ANALISIS SURPLUS DAN DISTRIBUSI PEMASARAN

Download kebijakan distribusi perlu tepat dan berkontribusi pada ketahanan pangan. Apabila harga ... oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam dist...

0 downloads 480 Views 523KB Size
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Analisis Surplus dan Distribusi Pemasaran Beras Produksi Petani Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur Oleh: Henny Rosmawati  Abstract This research is aimed to : 1) count the number of rice surplus in Buay Madang district in OKU Timur regency. 2) count the factors which influenced the rice surplus among the farmers. 3) identify the distribution and rice marketing share in Buay Madang district in OKU Timur regency. 4) compare marketing range at the marketing level in Buay Madang district in OKU Timur regency. This research was done in OKU Timur regency which was selected purposively. The method of research used in this research was survey method. The sampling farmers were selected by using disproportionated stratified random sampling. The sampling farmers were 90 farmers consist of 30 farmers from Kurungan Nyawa village, 30 farmers from Sumber Mulyo village and 30 farmers from Sumber Harjo village. The result of the research shows that: 1) Rice surplus at the farmers level in Buay Madang district of OKU Timur regency is 93,172 % from total production of the farmersper year. 2) The factors which influenced the marketable surplus at the farmers level in Buay Madang district in OKU Timur regency were the land area width, the number of the family members, rice price, income of the farmers, the number of rice production, education level of the chief of the farmer family, the dominant gender in houshold. The land area width, the number of family member, income of the farmers, and the number of rice production factor has abstract influences to the marketable surplus of the farmers. 3) The marketing distribution which run in Buay Madang district consist two marketing channels as follow: channel I: farmers, Rice Milling Unit (RMU), agent of village area, agent of district area, comsumers. Channe II : farmers, agent of village area, agent of district area, retails and comsumers. 4) The marketing margin values obtained by the agent of district area is the biggest comparing with other marketing institutions, that is Rp 290 per kg. The marketing channel consist of the agent level of the village, RMU and retails is efficient and effective, because the marketing cost of them is lower than the marketing profit. Key words: Marketing, distribution, marketable surplus, marketing margin

PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Oleh karenanya pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduk setiap waktu merupakan hak asasi manusia. Dari berbagai jenis pangan (pokok), beras merupakan salah satu jenis pangan yang paling strategis di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ketersediaan pangan ditentukan oleh aspek produksi, perdagangan (ekspor, impor), transfer (bantuan/hibah), dan stok. Dari berbagai



Dosen Tetap FP Universitas Baturaja

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

99

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

aspek tersebut, terjaminnya ketersediaan pangan disuatu wilayah ditentukan pula oleh struktur dan mekanisme pasar dan distribusi (Handewi,2004). Daerah surplus beras amat identik dengan kemakmuran karena dampak ganda (multiplier effect) terhadap sektor non pertanian yang lain diperkirakan cukup besar. Oleh karena itu, kebijakan distribusi perlu tepat dan berkontribusi pada ketahanan pangan. Apabila harga ditetapkan terlalu mahal, maka dapat saja berarti bahwa petani dari daerah defisit padi telah mensubsidi petani di daerah surplus. Demikian pula sebaliknya, harga beras yang terlalu murah menjadi disinsentif bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Propinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia, dimana setiap tahun luas areal panen dan produksi semakin meningkat. Pada tahun 1989 luas areal panen padi sebesar 448,586 ha dengan tingkat produksi 1.337.611 ton serta produktivitasnya sebesar 2,98 ton/ha. Pada tahun 2002, luas areal bertambah sebesar 522.263 ha dengan produksi sebesar 1.546.643 ton dan tingkat produksivitasnya sebesar 2,96 ton/ha. Hal ini mengalami kenaikan yang cukup berarti yaitu 73,977 ha untuk luas areal dan 209.234 ton untuk produksi (Satria,2004). Salah satu Kabupaten surplus di Propinsi Sumatera Selatan selama kurun waktu sepuluh tahun (1992 – 2001), adalah Ogan Komering Ulu dengan surplus beras sebesar 32.847 ton (Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan,2002). Hal ini disebabkan peranan sektor pertanian di Kabupaten Ogan Komering Ulu sangat besar, dimana sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bertani dengan menanam padi. Namun demikian apabila ditinjau dari tingkat petani dapat ditemukan petani yang tidak surplus beras karena lahan sawahnya hanya sekitar 0,25 hektar. Salah satu kecamatan di Kabupaten OKU Timur yang merupakan sentra produksi beras adalah Kecamatan Buay Madang, dengan rata-rata produksi 185.172,35 ton beras per tahun (Kantor Ketahanan Pangan, 2004). Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti berapa jumlah surplus beras petani di Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur, Faktor-faktor apa yang mempengaruhi surplus beras di tingkat petani , bagaimana bentuk saluran dan rantai tataniaga beras petani di Kecamatan Buay Madang , berapa besar perbedaan marjin pemasaran beras yang dinikmati oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam distribusi beras petani di Kecamatan Buay Madang. Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menghitung jumlah surplus beras petani di Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur. 2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi surplus beras di tingkat petani di Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur. 3. Mengidentifikasi saluran dan rantai tataniaga beras petani di Kecamatan Buay Madang. 4. Membandingkan marjin pemasaran beras pada tingkat lebaga pemasaran tersebut. Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan dapat dijadikan bahan kepustakaan bagi mahasiswa, pembaca dan peneliti selanjutnya yang bertema sejenis. 2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan atau Pemerintah dalam menangani permasalahan perberasan, khususnya petani padi.

