ANTIOKSIDAN DALAM BAKSO RUMPUT LAUT MERAH EUCHEUMA COTTONII

Download JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4. 1 ... sampel bakso tepung tapioka dan bakso rumput laut bervariasi dari 0,0064 mg/g...

0 downloads 437 Views 247KB Size
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

1

Antioksidan dalam Bakso Rumput Laut Merah Eucheuma Cottonii Dikron Wirada Sirat, Sukesi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

Abstrak— Telah dilakukan analisa terhadap kadar asam askorbat dan total senyawa fenolat dari sampel bakso tepung tapioka dan bakso rumput laut merah Eucheuma cottonii. Analisa kadar asam askorbat dilakukan menggunakan metode titrasi dengan indikator 2,6-diklorofenolindofenol sedangkan analisa total senyawa fenolat dilakukan menggunakan uji folin-ciocalteu. Kadar asam askorbat dalam sampel bakso tepung tapioka dan bakso rumput laut bervariasi dari 0,0064 mg/g hingga 0,0123 mg/g sedangkan kadar senyawa fenolat berkisar 0,264±0,044 mg/g hingga 0,531±0,209 mg/g. Penambahan rumput laut Eucheuma cottonii sebanyak 20 gram pada adonan 80 gram dapat meningkatkan kadar asam askorbat sebesar 0,004 mg/g dan total senyawa fenolat sebesar 0,077 mg/g. Penambahan rumput laut sebanyak 40 gram dapat meningkatkan kadar asam askorbat sebesar 0,004 mg/g dan total senyawa fenolat sebesar 0,151 mg/g. Penambahan rumput laut sebanyak 60 gram dapat meningkatkan kadar asam askorbat sebesar 0,006 mg/g dan total senyawa fenolat sebesar 0,263 mg/g. Kata Kunci— Bakso, rumput laut Eucheuma cottonii, asam askorbat, total senyawa fenolat.

I. PENDAHULUAN Bakso merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Bakso merupakan makanan yang biasanya berbentuk bulat dan dibuat dari campuran daging sapi atau ikan, tepung, putih telur, bumbu-bumbu seperti bawang putih, bawang merah, merica yang digiling dan kemudian direbus dengan air mendidih. Bakso yang baik memiliki standar baku mutu yakni memiliki bau normal (khas daging), rasanya gurih, bertekstur kenyal, memiliki kadar protein min 9 % b/b, lemak maksimal 2 % b/b dan tidak mengandung boraks. Kekenyalan bakso dipengaruhi oleh banyaknya tepung tapioka yang digunakan. Semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan pada daging, semakin kenyal pula bakso yang dihasilkan. Untuk menambah kekenyalan bakso biasanya ditambahkan zat pengenyal seperti borax, phosmix, sodium tripolyfosfat, sodium bikarbonat (NaHCO3) dan karaginan. Karaginan merupakan suatu zat dengan sifat hidrokoloid yang disebabkan oleh adanya ester galaktosa dari natrium, kalium, magnesium, dan kalsium sulfat dan unit 3,6anhidrogalaktosa. Karaginan merupakan senyawa yang berukuran besar, molekul yang fleksibel yang dapat

