BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia mempunyai potensi sangat besar dibidang kelautan. Salah satu potensi di bidang kelautan tersebut adalah terumbu karang. Indonesia kurang lebih memiliki garis pantai sepanjang 80.791 km dan luas laut sekitar 3,1 juta. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia. Terdapat 3.545 tipe dan 75 famili terumbu karang di Indonesia. Selain itu kondisi iklim tropis dengan perairan yang subur di wilayah perairan Indonesia salah satu faktor yang mendukung tingginya potensi terumbu karang. Diperkirakan terdapat lebih dari 80 genera dan 450 spesies terumbu karang di wilayah Indonesia (Muller,1999). Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting di perairan laut. Terumbu karang mempunyai banyak fungsi baik dari segi ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan laut yang sangat menggantungkan hidupnya pada keberadaan terumbu karang ini. Berbagai jenis ikan dan hewan laut tumbuh dan berkembangbiak dengan bantuan dan ketergantungan dari terumbu karang. Tumbuhan laut juga banyak tumbuh di terumbu karang yang digunakan sebagai tempat hidupnya. Secara ekonomis, karang memiliki banyak pengaruh bagi produktivitas penangkapan ikan. Studi perikanan dan kelautan menunjukkan bahwa terumbu karang berperan penting menjaga ketersediaan ikan-ikan laut terutama ikan pelagis. Terumbu karang terutama distribusinya di laut tidak lepas hubungannya dengan kondisi dari laut tersebut. Sifat kelautan yang mempengaruhi distribusi terumbu karang ini meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi. Sifat kelautan ini dikaji lebih dalam melalui oseanografi. Oseanografi merupakan ilmu tentang laut (sea) dan lautan (ocean), termasuk pesisirnya (coast), fenomena dan proses yang terjadi di dalamya, sifat-sifat dan dinamikanya, beserta kehidupan yang ada di dalamnya . 1
Di dalam oseanografi dipelajari hal hal penting mengenai aspek-aspek kelautan dan bagaimana hubungannya dengan ekosistem yang ada di dalamnya. Aspek kelautan ini yaitu tentang proses terjadinya lautan, topografi, sedimentasi dasar laut, kondisi air laut dan berbagai fenomena yang ada, biologi dan biota laut. Geografi sendiri yang merupakan suatu ilmu yang mempelajari suatu fenomena berdasarkan konsep keruangan tentunya sangat berhubungan dengan Oseanografi. Oseanografi sendiri juga merupakan suatu ilmu yang terdiri atas berbagai sumbangsih ilmu-ilmu dasar dan salah satunya adalah ilmu geografi. Pendekatan pendekatan di dalam geografi sangat tepat dan cocok untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di laut. Studi Geografi mempunyai perhatian terhadap permasalahan ini karena bagaimana pun studi geografi terlibat langsung di dalam pengamanan dan pemeliharaan sumberdaya dan lingkungan hidup (Bintarto dan Surastopo, 1979). Kepulauan Seribu merupakan kepulauan yang terdiri atas mata rantai 105 pulau yang terbentang dari utara sampai ke selatan menuju Provinsi DKI Jakarta. Kondisi Kepulauan Seribu yang memungkinkan untuk tumbuhnya terumbu karang menyebabkan distribusi terumbu karang di wilayah ini sangat besar. Kondisi perairan yang jernih dan jauh dari sedimentasi menyebabkan dapat tumbuhnya terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu. Pengaruh iklim tropis Indonesia yang menyebabkan suhu yang baik untuk terumbu karang dan arus yang cukup intensif yang menyebabkan perairan yang kaya nutrisi turut mendukung tumbuhnya terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu. Di beberapa tempat seperti di Pulau Karang, Pulau Beras, Pulau Air, Pulau Panggang, Pulau Pramuka dan Pulau Pari mempunyai tutupan terumbu karang yang besar. Namun seiring dengan berkembangnya pertumbuhan kota Jakarta turut juga mempengaruhi kondisi terumbu karang yang ada di Kepulauan Seribu. Makin lama, kondisi terumbu karang makin memprihatinkan terutama untuk pulau-pulau yang sangat dekat dengan Jakarta (Teluk Jakarta). Berdasarkan intrepretasi citra Landsat luasan terumbu karang di kawasan Kepulauan Seribu sebanyak 4.561,10 ha. Namun sekitar 60% terumbu karang mengalami rusak parah (PSSDAL BAKOSURTANAL, 2004). Kerusakan terumbu karang ini
