krim magnum

i

: Atribut Model ini mengemukakan bahwa sikap terhadap objek tertentu misalnya

merek didasarkan pada perangkat kepercayaan yang diringkas mengenai atribut ini. Kekuatan kepercayaan (bi) memberikan gambaran kekuatan kepercayaan konsumen bahwa produk es krim magnum memiliki atribut-atribut yang dianjurkan dalam kuisioner. Dalam penelitian ini akan dinilai kepercayaan

48

konsumen terhadap masing - masing atribut yang terdiri dari Harga, Rasa, Merek, Kemasan, Ukuran, Kandungan gizi, Izin depkes, Label halal, Ketersediaan Kekuatan kepercayaan akan diukur dengan skala 5 angka pada kemungkinan yang disadari yang berjajar dari “sangat penting” hingga “sangat tidak penting”. Komponen (ei) menggambarkan evaluasi atribut yang diukur secara khas pada sebuah skala evaluasi yang sama yaitu 5-angka, berikut contoh pengukuran (bi) konsumen terhadap atribut “merek terkenal”, penilaian anda ? Sangat penting : _____ : _____ : _____ : _____ : _____: Sangat tidak penting 5

4

3

2

1

Untuk mengestimasi penilai sikap terhadap es krim magnum dan campina bazooka digunakan indek bi ei dengan mengalihkan setiap skor kepercayaan dengan skor evaluasi yang sesuai, misalkan skor kepercayaan untuk atribut “merek terkenal” adalah 5 dengan evaluasi 3, maka skor sikap akan didapatkan 15 untuk atribut ini. Penilaian sikap konsumen terhadap es krim magnum dapat di bandingkan dengan total skor maksimum dari komponen evaluasi yang ada, yaitu dengan mengalihkan skor kepercayaan (bi) yang ideal dengan skor evaluasi (ei) yang sudah ada. Adapun atribut – atribut yang akan dinilai oleh konsumen adalah Harga, Rasa, Merek, Kemasan, Ukuran, Kandungan Gizi, Izin Depkes, Kehalalan dan Ketersediaan. Penentuan atribut tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu menggali dari pihak konsumen melalui wawancara dan diskusi, serta berbagai buku - buku yang berkaitan dengan penelitian ini dan literatur – literatur baik dari media cetak maupun elektronik. Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil penelitian konsumen tersebut, terlebih dahulu menentukan rentang skala penilaian. Tentukan juga skor minimum dan skor maksimum penilaian yang mungkin di berikan konsumen (Simamora, 2004). Rumus rentang skala : m–n b Dimana : m

: Angka tertinggi dalam pengukuran

n

: Angka terendah dalam pengukuran

49

b

: Banyaknya kelas interprestasi yang akan dibentuk Maka besarnya range untuk kategori sikap (Ao) yang merupakan

perkalian antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya adalah : [(5*5) - (1*1)] = 4,8 5 Sehingga pembagian kelas berdasarkan nilai sikap (Ao) adalah : a. 1 - 5,8 sangat negatif b. 5,9 - 10,6 negatif c. 10,7 - 15,4 netral d. 15,5 - 20,2 positif e. 20,3 - 25 sangat positif Untuk nilai sikap secara keseluruhan atau nilai sikap total (Ao total) di peroleh dari [(25*10) - (1*10)] = 48 5 Sehingga diperoleh pembagian kelas sikap total (Ao) total : a. 10 - 58 sangat negatif b. 59 - 107 negatif c. 108 - 156 netral d. 157 - 205 positif e. 206 - 254 sangat positif Analisis Fishbein akan memberikan hasil mengenai sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum. 4.6

Skala Likert Skala Likert yang juga dinamakan skala summated-rating, adalah salah

satu teknik pengukuran yang paling sering digunakan dalam riset konsumen maupun pemasaran.

Teknik ini sangat bermanfaat karena memungkinkan

responden untuk mengekspresikan intensitas mereka. Responden diminta untuk memberikan respon mereka terhadap suatu isu atau objek kemudian responden diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing-masing pernyataan dan berbagai kadar kesetujuan akan diberikan nilai. Pada penelitian ini skala digunakan pada rentang nilai satu hingga lima, di 50

mana satu untuk pernyataan yang paling negatif atau sangat tidak setuju dan lima untuk pernyataan yang paling positif atau sangat setuju (Churchill 2001). Setelah didapatkan data dari setiap pernyataan konsumen terhadap suatu isu atau objek tersebut, maka langkah berikutnya adalah menghitung skor akhir dari setiap item pernyataan. Skor akhir ini didapatkan dengan cara menghitung total skor dari setiap pernyataan dan dibagi dengan jumlah responden. Untuk interpretasi maka skor ini dikelompok menjadi beberapa rentang nilai. Rentang skala tersebut digunakan untuk menginterpretasikan persepsi konsumen berdasarkan masing-masing pernyataan. Rentang atau interval tersebut dihitung dengan menggunakan rumus: RS = (m-n)/b Dimana : RS = Rentang skala m = Skor tertinggi pada skala n

= Skor terendah pada skala

b

= Jumlah kelas atau kategori yang dibuat

Pengukuran tertinggi dalam skala likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 dan skor terendah =1 dan banyak kelas yang dibentuk = 5 maka range adalah : (5-1)/5 = 0,8 Maka pembagian kelas berdasarkan tingkat pengetahuan adalah : 1,0 – 1,8

= Sangat Tidak Tahu

1,8 – 2,6

= Tidak tahu

2,6 - 3,4

= Antara tahu dan tidak tahu

3,4 – 4,2

= Tahu

4,2 – 5,0

= Sangat tahu

Pembagian kelas berdasarkan persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah : 1,0 – 1,8

= Sangat Tidak Setuju

1,8 – 2,6

= Tidak setuju

2,6 - 3,4

= Antara setuju dan tidak setuju

3,4 – 4,2

= Setuju

4,2 – 5,0

= Sangat Setuju

Adapun rentang skala Likert beserta skor jawaban adalah sebagai berikut:

51

Tabel 8. Skala Likert dan Skor Jawaban Responden No

Jawaban Responden

Skor

1

Sangat Penting, Sangat Setuju, Sangat Baik

5

2

Penting, Setuju, Baik

4

3

Netral

3

4

Tidak Penting, Tidak Setuju, Tidak Baik

2

5

Sangat Tidak Penting, Sangat Tidak Setuju, Sangat Tidak Baik

1

Pada penelitian ini tingkat pengetahuan label dan makana halal, tingkat pengetahuan terhadap produk magnum, serta persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, dilakukan transformasi data menggunakan tabel distribusi frekuensi dan statistik deskriptif berupa mean dan presentase. Mean digunakan karena mean dapat menggambarkan keadaan atau kondisi data secara keseluruhan. Dalam tabel frekuensi, data mentah diatur dalam kelas yang besar interval kelasnya sama. Interval kelas dicari setelah jumlah kelas ditentukan . Nazir (2005) Menyebutkan persamaan untuk mencari besar interval kelas adalah : I = R/K Dimana : I = Besar interval kelas R = Range atau Panjang kelas (nilai maksimum- nilai minimum) K = Jumlah kelas Pada analsis tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum, nilai maksimum adalah 25 dan nilai minimum adalah 8 dengan jumlah kelas adalah tiga (rendah, sedang, tinggi) maka besarnya interval kelas : (25-8)/3 = 5,667 maka : skor 8-13,6

= rendah

skor 13,7-19,4 = sedang skor 19,5-25

= tinggi

Untuk tingkat pengetahuan label dan makanan halal, nilai maksimum adalah 40, nilai minimum 13 dengan jumlah kelas adalah tiga (rendah, sedang, tinggi) maka interval kelasnya : (40-13)/3 = 9 skor 13 - 22 = rendah skor 23 - 32 = sedang

52

skor 33 - 42 = tinggi Untuk tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, nilai maksimum adalah 20, nilai minimum adalah 4, dan jumlah kelas adalah dua (tidak baik, baik) maka interval kelanya : (20-4)/2 = 8 skor 4 – 12 = tidak baik skor 13 - 21 = baik 4.7 Definisi Operasional Adapun definisi operasional dari masing masing variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Konsumen adalah orang yang mengkonsumsi produk Es Krim Magnum baik sebelum adanya isu lemak babi maupun sesudah adanya isu lemak babi. 2. Responden adalah konsumen di Kota Bogor yang mengkonsumsi produk es krim magnum. 3. Karakteristik responden adalah faktor perbedaan individu atau faktor pribadi yang membedakannya dari responden lain dan akan mempengaruhi keputusan pembeliannya. Karakteristik responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan label dan makanan halal, gaya hidup, tingkat pengetahuan konsumen terhadap eskrim magnum dan pengeluaran. 4. Umur adalah usia responden pada saat penelitian ini dilakukan yang diukur dari tahun kelahiran sampai penelitian ini dilakukan yang dihitung dengan pembulatan ke tanggal ulang tahun terdekat, diukur dengan skala rasio. 5. Pengeluaran adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh reponden setiap bulannya. 6. Tingkat Pengetahuan label dan makanan halal adalah tingkat pengetahuan responden terhadap komposisi yang terdapat dalam suatu produk 7. Pengetahuan responden adalah tingkat pengetahuan responden terhadap produk magnum

53

8. Persepsi responden adalah cara pandang responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi 9. Sikap responden adalah suatu penilaian yang diberikan oleh responden dalam menghadapi suatu masalah yang terjadi.

54

V. ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN PRODUK ES KRIM MAGNUM 5.1 Sejarah Singkat Produk Es Krim Magnum Produk es krim Magnum sudah diluncurkan di Eropa pada awal 90-an, Magnum telah tumbuh menjadi salah satu merk Unilever yang terbesar, membawa kelezatan coklat yang sesungguhnya untuk pasar es krim dewasa. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir produk ini telah ditiru secara luas dan pada tahun 2005 muncul

kebutuhan

untuk

membangun

kembali

kepemimpinan

dan

keunggulannya. Seiring dengan perkembangan zaman untuk menambah pangsa pasar yang lebih besar, PT Walls Unilever memutuskan untuk meluncurkan platform produk baru dengan strategi pemasaran baru yang lebih berkelas melalui konsep „blow me away’. Dimana dengan adanya strategi pemasaran ini akan memungkinkan konsumen yang tanggap untuk pindah ke kualitas yang lebih tinggi daripada Magnum standar. Penawaran menyeluruh ini memerlukan perubahan dalam hal pengalaman visual, persepsi dan indrawi. Dengan kata lain, produk Magnum baru ini merupakan suatu bentuk sensasi baru yang unik, dan menawarkan produk dengan lapisan atas coklat dan kualitas es krim yang lain dari yang lain. PT Walls, Unilever ingin menggabungkan semua level yang terbaik. Sebagai contoh, ada yang mengandung saus yang dikombinasikan dengan coklat dan potongan brownies. PT Walls, Unilever mengembangkan proses pembentukan baru dengan menggunakan cetakan yang sesuai sehingga memungkinkan

PT Walls

membentuknya secara tiga dimensi dalam pembuatannya. Berevolusi selama lebih dari satu dekade oleh tim di Colworth, teknologi cold roller pelopor ini diperuntukkan untuk mengubah format stik es krim Magnum. Pengujian yang ektensif melibatkan uji coba produksi yang terus berlangsung selama tiga hari. PT Walls juga harus mengamankan patennya, pendaftaran desain serta kebebasan untuk menggunakan persetujuannya. Untuk mewujudkan inovasi ini tepat waktu, kolaborasi

yang

kuat

diperlukan

antara

Research

and

Development,

55

Pengembangan Merk, Supply Chain dan sumber daya serta fungsi pendukung lainnya. Dikembangkan melalui inovasi terbuka dengan rekanan strategis, kemasan yang baru dan menarik secara visual adalah salah satu konsep baru yang dibuat oleh PT Walls untuk strategi pemasaran produk es krim Magnum. Desain yang cerdas pada konsep keseimbangan antara dampak lingkungan hidup yang minimal melalui penggunaan materi-materi yang bisa diperbaharui dengan perlindungan produk yang efektif. Hal lainnya adalah untuk menguatkan ritual konsumen buka segel dan buka kotak untuk menikmati produknya dalam kemasan lembut yang terbuat dari selulosa, dikelilingi emas di dalam karton. Pemikiran tentang kotak perhiasan dalam desain fungsi dan grafis, setiap macamnya mempunyai warna khas sendiri dalam kartonnya. Pada tahun 2007, PT Walls meluncurkan Magnum Temptation di Italia, Spanyol dan Switzerland. Pada tahun 2008, PT Walls memperluas ke bagian Eropa yang lain dengan varian dark chocolate. Pada tahun 2009, PT Walls memperluas kapasitas dan memperkenalkan varian buah untuk mencakup ragam kesukaan konsumen. Sebagai terobosan, inovasi Magnum Tempation telah meraih keberhasilan seperti yang diharapkan. Produk ini sekarang sedang disebar-luaskan ke Unilever yang lain. Produk es krim Magnum ini telah memiliki beberapa varian yaitu Wall‟s Magnum Classic, Wall‟s Magnum Almond dan Wall‟s Magnum Chocolate Truffle, Walls Magnum Chocolate strawberry, Walls Magnum Chocolate Brownies, pada tanggal 12 November 2010 merupakan peluncuran pertama produk es krim Magnum dengan konsep baru, produk yang pertama diluncurkan hanya tiga varian rasa yaitu Wall‟s Magnum Classic, Wall‟s Magnum Almond dan Wall‟s Magnum Chocolate Truffle. 5.2 Karakteristik Umum Konsumen Konsumen yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 86 orang yang merupakan pembagian dari enam wilayah Kota Bogor. Karakterisrik konsumen yang dianalisis meliputi umur, pekerjaan, pendidikan dan pengeluaran perbulan. Dari 86 konsumen yang diwawancarai sebagian besar merupakan perempuan yaitu sebesar 59 konsumen atau sebesar 68,60 persen dari total konsumen. 56

Sedangkan laki-laki sebesar 27 konsumen atau sebesar 31,39 persen dari total konsumen. Konsumen perempuan lebih banyak dibandingkan dengan konsumen laki-laki hal ini dikarenakan target penjualan dari produk Magnum adalah perempuan. Tabel 9. Karakteristik Konsumen Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah

Persentase (%)

1

Perempuan

27

31,39

2

Laki-laki

59

68,60

Total

86

100

Tabel 10 menunjukkan karakteristik konsumen berdasarkan usia. Berdasarkan hasil penelitian rentang usia konsumen di keenam wilayah di Kota Bogor maka rentang usia cukup beragam. Sebagian besar konsumen berada pada rentang usia 19-24 tahun, yaitu sebanyak 64 orang konsumen atau sebesar 74,4 persen dari total konsumen. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat kota bogor yang mengkonsumsi produk Magnum dan Campina Bazooka adalah konsumen yang berada pada usia produktif, dimana berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, pada usia tersebut keinginan untuk mencoba sesuatu hal yang baru sangat tinggi. Sedangkan kelompok usia paling sedikit adalah rentang usia 16-18 tahun, yaitu sebanyak dua orang konsumen atau sebesar 2,3 persen dari seluruh total konsumen. Tabel 10. Karakteristik Konsumen Berdasarkan Usia No Usia Frekuensi

Persentase (%)

1

16-18 tahun

2

2,3

2

19-24 tahun

64

74,4

3

25-35 tahun

20

23,3

Total

86

100

Tingkat pendidikan akan terkait dengan banyaknya informasi dan pada akhirnya menentukan keputusan seseorang dalam melakukan pembelian. Sebagian besar konsumen es krim Magnum di Kota Bogor memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11 berikut.

