BAB 7 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI 1

Download BAB 7. PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI. 1. Pengambilan Keputusan dan Efektifitas Organisasi. 1.1. Pengertian Pengambilan Keputusan. ...

0 downloads 406 Views 323KB Size
BAB 7 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI

1. Pengambilan Keputusan dan Efektifitas Organisasi

1.1. Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses yang selalu dihadapi dan dijalani oleh setiap manusia dalam hidup bermasyarakat. Di dalam dunia modern dewasa ini, kehidupan manusia menuntut banyak sekali keputusan yang harus dibuat. Hampir setiap saat selalu ada keputusan yang dibuat, baik di dalam rumah tangga, di jalan, di kantor atau dimana saja di dalam masyarakat. Keputusan dapat dibuat oleh individu, kelompok individu, organisasi atau dapat pula keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau negara. Keputusan itu dibuat dengan satu atau tujuan yang hendak dicapai. Dalam pengertian yang sangat populer, mengambil atau membuat suatu keputusan berarti memilih satu dari sekian banyak alternatif. Dalam hal ini seseorang yang akan mengambil suatu keputusan menghadapi tidak hanya satu pilihan, tetapi banyak pilihan alternatif yang tersedia baginya untuk dipilih. Jika hanya terdapat satu alternatif dan tidak tersedia alternatif lainnya maka hal itu bukanlah sesuatu yang dapat dipilih. Sesuatu yang berkaitan dengan pilihan adalah jika seseorang berhadapan dengan lebih dari satu alternatif pilihan. Setiap orang pada dasarnya dapat membuat keputusan. Sejak bangun tidur sampai kembali ke pembaringan aktifitas manusia selalu berkaitan dengan proses pengambilan keputusan ini. Ketika seseorang membuka mata dari tidurnya, ia sudah dihadapkan pada suatu pilihan, misalnya segera bangun dan melakukan aktifitas atau sebaliknya tetap bermanja-manja di tempat tidurnya. Jika ia kemudian bangun dari pembaringannya, apa yang akan dikerjakan mula-mula merupakan sesuatu yang proses pengambilan keputusan. Kemudian aktivitasnya sepanjang hari diwarnai oleh keharusan mengambil keputusan. Pendek kata, setiap langkah selalu berhadapan dengan keharusan mengambil keputusan. Setiap saat setiap orang dapat melakukan pengambilan keputusan terhadap apa yang akan dilakukan, namun tidak semua pengambilan keputusan yang dilakukan itu memiliki arti penting. Pengambilan keputusan mengenai apa yang mulamula dilakukan sesaat seseorang bangkit dari pembaringannya di pagi hari, apakah akan membereskan tempat tidurnya atau akan membuka jendela kamarnya lebih

Universitas Gadjah Mada

dahulu, bukanlah pengambilan keputusan yang cukup penting. Jadi, ada keputusan yang memiliki dampak yang sempit atau tidak luas ruang lingkup yang terkena pengaruh keputusan tersebut. Dalam contoh-contoh di atas, dampak atau pengaruh dari keputusan yang diambil tidaklah memiliki ruang lingkup atau pengaruh yang luas. Banyak dari aktifitas yang dilakukan orang bukanlah sesuatu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang penting. Akan tetapi setiap orang juga akan berhadapan dengan pengambilan keputusan yang penting. Hal ini terutama jika keputusan yang harus diambil itu memiliki dampak atau akibat yang luas, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi pihak lain. Seorang karyawan yang melihat awan tebal di langit pertanda hari akan hujan kemudian mengambil keputusan tidak masuk kerja adalah keputusan yang lebih besar dan luas dampaknya dibandingkan dengan ketika ia mengambil keputusan memasak nasi atau menjerang air lebih dahulu setelah bangun tidur. Tidak masuk kerja akan memiliki akibat yang lebih luas, misalnya berpengaruh pada prestasi kerjanya, tertundanya pekerjaan di kantor yang seharusnya diselesaikan dan sebagainya. Contoh yang lain, pimpinan Badan Urusan Logistik (Bulog) memutuskan mengurangi impor besar setelah mengetahui produksi padi dalam suatu musiam panen pada tingkat petani melimpah ruah, merupakan contoh pengambilan keputusan yang memiliki dampak atau ruang lingkup akibat yang cukup luas. Hal ini akan berkaitan dengan kestabilan harga beras, tersedianya cadangan atau stok beras yang dapat dikendalikan oleh Bulog dan sebagainya. Demikian juga keputusan pemerintah untuk melakukan pengurangan subsidi bahan bakar minyak merupakan pengambilan keputusan yang memiliki dampak yang luas. Masih banyak contoh lain yang menggambarkan betapa pengambilan keputusan dapat memiliki dampak yang luas dan penting. Dari berbagai contoh di atas nampak jelas adanya alternatif-alternatif yang dapat diambil oleh pengambil keputusan. Secara teoritis minimal terdapat dua alternatif, meskipun dalam prakteknya terdapat lebih dari dua alternatif dimana pengambil keputusan (decision maker) harus memilih salah satu berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu. Oleh sebab itu pengambilan keputusan merupakan sebuah proses intelektual yang bersifat dasar bagi perilaku manusia. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan suatu permasalahan atau suatu persoalan (problem solving). Ini berarti bahwa setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Sebagai contoh, sebuah

Universitas Gadjah Mada

perusahaan memiliki persoalan menumpuknya pekerjaan sehingga volume pekerjaan tidak seimbang dengan jumlah karyawan yang ada. Akibatnya karyawan harus melakukan pekerjaan lembur dan bahkan meskipun telah dilakukan pekerjaan lembur, tetap saja pekerjaan tidak terselesaikan karena kurangnya tenaga kerja. Contoh yang lain, seorang pimpinan pabrik menghadapi masalah rendahnya pasokan bahan mentah yang berasal dari lingkungan sekitar pabrik yang akan diolah didalam pabrik. Ini semua adalah masalah yang dihadai yang menuntut adanya pemecahan masalah. Dalam hal inilah pengambilan keputusan diperlukan. Pimpinan perusahaan yang menghadapi persoalan kekurangan tenaga kerja harus mengambil keputusan untuk mengatasi masalah tersebut, pimpinan pabrik harus mengambil keputusan menghadapi masalah rendahnya pasokan bahan mentah dari lingkungan sekitar pabrik. Tujuan yang akan dicapai sangat jelas, jika pimpinan perusahaan memutuskan untuk menambah karyawan maka tujuannya adalah menutup kekuarangan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan. Pimpinan pabrik memutuskan untuk mendatangkan bahan mentah dari luar daerah merupakan keputusan yang tujuannya menutup kekurangan bahan mentah yang dibutuhkan oleh pabrik. Jadi disini setiap keputusan pada dasarnya adalah untuk memutuskan suatu masalah dan dengan demikian menjadi jelas pula tujuan dari pengambilan keputusan itu. Adakalanya istilah pengambilan keputusan atau decision making dianggap sinonim dengan istilah manageng, terutama apabila pengambilan keputusan diartikan secara luas, sehingga mencakup pula upaya mencari dan mengenai situasi-situasi masalah atau problem. Jadi dalam pengertian ini pengambilan keputusan mencakup pula pengertian tindakan menemukan dan mengembangkan serta menganalisa tindakan-tindakan alternatif. Dalam pengertian yang terakhir ini, pengambilan keputusan merupakan suatu aktifitas yang terjadi pada tingkat organisasi. Dari uraian di atas nampak sangat jelas bahwa pengertian pengambilan keputusan atau decision making memiliki arti yang cukup luas dan menunjuk pada berbagai macam perilaku yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tersebut, baik yang bersifat personal maupun organisasional.

1.2 Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses intelektual yang bersifat dasar bagi perilaku manusia dan dalam kaitannya dengan organisasi dapat dikatakan bahwa setiap orang di dalam setiap organisasi merupakan seorang pengambil

Universitas Gadjah Mada

keputusan (decision maker), sudah barang tentu dengan derajat dan arti yang berbeda-beda. Pengambilan keputusan di dalam organisasi memiliki arti yang sangat penting dan sentral untuk mewujudkan efektifitas organisasi. Pengambilan keputusan dalam organisasi bahkan sering dikatakan sebagai "jantung" dari setiap tindakan administrasi. Pengambilan keputusan di dalam organisasi juga menunjuk pada suatu proses untuk memilih dari alternatif-alternatif yang ada. Hal yang membedakannya dengan pengambilan keputusan lainnya terletak pada tindakan untuk memilih alternatif tersebut dalam kaitannya dengan organisasi. Dengan kata lain, tindakantindakan memilih alternatif-alternatif tersebut dilihat dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi. Jadi pengambilan keputusan dalam organisasi menunjuk pada proses untuk memilih tindakantindakan yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi. Mengenai pengambilan keputusan di dalam organisasi, terdapat perbedaan pandangan dikalangan para ahli manajemen, administrasi maupun sosiologi. Di satu sisi terdapat pandangan yang melihat pengambilan keputusan tahapan penting karena harus memilih apa yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, kapan dilakukan, dimana dilakukan dan sebagainya. Akan tetapi ada pula pendapat lain yang melihat pengambilan keputusan hanyalah satu langkah dalam perencanaan, sehingga

pengambilan

keputusan

bukanlah

sesuatu

yang

teramat

penting

dibandingkan dengan proses perencanaan itu sendiri. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, inti dari perencanaan itu pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan. Dalam pandangan yang demikian, pengambilan keputusan meliputi membuat pernyataan permasalahan, melakukan identifikasi alternatif-alternatif pilihan. melakukan penilaian dan mempertimbangkan setiap alternatif yang ada berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, dan pada akhirnya melakukan satu

pilihan

atas berebagai alternatif-alternatif

setelah

mendapatkan penilaian dan pertimbangan. Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, setiap pengambilan keputusan yang efektif haruslah rasional. Suatu keputusan yang rasional jika didasari oleh kesadaran bahwa usaha untuk mencapai tujuan tidak dapat dicapai tanpa suatu tindakan. Ini berarti harus ada tindakan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk dapat melakukan tindakan tersebut, perlu dimengerti dengan jelas alternatif-alternatif yang ada serta keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi. Selain itu, tindakan dapat diambil jika terdapat cukup informasi dan memiliki kesanggupan untuk melakukan

