Bab 6 Tes Intelegensi - elearning.gunadarma.ac.id

Tabel VI.I. Beberapa Contoh Item-item dalam Skala Intelegensi Stanford-Binet Usia TUGAS 2 3 4 5 6 8 14 Dewasa (15 th. ke atas) ... bentuk tertulis...

4 downloads 498 Views 5MB Size
Bab 6 TesIntelegensi

Dalam bab ini akan dibahas beberapa materi, antara lain: A. Definisi Tes Intelegensi B. Beberapa Sifat Tes Intelegensi 1. Tes Individual dan Tes Klasikal 2. Hubungan Antara Intelegensi dengan Kreativitas 3. Bebas Budaya dan Penggunaan Pada Anak Khusus C. Syarat-syarat Tes Yang Baik 1. Keandalan (Validitas) 2. Keterandalan (Reliabilitas) LATIHAN SOAL

A. DEFINISITES INTELEGENSI Apabila anda sebagai psikolog ingin menguji perbendaharaan kata pada anak-anak, ketelitian seorang akuntan, atau koordinasi tangan dan mata bagi pilot, maka anda tentu akan menguji kinerja (performance) mereka dengan tes psikologi, masing-masing adalah tes rangkaian kata, tes penjumlahan matematika, dan tes motorik. Masing-masing tes tersebut dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa sub tes. Lalu apa yang dimaksud dengan tes psikologi? Tes psikologi pada dasamya adalah sampel perilaku yang diambil pada suatu saat tertentu. Tes seringkali dibedakan menjadi tes prestasi dan tes bakat. Tes prestasi digunakan untuk mengukur ketrampilan yang telah dicapai/dipelajari dan menunjukkan apa yang dapat dilakukan sesorang pada saat ini, sedangakn tes bakat adalah untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang apabila dilatih. Perbedaan ini akhimya tidak dianggap sebagai perbedaan, melainkan dianggap sebagai begian dari suatu kesatuan (Atkinson dkk., 1993). Suatu tes psikologi dalam mengukur sampel perilaku harus memiliki sifat standar dan objektif. Standardisasi berhubungan dengan keseragaman tes dalam hal administrasi dan skoring, sementara objektivitas berhubungan dengan standardisasi, terutama dalam hal administrasi, skoring, dan interpr~asi skor yang hams tidak bergantung kepada penilaian subjektif dari pengujinya (Anastasi, 1988). Keseragarnan tes beserta validitas dan reliabilitasnya akan dibahas dalam sub bab terakhir dalam babini. 95