2
disebabkan oleh dua faktor yaitu aktivitas secara langsung seperti penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan alat tangkap ikan yang merusak, penjarahan terumbu karang, cara snorkling dan diving yang tidak benar (menginjak dan menyentuh terumbu karang) dan jangkar kapal. Sedangkan aktivitas tidak langsung seperti sedimentasi, dan perubahan kondisi kelautan akibat aktivitas manusia juga menyebabkan terumbu karang berkurang dan rusak. Pulau Pari merupkan salah satu pulau tujuan wisata di Kepulauan Seribu. Perairan Pulau Pari mempunyai sebaran material perairan yang beragam. Perairan Pulau Pari masih dapat dikatakan baik dan jernih (Setyawan,Yusri, dan Timotius, 2007). Oleh karena itu terumbu karang di Pulau Pari distribusinya cukup luas. Bentuk pulau yang unik seperti ikan pari dan pantainya yang dikenal indah menyebabkan tingginya kunjungan wisatawan ke Pulau Pari. Aktivitas wisata ini memacu pembangunan fasilitas dan prasarana di Pulau Pari sehingga dijumpai pembangunan pelabuhan yang merusak karang, tingginya sedimentasi dan pembuangan limbah terhadap perairan laut di sekitar Pulau Pari. Aktifitas ini secara tidak langsung menyebabkan terganggunya pertumbuhan terumbu karang di perairan Pulau Pari. Penurunan daya lingkungan perairan Pulau Pari sebenarnya telah disadari oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu maupun pemerintah Provinsi sehingga di pulau ini telah di bangun UPT PPO LIPI sebagai laboratorium alam yang berfungsi sebagai sarana penelitian dan pelestarian serta penyediaan data untuk mengenai perairan Pulau Pari. Pengaruh tidak langsung yang menyebabkan rusaknya terumbu karang ini berkaitan dengan kondisi tempat tumbuh dan hidupnya terumbu karang yaitu kondisi perairan itu sendiri. Perubahan yang terjadi di perairan tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang tersebut. Kondisi perairan ini tentunya merupakan aspek-aspek yang termasuk dalam kajian oseanografi. Oleh karena itu, terdapat suatu hubungan antara aspek- aspek oseanografi terhadap perkembangan terumbu karang di suatu wilayah perairan Kepulauan Seribu.
3
1.2. Perumusan Masalah Terumbu karang berperan sangat penting dalam ekosistem laut. Terumbu karang yang berperan sebagai habitat bagi ikan-ikan pelagis dan hewan maupun tumbuhan laut lainnya harus terus ada dan tetap dijaga kelestariannya sehingga tidak mengganggu ekosistem yang ada di laut. Namun semakin hari keberadaan terumbu karang semakin tertekan. Distribusi dan tutupan terumbu karang semakin hari semakin menyempit. Wilayah Kepulauan Seribu mempunyai potensi terumbu karang yang sangat besar mulai terancam akibat pengaruh aktivitas langsung maupun tidak langsung. Akibat tidak langsung yang berasal dari kegiatan manusia terutama dari Kota Jakarta menyebabkan perubahan terhadap kondisi laut yang ada di Teluk Jakarta sampai ke Kepulauan Seribu. Perubahan ini menyebabkan distribusi dan tutupan terumbu karang di Kepulauan Seribu juga turut mengalami perubahan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada di wilayah kajian sebagai berikut: 1. bagaimanakah kondisi karakteristik oseanografi yaitu kecerahan, suhu, salinitas dan arus di wilayah Pulau Pari Kepulauan seribu pada tahun 2013? 2. bagaimanakah distribusi terumbu karang di wilayah Pulau Pari Kepulauan Seribu pada tahun 2013? 3. bagaimanakah pengaruh kondisi karakteristik oseanografi terhadap pertumbuhan terumbu karang di Pulau Pari Kepulauan Seribu pada tahun 2013?
