Analisis Spasial Degradasi Air Tanah Bebas Di Wilayah Sub Urban Bandung Selatan ............................................................. (Maria dkk)
ANALISIS SPASIAL DEGRADASI AIR TANAH BEBAS DI WILAYAH SUB URBAN BANDUNG SELATAN (SPATIAL ANALYSIS OF UNCONFINED AQUIFER DEGRADATION IN THE SOUTH BANDUNG SUB URBAN AREA) Rizka Maria, Dedi Mulyadi, Hilda Lestiana,Sukristiyanti 1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Jl. Sangkuriang Bandung E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kemajuan pembangunan di wilayah sub urban Bandung Selatan menimbulkan beberapa implikasi. Pembangunan permukiman yang kurang terencana dan sistem sanitasi yang tidak memenuhi syarat berakibat pada perubahan kondisi air tanah baik kuantitas maupun kualitas. Penurunan kualitas air tanah ditandai dengan terdeteksinya beberapa polutan diantaranya nitrat, nitrit dan amonia yang berhubungan dengan kegiatan manusia seperti pembuangan limbah domestik, hasil aktivitas peternakan dan penggunaan pupuk yang berlebihan. Tujuan dari penelitian inii untuk mengetahui degradasi kualitas air tanah bebas di daerah sub urban Bandung Selatan. Metode yang digunakan adalah analisis spasial polutan pada air tanah bebas dengan Sistem Informasi geografis (SIG). Analisis kandungan polutan pada air tanah memberikan hasil yang sangat beragam; konsentrasi nitrat (NO 3-N) 1,03 – 38, 01 mg/l, nitrit (NO2-N) <0.001 – 0.17 mg/l, nitrit (NH4-N) 0.015 – 18.76 mg/l. Perbedaan konsentrasi sebaran kontaminan terdapat pada daerah perbukitan dan dataran. Pada daerah dataran mempunyai nilai kadar nitrit dan amoniak yang tinggi, sedangkan di daerah perbukitan memiliki kadar konsentrasi nitrat tinggi. Diari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kehadiran polutan dalam air tanah disebabkan oleh pengaruh antropogenik seperti sanitasi atau sistem pembuangan limbah yang kurang baik. Kata Kunci : analisis spasial, degradasi air tanah, antropogenik
ABSTRACT The progress of development in sub-urban area of South Bandung regency gives some implication. The unplanned development of settlements and unqualified sanitation systems result in changes in groundwater conditions both in quantity and quality. Groundwater quality deterioration is characterized by detection of the presence of several pollutants such as nitrate, nitrite and ammonia pollutants associated with human activities such as domestic waste disposal, livestock activities and excessive use of fertilizers. The purpose of the research to determine the degradation of groundwater quality in the sub-urban area of South Bandung regency. The method used is spatial analysis of pollutants in groundwater with Geographic Information System (GIS). Analysis of pollutant contents in groundwater provides very diverse results; Nitrate concentration (NO3-N) 1.03 to 38.01 mg / l, nitrite concentration (NO2-N) <0.001 - 0.17 mg / l, nitrite concentration (NH4-N) 0.015 - 18.76 mg / l. There are different concentrations of contaminant distribution in hilly and plain areas. In the plains area has a high nitrite and ammonia content, while in hilly areas have high concentration of nitrate. It was concluded that the presence of pollutants in groundwater is caused by anthropogenic influences such as sanitation or poor waste disposal systems. Keywords : spatialanalysis, degradation of groundwater, anthropogenic
PENDAHULUAN Air tanah adalah air yang mengisi celah-celah batuan dan mengalir sambil berinteraksi dengan mineral batuan penyusunnya. Air tanah merupakan sumber air yang mudah terkontaminasi dan sukar untuk dipulihkan kembali ketika tercemar jika dibandingkan dengan air permukaan seperti air sungai (Fetter,1994). Pencemaran air tanah dapat diketahui dengan mendeteksi zat-zat pencemar yang terkandung di dalam air tanah. Perbandingan komposisi kimia air tanah dengan komposisi kimia air permukaan serta susunan kimia batuan lapisan pembawa air (akuifer) dapat dipakai untuk menentukan sumber pencemar.