Intelegensi atau kecerdasan sering diasosiasikan dengan kecerdikan, kemengertian, kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk menguasai sesuatu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi atau lingkungan tetentu, dan sebagainya. Lalu apa pengertian intelegensi itu? Pada tahun 1982, Sternberg dkk. merancang suatu studi untuk menemukan keberagaman orang-orang di dalam mendefinisikan intelegensi. Subjek penelitiannya adalah duakelompok yang berbeda, yaitu orang awam dan para ahli psikologi yang secara khusus mengkaji mengenai intelegensi. Pada kedua kelompok tersebut, para peneliti memberikan daftar beberapa orang dengan beberapa karakteristik tertentu dan kemudian diminta untuk menilai keragaman kemampuan yang didasarkan kepadakarakteristik tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa pada kebanyakan orang awam mengira bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah secara praktis, kemampuan verbal, dan kompetensi sosial. Kemampuan untuk memecahkan masalah secara praktis termasuk di dalamnya penggunaan logika, menghubungkan ide-ide, dan pandangan kepada masalah secara keseluruhan. Kemampuan verbal meliputi penggunaan dan pemahaman bahasa secara lisan dan tulisan dengan cara yang baik. Kompetensi sosiallebih menekankan kepada interaksi yang baik dengan orang lain, yaitu tentang pemikiran yang terbuka pada perbedaan jenis manusia dan menun jukkan minat dalam topik-topik yang beragam. Sementara itu para pakar psikologi menyebutkan bahwa intelegensi dapat diperoleh dari intelegensi verbal, kemampuan dalam memecahkan masalah, dan intelegensi praktis. Ini berarti terdapat hubungan yang dekat dengan pendapat orang awam. Perbedaan pemikiran utama di antara dua kelompok tersebut adalah satu penekanan, dimana awam menekankan kompetensi sosial, semen tara para pakar tidak mempertimbangkan hal tersebut sebagai hal yang esensial dalam intelegensi. Di lain pihak, para pakar mempertimbangkan motivasi sebagai faktor yang penting, dimana motivasi ini tidak terlihat di daftar yang diberikan oleh orang awam (Morris, 1990). Banyak ahli yang berbeda pendapat dalam mendefinisikan apa itu intelegensi. Seperi misalnya pada pertentangan antara kubu Spearman dan kubu Thurstone/Guilford, yang kemudian dikenal dengan dua buah teori mengenai lumpers (gumpalan) dan splitters (pecahan) (Mayr dalam Morris, 1990). Spearman berpendapat bahwa intelegensi adalah kemampuan urn urn untuk berpikir dan mempertimbangkan. Sementara Thurstone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah. Thurstone meyakini bahwa kemampuan seperti numerik, ingatan, dan kefasihan berbicara, secara bersama-sama akan membentuk perilaku pandai. Bahkan Guilford lebih tegas mengatakan bahwakecerdasan terbentuk dari 120 faktor yang berbeda-beda. Perdebatan seperti ini masih tetap aktual sampai kini. J.P. Guilford (dalam Morris, 1990) membedakan tiga macam kemampuan mental dasar, yaitu: operation (tindakan berpikir), contents (istilah-istilah dari hal-hal yang kita pikirkan, seperti kata-kata atau simbol-simbol), dan product (ide-ide yang dapat kita hasilkan). Lihat Gambar V.2. pada bab 5. Menurut Morgan dkk. (1984) setiap teori ten tang intelegensi di atas tentunya akan membawa pengaruh pada perbedaan cara dalam pengukuran untuk memperkirakan 96

kemampuan mental seseorang. Sebagai contoh, teori Faktor G akan menyarankan bahwa skor tunggal akan dapat mewakili intelegensi secara adekuat. Sementara ahli-ahli lain yang menyarankan perbedaan perangkat dari faktor-faktor memisahkannya ke dalam subtessubtes. Kita kenaI dua buah tes intelegensi individual yang terbaik yaitu Binet dan Wechsler. B. BEBERAPA SIFAT TES INTELEGENSI Menurut Atkinson dkk. (1993) intelegensi oleh beberapa pakar psikologi dipandang sebagaikapasitasumum untukmemahamidan menalarsesuatuyangkemudiandiejawantahkan ke dalam berbagai cara. Asumsi Binet adalah meski suatu tes intelegensi terdiri dari berbagai macam butir soal (yang mengukur kemampuan seperti rentang ingatan, berhitung, dan kosa Tabel VI.I. Beberapa Contoh Item-item dalam Skala Intelegensi Stanford-Binet Usia

TUGAS

2

Menyebut bagian-bagian tubuh: Kepada anak ditunjukkan sebuah kertas yang besar dan diminta untuk menunjukkan berbagai bagian tubuh.

3

Ketrampilan visual motorik: Kepada anak ditunjukkan sebuah jembatan yang disusun dari tiga balok dandiminta untuk membangun jembatan seperti itu; Dapat meniru sebuah lingkaran.

4

Analogi yang berlawanan: Mengisi titik-titik dengan kata yang tepat jika ditanya:"Saudara laki-Iakiseorang pria adalah ; Saudaraperempuan adalah seorang ; Siang hari terang, malam hari......... Penalaran: Menjawab dengan tepat jika ditanya: "Mengapa kita memerlukan rumah?" "Mengapa kita memerlukan buku?"

5

Perbendaharaan kata: mendefinisikan kata seperti: bola, topi, dan tungku. Ketrampilan visual motorik: Dapat meniru gambar sebuah persegi empat.