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis ingin mengadakan suatu penelitian dengan judul : Karakteristik Oseanografis dan Pengaruhnya Terhadap Distribusai Tutupan Terumbu Karang di Wilayah Pulau Pari Kabupaten Kepulauan Seribu.
4
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. mengetahui karakteristik oseanografi di Gugusan Pulau Pari, Kep.Seribu; 2. mengetahui distribusi terumbu karang dan bentuk pertumbuhan terumbu karang yang dicerminkan dengan persentase tutupan terumbu karang; 3. menganalisis hubungan karakteristik oseanografis terhadap distribusi dan bentuk pertumbuhan karang. 1.4. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah: 1. Parameter oseanografis untuk mengetahui kondisi oseanografi; 2. Terumbu karang untuk mengetahui distribusi, tutupan dan bentuk pertumbuhan terumbu karang; 1.5. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. memberikan tambahan sumbangan penelitian bagi studi geografi untuk lebih banyak menerapkan konsep dan metode penelitian geografi pada wilayah pesisir dan lautan; 2. sebagai bahan masukan atau informasi yang berguna bagi pemerintah setempat khususnya pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu untuk bahan evaluasi tahunan mengenai distribusi kelautan khususnya terumbu karang dan menentukan arahan kebijakan tentang penanganan dan peruntukan kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
5
1.6. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.6.1. Oseanografi Secara sederhana oseanografi didefiniskan sebagai ilmu yang mempelajari lautan. Namun secara lebih kompleks dan luas, oseanografi tidak berarti terbatas untuk mempelajari mengenai lautan. Ada banyak proses yang terjadi di lautan dan ada banyak keterkaitan serta hubungan antara lautan dengan fenomena lainnya. Oseanografi berasal dari kata Osean yang berarti lautan/samudera dan grafi yang berarti gambaran/sketsa.
Dalam bahasan latin Oceanus, dan bahasa Yunani
Okeanus. Osean atau lautan/samudra adalah subdivisi dari massa air yang luas terletak di antara kontinen-kontinen. Bagian kecil dari osean adalah sea dan dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut (Heryoso Setiyono, 1992). Oseanografi adalah ilmu tentang laut (sea) dan lautan (ocean), fenomena dan proses yang terjadi di dalamnya, sifat-sifat dan dinamikanya, beserta kehidupan yang ada di dalamnya. Ilmu oseanografi merupakan perpaduan dari berbagai macam ilmu dasar yang lain. Ilmu-ilmu itu adalah geografi, fisika, kimia, ilmu hayati atau biology, dan ilmu iklim atau meteorology. Namun secara umum ilmu oseanografi dibagi menjadi 4 yaitu: a. oseanografi fisika yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat-sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara lautan dengan atmosfer dan daratan; b. oseanografi geologi yaitu ilmu yang mempelajari asal lautan yang telah berubah lebih dari berjuta tahun yang lalu termasuk di dalamnya penelitian mengenai lapisan kerak bumi, gunung berapi dan terjadinya gempa bumi; c. oseanografi kimia yaitu ilmu yang berhubungan dengan reaksi reaksi kimia yang terjadi di dalam dan di dasar laut dan juga menganalisa sifat sifat dari air laut itu sendiri;
6
d. oseanografi biologi yaitu cabang ilmu oseanografi yang sering dinamakan biologi laut yang mempelajari organisme-organisme yang hidup di lautan termasuk hewan-hewan berukuran kecil (plankton) dan hewan-hewan berukuran besar dan tumbuh-tumbuhan di air (Sahala Hutabarat dan Stewart M.Evans, 1984). Oseanografi merupakan ilmu yang sangat cocok digunakan untuk mempelajari segala fenomena yang terjadi di lautan. Namun beberapa pendekatan dan metode tentunya disesuaikan dengan fenomena yang terjadi. Penelitian mengenai terumbu karang tentunya sangat erat kaitannya dengan oseanografi. Penelitian mengenai terumbu karang akan berkaitan dengan kehidupan organisme itu di laut serta faktor lingkungan laut yang mendukung kehidupan organisme tersebut. Lingkungan laut selalu berubah ubah dan bersifat dinamik. Perubahan faktor lingkungan akan memberikan dampak terhadap kehidupan lain baik itu positif maupun negatif. Kehidupan makhluk hidup laut juga akan berubah seiring dengan terus berubahnya lingkungan laut. Beberapa faktor lingkungan laut yang mempengaruhi kehidupan laut adalah gerakan air, suhu, salinitas, dan cahaya. Faktor lingkungan laut ini juga sering disebut paramater fisika oseanografi (Tomascik ,1993). 1.6.2. Terumbu karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan laut dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 220C) memiliki kadar Calsium Carbonat (CaCO3) tinggi, dan komunitasnya di dominasi oleh berbagai jenis hewan karang keras (Guilcher, 1988 dalam Asriningrum, 2010). Terumbu karang ialah ekosistem marin yang unik, kompleks dan tinggi produktifitasnya. Terumbu karang adalah ekosistem di laut tropis yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis – jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar .
7
Terumbu karang terbentuk atas asosiasi dari hewan karang dan alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kapur. Karang pembentuk terumbu (karang hermatifik) yang hidup secara berkoloni bersimbiosis dengan zooxanthella (Kasjian Romimoharto dan Sri Juwana, 2009). Tiap individu karang (polip) menempati suatu ruang kecil yang dinamakan koralit. Polip tersusun atas kulit luar (epidermis) dan kulit dalam (gastrodermis) (Suharsono,2008). Zooxanthella merupakan alga bersel satu yang terdapat dalam endoderma (jaringan sel karang hermatifik). Simbiosis antara alga zooxanthella dengan polip merupakan simbiosis mutualisme. Karang menyediakan tempat bagi zooxanthella untuk hidup dan membantu proses fotosintesis sementara zooxanthella menyediakan nutrisi yang disekresikan langsung ke dalam usus polip sebagai hasil dari fotosintesis. Selain itu zooxanthella memberikan pigmen warna pada polip sehingga karang tampak berwarna-warni dan indah (Rokhim Danuri, 2003). Zooxanthella mengambil CO2 untuk fotosintesis dan ini mengakibatkan pengendapan CaCO3. Mula-mula kristal kapur terbentuk pada suatu matrik kitin lepas-lepas yang dikeluarkan oleh sel-sel ektoderma. Kristal-kristal ini kemudian memekat menjadi kerangka yang terdiri atas kristal-kristal kapur memekat padat di lapisan-lapisan bawah. Endapan kapur inilah yang kemudian menjadi bangunan terumbu karang yang dapat kita lihat. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif secara bioligis namun juga ekosistem yang paling sensitif terhadap tekanan. Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan terhadap gangguan akibat kegiatan manusia, dan pemulihannya memerlukan waktu yang lama (Rokhmin Dahuri, 2003). Berbagai pendapat menyatakan hal yang sebaliknya, bahwa ekosistem terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dinamis, tidak mapan, dan mampu memperbaiki dirinya sendiri dari gangguan alami. Kasus yang terjadi di Pulau Banda, Maluku, menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang mampu memperbaiki dirinya dalam kurun waktu yang relatif cepat jika parameter-parameter lingkungan
8
utama bagi pertumbuhan sangat mendukung, misalnya tingkat kecerahan yang tinggi dan tidak banyak run off polutan dan sedimen dari daratan. 1.6.3 Tipe-tipe terumbu karang Berdasarkan geomorfologi dan proses terbentuknya, karang terbagi menjadi 4 tipe (Tomascik et al,1997). Keempat tipe tersebut diuraikan berikut ini. a. Karang tepi (fringing reefs) adalah tipe yang paling umum dijumpai, merupakan terumbu yang tumbuh mengelilingi pulau, jarak dari pantai bervariasi dari 3-300 meter dengan kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat pada area sirkulasi arus yang cukup sehingga memungkinkan sedikitnya endapan/sedimentasi dari darat. b. Karang penghalang (barier reefs) adalah terumbu yang terletak sejajar pantai namun jauh dari pantai dan dipisahkan oleh laut. Lebar laut pemisah tersebut dapat mencapai enam kilometer dan kedalamannya puluhan meter. Karang penghalang dapat berfungsi sebagai pemecah ombak alami. c. Karang cincin (atoll) adalah terumbu karang yang melingkar atau oval mengelilingi goba. Pada terumbu tersebut terdapat satu atau dua pulau kecil. Karang cincin terbentuk dari tenggelamnya pulau vulkanik yang dikelilingi oleh karang tepi. d. Patch Reefs merupakan karang yang berbentuk lingkaran, tidak terlalu besar yang muncul di goba atau belakang karang penghalang. Terumbu karang ini tumbuh dari dasar laut sampai ke permukaan dalam kurun waktu yang lama. Patch reefs biasanya akan membantu membentuk pulaupulau datar kecil seperti pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan Kepulauan Karimun Jawa. Tipe karang berdasarkan geomorfologi dan proses terbentuknya dapat dilihat pada Gambar 1.1.