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

100

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur. Daerah pengambilan sampel dilakukan di tiga desa yaitu: Desa Kurungan Nyawa, Desa Sumber Mulyo dan Desa Sumber Harjo. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa: 1. Kecamatan Buay Madang adalah salah satu sentra produksi beras untuk kabupaten OKU Timur dengan jumlah surplus beras tertinggi (246.965,38 ton GKG) dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di kabupaten OKU Timur. 2. Desa Kurungan Nyawa merupakan tempat di mana pedagang besar kecamatan berada, desa Sumber Mulyo dan desa Sumber Harjo adalah desa yang mempunyai aspek lembaga pemasaran yang lengkap. 3. Ketiga desa tersebut mempunyai keterkaitan antar lembaga dalam pemasaran beras di Kecamatan Buay Madang. Waktu penelitian secara keseluruhan dilaksanakan dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2005. Sedangkan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2005. Metode Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survei. Metode penarikan sampel dalam penelitian ini digunakan Metode Penarikan Sampel Berstrata Tak Berimbang (Disprportionated Stratified Random Sampling) dalam setiap strata. Adapun langkah-langkah metode ini dilakukan sebagai berikut : 1. Penentuan dengan sengaja wilayah sampel (Sampling Area) yaitu di Desa Kurungan Nyawa, Desa Sumber Mulyo dan Desa Sumber Harjo di Kecamatan Buay Madang. 2. Dari tiap desa terpilih ditentukan sebanyak 3 lapisan (strata) yaitu Strata I (petani dengan luas lahan 0,36 ha), Strata II (petani dengan luas lahan 0,72 ha) dan Strata III (petani dengan luas lahan 1,44 ha). 3. Dari tiap strata ditentukan secara sengaja ukuran sampel sebanyak 10 petani padi sawah. Berdasarkan kriteria disproportionated stratified random sampling, maka tiap desa terpilih terdapat 30 petani sebagai sampel. Ukuran sampel keseluruhan adalah 90 petani padi sawah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Ukuran Sampel Petani Padi Sawah untuk Masing-Masing Strata dan Desa Di Kecamatan Buay Madang, 2005 Desa K.Nyawa S. Mulyo S. Harjo Jumlah (%)

Strata I 10 10 10 30

Populasi 74 140 342 556 5,40

Strata II 10 10 10 30

Populasi 147 185 96 428 7,01

Strata III 10 10 10 30

Populasi 69 56 33 158 18,99

Total 30 30 30 90

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer akan dilakukan dengan observasi langsung di lapangan dan wawancara langsung Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

101

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

dengan responden dengan menggunakan panduan kuesioner, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi dan lembaga terkait dengan penelitian ini. Data primer terdiri dari : 1. Dari petani: waktu panen, jenis dan jumlah produksi padi petani, tingkat konversi gabahberas dan kualitasnya, jumlah yang dikonsumsi dan yang dijual, harga yang diterima petani. 2. Dari pedagang/pengusaha penggilingan beras: jenis dan jumlah produksi beras, tingkat konversi gabah-beras dan kualitasnya, frekuensi penggilingan/produksi, jumlah penjualan stok, harga beli gabah atau upah penggilingan, biaya pemasaran, harga jual beras. 3. Dari pedagang beras antar daerah: jenis, jumlah dan kualitas beras yang diperjual belikan , penjual (sumber) dan pembeli beras, saluran dan rantai pemasaran termasuk pasar konsumen yang dituju, biaya pemasaran, harga beli dan harga jual beras. Data yang diperoleh di lapangan diolah secara matematis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan disajikan secara tabulasi sedangkan manual saluran pemasaran yang terjadi dijelaskan secara deskriptif. Untuk menjawab hipotesis pertama digunakan perhitungan sebagai berikut : Ms = Qp - Qc Keterangan : MS = Marketable surplus (kg) Qp = jumlah produksi petani (kg) Qc = jumlah konsumsi keluarga petani (kg) Kemudian untuk menjawab hipotesis kedua digunakan analisis Regresi Liner Berganda dengan persamaan penduganya : MS = 0 + 1X1 +2X2 +3X3 +4X4 + 5X5 + 6D1 + 7D2 + U Keterangan : MS = Marketable surplus X1 = luas lahan (ha) X2 = jumlah anggota keluarga (orang) X3 X4 X5 D1

= = = =

harga beras (Rp/kg) pendapatan petani (Rp) jumlah produksi (kg) Dummy tingkat pendidikan kepala keluarga

D1 D1 D2 D2 D2  1-7 U

= 1 (≥SD) = 0 (< SD) = Dummy jenis kelamin yang dominan dalam keluarga = 1 ( LK  PR ) = 0 ( LK  PR) = intersep = parameter = variabel pengganggu Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

102

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Untuk melihat koefisien hubungan variabel bebas (x1, x2, x3, x4, x5, D1, D2) secara bersama-sama terhadap variabel tak bebas (Y), maka digunakan uji-F sebagai berikut :

Fhitung

Jk reg/k = ----------------------Jk sisa/(n-k-1)

Jika : ≤ Ftabel, terima Ho Fhitung > Ftabel, tolak Ho Keterangan : 1. Jika Fhitung lebih besar dari Ftabel, diputuskan untuk menolak Ho, berarti ada variabel bebas yang mempunyai pengaruh yang berarti terhadap variabel terikat. 2. Jika fhitung lebih kecil dari Ftabel, diputuskan untuk menerima Ho, berarti ada variabel bebas yang tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap variabel terikat. Sedangkan untuk melihat keberartian hubungan masing-masing variabel bebas (X1) terhadap variabel tidak bebas (Y) maka digunakan uji-t, dengan rumus :  ßi Thitung = ----------Se ( ßi ) Jika : ≥ t ------- (n-k-1), tolak Ho t hitung < t ------- (n-k-1), terima Ho Keterangan : 1. Jika thitung lebih besar dari ttabel, diputuskan untuk menolak Ho, berarti ada variabel bebas yang mempunyai pengaruh yang berarti terhadap variabel terikat. 2. Jika thitung lebih kecil dari ttabel, diputuskan untuk menerima Ho, berarti ada variabel bebas yang tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap variabel terikat. Selanjutnya untuk menjawab hipotesis ketiga dari penelitian ini, yaitu mengidentifikasi saluran pemasaran beras dengan cara menelusuri saluran pemasaran beras yang dilakukan petani di Kecamatan Buay Madang. Dan untuk menjawab hipotesis ke empat tentang marjin pemasaran dan efisiensi digunakan perhitungan dengan rumus : Mpi = Hji - Hbi Keterangan :Mpi = Marjin pemasaran lembaga pemasaran ke-i Hji = Harga jual lembaga pemasaran kei (Rp/kg) Hbi = Harga pembelian lembaga pemasaran ke-i (Rp/kg) Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