6

Konsep angka: Dapat memberikan 9 buah balok kepada penguji jika diminta melakukannya.

8

Ingatan tentang cerita:Mendengarkan sebuah ceritadan menjawab pertanyaan tentang cerita tersebut

14

Kesimpulan: Penguji melipat sehelai kertas beberapa kali, menggunting sudutnya setiap kali melipat. Subjek ditanya tentang cara menetapkanjumlah lubang yang akan terjadi bila kertas itu dibentangkan.

Dewasa (15 th. ke atas)

Perbedaan: Dapat menjelaskan perbedaan antara "kesengsaraan dan kemiskinan"; "watak ke dan reputasi" Ingatan tentang angka yang dibalik: Dapat mengulang enam angka secara mundur (dalam susuna terbalik) setelah dibaca keras oleh penguji. Sumber: Atkinson dkk.(1993)

97

kata) seperti dalam tes Binet, akan tetapi anak yang cerdas akan cenderung mendapatkan skor yang lebih tinggi dari pada anak yang bodoh. Dengan demikian, Binet dan Simon lalu berasumsi bahwa tugas yang berbeda-beda tersebut menggali kecakapan atau kemampuan dasar. Dalam intelegensi kecakapan tersebut jika mengalami perubahan dan kekurangan akan mempengaruhi kehidupan praktis. Kecakapan ini berupa daya timbang, akal sehat, cita rasa praktis, inisiatif, dan kecakapan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi. Menimbang dengan baik, memahami dengan baik, menalar dengan baik, kesemua- nya itu merupakan kegiatan intelegensi yang sangat penting. David Wechsler (dalam Atkinson dkk., 1993) meski dengan tes intelegensi dengan beragam skala, juga meyakini bahwa intelegensi merupakan himpunan kapasitas untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Tabel VI.2. Beberapa Contoh Item-item dalam WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) TES Skala verbal Information Comprehension

Arithmetic Similarities Digit Span (Deret angka) Vocabulary

URAIAN

Pertanyaan-pertanyaan tentang infonnasi yang umum: misalnya, "Satu kilogram sarna dengan berapa pon?" Mengukur infonnasi praktis dan kemampuan untuk mengevaluasi pengalaman masa lampau; misalnya, Mengapa kita perlu menabung?" Soal-soal verbal yang mengukur penalaran aritmetika Menanyakan kesamaan objek atau konsep tertentu (misalnya: telur & benih); mengukur pemikiran abstrak. Serangkaian angka yang disajikan secara auditoris (misalnya 7-5-6-3-8) diulang dari depan atau dari belakang; mengukur perhatian dan ingatan luar kepala Mengukur pengetahuan kita

Skala performance Digit symbol Tugas pengkodean yang diberi batas waktu dimana angka diasosiasikan dengan berbagaimacam bentuk tanda; mengukur kemampuan belajar menulis. Picture Bagian yang hilang dari gambar yang completation tidak lengkap hams dicari dan disebutkan; mengukur kemampuan untuk memahami dan menganalisis pola. Block design Susunan yang tergambar hams ditim dengan menggunakan balok; mengukur kemampuan untuk memahami dan menganalisis pola. Picture Serangkaian gambar hams disusun arrangement menjadi cerita yang hidup dengan urutan ke kanan; mengukur pemahaman tentang situasi sosial. Object Potongan-potongan kayu hams disatukan assembly untuk membentuk suatu benda yang sempurna;mengukur kemampuanyang berkaitandengan hubungan bagian-keselumhan. Sumber: Atkinson dkk.(1993)

98

Beberapa sifat intelegensidi atasadalahsifat-sifatyang bersifatteknisdalamhubungannya dengan penyusunan tes intelegensi. Beberapa sifat lain dari tes intelegensi dan hasil pengukurannya antara lain adalah sebagai berikut: a. Tes individual dan tes klasikal; b. Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas; c. Bebas budaya dan penggunaan pada anak khusus. 1.