9
Gambar 1.1 Tipe karang berdasarkan geomorfologi dan proses terbentuknya (Sumber : http://tubbatahareef.org/wp./formation, di download pada tanggal 13 Desember 2013)
1.6.4 Bentuk pertumbuhan karang Karang mempunyai variasi bentuk pertumbuhan koloni. Bentuk pertumbuhan koloni ini erat kaitannya dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai bentuk pertumbuhan karang sangan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), sedimentasi, subareal exposure, dan faktor genetik karang itu sendiri (Chappel, 1980). Oleh karena itu, karang dalam membentuk terumbu sangat khas dan biasanya membentuk koloni yang serupa pada kondisi lingkungan perairan yang sama. Untuk jenis karang yang menghasilkan terumbu, akan memproduksi suatu rangka kapur keras (calcareous) seperti batu yang disebut karang batu (hard coral) yang akan berkoloni dan membentuk sistem pulau atau pantai terumbu (Dahl, 1978). Menurut English et al (1994) berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang acroporan dan non-acropora. Perbedaannya adalah struktur skeletonnya. Golongan Acropora memiliki struktur rangka atau skeleton axial koralit atau radial koralit,
sementara golongan non-
acropora hanya memiliki radial koralit. Namun sulit membedakan dengan pengamatan langsung dalam membedakan golongan acropora dan nonacropora. Penggolongan yang lebih sederhana yaitu berdasarkan Dahl (1978)
10
karang batu terbagi atas beberapa tipe koloni. Tipe koloni inilah yang kemudian banyak digunakan sebagai acuan untuk melihat penutupan karang di suatu wilayah. Tipe koloni tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Tipe koloni karang berdasarkan bentuk pertumbuhannya No Gambar Koloni Karang 1
Ciri-Ciri Karang bentuk Cabang (Branching coral) Dengan cabang dan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan diameter yang dimilikinya. Cabang lebih lembut dan permukaan tidak rata. Bentukan cabang seperi ranting pohon yang bercabangcabang kecil. Banyak terdapat pada atas lereng terutama daerah yang terlindungi atau setengah terbuka. Memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
2.
Karang Bentuk padat (Massive coral) Bentuk bulat seperti bola atau buah semangka. Permukaannya tampak halus dan tampak kokoh dan padat dengan ukuran bervariasi. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas.
3.
Karang Bentuk Kerak (Encrusting coral) Tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
11
4.
Karang Bentuk Meja (Tabulate Coral). Bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
5.
Karang Bentuk Daun (Foliose Coral) Merupakan lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
6.
Karang Bentuk Jamur (Mushroom Coral) Berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
(Sumber : English et al, 1994 dalam Terangi, 2007)
1.6.5. Biologi hewan karang Hewan karang sebagai makhluk hidup memiliki beberapa daur biologi penting. Daur biologi ini sangat penting yang berhubungan dengan pertumbuhan karang dan kehidupannya. Daur biologi yang terganggu dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan karang. Daur biologi yang terganggu biasanya mengindikasikan lingkungan kehidupannya yang kurang mendukung.