103

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Rumus perhitungan efisiensi pemasaran : Total Biaya Pemasaran Efisiensi =

x 100 % Nilai Produk

Dengan kaidah keputusan : a. 0 – 33% = efisisen b. 34 – 67% = kurang efisien c. 68 – 100% = tidak efisien

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Contoh Jumlah petani contoh yang diambil masing-masing desa adalah 30 orang petani dengan lapisan 10 orang petani dengan luas lahan 0,36 ha, 10 orang petani dengan luas lahan 0,72 ha dan 10 orang petani dengan luas lahan 1,44 ha sehingga jumlah seluruh petani contoh pada 3 desa adalah 90 orang petani. Untuk mengetahui latar belakang keadaan petani contoh akan dikemukakan karakteristik petani meliputi struktur umur, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan. 1. Umur Menurut Hernanto (1996), umur petani merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pendapatan usahatani, karena akan berhubungan dengan produktif atau tidaknya seorang petani dalam mengelola usahataninya. Ada kecenderungan bahwa semakin lanjut usia petani, maka kemampuannya secara pisik akan berkurang sehingga mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur petani contoh adalah berkisar antara 25-68 tahun, dengan rata-rata tingkat umur 44 tahun. Golongan umur petani contoh dapat dilihat pada Tabel 6 : Tabel 6. Identitas Petani Contoh

Berdasarkan Golongan Umur di Kecamatan Buay Madang 2005 No 1. 2. 3. 4.

Umur (tahun) 25 - 35 36 - 46 47 - 57 58 - 68 Jumlah

Strata I 8 14 5 3 30

Proporsi (%) 27,00 46.67 16,33 10,00 100,00

Jumlah Strata II 5 14 8 3 30

petani Proporsi (%) 16,33 46.67 27,00 10,00 100,00

Strata III 1 12 11 6 30

Proporsi (%) 4,00 40,00 36,00 20,00 100,00

Tabel 6 menunjukkan bahwa petani contoh yang diamati, persentase terbesar adalah pada golongan umur 36 tahun sampai dengan 46 tahun yaitu sebesar 45 persen atau 40 jiwa dari jumlah keseluruhan, dengan demikian mayoritas petani contoh berada dalam usia produktif dalam bekerja.

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

104

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

2. Tingkat Pendidikan Pendidikan petani contoh sebagian besar tamat SD, lalu tamat SMP dan SMU serta ada juga yang tamat Diploma. Meskipun demikian ada juga petani contoh yang tidak sekolah. Jumlah petani contoh berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7. berikut : Tabel 7. Identitas Petani Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Buay Madang, 2005 No

Pendidikan

1. 2. 3. 4. 5.

TS SD SMP SMU/STM Diploma Jumlah

Strata I 2 21 3 3 1 30

Proporsi (%) 6,67 70,00 10,00 10,00 3,33 100,00

Jumlah Strata II 5 18 4 3 30

petani Proporsi (%) 16,67 60,00 13,33 10,00 100,00

Strata III

Proporsi (%) 16,67 60,00 20,00 3,33 100,00

5 18 6 1 30

Pada Tabel 7 terlihat bahwa sebagian besar petani contoh yang diamati hanya menyelesaikan pendidikannya sebatas Sekolah Dasar yaitu sebanyak 57 jiwa atau 63,34 persen dan 13 jiwa atau 14,45 persen telah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dan 7 jiwa atau 7,77 persen menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum bahkan 1 jiwa atau 1,11 persen dari seluruh petani contoh telah menyelesaikan pendidikannya hingga ke jenjang Perguruan Tinggi sedangkan sisanya 12 jiwa atau 13,34 persen tidak sekolah. 3. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga petani contoh berkisar antara 3 sampai 7 jiwa dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan cucu. Untuk lebih jelas jumlah anggota keluarga petani contoh dapat dilihat pada Tabel 8 : Tabel 8. Jumlah anggota keluarga petani contoh di Kecamatan Buay Madang,2005 No 1. 2. 3. 4. 5.

Jlh Agt Kel (jiwa) 3 4 5 6 7 Jumlah

Strata I 9 18 3 30

Proporsi (%) 30,00 60,00 10,00 100,00

Jumlah Strata II 8 11 9 1 1

Petani Proporsi (%) 26,67 36,67 30,00 3,33 3,33

30

100,00

Strata III 5 12 7 2 4

Proporsi (%) 16,67 40,00 23,33 6,67 13,33

30

100,00

Pada Tabel 8 diketahui bahwa jumlah anggota keluarga petani contoh terbanyak adalah 4 jiwa yaitu sebanyak 41 keluarga atau 45,56 persen, sedangkan jumlah anggota keluarga terkecil adalah 6 jiwa yaitu sebanyak 3 keluarga atau 3,34 persen. Sedangkan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah sebanyak 4 jiwa dalam satu keluarga. Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