Universitas Gadjah Mada

analisis dan melakukan penilaianpenilaian terhadap alternatif-alternatif yang ada sesuai dengan tujuan, sebelum akhirnya mendapatkan pemecahan terbaik dengan memilih alternatif yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun upaya ini dapat dilakukan, tetapi terdapat faktor-faktor yang selalu menjadi pembatas setiap keputusan yang diambil. Setiap keputusan selalu berorientasi ke masa depan, bukan ke masa lampau sebab tidak mungkin suatu keputusan diambil untuk mempengaruhi masa lampau, tetapi sangat disadari bahwa masa depan penuh dengan ketidak pastian, meskipun perkiraan dan peramalan bisa dilakukan tetapi tetap saja masa depan adalah sesuatu yang diliputi ketidak pastian. Hal lain yang menjadi pembatas adalah kenyataan bahwa kemampuan setiap manusia selalu memiliki keterbatasan untuk dapat mengidentifikasi dan mengenali semua alternatif yang ada, terutama jika suatu keputusan itu merupakan keputusan yang tidak rutin sifatnya. Selain itu, tidak semua alternatif dapat dianalisa sehingga selalu terdapat sisi-sisi gelap dalam tahap analisa atas alternatif yang ada. Keterbatasan lainnya berkaitan dengan keterbatasan informasi, keterbatasan waktu dan tingkat kepastian masa mendatang. Intl dari pengambilan keputusan adalah terletak pada perumusan berbagai alternatif tindakan dan dalam pemilihan berbagai alternatif-alternatif yang tepat setelah melalui suatu penilaian mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki oleh pembuat keputusan. Dalam hal ini menjadi sangat jelas bahwa pengumpulan informasi merupakan tahapan penting dalam pengambilan keputusan. Persoalannya terletak pada kenyataan bahwa mengumpulkan informasi yang lengkap sehingga pengenalan suatu situasi dimana keputusan itu dapat dibuat selalu tidak mudah dilakukan, mengingat terbatasnya kesempatan, waktu, uang, alat dan tenaga. Pada saat yang sama, waktu berputar terus sehingga keharusan untuk segera mengambil keputusan sebelum terlambat juga dibatasi oleh keterbatasan waktu. Jika seandainya tersedia cukup dana, tenaga dan kesempatan, pengumpulan informasi yang lengkap selalu membutuhkan waktu sehingga ketika analisa atas informasi itu dilakukan, situasi yang ada telah mengalami perubahan-perubahan dan semua ini sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan dibuat. Selain itu, karena data yang tak lengkap dan keharusan untuk segera mengambil suatu keputusan telah membawa pada situasi dimana keputusan diambil berdasarkan data yang tidak lengkap atau merupakan perkiraan saja, sehingga elemen ketidak pastian muncul dalam proses pengambilan keputusan. Akibatnya pengambil keputusan dapat saja tidak begitu yakin mengenai sifat dari berbagai alternatif yang tersedia maupun

Universitas Gadjah Mada

efektifitas dari alternatif-alternatif yang ada. Jadi, ketidak pastian menjadi salah satu pembatas dan menjadi ciri situasi keputusan yang seringkali dijumpai. Dengan melihat hal tersebut maka setiap pengambil keputusan harus menerima kenyataan adanya rasionalitas yang terbatas. Dengan demikian pengambilan keputusan sesungguhnya tidaklah sekedar menjauhkan pilihan. Terdapat sejumlah langkah=langkah yang harus dilakukan sebelum suatu keputusan dibuat. Jika persoalan yang dihadapi telah cukup jelas, maka tahapan yang berikutnya dilakukan adalah melakukan identifikasi alternatifalternatif yang ada. Proses mengembangkan alternatifalternatif ini didasari oleh pemikiran

bahwa

selalu

ada

alternatif-alternatif

yang

dapat

dipilih

dan

mengembangkan alternatif-alternatif sama pentingnya dengan memilih secara tepat berbagai alternatif yang ada. Banyak dari alternatif yang dikembangkan berada dalam suatu situasi yang tidak selalu menguntungkan sehingga kemampuan untuk mengembangkan sangat ditekankan dan diperlukan. Sangat disadari bahwa alternatif-alternatif yang ada senantiasa berhadapan dengan faktor pembatas (limiting factors), yaitu sesuatu yang dapat menjadi hambatan dalam upaya untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, faktor pembatas perlu diketahui sehingga pengembangan alternatif diarahkan untuk mengatasi faktor pembatas tersebut. Jika faktor pembatas ini dapat diatasi makaalternatif yang terbaik dapat ditentukan. Sangat disadari bahwa mengatasi faktor pembatas tidaklah mudah, karena terkadang tidak mudah dikenali juga pencarian faktor pembatas merupakan proses yang tiada henti. Selain itu, pada suatu situasi faktor pembatas tertentu memainkan penan yang dominan, tetapi pada situasi yang lain, tidaklah dominan. Dalam manajemen modern, proses pengambilan keputusan ini telah dikembangkan dengan berbagai metode. Misalnya dalam menilai alternatifalternatif, para ahli manajemen mengembangkan berbagai bentuk analisa, misalnya analisa marginal dan analisa efektifitas biaya. Pada prinsipnya, analisa marginal berupaya membandingkan keuntungan dan kerugian ekonomis, mengoptimalkan outpun suatu meskin dan sebagainya. Analisa efektifitas biaya merupakan perbaikan atas analisa marginal, yang berupaya memperoleh perbandingan terbaik antara manfaat dengan biaya yang dikeluarkan. Meskipun disadari baik analisa marginal maupun analisa efektifitas biaya ini memiliki kelemahan-kelemahan tertentu.

Universitas Gadjah Mada

Demikian pula ketika memilih alternatif yang ada, para ahli manajemen mengembangkan tiga pendekatan, yaitu pengalaman, uji-coba atau eksperimen dan analisa hasil penelitian. Pengalaman memberikan pedoman untuk menghindari kegagalan dimasa lalu dan menggunakan keberhasilan sebagai acuan. meskipun memiliki kegunaan, menggunakan pengalaman sebagai pendekatan dalam memilih alternatif juga memiliki keterbatasan, misalnya persoalan yang dihadapi tidak selalu sama dari waktu ke waktu, sehingga pengalaman tidak memiliki arti yang penting dalam menghadapi situasi yang unik tersebut. Uji coba merupakan pendekatan yang lebih memadai dalam memilih alternatif. Pendekatan ini menekankan pada upaya melakukan uji coba alternatif yang ada dan melihat hasilnya. Meskipun memiliki beberapa kelebihan, salah stau kelemahan dari pendekatan ini adalah dibutuhkannya biaya yang relatif besar dan dukungan tenaga kerja yang besar pula, sedangkan ujicoba itu sendiri belumlah merupakan keputusan yang final sifatnya. Pendekatan yang oleh para ahli manajemen dipandang paling efektif adalah pendekatan dengan analisa hasil penelitian. Riset atau penelitian dan analisa merupakan upaya untuk memecahkan masalah dengan lebih dahulu memahaminya, misalnya dengan mengembangkan variabel-variabel dan hubungan antar variabel tersebut, misalnya melalui research operation, mengembangkan teknik analisa resiko, mengembangkan model pohon keputusan dan sebagainya. Pengambilan keputusan dalam organisasi memainkan peranan yang sangat penting bagi terwujudnya efektifitas organisasi. Keputusan-keputusan yang diambil dapat memiliki pengaruh yang langsung terhadap arah dan pengaturan tingkah laku dalam konteks organisasi. Di dalam organisasi, keputusan dapat diambil oleh para pengambil keputusan dalam tingkat yang berbeda-beda dan lingkup dari keputusan itu juga berbeda-beda. Dalam berbagai organisasi yang relatif kompleks, para pengambil keputusan pada tingkat tertinggi herus mengambil keputusan yang strategis. Keputusan strategis merupakan keputusan yang memiliki resiko besar dan berdampak luas, misalnya dalam hal penentuan tujuan organisasi, perencanaan strategis, pengembangan organisasi maupun yang berkaitan dengan tindakan individu dan kelompok. Disisi yang lain, pengambilan keputusan di dalam organisasi juga memiliki pengaruh terhadap individu yang ada di dalam organisasi. Sebagai gambaran, kualitas dari keputusan seorang pimpinan organisasi sangat ditentukan antara lain oleh keberhasilan dan sukses yang dicapai oleh pimpinan itu sebagai indiviu maupun rasa kepuasan yang dirasakan oleh semua pihak yang terkena pengaruh dari

Universitas Gadjah Mada

keputusan itu. Dengan demikian, suatu keputusan yang baik dalam organisasi akan berguna bagi organisasi itu sendiri, tetapi keputusan yang berkualitas itu akan memberikan berguna pula bagi individu yang ada di dalam organisasi. Dalam pandangan yang demikian, sebagai konsekuensinya orang lain di dalam organisasi memiliki kesempatan untuk memberikan penilaian terhadap suatu keputusan yang dibuat, dan disi yang lain, orang lain dalam merasakan akibat suatu keputusan itu sebagai sesuatu yang bermanfaat dan memberikan rasa kepuasan dapat diwujudkan, karena keputusan tersebut merupakan keputusan yang tepat. Melihat bahwa pengambilan keputusan itu memiliki efek baik bagi organisasi maupun bagi individu yang ada di dalam organisasi, maka kajian yang melihat pengambilan keputusan dari sudut individu haruslah disejajarkan dengan melihat pengambilan keputusan dari sudut organisasi. Teori tentang pengambilan keputusan yang berkembang dikalangan ahli sosiologi, administrasi dan manajemen dewasa ini tidak lagi memberikan penekanan hanya pada satu sisi, individu atau organisasi, tetapi lebih komprehensif yang mengkaitkan aspek individu maupun organisasi dalam pengambilan keputusan.