12
a. Cara Makan Hewan karang atau polip karang mempunyai semacam tentakel pada tubuhnya. Tentakel ini dilapisi kapsul-kapsul duri yang berguna menyaring, dan menyengat plankton yang ada dalam air. Namun kebiasaan menangkap plankton ini hanya terjadi pada malam hari atau pada saat fotosintesis tidak terjadi. Apabila terjadi fotosintesis, zooxanthellae akan membagi sisa hasil fotosintesis kepada hewan karang sehingga hewan karang tidak perlu mencari makanannya sendiri. Selain tentakel, hewan karang mempunyai silia atau semacam cambuk sebagai alat gerak sekaligus berguna untuk membersihkan diri dari sedimen yang menempel pada polip-pilip karang. b. Perkembangbiakan dan memperbesar koloni Menurut Nyabakken (1988) ada beberapa cara bagi karang untuk berkembangbiak. Cara yang pertama adalah dengan cara aseksual dan kedua adalah dengan seksual. Cara aseksual merupakan cara yang bertujuan untuk memperbesar koloni namun tidak untuk membentuk koloni baru. Cara perkembangbiakan aseksual karang terdiri dari bertunas dan membelah diri. Karang yang bertunas akan membentuk koloni baru dalam satu induk. Sedangkan bertunas nantinya akan membentuk koloni dan melepaskan diri. Cara perkembangbiakan seksual pada hewan karang adalah dengan menghasilkan sel telur dan sel sperma. Ada dua tipe kelamin pada hewan karang yaitu tipe Gonokoris dan Hermafrodit. Tipe Gonokoris adalah sat karang akan menghasilkan sperma atau telur. Hewan karang akan melepaskan sel sperma di dalam air dan kemudian sel sprema akan masuk ke dalam ruang gastrovaskuler dari induk betina. Sedangkan untuk tipe hermafrodit juga terjadi hal yang sama namun pada satu induk saja. Telur yang dibuahi akan berkembang mencapai stadium larva planula yang kemudian berenang bebas. Larva planula inilah yang kemudian
13
menyebabkan penyebaran dan pembentukan koloni karang yang baru . Larva planula yang bertahan dan berenang jauh ke perairan berbeda, maka larva ini kemudian yang akan menjadi cikal bakal pembentukan koloni karang di wilayah itu. Prinsip ini juga yang mendasari rehabilitasi karang dengan cara transplantasi karang. Larva planula yang berenang kemudian akan menempel pada substrat keras di dasar laut. Oleh karena itu substrat dasar laut memegang peranan penting dalam perkembangabiakan dan pembentukan koloni karang pada suatu tempat. Larva planula akan menempel pada substrat dalam kurun waktu 18-72 jam. Kemudian larva akan bermetamorfosis menjadi polip. Fase ini membutuhkan waktu hingga 3-4 minggu. Polip karang merupakan bentuk inidividu baru yang sudah stabil. Polip karang kemudian akan ditempeli atau disinggahi oleh zooxanthellae dan hasil simbiosis di antara keduanya akan menghasilkan kalsium dan membentuk terumbu. Proses ini disebut sebagai kalsifikasi. Berdasarkan perkembangbiakan dari karang, maka karang muda sangat bergantung kepada substrat yang dihinggapinya. Substrat yang keras, stabil, dan berbentuk vertikal, serta berada di laut dangkal merupakan substrat yang paling baik dalam perkembangan karang muda. Sementara itu pada proses seksual, faktor sedimentasi, dan pencemaran sangat mempengaruhi tingkat kematangan sel kelamin. Sedimentasi dapat menyebabkan tertutupnya ruang gartrovaskular dari sel induk. Pencemaran seperti minyak dan pestisida juga mempengaruhi tingkat kematangan dari sel sperma yang dihasilkan.