105

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Surplus Beras Petani Kecamatan Buay Madang Sebagai daerah penghasil padi maka Kecamatan Buay Madang juga merupakan daerah produksi beras. Jenis padi yang diusahakan di Kecamatan Buay Madang adalah Varitas IR 64 dan Varitas Ciliwung dengan rata-rata tingkat produksi 6 ton GKP/ha/MT. Sedangkan kualitas beras yang dihasilkan adalah beras asalan dan batik. Untuk kualitas batik biasanya terjadi apabila pada saat panen padi tidak dapat dijemur secara optimal, sehingga beras yang dihasilkan berwarna agak kekuningan. Dalam pengusahaannya budidaya padi masih menggunakan IP 2, yaitu dalam 1 tahun padi diusahakan sebanyak 2 kali, namun demikian ada juga petani yang menanam palawija sebagai tanaman selingan meskipun tidak semua lahannya ditanami palawija. Pada tahun 2004 Kecamatan Buay Madang merupakan penghasil padi terbesar untuk Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yaitu sebesar 117.107,70 ton GKG. Penghasil beras kedua dan ketiga masing-masing adalah Kecamatan Semendawai Suku III sebesar 73.373,45 ton GKG dan Kecamatan Belitang sebesar 35.682,08 ton GKG. Dengan jumlah produksi sebesar 117.107,70 ton GKG dan jumlah penduduk 96.611 jiwa, serta konsumsi per kapita penduduk 135 kg per tahun maka kecamatan Buay Madang mengalami surplus beras sebesar 101.430,96 ton. Dan pada tahun 2005 produksi beras sebesar 121.148,80 ton GKG dengan jumlah penduduk 116.124 jiwa dan konsumsi 120 kg per kapita, surplus beras kecamatan Buay Madang meningkat menjadi 235.372,28 ton. Dari hasil penelitian jumlah surplus beras petani contoh adalah sebesar 529.873,4 ton beras dengan rata-rata surplus 5.887,5 ton beras per tahun, maka cukup relavan bila Kecamatan Buay Madang dikatakan daerah surplus beras. Meskipun demikian masih ada beberapa penduduk di daerah penelitian yang penduduknya belum surplus beras. Hal ini disebabkan karena kepemilikan lahan yang sempit yaitu ¼ bau atau 1800 m2. Produksi GKP dalam ¼ bau adalah 9 kwintal (  900 kg) gabah kering panen yang apabila dikonversikan ke beras menjadi 558 kg beras (tingkat konversi GKP ke beras 0,62%) sehingga untuk kebutuhan konsumsi mereka menambahkannya dengan oyek. Perimbangan penggunaannya sangat beragam ada yang 3 : 1, 2 : 1 dan ada juga yang 3 : 2. Oyek adalah bahan makanan terbuat dari ubi kayu yang telah diolah sedemikian rupa kemudian dikeringkan dan disimpan. Untuk daerah penelitian Desa Sumber Harjo oyek biasanya di konsumsi setelah MT I yaitu sekitar bulan September. Namun tidak semua penduduk Desa Sumber Harjo mengkonsumsi bahan tersebut. Tetapi ada juga keluarga petani yang sudah surplus beras sekalipun mereka masih saja ada yang mengkonsumsi oyek, hal ini dikarenakan oyek sudah merupakan makanan yang sudah dikonsumsi secara turun temurun oleh masyarakat Jawa yang ada di Kecamatan Buay Madang. Untuk membuat oyek biasanya petani mendapatkan ubi kayu dari kebun mereka sendiri kemudian diolah dan dikeringkan kemudian disimpan untuk sampai saatnya nanti digunakan. Jadi pada saat MT I keluarga petani yang lahan sawahnya sempit sudah mulai membuat oyek sehingga pada saat paceklik mereka tidak kekurangan bahan makanan. Produksi Usahatani Padi Sawah Irigasi Produksi adalah hasil dari usahatani padi sawah irigasi berupa gabah kering panen. Pada tahun 2004 jumlah produksi Desa Kurungan Nyawa adalah sebesar 16.442 ton gkg yang apabila di konversikan ke beras menjadi 10.391, 35 ton beras (tingkat konversi 62,3%). Jumlah konsumsi beras penduduk Desa Kurungan Nyawa sebesar 8.679,45 ton beras, sehingga Desa Kurungan Nyawa mempunyai surplus beras sebesar 8.679,75 ton beras. Untuk Desa Sumber Mulyo, jumlah produksi adalah sebesar 4.886 ton gkg atau setara dengan 3.087.96 ton Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

106

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

beras. Konsumsi penduduk Desa Sumber Mulyo sebesar 816,9 ton beras dengan demikian surplus yang dihasilkan oleh Desa Sumber Mulyo adalah sebesar 2.271,06 ton beras. Sedangkan Desa Sumber Harjo, jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 4.701 ton gkg atau 2.971 ton beras dan konsumsi penduduk Desa Sumber Harjo sebesar 892,4 ton beras maka jumlah surplus berasnya sebesar 2.078,64 ton beras. Adapun produksi yang di terima oleh petani contoh dapat di lihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-Rata Produksi dan Produktivitas Usaha Tani Padi Sawah Irigasi Masing-Masing Strata Petani Contoh di Buay Madang, 2005 Strata

Luas lahan

Produksi

Produktivitas

(ha)

(gkp/kg)

(gkp/kg/ha)

I

0.36

2.237,1

6.214,2

II

0.72

5.571,2

7.737,8

III

1,44

11.328,4

7.866,9

Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata produksi petani contoh dengan luas lahan 0,36 ha di ketiga desa sampel adalah sebesar 2,2 ton gkp/th, petani contoh dengan luas lahan 0,72 ha sebesar 5,5 ton gkp/th dan petani contoh dengan luas lahan 1,44 ha rata-ratanya produksinya sebesar 11,3 ton gkp/th. Semakin luas lahan maka produksi juga akan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh produtifitas lahan yang tinggi serta didukung oleh adanya bendungan komering yang mengairi sawah-sawah di ketiga desa sampel. Marketable Surplus Marketable surplus adalah jumlah tanaman pangan yang dijual petani ke pasar yang merupakan kelebihan produksi dari jumlah yang di konsumsi oleh keluarganya (Krishna, 1962). Sehubungan dengan pengertian tersebut maka jumlah surplus beras petani contoh di ketiga desa sampel berdasarkan strata kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 10 : Tabel 10. Jumlah Surplus Beras Masing-Masing Strata Petani Contoh di Buay Madang, 2005 Strata

Produksi (Kg)

Konsumsi (Kg)

Surplus (kg/th)