299
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan
Perkembangan pembangunan di Kabupaten Bandung bagian selatan semakin pesat. Daerah ini peruntukan tata guna lahannya sebagian besar diarahkan untuk permukiman dan kawasan industri (Perda Kab.Bandung No. 11 Tahun 2011). Perkembangan dan perluasan kawasan perkotaan menimbulkan beberapa implikasi. Salah satunya peningkatan jumlah penduduk yang pesat, yang diikuti pertumbuhan kawasan permukiman. Pola penyebaran penduduk yang tidak merata dan pembangunan pemukiman yang tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan sistem sanitasi pembuangan limbah rumah tangga tidak terkoordinasi dengan baik. Limbah tersebut mengakibatkan penyebaran beberapa penyakit menular dan pencemaran air tanah di lingkungan permukiman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui degradasi kualitas air tanah bebas di daerah sub urban Bandung Selatan. Metode yang digunakan adalah analisis spasial polutan pada air tanah bebas dengan Sistem Informasi geografis (SIG). Analisis spasial dilakukan untuk mengetahui sebaran kadar nitrat, nitrit dan amoniak dalam air tanah, sehingga diketahui tingkat kerentanan kualitas air tanah.
METODE Cara mengetahui degradasi kualitas air tanah bebas di Kabupaten Bandung bagian selatan dilakukan pengambilan 17 contoh air di beberapa lokasi terpilih, yaitu: dua lokasi di Kecamtan Margahayu, tiga lokasi di Kecamatan Margaasih, tiga lokasi di Kecamatan Soreang, tiga lokasi di Kecamatan Cangkuang, satu lokasi di Kecamatan Ciparay dan lima lokasi di Kecamatan Pangalengan (Gambar 1). Pengambilan contohh air menggunakan Simple Random Sampling, yaitu pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak pada setiap zona lokasi terpilih. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan pada Standard Method for the Examinations of Water and Wastewater. Dalam melaksanakan penelitian ini terdapat beberapa tahapan penelitian yaitu : 1. Inventarisasi data meliputi wawancara dan survei lapangan untuk mendapatkan data primer. Pengamatan sanitasi masyarakat pengambilan contoh mata air untuk analisis kualitas air, sedangkan data sekunder terdiri dari peta administrasi, peta kontur dan sebaran penduduk. 2. Pengolahan data meliputi : Analisis kualitas air, nitrat-nitrit dan amonia. Didapatkan hasil dari analisis degradasi kualitas air tanah berdasarkan parameter nitrat-nitrit dan amonia kemudian dilakukan analisis penyebab terjadinya degradasi tersebut. Kontaminasi nitrogen pada sumur disebabkan jarak antara sumur sebagai penyedia air besih dengan sumber kontaminan (sawah, perkebunan, kandang ternak atau tangki septik) terlalu dekat. Menurut Granville (1993) jarak antara sumur sebagai penyedia air bersih dan sumber kontaminan direkomendasikan lebih dari 10 meter. Secara fisik, keberadaan pencemar nitrogen dalam air tidak dapat terdeteksi, sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan di laboratorium. Air tanah yang mengalami pencemaran nitrogen dapat dilihat dari kondisi lingkungan sekitar, seperti: wilayah perumahan padat penduduk dengan kesadaran sanitasi rendah, wilayah perkebunan danwilayah peternakan. Nitrat merupakan produk dari proses nitrifikasi, bersifat stabil dan tidak reaktif. Secara alami nitrat terdapat dalam tumbuhan, dan merupakan sumber nutrisi penting dari tumbuhan. Nitrat merupakan racun yang berbahaya apabila masuk kedalam tubuh, terutama pada bayi baru lahir. Keasaman rendah pada saluran usus bayi memungkinkan nitrat tereduksi menjdi nitrit, yang dapat mengikat Hb dalam darah, sehingga terjadi kondisi kurangnya oksigen (menthemoglebinemia) dalam darah dan dapat menimbulkan kematian (Fawel, 2011). Selain itu kandungan nitrat yang tinggi juga mempunyai peranan penting dalam pembentukan senyawa nitrosamine, yang diketahui dapat menyebabkan penyakit kanker (Notodarmojo, 2005). Nitrit merupakan bentuk peralihan dari proses oksidasi amonia menjadi nitrat yang dinamakan nitrifikasi, sedangkan proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen disebut denitrifikasi. Proses perubahan nitrit pada nitrifikasi dan denitrifiksi terjadi sangat cepat, sehingga nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Nitrit apabila masuk ke dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan menthemoglebinemia atau kondisi kurangnya oksigen.Pada kondisi oksigen terlarut tinggi, nitrit dapat bereaksi dengan cepat menjadi nitrat (Effendi, 2003). 300
Analisis Spasial Degradasi Air Tanah Bebas Di Wilayah Sub Urban Bandung Selatan ............................................................. (Maria dkk)
Amonia pada pH 7 atau <7 akan mengalami ionisasi menjadi amonium (NH4+), dan pada pH >7 amonia tak terionisasi (NH3) bersifat toksis dan terdapat dalam jumlah yang banyak. Kadar amonia yang tinggi terdapat didaerah anoksik seperti di perairan dalam, karena itu apabila pada perairan dengan kandungan oksigen yang cukup ditemukan amonia, maka dapat diindikasikan perairan tersebut kemungkinan tercemar oleh bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Kabupaten Bandung bagian selatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 17 lokasi pengambilan contoh air, ada beberapa lokasi yang mempunyai konsentrasi nitrat-nitrit dan amoniak yang tinggi yaitu 4 lokasi dengan kandungan nitrat, 1 lokasi dengan kandungan nitrit dan 4 lokasi dengan kandungan amonium yang melebihi ambang batas baku mutu. Baku mutu yang digunakan dalam penentuan contoh air tanah bebas yaitu Peraturan Pemerintah RI no.82/2001, tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pemilihan baku mutu didasarkan pada pemanfaatan air tanah yang digunakan oleh masyarakat yaitu sebagai sumber air bersih.