57

Tabel 11. Karakteristik Konsumen berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1

Tamat SMA/Sederajat

13

15,1

2

Tamat Diploma- Pasca Sarjana

73

84,9

Total

86

100

Berdasarkan data tersebut mayoritas konsumen es krim Magnum dan Campina Bazooka di Kota Bogor memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (di atas SMA), yaitu 84,9 persen yang didominasi oleh tamat perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum akan semakin tinggi pula.

Menurut

Sumarwan (2003), semakin tinggi tingkat pendidikannya maka konsumen akan semakin responsif dalam mengolah informasi. Es krim magnum sendiri memiliki daya tarik dalam hal cita rasa es krim coklat yang berasal dari Belgia. Hal ini tentunya menjadi salah satu pertimbangan konsumen yang mengonsumsi es krim Magnum karena kualitas dan rasanya es krim yang enak. Pekerjaan seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

yang

diperolehnya. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan suatu pekerjaan, tingkat pendidikan menjadi salah satu ukuran pertimbangan. Adapun jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang dan kemudian mempengaruhi pola konsumsi dan proses keputusan seseorang. Persentase konsumen es krim Magnum dan Campina Bazooka yang termasuk kedalam Pegawai sebesar 39,6 persen didominasi oleh pegawai swasta hal ini dikarenakan pendapatan pegawai swasta cenderung lebih tinggi, sehingga lebih mudah dalam melakukan pembelian es krim Magnum dan Campina Bazooka yang harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan es krim dengan merek lain. Sedangkan konsumen yang berprofesi sebagai pegawai negeri sebesar 8,13 persen. Konsumen es krim Magnum dan Campina Bazooka di Kota Bogor sebagian besar termasuk dalam golongan non pegawai yaitu sebesar 60,5 persen di mana 56,9 persen komposisi tersebut diisi oleh mahasiswa.

Berdasarkan

wawancara dengan konsumen, hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan konsumen yang mudah terstimulasi dengan iklan yang ditampilkan di media

58

Elektonik seperti iklan televisi mengenai produk Magnum yang baru. Sedangkan 3,5 persen konsumen non pegawai berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sebaran variabel pekerjaan konsumen es krim Magnum dan Campina Bazooka dapat dilihat pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Karakteristik Konsumen berdasarkan Tingkat Pekerjaan No Tingkat Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1

2

Pegawai Pegawai Negeri

7

8,13

Pegawai Swasta

27

31,47

Total Pegawai

34

39,6

Ibu Rumah Tangga

3

3,5

Mahasiswa

49

56,9

Total Non Pegawai

52

60,5

Total

86

100

Non Pegawai

Dalam melakukan penelitian, peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan data pendapatan konsumen. Konsumen cenderung merasa tidak nyaman untuk mengungkapkan pendapatan yang diterimanya dan bagi beberapa orang pendapatan merupakan hal yang sangat pribadi sehingga sangat sensitif jika diberitahukan kepada orang lain. Oleh karena itu untuk mengatasi persoalan di atas, penelitian ini menggunakan metode lain dalam mengukur pendapatan seorang konsumen, yakni melalui pendekatan pengeluaran perbulan (Sumarwan, 2003).

Konsumen cenderung menyesuaikan pengeluarannya

berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh. Pada kelas ekonomi menengah ke atas tingkat pengeluaran yang tinggi dikarenakan tingkat kebutuhannya yang tinggi pula. Sebagian besar pengeluaran tersebut dialokasikan untuk konsumsi kebutuhan non pangan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Engel et al (1994) bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan maka alokasi pengeluaran terbesar bukan lagi untuk pemenuhan konsumsi pangan tapi konsumsi non pangan. Dengan kata lain, untuk kelas ekonomi dengan pendapatan yang tinggi

59

maka kebutuhan akan konsumsi pangan sudah terpenuhi dengan baik sehingga bukan menjadi prioritas bagi anggaran pengeluaran mereka.

Pengeluaran

konsumen es krim Magnum dan Campina Bazooka di Kota Bogor dikelompokkan seperti ditampilkan pada Tabel 13 berikut ini: Tabel 13. Karakteristik Konsumen berdasarkan Tingkat Pengeluaran No Tingkat Pengeluaran Konsumen Frekuensi Persentase (%) 1

≤ Rp. 1.000.000

17

19,8

2

Rp. 1.000.001 – Rp. 2.500.000

53

61,6

3

RP. 2.500.001 – Rp. 5.000.000

15

17,4

4

≥ Rp. 5.000.001

1

1,2

Total

86

100

Berdasarkan pengelompokan pengeluaran diatas maka dapat di lihat bahwa sebagian besar konsumen es krim Magnum dan Campina Bazooka di Kota Bogor berada pada pengeluaran yang berkisar antara Rp. 1.000.001 – Rp. 2.500.000, yaitu sebesar 61,6 persen. Sementara dari kelompok yang berpengeluaran ≤ Rp. 1.000.000 hanya 19,8 persen dari total konsumen. Hal ini dikarenakan es krim Magnum dan Campina Bazooka lebih mahal dibandingkan dengan es krim dengan merek lainnya sehingga konsumen dengan pengeluaran kurang dari Rp. 1.000.000 lebih cenderung untuk membeli es krim yang lebih murah harganya dibandingkan dengan es krim Magnum dan Campina Bazooka. Sementara untuk kalangan dengan tingkat pengeluaran yang tinggi cenderung lebih selektif dalam memenuhi kebutuhan konsumsi mereka. Selain itu hal ini dikarenakan masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah yang berpendapatan rendah akan meningkatkan pengeluaran untuk pangan sebaliknya kelompok berpendapatan tinggi dengan kelas sosial menengah ke atas memiliki pengeluaran yang menurun untuk makanan tetapi pengeluaran untuk pangan hewani, sayur, dan buah meningkat (Martianto et al, diacu dalam Hengki 2011). 5.3 Perilaku Pembelian/Konsumsi Konsumen Es krim Magnum Kebutuhan konsumen untuk mengkonsumsi produk es krim Magnum didasari alasan yang melatar belakangi konsumen untuk melakukan pembelian produk Magnum tersebut.

Tabel 14 menunjukkan bahwa alasan utama yang 60

mendasari konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum adalah karena kualitas es krimnya.

39 konsumen atau sebesar 45,35 persen konsumen

menyatakan mereka memilih produk Magnum karena kualitas es krimnya dari segi rasa dan es krim yang dilapisi coklat yang tebal. Alasan lain yang juga banyak disebutkan oleh konsumen, yaitu sebanyak 23 konsumen atau sebanyak 26,74 persen adalah karena produk magnum merupakan makanan cemilan yang dikonsumsi ketika santai. Alasan praktis dan harga yang cukup terjangkau juga menjadi faktor yang melatarbelakangi konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum yaitu sebesar 3,5 persen dan 2,3 persen dari total konsumen. Selain hal tersebut terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum, yaitu karena adanya keinginan konsumen untuk mencoba produk baru, tertarik dengan iklan di televisi dan media elektronik maupun cetak, rasa es krim Magnum dan tidak tersedia merk lain, masing-masing memiliki persentasi sebesar 10 persen, 5 persen, 4 persen dan 1 persen dari jumlah konsumen. Tabel 14. Sebaran Konsumen berdasarkan alasan dalam mengkonsumsi produk Magnum No Alasan Mengkonsumsi Produk Frekuensi Persentase (%) 1

Kualitas Produk

39

45,35

2

Harga

2

2,32

3

Praktis

3

3,48

4

Makanan pengganti/cemilan

23

26,74

5

Lainnya Ketidak tersediaannya merek lain

1

1,16

Rasa

4

5,41

Iklan

3

4,35

Ingin Mencoba

10

11,62

Total

86

100

Produk Magnum terdiri dari berbagi jenis yaitu Magnum Almond, Magnum Chocolate Strawberry, Magnum Chocolate Truffle, Magnum Chocolate Brownies, Magnum Classic. Sebagian konsumen memberikan jawaban lebih dari satu dalam mengkonsumsi jenis produk Magnum, hal ini dikarenakan konsumen 61

tidak hanya mengkonsumsi produk Mangum dalam satu jenis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis produk Magnum yang paling banyak dikonsumsi konsumen adalah Magnum Classic yaitu sebesar 79,1 persen dari total konsumen, berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, Magnum Classic lebih disukai karena Magnum Classic merupakan produk Magnum dengan rasa yang Original, belum ditambah dengan varian rasa lain. sedangkan produk Magnum yang paling sedikit adalah Magnum Chocolate Strawberry yaitu sebesar 12,8 persen dari total Konsumen, hal ini dikarenakan produk Magnum Chocolate strawberry merupakan produk Magnum keluaran terbaru, sehingga sebagian konsumen masih belum mencoba produk tersebut, sebaran konsumen berdasarkan jenis-jenis produk Magnum dapat dilihat pada (Tabel 15). Tabel 15. Sebaran Konsumen berdasarkan jenis-jenis produk Magnum yang pernah dikonsumsi oleh Konsumen No Jenis-Jenis Produk Magnum Frekuensi Persentase (%) 1

Magnum Almond

43

50

2

Magnum Chocolate Truffle

22

25,6

3

Magnum Classic

68

79,1

4

Magnum Chocolate Strawberry

11

12,8

5

Magnum Chocolate Brownies

15

17,4

Total

159

184,9

Keterangan : Konsumen dapat menjawab pertanyaan lebih dari satu

Konsumen dapat melakukan pencarian informasi melalui dua cara, yaitu melalui pencarian internal (pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan) maupun pencarian eksternal (memperoleh informasi dari lingkungan) (Engel at al, 1994). Tabel 16 menunjukkan beberapa sumber informasi dari mana konsumen mengetahui informasi mengenai keberadaan produk Magnum. Sumber informasi ini sebagian besar berasal dari eksternal, karena dianggap konsumen itu lebih terpengaruh ketika mereka melihat langsung produk tersebut dan dirangsang melalui informasi harga dan kualitas yang ditawarkan. Sumber informasi ini pula yang menyebabkan konsumen melakukan pembelian produk Magnum. Sebagian besar konsumen memberikan jawaban yang lebih dari satu dalam proses pencarian informasi.

62

Tabel 16. Sebaran konsumen berdasarkan jenis sumber informasi dalam mengetahui keberadaan suatu produk Magnum No Jenis Sumber Informasi Frekuensi Persentase (%) 1

Iklan Media Elektronik

74

86

2

Iklan Media Cetak

15

17

3

Keluarga

8

9

4

Teman

23

27

5

Lainnya

1

1

121

141

Total

Keterangan : Konsumen dapat menjawab pertanyaan lebih dari satu

Sebagian besar konsumen membeli produk Magnum dilakukan dengan cara tanpa direncanakan terlebih dahulu yaitu sebanyak 63,96 persen dari seluruh jumlah konsumen.

Pembelian tanpa direncanakan banyak dilakukan oleh

konsumen ketika melihat produk Magnum di supermarket, minimarket, warung, dan lain sebagainya. Konsumen merasa tertarik terhadap produk Magnum ketika melihat iklan yang ditayangkan di televisi yang cukup menarik sehingga mendorong konsumen membeli secara tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini berarti bahwa iklan produk Magnum sudah cukup baik serta mampu menarik perhatian kosumen khususnya konsumen yang menjadi target pasar seperti kalangan yang memiliki rentang usia 20-45 tahun. Sedangkan sebanyak 36,04 konsumen atau sebesar 36,04 persen melakukan pembelian produk Magnum dengan cara terencana. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, mereka melakukan pembelian secara terencana produk Magnum karena sebelumnya konsumen sudah mempunyai niat dari rumah untuk membeli produk Magnum. Tabel 17. Sebaran konsumen berdasarkan cara memutuskan pembelian produk Magnum No Keputusan Pembelian Frekuensi Persentase (%) 1

Terencana

31

36,04

2

Mendadak

55

63,96

Total

86

100

63

Seluruh konsumen dalam penelitian ini merupakan konsumen produk Magnum. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian, dalam hal frekuensi mengkonsumsi produk Magnum per bulannya terbanyak 1 kali per bulan. Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa sebanyak 60 konsumen atau sebesar 69,76 persen mengkonsumsi produk Magnum dengan frekuensi 1 kali dalam sebulan. Dan sebanyak 3 konsumen atau sebesar 3,48 persen mengkonsumsi produk Magnum 5 kali perbulannya.

Konsumen yang frekuensi pembeliannya diatas lima kali

perbulannya merupakan konsumen yang menyukai dan menggemari produk Magnum. Tabel 18. Sebaran konsumen berdasarkan frekuensi mengkonsumsi produk Magnum. No Frekuensi Konsumsi Produk Magnum Frekuensi Persentase (%) 1

1 kali

60

69,76

2

2 kali

16

18,60

3

3 kali

5

5,81

4

4 kali

2

2,32

5

5 kali

3

3,48

Total

86

100

Dalam hal cara mendapatkan produk Magnum yang ingin dikonsumsi, konsumen memberikan jawaban lebih dari satu hal ini dikarenakan konsumen membeli produk Magnum tidak hanya pada satu tempat saja. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen umumnya membeli produk Magnum di Supermarket dan minimarket. Pada Tabel 19, sebanyak 53 konsumen menyatakan bahwa mereka membeli produk Magnum di Supermarket dan 45 konsumen membeli produk Magnum di Minimarket.

Hal ini dapat

dimengerti karena terdapat banyak Supermarket dan Minimarket di Kota Bogor. Meskipun terdapat warung-warung kecil, umumnya konsumen lebih memilih berbelanja ke Supermarket yang menyediakan barang-barang lebih lengkap. Sedangkan konsumen lainnya juga menyatakan membeli produk Magnum di warung-warung, serta ditempat rekreasi.

64

Tabel 19. Sebaran konsumen berdasarkan tempat pembelian produk Magnum No Tempat Pembelian Produk Magnum Frekuensi Persentase (%) 1

Supermarket

53

61,6

2

Minimarket

45

52,3

3

Warung

12

0,14

4

Lainnya

1

0,012

127

129,1

Total

Keterangan : Konsumen dapat menjawab pertanyaan lebih dari satu

Dalam pemasaran suatu produk, kegiatan pemasaran tidak berhenti ketika produk telah terjual dipasar, namun pemasar harus mengetahui atau mengevaluasi apakah hasil pembelian yang mereka lakukan memuaskan atau tidak. Keyakinan yang terbentuk pada tahap ini akan langsung mempengaruhi niat pembelian masa datang, komunikasi lisan dan perilaku pembelian. Sebagian besar konsumen merasa puas atas pembelian yang telah mereka lakukan, yaitu sebanyak 78 konsumen atau sebesar 90,7 persen dari total konsumen. Dari hal ini terlihat bahwa produk Magnum dapat memenuhi keinginan konsumennya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen,

kepuasan konsumen tersebut bisa disebabkan beberapa alasan yang menjadi pertimbangan dalam pembelian seperti rasanya yang enak, kualitasnya, coklatnya yang enak, kesesuaian harga dengan kualitas, ukuran yang pas, kemasan yang menarik, iklan yang menarik serta varian rasa yang banyak. Dan sisanya yaitu sebanyak 11 konsumen atau sebesar 12,79 persen menyatakan tidak puas terhadap produk Magnum.