I

67.111,4

13.222

53.889.4

II

167.135,9

14.955

152.180,9

III

339.851,1

16.048

323.803,1

574.098,4

44.225

529.873,4

6.378,9

491,4

5.887,5

Jumlah Rata-rata persentase

7,7

92,3

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah surplus beras di ketiga desa sample pada masing-masing stratanya cukup tinggi. Sehingga cukup relavan bila Kecamatan Buay Madang dikatakan daerah sentra produksi beras di Kabupaten OKU Timur. Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

107

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Surplus Beras di Tingkat Petani Dalam penelitian ini yang diduga mempengaruhi surplus beras di tingkat petani antara lain lahan (X1), jumlah anggota keluarga (X2), harga beras (X3), pendapatan petani (X4), jumlah produksi (X5), tingkat pendidikan kepala keluarga (D1), jenis kelamin yang dominan dalam keluarga (D2). Hasil regresi dari model yang digunakan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) dengan jumlah sampel sebanyak (n) 90 petani yang terdiri atas petani strata I, strata II dan strata III. Hasil perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) didapat angka sebesar 0,997 yang berarti 99 persen variasi variabel terikat yaitu marketable surplus dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan sisanya 1 persen variasi marketable surplus tersebut dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Hasil analisis terhadap variabel-variabel penjelas yang membentuk model penelitian didapatkan pendugaan parameter masing-masing variabel seperti terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Pendugaan Beberapa Variabel yang Mempengaruhi Surplus Beras di Tingkat Petani di Kecamatan Buay Madang, 2005 Variabel Intersep X1 (lahan) X2 (agt kelrg) X3 (harga beras) X4 (pendapatan) X5 (prod.beras) D1(pendidikan D2(jenis kelmn)

Nilai Parameter 1238,001 4437,050 -71,576 -0,638 2,275 4,437 10,963 8,979 Fhit = 2187,885 Sig = 0,000

t-hitung 0,232 12,378 -2,131 -0,322 9,766 1,519 0,152 0,105

Signifikansi 0,817 0,000 0,036 0,749 0,000 0,133 0,880 0,916

Keterangan Nyata Nyata Tidak nyata Nyata Nyata Tidak nyata Tidak nyata

Hasil perhitungan pendugaan persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi surplus beras pada Tabel 11 maka dapat dibuat model pendekatan persamaan pendugaan yaitu : MS = 1238,001+4437,050X1–71,576X2–0,638X3+2,275X4+4,437X5+10,963D1+8,979D2. Pengaruh variabel bebas yaitu lahan, jumlah anggota keluarga, harga beras, pendapatan, produksi beras, dumm y tingkat pendidikan kepala keluarga, dan dummy jenis kelamin yang dominan dalam keluarga secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata terhadap surplus beras petani pada taraf  = 1%. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa nilai F statistik (F hitung) adalah sebesar 2197,885 dan berpengaruh nyata pada taraf  = 1% dengan signifikansi sebesar 0,000. 1. Faktor Lahan Berdasarkan hasil regresi koefisien faktor jumlah produksi beras memperlihatkan tanda yang positif yang berarti luas lahan berpengaruh terhadap marketable surplus petani dengan arah yang sama. Secara statistik luas lahan berpengaruh nyata terhadap marketable surplus petani pada taraf  = 1%. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien variabel luas lahan sebesar 4437,050 artinya setiap penambahan luas lahan 1 ha maka marketable surplus petani meningkat sebesar 4437,050 kg per tahun. Nilai elastisitas Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

108

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

faktor luas lahan sebesar 0,64 menjelaskan bahwa bertambahnya luas lahan 1 % akan menambah marketable surplus beras sebesar 0,64 %. 2. Faktor Jumlah Anggota Keluarga Faktor jumlah anggota keluarga menunjukkan pengaruh nyata negatif terhadap marketable surplus petani pada taraf  = 5%. Hasil regresi menunjukkan koefisien variabel jumlah anggota keluarga sebesar –71,576 artinya setiap penambahan 1 orang anggota keluarga akan mengurangi marketable surplus petani sebesar 71,576 kg per tahun. Dengan bertambahnya anggota keluarga maka kebutuhan beras untuk konsumsi juga bertambah sehingga mengurangi jumlah marketable surplus petani. Nilai elastisitas faktor jumlah anggota keluarga adalah –0,06 menjelaskan bahwa bertambahnya jumlah anggota keluarga 1% akan mengurangi marketable surplus sebesar 0,06 %. 3. Faktor Harga Beras Berdasarkan hasil regresi faktor harga beras memperlihatkan tanda yang negatif yang berarti harga beras berpengaruh tidak nyata terhadap marketable surplus pada taraf  = 10%. Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel harga beras sebesar – 0,638. Interpretasinya jika harga beras naik Rp 1 maka akan menurunkan marketable surplus sebesar 0,638 kg. Tidak nyatanya pengaruh harga beras disebabkan harga beras pada saat penelitian tidak terlalu bervariasi, yaitu berkisar antara Rp 2650 hingga Rp 2700 dengan harga rata-rata Rp 2687,78 dan standar deviasinya hanya 50. Nilai elastisitas faktor harga beras adalah –0,30 menjelaskan bahwa perubahan harga sebesar 1% akan mengurangi marketable surplus sebesar 0,30 %. Hal ini disebabkan beras merupakan bahan pangan pokok petani tersebut. 4. Faktor Tingkat Pendapatan Berdasarkan hasil regresi faktor tingkat pendapatan memperlihatkan tanda yang positif pada taraf  = 1% .Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien variabel tingkat pendapatan 2,275 artinya setiap kenaikan pendapatan petani Rp 1 maka akan meningkatkan marketable surplus petani sebesar 2,275 kg. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi marketable surplus petani. 5. Faktor Produksi Beras Berdasarkan hasil regresi koefisien faktor produksi beras memperlihatkan tanda yang positif yang berarti produksi beras berpengaruh terhadap marketable surplus petani dengan arah yang sama. Secara statistik produksi beras berpengaruh nyata terhadap marketable surplus pada taraf  = 10%. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien variabel produksi beras sebesar 4,437 artinya setiap kenaikan 1 kg produksi beras maka marketable surplus meningkat sebesar 4,437 kg. Nilai elastisitas faktor produksi beras adalah 48,10 menjelaskan bahwa bertambahnya jumlah anggota keluarga 1% akan meningkatkan marketable surplus sebesar 48,10 %. 6. Faktor Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Berdasarkan hasil regresi faktor tingkat pendidikan kepala keluarga memperlihatkan tanda yang positif berarti tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh terhadap marketable surplus petani dengan arah yang sama. Secara statistik faktor tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh tidak nyata terhadap marketable surplus petani pada taraf  = 1%. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien variabel tingkat pendidikan kepala keluarga sebesar 10,963 artinya jika tingkat pendidikan kepala keluarga naik satu tingkat maka Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