Tes Individual dan Tes KIasikal

Pada bagian terdahulu dikatakan bahwates Binetdan tesWechsler adalah tes kemampuan individual, karena kedua tes tersebut dilaksanakan pada satu individu oleh seorang penguji yang dilatih secara khusus. Sementara itu kitajuga mengenal tes kemampuan klasikal, yang dapat dilakukan terhadap sejumlah orang dengan satu orang penguji, serta biasanya dalam bentuk tertulis. Tes kemampuan yang bersifat klasikal tersebut berfungsijika sejumlah orang harus segera dievaluasi, sementara hanya terdapat sedikit orang penguji. Salah satu bentuk tes klasikal adalah SPM (Standard Proggresive Matrices). 2.

Hubungan Antara Intelegensi Dengan Kreativitas Menurut Atkinson dkk. (1993) tes intelegensi umum (seperti Binet dan Wechsler) ternyata berkorelasi cukup tinggi dengan prestasi belajar di sekolah, serta berkorelasi yang lebih rendah dengan prestasi intelektual di kemudian hari (bila dibandingkan prestasi belajar). Akan tetapi tes intelegensi tidak dapat mengukur aspek penting dari intelegensi yaitu pemikiran kreativitas atau pemikiran orisional. Dalam suatu pemecahan masalah umumnya meliputi dua fase yaitu mencari beberapa alternatif dan kemudian memilih salah satu alternatif tersebut yang tampaknya dianggap paling tepat. Fase yang pertama dapat diasumsikan sebagai pemikiran divergen, dimana pemikiran individu menyebar pada sejumlah alur yang berbeda. Sedangkan yang kedua diasumsikan sebagaipemikiran konvergen, dimana pengetahuandan aturan logika digunakan untuk memperkecil kemungkinan guna memperoleh kemungkinan pemecahan masalah yang tepat. Sebagian besar tes intelegensi menekankan kepada pemikiran konvergen, yang menyajikan masalah yang memiliki jawaban tepat yang dirumuskan dengan baik. Tes-tes intelegensi tradisional tersebutumumnya tidakdapat menggalikemampuan berpikirdivergen pada subjek yang dikenai tes. Dua pertanyaan mendasar yang kemudian muncul: apakah kemampuan yang diukur melalui tes kreativitas berbeda dengan tes yang diukur melalui tes intelegensi umum? Apakah skor pada tes intelegensi tersebut dapat memprediksi prestasi kreatif dalam kehidupan sehari-hari? Menurut Atkinson dkk. (1993) kemamapuan yang akandigali melalui tes intelegensi dan tes kreativitas tampaknya akan selalu tumpang tindih. Untuk suatu populasi, tes intelegensi cenderung berkorelasi positif dengan skor pada tes kreativitas; dimana orang yang memiliki IQ di atas rata-rata cenderung mencapai skor di atas rata-rata pada tes kreativitas. Akan tetapi 99

pada tahap intelegensi tertentu (IQ sekitar 120), terdapat korelasi yang rendah antara skor intelegensi dengan skor kreativitas. Beberapaindividu yang memiliki skoryang sangat tinggi pada tes intelegensi akan memperoleh skor yang rendah pada tes kreativitas. Sedangkan individu yang memiliki intelegensi sedikit di atas rata-rata akan memperoleh skor yang tinggi pada tes kreativitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada distribusi bagian atas, kreativitas tidak tergantung pada intelegensi. Lalu apakah hasHtes kreativitas dapat diprediksi sebagai alat untuk melihat kreativitas dalam kehidupan sehari-hari? Menurut Kogan danPankove (dalam Atkinsondkk., 1993)kita hanya dapat berspekulasi tentang apakah tes kreativitas dapat memprediksi prestasi kreatif yang sebenamya. Beberapa penelitian jangka panjang telah dilakukan, yang hasilnya tidak menggembirakan. Salah satunya menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang rendah antara skor berpikir divergen dengan kecakapan ekstrakurikuler yang membutuhkan bakat dalam hal kepemimpinan, drama, seni, atau ilmu pengetahuan pada siswa-siswa sekolah lanjutan. Tabel VI.3. Beberapa Contoh Item-item dalam Tes Kreativitas

1. Penggunaan yang tidak biasa (Guilford, 1954) Sebutkansebanyaktnungkin .penggunaan: a. tusukgigi b. batubara c. p~njepitkerta$ 2.