1.3. Tipe Keputusan Keputusan yang diambil dapat dikelompokkan dalam berbagai tipe tergantung dari dasar penyusunan tipologi yang dipergunakan.

1.3.1 Keputusan Pribadi dan Keputusan Organisasi. Salah satu dari pengelompokkan itu adalah membedakan keputusan antara keputusan pribadi dan keputusan organisasi. Keputusan pribadi menunjuk pada keputusan yang dibuat seseorang sebagai individu sehingga akibat atau pengaruh dari keputusan itu tertuju pada individu itu sendiri dan kehidupan pribadinya. Banyak dari keputusan pribadi ini tidak memiliki arti yang penting dan memiliki kaitan yang kecil dengan lingkungan kegiatan atau aktifitas di dalam organisasi. Sebagai contoh dari keputusan ini misalnya keputusan untuk makan siang diluar, belanja setelah pulang kerja, memilih warna baju dan sebagainya. Meskipun demikian, terdapat pula beberapa keputusan pribadi ini yang memiliki kaitan yang penting dengan aktifitas dan peranan seseorang dalam organisasi. Keputusan pribadi yang memiliki relevansi penting dengan kegiatan organisasio ini anatara lain keputusan pribadi yang berkaitan dengan karier dalam organisasi, tingkat keaktifan dan partisipasinya dalam kegiatan organisasi. Walaupun

Universitas Gadjah Mada

keputusan mengenai karier dalam organisasi adalah keputusan yang sifatnya personal, tetapi keputusan ini memiliki kaitan yang erat dengan organisasi karena karier itu dikembangkan dalam organisasi, yang menyangkut aktifitas dalam organisasi

yang

akan

dilakukan.

Pada

keputusan

pribadi

yang

demikian,

pengaruhnya tidak hanya bagi individu itu, tetapi juga bagi organisasi. Pada sisi yang lain, terdapat keputusan organisasi. Keputusan organisasi merupakan keputusan yang berkaitan dengan berbagai aktifitas, kebijakan, pelaksanaan kegiatan yang ada di dalam organisasi. Keputusan organisasi berkisar dari hal-hal yang kecil sampai dengan hal-hal yang besar dan berdampak luas. Halhal kecil misalnya kebutuhan akan alat tulis yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan organisasi, sedangkan hal-hal yang besar misalnya perubahan peraturan dasar organisasi, perluasan kegiatan dan sebagainya. Pada tingkat tertentu, perbedaan , antara keputusan pribadi dengan keputusan organisasi tidaklah nampak jika dilihat dari siapa yang membuat keputusan (who makes decision), ketika seseorang dalam organisasi memiliki kewenangan untuk membuat suatu keputusan di dalam organisasi. Perbedaan akan nampak jelas jika dilihat dari apa obyek yang diputuskan (what the object of the decision is). Keputusan pribadi dibuat oleh orang-orang menyangkut berbagai rencana dan kegiatan-kegiatan dari orang-orang itu di masa datang, sedangkan keputusan organisasi dibuat oleh orang-orang menyangkut kebijhakan-kebijakan dan kegiatan-kegiatan organisasi di masa datang dimana orang-orang ini menjadi anggota atau bagian dari organisasi tersebut. 1.3.2. Keputusan yang Rutin dan Keputusan Tidak Rutin Dilihat dari masalah yang muncul, keputusan dalam organisasi dapat dibedakan antara keputusan mengenai hal yang rutin atau berulang-ulang terjadi dan keputusan yang tidak rutin. Dalam aktifitas suatu organisasi, terdapat masalahmasalah atau persoalan-persoalan yang sama dan terjadi secara rutin sehingga keputusan-keputusan yang dibuatpun relatif mudah dilakukan. Keputusan-keputusan semacam ini dapat dibuat dan dilaksanakan secara afaktif dengan mengikuti polapola tertentu, misalnya yang telah dibakukan dalam bentuk petunjuk pelaksanaan, yang disusun berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah terjadi sebelumnya. Organisasi-organisasi pada umumnya mengembangkan kebiasaankebiasaan dalam bentuk prosedur-prosedur kerja standar untuk menghadapi situasi-situasi yang bersifat berulang kembali atau repetitif. Keuntungan dari pola ini adalah mengurangi

Universitas Gadjah Mada

jumlah pemikiran kembali yang diperlukan dalam situasi-situasi yang kurang lebih sama. Selain itu akan memberikan keuntungan dalam bentuk menghemat waktu dan menghemat energi sehingga dapat dipergunakan untuk memikirkan hal-hal yang lain. Sebagai contoh, penyusunan anggaran belanja suatu organisasi merupakan persoalan yang sifatnya selalu berulang dari tahun ke tahun. Dalam hal ini organisasi telah memiliki prosedur kerja yang telah terpola sehingga untuk mengatasi masalah tersebut keputusan rutin dapat dilakukan. Situasi keputusan lainnya mungkin berbeda dengan apa yang terjadi di masa lampau sehingga tidak bersifat repetitif. Dalam hal ini terdapat suatu persoalan yang baru dan tidak rutin terjadi. Jadi masalah atau persoalan yang dihadapi itu sifatnya unik, sehingga membutuhkan pemikiran dan cara pengambilan keputusan yang tidak rutin. Sebagai contoh, perubahan kebijakan pemerintah yang diputuskan dalam bentuk pengurangan subsidi bahan bakar minyak akan berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan. Persoalan yang terjadi ini tidak rutin terjadi sehingga menuntut pemikiran dari para pimpinan perusahaan untuk mengambil keputusan menghadapi persoalan ini.

1.3.3. Keputusan Perorangan dan Keputusan Kelompok Dilihat dari pihak yang membuat keputusan dapat dibedakan antara keputusan yang dibuat perorangan dan keputusan yang dibuat oleh kelompok. Perbedaan ini merupakan sesuatu yang cukup penting dan masing-masing memiliki implikasi yang berbeda. Meskipun demikian lingkup dari keputusan ini termasuk dalam keputusan organisasi karena keputusan yang dibuat tersebut berkaitan dengan tindakan atau kegiatan yang diarahkan pada suatu upaya penyelesaian yang dihadapi oleh organisasi. Seseorang yang berada dalam suatu organisasi dalam aktifitasnya akan berada dalam beberapa kemungkinan situasi. Salah satu diantaranya adalah suatu situasi dimana ia bekerja atau melakukan aktifitasnya sendirian, yang terlepas dari orang-orang lain dalam organisasi tersebut. Dalam situasi yang demikian ia harus dapat menghadapi sendiri masalah, mencari informasi yang berkaitan dengan masalah itu, menilai berbagai alternatif-alternatif yang ada dan pada akhirnya menentukan salah satu alternatif. Dalam situasi yang demikian, terdapat dua faktor yang amat menentukan, yaitu (1) proses kognitif sebagai hasil dari kemampuan manusiawinya dan keterbatasan dalam mengolah informasi yang diperolehnya dan (2) perbedaan-

Universitas Gadjah Mada

perbedaan pada tingkat individu masing-masing. Orang pada dasarnya memiliki keterbatasan dalam mengelola informasi yang didapatkannya, dan juga kadangkadang terjadi bias dalam memahami informasi. Persepsi manusia seringkali cenderung melihat sesuatu itu dibutuhkan, serba mudah dan menyenangkan sehingga mekanisme internal ini menyebabkan terabaikannya situasi lingkungan yang pada kenyataannya tidak selalu teratur dan tertib. Semuanya seolah-ah semuanya serba baik. Mekanisme yang demikian juga terjadi pada saat orang harus mengolah informasi. Perbedaan pada tingkat individual antara lain nampak dari kematangan masing-masing orang dan keberanian mengambil resiko yang berbeda antara satu orang dengan lainnya. Orang yang berani mengambil resiko cenderung berani mengambil keputusan yang mengandung resiko dari pada orang yang melihat resiko sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Kematangan seseorang sangat menentukan dalam melihat informasi, mengolahnya dengan cepat, cermat dan tepat. Ini tentu saja berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Dua faktor ini menunjukkan bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki bias dasar yang berpengaruh terhadap keputusan yang diambilnya. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan yang dibuat seseorang, dua konsep dasar yang sangat penting dan besar peranannya dalam pengambilan keputusan adalah kepercayaan (Belief) dan nilai (Value). Setiap informasi yang diperoleh berkaitan dengan pengambilan keputusan pada dasarnya selalu dinilai melalui dua tolok ukur, yaitu "apakah informasi ini benar?" dan "apakah informasi ini cukup penting?". Kebenaran dari suatu informasi secara tipikal adalah memiliki dua kemungkinan, yaitu benar atau tidak benar. Ini berarti seseorang dapat memiliki cukup atau tidak cukup bukti mengenai kebenaran suatu informasi. Perkiraan mengenai kebenaran suatu informasi ini berkaitan dengan kepercayaan. Tetapi terhadap keseluruhan informasi, dimana beberapa diantara informasi itu memiliki relevansi sedangkan yang lain tidak memiliki relevansi, maka hal ini berkaitan dengan nilai. Jadi kepercayaan dan nilai merupakan komponen utama dalam pengambilan keputusan yang dibuat oleh seseorang, terutama dalam memilih dan menilai informasi sebagai alternatif dalam pengambilan keputusan yang dibuat. Kombinasi dari dua faktor tersebut memiliki arti yang penting. Pengambil keputusan senantiasa berada pada posisi dimana beberapa informasi memiliki tingkat kepastian kebenaran yang tinggi sedangkan beberapa informasi lainnya tidak. Jadi tingkat kepercayaan pada tiap-tiap informasi sangat bervariasi. Dalam hal ini sangat berkaitan dengan teori probabilitas, yaitu jika semua informasi memiliki tingkat