Beberapa alasan ketidak puasan terhadap produk Magnum

adalah harga yang mahal, rasa yang biasa saja, produk yang dijual tidak sesuai dengan iklan, serta lebih menyukai merek lain.

65

Tabel 20. Sebaran konsumen berdasarkan tingkat kepuasan konsumen atas pembelian produk Magnum No Tingkat Kepuasan terhadap Produk Frekuensi Persentase (%) Magnum 1

Puas

79

90,7

2

Tidak Puas

11

12,79

Total

86

100

5.4 Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Es krim Magnum Tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum menunjukkan tinggi rendahnya pengetahuan konsumen terhadap produk Magnum. Variabel tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum dalam penelitian ini meliputi komposisi es krim Magnum, sertifikat halal produk Magnum, bahan baku es krim Magnum yang berbeda antara produk lokal dan luar negeri, es krim Magnum mengandung kode E472.

Item pernyataan tentang pengetahuan terhadap produk Magnum

terdiri dari 5 pernyataan positif. Skor rata-rata tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum untuk setiap pernyataan disajikan pada Tabel 21. Sebagian besar konsumen baik laki-laki maupun perempuan memilih jawaban 2 (tidak tahu) dan 4 (tahu). Berdasarkan Tabel 21 skor rata-rata jawaban konsumen tertinggi terlihat pada pernyataan “es krim Magnum mengandung air, cokelat, gula, minyak nabati, es krim bubuk, sirup glukosa, pengemulsi dan pemantap nabati, perasa dan pewarna makanan” sebesar 3,14.

Hal ini menunjukkan bahwa konsumen

memiliki pengetahuan yang baik terhadap kandungan es krim Magnum yang mengandung air, cokelat, gula, minyak nabati, es krim bubuk, sirup glukosa, pengemulsi dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara konsumen yang menjawab mengetahui pernyataan tersebut adalah konsumen yang sudah mengetahui kandungan yang terdapat didalam es krim Magnum.

Sedangkan

untuk konsumen yang menjawab tidak tahu pada pernyataan tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen tersebut tidak terlalu memperhatikan komposisi yang terdapat pada es krim Magnum ketika melakukan pembelian. Skor rata-rata terendah terlihat pada pernyataan “kode E pada produk Magnum adalah kode untuk europe yang berarti bahan tambahan pangan yang

66

dikaji di Eropa” yaitu sebesar 1,81. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tidak mengetahui mengenai pernyataan tersebut.

Rendahnya nilai pada pernyataan

tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan konsumen terhadap kode E yang tertera pada es krim Magnum masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara terhadap konsumen pada umumnya konsumen tidak terlalu mengetahui mengenai kode E yang menjadi perdebatan mengenai kehalalannya, mereka hanya mengetahui bahwa produk Magnum mempunyai komposisi dan memiliki sertifikat halal dari MUI. Hal ini terlihat dari skor rata-rata konsumen yang lebih tinggi untuk pernyataan pertama dan pertanyaan kedua. Tabel 21. Skor rata-rata tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum untuk setiap jenis pernyataan No 1

Pertanyaan Es krim Magnum mengandung air, cokelat, gula, minyak nabati, es krim

Skor 3,14

bubuk, sirup glukosa, pengemulsi, dan pemantap nabati, perasa dan pewarna makanan? 2

Produk es krim Magnum memiliki sertifikat halal?

2,99

3

Es krim Magnum di Indonesia memiliki bahan baku yang tidak sama

2,09

dengan es krim Magnum produk luar negeri? 4

Produk Magnum mengandung pengemulsi yang berkode E472?

2,09

5

Kode E pada Magnum adalah kode untuk Europe artinya bahan

1,81

tambahan pangan yang dikaji di Eropa. Sedangkan angka 4 adalah kode untuk emulsifier, angka 7 adalah kode asal senyawa emulsifier dan angka 2 adalah nomor untuk menunjukkan asal asam lemak apakah dari hewan atau tumbuhan? Keterangan: skor 1-5

Tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah (Walpole, 1999). Tingkat pengetahuan yang tinggi menunjukkan bahwa konsumen memiliki banyak informasi mengenai produk Magnum. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, konsumen yang tingkat pengetahuan terhadap produk Magnumnya tinggi adalah konsumen yang sering membaca surat kabar dan yang melakukan penelusuran melalui internet. Sedangkan sebanyak 40 konsumen (sebesar 46,5 persen) berada dalam kategori rendah.

Tingkat pengetahuan yang rendah menunjukkan bahwa

konsumen memiliki sedikit informasi mengenai produk Magnum, berdasarkan

67

keterangan dari konsumen, konsumen hanya mendengar pemberitaan mengenai isu lemak babi hanya selintas dan tidak terlalu mendalam. Tabel 22. Sebaran Konsumen berdasarkan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Magnum No Tingkat Pengetahuan Terhadap Jumlah Persentase (%) Produk Mangum 1

Rendah (8-13,6)

40

46,5

2

Sedang (13,7-19,4)

39

45,3

3

Tinggi (19,5- 25)

7

8,1

Total

86

100

5.5 Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal Tingkat pengetahuan label dan makanan Halal menunjukkan tinggi rendahnya pengetahuan konsumen terhadap pengetahuan label dan makanan halal dalam penelitian ini meliputi pengetahuan konsumen terhadap makanan yang diperbolehkan dalam syariat islam yang sesuai dengan Al Quran dan Hadits, manfaat makanan halal bagi tubuh, bahan tambahan pangan yang mengandung kandungan yang tidak halal, label halal yang harus mendapatkan persetujuan dari LPPOM MUI, serta pengetahuan konsumen terhadap kode bahan pengemulsi pada makanan yang berasal dari bahan yang tidak halal seperti lemak babi. Item pernyataan tentang pengetahuan terhadap produk Magnum terdiri dari 8 pernyataan positif. Berikut merupakan tabel skor rata-rata tingkat pengetahuan label dan makanan halal konsumen. Skor rata-rata tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum untuk setiap pernyataan disajikan pada Tabel 23. Sebagian besar konsumen baik laki-laki maupun perempuan memilih jawaban 4 (tahu ) dan 5 (sangat tahu). Skor rata-rata tertinggi konsumen terlihat pada pernyataan “makanan yang berasal dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul dan ditanduk merupakan makanan yang haram untuk dimakan” yaitu sebesar 3,78. Hal ini disebabkan sebagian besar konsumen adalah penganut agama islam. Pengetahuan mengenai label dan makanan halal diperoleh konsumen dari pelajaran semenjak kecil, buku, berita televisi, media cetak, dan internet. 68

Sedangkan skor rata-rata terendah terdapat pada pernyataan “beberapa kode bahan pengemulsi pada makanan berasal dari bahan yang tidak halal” yaitu sebesar 2,54. Rendahnya skor rata-rata pengetahuan label dan makanan halal pada pernyataan tersebut disebabkan konsumen jarang mendengar definisi kode bahan pengemulsi dan bahan tambahan pangan, konsumen lebih mengetahui mengenai jenis-jenis bahan tambahan pangan (pernyataan ke-3) makanan yang pasti haram seperti yang terlihat dengan skor rata-rata konsumen untuk pernyataan ke-3 sebesar 3,85. Hal ini dikarenakan contoh-contoh makanan yang haram sudah jelas diketahui oleh konsumen baik didengar dari media elektronik seperti televisi maupun dari media cetak serta dari buku-buku. Berikut merupakan skor rata-rata tingkat pengetahuan label dan makanan halal Tabel 23. Skor Rata-rata Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal konsumen untuk Setiap Jenis Pertanyaan Pengetahuan Label dan Makanan Halal No 1

Pertanyaan

Skor

Makanan halal merupakan makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari‟at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal dimakan, kecuali apabila ada ayat Al-Quran atau Al-Hadits yang mengharamkannya. Makanan yang halal merupakan makanan yang sesuai dengan syariat islam baik dilihat dari zatnya, prosesnya, penyembelihannya, maupun cara mendapatkannya? Makanan yang berasal dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, merupakan makanan yang haram untuk dimakan? Makanan halal merupakan makanan yang memiliki banyak manfaat terhadap tubuh dan makanan yang dilarang oleh syariat islam (haram) merupakan semua makanan yang mendatangkan mudharat bagi tubuh manusia? Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan oleh beberapa produsen makanan mengandung kandungan yang tidak halal? Label halal di Indonesia harus mendapatkan persetujuan dari LPPOM MUI Kandungan lemak babi mempengaruhi kehalalan suatu makanan?

3,78

Beberapa kode bahan pengemulsi pada makanan berasal dari bahan yang tidak halal? Keterangan : skor 1-5

2,54

2

3

4

5 6 7 8

3,72

3,85

3,72

2,62 3,61 3,8

Tingkat pengetahuan label dan makanan halal digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah (Walpole,1999). Secara keseluruhan skor terendah tingkat pengetahuan label dan makanan halal adalah 1 dan skor

69

tertinggi adalah 50. Sebagian besar konsumen baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat pengetahuan label dan makanan halal yang berada dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 50 konsumen atau sebesar 58,1 persen (Tabel 24). Tabel 24. Sebaran Konsumen berdasarkan Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal No Tingkat Pengetahuan Label dan Jumlah Persentase (%) Makanan Halal 1

Rendah (13-22)

1

1,2

2

Sedang (23-32)

35

40,7

3

Tinggi (33-42)

50

58,1

Total

86

100

Tingkat pengetahuan label dan makanan halal yang sedang menunjukkan bahwa konsumen sangat mengetahui mengenai label dan makanan halal. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa konsumen yang berada dalam kategori tingkat pengetahuan label dan makanan halal yang tinggi berjumlah 50 konsumen (sebesar 58,1 persen). Tingkat pengetahuan label dan makanan halal yang tinggi menunjukkan bahwa konsumen memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik terhadap label dan makanan halal. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, konsumen yang memiliki tingkat pengetahuan label dan makanan halal ketegori tinggi adalah konsumen yang sudah mendapat informasi mengenai label dan makanan halal dari masa sekolah di SD, SMP, maupun SMA, selain hal itu konsumen yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai label dan makanan halal lebih suka membaca buku, majalah, maupun yang sering mencari informasi melalui internet. Sedangkan konsumen yang berada dalam kategori tingkat pengetahuan Label dan makanan halal yang rendah berjumlah 1 konsumen (sebesar 1,2 persen) hal ini disebabkan karena konsumen yang dimintai keterangan adalah konsumen yang menganut agama selain islam, Sehingga tidak memiliki cukup pengetahuan mengenai label dan makanan halal.

70

5.6 Tingkat Persepsi Konsumen Terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi Persepsi merupakan cara pandang seseorang melihat realitas di luar dirinya atau lingkungan yang telah ditentukan oleh pengaruh (stimulus). Dengan adanya stimulus maka konsumen akan memberikan perhatian sehingga dapat memiliki pemahaman (Mowen & Minor (2002) yang diacu dalam Sumarwan (2003). Dalam penelitian ini yang menjadi stimulus adalah adanya informasi baik dari media elektronik maupun media cetak mengenai pemberitaan produk Magnum yang diduga mengandung Lemak babi. Besarnya skor pesepsi diukur dengan menggunakan Skala Likert dengan nilai antara 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).

Skor rata-rata persepsi Konsumen untuk setiap

pernyataan persepsi disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Skor Rata-rata Persepsi Konsumen untuk Setiap Pertanyaan pada Tingkat Persepsi Konsumen terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi No 1

Pertanyaan Apakah anda setuju bahwa produk Magnum merupakan salah satu

Skor 2,59

produk pangan yang diduga mengandung Lemak babi? 2

Apakah anda setuju dengan pernyataan bahwa Produk Magnum tidak

2,36

aman untuk dikonsumsi? 3

Apakah anda setuju dengan pernyataan bahwa mengkonsumsi produk

2,76

Magnum dapat Membuat kekhawatiran terhadap kehalalan produknya? 4

Apakah anda setuju dengan pernyataan bahwa Produk Magnum menjadi

2,42

es krim yang tidak berkualitas setelah isu tersebut? Keterangan: skor 1-5

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa skor rata-rata jawaban konsumen tertinggi terdapat pada pernyataan “ mengkonsumsi produk Magnum dapat membuat kekhawatiran terhadap kehalalan produk” yaitu sebesar 2,76. Pernyataan tersebut adalah pernyataan positif, maka hal ini menunjukkan bahwa konsumen antara setuju dan tidak setuju (ragu-ragu) mengatakan bahwa Magnum merupakan salah satu produk yang membuat khawatir terhadap kehalalan produknya.

Berdasarkan keterangan dari konsumen, konsumen bersikap ragu

didasarkan karena konsumen tidak terlalu mengetahui isu yang beredar dimedia masa maupun media cetak bahwa es krim Magnum mengandung lemak babi.

71

Pada pernyataan pertama yaitu “produk Magnum merupakan salah satu produk pangan yang diduga mengandung Lemak babi” skor rata-rata jawaban konsumen adalah sebesar 2,59. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen memiliki pandangan yang antara setuju dan tidak setuju (ragu-ragu). Berdasarkan keterangan dari konsumen, hal tersebut dikarenakan karena konsumen tidak memiliki banyak informasi mengenai pemberitaan isu lemak babi tersebut. Pada pernyataan ke-2 dan 4 konsumen memberikan persepsi yang sama yaitu antara setuju dengan tidak setuju.

Persepsi yang ditunjukkan Pada

pernyataan ke-2 yaitu “Produk Magnum tidak aman untuk dikonsumsi” skor ratarata konsumen adalah 2,36. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen berpandangan antara setuju dan tidak setuju (ragu-ragu) terhadap pernyataan tersebut. Berdasarkan keterangan dari konsumen, hal ini dikarenakan pemberitaan tersebut tidak secara jelas diterima oleh konsumen.

Pada pernyataan ke-4 (“Produk

Magnum menjadi es krim yang tidak berkualitas setelah isu tersebut”), skor ratarata jawaban konsumen adalah 2,42. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen berpandangan ragu-ragu terhadap pernyataan tersebut. Berdasarkan keterangan dari konsumen, konsumen berpandangan ragu dikarenakan sampai saat ini konsumen belum menemukan bukti nyata bahwa produk Magnum tidak berkualitas.

Jawaban setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan persepsi

memperlihatkan baik tidaknya persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi digolongkan menjadi dua kategori yaitu persepsi baik dan persepsi tidak baik.

Sebagian besar konsumen baik laki-laki maupun perempuan memiliki

tingkat persepsi yang berada dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 55 konsumen atau sebesar 64 persen.

Tingkat persepsi yang tidak baik

menggambarkan bahwa konsumen tidak cukup memahami dan memiliki pandangan yang negatif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Berdasarkan keterangan dari konsumen hal ini disebabkan konsumen kurang mengetahui kebenaran pemberitaan isu lemak babi, mereka hanya mengetahui dan mendengar sekilas bahwa salah satu produk yang diduga mengandung lemak babi adalah es krim Magnum.