A.kibat(GQilford, 1954) Bayangkan §emua hal yang mungkio terjadi bila tiba-tibahukum nasional dan hukum daerah dihapuskan

3.

A.s()siasijauh (Mednik, 1962) Carila.hkatakeempa.tyal1gdhpa.tdia.Sosiasika.ndengan setiap kata dari ketiga.kata. di bawah ini: a. tikus- biru -pondok b. keluar - anjing- kucing c. roda -listrik- tinggi d. heran - garis"ulangtahQn

4.

A.$osiasikhta (Getzels dal1Jackson, 1962) Tuli§kan sebanyakmllngkip makna setiap kata.di bawah ini: a. itik b. saku c. bllbungan d. adil Sumber: Atkinson dkk.(1993)

100

Agaknya untuk memperoleh prestasi kreatif, dibutuhkan keduanya baik kreativitas untuk berpikir divergen maupun intelegensi untuk berpikir konvergen. Para peneliti yang melakukan penelitian terhadap para ilmuwan dan seniman menyimpulkan bahwa faktor kepribadian seperti kebebasan berpendapat, motifberprestasi, inisiatif, dan adanya toleransi terhadap ambiguitas (kemenduaan), merupakan syarat penting bagi prestasi kreatif, yang kesemuanya itu tidak dapat diukur melalui tes kreativitas (Atkinson dkk., 1993). 3.

Bebas Budaya dan Penggunaan Pada Anak Khusus Menurut Atkinson dkk. (1993) penampilan seseorang dalam suatu tes amat tergantung pada kebudayaan mana seseorang itu dibesarkan. Hal ini akan nyata benar terutama pada tes verbal yang membutuhkan pemahaman bahasa tertentu. Suatu tes umumnya memang dirancang untuk mengukur intelegensi pada orang yang berada di dalam kebudayaan dimana tes tersebut dirancang. Suatu tes yang bebas budaya (culture fair) dikembangkan dengan cara meminimalkan penggunaan bahasa, ketrampilan, dan nilai-nilai yang berbeda-beda dari kebudayaan satu dengan yang lain. Suatu contoh dari tes bebas budaya adalah Goodenough-Harris Drawing Test. Dalam tes ini subjek diminta menggambar manusia semampunya (semaksimal yan£dia dapat). Gambar manusia tersebut diskor dari proporsi, ketepatannya, dan kelengkapannya yang kesemuanya itu dapat diwakili dari bagian tubuh, detil pakaian, dan sebagainya. Bukannya diskor dari bakat artistiknya (Morris, 1990). Contoh lain dari tes bebas budaya adalah Standard Progressive Matrices, yang berisikan 60 rancangan. Subjek diminta untuk memilih dari 6 sampai 8 pilihan jawaban dari setiap pertanyaan.

.

Pilih salahsatu huruf di bawah ini sebagai penutup yang terbaik untuk melengkapi pola

gambar

a

b

+

+ + + EZ) +

d

I+~)

.::::. ......

e

c

v CD f

CD ~tt>

Gambar VI.I. Salah Satu Item dalam SPM (Standard Progressive Matrices) Sumber: Morris (1990).