Universitas Gadjah Mada

kemungkinan untuk benar sebesar 1.00 maka keputusan yang diambil didalam situasi itu adalah pasti atau penuh kepastian. Sebaliknya, jika informasi memiliki tingkat kemungkinan untuk benar sbebasr kurang dari 1.00 maka keputusan yang diambil berada dalam kondisi yang mengandung resiko atau dalam kondisi yang penuh ketidak-pastian. Pada kenyatannya keputusan-keputusan berada dalam kondisi ketidak-pastian atau mengandung resiko ini. Pada sisi yang lain, informasi yang ada memiliki perbedaan dalam hal tingkat kepentingannya. Suatu informasi lebih penting dari informasi lainnya, sehingga informasi yang lebih penting itu lebih bernilai dari pada lainnya. Dengan demikian, kedua faktor ini sangat besar artinya dalam melakukan penilaian dan penentuan pilihan akhir dari berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini berbagai model telah dikembangkan oleh para ahli administrasi maupun manajemen untuk mengkaji bagaimana kemungkinan kombinasi dari faktor-faktor tersebut sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Meskipun demikian tetap harus disadari bahwa manusia tetap memiliki keterbatasan, baik dalam ketelitian, kecermatan dan mudah membuat kesalahan dan kealpaan. serta kecenderungan untuk memilih yang mudah, memberi rasa aman dan kepuasan dari pada memilih yang memberikan hasil maksimal namun penuh resiko. Pendek kata, keterbatasan manusia seringkali menciptakan kesalahankesalahan. Oleh sebab itu, seringkali orang membuat keputusan cenderung menggunakan prosedur yang terrencana, sistematis dan jangka panjang untuk menghindari kemungkinan kesalahan akibat dari keterbatasan yang dimilikinya. Demikian juga orang cenderung untuk tidak bertahan pada suatu model pengambilan keputusan, tetapi memilih suatu model pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan karakteristik individual, lingkungan dan masalah yang harus dipecahkan itu sendiri. Pada sisi yang lain terdapat keputusan yang dibuat oleh kelompok. Keputusan yang dibuat oleh kelompok pada dasarnya lebih rumit dibandingkan dengan keputusan yang dibuat secara perorangan. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok seringkali dinilai terlalu bertele-tele, membuat orang frustasi dan pemborosan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa kemungkinan tercapainya suatu keputusan makin bertambah sukar sejalan dengan makin banyaknya pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Meskipun demikian, dalam setiap organisasi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok memiliki pula beberapa keuntungan-keuntungan tertentu.

Universitas Gadjah Mada

Walaupun terdapat perbedaan tertentu, pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok memiliki dasar yang sama dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perorangan. Dasar untuk pembauatn keputusan yang dilakukan oleh kelompok juga menekankan pada konsep kepercayaan (belief) dan nilai (value). Meskipun demikian, kombinasinya menjadi makin rumit karena bukan saja harus mengkombinasikan antara kepercayaan (belief) dan nilai (value) tetapi harus pula mengkombinasikan lebih banyak orang yang masing-masing memiliki perbedaanperbedaan dalam hal kepercayaan (belief) dan nilai (value) tersebut. Oleh sebab itu, meskipun dari segi tahapan proses pengambilan keputusannya relatif sama dengan tahapan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perseorangan, tetapi pada beberapa bagian dari tahapan itu jauh lebih rumit terjadi dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok. Individu berkembang di dalam kelompok, sedangkan kontribusi setiap individu terhadap kelompok tidaklah sama rata dan kelompok seringkali membuat keputusankeputusan yang penuh resiko yang harus dihadapi oleh individu. Kondisi yang demikian menjadi faktor-faktor yang sangat menentukan bagaimana kepercayaan (belief) dan nilai (value) mempengaruhi setiap individu dalam pengambilan keputusan secara kelompok. Dalam

hubungannya dengan pengambilan keputusan.

secara umum

kelompok memiliki beberapa keuntungan maupun kekurangan. Keuntungan dari kelompok adalah:

(a) kelompok dapat menghasilkan secara akumulatif lebih banyak pengetahuan dan fakta-fakta yang diperlukan.

(b) kelompok memungkinkan bertambah lebarnya cara pandang dan pertimbanganpertimbangan mengenai pendekatan dan alternatif-alternatif bagi pemecahan suatu permasalahan.

(c) setiap individu yang berpartisipasi di dalam proses pengambilan keputusan akan merasa lebih terpenuhi harapan-harapan dan kepuasannya dengan adanya keputusan yang ia ikut mengambil bagian dalam pembuatannya dan pada gilirannya

akan

ikut

mendukung

pelaksanaan

keputusan

yang

ia

ikut

membuatnya. (d) Proses pembuatan keputusan oleh kelompok dapat berperan sebagai alat komunikasi yang penting. Keterbatasan atau kekurangan yang dimiliki oleh kelompok adalah sebagai berikut:

Universitas Gadjah Mada

(a) Kelompok memiliki kecenderungan untuk bekerja lebih lamban. Kelompok pada umumnya memerlukan wakttu yang lebih lama untuk mendapatkan kesepakatan dan menghasilkan suatu keputusan serta berbagai konsekuensi lainnya, antara lain memerlukan lebih banyak biaya.

(b) Usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok seringkali merupakan hasil dari suatu kesepakatan atau kompromi dari berbagai pendapat yang ada sehingga ditinjau dari sudut pandang kefektifitasannya, seringkali tidak selalu merupakan keputusan yang memberikan hasil yang optimal.

(c) Kelompok dapat dan seringkali didominasi atau dipengaruhi oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan mempengaruhi atau mendominasi terhadap orang lain dalam kelompok. Individu tertentu karena kelebihannya dapat memiliki pengaruh dan mengarahkan indivdu lain dalam kelompok. Hal yang sama dapat pula dilakukan oleh sekelompok individu, misalnya dalam kelompok informal seperti klik kecil yang beroperasi dalam kelompok tersebut dan sangat berpengaruh terhadap individu lain anggota kelompok tersebut.

(d) Ketergamtungan yang besar terhadap keputusan yang dibuat oleh kelompok dapat membatasi dan menghambat terwujudnya tindakan yang cepat dan meyakinkan jika pada suatu saat hal itu diperlukan. Dengan melihat adanya kelebihan dan kekurangan dari kelompok tersebut, yang diperlukan selanjutnya adalah bagaimana kelebihan itu dapat dimanfaatkan secara makismal, sebaliknya kekuranannya dapat ditekan sekecil atau seminimal mungkin. Konsep dasar yang penting dalam hubungannya dengan hal tersebut dan pengambilan keputusan yang dibuat oleh kelompok adalah masalah partisipasi individu dalam proses tersebut. Satu hal yang sudah dipahami secara umum adalah bahwa partisipasi memiliki dimensi yang banyak. Partisipasi dapat terjadi secara sukarela, tetapi dapat saja partisipasi tidak secara sukarela, tetapi diarahkan atau merupakan pelaksanaan mandat yang resmi atau sah diberikan.Tidak jarang pula karena partisipasi itu diarahkan dan disertai dengan tekanan tertentu, maka yang muncul bukanlah partisipasi yang sukarela tetapi mobilisasi. Partisipasi dapat pula secara langsung dan tidak secara langsung. Dalam beberapa hal, sistem atau cara perwakilan dipergunakan, tetapi pada beberapa hal yang lain partisipasi langsung yang dipergunakan. Banyak organisasi atau lembaga/badan yang berwenang mengambil keputusan tersusun dari perwakilan-

Universitas Gadjah Mada

perwakilan kelompok yang ada dalam masyarakat. Secara umum, dalam lembaga atau organisasi yang ditetapkan secara formal, maka bentuk partisipasinyapun lebih banyak secara tidak langsung dan bersifat formal. Selain itu, sangat dipahami bahwa partisipasi itu sangat bervariasi dalam hal tingkat, esensi dan ruang lingkupnya. Partisipasi dapat saja hanya pada tingkat yang terbatas atau tingkat yang rendah, tetapi dapat pula pada tingkat yang luas atau tinggi. Esensi dari partisipasi dapat pada satu atau sedikit hal saja, tetapi dapat pula pada banyak atau semua hal. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan yang dibuat oleh kelompok, partisipasi dari individu anggota kelompok ini dapat saja hanya pada beberapa tahap dengan tingkat yang rendah, tetapi dapat pula pada semua tahapan dengan tingkat yang tinggi. Semua ini menggambarkan bahwa partisipasi merupakan sesuatu yang kompleks, sangat berbeda dengan apa yang dibayangkan orang selama ini. Meskipun partisipasi merupakan konsep yang penting dalam memahami keterlibatan anggota kelompok dalam pengambilan keputusan, tetapi terdapat kondisi-kondisi

tertentu yang

menciptakan keterbatasan

atau

bahkan tidak

memberikan kemungkinan terjadinya partisipasi. Sebagai misalnya, pada umumnya para pimpinan organisasi memiliki perasaan mengetahui dengan sangat baik apa yang harus dilakukan dan mereka juga merasa memiliki wewenang dan hak untuk untuk menghasilkan keputusan organisasi sepenuhnya. Situasi yang demikian akan sangat membatasi partisipasi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan. Terlepas dari adanya kondisi yang demikian, partisipasi harus diakui akan sangat

membantu,

terutama

dalam

mendapatkan

lebih

banyak

informasi,

menciptakan situasi dimana orang yang ikut serta dalam pembuatan keputusan akan lebih memahami apa yang seharusnya dilakukan sehingga akan memudahkan pelaksanaan dari keputusan yang dibuat tersebut. Efek positip lain dari partisipasi adalah mengurangi resistensi terhadap perubahan, meningkatan kepercayaan, meningkatkan rasa saling mengawasi diantara anggota, meningkatkan perhatian terhadap keputusan yang dibuat. Ini menunjukkan secara jelas bahwa partisipasi memiliki kaitan dengan komponen informasi dan komponen motivasi.