1.6.6. Parameter fisika oseanografi untuk pertumbuhan karang Walaupun mampu membentuk terumbu yang keras seperti batu, tapi hewan karang memiliki batasan faktor fisik yang relatif sempit. Distribusi dan pertumbuhan ekosistem terumbu karang terangtung dari faktor faktor fisik
14
dan kimia perairan (Nyabakken, 1992). Faktor tersebut adalah sebagai berikut ini. a. Kecerahan Cahaya Matahari merupakan saah satu parameter utama yang berpengaruh dalam pembentukan terumbu karang. Penetrasi cahaya matahari merangsang terjadinya proses fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu kemampuan karang untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula. Kebanyakan terumbu karang dapat berkembang dengan baik pada kedalaman 25 meter atau kurang. Pertumbuhan karang sangat berkurang saat tingkat laju produksi primer sama dengan respirasinya (zona kompensasi) yaitu kedalaman dimana kondisi intensitas cahaya berkurang sekitar 15%-20% dari intensitas cahaya di lapisan permukaan air.
b. Temperatur Pada umumnya terumbu karang tumbuh secara optimal pada kisaran suhu perairan laut rata-rata tahunan antara 25-290C (Wells, 1954 dalam Supriharyono, 2000). Kinsman (1964), dalam Supriharyono, (2000) menyatakan bahwa batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara 16 – 17 0C dan sekitar 360C. Namun suhu di luar kisaran tersebut masih bisa ditolerir oleh spesies tertentu dari jenis karang hermatifik untuk dapat berkembang dengan baik. Karang hermatifik dapat bertahan pada suhu dibawah 200C selama beberapa waktu. Dan dapat mentolerir suhu sampai 360 C dalam waktu yang singkat. Kisaran suhu yang relatif sempit ini (stenotermal), menyebabkan penyebaran karang hanya pada daerah tropik. c. Salinitas Banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik disekitar wilayah
15
pesisir pada salinitas 30-36 ppt. Karang merupakan organisme lautan sejati yang tidak dapat bertahan pada salinitas yang jelas menyimpang dari salinitas air laut normal yaitu 32‰– 35‰. Namun demikian ada juga terumbu karang yang mampu berkembang di kawasan perairan dengan salinitas 42‰ seperti di wilayah Timur Tengah. d.
Sedimentasi Sedimentasi merupakan salah satu pembatas pertumbuhan karang. Daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi akan sulit untuk menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan karang. Tingginya sedimentasi menyebabkan penetrasi cahaya di air laut akan berkurang. Hal ini akan menganggu proses fotosintesis zooxanthella di dalam polip sehingga proses pengkapuran juga terganggu. Sedimentasi yang tinggi juga menyebabkan ruang-ruang dalam polip akan tertutup. Polip kemudian akan menghabiskan sebagian energinya untuk membersihkan tubuhnya dengan silia. Kegiatan ini memakan cukup banyak energi dari hewan karang sehingga proses pertumbuhannya akan terhambat.
e. Arus Arus diperlukan pada proses pertumbuhan karang dalam hal menyuplai
dan
mendistribusikan
nutrien
dan
makanan
berupa
mikroplankton. Polip yang mempunyai cambuk atau tentakel juga dapat menangkap makanan sendiri pada malam hari. Pergerakan air diperlukan untuk penyedian nutrien dan oksigen terutama pada malam hari dimana tidak terjadi fotosintesis (Nontji, 1987). Menurut Widjatmoko et al (1999), pertumbuhan karang batu ditempat yang airnya selalu teraduk oleh angin, arus dan ombak akan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah yang tenang dan terlindung. Sementara berdasarkan Chappel (1980) dalam Supriharyono (2000), jenis karang yang dominan pada suatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis 16
karang dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Kondisi lingkungan ini ternyata adalah gabungan kompleks antara habitat tempat karang hidup dengan kondisi lingkungan perairannya. Habitat tempat hidup dari karang ini bisa dibagi menjadi 3 bagian utama yang dijelaskan sebagai berikut ini. a.
Rataan terumbu atau reef flat merupakan wilayah dengan relief datar, terlindung dari arus dan gelombang karena berada di dalam tubir. Pada wilayah ini faktor oseanografis yang paling berpengaruh adalah faktor pasang surut serta faktor sedimen yang tinggi juga berpengaruh terhadap sebaran dan distribusi karang di wilayah ini. Dominasi pasiran dan terumbu karang mati serta beberapa jenis terumbu karang kecil berbentuk submassive atau massive dapat tumbuh di wilayah ini.
b.