Cattel (dalam Morris, 1990) mengembangkan Culture Fair Intelligence Test (CFIT), yang berusaha mengkombinasikan beberapa pertanyaan pemahaman verb engetahuan yang bebas budaya. Dengan membandingkan skor-skor dalam dua macam pertanyaan, maka faktor budaya dapat dikesampingkan. 101

Pilihlah salah satu item untuk melengkapi rangkaian empat gambar di sebelah kiri

Gambar

VI.2. Salah Satu Item dalam CFIT (Culture Fair Intelligence Test) Sumber: Morris (1990)

Anak yang tuli akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mempelajari kata-kata dari pada anak normal. Para imigran atau tenaga kerja asing yang berprofesi sebagai pengacara atau insinyur tentu akan membutuhkan waktu yang lama dalam mempelajari bahasa Indonesia. Bayi di bawah tiga tahun tentu akan mengalami kesulitan dalam menjawab beberapa pertanyaan verbal. Lalu munculpertanyaan: bagaimanakitamengukurdengan tes intelegensi terhadap orang-orang seperti itu? Cara yang digunakan adalah dengan meminimalkan penggunaankata-kata, yaitu dengan perform ace test atau tes kinerja, yang merupakan tes non-verbal. Salah satu contoh tes kinerja yang pertama kali dikembangkan adalahpada tahun 1866adalahSeguin Form Board, yang merupakan suatupuzzle yang dipakai pada anak-anak yang mengalami retardasi mental. Tes kinerja lainnya yang terkenal adalahPorteus Maze, yang berupajaringan jalan yang rumit dan memiliki tingkat kesulitan yang bertingkat (Morris, 1990). Bagi anak-anak yang masih kecil, salah satu tes yang paling efektif digunakan adalah Bayley Scales of Infant Development. Skala Bayley digunakan untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan anak dari umur 2 bulan hingga 1,5 tahun. Skala-skalanya meliputi persepsi, memori, komunikai verbal, dan beberapa skala motorik seperti duduk, berdiri, berjalan, dan ketangkasan. Skala Bayley inijuga dapat digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda awal dari kerusakan sensorisdan neurologis, gangguan emosional, dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan fisik (Morris, 1990). c.

SYARAT-SYARAT

TES YANG BAlK

Sebuah tes dapat dikatakan baik apabila skornya dapat dikatakan sudah sahih (valid) dan andal (reliable). 1.

Keandalan

(Validitas)

Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu tes dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, yang sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas yang rendah. Sisi lain dari konsep validitas adalah kecermatan pengukuran. Suatu tes yang validitasnya 102

tinggi bukan saja akan rnenjalankan fungsi ukurnya dengan tepat, akan tetapi harus juga rnerniliki kecermatan tinggi (Azwar, 1989). Estirnasi validitas suatu pengukuran pada urnurnnya dinyatakan secara ernpiris oleh suatu koefisien yang kernudian disebut koefisien validitas. Koefisien ini dinyatakan oleh korelasi antara distribusi skor tes yang bersangkutan dengan distribusi suatu skor suatu kriteria. Kriteria ini dapat berupa skor tes lain yang rnernilikifungsi yang sarna,dan dapat pula berupa ukuran-ukuran yang lain yang relevan (Azwar, 1989). Apabila suatu tes diberi sirnbol X dan skor kriteria diberi sirnbol Y, rnaka koefisiensi korelasi antara tes dan kriteria rnerupakan suatu koefisien validitas dengan sirnbol 'XY (Azwar, 1989). 2.

Keterandalan

(Reliabilitas)