1.14. Keputusan Strategis, Taktis dan Teknis Keputusan berdasarkan orientasi dan jangka waktunya dibedakan menjadi keputusan strategis, keputusan taktis dan keputusan teknis. Keputusan strategis merupakan keputusan yang berorientasi pada masa mendatang, jangka panjang dan

Universitas Gadjah Mada

menghadapi situasi-situasi ketidak pastian yang besar. Keputusan strategis pada umumnya merupakan keputusan yang dibuat oleh para pembuat keputusan pada posisi tertinggi dari organisasi. Oleh karena itu, keputusan strategis memiliki pengaruh terhadap organisasi sebagai suatu keseluruhan. Beberapa keputusan srtategis misalnya berakiatn dengan rencana jangka panjang seperti menetapkan sasaran, penyusunan kebijakan-kebijakan organisasi, pengorganisasian dan upaya mencapai efektifitas organisasi. Keputusan strategis sebagian terbesar merupakan aktifitas perencanaan dalam organisasi. Keputusan taktis lebih berhubungan dengan aktifitas-aktifitas organisasi dalam jangka yang pendek dan upaya-upaya untuk mengarahkan sumbersumber daya yang ada untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif. Orientasinya bersifat jangka menengah, sehingga selain dipengaruhi oleh keputusan strategis, juga memainkan peran yang penting dalam organisasi, misalnya dalam hal penyusunan

rencana

pengembangan

produk

anggaran dan

belanja,

sebagainya.

masalah Keputusan

personalia taktis

organisasi,

pada

umumnya

merupakan kombinasi antara aktifitas perencanaan dengan aktifitas pengawasan. Keputusan teknis lebih berorientasi pada jangka pendek dan bersifat spesifik. Pada tingkat pembuatan keputusan taktis ini, ukuran-ukuran dan target atau hasil dari keputusan telah ditetapkan secara jelas. Pembuatan keputusan taktis merupakan upaya untuk melaksanakan tugas-tugas yang spesifik agar berhasilguna dan berdayaguna. Ini berarti keputusan taktis lebih bersifat riil karena berupa perintahperintah yang spesifik untuk pekerjaan yang spesifik pula dan merupakan perwujudan dari aktifitas pengawasan terhadap apa yang telah direncanakan, namun dalam skala yang terbatas atau sempit. Contoh dari keputusan takstis misalnya menyangkut keputusan mengenai penetapan waktu, pengawasan kegiatan atau proses, penerimaan atau pengiriman surat atau barang produk, alokasi pekerja dan sebagainya. 2. Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan

2.1. Beberapa Pemikiran tentang Tahap-tahap Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan di dalam organisasi merupakan salah satu proses yang penting. Pengambilan keputusan seringkali dipandang sebagai inti dari tindakan administrasi. Oleh sebab itu, perhatian berbagai disiplin mengenai proses pengambilan keputusan ini sudah ada sejak lama. Berbagai disipil yang menaruh

Universitas Gadjah Mada

perhatian

pada

proses

pengambilan

keputusan

di

dalam

organisasi

mengkonsentrasikan diri pada pusat perhatian yang paling relevan bagi disipil masing masing. Dalam

pandangan

para

pemikir

manajemen

ilmiah,

prinsip-prinsip

maksimalisasi dalam pilihan berbagai alternatif pilihan yang ada. Para ahli administrasi, psikologi dan sosiologi menaruh perhatian besar pada individu maupun kelompok dalam proses pembuatan keputusan, meskipun dengan penekanan yang berbeda-beda. Ada pula pandangan yang meletakkan pengambilan keputusan sebagai bagian dari kepemimpinan sehingga antara kepemimpinan dan pengambilan keputusan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Perhatian yang besar terhadap proses pengambilan keputusan itu telah melahirkan sejumlah pemikiran-pemikiran dari berbagai disiplin ilmu. Meskipun sejak lama dipahami bahwa pengambilan keputusan pada intinya adalah memilih diantara berbagai alternatif, tetapi tidak semua analisis dan pendapat yang dikemukakan para ahli dalam berbagai disiplin memiliki penekanan yang berbeda, misalnya justru pada penerapan metode ilmiah dalam pengambilan keputusan atau bagaimana wewenang untuk mengambil keputusan. Perlu dicacat bahwa pandangan yang mulai melihat pengambilan keputusan sebagai suatu proses yang tidak sederhana pada umumnya disepakati oleh para ahli terhadap apa yang dikemukakan oleh Chester L Barnard, dalam karyanya "The Function of the Executif (1938), yang tergolong karya klasik baik dalam manajemen ilmiah maupun dalam sosiologi. Inti dari pandangan Chester L Barnard adalah bahwa pengambilan keputusan merupakan proses untuk memutuskan, dimana banyak teknik-teknik harus berhadapan dengan pilihan yang terbatas. Dari pemikiran itu kemudian makin dipahami bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses. Artinya, para ahli kemudian bersepakat bahwa pengambilan keputusan mencakup suatu rangkaian langkah-Iangkah sekuensial. Pandangan yang demikian terutama dapat dilihat dalam pendapat dari John Dewey pada permulaan abad ke 20. Pendapat Dewey (1933) itu pada prinsipnya menggariskan tiga tahap penilaian yang analog dengan proses pengambilan keputusan. Pertama,terdapat tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan yang harus dipahami sebagai suatu situasi obyektif yang dihadapi. Kedua, terdapat suatu proses untuk memahami dan memperoleh penyelesaian mengenai tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan tersebut. Ketiga, suatu keputusan dibuat untuk mengatasi masalah tersebut dan sekaligus berguna sebagai arahan dan pedoman untuk masa yang akan datang.

Universitas Gadjah Mada

Pandangan lain yang cukup populer dikalangan para ahli yang menaruh perhatian pada masalah pengambilan keputusan ini adalah pandangan dari Herbert A Simon dalam karyanya The New Science of Management Decision' (1960). Herbert A Simon mengkonseptualisasikan proses pembuatan keputusan dalam tiga fase atau tahapan pokok:

(a). Intelligence Activity Aktifitas intelejen merupakan istilah yang sangat populer dalam bidang militer dan politik, menunjuk pada tahapan yang berintikan serangkaian tindakantindakan meneliti situasi lingkungan untuk menemukan secara jelas kondisikondisi yang melatar belakangi dan mengharuskan adanya keputusan. Jadi pada tahapan ini, pengenalan akan kondisi disekitar permasalahan dan permasalahan itu sendiri mendapat perhatian yang utama.

(b). Design Activity Pada tahapan berikutnya, setelah kondisi-kondisi yang mengharuskan keputusan diperoleh dalam tahapan intelligence activity diperoleh secara lebih jelas, maka pada tahapan penyusunan ini akan dilakukan upaya untuk menemukan tindakanyindakan, mengembangkan tindakan-tindakan dan diikuti dengan melakukan analisa atas berbagai tindakan yang akan dilakukan tersebut.

(c). Choice Activity Tahapan ketiga ini merupakan tahaoan terakhir dimana pilihan sebenarnya dilakukan. Pada tahapan ini orang memilih serangkaian tindakan-tindakan tertentu dari berbagai alternatif yang tersedia. Dengan demikian, pilihan telah ditetapkan, artinya keputusan telah dibuat. Secara skematis, tahapan yang dikemukakan oleh Herbert A Simon itu adalah sebagai berikut:

Tidak jauh berbeda dengan pandangan Simon, pandangan lain seperti misalnya Newman (Winardi, 1981) menetapkan empat tahapan dalam proses pengambilan keputusan ini. Tahapan-tahapan itu meliputi:

(a) membuat diagnosa suatu masalah. (b) mencari pemecahan-pemecahan alternatif (c) menganalisa dan memabandingkan alternatif-alternatif

Universitas Gadjah Mada

(d) memilih rencana yang akan dilaksanakan. Secara skematis, tahapan yang dikemukakan oleh Newman itu dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam

perkembangannya

kemudian,

muncul

pandangan

bahwa

pengambilan keputusan sebagai suatu proses dilihat sebagi suatu sistem. Penerapan pendekatan sistem dalam proses pengambilan keputusan ini merupakan pendekatan yang lebih maju karena antara satu tahap dengan tahapan lain saling berkaitan, dan terdapat proses mengkaji ulang dari keputusan yang diambil. Alvar O. Elbing dalam bukunya "Behavioral Decisions in Organization" (1970) menetapkan lima langkah tahapan sebagai berikut:

(a) Seorang pembuat keputusan menghadapi situasi ketidak seimbangan dan situasi tertentu yang dianggapnya sebagai situasi masalah.

(b) Pada tahap berikutnya, sebagai respon terhadap ketidak seimbangan itu pembuat

keputusan

melakukan

diagnosis

terhadap

situiasi

yang

dihadapinya.

(c) Diagnosa tersebut kemudian menghasilkan suatu bentuk pemahaman dan pengertian atau definisi permasalahan yang akan dipecahkan .

(d) Tahap berikutnya adalah memilih suatu strategi untuk memecahkan masalah yang dihadapi tersebut.