membentuk struktur helix. Karaginan secara luas digunakan pada makanan dan industri-industri lain sebagai pengental dan stabilisator [1]. Kebanyakan karaginan yang digunakan sebagai pengental diekstrak dari rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (Eucheuma cottonii) dan Eucheuma spinosum ke dalam air atau alkali encer dan diakhiri oleh pengendapan dengan alkohol [2]. Kappaphycus alvarezii atau yang biasa disebut dengan Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut (alga) merah yang banyak dikembangkan di daerah tropis seperti Indonesia. Penelitian tentang manfaat rumput laut terutama jenis Eucheuma cottonii telah banyak dilakukan. Rumput laut telah teridentifikasi dapat meningkatkan daya tahan tubuh, anti kanker, mencegah penuaan dini, menjaga kehalusan kulit. Selain itu, rumput laut juga teridentifikasi mengandung senyawa antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain. Dalam produk pangan, antioksidan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan seperti ketengikan, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lainnya. Antioksidan yang berasal dari sumber alam dapat meningkatkan ketahanan makanan. Oleh karena itu, konsumsi antioksidan dan penambahan antioksidan pada bahan makanan melindungi tubuh dengan baik dari bahan reaktif oksidatif. Beberapa senyawa antioksidan aktif dari alga laut telah teridentifikasi misalnya phylopheophylin pada Eisenia bicyclis [3], Phlorotannins pada Sargassum kjellamanianum [4], Fucoxanthinin pada Hijikia fusiformis [5] serta asam askorbat (vitamin C) dan polifenol pada rumput laut Eucheuma cottonii [6]. Kandungan karaginan dalam rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii yang berfungsi sebagai pengental dan adanya zat antioksidan memungkinkan untuk membuat bakso rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii. Sehingga diharapkan terjadi fortifikasi asam askorbat (vitamin C) terhadap bakso. Fortifikasi asam askorbat terhadap bakso dapat membuat bakso memiliki ketahanan pangan yang baik serta bermanfaat bagi kesehatan. Namun kadar antioksidan

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4 yang terkandung dalam bakso rumput laut merah jenis Eucheuma Cottonii belum diketahui. II.

METODE PENELITIAN

2.1. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi rumput laut Eucheuma cottonii yang diperoleh dari Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep Jawa Timur, daging sapi segar, tepung tapioka, bumbu bakso seperti bawang putih, bawang merah, garam, aqua DM, indikator 2,6-diklorofenolindofenol, asam oksalat, asam askorbat, floroglucinol, etanol, Folin-ciocalteu, Na2CO3. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi peralatan gelas, seperangkat ekstraksi soxhlet, rotary evaporator, spektrofotometer UV-Visible. 2.2. Pembuatan Sampel Bakso Pembuatan bakso rumput laut diawali dengan pembuatan bakso tepung tapioka. Selanjutnya, bakso rumput laut dibuat dengan mengganti tepung tapioka dengan rumput laut merah Eucheuma cottoni. Sampel bakso tepung tapioka (sampel A) dibuat dengan menimbang 80 gram daging sapi segar dan dicampurkan dengan 20 gram tepung tapioka serta bumbubumbu seperti bawang merah, bawang putih, merica dan garam. Campuran dihaluskan dengan cara digiling kemudian dibentuk bulat dan dimasukkan dalam air mendidih hingga matang. Selanjutnya dibuat bakso rumput laut dengan mengganti tepung tapioka dengan rumput laut merah Eucheuma cottonii sebanyak 20 gram (sampel B), 40 gram (sampel C) dan 60 gram (sampel D) [7]. 2.3. Ekstraksi Sampel Bakso Ekstraksi sampel bakso rumput laut merah Eucheuma cottonii menggunakan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut etanol [8]. Masing-masing sampel bakso ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan dalam rangkaian ekstraktor soxhlet. Masing-masing sampel diekstraksi dengan pelarut etanol sebanyak 200 ml. Ekstrak yang dihasilkan diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator pada suhu 400C sampai volume ekstrak dibawah 25 mL. Hasil ekstrak diukur volumenya, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan etanol hingga tanda batas. Larutan diambil sebanyak 1 mL, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan pelarut etanol hingga tanda batas. Masing-masing sampel diekstrak sebanyak 3 kali. 2.4. Analisa Kuantitatif Asam Askorbat Analisa kuantitatif asam askorbat dilakukan dengan cara titrasi menggunakan 2,6-diklorofenol-indofenol [9]. Masingmasing sampel ekstrak bakso rumput laut merah Eucheuma cottonii diambil sebanyak 5 ml dan diencerkan dengan asam oksalat 0,4% hingga volumenya 50 mL. Asam oksalat 0,4% dibuat dengan cara melarutkan 2 gram asam oksalat dengan aqua DM hingga volumenya 500 ml. Campuran ini diletakkan di dalam tempat gelap selama 15 menit. Aliquot