Reliabilitas berasal dari kata reliability, yang berasal dari kata rely (=dipercaya) dan ability (=kernarnpuan). Suatu tes dapat dikatakan reliabel apabila rnerniliki reliabilitas yang tinggi. Reliabilitas seringkali rnerniliki beragarn istilah lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya yang kesernuanya itu rnengacu kepada konsep reliabilitas yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Artinya hasil ukur yang dapat dipercaya apabila dalarn beberapa kali pengukuran terhadap kelornpok subjek yang sarna akan diperoleh hasil yang relatif sarna,jikalau aspek yang diukur dalarn diri subjek rnernang belurn berubah. Pengertian relatif tersebut rnenunjukkan bahwa terdapat toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil pengukuran. Apabila perbedaan hasil pengukuran tersebut besar dari waktu ke waktu, rnaka tes tersebut tidak dapat dipercaya atau tidak reliabel (Azwar, 1989). Untuk rnengukur reliabilitas dapat dilakukan dengan perolehan dua nilai dari orang yang sarna pada tes yang sarna, yakni dengan cara rnengulanginya atau dengan rnernberikan dua bentuk tes yang berbeda tetapi setara. Jika setiap individu dapat rnencapai skor yang kurang lebih sarna pada kedua pengukuran tersebut, rnaka berari bahwa tes tersebut reliabel. Meski suatu tes dapat dikatakan reliabel, beberapa perbedaan dapat rnuncul di antara kedua karena adanya perbedaan peluang dan kesalahan pengukuran. Oleh karena itu, dibutuhkan pengukuran statistik mengenai tingkat hubungan di antara seperangkat pasangan skor. Tingkat hubungan tersebut ditetapkan dengan koefisien korelasi (Atkinson dkk., 1993). Menurut Azwar (1989) koefisien korelasi dilambangkan dengan huruf r. Apabila skor pada tes pertarna diberi larnbang X dan skor yang kedua (paralelnya) diberi larnbang X' , rnaka koefisien korelasi antara keduanya diberi larnbang rxx" dirnana sirnbol ini kernudian digunakan sebagai sirnbol koefisien reliabilitas. Secara teoritis, besarnya koefisien reliabilitas berkisar dari 0 sarnpai I. Akan tetapi pada kenyataannya koefisien korelasi sebesar 1 tidak akan pernah dijurnpai. Di sarnping itu, rneskipun koefisien korelasi dapat saja positif (+) rnaupun negatif (-), akan tetapi hal reliabilitas koefisien yang besarnya kurang dari 0 tidak ada, karena interpretasi reliabilitas selalu rnengacu kepada koefisien yang positif (Azwar, ] 989). 103

Apabila koefisien reliabilitas sebesar rxx.=l, berarti adanya konsistensi yang sempurna pada alat ukur yang bersangkutan. Konsistensi sempurna ini tidak akan pernah terjadi, karena dalam pengukuran psikologis, manusia merupakan sumber error yang potensial (Azwar, 1989). Selain validitas dan reliabilitas, suatu tes yang baik juga harus memenuhi syarat keseragaman prosedur tes. Untuk menghindari pengaruh variabel yang mengganggu, maka suatu tes harus seragam di dalam prosedur. Keseragaman tersebut meliputi: instruksi, batas waktu (speed test atau power test), dan cara skoring. Dalam instruksi misalnya, penjelasan yang diberikan oleh penguji mengenai cara penyajian materi tes seyogyanya harus bersifat standar dari waktu ke waktu (Atkinson dkk., 1993). Akan tetapi tidak semua variabel yang mengganggu dapat kita kendalikan dengan baik, seperti misalnya penampilan umum (ekspresi wajah, nada suara, pakaian, dan sebagainya), jenis kelamin dan suku bangsa penguji juga akan mempengaruhi hasil tes subjek (Atkinson dkk., 1993) . Apabila seorang anak perempuan dari Jawa Tengah mengerjakan tes dengan hasil buruk ketika diuji oleh seorang penguji pria dari Batak, harus dipertimbangkan pula bahwa kecemasan dan motivasi anak tersebut mungkin akan berbeda apabila diuji oleh penguji perempuan dari Jawa. LA TIHAN SOAL

1. Suatu tes psikologi dalam mengukur sampel perilaku harus memiliki sifat standar dan objektif. Pernyataan ini dikemukakan oleh: a. Anastasi b. Terman c. Guilford d. Atkinson 2.

Tes psikologi padadasarnyahanyamengambil beberapadari perilaku secarakeseluruhan, sehingga dapat dikatakan hanya mengambil perilaku. a. populasi b. sampel c. aspek d. unsur

3.

Tes yang digunakan untuk mengukur ketrampilan yang telah dicapai/dipelajari dan menunjukkan apa yang dapat dilakukan sesorang pada saat ini disebut: a. tes kepribadian b. asesmen c. tes bakat d. tes prestasi

4.