(e) Pada akhirnya sampai pada tahapan implementasi, dimana dalam implenentasi ini pembuat keputusan melakukan pencarian umpan balik (feed back) untuk mengetahui apakah permasalahan yang dihadapi telah dapat dipecahkan atau belum dapat dipecahkan. Secara skematis, tahapan pengambilan keputudan yang dikemukakan oleh Alvar O. Elbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Universitas Gadjah Mada

Pandangan para ahli mengenai proses pengambilan keputusan di dalam organisasi dewasa ini tidak hanya melihat permasalahan yang muncul pada suatu saat tertentu, tetapi dikaitkan dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi. Setiap organisasi selalu memiliki satu atau beberapa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Tujuan dan sasaran ini menunjukkan ke arah mana kegiatan suatu organisasi akan diarahkan. Oleh karena itu, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasoi dapat pula dikatakan sebagai cetak biru (blueprint) bagi aktifitas dan pengembangan organisasi. Tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi ini menjadi tahapan pertama dari rangkaian proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat dipahami karena tidak semua tujuan atau sasaran yang ditetapkan itu dapat direalisasikan sepenuhnya atau hanya sebagian diantaranya tidak sesuai dengan target atau sasaran yang ditentukan. Kondisi ini menunjukkan bahwa apa yang diharapkan atau apa yang seharusnya dapat dicapai dengan apa yang sebenarnya dicapai. Kondisi yang demikian menuntut perhatian dari pengambil keputusan untuk melakukan pengenalan permasalahan yang ada. Tahap pengenalan persoalan merupakan langkah berikutnya dalam rangkaian proses pengambilan keputusan dalam organisasi. Tahap pengenalan masalah meliputi dua hal. Pertama, pengambil keputusan harus meneliti dan memahami serta menjaga agar situasi yang ada tetap berjalan seperti biasa, sehingga dapat dilihat adanya perbedaanperbedaan antara apa yang seharusnya dicapai dengan apa yang sesungguhnya telah dicapai. Kedua, pengambil keputusan kemudian melakukan evaluasi mengenai adanya perbedaan ini sehingga dapat ditentukan persoalan-persoalan manakan yang mengharuskan pengambil keputusan untuk memecahkannya dan mana yang dapat diabaikan.

Universitas Gadjah Mada

Terhadap

masalah

yang

mengharuskan

pengambil

keputusan

untuk

memecahkannya, atau dengan kata lain, persoalan itu merupakan persoalan yang serius, maka tahapan berikut dari rangkaian pengambilan keputusan mulai dimasuki. Tahapan berikutnya dimulai dengan melakukan pemikiran mengapa persoalan yang serius itu terjadi. Untuk dapat memperoleh bahanbahan yang cukup untuk dapat memikirkan hal tersebut, pembuat keputusan harus melakukan pengumpulan informasi. Pengumpulan informasi ini meliputi dua hal, yaitu informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dan informasi yang mengarah pada kemungkinan pemecahan masalah tersebut. Informasi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya catatan kegiatan, informasi dari wawancara, menyaring pendapat atau opini dan sebagainya.Tahap ini memerlukan bukan saja banyak waktu dan perhatian, tetapi juga kecerdikan dari pengambil keputusan. Informasi yang diperoleh masih perlu diseleksi, disaring dan diintegrasikan, sedangkan altenatif-alternatif pemecahan masalah perlu digali dan dikembangkan. Pada mulanya terdapat sejumlah banyak alternatif yang pada proses ini makin lama makin menyempit hanya pada alternatif-alternatif dalam jumlah yang sedikit. Sangat disadari bahwa dalam fase ini, sangat dibutuhkan pengalaman, kepintaran, kreatifitas dan kemampuan untuk mengintegrasikan suatu infomrsai yang kompleks. Pada tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi atau penilaian mengenai alternatif-alternatif yang ada dan kemudian melakukan pilihan atas alternatif tersebut. Dalam tahapan ini dilakukan penilaian atas alternatif-alternatif yang ada, diperbandingkan, dan akhirnya dipilih yang terbaik. Meskipun hal ini tidak mudah dilakukan, tetapi suatu keputusan harus dibuat. Tahap berikutnya adalah implementasi atau pelaksanaan dari keputusan yang dibuat serta evaluasi atau penilaian mengenai pelaksanaan keputusan itu. Tahap ini berupaya untuk memahami apakah perbedaan antara apa yang seharusnya dicapai dengan apa yang sesunguhnya dapat dicapai telah dapat dihilangkan dan memahai apakah permasalahan telah dapat diatasi. Jikalau hasil evaluasi ini menunjukkan apa yang menjadi permasalahan belum dapat dipecahkan maka langkah berikutnya dimulai lagi pada tahapan pengenalan masalah dan tahapan ini berulang kembali. Melalui rangkaian proses ini keputusan dapat diambil dan kemudian diimplementasikan dan dievaluasi kembali sehingga masalah yang ada dapat dihadapi dan dipecahkan secara lebih baik.

2.2. Beberapa Perpsektif Teori tentang Pengambilan Keputusan

Universitas Gadjah Mada

Pandangan mengenai proses pengambilan keputusan sebagaimana telah di uraikan di atas merupakan pandangan-pandangan yang lebih berorientasi pada tokoh yang mengajukan konseptualisasi mengenai proses tersebut. Jadi titik beratnya pada figur siapa dan bagaimana pendapat dari figur tadi secara individual. Dalam perkembangannya kemudian, berbagai pandangan mengenai proses pengambilan keputusan tidak lagi bersandar pada tokoh secara perseorangan tetapi lebih menggambarkan suatu cara pandang atau lebih berorentasi pada suatu perspektif tertentu, yang menunjukkan bagaimana orang melihat sesuatu atau dari sudut pandang mana seseorang melihat sesuatu. Berikut ini akan ditampilkan beberapa perspektif teori atau pendekatan yang berkembang disekitar proses pengambilan keputusan. 2.2.1. Teori Klasik tentang Pengambilan Keputusan Teori klasik tentang pengambilan keputusan ini pada dasarnya melihat pengambilan keputusan merupakan proses yang rasional, dengan jalan mana pembuat keputusan mencari dan memilih alternatif terbaik yang paling mungkin dan memberi manfaat maksimal dalam pencapaian tujuan dan sasaran. Menurut perspektif teori klasik mengenai pengambilan keputusan ini tahaptahap pengambilan keputusan terdiri dari serangkaian langkah:

(a). Kesadaran akan kemungkinan adanya masalah dan kesempatan Langkah awal dari proses pengambilan keputusan adalah adanya kesadaran bahwa sesuatu telah terjadi sehingga menuntut adanya keharusan untuk mengambil

keputusan.

Dalam

hal

ini

ada

dua

bentuk.

Salah

satu

kemungkinannya adalah pengambil keputusan merasakan adanya masalah, yaitu sesuatu yang mengganggu efektifitas oragnisasi sehingga dirakan perlunya ada suatu tindakan tertentu. Kemungkinan yang kedua yang menggerakkan proses pembuatan keputusan adalah terbukanya peluang atau kesempatan tertentu yang jika dipergunakan akan memberikan keuntungankeuntungan bagi organisasi. Ini semua menggambarkan adanya persepsi tentang adanya masalah dan kesempatan atau peluang yang kemudian menggerakkan

pembuat

keputusan

untuk

memulai

memasuki

proses

pengambilan keputusan, jadi bukannya masalah atau peluang itu sendiri secara aktual telah hadir. Meskipun demikian perlu disadari bahwa masalah dan kesempatan sebenranya terdapat disekitar pembuat keputusan, namun jarang

Universitas Gadjah Mada

yang dirasakan atau diperhatikan, sehingga tidak mampu menggerakkan proses pengambilan keputusan.

(b).

Penentuan tujuan dan sasaran Pada saat masalah atau kesempatan telah diidentifikasikan, para pengambil keputusan harus merumuskan dengan jelas apa tujuan dan sasaran yang akan dicapai dengan membuat keputusan itu.

(c). Mencari alternatif-alternatif Jika tujuan dan sasaran telah dirmuskan secara jelas, pengambil keputusan kemudian mencari berbagai alternatif-alternatif tindakan yang memungkinkan dapat dicapainya tujuan dan sasaran tersebut. Pada tahapan ini proses pengambilan keputusan menuntut penggunaan kemampuan berimajinasi dan berkreatifitas. ldealnya, pembuat keputusan harus dapat mencari sebanyak mungkin alternatif-alternatif dan mencoba memastikan bahwa alternatif-alternatif yang ada relatif berbeda antara satu dengan yang lain.

(d).

Mencari informasi Alternatif-alternatif yang telah dicariperlu dievaluasi secara sistematis. sebelum hal ini dilakukan, pembuat keputusan harus memiliki informasiinformasi mengenai tiap-tiap alternatif yang ada dan konsekuensikonsekuensi yang diakibatkannya. Dalam hal ini pengambil keputusan perlu untuk mencari kemungkinan bahwa setiap alternatif memiliki hasil tertentu dan mencoba memahami bahwa hasil dari alternatif itu memberikan dukungan bagi pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

(e).

Penilaian terhadap alternatif-alternatif Jika semua informasi dipertimbangkan memiliki berkaitan dengan alternatifalternatif yang ada telah terkumpul, pengambil keputusan dapat menggunakan informasi tersebut untuk melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif yang ada. Dalam tahap ini, pembuat keputusan mengembangkan dan menggunakan teknik-teknik yang dapat dipergunakan untuk mengolah informasi serta menggunakan hasilnya untuk menganalisa dan memperbandingkan kelebihan dan kekurangan setiap alternatif yang dipertimbangkan. Sebagai hasil dari

Universitas Gadjah Mada

proses evaluasi ini dapat berupa sejumlah alternatif terpilih serta susunan urutan atau ranking dari berbagai alternatif dari yang terbaik sampai dengan yang terburuk, termasuk kemampuan dari tiap alternatif itu untuk dapat menunjang pencapaian tujuan yang ditetapkan pembuat keputusan.