Hidrogeologi Menurut Soetrisno (1983) tipe air tanah yang berada di Kabupaten Bandung dapat digolongkan kedalam tiga klasifikasi yaitu yang meliputi aquifer dengan aliran melalui ruang antar butir, aquifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir dan aquifer dengan aliran melalui rekahan, kekar, saluran dan rongga. Ditinjau dari persentasenya, jenis aquifer yang ada di Kabupaten Bandung yaitu jenis aquifer 301
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan
dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir sebesar 63,16 % dari total jenis aquifer di Kabupaten Bandung. Aquifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan aquifer dengan aliran melalui rekahan, kekar, saluran dan rongga masing- masing sebesar 17,98 % dan 18,85 %. Aquifer di Cekungan Air Tanah Bandung berdasarkan konduktivitas dan transmisivitas serta litologi penyusunnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian tepi cekungan (Utara, Selatan dan Timur) dan bagian tengah cekungan. Bagian tepi cekungan tersusun oleh litologi endapan vulkanik muda dan vulkanik tua.Kedua endapan tersebut pada umumnya merupakan aquifer yang baik.Bagian tepi ini diasumsikan sebagai aquifer tidak tertekan. Bagian Selatan Cekungan Air Tanah Bandung tersusun oleh batuan vulkanik tua dari Pegunungan Selatan Bandung (Gunung Malabar dan Komplek Gunung Wayang), bagian Tengah Cekungan Air Tanah Bandung merupakan sistem multi aquifer yang terbentuk dari beberapa endapan yaitu endapan danau, endapan vulkanik muda dan endapan vulkanik tua. Endapan danau terendapkan di atas endapan vulkanik muda (Formasi Cibeureum). Batas antara endapan danau dan vulkanik muda tidak terlalu jelas. Endapan vulkanik muda sangat terlapukkan, sehingga memungkinkan bertindak sebagai aquifer yang sangat baik. Berdasarkan hasil pemboran Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat dan LPPM-ITB (2006) terlihat pada sistem multi aquifer tersebut,bagian paling atas merupakan aquifer tak tertekan yang terbentuk oleh endapan vulkanik muda dan Endapan Danau. Pada kedalaman antara 50 – 135 meter terbentuk aquifer antara atau aquifer tengah yang bersifat aquifer semi tertekan - tertekan. Sedangkan di bawah kedalaman 150 m terdapat aquifer bawah bersifat semi tertekan - tertekan. Antara aquifer tidak tertekan (atas) dengan aquifer tengah dan aquifer tengah dengan aquifer bawah terpisahkan oleh lapisan akuitar (Gambar 2.).
Gambar2. Model lapisan pembawa air Cekungan air tanah penampang utara selatan yang dibuat berdasarkan model Priowirjanto (1985), IWACO dan WESECO (1990) serta dinas Pertambangan Provinsi Jawa barat dan LPPM-ITB (2002 dan 2006).
