BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN

Download Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. ... maupun sebagai sumber daya pembangunan, serta penguatan kelembagaan dan m...

1 downloads 507 Views 180KB Size
BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN Sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan permukiman perdesaan (sekitar 60 persen, data Sensus Penduduk tahun 2000). Selama ini kawasan perdesaan dicirikan antara lain oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman perdesaan. Rendahnya produktivitas tenaga kerja di perdesaan bisa dilihat dari besarnya tenaga kerja yang ditampung sektor pertanian (46,26 persen dari 90,8 juta penduduk yang bekerja), padahal sumbangan sektor pertanian dalam perekonomian nasional menurun menjadi 15,9 persen (Susenas, 2003). Sementara itu tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan bisa ditinjau baik dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin (head count), maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin adalah 37,3 juta jiwa (17,4 persen), di mana persentase penduduk miskin di perdesaan 20,2 persen, lebih tinggi dari perkotaan yang mencapai 13,6 persen. Dengan penduduk dan angkatan kerja perdesaan yang akan terus bertambah sementara pertumbuhan luas lahan pertanian relatif tidak meningkat secara signifikan, maka penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menjadi tidak produktif. Oleh karena itu sangat penting untuk mengembangkan lapangan kerja non pertanian (non-farm activities) guna menekan angka kemiskinan dan migrasi ke perkotaan yang terus meningkat. Pengembangan ekonomi lokal yang bertumpu pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ) dan Koperasi, dan berbasis sumberdaya perdesaan serta terkait dengan kegiatan di kawasan perkotaan berpotensi menyediakan lapangan kerja berkualitas bagi penduduk perdesaan. Bersamaan dengan usaha pertanian yang semakin modern, UMKM dan Koperasi yang berkembang sehat di perdesaan akan membentuk landasan yang tangguh bagi transformasi jangka panjang dari masyarakat agraris ke arah masyarakat industri. Sejalan dengan itu, ketersediaan infrastruktur di perdesaan juga perlu ditingkatkan, baik yang berfungsi untuk mendukung aktivitas ekonomi maupun peningkatan kualitas lingkungan permukiman di perdesaan. Kawasan perdesaan yang mampu menyediakan lapangan kerja produktif dan lingkungan permukiman yang sehat dan nyaman akan menjadi penahan bagi berpindahnya penduduk dari desa ke kota.

A. PERMASALAHAN Kawasan perdesaan menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal yang menghambat perwujudan kawasan permukiman perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman sebagaimana diuraikan dalam butir-butir berikut: Terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas. Kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah hasil pertanian maupun industri kerajinan serta jasa penunjang lainnya sangat terbatas. Sebagian besar kegiatan ekonomi di perdesaan masih mengandalkan produksi komoditas primer sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil. Di sisi lain, pada kurun waktu 2001-2003 terjadi penciutan lapangan kerja formal baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Bagian IV.25 – 1

Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial. Kondisi ini tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dengan sektor industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan. Kota-kota kecil dan menengah yang berfungsi melayani kawasan perdesaan di sekitarnya belum berkembang sebagai pusat pasar komoditas pertanian; pusat produksi, koleksi dan distribusi barang dan jasa; pusat pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah non pertanian; dan penyedia lapangan kerja alternatif (non pertanian). Timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antar daerah. Dalam era otonomi daerah timbul kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam bentuk pengenaan pajak dan retribusi (pungutan) yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, di antaranya pungutan yang dikenakan dalam aliran perdagangan komoditas pertanian antar daerah yang akan menurunkan daya saing komoditas pertanian. Tingginya risiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan. Petani dan pelaku usaha di kawasan perdesaan sebagian besar sangat bergantung pada alam. Kondisi alam yang tidak bersahabat akan meningkatkan risiko kerugian usaha seperti gagal panen karena banjir, kekeringan, maupun serangan hama penyakit. Pada kondisi demikian, pelaku industri kecil yang bergerak di bidang pengolahan produk-produk pertanian otomatis akan terkena dampak sulitnya memperoleh bahan baku produksi. Risiko ini masih ditambah lagi dengan fluktuasi harga dan struktur pasar yang merugikan. Rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan. Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah tangga petani gurem (petani dengan pemilikan lahan kurang dari 0,5 ha) yang mencapai 13,7 juta rumah tangga (RT) atau 56,2 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan pada tahun 2003. Hal ini ditambah lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti lahan/tanah, permodalan, input produksi, keterampilan dan teknologi, informasi, serta jaringan kerjasama. Khusus untuk permodalan, salah satu penyebab rendahnya akses masyarakat perdesaan ke pasar kredit adalah minimnya potensi kolateral yang tercermin dari rendahnya persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki sertifikat tanah yang diterbitkan BPN, yaitu hanya mencapai 21,63 persen (tahun 2001). Akses masyarakat perdesaan juga masih minim dalam pemanfaatan sumber daya alam. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, pertambangan dan pesisir masih tergolong rendah, bahkan sebagian besar tergolong miskin. Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan. Ini tercermin dari total area kerusakan jaringan irigasi yang mencapai sekitar 30 persen, rasio elektrifikasi kawasan perdesaan yang baru mencapai 78 persen (tahun 2003), jumlah desa yang tersambung prasarana telematika baru mencapai 36 persen (tahun 2003), persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 6,2 persen (tahun 2002), persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses ke prasarana air limbah baru 52,2 persen (tahun 2002), meningkatnya fasilitas pendidikan yang rusak, terbatasnya pelayanan kesehatan, dan fasilitas pasar yang masih terbatas di perdesaan khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketrampilan rendah (low skilled). Ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 5,84 tahun atau belum lulus SD/MI; sementara itu rata-rata lama sekolah penduduk perkotaan sudah mencapai 8,73 tahun. Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan SMP/MTs ke atas hanya 23,8 persen, jauh lebih rendah dibanding penduduk perkotaan yang jumlahnya mencapai 52,9 persen. Kemampuan keaksaraan penduduk Bagian IV.25 – 2

perdesaan juga masih rendah yang ditunjukkan oleh tingginya angka buta aksara yang masih sebesar 13,8 persen atau lebih dari dua kali lipat penduduk perkotaan yang angkanya sudah mencapai 5,49 persen (Susenas 2003). Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain. Di samping terjadinya peningkatan luas lahan kritis akibat erosi dan pencemaran tanah dan air, isu paling kritis terkait dengan produktivitas sektor pertanian adalah penyusutan lahan sawah. Pada kurun waktu 1992-2000 luas lahan sawah telah berkurang dari 8,2 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Kondisi ini selain didorong oleh timpangnya nilai land rent pertanian dibanding untuk permukiman dan industri, juga diakibatkan lemahnya penegakan peraturan yang terkait dengan RTRW di tingkat lokal. Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sumber daya alam dan lingkungan hidup sebenarnya merupakan aset yang sangat berharga bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Namun demikian, potensi ini akan berkurang bila praktekpraktek pengelolaan yang dijalankan kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Contoh dari hal ini dapat dilihat pada data Statistik Kehutanan tahun 2002, di mana perkiraan luas lahan kritis sampai dengan Desember 2000 adalah 23,24 juta hektar, dengan 35 persen berada di dalam kawasan hutan dan 65 persen di luar kawasan hutan. Untuk hutan sendiri telah terjadi peningkatan laju degradasi dari 1,6 juta hektar/tahun pada kurun 1985-1997 menjadi 2,1 juta hektar/tahun pada kurun waktu 1997-2001. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat. Ini tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta dalam memperkuat posisi tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat permasalahan masih terbatasnya akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan di perdesaan yang antara lain disebabkan masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki, yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara. Lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan. Pembangunan perdesaan secara terpadu akan melibatkan banyak aktor meliputi elemen pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat, dan swasta. Di pihak pemerintah sendiri, koordinasi semakin diperlukan tidak hanya untuk menjamin keterpaduan antar sektor tetapi juga karena telah didesentralisasikannya sebagian besar kewenangan kepada pemerintah daerah. Lemahnya koordinasi mengakibatkan tidak efisiennya pemanfaatan sumber daya pembangunan yang terbatas jumlahnya, baik karena tumpang tindihnya kegiatan maupun karena tidak terjalinnya sinergi antar kegiatan.

B. SASARAN Dalam lima tahun mendatang, sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan perdesaan adalah sebagai berikut: 1. 2.

Meningkatnya peran dan kontribusi kawasan perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dari meningkatnya peran sektor pertanian dan non pertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan produk-produk berbasis perdesaan; Terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah pengangguran; Bagian IV.25 – 3

3. 4.

5.