Universitas Gadjah Mada

(f). Memilih alternatif terbaik Tahapan memilih alternatif yang terbaik ini akan lebih mudah dilakukan jika penilaian terhadap alternatif-alternatif yang ditempuh sebelumnya dilakukan secara sitematis dan menyeluruh. Jika kondisinya demikian, pengambil kepurtusan akan mudah memilih alternatif yang dalam tahap penilaian sebelumnya merupakan alternatif terbaik dari alternatif-alternatif lainnya. Dengan demikian, keputusan telah diambil dengan memilih alternatif yang terbaik itu. Meskipun demikian, pada tahapan ini seringkali muncul masalah, yaitu jika ternyata terdapat lebih dari satu alternatif yang setelah dilakukan penilaian merupakan alternatif yang terbaik.

(g). Pelaksanaan atau implementasi keputusan Walaupun dapat dikatakan proses pengambilan keputusan telah berakhir ketika suatu alternatif tindakan telah dipilih, tetapi masih ada tahapan berikut yang harus mendapatkan perhatian yaitu pelaksanaan atau implementasi dari keputusan yang dibuat itu. Lebih jauh lagi, implementasi memiliki arti penting sebagai faktor

yang

mempengaruhi

pemilihan

alternatif

pada tahapan

berikutnya.

(h). Melakukan penilaian efektifitas keputusan Jika semua tahapan ini telah dilakukan maka pengambil keputusan harus melakukan penilaian mengenai efektifitas pelaksanaan keputusan. Jadi, rangkaian proses pengambilan keputusan tidaklah kemudian berhenti ketika keputusan itu dilaksanakan. Akan tetapi rangkaian itu masih berlanjut dimana pengambil keputusan melakukan evaluasi mengenai kemampuan alternatif yang diputuskan itu untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan. Jika ternyata alternatif yang diputusakan itu ternyata memenuhi harapan pembuat keputusan, maka proses itu dapat dikatakan telah selesai atau telah lengkap. Namun jika ternyata alternatif yang diputuskan itu ternyata belum dapat memecahkan masalah yang dihadapi dan belum sesuai dengan tujuan atau sasaran yang ditetapkan, maka pengambil keputusan mesti melakukan kembali rangkaian proses pengambilan keputusan sebagaimana

telah

dilakukan

sebelumnya,

dengan

mencari

kembali

kemungkinan alternatif baru yang diperkirakan dapat memenuhi harapannya untuk memecahkan masalah dan mendukung tercapainya tujuan.

Universitas Gadjah Mada

Secara skematis, model proses pengambilan keputusan yang diuraikan diatas dapat digambaran sebagai berikut:

Teori klasik mengenai pengambilan keputusan memiliki sejumlah asumsi sebagai berikut:

(a). Tujuan telah ditentukan sebelumnya Teori klasik mengenai pengambilan keputusan memiliki asumsi bahwa tujuan yang hendak dicapai dari proses pengambilan keputusan telah ditentukan sebelumnya dan cukup jelas. Teori klasik mengenai pengambilan keputusan ini dikritik tidak melihat bahwa tujuan tidak selalu jelas, kadang ketidak sepakatan mengenai suatu dapat saja muncul atau antara satu tujuan dengan tujuan lainnya saling bertentangan.

(b). Semua alternatif yang ada dipertimbangkan Mengikuti pandangan teori klasik tentang pengambilan keputusan, pengambil keputusan harus mencari dan melakukan penilaian semua alternatif yang mungkin untuk mengatasi masalah. Dalam pandangan yang demikian maka

Universitas Gadjah Mada

proses pengambilan keputusan merupakan proses yang mendalam, sehingga menjadi sangat melelahkan, tetapi tidakpenyelesaian masalah yang potensial tercakup di dalam proses yang mendalam dan melelahkan tersebut.

(c). Semua hasil sudah diperhitungan Teori klasik ini memiliki asumsi bahwa pembuat keputusan mengetahui dan memperhitungan semua hasil yang mungkin akan diperoleh berkaitan dengan berbagai alternatif yang dipertimbangkan dapat menyelesaian masalah.

(d). Informasi yang sempurna dapat diperoleh dengan bebas Teori klasik berasumsi bahwa pembuat keputusan dapat memiliki dan dapat memperoleh dengan mudah informasi yang sempurna, termasuk nilai dari setiap hasil yang dapat diperoleh dan kemungkinan bahwa tiap alternatif akan menghasilan hasil seperti yang ditetapkan.

(e). Pembuat keputusan adalah pihak yang rasional dalam memaksimalkan hasil. Penganut teori klasik mengenai pengambilan keputusan ini memandang pembuat keputusan itu rasional. Sebagai hasil dari rasionalitasnya itu, pembuat keputusan selalu memilih alternatif yang optimal. Hal ini berarti bahwa alternatif yang dipilih tersebut merupakan alternatif yang dapat memaksimalisasikan hasil dan pencapaian tujuan dari pembuat keputusan.

Teori klasik mengenai pengambilan keputusan ini pada kenyatannya merupakan perspektif teori yang cukup populer. Terdapat beberapa sebab mengapa teori klasik ini cukup populer. Pertama, teori ini secara intuitif sangat menarik. Teori ini menyodorkan suatu gambaran yang menarik tentang bagaimana orang akan membuat keputusan, sungguhpun sebebarnya tidak semudah dan tidak sesistimatis yang dibayangkan itu. Kedua, teori ini memberikan pedoman yang khusus untukpembuat

keputusan

mengenai

bagaimana

meningkatkan

kualitas

dari

keputusan yang dihasilkannya. Ketiga, ketika diformulasikan secara matematis, prinsip memaksimalisasikan dapat menghasilkan suatu bentuk perdiksi, seperti misalnya yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi mikro modern yang tetap mengandalkan validitas kebenaran teori klasik ini. Namun disisi yang lain, hampir semua asumsi yang dimiliki oleh teori klasik mengenai pengambilan keputusan ini memiliki kelemahan dan tidak valid. Teori ini dinilai memiliki kelemahan-kelemahan dalam asumsi dasarnya. Penilaian tentang

Universitas Gadjah Mada

beberapa kelemahan dan tidak validnya asumsi dasar teori klasik tentang pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

(a). Tujuan telah ditentukan sebelumnya Pada kenyatannya dalam semua situasi pengambilan keputusan, tujuan tidaklah dapat ditentukan sebelumnya. Bahkan, masalah utama dalam banyak proses pengambilan keputusan justru terletak pada penentuan suatu tujuan atau berbagai tujuan yang secara jelas akan capai. Jadi pada kenyataannya tujuan sangat jarang telah dapat ditentukan sebelumnya.

(b). Semua alternatif yang ada dipertimbangkan Asumsi teori klasik bahwa semua alternatif yang ada dipertimbangkan ini nampaknya terlalu berlebihan dan tidak realistis. Terlalu sukar bagi seseorang untuk dapat mempertimbangkan semua alternatif yang ada karena selain sebagai manusia tetaplah memiliki keterbatasan tertentu, juga bahwa alternatif itu belumlah secara nyata dihadapi tetapi baru merupakan suatu bentuk pemikiran.

(c). Semua hasil sudah diperhitungan Kelemahan asumsi ini berkaitan dengan ketidak mungkinan untuk mencari semua alternatif yang ada, sehingga akibatnya tidak semua hasil dapat diperhitungan. Tidak mungkin akan dapat dilakukan antisipasi dan peramalan mengani hasil yang bakal diperoleh jika ternyata tidak semua alternatif yang ada dapat dipertimbangkan.

(d). Informasi yang sempurna dapat diperoleh dengan bebas Kelemahan dari asumsi ini terletak dari kenyataan bahwa informasi titu tidaklah dapat diperoleh dengan bebas. Demikian juga sangat jarang dapat diperoleh informasi yang sempurna. Pencarian informasi dan penilaian informasi semuanya

memutuhkan

waktu,

energi

dan

sumber

daya

dalam

pelaksanaannya, sehingga pengambilan keputusan menjadi sangat mahal harganya. Akibatnya, pembuatan keputusan seringkali bersandar pada informasi yang tidak selalu sempurna dan terkadang kurang memadai.

(e). Pembuat keputusan adalah pihak yang rasional dalam memaksimalkan hasil Asumsi ini menggap pembuat keputusan memiliki kemampuan yang mengingat dan memasukkan semua informasi, kemudian mengolahnya sehingga menjadi alternatif yang optimal. Asumsi ini terlalu melebihlebihkan kemampuan manusia dan tidak realistik, sehingga manusia bukannya tidak mau mengambil keputusan sebagaimana dikemukakan oleh teori klasik ini, tetapi tidak mampu atau tidak