109

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

marketable surplus petani meningkat sebesar 10,963 kg. Dengan meningkatnya taraf pendidikan petani maka pengetahuan petani pun akan bertambah dengan demikian petani berusaha untuk meningkatkan produksi sawahnya dengan cara intensifikasi atau ekstensifikasi. Dengan meningkatnya produksi dan jumlah konsumsi yang tetap maka jumlah marketable surplus petani pun akan meningkat. Peningkatan produksi dengan cara intensifikasi masih dapat dilakukan selama penambahan faktor-faktor produksi belum melebihi ukuran yang dianjurkan, apabila penambahan faktor-faktor produksi yang telah melebihi anjuran maka penambahan tersebut akan menyebabkan kenaikan hasil yang berkurang (deminishing of return). Demikian pula halnya peningkatan produksi dengan cara ekstensifikasi harus memperhatikan lahan yang masih tersedia. Selama lahan yang belum diolah masih ada maka peningkatan produksi dengan cara tersebut masih dapat dilakukan. 7. Faktor Jenis Kelamin Dominan dalam Keluarga Faktor Jenis Kelamin yang dominan dalam keluarga menunjukkan tanda yang positif artinya faktor jenis kelamin dominan dalam keluarga berpengaruh terhadap marketable surplus petani dengan arah yang sama. Namun secara statistik faktor jenis kelamin dominan dalam keluarga berpengaruh tidak nyata terhadap marketable surplus petani pada taraf  = 5%. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien variabel jenis kelamin yang dominan dalam keluarga sebesar 8,979 artinya keluarga yang rata-rata jumlah anggota keluarganya lebih dari separuh laki-laki maka konsumsinya meningkat sebesar 8,979 kg per tahun. Analisis Pemasaran Beras 1. Saluran Pemasaran Berdasarkan hasil penelitian di lapangan lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran komoditi beras adalah pedagang pengumpul, Rice Miling Unit (RMU), pedagang besar kecamatan dan pedagang pengecer desa. Adapun saluran pemasaran yang terjadi ada dua saluran. Saluran pemasaran yang pertama adalah dari petani ke penggilingan (RMU) kemudian dijual ke pedagang pengumpul desa dan langsung ke pedagang besar kecamatan. Selanjutnya didistribusikan ke daerah-daerah seperti Lubuk Linggau, Lahat, Kayu Agung, Palembang bahkan ke daerah Propinsi Lampung. Saluran kedua yaitu dari petani langsung dijual ke pedagang pengumpul yang sifatnya tengkulak sehingga ketika panen mereka tidak bisa menjual ke tempat lain karena telah terikat sistem ijon, kemudian dijual ke pedagang besar kecamatan atau langsung ke pedagang pengecer. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa dari 90 orang responden sebagian besar mereka menggunakan rantai pemasaran yang panjang yaitu petani, RMU, pedagang pengumpul, pedagang besar kecamatan kemudian terakhir konsumen. Hal ini biasanya terjadi karena para petani telah biasanya menggunakan pinjaman modal dari penggilingan, sehingga ketika mereka panen hasil panennya langsung diserahkan ke penggilingan tersebut setelah sebelumnya disisihkan untuk konsumsi keluarga. Untuk konsumsi keluarga para petani menyimpannya di rumah dalam bentuk gabah dan ada juga yang menitipkannya di penggilingan atau di lumbung pangan desa. Para pedagang pengumpul kemudian membeli hasil penggilingan yang kemudian menjualnya ke pedagang besar kecamatan. Biasanya para pedagang pengumpul datang ke penggilingan

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

110

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

dengan ongkos angkut ditanggung oleh penggilingan atau RMU. Untuk lebih jelas saluran pemasaran beras di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Kec. Lain dlm kabupaten

1

Petani padi2

RMU

PP desa

PB Kecamatan

2 PP desa

PB Kecamatan

Konsumen

Kab lain dlm propinsi

P. Pengecer Propinsi lain Keterangan : 1 2

= Saluran pemasaran pertama (62,23%) = Saluran pemasaran kedua (31,37%)

Gambar 3. Saluran Pemasaran Beras Kecamatan Buay Madang

Persentase saluran pertama lebih besar dikarenakan dari 90 orang responden, 56 orang atau 62,23 % diantaranya menjual hasil panennya pada saluran pemasaran pertama sedangkan sisanya menjual pada saluran pemasaran kedua. Pada saat penelitian dilakukan, harga jual yang berlaku adalah Rp 1.250 – Rp 1.300 untuk Gabah Kering Panen dan Rp 2.650 – Rp 2.800 untuk harga beras. Penetapan harga biasanya dilakukan oleh pedagang pengumpul. Hal yang mempengaruhi harga jual petani adalah musim panen dimana pada saat panen biasanya harga lebih rendah bila dibandingkan saat paceklik dimana harga beras relatif tinggi, sehingga pada saat panen petani selalu menyisihkan beras untuk keperluan konsumsi keluarganya. Setelah dikurangi untuk konsumsi barulah hasil keseluruhannya dijual. Namun demikian tidak selalu harga beras pada saat musim panen harga beras turun, hal ini dapat kita lihat pada Gambar 4. yang menunjukkan kan harga beras pada bulan Januari dan Februari cukup tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan paceklik. Untuk musim tanam 2004/2005 harga beras tertinggi adalah Rp 3.700 yaitu pada minggu ke IV Januari. Pada akhir bulan Januari adalah merupakan masa panen untuk kecamatan Gumawang, sedangkan bulan Februari adalah puncak panen Kecamatan Buay Madang. Gambar 4. Grafik Harga Beras MT 2004/2005 4,000