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat perdesaan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan dan kesehatan, terutama perempuan dan anak; Meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur di kawasan permukiman di perdesaan yang ditandai dengan antara lain: (i) selesainya pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa dan community access point di 45 ribu desa; (ii) meningkatnya persentase desa yang mendapat aliran listrik dari 94 persen pada tahun 2004 menjadi 97 persen pada tahun 2009, (iii) meningkatnya persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan air minum hingga 30 persen; dan (iv) seluruh rumah tangga telah memiliki jamban sehingga tidak ada lagi yang melakukan ”open defecation” (pembuangan di tempat terbuka); Meningkatnya akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan pembangunan perdesaan yang ditandai dengan terwakilinya aspirasi semua kelompok masyarakat dan meningkatnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan.

C. ARAH KEBIJAKAN Kebijakan pembangunan perdesaan tahun 2004-2009 diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat perdesaan dengan memperhatikan kesetaraan gender melalui langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: 1.

2. 3. 4. 5.

6.

Mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan dengan merangsang pertumbuhan aktivitas ekonomi non pertanian (industri perdesaan dan jasa penunjang), diversifikasi usaha pertanian ke arah komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi, dan memperkuat keterkaitan kawasan perdesaan dan perkotaan; Meningkatkan promosi dan pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya untuk meningkatkan kontinuitas pasokan, khususnya ke pasar perkotaan terdekat serta industri olahan berbasis sumber daya lokal; Memperluas akses masyarakat, terutama kaum perempuan, ke sumber daya-sumber daya produktif untuk pengembangan usaha seperti lahan, prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi, teknologi dan inovasi; serta akses masyarakat ke pelayanan publik dan pasar; Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan kualitasnya, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan, serta penguatan kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan berupa jaringan kerjasama untuk memperkuat posisi tawar; Meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan memenuhi hak-hak dasar atas pelayanan pendidikan dan kesehatan serta meminimalkan risiko kerentanan baik dengan mengembangkan kelembagaan perlindungan masyarakat petani maupun dengan memperbaiki struktur pasar yang tidak sehat (monopsoni dan oligopsoni); Mengembangkan praktek-praktek budidaya pertanian dan usaha non pertanian yang ramah lingkungan dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai bagian dari upaya mempertahankan daya dukung lingkungan.

D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN Pelaksanaan arah kebijakan di atas akan dilakukan terutama melalui program-program dan kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan di kawasan perdesaan sebagai berikut: Bagian IV.25 – 4

1.

PROGRAM PENINGKATAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN

Program ini bertujuan untuk: (1) membangun kawasan perdesaan melalui peningkatan keberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan; dan (2) meningkatkan kapasitas pemerintahan di tingkat lokal dalam mengelola pembangunan perdesaan sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Kegiatan pokok yang dilakukan untuk membangun kawasan perdesaan adalah: Peningkatan penyuluhan dan pelatihan keterampilan usaha bagi masyarakat perdesaan; Reformasi agraria untuk meningkatkan akses masyarakat pada lahan dan pengelolaan sumber daya alam; 3. Penyederhanaan sertifikasi tanah di kawasan perdesaan; 4. Peningkatan akses masyarakat perdesaan pada informasi; 5. Pengembangan lembaga perlindungan petani dan pelaku usaha ekonomi di perdesaan; 6. Penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat, seperti paguyuban petani, koperasi, lembaga adat dalam menyuarakan aspirasi masyarakat; 7. Pemantapan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan perdesaan dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik; 8. Peningkatan partisipasi masyarakat perdesaan, terutama kaum perempuan dan masyarakat miskin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan perdesaan; 9. Pengembangan kelembagaan untuk difusi teknologi ke kawasan perdesaan, terutama teknologi tepat guna dan ramah lingkungan; 10. Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam memfasilitasi dan mengkoordinasikan peran stakeholder dalam pembangunan kawasan perdesaan; 11. Penyempurnaan manajemen dan sistem pembiayaan daerah untuk mendukung pembangunan kawasan perdesaan; dan 12. Pemantapan kerjasama dan koordinasi antar pemerintah daerah lintas wilayah administrasi. 1. 2.

2.

PROGRAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan produktivitas dan nilai tambah usaha ekonomi di kawasan perdesaan; (2) mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas di perdesaan terutama di sektor non pertanian; dan (3) meningkatkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa berbasis sumber daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan dalam kerangka meningkatkan sinergi dan keterkaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan. 1. 2. 3. 4. 5.

Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi: Pemantapan dan pengembangan kawasan agropolitan yang strategis dan potensial, terutama kawasan-kawasan di luar pulau Jawa-Bali; Peningkatan pengembangan usaha agribisnis yang meliputi mata rantai subsektor hulu (pasokan input), on farm (budidaya), hilir (pengolahan), dan jasa penunjang; Penguatan rantai pasokan bagi industri perdesaan dan penguatan keterkaitan produksi berbasis sumber daya lokal; Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan terutama bagi angkatan kerja muda perdesaan; Pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi tepat guna dalam kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan; Bagian IV.25 – 5

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

3.

Pengembangan jaringan kerjasama usaha; Pengembangan kemitraan antara pelaku usaha besar dan usaha mikro/rumah tangga; Pengembangan sistem outsourcing dan sub kontrak dari usaha besar ke UMKM dan koperasi di kawasan perdesaan; Peningkatan peran perempuan dalam kegiatan usaha ekonomi produktif di perdesaan; Perluasan pasar dan peningkatan promosi produk-produk perdesaan; Peningkatan pelayanan lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan mikro, kepada pelaku usaha di perdesaan; Peningkatan jangkauan layanan lembaga penyedia jasa pengembangan usaha (BDS providers) untuk memperkuat pengembangan ekonomi lokal; dan Pengembangan kapasitas pelayanan lembaga perdagangan bursa komoditi (PBK), pasar lelang, dan sistem resi gudang (SRG) yang bertujuan meningkatkan potensi keuntungan serta meminimalkan risiko kerugian akibat gejolak harga yang dihadapi petani dan pelaku usaha perdesaan. PROGRAM-PROGRAM TERKAIT PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN (Bab 33: Percepatan Pembangunan Infrastruktur)

Program-program ini ditujukan untuk: (1) meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi produktif di kawasan perdesaan; dan (2) meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur permukiman untuk mewujudkan kawasan perdesaan yang layak huni. 1. 2. 3. 4. 5. 4.

Kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung Pembangunan Perdesaan adalah: Peningkatan prasarana jalan perdesaan yang menghubungkan kawasan perdesaan dan perkotaan; Peningkatan pelayanan sarana dan prasarana energi termasuk ketenagalistrikan di perdesaan; Peningkatan sarana dan prasarana pos dan telematika (telekomunikasi dan informasi) di perdesaan; Optimalisasi jaringan irigasi dan jaringan pengairan lainnya; dan Peningkatan pelayanan prasarana permukiman, seperti pelayanan air minum, air limbah, persampahan dan drainase. PROGRAM-PROGRAM TERKAIT PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI PERDESAAN (Bab 27: Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas, dan Bab 28: Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas)

Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas sumber daya manusia perdesaan melalui peningkatan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan terjangkau di kawasan perdesaan; (2) meningkatkan relevansi antara pendidikan dan pasar tenaga kerja melalui pendidikan kecakapan hidup termasuk kecakapan vokasional yang sesuai potensi dan karakter di tingkat lokal; (3) memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. 1. 2. 3.

Kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung Pembangunan Perdesaan meliputi: Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan menengah termasuk pendidikan menengah kejuruan yang berkualitas dan terjangkau untuk daerah perdesaan, disertai rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasarana yang rusak; Perluasan akses dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional bagi penduduk buta aksara di perdesaan; Peningkatan pendidikan kecakapan hidup termasuk kecakapan vokasional yang sesuai potensi dan karakter di tingkat lokal; Bagian IV.25 – 6

4. 5. 6. 7.

Peningkatan pendidikan non formal untuk meningkatkan keterampilan kerja; Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi penduduk perdesaan; Promosi pola hidup sehat dan perbaikan gizi masyarakat; dan Peningkatan pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi di kawasan perdesaan.

5.

PROGRAM PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM (Bab 32: Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup)

Program ini bertujuan untuk melindungi sumber daya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin keragaman ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik. 1. 2. 3. 4. 5.

Kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung Pembangunan Perdesaan meliputi: Perlindungan sumber daya alam dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak terkendali, terutama kawasan-kawasan konservasi dan kawasan lain yang rentan terhadap kerusakan; Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan; Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam; Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan sumber daya alam; dan Pengembangan dan pemasyarakatan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

Bagian IV.25 – 7