72

Tingkat persepsi yang baik berarti bahwa konsumen telah memahami dan mengetahui dengan baik mengenai isu lemak babi dan memiliki pandangan yang positif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Pandangan positif terhadap produk Magnum dapat terbentuk akibat adanya pengetahuan yang dalam mengenai produk Magnum yang terkena isu lemak babi. Berdasarkan keterangan dari konsumen, mereka memperoleh pengetahuan yang mendalam kerena sering membaca berita di surat kabar, penelusuran melalui internet, maupun informasi dari teman atau keluarga. Secara keseluruhan skor tidak baik tingkat persepsi konsumen terhadap es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah 64 dan skor persepsi baik adalah adalah 36. Sebagian besar konsumen baik laki-laki maupun perempuan memiliki Tingkat persepsi konsumen terhadap es krim magnum setelah adanya isu lemak babi yang berada dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 55 konsumen atau sebesar 64 persen (Tabel 26). Tabel 26. Sebaran Konsumen berdasarkan Tingkat persepsi konsumen terhadap es krim magnum setelah adanya isu lemak babi No Tingkat persepsi konsumen terhadap es krim Jumlah Persentase Magnum setelah adanya isu lemak babi (%) 1

Tidak Baik (4 – 12)

55

64

2

Baik (13-21)

31

36

Total

86

100

5.7 Sikap Konsumen terhadap produk Es Krim Magnum setelah Adanya Isu Lemak Babi Sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan (Umar, 2000). Sikap akan menempatkan seseorang dalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhinya. Sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek dan ide-ide tidak berwujud tertentu. Dari hasil Pernyataan tentang sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum, didapatkan hasil bahwa konsumen yang memiliki sikap positif atau konsumen yang akan tetap mengkonsumsi produk es krim Magnum adalah 73

sebanyak 38 orang atau sebanyak 44,19, sedangkan konsumen yang memiliki sikap negatif atau tidak mengkonsumsi produk es krim Magnum adalah sebanyak 48 orang atau 55,81 persen. 5.8 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Konsumen terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi Penelitian ini dalam pengolahan datanya menggunakan regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. Penggunaan model logistik pada penelitian ini disebabkan peubah yang digunakan bersifat kategorik, yaitu persepsi baik (2) dan persepsi tidak baik (1). Pada penelitian ini model logistik digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Model logit untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dengan variabel tak bebas (Y) yang menjadi pilihan konsumen, yaitu persepsi baik (1) atau persepsi buruk (0). Berdasarkan literatur terdahulu dan pertimbangan kenyataan pada lokasi penelitian, terdapat enam variabel bebas yang diduga mempengaruhi keputusan Konsumen untuk berpandangan atau berpersepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Keenam variabel bebas tersebut adalah Usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengeluaran, tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum, Tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal. Variabel ke satu sampai empat mewakili faktor karakteristik konsumen dan variabel ke lima dan enam mewakili faktor lingkungan. Hasil dugaan model logistik menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 85 persen (α=0,15) nilai statistik G sebesar 7,808 yang signifikan pada α=0,452 (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model tersebut cukup baik, artinya paling sedikit terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh nyata (nilai koefisien tidak sama dengan nol) terhadap tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Persentase kebenaran model menduga persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah sebesar 63,95 persen (Lampiran 4). Hal ini berarti bahwa terdapat kesalahan sebesar 36,04 persen dalam menduga tingkat

74

persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dengan menggunakan variabel-variabel bebas (variabel X) yang telah disebutkan diatas. Nilai koefisien pada output regresi logistik menunjukkan bagaimana pengaruh variabel bebas tersebut terhadap variabel tak bebas (Y), Y=1. Jika nilai koefisiennya negatif menunjukkan kemungkinan keputusan Y=1 berkurang atau punya pengaruh negatif terhadap Y=1. Sedangkan jika koefisiennya positif, peluang untuk keputusan Y=1, lebih besar atau punya pengaruh positif terhadap keputusan. Data masing-masing konsumen untuk tiap-tiap variabel dalam regresi logistik terdapat pada Lampiran 3. Teknik estimasi parameter yang dipakai adalah teknik Maximum Likelihood Estimate (MLE). Ringkasan hasil estimasi model regresi logistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dengan menggunakan teknik Maximum Likelihood Estimate tampak pada Tabel 27. Adapun beberapa Tabel output regresi logistik SPSS yang penting dapat dilihat pada Lampiran 5.

75

Tabel 27. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi konsumen untuk Memiliki Persepsi Baik Terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi Variabel Usia X1 Usia X1(1) Usia X1(2) Pendidikan X2(1) Pekerjaan X3(1) Pengeluaran X4 Pengeluaran X4(1) Pengeluaran X4(2) Pengeluaran X4(3) T.Pengetahuan Produk Magnum X5 T.Pengetahuan Produk Magnum X5(1) T.Pengetahuan Produk Magnum X5(2) T. Pengetahuan Label dan Makanan Halal X6 T. Pengetahuan Label dan Makanan Halal X6(1) T. Pengetahuan Label dan Makanan Halal X6(2) Constant

Koefisien

S.E.

Wald .757 .000 .757 .984 5.241 3.026

df 2 1 1 1 1 3

Sig. .685 .999 .384 .321 .022 .388 1.000

-20.345 .652 .815 -1.557

27603.252 .750 .821 .680

21.574

40193.278

.000

1

20.648

40193.278

.000

1

21.588

40193.278

.000

1

1.128

2

.569

Exp(B) .000 1.920 2.259 .211

23421984 69.241 92770862 1.000 4.073 23754064 1.000 50.480

-.935

.953

.962

1

.327

.393

-.960

.923

1.082

1

.298

.383

.303

2

.859

-22.141

40192.970

.000

1

1.000

.000

-.296

.537

.303

1

.582

.744

-20.243

40193.278

.000

1

1.000

.000

Nilai Chi-Square atau Statistik Hosmer dan Lameshow adalah 8.902 dengan Sig 0,351, nilai statistik model Chi-Square test adalah 16,916

Setelah koefisien masing-masing parameter diestimasi, perlu dilakukan pengujian apakah variabel penjelas yang diikutsertakan dalam model mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel tidak bebas. Ada dua cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan pengujian tersebut yaitu wald test dan likelihood ratio test. Dengan uji Wald, variabel penjelas dikatakan mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf α jika P-value (sig.) variabel tersebut lebih kecil atau sama dengan α (tingkat peluang/signifikansi) yang dipakai. Sementara dengan uji ratio likelihood , variabel penjelas dikatakan mempunyai pengaruh yang nyata pada α jika P-value variabel tersebut lebih kecil atau sama dengan α (tingkat peluang) yang dipakai. Dalam penelitian in digunakan metode wald test. Berdasarkan Tabel

76

produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, hal ini dikarenakan nilai P-value masing-masing variabel tersebut lebih besar daripada.α (α=0,15) yang digunakan dalam variabel pekerjaan ditemukan berpengaruh nyata terhadap persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan usia, pendidikan, tingkat pengetahuan label dan makanan halal, tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum, merupakan variabel-variabel yang tidak signifikan mempengaruhi keputusan konsumen untuk memiliki persepsi yang baik terhadap penelitian ini. Hasil pengolahan analisis regresi logistik dari enam variabel bebas baik yang berpengaruh maupun tidak berpengaruh terhadap persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Usia Berdasarkan hasil logistik pada Tabel 27, bahwa nilai P-value usia lebih besar dari α=0,15 yang berarti tidak signifikan atau variabel usia tidak mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Jenis produk Magnum yang merupakan produk pangan yang dapat dikonsumsi oleh semua golongan usia mulai dari anak-anak sampai orang tua tidak membatasi usia konsumennya untuk memiliki pandangan atau persepsi terhadap produk Magnum. Dengan demikian usia tidak berpengaruh terhadap persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 2. Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil logistik pada Tabel 27, nilai P-value tingkat pendidikan lebih besar dari α=0,15 yang berarti tidak signifikan atau variabel pendidikan tidak mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Produk Magnum merupakan produk yang dapat dikonsumsi oleh siapa saja baik laki-laki maupun perempuan, sehingga baik laki-laki maupun perempuan tidak mempengaruhi persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 3. Pekerjaan Nilai P-value pekerjaan yang lebih kecil dari α=0,15 (Tabel 27) menandakan bahwa pekerjaan konsumen mempengaruhi persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. dilihat dari nilai-p(0.022)
77

persen . nilai odds ratio sebesar 0.211 artinya peluang seorang pegawai untuk persepsi baik dibanding tidak baik adalah 0.211 kalinya dari non pegawai. Berarti kecenderungan pegawai untuk persepsi baik lebih besar dari yang konsumen yang non pegawai. Hal ini dapat dimengerti karena konsumen yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai memiliki pengetahuan yang cukup mengenai label dan makanan halal dan produk Magnum, sehingga konsumen pegawai juga lebih banyak memiliki persepsi baik terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 4. Pengeluaran Berdasarkan Tabel 27, bahwa variabel pengeluaran memiliki nilai P-value yang lebih besar dari α=0,15 yang berarti bahwa variabel pengeluaran tidak berpengaruh nyata terhadap persepsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Hal ini berarti Produk Magnum merupakan produk pangan yang cukup terjangkau oleh semua golongan masyarakat, sehingga seseorang dengan uang saku berapapun dapat berpandangan atau memiliki persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 5. Tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum Berdasarkan Tabel 27, nilai P-value Tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum lebih besar dari α=0,15 yang berarti variabel tingkat pengetahuan produk Magnum tidak berpengaruh secara nyata terhadap persepsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Produk Magnum merupakan produk yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat sehingga seseorang yang mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi terhadap produk Magnum dan seseorang yang memiliki pengetahuan yang tidak cukup mendalam terhadap produk Magnum dapat mengkonsumsi produk Magnum. Dengan demikian tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum tidak mempengaruhi persepsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 6. Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal Berdasarkan Tabel 27, nilai P-value Tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal lebih besar dari α=0,15 yang berarti variabel tingkat pengetahuan label dan makanan halal tidak berpengaruh secara nyata terhadap persepsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Produk Magnum merupakan produk yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat sehingga

78

seseorang yang mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi terhadap label dan makanan halal dan seseorang yang memiliki pengetahuan yang tidak cukup mendalam terhadap label dan makanan halal dapat mengkonsumsi produk Magnum. Dengan demikian tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal tidak mempengaruhi persepsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 5.9 Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Es Krim Magnum setelah Isu Lemak Babi Pada analisis sikap konsuemen terhadap produk es krimMagnum setelah adanya isu lemak Babi, Variabel bebas dalam model logit untuk menentukan sikap positif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi berbeda dengan model logit pada tingkat persepsi. Dimana dalam model logit untuk sikap positif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi ditambahkan satu variabel bebas yaitu tingkat persepsi responden setelah adanya isu lemak babi. Sehingga variabel bebas yang digunakan dalam model logit ini menjadi usia, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran, Tingkat pengetahuan produk Magnum, tingkat pengetahuan label dan makanan halal, dan tingkat persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. Dari 86 responden yang diwawancarai, sebanyak 48 responden memiliki sikap untuk berhenti mengkonsumsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, dan sebanyak 38 responden memiliki sikap positif atau melanjutkan untuk mengkonsumsi produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Pada tingkat kepercayaan 85 persen (α=0,15), nilai statistic G untuk model logistik ini adalah 13.528 yang signifikan pada α=0,095 (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model tersebut cukup baik, artinya paling sedikit ada satu variabel yang berpengaruh nyata (nilai koefisien tidak sama dengan nol) terhadap sikap positif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Nilai koefisien pada output regresi logistik menunjukkan bagaimana pengaruh variabel bebas tersebut terhadap variabel tak bebas (Y), Y=1. Jika nilai koefisiennya negatif menunjukkan kemungkinan keputusan Y=1 berkurang atau punya pengaruh negatif terhadap Y=1. Sedangkan jika koefisiennya positif,

79

peluang untuk keputusan Y=1, lebih besar atau punya pengaruh positif terhadap keputusan. Data masing-masing responden untuk tiap-tiap variabel terdapat pada lampiran 4 . Ringkasan hasil estimasi model regresi logistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sikap positif responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. dengan menggunakan teknik Maximum Likelihood Estimate tampak pada Tabel 28. Adapun beberapa Tabel output regresi logistik SPSS yang penting dapat dilihat pada lampiran 6. Tabel 28. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap konsumen untuk Memiliki Sikap Baik Terhadap Produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi Variabel Usia x1 Usiax1(1) Usia x1(2) Pendidikan x2(1) Pekerjaan x3(1) Pengeluaran x4 Pengeluaran x4 (1) Pengeluaran x4 (2) Pengeluaran x4 (3) T.Pengetahuan Produk Magnum x5 T.Pengetahuan Produk Magnum x5(1) T.Pengetahuan Produk Magnum x5(2) T.Pengetahuan Label dan Makanan Halal x6 T.Pengetahuan Label dan Makanan Halal x6(1) T.Pengetahuan Label dan Makanan Halal x6(2) T.Persepsi Konsumenx7(1) Constant

Koefisien 21.782 -.072 -.709 -1.128

22.894 22.198 21.218

S.E. 28035.89 5 .716 .854 .679 40193.07 6 40193.07 6 40193.07 6

Wald

df

Sig.

.010

2

.995

.000

1

.999

.010 .690 2.757 2.615

1 1 1 3

.919 .406 .097 .455

.000

1

1.000

.000

1

1.000

.000

1

1.000

.247

2

.884

Exp(B) 28819370 69.178 .930 .492 .324 87685886 78.581 43693963 99.792 16404214 04.372

-.322

.911

.125

1

.724

.725

-.087

.878

.010

1

.921

.916

.097

2

.953

-21.182

40192.97 0

.000

1

1.000

.000

.157

.504

.097

1

.756

1.170

.940

.537 3.072 1 .080 2.561 40193.07 -22.056 .000 1 1.000 .000 6 Nilai Chi-Square atau Statistik Hosmer dan Lameshow adalah 13,528 dengan Sig 0,095, nilai statistik model Chi-Square test adalah 13,694

Setelah koefisien masing-masing parameter diestimasi, perlu dilakukan pengujian apakah variabel penjelas yang diikutsertakan dalam model mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel tidak bebas. Ada dua cara yang dapat

80

dipergunakan untuk melakukan pengujian tersebut yaitu wald test dan likelihood ratio test. Dengan uji Wald, variabel penjelas dikatakan mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf α jika P-value (sig.) variabel tersebut lebih kecil atau sama dengan α (tingkat peluang/signifikansi) yang dipakai. Sementara dengan uji ratio likelihood , variabel penjelas dikatakan mempunyai pengaruh yang nyata pada α jika P-value variabel tersebut lebih kecil atau sama dengan α (tingkat peluang) yang dipakai. Dalam penelitian in digunakan metode wald test. Berdasarkan Tabel produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, terdapat dua variabel yang signifikan mempengeruhi sikap konsumen dengan hasil p value < 15 persen, yaitu variabel pekerjaan dengan tingkat persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi ditemukan berpengaruh nyata terhadap sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan usia, pendidikan, tingkat pengetahuan label dan makanan halal, tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum, merupakan variabel-variabel yang tidak signifikan mempengaruhi keputusan konsumen untuk memiliki sikap yang positif terhadap penelitian ini. Hasil pengolahan analisis regresi logistik dari enam variabel bebas baik yang berpengaruh maupun tidak berpengaruh terhadap sikap konsumen terhadap produk Magnum

setelah adanya isu lemak babi dapat

dijelaskan sebagai berikut. 1. Usia Berdasarkan hasil logistik pada Tabel 28, bahwa nilai P-value usia lebih besar dari α=0,15 yang berarti tidak signifikan atau variabel usia tidak mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Jenis produk Magnum yang merupakan produk pangan yang dapat dikonsumsi oleh semua golongan usia mulai dari anak-anak sampai orang tua tidak membatasi usia konsumennya untuk memiliki pandangan atau sikap terhadap produk Magnum. Dengan demikian usia tidak berpengaruh terhadap sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 2. Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil logistik pada Tabel 28, nilai P-value tingkat pendidikan lebih besar dari α=0,15 yang berarti tidak signifikan atau variabel pendidikan tidak mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya

81

isu lemak babi. Produk Magnum merupakan produk yang dapat dikonsumsi oleh siapa saja baik orang yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah, sehingga baik konsumen yang memiliki pendidikan tinggi maupun yang tidak berpendidikan tinggi tidak mempengaruhi sikap terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 3. Pekerjaan Nilai P-value pekerjaan yang lebih Kecil dari α=0,15 (Tabel 28), dimana nilai p value (0,097)< alpha 15 persen, nilai odds ratio sebesar 0.324 artinya peluang seorang pegawai untuk persepsi baik dibanding tidak baik adalah 0.324 kalinya dari non pegawai. Berarti kecenderungan pegawai untuk bersikap positif (mengkonsumsi es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi) lebih besar dari yang konsumen yang non pegawai. Hal ini dapat dimengerti karena konsumen yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai memiliki pengetahuan yang cukup mengenai label dan makanan halal dan produk Magnum, sehingga konsumen pegawai juga lebih banyak memiliki sikap positif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 4. Pengeluaran Berdasarkan Tabel 28, bahwa variabel pengeluaran memiliki nilai P-value yang lebih besar dari α=0,15 yang berarti bahwa variabel pengeluaran tidak berpengaruh nyata terhadap sikap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan konsumen yang memiliki tidak mempengaruhi terhadap sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi 5. Tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum Berdasarkan Tabel 28, nilai P-value Tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum lebih besar dari α=0,15 yang berarti variabel tingkat pengetahuan produk Magnum tidak berpengaruh secara nyata terhadap sikap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Produk Magnum merupakan produk yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat sehingga seseorang yang mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi terhadap produk Magnum dan seseorang yang memiliki pengetahuan yang tidak cukup mendalam terhadap produk Magnum dapat mengkonsumsi produk Magnum. Dengan demikian tingkat pengetahuan terhadap produk

82

Magnum tidak mempengaruhi sikap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 6. Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal Berdasarkan Tabel 28, nilai P-value Tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal lebih besar dari α=0,15 yang berarti variabel tingkat pengetahuan label dan makanan halal tidak berpengaruh secara nyata terhadap sikap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Produk Magnum merupakan produk yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat sehingga seseorang yang mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi terhadap label dan makanan halal dan seseorang yang memiliki pengetahuan yang tidak cukup mendalam terhadap label dan makanan halal dapat mengkonsumsi produk Magnum. Dengan demikian tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal tidak mempengaruhi sikap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. 7. Tingkat Persepsi Konsumen terhadap Produk Es Krim Magnum setelah Adanya Isu Lemak Babi Nilai P-value tingkat persepsi lebih kecil dari α=0,15 yang berarti variabel tingkat persepsi mempengaruhi sikap terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Nilai koefisiennya negatif dan odd-rationya sebesar 2.561. Hal ini berarti konsumen yang berpersepsi baik untuk bersikap positif 2.561 kali lebih tinggi dari konsumen yang berpersepsi buruk. Berarti kecenderungan konsumen yang berpersepsi Baik untuk mempunyai sikap baik lebih besar dari yang konsumen yang berpersepsi Buruk. Hasil analisis logistik menunjukkan bahwa variabel persepsi konsumen mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu produk. Setiap individu membuat keputusan berdasarkan persepsi mereka sehingga konsumen bertindak pada umumnya berdasarkan persepsi mereka adalah hal yang benar. Pada penelitian ini khususnya terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi, persepsi buruk konsumen akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk tersebut, apakah berhenti untuk mengkonsumsi atau tetap mengkonsumsi produk Magnum.

83

5.10 Sikap Konsumen terhadap Atribut Es Krim Magnum Dan Campina Bazooka Setelah Adanya Isu Lemak Babi Sikap merupakan suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan, mendukung atau tidak mendukung secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan, Engel, Blackwell,dan Miniard (1995). Nilai dari sikap merupakan hasil perkalian antara evaluasi kepentingan (ei) dan evaluasi tingkat kepercayaan (bi). Pada penelitian ini konsumen Es krim Magnum dan konsumen Es krim Campina Bazooka akan memberikan penilaian sikapnya terhadap Es krim Magnum dan Es krim Campina Bazooka terhadap keamanan Es krim Magnum dengan adanya isu lemak babi, yang terdiri dari empat kategori, yaitu negatif, netral, positif dan sangat positif.

Penilaian

dilakukan dengan melihat besarnya total nilai sikap dari produk Es krim Magnum dan Campina Bazooka yang diberikan oleh konsumen. Pada tahap ini Konsumen es krim dengan kedua merek tersebut diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap atribut-atribut yang telah disampaikan sebelumnya yang terdapat didalam es krim Magnum maupun Campina Bazooka dengan melihat keamanan pangan yang dapat melindungi produk tersebut, sehingga dengan demikian dapat diketahui penilaian sikap konsumen terhadap kinerja dari produk tersebut secara keseluruhan.

Penilaian kinerja bertujuan

untuk mengetahui tingkat manfaat atau kegunaan yang di rasakan oleh konsumen dengan mengkonsumsi produk tersebut. Hal ini dapat tercapai apabila kinerja produk es krim baik merk Magnum ataupun Campina Bazooka sesuai dengan kepentingan konsumen. Kesesuaian kinerja produk es krim dengan kepentingan konsumen kedua merk es krim tersebut dapat diketahui melalui penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan pada atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap produk yang dikonsumsinya. Penilaian terhadap sikap dapat dilihat pada tabel 28. Pada Tabel 28 dapat diketahui bahwa penelitian sikap konsumen terhadap atribut Es krim Magnum adalah Netral, hal ini dapat dilihat dari nilai total sikap konsumen, yaitu sebesar 153,7 yang dikategorikan kedalam sikap yang netral. Penilaian skor tertinggi terdapat pada atribut rasa dan izin depkes.

Hal ini

menunjukkan bahwa penilaian konsumen terhadap atribut-atribut tersebut sangat 84

baik. Untuk itu konsumen mengharapkan bahwa kepercayaan yang diberikan terhadap atribut ini dapat memberikan manfaat bagi konsumen.

Namun isu

mengenai lemak babi pada es krim Magnum mendapatkan respon yang cukup mengganggu namun konsumen masih tetap mempercayai bahwa es krim Magnum halal untuk dikonsumsi, hal ini terbukti dari skor kehalalan es krim Magnum sebesar 17,6 yang berada pada kategori sikap positif. Atribut Es krim Magnum yang mendapatkan skor terendah adalah atribut ketersediaan.

Ternyata

ketersediaan tidak menjadi atribut yang dianggap penting oleh konsumen. Sikap konsumen terhadap Es krim Campina Bazooka dapat dikatakan netral, hal ini dapat dilihat dari nilai sikap total sikap, yaitu sebesar 147,4 yang dikategorikan kedalam sikap netral. Penilaian skor tertinggi terdapat pada atribut kehalalan dan izin depkes. Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat diketahui bahwa penilaian terhadap atribut tersebut sangat baik.

Sedangkan atribut

Campina Bazooka yang dinilai kurang baik adalah merek dan ketersediaan. Penilaian konsumen terhadap masing-masing atribut dari produk Magnum dan Campina Bazooka akan dibahas satu persatu berdasarkan kepentingan dan kinerja atribut-atribut tersebut yang telah dianalisis dan dibandingkan dengan nilai rata-rata keseluruhan atribut. Informasi mengenai perhitungan rata-rata penilaian kepentingan dan kinerja dari produk Magnum dan Campina Bazooka dapat dilihat pada tabel 29.

85

Tabel 29. Perhitungan Rata-rata Penilaian Kepentingan dan Kinerja serta sikap Pada Atribut Es krim Magnum dan Campina Bazooka Evaluasi

Tingkat Kinerja (bi)

Nilai Sikap (Ao)

Kategori Sikap

(ei)

es krim Magnum

Atribut

Gap Sikap

Campina

Magnum

Bazooka

Campina

Magnum

Bazooka

Campina

Magnum

Bazooka

dan Campina

Rasa Kehalalan

4.78 4.75

4.41 3.71

3.8 3.97

21.079 17.622

18.164 18.857

4.66

4.01

3.95

18.686

18.407

4.52 4.19 4.12 4.01 3.84

3.89 3.63 4.19 3.94 4.22

3.74 3.78 3.64 3.83 3.6

17.582 15.209 17.262 15.799 16.204

16.904 15.838 14.996 15.358 13.824

3.84 38.71 4.3011

3.45 35.45 3.9388

3.63 33.94 3.7711

13.248 152.69

13.939 146.28

Izin Depkes Kandungan Gizi Harga Kemasan Ukuran Merek ketersediaa n Total Rata-rata

Positif

Netral

Positif

Positif

Positif

Positif

2.9158 -1.235 0.2796

Positif

Positif

Netral

Positif

positif

Netral

Positif

Netral

Positif

Netral

Netral

Netral

Netral

Netral

0.678 -0.6285 2.266 0.4411 2.3808 -0.6912 6.4066

Catatan : Kategori Sikap (Ao) : diperoleh dari rumus Rs = m-n/b, sehingga diperoleh rentang skala, sangat negatif : 1 – 5,8; Negatif 5,9-10,6; Netral : 10,7-15,4; Positif : 15,5-20,2; dan Sangat Positif : 20,3-25. sedangkan untuk Kategori sikap total (Ao total) : rentang skalanya yaitu, Sangat Negatif : 10-58; Negatif : 59-107; Netral : 108-156; Positif : 157-205; dan Sangat Positif : 206-254

1. Harga Harga es krim Magnum merupakan atribut yang dinilai positif oleh konsumen, atribut ini memiliki nilai kinerja 3,63 yang artinya konsumen memberikan penilaian yang cukup biasa pada es krim Magnum. Harga yang terdapat pada es krim Magnum dianggap terjangkau oleh konsumen, sehingga kenaikan harga jual tidak menjadi masalah bagi konsumen, konsumen akan tetap membelinya. Hal ini dikarenakan harga sesuai dengan kualitas yang ditawarkan oleh produk tersebut selain itu konsumen mendapatkan manfaat yang di butuhkannya seperti rasa yang enak, ukuran yang cukup besar. Sedangkan untuk konsumen es krim Campina Bazooka juga memiliki nilai yang positif untuk atribut harga dan memiliki nilai kinerja sebesar 3,78 yang artinya konsumen memberikan penilaian yang cukup baik pada atribut harga.

86

Harga yang terdapat pada es krim Campina Bazooka dianggap biasa oleh konsumen, terdapat perbedaan jarak harga pada ke dua merek es krim Magnum dan Campina Bazooka namun tidak terlalu tinggi. Sehingga di harapkan kepada para pihak produsen untuk menetapkan harga yang bersaing, agar konsumen ke dua produk es krim mendapatkan manfaat yang mereka butuhkan. Berdasarkan hasil penilaian kepentingan terhadap atribut es krim menunjukkan bahwa atribut harga memiliki tingkat kepentingan cukup penting yaitu sebesar 4,19. Kondisi tersebut menunjukan bahwa harga menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi konsumen es krim dalam membuat keputusan untuk membeli produk es krim. Namun mereka sangat peduli dengan kualitas yang terdapat pada es krim yang dikonsumsi, salah satunya yaitu mengenai kehalalan produk yang dikonsumsi. Dengan adanya isu lemak babi yang terkandung pada es krim Magnum membuat konsumen khawatir namun mereka berharap bahwa es krim yang dikonsumsi oleh mereka tidak mengandung kandungan yang tidak halal tersebut. 2. Rasa Tanggapan indra terhadap rangsangan saraf, seperti manis, pahit, asam, penilaian rasa bagi konsumen dianggap paling penting. Berdasarkan hasil penilaian kepentingan terhadap atribut es krim menunjukkan bahwa atribut rasa memiliki tingkat kepentingan cukup penting yaitu sebesar 4,78. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rasa merupakan pertimbangan yang paling penting bagi konsumen es krim dalam membuat keputusan untuk membeli produk es krim. Konsumen es krim Magnum memberikan penilaian terhadap atribut rasa sebanyak 4,41 yang artinya konsumen memberikan penilaian yang baik terhadap atribut rasa pada es krim Magnum. Sedangkan untuk konsumen es krim Campina Bazooka juga memiliki nilai yang positif untuk atribut rasa dan memiliki nilai kinerja sebesar 3,8 yang artinya konsumen memberikan penilaian yang cukup baik pada atribut rasa. Namun terdapat perbedaan skor rasa pada ke dua merek es krim Magnum dan Campina Bazooka walaupun tidak terlalu tinggi, dapat diambil kesimpulan bahwa konsumen lebih menyukai rasa es krim Magnum dibandingkan dengan es krim Campina Bazooka.

87

3. Merek Merek adalah suatu simbol yang komplek yang menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu atribut produk, manfaat, nilai, budaya, kepribadian, pengguna (Kotler,2003). Pada penelitian ini atribut ini memiliki nilai kinerja 4,22 yang artinya konsumen memberikan penilaian yang baik pada merek es krim Magnum. Sedangkan untuk produk es krim Campina Bazooka juga memiliki nilai yang positif untuk atribut merek dan memiliki nilai kinerja sebesar 3,6 yang artinya konsumen memberikan penilaian yang cukup baik pada atribut merek. Merek es krim Campina Bazooka dianggap biasa oleh konsumen, terdapat perbedaan jarak merek pada ke dua merek es krim Magnum dan Campina Bazooka namun tidak terlalu tinggi. Berdasarkan hasil penilaian kepentingan terhadap atribut es krim menunjukkan bahwa atribut merek memiliki tingkat kepentingan cukup penting yaitu sebesar 3,84. Kondisi tersebut menunjukan bahwa merek menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi konsumen es krim dalam membuat keputusan untuk membeli produk es krim. 4. Kemasan Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus produk agar produk mudah untuk dipasarkan, kemasan merupakan faktor yang cukup penting karena, dengan kemasan yang menarik, akan mempengaruhi minat konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk, pada penelitian ini atribut kemasan pada produk es krim Magnum mempunyai nilai kinerja sebesar 4,19 yang berarti konsumen memberikan penilaian yang baik terhadap kemasan produk magnum yang ada dipasaran saat ini, sedangkan es krim Campina Bazooka konsumen memberikan penilaian sebesar 3,64 yang artinya konsumen juga memberikan penilaian yang baik terhadap kemasan produk es krim Campina Bazooka, walaupun konsumen memberikan penilaian yang lebih baik beberapa skor terhadap kemasan produk es krim Magnum. Berdasarkan hasil penilaian kepentingan terhadap atribut es krim menunjukkan bahwa atribut kemasan memiliki tingkat kepentingan cukup penting yaitu sebesar 4,12. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kemasan merupakan pertimbangan yang cukup penting bagi konsumen es krim dalam membuat keputusan untuk membeli produk es krim. Dapat disimpulkan bahwa atribut

88

kemasan dapat mempengaruhi keinginan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk es krim, semakin menarik kemasan suatu produk maka akn semakin menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. 5. Ukuran Ukuran merupakan salah satu atribut yang dianggap penting oleh konsumen dalam melakukan pembelian es krim. Berdasarkan hasil penilaian kepentingan terhadap atribut es krim menunjukkan bahwa atribut ukuran memiliki tingkat kepentingan cukup penting yaitu sebesar 4,01. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ukuran merupakan pertimbangan yang cukup penting bagi konsumen es krim dalam membuat keputusan untuk membeli produk es krim. Pada penelitian ini atribut kemasan pada produk es krim Magnum mempunyai nilai kinerja sebesar

3,94 yang berarti konsumen memberikan

penilaian yang baik terhadap ukuran produk magnum yang ada dipasaran saat ini, sedangkan es krim Campina Bazooka konsumen memberikan penilaian sebesar 3,83 yang artinya konsumen juga memberikan penilaian yang baik terhadap kemasan produk es krim Campina Bazooka, walaupun konsumen memberikan penilaian yang lebih baik beberapa skor terhadap kemasan produk es krim Magnum. Dari bobot yang telah didapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsumen lebih menyukai kemasan es krim Magnum dibandingkan dengan es krim Campina Bazooka. 6. Kandungan Gizi Kandungan gizi tersebut dapat diartikan bahwa es krim mempunyai Kandungan gizi yang terkandung didalamnya.