Harga Minggu I

3,500 3,000

Harga Minggu II

2,500 2,000

Harga Minggu III

1,500 1,000

Harga Minggu IV

500 0 Okt' 04 Nop' 04 Des' 04 Jan' 05 Feb' 05 Mar' 05 Apr' 05 Mei' 05 Juni' 05 Juli' 05 Agt' 05 Sept' 05

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

111

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani contoh pada umumnya petani tidak berani untuk menjual seluruh hasil panen kemudian untuk konsumsi mereka membeli beras yang baru. Karena menurut mereka harga beras sangat fluktuatif dimana sewaktu-waktu dapat berubah naik sehingga uang hasil panen tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup. Selain itu dalam berusahatani para petani biasanya meminjam modal kepada para tengkulak untuk membeli sarana usahatani dengan perjanjian mereka akan menjual hasil panennya kepada para tengkulak tersebut. KUD yang merupakan sarana bagi masyarakat desa terutama petani untuk membeli bahan-bahan pertanian tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat belum memahami kegiatan organisasi koperasi sehingga masyarakat tidak merasakan perlunya KUD tersebut. Padahal peranan KUD cukup besar dalam membantu petani untuk mendapatkan harga gabah dan beras sesuai dengan harga dasar, khususnya pada saat musim panen raya. Sehingga dengan adanya KUD masyarakat dapat terbebas dari jeratan tengkulak dan pendapatan petani juga akan meningkat. Demikian pula halnya dengan Perum Bulog Divre Sumsel, sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai tugas menjamin harga yang layak bagi konsumen (petani) masih belum dapat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat tani, hal ini disebabkan Perum Bulog Divre Sumsel belum memberikan kontribusi yang maksimal terhadap masyarakat tani. Seharusnya Perum Bulog Divre Sumsel dapat memberikan sedikit penyuluhan kepada masyarakat tani bagaimana perlakuan terhadap hasil panen petani agar dapat sesuai dengan persyaratan mutu yang berlaku dalam pembelian gabah dan beras yang dilakukan oleh Perum Bulog. 2. Margin Pemasaran Analis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetisi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran/distribusi pangan Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen (Tomeck and Robinson, 1990). Berdasarkan hasil penelitian nilai marjin pemasaran tiap lembaga pemasaran maka nilai marjin pemasaran pedagang besar kecamatan adalah yang tertinggi yaitu Rp 290, marjin pemasaran pedagang pengumpul desa Rp 116 dan yang terendah marjin pemasaran pedagang pengecer dan RMU yaitu Rp 50. Adapun besarnya marjin pemasaran tiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Marjin Pemasaran Ditingkat Lembaga Pemasaran di Kecamatan Buay Madang, 2005 Lembaga pemasaran

No.

Harga Beli (Rp/kg)

Harga jual (Rp/kg)

Marjin (Rp)

Pemasaran (%)

1.

PP desa

2.517

2.633

58

12,94

2.

RMU

2.600

2.650

50

11,16

3

PB Kecamatan

2.500

2.790

290

64,74

4.

P Pengecer

2.683

2.733

50

11,16

448

100,00

Total Marjin Keterangan : * * * *

PP = RMU = PB = P =

Pedagang Pengumpul Rice Miling Unit (penggilingan padi) Pedagang Besar Pedagang

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

112

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Tabel 12 terlihat bahwa marjin pemasaran ditingkat pedagang besar kecamatan lebih besar dibandingkan lembaga pemasaran yang lain yaitu Rp 290 atau 64,74 persen. 3. Keuntungan Pemasaran Keuntungan pemasaran atau yang dikenal dengan istilah profit margin merupakan selisih antara harga yang dibayarkan ke produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen setelah dikurangi biaya pemasaran (Kotler, 1995). Dari hasil perhitungan berdasarkan margin pemasaran didapat biaya pemasaran yang berkisar antara Rp 25 hingga Rp 215 per kg berupa biaya kuli angkut, packing, ongkos angkut, susut, dan karplas. Rincian biaya pemasaran beras per kilogram dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rincian Biaya Pemasaran Beras Per Kilogram di Kecamatan Buay Madang,2005 No

Desa Kuli

1.

2.

3.

Packing

Biaya

(Rp/kg)

Naik

Angkut

Susut

Karplas

Total

Kurungan Nyawa a. PP Desa

5

-

5

15

-

-

25

b. RMU

5

-

5

25

-

-

35

c.PBKecamatan

5

15

5

25

100

65

215

d. Pengecer

5

-

5

5

-

-

15

a. PP Desa

5

-

5

15

-

-

25

b. RMU

5

-

5

25

-

-

35

c. Pengecer

5

-

5

15

-

-

25

a. PP Desa

5

-

5

15

-

-

25

b. RMU

5

-

5

15

-

-

25

c. Pengecer

5

-

5

25

-

-

35

Sumber Mulyo

Sumber Harjo

Untuk perhitungan keuntungan diketahui bahwa keuntungan pemasaran pada pedagang besar adalah yang terbesar yaitu Rp 75 per kg (Lampiran 16). Akan tetapi untuk resiko pemasaran maka resiko pemasaran pada pedagang pengecer relatif lebih berat bila dibandingkan dengan lembaga pemasaran lain sebab pedagang pengecer berhubungan langsung dengan konsumen akhir sebagai akibat faktor yang mempengaruhi daya beli konsumen. 4. Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran diartikan sebagai nisbah antara total biaya pemasaran dengan total nilai peroduk yang dipasarkan. Lembaga pemasaran dikatakan efisien apabila nilainya kurang dari satu atau 100 % dan lebih besar dari nol (0Ep1) artinya total biaya pemasaran lebih kecil dibandingkan total nilai produk yang dijual lembaga tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan didapat bahwa nisbah efisiensi di tingkat pedagang besar adalah sebesar 8 persen dapat dikatakan bahwa pedagang besar sudah tergolong efisien dalam memasarkan beras. Hal ini dikarenakan pemasarannya termasuk Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