2 diambil sebanyak 5 mL, dimasukkan dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan dengan asam oksalat 0,4% sebanyak 7.5 mL. Larutan dititrasi dengan 2,6-diklorofenol-indofenol 0,004% hingga larutan berwarna merah muda. Larutan 2,6diklorofenol-indofenol 0,004 % dibuat dengan cara menimbang 2,6-diklorofenol-indofenol sebanyak 0,004 gram dan dilarutkan dengan pelarut aqua DM hingga volumenya 100 mL. Analisa kuantitatif asam askorbat juga dilakukan untuk larutan standar asam askorbat 6 ppm yang dibuat dengan cara mengambil 3 mL larutan induk asam askorbat 100 ppm dan diencerkan dengan etanol hingga volumenya 50 mL. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali untuk masing-masing sampel. 2.5. Penentuan Total Fenol Penentuan kadar senyawa fenolat dalam sampel bakso dilakukan dengan menggunakan metode FolinCiocalteu [10]. Masing-masing ekstrak sampel bakso rumput laut merah Eucheuma cottonii diambil sebanyak 0,5 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan 2,5 mL pereaksi Folin-Ciocalteu 10%. Campuran dibiarkan selama 5 menit kemudian ditambahkan dengan Na2CO3 7,5% sebanyak 2 mL. Campuran dikocok dan disimpan dalam tempat gelap selama 2 jam pada suhu ruang. Campuran ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. III.

HASIL DAN DISKUSI

3.1. Hasil Ekstraksi Sampel Bakso Hasil ektraksi sampel bakso rumput laut disajikan pada gambar 1. Hasil ekstrak sampel bakso tepung tapioka ratarata (sampel A) sebesar 12,533 mL sedangkan hasil ekstrak sampel B rata-rata sebesar 14,133 mL. Adapun hasil ekstrak pada sampel C rata-rata sebesar 14,767 mL sedangkan hasil ekstrak pada sampel D rata-rata sebesar 15,600 mL.

Gambar 1. Hasil Ekstrak Sampel Bakso Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil ekstrak antara sampel bakso tepung tapioka (sampel A) dengan sampel bakso rumput laut (sampel B, C dan D). Hasil ekstrak sampel bakso tepung tapioka (sampel A) relatif lebih kecil dari pada sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii (sampel B, C dan D). Hasil ekstrak

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4 sampel bakso tepung tapioka kemungkinan disebabkan oleh terekstraknya karbohidrat, protein yang ada di dalam sampel bakso tepung tapioka [11]. Adapun pada sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii (sampel B, C, dan D), terjadi peningkatan hasil ekstrak seiring dengan semakin banyaknya rumput laut Eucheuma cottonii yang ditambahkan. Sampel D dengan komposisi daging 80 gram dan rumput laut 60 gram memiliki volume ekstrak yang lebih besar daripada sampel B dengan komposisi daging 80 gram dan rumput laut 20 gram. Peningkatan Hasil ektrak ini disebabkan semakin besarnya senyawa antioksidan yang terekstrak pada pelarut etanol. 3.2. Hasil Penentuan Kadar Asam Askorbat Rumput laut merah Eucheuma cottonii telah diketahui mengandung senyawa antioksidan. Salah satu senyawa antioksidan dalam rumput laut Eucheuma cottonii adalah asam askorbat. Kadar asam askorbat dalam rumput laut Eucheuma cottonii sebesar 0,353 mg/g [12]. Oleh karena itu, Penelitian ini menentukan kadar asam askorbat di dalam sampel bakso. Hasil titrasi sampel bakso dengan indikator 2,6diklorofenolindofenol disajikan dalam Gambar 2. Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa kadar asam askorbat pada sampel bakso rumput laut (sampel B, C dan D) rata-rata lebih besar daripada kadar asam askorbat dalam sampel bakso tepung tapioka (sampel A).