Konsumen es krim Magnum

mempunyai penilaian yang baik terhadap atribut kandungan gizi yang terdapat pada es krim Magnum yaitu sebesar 3,89 yang artinya konsumen merasa kandungan gizi pada produk es krim Magnum yang mereka konsumsi saat ini sudah sangat baik. Tingkat kinerja dari atribut kandungan gizi pada es krim Magnum juga dinilai cukup baik oleh konsumen Campina Bazooka dengan penilaian sebesar 3,74, yang artinya konsumen memberikan penilaian yang cukup baik pada atribut kandungan gizi pada produk es krim Campina Bazooka. Dari tabel diketahui bahwa masih terdapat perbedaan jarak kinerja atribut kebutuhan

89

akan es krim Magnum dan Campina Bazooka walaupun dengan angka yang relatif kecil. Namun diharapkan kepada pihak produsen untuk memberikan produk yang terbaik diperlukan oleh para konsumen. Hal ini dikarenakan atribut ini cukup penting dengan nilai kepentingan sebesar 4,52, yang artinya konsumen memperhatikan kandungan gizi yang ditawarkan pada es krim yang dikonsumsi. 7. Izin Depkes Izin Depkes dapat diartikan bahwa atribut ini merupakan kejelasan izin yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) mengenai kelayakan tentang syarat kesehatan dari suatu produk, baik nilai gizi yang terkadung didalamnya maupun bahan-bahan utama yang terdapat pada produk es krim formula tersebut. Kejelasan izin ini biasanya dituliskan pada produk sebagai nomor izin Depkes RI, yang menyatakan bahwa produk tersebut tercatat dalam daftar produk resmi dan telah dinyatakan layak dan aman untuk dikonsumsi. Beberapa waktu yang lalu beredarnya isu yang menyatakan di dalam es krim Magnum telah terdapat kandungan lemak babi, sehingga dapat meresahkan masyarakat yang secara langsung mengkonsumsi produk es krim Magnum. Namun mereka tetap mempercayai bahwa jika terdapat label izin ini berarti es krim Magnum aman untuk dikonsumsi. Penilaian tingkat kinerja yang diberikan oleh konsumen terhadap atribut ini pada produk es krim Magnum sebesar 4,01, yang artinya konsumen merasa bahwa atribut izin Depkes sudah baik dan memberikan manfaat yang besar bagi konsumen yang mengkonsumsi produk Magnum. Begitu juga dengan penilaian tingkat kinerja atribut yang diberikan pada produk es krim Campina bazooka yaitu sebesar 3,95 yang artinya konsumen merasa bahwa kinerja atribut ini sudah baik. Adanya perbedaan penilaian kinerja terhadap atribut ini menunjukkan bahwa konsumen memberikan penilaian yang lebih baik terhadap kinerja atribut es krim Magnum, sehingga produsen es krim Campina Bazooka diharapkan mampu meningkatkan kembali kinerja ini pada es krim Campina Bazooka, karena penilaian evaluasi kepentingan terhadap atribut ini sangat penting sebesar 4,66 yang artinya bahwa konsumen merasa penting untuk mengetahui adanya izin dari Depkes terhadap produk es krim yang mereka konsumsi. Karena konsumen

90

percaya bahwa dengan adanya izin dari Depkes yang tercantum pada produk es krim maka mereka merasa aman dalam mengkonsumsi produk tersebut. 8. Kehalalan Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari‟at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan,

kecuali

apabila

ada

nash

Al-Quran

atau

Al-Hadits

yang

menghatamkannya. Setiap agama ada ketentuan yang harus dipatuhi oleh pemeluknya, dalam Islam ada ketentuan yang harus dipatuhi dalam hal makanan dan minuman yang dikonsumsi. Hampir 88 persen masyarakat di Indonesia merupakan pemeluk agama islam. Penilaian tingkat kinerja yang diberikan oleh konsumen terhadap atribut kehalalan pada produk es krim Magnum sebesar 3,71 yang artinya konsumen merasa bahwa atribut kehalalan sudah baik dan memberikan manfaat yang besar bagi konsumen yang mengkonsumsi produk Magnum. Begitu juga dengan penilaian tingkat kinerja atribut yang diberikan pada produk es krim Campina bazooka yaitu sebesar 3,97 yang artinya konsumen merasa bahwa kinerja atribut ini sudah baik. Adanya perbedaan penilaian kinerja terhadap atribut ini menunjukkan bahwa konsumen memberikan penilaian yang lebih baik terhadap kinerja atribut es krim Campina Bazooka, sehingga produsen es krim Magnum diharapkan mampu meningkatkan kembali kinerja ini pada es Magnum, karena penilaian evaluasi kepentingan terhadap atribut ini sangat penting sebesar 4,75 yang artinya bahwa konsumen merasa penting untuk mengetahui kehalalan terhadap produk es krim yang mereka konsumsi. Karena konsumen percaya bahwa dengan terjaminnya kehalalan pada produk es krim maka mereka merasa aman dalam mengkonsumsi produk tersebut. 9. Ketersediaan Ketersediaan disini dapat diartikan sebagai suatu kesiapan atau stok es krim yang ada dipasaran yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir. Es krim Magnum dengan strategi promosi yang dilakukan dengan mengurangi supply es krim ternyata cukup memberikan keluhan terhadap konsumen, hal ini terbukti dengan bobot kinerja ketersediaan es krim Magnum yang mendapatkan nilai

91

dibawah es krim Campina Bazooka yaitu sebesar 3,45 dan 3,63. Namun kedua produk ini dinilai konsumen sama-sama memiliki kinerja yang cukup baik, artinya konsumen merasa bahwa atribut ketersediaan

sudah baik dan memberikan

manfaat yang besar bagi konsumen yang mengkonsumsi produk Magnum. Evaluasi kepentingan terhadap atribut ketersediaan ini cukup penting yaitu sebesar 3,84 yang artinya konsumen memperhatikan ketersediaan es krim yang akan dikonsumsi. Persepsi berhubungan dengan pembentukkan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian, dimana keputusan pembelian tersebut dipengaruhi oleh sikap konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum, sikap berhubungan dengan kepercayaan konsumen dan evaluasi konsumen terhadap produk magnum.

Adanya isu lemak babi tersebut

memberikan keuntungan kepada produk pesaing Magnum yaitu produk es krim Campina Bazooka untuk tampil sebagai produk pengganti es krim Magnum. Dengan menganalisis sikap konsumen terhadap kedua produk ini maka akan didapatkan bagaimana kepercayaan dan evaluasi konsumen terhadap kedua produk es krim ini dan bagaimana perbandingan sikap konsumen terhadap kedua produk es krim ini. Analisis sikap ini juga akan dapat digambarkan bagaimana kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh produk es krim Magnum dan Campina Bazooka. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa persepsi konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi terdapat pada persepsi tidak baik yaitu sebanyak 63 persen, hal ini dikarenakan konsumen tidak mengetahui kebenaran mengenai isu yang beredar dimedia masa mengenai produk es krim Magnum yang mengandung kandungan lemak babi, sedangkan penelitian terhadap sikap konsumen terhadap es krim Magnum didapatkan hasil bahwa konsumen mempunyai sikap yang netral terhadap produk es krim Magnum, hal ini mengindikasikan bahwa walaupun konsumen mempunyai persepsi yang tidak baik terhadap produk Magnum namun sikap konsumen terhadap produk Magnum tersebut juga tidak berarti berada pada sikap negatif, konsumen masih ingin mencari tahu kebenaran mengenai isu kandungan lemak babi pada produk es krim Magnum, dan tidak ingin langsung mengambil sikap negatif terhadap produk es

92

krim Magnum. Begitu juga dengan produk es krim Campina Bazooka, dengan adanya isu kandungan lemak babi yang terkandung dalam produk es krim Magnum, tidak merubah sikap konsumen terhadap produk es krim Campina Bazooka, hal ini dicerminkan dengan penilaian sikap konsumen yang netral terhadap produk es krim Campina Bazooka. Namun dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa penilaian skor tertinggi atribut pada es krim Magnum adalah atribut rasa dan izin depkes, sedangkan es krim Campina Bazooka atribut yang memiliki skor tertinggi adalah atribut kehalalan dan izin depkes, dari penilaian sikap tersebut dapat dilihat bahwa konsumen memiliki sikap yang positif terhadap kehalalan produk es krim Campina Bazooka dibandingkan dengan produk es krim Magnum. 5.11 Rekomendasi Bagi Pengusaha Es krim Magnum di Kota Bogor Salah satu keluaran dari penelitian ini adalah untuk memberikan rekomendasi pengembangan usaha bagi PT Walls Unilever. Adapun rekomendasi yang diberikan berdasarkan dari data-data dan hasil analisis yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil analisis terhadap data hasil dari wawancara dan kuesioner, maka dapat diberikan beberapa rekomendasi dalam strategi pemasaran es krim Magnum di Kota Bogor diantaranya terkait dengan konsumen potensial es krim Magnum berada pada usia 19 hingga 24 tahun, berjenis kelamin perempuan, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pekerjaan sebagai pegawai swasta, dan berada pada kelas ekonomi menengah ke atas. Diantara variabel-variabel tersebut yang memiliki pengaruh nyata dalam memberikan persepsi positif terhadap es krim Magnum adalah variabel pekerjaan. Pekerjaan pegawai memiliki kecenderungan persepsi yang baik terhadap es krim Magnum dibandingkan non pegawai. Karena itu dapat direkomendasikan sebagai target pasar sasaran adalah pegawai baik swasta maupun pegawai negeri. Persepsi dan sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum masih negatif. Hal ini berarti konsumen masih meragukan kehalalan produk es krim Magnum, hal ini dapat diatasi oleh PT Walls Unilever dengan membuat strategi pemasaran melalui iklan dengan isi materi yang menjelaskan es krim Magnum sebagai makanan yang bebas dari kandungan lemak babi, dengan strategi tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk membantah isu yang beredar

93

mengenai kandungan lemak babi yang ada pada es krim Magnum. Sehingga dengan adanya materi iklan yang menjelaskan bahwa es krim Magnum bebas kandungan lemak babi akan memperbaiki citra es krim Magnum sebagai es krim yang berkualitas dan akan menambah kepercayaan konsumen terhadap produk es krim Magnum. Target pasar yang lebih spesifik dapat dipersempit dengan menargetkan wanita dengan profesi sebagai pegawai dengan kelas ekonomi menengah ke atas. Hal ini dikarenakan mereka yang berada pada kelas sosial ini memiliki daya beli yang lebih tinggi dan kepedulian yang tinggi terhadap kandungan gizi makanan yang dikonsumsinya. Selain itu menurut Engel (1995) dalam analisis variabel sosioekonomi, menunjukkan bahwa orang dengan status sosial yang lebih tinggi memiliki hubungan yang positif dalam hal keinovatifan (kemungkinan mengkonsumsi produk baru). Orang dengan kelas sosial yang lebih tinggi tidak hanya mempunyai kemampuan untuk lebih banyak membeli produk baru, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengambil risko mengkonsumsi produk baru. Selain itu konsumen target juga bisa berasal dari wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi, bekerja sebagai pegawai swasta, atau yang berada pada usia yang produktif. Namun variabel kelas ekonomi merupakan variabel yang lebih sering digunakan karena permintaan terhadap suatu produk sangat terkait erat dengan daya beli yang ditunjukkan oleh tingkat pendapatan atau pengeluaran individu.

94

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin diperoleh serta hasil analisis pada pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dapat diketahui banhwa sebagian besar konsumen (sebanyak 55 konsumen) memiliki persepsi yang Tidak Baik terhadap produk Magnum, hal ini dapat disebabkan karena konsumen kurang mengetahui kebenaran pemberitaan isu lemak babi, mereka hanya mengetahui dan mendengar sekilas bahwa salah satu produk yang diduga mengandung lemak babi adalah Magnum. Serta konsumen banyak yang terpengaruh oleh isu tersebut. Dan dari hasil didapatkan sikap konsumen 48 orang memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi produk Magnum, dan 38 orang lagi tetap melanjutkan konsumsi terhadap produk Magnum 2. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah pekerjaan konsumen sedangkan analisis regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah pekerjaan dan tingkat persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. 3. Sikap konsumen terhadap atribut dari es krim Magnum secara keseluruhan memberikan penilaian yang netral. Hal ini dapat dilihat dari nilai total sikap konsumen, yaitu sebesar 153,7 yang dikategorikan kedalam sikap yang netral. Penilaian skor tertinggi terdapat pada atribut rasa dan izin depkes. Sedangkan sikap konsumen terhadap atribut es krim Campina Bazooka secara keseluruhan bernilai netral. Hal ini dapat dilihat dari nilai sikap total sikap, yaitu sebesar 147,4 yang dikategorikan kedalam sikap netral. Penilaian skor tertinggi terdapat pada atribut kehalalan dan izin depkes.

95

6.2 Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya beberapa saran yang dapat diberikan adalah penambahan variabel bebas pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi, sebab variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat terbatas, seperti variabel frekuensi melihat iklan produk magnum dan lain sebagainya. 2. Mengingat masih ada variabel yang tidak signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen, maka diharapkan penelitian lanjutan dengan kajian yang sama dapat dilakukan guna mendapatkan variabel signifikan yang lebih baik lagi.

96

DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Persentase Tingkat pengeluaran Per Kapita dalam Mengkonsumsi Produk Makanan dan Bukan Makanan. http://www.bps.co.id. [03 Maret 2012] [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2010. Kota Bogor dalam angka. Bogor. BPS Kota Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Tingkat Konsumsi Masyarakat terhadap Es Krim 2007-2010 Agustian H. 2011. Analisis Persepsi Konsumen terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid I dan II. Edisi keenam. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Handayasari F. 2008. Hubungan Sikap Dan Perilaku Pemilihan Merek Susu Untuk Anak Usia 2 – 5 Tahun Di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor : Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor Harmini. 2011. Modul Mata Kuliah Metode Kuantitatif Bisnis I. Departemen Agribisnis. Bogor Hidayat Taufik. 29 Mei 2008. Adu Strategi di Pasar Es Krim. SWA. Julaeha. 2010. Analisis Persepsi dan sikap konsumen Terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu melamin. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Kotler P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid I dan II. Edisi Millenium. Jakarta: PT. Prenhalindo. Nasution Intan Aisyah. 2009 . Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Keamanan Pangan Susu Formula dengan Adanya Isu Bakteri Enterobacter Sakazakii di Kecamatan Tanah Sereal Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nazir, M.2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Prasetio T. 2006. Analisis Perilaku Konsumen Biskuit Terhadap Tingkat Kepentingan Label Halal (Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Prtanian Bogor. Rachmina D, Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Rangkuti F. 2002. Measuring Customer Satisfaction. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: MMA-Ghalia Indonesia Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Edisi ke II. Jakarta: Ghalia Indonesia.