Tes untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang apabila dilatih adalah: a. tes kepribadian b. asesmen c. tes bakat d. tes prestasi

5.

Syarat yang berhubungan dengan keseragaman tes dalam hal administrasi dan skoring disebut a. validitas b. reliabilitas c. standar d. objektif

104

6. Teori mengenai lumpers (gumpalan) dalam intelegensi dipelopori oleh : a. Spearman b. Thurstone c. Guilford d. Terman 7. 120 faktor yang berbeda-beda dalam intelegensi dipelopori oleh a. Spearman b. Thurstone c. Guilford d. Terman 8. Aktivitas-aktivitas mental melibatkan operation,content, dan product dipelopori oleh: a. Spearman b. Thurstone c. Guilford d. Terman 9. Tes Binet dan tes Wechsler adalah tes yang bersifat a. individual b. klasikal c. kinerja d. bebas budaya 10. Tes Standard Progressive Matrices adalah tes yang bersifat a. individual b. klasikal c. kinerja d. bebas budaya 11. Dalam suatu pemecahan masalah diperlukan: a. pemikiran divergen yang dapat diukur dengan IQ b. pemikiran konvergen dapat diukur dengan IQ c. a dan b benar d. a dan c salah 12. Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap prestasi kreatif adalah: a. IQ b. CQ d. IQ dan CQ d. Faktor kepribadian 13. Suatu tes yang bebas budaya (culturefair) dikembangkan dengan cara: a. meminimalkan penggunaan bahasa b. meminimalkan penggunaan ketrampilan c. meminimalkan penggunaan nilai-nilai d. a, b, c benar. 14. Contoh dari tes bebas budaya : a. b. c. d.

Goodenough-Harris Drawing Test Standard Progressive Matrices Culture Fair Intelligence Test a, b, c benar

105 ---

15. Contoh dari tes kinerja: a. b. c. d.

Goodenough-Harris Drawing Test Standard Progressive Matrices Culture Fair Intelligence Test Puzzle dan Maze

16. Sebuah tes dapat dikatakan baik apabila : a. skomya sudah sahih (valid) b. skomya sudah andal (reliable) c. standar dan objektif d. sernua benar 17. Apabila suatu tes telah dapat rnelakukan fungsi ukumya, rnaka tes dapat dikatakan rnernpunYal a. validitas yang tinggi b. reliabilitas yang tinggi c. objektivitas yang tinggi d. standardisasi yang tinggi 18. Suatu tes dapat dilihat dari sejauh mana hasil ukur yang dapat dipercaya apabila dalarn beberapa kali pengukuran terhadap kelornpok subjek yang sarna akan diperoleh hasil yang relatif sarna,jikalau aspek yang diukur dalarn diri subjek rnernang belurn berubah. Kepercayaan tersebut disebut sebagai tes. a. validitas b. reliabilitas c. objektivitas d. standardisasi 19. Korelasi antara distribusi skor tes yang bersangkutan dengan distribusi suatu skor suatu kriteria disebut dengan: a. koefisien validitas b. koefisien reliabilitas c. objektivitas d. standardisasi 20. Perolehan dua nilai dari orang yang sarna pada tes yang sarna, yakni dengan cara rnengulanginya atau dengan rnernberikan dua bentuk tes yang berbeda tetapi setara, disebut sebagai: a. koefisien validitas b. koefisien reliabilitas c. objektivitas d. standardisasi 21. Koefisien reliabilitas sebesar rxx'=I, berarti adanya konsistensi yang sernpuma pada alat ukur yang bersangkutan. Konsistensi sernpuma ini tidak akan pemah terjadi, karena : a. item tes arnbigius b. human error c. jurnlah item tidak rnernadai d. jurnlah subjek tidak rnernadai

106

KUNCI JAWABAN: I. A 6. All. C 2.B 7.C 12.D 3. D 8. C 13. D 4.C 9.A 14.D 5. C 10. B 15. D

16. D 17. A 18. B 19. A 20.B 21. B

107