3 Senyawa antioksidan dalam rumput laut Eucheuma cottonii tidak hanya dari golongan vitamin (vitamin C). Rumput laut Eucheuma cottonii juga mengandung senyawa polifenol. Kadar polifenol dalam ekstrak rumput laut Eucheuma cottonii dengan menggunakan pelarut etanol diketahui sebesar 1,94 mg/g [8]. Penelitian ini menentukan total senyawa fenolat dalam sampel bakso. Penentuan total kandungan senyawa fenolat di dalam bakso rumput laut Eucheuma cottonii dilakukan menggunakan metode folin-ciocalteu. Metode ini merupakan metode standar untuk menentukan total kandungan senyawa fenolat di dalam suatu sampel. Metode ini dapat mengukur total kandungan senyawa fenolat secara tidak langsung melalui reduksi sampel makanan dan minuman. Prinsip dasarnya adalah adanya reaksi oksidasi reduksi antara senyawa fenolat di dalam sampel, pereduksi dan logam pengkelat. Senyawa fenolat dan polifenol dapat diketahui melalui adanya transfer elektron dari senyawa-senyawa fenolat terhadap kompleks asam fosfomolibdic/fosfotungstic dalam pereaksi folin-ciocalteu. Warna biru yang terbentuk disebabkan adanya reaksi oksidasi antara senyawa pereduksi (senyawa fenolat) dan pereaksi folin-ciocalteu. Pengukuran nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 725 nm [13]. Hasil penghitungan kadar senyawa fenolat dalam sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii disajikan pada gambar 3. Sampel A memiliki kadar senyawa fenolat rata-rata sebesar 0,257 mg/g dengan standar deviasi 0,043 sementara sampel B memiliki kadar senyawa fenolat rata-rata sebesar 0,334 mg/g dengan standar deviasi 0,099. Adapun sampel C memiliki kadar senyawa fenolat rata-rata 0,408 mg/g dengan standar deviasi 0,040 sedangkan sampel D memiliki kadar senyawa fenolat rata-rata 0,520 mg/g dengan standar deviasi sebesar 0,205.

Gambar 2. Kadar Asam Askorbat Sampel Bakso Adapun pada sampel bakso rumput laut terjadi peningkatan kadar asam askorbat seiring dengan semakin banyaknya rumput laut Eucheuma cottonii yang ditambahkan. Jika dibandingkan dengan kadar asam askorbat dalam rumput laut Eucheuma cottonii yakni sebesar 0,353 mg/g, secara umum kadar asam askorbat dalam semua sampel bakso relatif kecil. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecilnya kadar asam askorbat dalam sampel bakso adalah adanya pemanasan pada proses pemasakan. Proses pemasakan dapat menyebabkan asam askorbat mudah teroksidasi. 3.3. Hasil Penentuan Kadar Senyawa Fenolat

Gambar 3. Kadar Senyawa Fenolat Sampel Bakso Berdasarkan gambar 3 terlihat bahwa terdapat perbedaan kadar senyawa fenolat antara sampel bakso tepung tapioka (sampel A) dengan sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii (sampel B, C, D). Sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii (sampel B, C, D) memiliki kadar senyawa fenolat rata-rata lebih tinggi dari pada sampel bakso tepung tapioka. Adapun pada sampel bakso rumput laut Eucheuma