97

Surya P. Laksmi. 2006. Analisis Respon Konsumen Remaja terhadap Performance dan Positioning Es Krim Conello (studi kasus kota bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umar H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistik. Edisi ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wanti Biltrudis E. 2006. Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Produk Makanan Berbahan Dasar Tepung Terigu dan Implikasinya terhadap Keputusan Usaha di kecamatan Keramat Jati, Jakarta timur. [skripsi]. Bogor:

98

LAMPIRAN

99

Lampiran 1. Kode E Halal dan Kode E yang masih diragukan kehalalannya Kode E yang halal 1. E-100 adalah curcumin merupakan ekstrak kunyit yang berfungsi sebagai pewarna (halal) 2. E 110 adalah sunset yellow yang merupakan pewarna terutama bagi produkproduk fermentasi yang mendapat perlakuan panas (halal) 3. E 210 adalah calcium sorbat (halal) 4. E 213 adalah potasium benzoate (halal) 5. E 214 adalah calcium benzoate (halal) 6. E 216 adalah ethyl 4-hydroxybenzoate (halal) 7. E 234 adalah 2- (thyazol-4-yl) benzimidazole (halal) 8. E 252 adalah sodium nitrate (halal) 9. E 270 adalah calcium acetate (halal) 10. E 280 adalah propionic acid (halal) 11. E 337 (potasium sodium L-(+)-tartrate atau sodium potasium tartrate (halal) 12. E 430 adalah polioksietilen stearat 13. E 433 polyoksietilen (20) sorbitan mono oleat 14. E 434 adalah polioksietilen (20) sorbitan monopalmitate 15. E 435 Polioksietilen (20) sorbitan monostearat 16. E 436 polioksietilen (20) sorbitan tristearate 17. E 470 sodium, potasium dan calsium of fatty acid 18. E 471 mono dan digleserida 19. E 472 acetylated mono dan digleserida 20. E 473 sucrose esters of fatty acid 21. E 474 sucroglyceride 22. E 475 polyglycerol ester of fatty aci, 23. E 476 poliglicerol poliricinoleate 24. E 477 propilen glikol ester of fatty acid 25. E 478 lactilated fatty acid esters of glycerol and propane -1,2-diol 26. E 481 sodium stearoyl-2-lactylate 27. E 482 calcium stearoyl-2-lactilate 28. E 483 stearyl tatrate 100

29. E 491 sorbitan monostearate 30. E 492 sorbitan tristearate 31. E 493 sorbitan monolaurate 32. E 494 sorbitan mono-oleate 33. E 495 sorbitan monopalmitae 34. E 570 stearic acid 35. E 440 amidated pectin (halal) 36. E 542 edible bone phosphate (berasal dari tulang hewan sehingga ada kemungkinan dari babi) 37. E 904 shellac (halal)

Kode E yang diragukan kehalalannya 1. E 120 adalah cochineal yang juga merupakan pewarna merah alami yang berasal dari sebuah serangga yang dalam keadaan bunting yang sebenarnya adalah carminic acid. Kehalalannya sangat tergantung wujudnya. Jika cair sangat tergantung pelarut yang digunakan 2. E 140 adalah chlorophyl adalah pewarna hijau alami yang bisa berasal dari bayam, rumput, dan tanaman lain. Proses ekstraksinya bisa menggunakan pelarut tertentu termasuk etanol. Jika cair, kehalalannya sangat ditentukan sisa pelarut etanol yang terdapat di dalam produk tersebut. Tetapi jika berbentuk bubuk, kehalalannya sangat ditentukan oleh bahan tambahan lain disamping klorofilnya. 3. E 141 adalah copper complexes of chlorophyl and chlorophyllins halal dengan catatan sama denan E 140. 4. E 153 adalah carbon black yang bisa berasal tanaman atau tulang hewan (bisa saja dari hewan yang tidak halal seperti babi atau hewan sapi, kerbau, yacht yang tidak disembelih secara Islam) 5. E 325 adalah sodium lactate (syubhat, tergantung dari media fermentasi asam laktat yang digunakan) 6. E 326 adalah potasium laktat (sda) 7. E 327 calcium lactate (sda)

101

8. E 422 adalah glycerol adalah hasil samping produksi sabun, sehingga harus dipastikan sumber asam lemaknya (bisa saja hewan (mungkin saja babi) atau tanaman, atau dari propilen (halal) 9. E 431 adalah polyoksietilen (40) stearate harus dipastikan sumber asam stearatnya (hewani atau tanaman) 10. E 432 adalah polioksietilen (20) sorbitan monolaurate (sumbernya bisa hewan atau tanaman) 11. E 572 magnesium stearate. Semua bahan yang ada asam lemak (fatty acid seperti oleat, stearat, palmitat) nya maka statusnya menjadi syubhat karena ada kemungkinan dari bahan yang haram. 12. E 631 sodium 5-inosinate (syubhat, dapat dihasilkan dari ekstrak daging) 13. E 635 sodium 5-ribonukleotida (syubhat tergantung dari media fermentasi yang digunakan) Sumber : http://www.beritaterkini.asia/2011/03/kode-lemak-babi-pada-makanan indonesia.html

102

Lampiran 2. Kuisioner Penelitian Analisis Sikap dan Persepsi Konsumen Terhadap Produk Es Krim Magnum KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP PRODUK ES KRIM MAGNUM SETELAH ADANYA ISU LEMAK BABI

Bapak/Ibu, Saudara/i Yang Terhormat Saya Ariyati Kesuma, maahasiswa IPB, program studi Agribisnis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaan anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Tingkat pengetahuan, Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Produk Es Krim Magnum Setelah Adanya isu Lemak Babi”. Kuisioner ini murni bertujuan ilmiah dan menjamin kerahasiaan jawaban yang diberikan. Tidak ada jawaban yang bernilai benar atau salah, tetapi setiap jawaban yang anda berikan sangat membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima Kasih.

I. PERTANYAAN SCREENING 1. Apakah anda pernah mengkonsumsi produk Es Krim Magnum Classic dan Campina Bazooka Vanila? a. Pernah, jika pernah maka lanjutkan ke pertanyaan berikutnya b. Tidak Pernah, stop, terima kasih atas partisipasi anda 2. Kapan terakhir kali anda mengkonsumsi produk es krim Magnum? a. > satu tahun terakhir, stop, terima kasih atas partisipasinya b. < satu tahun terakhir, silahkan lanjutkan kepertanyaan selanjutnya II. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :........................................................... Jenis kelamin : L/P 2. Usia :.............................tahun 3. Tingkat Pendidikan : a) (Tamat SD dan SMP) b) (Tamat SMA/Sederajat) c) (Tamat Diploma sampai dengan Pasca Sarjana)

103

4. Pekerjaan : a) Pegawai, (Pegawai negeri, swasta, maupun wiraswasta) sebutkan........................................................................................ b) Non Pegawai, sebutkan................................................................................ 5. Pengeluaran per bulan : a) dibawah 0 (1.000.000)

c) menengah 2 (2.500.001-5.000.000)

b) menengah 1 (1.000.001-2.500.000)

d) atas 3 (5.000.001)

III. PERILAKU KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAGNUM Isilah dan beri tanda silang (X) untuk jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. 1. Apakah anda pernah mengkonsumsi produk Magnum sebelum terkena isu Lemak Babi ( sebelum Maret 2011) ? a. Ya

b. Tidak

Jika Tidak, anda tidak perlu melanjutkan menjawab pertanyaan tetapi langsung melanjutkan mengisi bagian tiga (Tingkat Persepsi). 2. Apa motivasi/alasan utama anda dalam membeli produk Magnum? a. Kualitasnya

d. sebagai makanan pengganti/cemilan

b. Harganya

e. Tidak tersedia merek lain

c. praktis

f. Lainnya, sebutkan.....................

3. Jenis produk Magnum apa yang pernah anda konsumsi ? (jawaban dapat lebih dari satu) a. Magnum Almond

d. Magnum Chocolate Strawberry

b Magnum Chocolate Truffle

e. Magnum Chocolate Brownies

c. Magnum Classic 4. Darimana anda mengetahui adanya produk Magnum ? (jawaban dapat lebih dari satu) a. Iklan media elektronik

d. Teman

b. Iklan media cetak

e.Lainnya, sebutkan................................

c. Keluarga 5. Bagaimana cara memutuskan pembelian produk Magnum ? a. Terencana (sudah direncanakan sebelumnya)

104

b. Mendadak (tidak direncanakan sebelumnya membeli produk Magnum) 6. Frekuensi

mengkonsumsi

produk

Magnum

(per

bulan)

:...............................kali 7. Dimana anda biasanya membeli produk Magnum ? (Jawaban dapat lebih dari satu) a. Supermarket

c. Warung

b. Mini market

d. Lainnya, sebutkan.......................

8. Apakah anda merasa puas atas pembelian produk Magnum ? a. Ya, karena........................................................................................ b. Tidak, karena................................................................................... IV. PENGETAHUAN TERHADAP PRODUK MAGNUM SERTA PENGETAHUAN TENTANG LABEL DAN MAKANAN HALAL No

1

2 3

4 5

6

7

Pertanyaan

Sangat Tahu

Tahu

Antara Tahu dan Tidak Tahu

Tidak Tahu

Sangat Tidak Tahu

Es Krim Magnum mengandung air, cokelat, gula, minyak nabati, susu bubuk, sirup glukosa, pengemulsi, dan pemantap nabati, perasa dan pewarna makanan Produk es krim Magnum memiliki sertifikat halal? Es krim Magnum di Indonesia memiliki bahan baku yang tidak sama dengan es krim Magnum produk luar negeri Produk Magnum mengandung pengemulsi yang berkode E472 Kode E pada Magnum adalah kode untuk Europe artinya bahan tambahan pangan yang dikaji di Eropa. Sedangkan angka 4 adalah kode untuk emulsifier, angka 7 adalah kode asal senyawa emulsifier dan angka 2 adalah nomor untuk menunjukkan asal asam lemak apakah dari hewan atau tumbuhan Makanan halal merupakan makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari‟at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal dimakan, kecuali apabila ada ayat Al-Quran atau AlHadits yang mengharamkannya. Makanan yang halal merupakan makanan yang sesuai dengan syariat islam baik dilihat dari zatnya, prosesnya, penyembelihannya,

105

8

9

10

11

12 13

V.

maupun cara mendapatkannya Makanan yang berasal dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, merupakan makanan yang haram untuk dimakan Makanan halal merupakan makanan yang memiliki banyak manfaat terhadap tubuh dan makanan yang dilarang oleh syariat islam (haram) merupakan semua makanan yang mendatangkan mudharat bagi tubuh manusia Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan oleh beberapa produsen makanan mengandung kandungan yang tidak halal Label halal di Indonesia harus mendapatkan persetujuan dari LPPOM MUI Kandungan lemak babi mempengaruhi kehalalan suatu makanan Beberapa kode bahan pengemulsi pada makanan berasal dari bahan yang tidak halal

PERSEPSI TERHADAP PRODUK MAGNUM SETELAH ADANYA ISU LEMAK BABI

1. Apakah anda setuju bahwa produk Magnum merupakan salah satu produk pangan yang diduga mengandung Lemak babi?

a. Sangat Setuju

d. Tidak setuju

b. Setuju

e. Sangat tidak setuju

c. Netral 2. Apakah anda setuju dengan pernyataan bahwa Produk Magnum tidak aman untuk dikonsumsi? a. Sangat Setuju

d. Tidak setuju

b. Setuju

e. Sangat tidak setuju

c. Netral 3. Apakah anda setuju dengan pernyataan bahwa mengkonsumsi produk Magnum dapat Membuat kekhawatiran terhadap kehalalan produknya? a. Sangat Setuju

d. Tidak setuju

b. Setuju

e. Sangat tidak setuju

c. Netral

106

4. Apakah anda setuju dengan pernyataan bahwa Produk Magnum menjadi es krim yang tidak berkualitas setelah isu tersebut? a. Sangat Setuju

d. Tidak setuju

b. Setuju

e. Sangat tidak setuju

c. Netral VI.

SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK MAGNUM DAN CAMPINA BAZOOKA Berikan penilaian dengan memberi tanda cheklist (√) terhadap pernyataan

tersebut yang paling sesuai menurut pandangan anda. No

Penilaian Evaluasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Harga Rasa Merek Kemasan Ukuran Kandungan Gizi Izin Depkes Kehalalan Ketersediaan

VII.

Sangat Penting

Pentin g

Biasa

Tidak Penting

5

4

3

2

Sangat Tidak Penting 1

SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK ES KRIM MEREK MAGNUM Berikan penilaian dengan memberi tanda cheklist (√) terhadap pernyataan

tersebut yang paling sesuai menurut pandangan anda. No

Penilaian Kepercayaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Harga Rasa Merek Kemasan Ukuran Kandungan Gizi Izin Depkes Kehalalan Ketersediaan

Sangat Baik

Baik

Biasa

Tidak Baik

5

4

3

2

Sangat Tidak Baik 1

107

VIII. SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK ES KRIM MEREK CAMPINA BAZOOKA No

Penilaian Kepercayaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Harga Rasa Merek Kemasan Ukuran Kandungan Gizi Izin Depkes Kehalalan Ketersediaan

Sangat Baik

Baik

Biasa

Tidak Baik

5

4

3

2

Sangat Tidak Baik 1

108

Lampiran 3. Data Input untuk Analisis Regresi Logistik Persepsi terhadap produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi

R

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41

Usia (X1)

2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1

Pendidikan (X2)

2 2 2 2 1 2 1 3 2 2 3 2 2 1 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

Pekerjaan (X3)

2 2 2 2 1 1 1 0 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2

Pengeluaran (X4)

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0

Tingkat pengetahuan label dan makanan halal (X6)

Tingkat pengetahuan terhadap Produk Magnum (X5)

0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 2 1 0 1 0 2 2 1 1 2 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 2 1 1 1

Tingkat persepsi konsumen terhadap produk Magnum (Y)

2 1 1 3 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2

110

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3

42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86

2 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2

2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 2 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1

1 2 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1

2 2 2 1 3 3 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 3 2 1 1 1 1 2 2 2 3 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1

111

3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2

Lampiran 4. Data Input untuk Analisis Regresi Logistik Sikap terhadap produk Magnum Setelah Adanya Isu Lemak Babi Tingkat pengetahuan terhadap Produk Magnum (X5)

Tingkat pengetahuan label dan makanan halal (X6)

Tingkat persepsi konsumen terhadap produk Magnum (X7)

Sikap Responden terhadap produk es krim Magnum (Y)

Usia (X1)

Pendidikan (X2)

Pekerjaan (X3)

Pengeluaran (X4)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 1 1 1 1 1 1 2 1

2 2 2 2 1 2 1 3 2

2 2 2 2 1 1 1 0 1

0 0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 1 0 0 0 1 1 1

2 1 1 3 2 1 1 1 2

3 3 2 3 3 3 2 3 3

0 1 1 0 1 0 1 0 1

1

2

1

0

1

2

3

1

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2

3 2 2 1 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2

1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1

1 0 1 1 0 2 1 0 1 0 2 2 1 1 2 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 2 1 1

1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1

3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2

1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0

R

112

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86

1 2 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2

2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 2 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1

1 1 2 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1

2 2 2 2 1 3 3 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 3 2 1 1 1 1 2 2 2 3 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1

3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2

113

1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

Lampiran 5. Output Regresi logistik untuk tingkat persepsi responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi

Logistic Regression Case Pr ocessing Su mmar y Unweighted Cases Selected Cases

a

N Included in Analysis Missing Cases Total

Unselected Cases Total

86 0 86 0 86

Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. De pendent Variable Encoding Original Value Buruk Baik

Internal Value 0 1

Cate gorical Variab le s Cod in gs

Pengeluaran

Tingkat Pengetahuan Label dan Makanan Halal Usia

Tingkat Pengetahuan Produk Magnum Pendidikan Pekerjaan

Rp. 5.000.001 Rendah Sedang Tinggi 16-18tahun 19-24tahun 25-35tahun Rendah Sedang Tinggi Tamat SMA sederajat Tamat Perguruan T inggi Non Pegawai Pegawai

Frequency 17

Parameter coding (1) (2) 1.000 .000

53

.000

1.000

.000

15

.000

.000

1.000

1 1 35 50 2 64 20 40 39 7 13 73 52 34

.000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000 1.000 .000

.000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000

.000

Block 0: Beginning Block Ite ration Historya,b ,c

Iteration Step 1 0 2 3

-2 Log likelihood 112.438 112.434 112.434

(3) .000

Coefficients Constant -.558 -.573 -.573

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 112.434 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.