Analisis spasial unsur Nitrat, Nitrit, dan Amoniak Berdasarkan hasil analisis spasial, diperoleh nilai sebaran unsur nitrat di Kabupaten Bandung bagian Selatan, kandungan nitrat tertinggi di Kecamatan Pangalengan. Konsentrasi nitrat yang melebihi ambang batas mutu lebih dari 10 (PP RI No.82/2001). Nilai nitrat mempunyai sebaran antara 1.03 mg/l – 38.1 mg/l. Kandungan unsur nitrat yang melebihi batas maksimal terdapat di kecamatan Cangkuang pada sampel KB-5 sebesar 20.99 mg/l, di Kecamatan Pangalengan pada sampel BS-8 sebesar 38.07 mg/l, BS -9 sebesar 40.57 mg/l, dan BS -11 sebesar 23.61 mg/l (Gambar 3.). Kondisi pH pada daerah yang mempunyai kadar nitrit tinggi cenderung bersifat asam (5.07 – 5.93). Kadar unsur nitrat tertinggi di daerah hulu di Kecamatan Pangalengan, semakin menuju ke daerah hilir semakin rendah. Lokasi pengambilan sampel air hampir semuanya merupakan kawasan padat penduduk. Adanya variasi kadar unsur nitrat pada daerah penelitian dipengaruhi oleh aktivitas manusia (human activity impact), dimana kegiatan masyarakat di daerah Pangalengan sebagian besar berkebun dan beternak. Akumulasi sebaran pupuk dan kotoran ternak yang masuk ke dalam sumur penduduk mempengaruhi nilai nitrat pada sumur penduduk.
302
Analisis Spasial Degradasi Air Tanah Bebas Di Wilayah Sub Urban Bandung Selatan ............................................................. (Maria dkk)
Gambar 3. Konsentrasi nitrat daerah Bandung bagian selatan. Nilai sebaran nitrit Kabupaten Bandung bagian selatan tertinggi di Kecamatan Margahayu dan Margaasih. Kadar unsur nitrit di Bandung Selatan berkisar antara < 0.001 mg/l – 0.177 mg/l. Ambang batas maksimal untuk kandungan amoniak adalah 0,0.6 mg/l (PP 82/2001). Kadar unsur nitrit yang melebihi batas maksimal terdapat pada sampel BS -17 sebesar 0.177 mg/l (Gambar 4.). Nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan kondisi kurangnya oksigen apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Proses nitrifikasi adalah proses oksidasi amonia menjadi nitrat dan mengalami peralihan bentuk menjadi Nitrit, sedangkan proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen disebut denitrifikasi (Effendi, 2003). Proses perubahan nitrit pada nitrifikasi dan denitrifiksi terjadi sangat cepat, sehingga nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Nitrit tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Amoniak merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4 pada pH rendah yang berasal dalam keadaan tereduksi. Amoniak di dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan kotoran hewan (Effendi, 2003). Kadar unsur amonia pada wilayah Bandung Selatan berkisar antara 0.0154 mg/l – 18.76 mg/l. Ambang batas maksimal untuk kandungan amonia adalah 0,5 mg/l (PP 82/2001). Kadar unsur amoniak yang melebihi batas maksimal terdapat pada sampel BS -8 sebesar 2.71 mg/l, BS -13 sebesar 3.52 mg/l, BS -14 sebesar 3.48 mg/l, dan BS -15 sebesar 1.79 mg/l, BS -16 sebesar 18.76 mg/l, BS -18 sebesar 3.92 mg/l, BS -19 sebesar 8.46 mg/l, dan BS -20 kandungan amoniak yaitu sebesar 4.22 mg/l (Gambar 5.). Sebaran konsentrasi amonia dalam air tanah bebas di Kabupaten Bandung bagian selatan tersebar di beberapa tempat. Akumulasi terbanyak di Kecamatan Margahayu dan Margaasih. Kondisi pH pada daerah yang mempunyai kadar amonia tinggi cenderung bersifat basa (6.86 – 7.13). Jika kadar amoniak lebih dari 0,5 mg/l maka dapat menjadi zat beracun yang berbahaya bagi manusia. 303
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan
Gambar 4. Konsentrasi nitrit daerah Bandung bagian selatan. Berdasarkan hasil analisis spasial diketahui bahwa terdapat perbedaan sebaran nitrat, nitrit dan amoniak. Perbedaan konsentrasi nitrat, nitrit dan amonia dalam air tanah bebas di daerah Kabupaten Bandung bagian selatan, merupakan gambaran siklus nitrogen di alam, yang berhubungan dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Saat proses nitrifikasi berlangsung, amonia akan dirubah menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat, sehingga konsentrasi amonia dalam air akan menurun dan konsentrasi nitrat akan meningkat. Proses nitrifikasi akan berjalan optimum pada pH 8-9, dan pada pH<6 reaksi akan berhenti, begitu pun sebaliknya akan terjadi saat proses denitrifikasi berlangsung (Effendi, 2003).