113

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

dalam kategori efisien yaitu sebesar 0,08 atau 8 % yang berarti berada diantara nilai nol dan satu (0Ep1). Sedangkan untuk efisiensi antar saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 14 berikut: Tabel 14. Efisiensi Lembaga Pemasaran untuk Tiap Saluran di Kecamatan Buay Madang, 2005 Lembaga Pemasaran

Nilai Produk (Rp/kg)

Total

Saluran I

Saluran II

RMU

2550

2565

5.115

Pedagang Pengumpul

2675

2675

5.450

Pedagang Besar Kec.

2790 2700

– 2800

2.790

Pedagang Pengecer

5.500

Biaya Pemasaran (Rp/kg) RMU

25

25

50

Pedagang Pengumpul

35

35

70

Pedagang Besar Kec.

215



215

15

30

Pedagang Pengecer

15

Efisiensi Lembaga Pemasaran (%) RMU

1

0,98

Pedagang Pengumpul

2

2

4

Pedagang Besar Kec.

8



8

Pedagang Pengecer

0,56

1

1,56

Total

11,56

1,98

3,98

Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa saluran pemasaran kedua lebih efisien dibandingkan dengan saluran pertama, ini dapat dilihat dari nilai efisiensi saluran pemasaran kedua sebesar 3,98 % sedangkan saluran pemasaran pertama sebesar 11,56 %. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin pendek rantai pemasaran maka akan semakin efisien pemasaran tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Surplus beras di tingkat petani di Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur adalah sebesar 92,2 % dari total produksi beras yang dihasilkan petani per tahun. 2. Faktor yang mempengaruhi marketable surplus ditingkat petani di Kecamatan Buay Madang Kabupaten OKU Timur antara lain faktor luas lahan, jumlah anggota keluarga, harga beras, tingkat pendapatan, produksi beras, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan jenis kelamin yang dominan dalam keluarga. Faktor lahan, jumlah anggota keluarga dan produksi beras berpengaruh nyata terhadap marketable surplus petani. Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

114

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

3. Saluran pemasaran yang terjadi di Kecamatan Buay Madang terdiri atas 2 saluran pemasaran : a. Saluran I : petani, RMU, PP, PB kecamatan, konsumen. b. SaluranII : petani, P Pengumpul, P Besar kecamatan/Pengecer, konsumen. 4. Nilai marjin pemasaran yang diperoleh pedagang besar kecamatan adalah yang terbesar dibandingkan lembaga pemasaran yang lain, yaitu Rp 290. Untuk pemasaran pada tingkat pedagang pengumpul desa, RMU dan pedagang pengecer sudah tergolong efisien dan efektif karena biaya pemasarannya lebih rendah dari tingkat penerimaan pemasaran. Saran Berdasarkan keadaan di lapangan sehubungan dengan penelitian ini maka disarankan : 1. Perlu pembinaan KUD sebagai lembaga ekonomi yang dapat memfasilitasi petani dalam berusahatani dan memasarkan beras. 2. Perlu pembinaan penanganan pasca panen untuk meningkatkan mutu beras sehingga harga jual petani meningkat. 3. Perlu penelitian lanjutan mengenai pemasaran beras produksi petani yang dipasarkan keluar daerah.

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Bustanul. 2002. Formasi Strategi Makro-Mikro Ekonomi Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Jakarta. ____________. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Assauri, S. 1990. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Rajawali Pers. Biro Pusat Statistik. 2002. Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge: Cambridge University Press. Kelana, S. 1996. Teori Ekonomi Makro. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lains, A. 1987. Dekomposisi Efek Perubahan Harga Beras di Indonesia : Efek Substitusi dan Pendapatan, Ekonomi dan Keuangan Indonesia XXXV. Limbong, W.H. & P. Sitorus. 1987. Tata Niaga Pertanian. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian IPB. Saefuddin, A.M. 1991. Pemasaran Produk Pertanian. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

115

AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009

ISSN: 1979 – 8245X

Soekartawi. 1995. Analisi Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Majalah, Tesis, Jurnal dan Makalah Gunawan, T. 2004. “Analisis Kebutuhan Dana Pembelian dan Distribusi Surplus Beras Petani Sumatera Selatan”. Tesis Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana. Universitas Sriwijaya. Palembang. Handewi. 2004. “Metode Pengumpulan Data Dan Analisis Margin Pemasaran Dalam Sisten Distribusi Pangan”. Makalah Disampaikan dalam Seminar Badan Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Krishna, R. 1962. “A Note on The Elasticity of The Marketable Surplus of Subsistence Crop”. Indian Journal of Agriculture Economics. Vol.XVII. No. 3. Bombay. India Lokollo, M . 2001. “Market Dependency and Houshold Food Consumption in East Java”. Journal Agro Ekonomi. Indonesia. Puslitbang Sosek Pertanian. 2001. “Food Policy Support. First Round Finding”. Kerjasama Antara Puslitbang Sosek Pertanian dengan Bappenas, USAID dan DAI. Tidak dipublikasikan. Puspoyo, W. 2004. “Kebijakan Perberasan Nasional; Kekuatan, Penyempurnaan”. Majalah Pangan. Vol.XIII.No.43. Jakarta.

Kelemahan dan

Satria, J. 2004. “Analisis Permintaan Beras Sumatera Selatan”. Tesis Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Palembang.

Henny Rosmawati, Hal; 99 – 116

116