114

Classification Tablea,b

Step 0

Observed Tingkat Persepsi Konsumen

Predicted Tingkat Persepsi Konsumen Buruk Baik 55 0 31 0

Buruk Baik

Overall Percentage

Percentage Correct 100.0 .0 64.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variable s in the Equation Step 0

Constant

B -.573

S.E. .225

Wald 6.517

df 1

Sig. .011

2 1 1 1 1 3 1 1 1 2 1 1 2 1 1 11

Sig. .387 .283 .582 .844 .029 .118 .623 .058 .033 .474 .850 .633 .542 .450 .460 .209

Exp(B) .564

Variables not in the Equation Step 0

Variables

X1 X1(1) X1(2) X2(1) X3(1) X4 X4(1) X4(2) X4(3) X5 X5(1) X5(2) X6 X6(1) X6(2)

Overall Statistics

Score 1.900 1.154 .303 .039 4.749 5.870 .242 3.594 4.522 1.495 .036 .228 1.226 .570 .546 14.455

df

Block 1: Method = Enter

115

Ite ration Historya,b,c,d

Iteration Step 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

-2 Log likelihood 97.638 96.551 96.320 96.240 96.211 96.201 96.197 96.196 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195 96.195

Constant -1.188 -2.184 -3.219 -4.234 -5.240 -6.242 -7.242 -8.243 -9.243 -10.243 -11.243 -12.243 -13.243 -14.243 -15.243 -16.243 -17.243 -18.243 -19.243 -20.243

X1(1) -1.223 -2.259 -3.311 -4.333 -5.340 -6.343 -7.344 -8.344 -9.344 -10.344 -11.344 -12.344 -13.345 -14.345 -15.345 -16.345 -17.345 -18.345 -19.345 -20.345

X1(2) .541 .645 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652 .652

X2(1) .746 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815 .815

X3(1) -1.284 -1.536 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557 -1.557

Coefficients X4(1) X4(2) 2.208 1.514 3.483 2.582 4.549 3.624 5.566 4.639 6.571 5.645 7.573 6.647 8.574 7.648 9.574 8.648 10.574 9.648 11.574 10.648 12.574 11.648 13.574 12.648 14.574 13.648 15.574 14.648 16.574 15.648 17.574 16.648 18.574 17.648 19.574 18.648 20.574 19.648 21.574 20.648

X4(3) 2.349 3.516 4.564 5.580 6.585 7.587 8.588 9.588 10.588 11.588 12.588 13.588 14.588 15.588 16.588 17.588 18.588 19.588 20.588 21.588

X5(1) -.801 -.925 -.934 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935 -.935

X5(2) -.812 -.952 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960 -.960

X6(1) -2.811 -4.068 -5.117 -6.132 -7.137 -8.139 -9.140 -10.140 -11.141 -12.141 -13.141 -14.141 -15.141 -16.141 -17.141 -18.141 -19.141 -20.141 -21.141 -22.141

X6(2) -.211 -.287 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296 -.296

a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 112.434 d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.

116

Omnibus Tests of Model Coe fficients Step 1

Step Block Model

Chi-square 16.239 16.239 16.239

df 11 11 11

Sig. .132 .132 .132

Model Summary Step 1

-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 96.195 a .172

Nagelkerke R Square .236

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. Hosmer and Leme show Te st Step 1

Chi-square 7.808

df 8

Sig. .452

117

Contingency Table for Hosmer and Le meshow Test

Step 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tingkat Persepsi Konsumen = Buruk Observed Expected 10 9.181 4 4.247 7 8.927 9 6.960 5 6.070 5 5.011 6 4.757 3 4.221 4 3.714 2 1.912

Tingkat Persepsi Konsumen = Baik Observed Expected 0 .819 1 .753 4 2.073 0 2.040 4 2.930 3 2.989 3 4.243 6 4.779 5 5.286 5 5.088

Total 10 5 11 9 9 8 9 9 9 7

Classification Tablea

Step 1

Observed Tingkat Persepsi Konsumen Overall Percentage

Buruk Baik

Predicted Tingkat Persepsi Konsumen Buruk Baik 44 11 15 16

Percentage Correct 80.0 51.6 69.8

a. The cut value is .500

118

Variable s in the Equation B Step a 1

X1 X1(1) X1(2) X2(1) X3(1) X4 X4(1) X4(2) X4(3) X5 X5(1) X5(2) X6 X6(1) X6(2) Constant

S.E.

-20.345 27603.252 .652 .750 .815 .821 -1.557 .680 21.574 40193.278 20.648 40193.278 21.588 40193.278 -.935 -.960

.953 .923

-22.141 40192.970 -.296 .537 -20.243 40193.278

Wald .757 .000 .757 .984 5.241 3.026 .000 .000 .000 1.128 .962 1.082 .303 .000 .303 .000

df 2 1 1 1 1 3 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1

Sig. .685 .999 .384 .321 .022 .388 1.000 1.000 1.000 .569 .327 .298 .859 1.000 .582 1.000

Exp(B) .000 1.920 2.259 .211 2E+009 9E+008 2E+009 .393 .383 .000 .744 .000

a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, X4, X5, X6.

119

Correlation Matrix Step 1

Constant X1(1) X1(2) X2(1) X3(1) X4(1) X4(2) X4(3) X5(1) X5(2) X6(1) X6(2)

Constant 1.000 .000 .000 .000 .000 -1.000 -1.000 -1.000 .000 .000 .000 .000

X1(1) .000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

X1(2) .000 .000 1.000 .062 -.446 .000 .000 .000 -.036 .002 .000 .014

X2(1) .000 .000 .062 1.000 -.075 .000 .000 .000 -.173 -.091 .000 .079

X3(1) .000 .000 -.446 -.075 1.000 .000 .000 .000 .106 .071 .000 .024

X4(1) -1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000

X4(2) -1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000

X4(3) -1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000

X5(1) .000 .000 -.036 -.173 .106 .000 .000 .000 1.000 .828 .000 -.247

X5(2) .000 .000 .002 -.091 .071 .000 .000 .000 .828 1.000 .000 -.070

X6(1) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 .000

X6(2) .000 .000 .014 .079 .024 .000 .000 .000 -.247 -.070 .000 1.000

120

Lampiran 6. Output Regresi logistik untuk tingkat sikap responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi

Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases

a

N Included in Analysis Missing Cases Total

Unselected Cases Total

86 0 86 0 86

Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

De pendent Variable Encoding Original Value Stop Mengkonsumsi Tetap Mengkonsumsi

Internal Value 0 1

121

Cate gorical Variable s Codings

Pengeluaran

Usia

Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Magnum Tingkat Pengetahuan Terhadap Label dan Makanan Halal Pendidikan Pekerjaan Tingkat Persepsi Konsumen terhadap Produk Es Krim Magnum

Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.001 - Rp. 2. 500.000 Rp. 2.500.001 - Rp. 5. 000.000 Rp. 5.000.001 16-18tahun 19-24tahun 25-35tahun Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tamat SMA sederajat Tamat Perguruan Tinggi Non Pegawai Pegawai Buruk Baik

Frequency 17

Parameter coding (1) (2) 1.000 .000

(3) .000

53

.000

1.000

.000

15

.000

.000

1.000

1 2 64 20 40 39 7 1 35 50 13 73 52 34 55 31

.000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000 1.000 .000 1.000 .000

.000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 .000

.000

Block 0: Beginning Block

122

Ite ration Historya,b,c

Iteration Step 1 0 2 3

-2 Log likelihood 118.056 118.056 118.056

Coefficients Constant -.233 -.234 -.234

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 118.056 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b

Step 0

Observed stop atau melanjutkan mengkonsumsi produk

Stop Mengkonsumsi Tetap Mengkonsumsi

Overall Percentage

Predicted stop atau melanjutkan mengkonsumsi produk Stop Tetap Mengkon Mengkon sumsi sumsi 48 0 38 0

Percentage Correct 100.0 .0 55.8

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

123

Variable s in the Equation Step 0

Constant

B -.234

S.E. .217

Wald 1.158

df 1

Sig. .282

2 1 1 1 1 3 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 12

Sig. .268 .108 .524 .652 .664 .624 .790 .480 .352 .945 .769 .738 .559 .371 .498 .094 .464

Exp(B) .792

Variables not in the Equation Step 0

Variables

x1 x1(1) x1(2) x2(1) x3(1) x4 x4(1) x4(2) x4(3) x5 x5(1) x5(2) x6 x6(1) x6(2) x7(1)

Overall Statistics

Score 2.635 2.586 .405 .204 .188 1.756 .071 .499 .868 .112 .086 .112 1.161 .801 .460 2.796 11.777

df

Block 1: Method = Enter

124

Ite ration Historya,b,c,d

Iteration Step 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

-2 Log likelihood 105.498 104.708 104.485 104.406 104.378 104.367 104.364 104.362 104.362 104.362 104.361 104.361 104.361 104.361 104.361 104.361 104.361 104.361 104.361 104.361

Constant -2.758 -3.983 -5.032 -6.047 -7.053 -8.055 -9.056 -10.056 -11.056 -12.056 -13.056 -14.056 -15.056 -16.056 -17.056 -18.056 -19.056 -20.056 -21.056 -22.056

x1(1) 2.500 3.700 4.753 5.771 6.778 7.780 8.781 9.782 10.782 11.782 12.782 13.782 14.782 15.782 16.782 17.782 18.782 19.782 20.782 21.782

x1(2) -.050 -.071 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072 -.072

x2(1) -.641 -.706 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709 -.709

x3(1) -1.001 -1.122 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128 -1.128

x4(1) 3.456 4.811 5.870 6.886 7.891 8.893 9.894 10.894 11.894 12.894 13.894 14.894 15.894 16.894 17.894 18.894 19.894 20.894 21.894 22.894

Coefficients x4(2) 2.852 4.123 5.174 6.189 7.195 8.197 9.197 10.198 11.198 12.198 13.198 14.198 15.198 16.198 17.198 18.198 19.198 20.198 21.198 22.198

x4(3) 1.999 3.148 4.194 5.209 6.215 7.217 8.218 9.218 10.218 11.218 12.218 13.218 14.218 15.218 16.218 17.218 18.218 19.218 20.218 21.218

x5(1) -.276 -.320 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322 -.322

x5(2) -.086 -.089 -.088 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087 -.087

x6(1) -1.971 -3.115 -4.158 -5.173 -6.178 -7.180 -8.181 -9.181 -10.181 -11.182 -12.182 -13.182 -14.182 -15.182 -16.182 -17.182 -18.182 -19.182 -20.182 -21.182

x6(2) .166 .159 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157 .157

x7(1) .844 .937 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940 .940

a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 118.056 d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.

125

Omnibus Tests of Model Coe fficients Step 1

Step Block Model

Chi-square 13.694 13.694 13.694

df 12 12 12

Sig. .321 .321 .321

Model Summary Step 1

-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 104.361a .147

Nagelkerke R Square .197

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Hosmer and Leme show Te st Step 1

Chi-square 13.528

df 8

Sig. .095

126

Contingency Table for Hosmer and Le meshow Test

Step 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

stop atau melanjutkan mengkonsumsi produk = Stop Mengkonsumsi Observed Expected 8 7.603 7 6.730 8 6.139 6 5.410 3 3.961 5 4.932 4 4.638 0 4.287 5 2.950 2 1.349

stop atau melanjutkan mengkonsumsi produk = Tetap Mengkonsumsi Observed Expected 1 1.397 2 2.270 1 2.861 3 3.590 4 3.039 4 4.068 5 4.362 9 4.713 4 6.050 5 5.651

Total 9 9 9 9 7 9 9 9 9 7

Classification Tablea

Step 1

Observed stop atau melanjutkan mengkonsumsi produk Overall Percentage

Stop Mengkonsumsi Tetap Mengkonsumsi

Predicted stop atau melanjutkan mengkonsumsi produk Stop Tetap Mengkon Mengkon sumsi sumsi 41 7 22 16

Percentage Correct 85.4 42.1 66.3

a. The cut value is .500

127

Variab le s in th e Equ atio n B Step a 1

x1 x1(1) x1(2) x2(1) x3(1) x4 x4(1) x4(2) x4(3) x5 x5(1) x5(2) x6 x6(1) x6(2) x7(1) Constant

S.E.

21.782 -.072 -.709 -1.128

28035.895 .716 .854 .679

22.894 22.198 21.218

40193.076 40193.076 40193.076

-.322 -.087

.911 .878

-21.182 .157 .940 -22.056

40192.970 .504 .537 40193.076

Wald .010 .000 .010 .690 2.757 2.615 .000 .000 .000 .247 .125 .010 .097 .000 .097 3.072 .000

df 2 1 1 1 1 3 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1

Sig. .995 .999 .919 .406 .097 .455 1.000 1.000 1.000 .884 .724 .921 .953 1.000 .756 .080 1.000

Exp(B) 3E+009 .930 .492 .324 9E+009 4E+009 2E+009 .725 .916 .000 1.170 2.561 .000

a. Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7.

128

Correlation Matrix Step 1

Constant x1(1) x1(2) x2(1) x3(1) x4(1) x4(2) x4(3) x5(1) x5(2) x6(1) x6(2) x7(1)

Constant 1.000 .000 .000 .000 .000 -1.000 -1.000 -1.000 .000 .000 .000 .000 .000

x1(1) .000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

x1(2) .000 .000 1.000 .038 -.404 .000 .000 .000 -.032 -.004 .000 .069 .089

x2(1) .000 .000 .038 1.000 -.055 .000 .000 .000 -.150 -.079 .000 .058 .095

x3(1) .000 .000 -.404 -.055 1.000 .000 .000 .000 .103 .033 .000 -.016 -.322

x4(1) -1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000

x4(2) -1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000

x4(3) -1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000

x5(1) .000 .000 -.032 -.150 .103 .000 .000 .000 1.000 .832 .000 -.229 -.119

x5(2) .000 .000 -.004 -.079 .033 .000 .000 .000 .832 1.000 .000 -.076 -.123

x6(1) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 .000 .000

x6(2) .000 .000 .069 .058 -.016 .000 .000 .000 -.229 -.076 .000 1.000 -.060

x7(1) .000 .000 .089 .095 -.322 .000 .000 .000 -.119 -.123 .000 -.060 1.000

129