304
Analisis Spasial Degradasi Air Tanah Bebas Di Wilayah Sub Urban Bandung Selatan ............................................................. (Maria dkk)
Gambar 5. Konsentrasi amonium pada daerah Kab. Bandung bagian selatan. Pengaruh kondisi sanitasi Sanitasi merupakan kebutuhan masyarakat dan permasalahannya merupakan tanggung jawab kita bersama. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Bandung bagian selatan berdampak pada sanitasi yang buruk dan akan mempengaruhi kualitas air tanah. Semakin padat pemukiman menyebabkan keterbatasan lahan sehingga jarak sumur warga dengan septic tank kurang dari 10 meter. Hal ini dapat menyebabkan rembesan dari tangki septik yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan terutama kualitas air tanah. Kondisi yang terjadi saat ini adalah rendahnya kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi. Kondisi sanitasi yang buruk mempercepat penyebaran polutan nitrat – nitrit dan amonia ke dalam air tanah.
Pengaruh kepadatan pemukiman Permasalahan utama di daerah pemukiman padat penduduk adalah sanitasi lingkungan. Hal ini diperparah lagi dengan ketidakteraturan pemukiman yang menyebabkan sanitasi dan kebersihan lingkungan semakin buruk. Peningkatan peruntukan lahan pemukiman di Kabupaten Bandung bagian selatan dapat digunakan sebagai indikasi peningkatan jumlah limbah domestik. Wilayah bagian hulu Kabupaten Bandung bagian selatan didominasi oleh perkebunan dengan pola pemukiman yang berumur tua, sedangkan di daerah hilir didominasi pemukiman padat penduduk (Gambar 6.). Pemukiman yang ada di daerah Pangalengan dan sekitarnya sudah berkembang sejak zaman Belanda dan merupakan daerah perkebunan teh dan kawasan peternakan sapi. Persebaran pemukiman dan sebaran spasial limbah domestik dapat digunakan untuk mengetahui pola kualitas air di kawasan pemukiman. Analisis limbah domestik secara kimia dapat dilakukan berdasarkan analisis kandungan Nitrit dan Nitrat sedangkan analisis secara biologis berdasarkan kandungan bakteri e-coli dalam air tanah.
305
Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan
Gambar 6. Kondisi pemukiman di daerah hulu (kiri) dan hilir (kanan) Kab. Bandung bagian selatan.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis spasial kualitas air tanah bebas terhadap kandungan nitrat dan amonia di kabupaten bandung bagian selatan maka diketahui bahwa terdapat perbedaan sebaran nitrat, nitrit dan amoniak. Konsentrasi nitrat tertinggi terjadi pada daerah dengan topografi tinggi sedangkan konsentrasi amnium tinggi terjadi pada daerah topografi rendah dengan kepadatan penduduk tinggi dan sanitasi buruk. Perbedaan konsentrasi nitrat, nitrit dan amonia dalam air tanah bebas di daerah Kabupaten Bandung bagian selatan, merupakan gambaran siklus nitrogen di alam, yang berhubungan dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Saat proses nitrifikasi berlangsung, amonia akan dirubah menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat, sehingga konsentrasi amonia dalam air akan menurun dan konsentrasi nitrat akan meningkat. Kondisi lingkungan (antropogenik) seperti sanitasi dan kepadatan penduduk sangat mempengaruhi degradasi kualitas air bersih
UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan DIPA Puslit Geoteknologi LIPI. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi, atas kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi yang telah membantu dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius, Jogjakarta. Fawel, J. K., et al., 2011, Nitrate and Nitrite in Drinking Water, Background Document for Development of WHO Guidelines for Drinking-Water Quality (GDWQ), WHO, Geneva. Fetter,C.W. 1994. Applied Hydrology (third ed). Mc Milans. Glanville, Tom., 1993. Good Wells For Save Water, Iowa State University, tersedia di: (https://store.extension.iastate.edu/.../pm840-pdf), diakses pada: 25 September 2014 Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung:ITB. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 11 Tahun 2011, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bandung tahun 2010 – 2015, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Peraturan Pemerintah RI no.82/2001, tanggal 14 Desember 2001, tentang “ Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”, Jakarta Priowirjanto (1985), IWACO dan WESECO (1990) serta dinas Pertambangan dan Provinsi Jawa barat dan LPPM-ITB (2002 dan 2006) dalam Nurliana L dan Widodo L (2009) Soetrisno, 1983, Peta Hidrogeologi Lembar Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
306