Universitas Gadjah Mada

dapat melakukannya. Dengan demikian, meskipun teori klasik mengenai pengambilan keputusan ini di satu sisi memiliki kelebihan tertentu, tetapi pada kenyataannya, terdapat pula kelemahan-kelemahan yang bersumber pada asumsi dasarnya. 2.2.2. Teori Perilaku tentang Pengambilan Keputusan Menyadari akan adanya kelemahan-kelemahan dari teori klasik tentang pengambilan keputusan maka kemudian berkembang pemikiran atau pendekatan lain mengenai pengambilan keputusan ini. Teori perilaku merupakan salah satu diantara pendekatan ini, terutama memusatkan perhatiannya pada penjelasan yang akurat tentang bagaimana individu membuat keputusan (baik keputusan pribadi maupun organisasi) dan memberikan pedoman yang realitis mengenai bagaimana pembuat keputusan harus menghadapi situasi-situasi pengambilan keputusan. Gagasan sentral dari teori perilaku tentang pengambilan keputusan ini terutama bersumber dari pemikiran Herbert Simon, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli lainnya yang tergolong dalam aliran behavioralis. Inti dari teori perilaku tentang pengambilan keputusan ini dimulai dengan melihat kelemahan teori klasik tentang pengambilan keputusan. Menurut teori klasik tentang pengambilan keputusan, pembuat keputusan adalah pihak yang dapat berfikir secara rasional dalam pembuatan keputusan. Pembuat keputusan dipandang mampu mencari semua kemungkinan alternatif yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah, mampu melakukan analisis mengenai semua hasil yang akan diperoleh dari semua alternatif yang ada, dan dapat menjatuhkan pilihan pada alternatif yang dapat memaksimalisasikan pencapaian tujuan. Sebagaimana telah ditunjukkan di atas, pada kenyatannya masalah terbesar yang dimiliki oleh teori klasik tentang pengambilan keputusan yang rasional terletak pada asumsinya bahwa pengambil keputusan adalah pihak yang memiliki kemampuan mental untuk melakukan analisis dan penilaian secara cepat melebihi yang dilakukan oleh setiap orang awam. Di sisi yang lain, dalam menghadapi masalah-masalah yang kompleks, meski tersedia teknikteknik untuk memecahkan masalah yang kompleks, pada kenyatannya penerapan teori klasik tentang pengambilan keputusan ini tidak mudah dilakukan. Ini merupakan kenyataan akan kelemahan dari teori klasik tentang pengambilan keputusan yang rsional.

Universitas Gadjah Mada

Menanggapi kenyataan bahwa pada dasarnya sebagian besar persoalan yang dihadapi merupakan persoalan yang kompleks dan ketidakmampuan atau ketidak mungkinan untuk menerapkan teori klasik tentang pengambilan keputusan memberikan pemecahan mengenai masalah tersebut, pars penganut teori perilaku tentang pengambilan keputusan, terutama Herbert Simon, mengemukakan prinsip rasionalitas terbatas. Menurut prinsip ini, kemampuan daya pikir manusia untuk memformulasikan dan memecahkan masalah-masalah yang kompleks sangat kecil atau sangat terbatas dibandingkan dengan besarnya masalah-masalah tersebut, dimana pemecahan itu dibutuhkan sebagai suatu tindakan rasional yang obyektif dalam kehidupan ini. Prinsip pembatasan rasionalitas memiliki beberapa implikasi sebagai berikut:

(a) Pengambilan keputusan akan selalu didasarkan pada suatu kondisi dimana pengetahuan akan ketepatan dan kebenaran mengenai situasi pengambilan keputusan yang dihadapi tidak lengkap dan pada tingkat tertentu tidak tercukupi.

(b) Pembuat keputusan tak akan pernah berhasil dalam mencari semua alternatif yang

mungkin

dapat

dipergunakan

untuk

mengatasi

masalah

untuk

dipertimbangkan.

(c) Alternatif-alternatif selalu dinilai secara tidak lengkap, sehingga sangat tidak mungkin untuk dapat meramalkan dan memperkirakan secara akurat semua hasil yang akan diperoleh dari alternatif-alternatif yang ada.

(d) Inti dari pengambilan keputusan, yaitu melakukan pilihan terhadap alternatifalternatif harus didasarkan pada beberapa kriteria atau ukuran, bukanlah sekedar pada ukuran atau kriteria maksimalisasi atau optimalisasi hasil, karena sangat tidak mungkin untuk menentukan alternatif mana yang paling memberikan hasil yang paling optimal. Validitas dari prinsip rasionalitas terbatas lebih lanjut diperkuat oleh kenyataan bahwajika teori kalsik itu valid dan jika tidak terdapat keterbatasan kemampuan rasionalitas manusia, maka tidak akan pernah berkembang teoriteori organisasi dan perilaku dalam organisasi. Hal ini disebabkan karena jika setiap orang dalam setiap organisasi perupakan pihak yang rasional secara sempurna, maka setiap individu dan setiap organisasi selalu akan dapat membuat keputusan yang terbaik. Sebagai akibatnya, masalah pengorganisasian secara efektif tidak akan pernah ditemui. Akan tetapi pada kenyatannya, karena individu memiliki kemampuan yang terbatas untuk membuat kesepakatan tentang tujuan-tujuan yang hendak dicapai, memiliki kemampuan yang terbatas untuk melakukan komunikasi, memiliki

Universitas Gadjah Mada

kemampuan yang terbatas untuk bekerja sama, terbatas untuk menganalisa situasisituasi dan juga memiliki keterbatasan untuk membuat keputusan, maka masalah pengorganisasian muncul sebagai masalah. Prinsip lain yang berkaitan erat dengan rasionalitas terbatas adalah prinsip "satisficing". Prinsip ini didasari oleh kenyataan bahwa jika orang tidaklah rsional secara sempurna dan tidak mampu membuat keputusan yang berdasarkan pada optimalisasi

atau

maksimalisasi

sebagaimana

dikemukakan

di

atas,

lalu

bagaimanakah orang dapat menentukan alternatif yang akan dipilih ketika berhadapan dengan suatu persoalan?. Untuk memahami bagaimana orang menyederhanakan situasi pengambilan keputusan yang rumit untuk menentukan pilihannya, Herbert Simon mengajukan prinsip "satisficing" ini. Prinsip ini secara umum dapat diartikan sebagai prinsip terpenuhi, karena dasarnya adalah pembuat keputusan tidak mendasarkan pada kriteria atau ukutan maksimalisasi atau optimalisasi, tetapi yang terpenting adalah dipilihnya alternatif yang "cukup baik yang dapat diterima". Ini berarti, jika prinsip maksimalisasi mengarahkan pembuat keputusan pada upaya mencari dan menilai alternatif-alternatif terus menerus sampai ditemukannya alternatif yang terbaik, prinsip "satisficing" mengarahkan pembuat keputusan pada upaya mencari dan menilai alternatif-alternatif terus menerus sampai ditemukannya alternatif yang "cukup baik untuk dapat diterima dan diterapkan" dalam pengambilan keputusan itu. Jadi prinsipnya bukan optimalisasi arau maksimalisasi, tetapi memilih yang "cukup baik untuk dapat diterima". Prinsip "satisficing" ini memiliki beberapa keuntungan antara lain:

(a) prinsip ini memberikan kriteria yang mudah untuk diterapkan karena tidak mengarahkan pembuat keputusan untuk mencari alternatif potensial yang jumlahnya sangat banyak.

(b) prinsip ini memberikan kriteria yang nyata dan realitis dari sudut pandang kenyataan rasionalitas yang terbatas dan keterbatasan kemampuan mental manusia.

(c) prinsip ini memberikan gambaran yang cukup valid mengenai bagaimana orang membuat suatu keputusan. Prinsip ini lebih baik dari segi waktu, tenaga dan biaya, karena proses pengambilan keputusan tetap dapat dilakukan dengan menekan waktu, tenaga dan biaya yang besar, dan proses itu akan berhenti ketika suatu pemecahan yang cukup baik untuk diterima telah dapat diidentifikasikan.

Universitas Gadjah Mada

Menghadapi kenyataan bahwa rasonalitas manusia itu terbatas dan ketidakmungkinan untuk membuat keputusan yang optimal sebagaimana dikemukakan oleh teori klasik, maka persoalan berikutnya adalam apa yang dilakukan oleh pengambil keputusan untuk memastikan bahwa pengambil keputusan itu telah membuat keputusan terbaik ditengah-tengah ketidak leluasaannya dalam siatuasi pengambilan keputusan tersebut?. Menghadapi masalah ini, Herbert Simon mengajukan konsep rasionalitas prosedural. Menurut pandangan Simon, ketika para pembuat keputusan tidak pernah dapat memastikan bahwa keputusan yang dibuatnya merupakan keputusan rasional yang optimal terbaik, para pengambil keputusan kemudian mengalihkan perhatiannya pada usaha untuk menyusun metode-metode atau prosedurprosedur untuk membuat keputusan, yang dibutuhkan untuk mendapatkan keputusan terbaik yang paling mungkin dalam keterbatasan kemampuan dan wawasan yang dimiliki manusia. Prosedur-prosedur

rasional

itu

dikembangkan

dengan

menempatkan

kekuatan dari manusia sebagai pihak yang mampu memecahkan permasalahan dan pembuat keputusan. Prosedur yang demikian tidak didasari oleh pada suatu kemampuan manusia untuk mencari, memproses dan menganalisis sangat banyak informasi, tetapi pada kemampuan untuk menggunakan wawasan dan pengalaman manusia dalam melakukan identifikasi suatu jumlah kecil alternatif-alternatif yang diperoleh sebagai hasil dari pencarian dan analisis yang telah dilakukan. Ini menunjukkan bahwa komponen yang terpenting dalam pembuatan keputusan bukanlah informasi, tetapi Iebih pada perhatian dan kesiapan dari para pembuat keputusan. Konsep

rasionalitas

prosedural

memiliki

implikasi

bahwa

organisasi

membutuhkan pengembangan prosedur-prosedur rasional untuk mengatasi persoalan dan mengambil keputusan penyelsaian masalah tersebut. Prosedur yang demikian dikembangkan dengan titik pusatnya pada perhatian para pembuat keputusan mengenai aspek-aspek kunci dari permasalahan dan memungkinkan para pengambil keputusan itu untuk menggunakan wawasan, kreatifitas dan pengalamannya dalam mencari sejumlah penyelesaian masalah yang mungkin dapat dikembangkannya. Informasi hanyalah dibutuhkan untuk melakukan analisis terhadap sejumlah kecil alternatif penyelesaian masalah yang potensial saja, bukan sesuatu yang sejak awal dibutuhaknm sangat banyak oleh para pengambil keputusan.

Universitas Gadjah Mada