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4 cottonii (sampel B, C, D) juga terjadi peningkatan kadar senyawa fenolat seiring dengan meningkatnya jumlah rumput laut Eucheuma cottonii yang ditambahkan. Sampel D dengan komposisi daging 80 gram dan rumput laut 60 gram memiliki kadar senyawa fenolat lebih besar dari pada sampel B dengan komposisi daging 80 gram dan 20 gram rumput laut. Peningkatan kadar senyawa fenolat dalam sampel bakso disebabkan oleh meningkatnya kadar polifenol dalam sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii [6]. Adapun jika dibandingkan dengan total senyawa fenolat dalam rumput laut Eucheuma Cottonii, nilai total senyawa fenolat di dalam sampel bakso baik bakso tepung tapioka maupun bakso rumput laut jauh lebih kecil. Total senyawa fenolat sampel D dengan kadar rumput laut paling besar yaitu 60 gram ratarata hanya sebesar 0,520 mg/g sementara total senyawa fenolat dalam rumput laut Eucheuma cottonii sebesar 19,4 mg/g. Penurunan ini disebabkan oleh adanya inaktivasi polifenol oksidase selama proses pemanasan [14]. IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa kadar asam askorbat dan total senyawa fenolat dalam sampel bakso tepung tapioka dan sampel bakso rumput laut Eucheuma cottonii, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan rumput laut Eucheuma cottonii sebanyak 20 gram pada adonan 80 gram dapat meningkatkan kadar asam askorbat sebesar 0,004 mg/g dan total senyawa fenolat sebesar 0,077 mg/g. Penambahan rumput laut sebanyak 40 gram dapat meningkatkan kadar asam askorbat sebesar 0,004 mg/g dan total senyawa fenolat sebesar 0,151 mg/g. Penambahan rumput laut sebanyak 60 gram dapat meningkatkan kadar asam askorbat sebesar 0,006 mg/g dan total senyawa fenolat sebesar 0,263 mg/g. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Sukesi, M.Si atas masukannya selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]

[4]

[5]

[6]

[7]

Benford, “Safety evaluation of certain food additives and contaminants, carrageenan and processed eucheuma seaweeds”, belum dipublikasikan. Otles, “methods of analysis of food components and additives”, Taylor and Francis Group, (2005). Cahyana AH, Shuto Y, Kinoshita Y, “pyropheophytin as an antioxidative substance from the marine algae, Arame (Eisena bicyclis)”, Biosci Biotechnol biochem, vol 56, (1992), 1533-1535. Yan CJ, Li XC, Zhou CX, Fan X, “Prevention of fish oil rancidity by phlorotannins from sargassum kjellmanianum”, J Appl Phycol, vol 8, (1996), 201-203 Yan XJ, Chuda Y, Suzuki M, Nagata T, “Fucoxanthin as the major antioxidant in hijikia fusiformis, common edible seaweed”, Biosci Biotechnol Biochem, vol 63, (1999), 603-607 Fayaz, Mohamed., Namitha, K.K., Chidambara, Murthy,”Chemical composition, iron bioavailability, and antioxidant activity of kappaphycus alvarezii (doty)”, Journal of agricultural and food chemistry, vol 53, (2005), 792-797 Sudarwati, “Pembuatan bakso daging sapi dengan penambahan kitosan”, skripsi, Universitas Sumatera Utara, (2007)

4 [8]

[9]

[10]

[11]

[12] [13]

[14]

Kumar Chandini, Ganesan,P., Bhaskar, N, “In vitro antioxidant activities of three selected brown seaweed of India”, Food Chemistry, Vol 107, (2007), 707-713. Kabasakalis,V., Siopidou, Moshatou, “Ascorbic Acid content of commercial fruit juice and its rate of loss upon storage”, Food Chemistry, vol 70, (2000), 325-328 Wang, Tao., Jonsdottir, Rosa, “Total phenolic compound, radical scavening and metal chelation of extracts from icelanic seaweeds”, Food Chemistry, vol 116, (2009), 240-248. Zhu, Ke-Xue., Lian, Cai-Xia., Guo, Xiau-Na., Peng, Wei, “antioxidant activities and total phenolic contents of various extracts from defatted wheat germ”, Food Chemistry, vol 126, (2011), 1122-1126. Matanjun Medina, Marjorie, “Determination of the total phenolics in juice and superfruits by a novel chemical method”, Journal of functional foods, Vol 3, (2011), 78-87. Chuah, Mey., Yamaguchi, Tomoko., Takamura, Hitoshi., Matoba, Teruyoshi, “Effect of cooking on the antioxidant properties of coloured peppers”, Food Chemistry, Vol 111, (2008), 20-28.