Zona backreef atau zona terumbu belakang, merupakan zona depresi antara rataan terumbu dengan zona terumbu lepas. Dalam Guilcher (1988) back reef disebut juga sebagai boat channel karena zona ini biasanya dapat dilewati kapal kecil. Pada zona belakang backreef yang mengarah ke reef flat biasanya pengaruh gelombang dan arus sangat kecil, namun pengaruh pasang-surut membesar. Berbeda apabila ke arah forereef dimana pengaruh arus dan gelombang membesar sementara pengaruh pasang-surut mengecil. Pada zona ini biasanya ditumbuhi karang bercabang terutama di zona yang mengarah ke forereef dan terumbu karang masif, serta submasif yang mengarah ke reef flat.
c.
Zona forereef merupaka zona lereng terumbu atau terumbu terluar . Pengaruh oseanografis meningkat terhadap bentuk pertumbuhan karang. Sementara faktor pasang surut tidak lagi berpengaruh. Terumbu karang yang mendominasi sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografis.
Bentuk pertumbuhan karang dengan pengaruh kondisi lingkungan berbeda juga menyebabkan bentuk pertumbuha berbeda. Karang akan memberikan respon berbeda terhadap bentuk-bentuk tekanan lingkungan yang diterimanya. Pnegaruh tekanan lingkungan terhadap bentuk karang dapat
17
dilihat pada gambar 1.1. Bentuk pertumbuhan karang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana dalam, pengaruh ini adalah sebagai berikut ini.
a. Faktor cahaya Faktor cahaya berperan dalam mengakibatkan tendensi luas permukaan dan volume karang. Semakin tinggi cahaya maka karang akan mengarah ke bentuk dengan luas permukaan yang tinggi namun volume yang menurun. Bentuk karang akan lebih mengarah ke plate atau tabulate ketika cahaya semakin tinggi.
b. Faktor Hidrodinamis Faktor hidrodinamis seperti gelombang dan arus akan berpengaruh terhadap perubhaan bentuk koloni terumbu. Semakin tinggi tekanan hidrodinamis, maka karang akan semakin mengarah ke bentuk membulat, dengan percabangan lebih sedikit, dan permukaan horizontal membesar. Karang yang tumbuh pada daerah yang terlindung akan membentuk percabangan ramping, dan memanjang, sementara pada daerah yang arusnya kuat, pertumbuhan akan pendek, kuat, dan merayap. c. Faktor Sedimen. Karang yang tumbuh pada wilayah dengan sedimentasi tinggi berbentuk lebih foliote/foliose, branching, dan ramose. Pada perairan yang sedimentasinya rendah, pertumbuhannya lebih plate atau tabulate. d. Subareal exposure merupakan faktor lingkungan dimana pada saat surut, sebagian besar wilayah akan terpapar oleh udara bebas atau lingkungan di luar air laut. Kejadian ini akan berlangsung lama sehingga beberapa karang tidak bisa bertahan. Karang yang tahan terhadap subareal exposure yang tinggi akan lebih banyak berbentuk membulat atau masif dan encrusting.
18
Gambar 1.2 Bentuk-bentuk pertumbuhan karang akibat pengaruh tekanan lingkungan yang diterimanya (Sumber : Chappel, 1980)
Gambar 1.3 Zona habitat tempat hidup karang (Sumber : www.oberlin.edu didownload pada tanggal 13 Desember 2013)
19
1.6.7. Penelitian sebelumnya Muhammad Abrar (2011) dalam jurnal mengenai Laporan Rona Lingkungan Pulau Pramuka yang dikerjakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) telah melakukan kajian mengenai terumbu karang di perairan Pulau Pramuka. Besarnya pengaruh aktifitas manusia dan pengaruh perairan laut terhadap terumbu karang menjadi kunci dilakukannya penelitian ini. Dengan membagi Pulau Pramuka kedalam 4 stasiun pengamatan yang didasarkan pada jenis terumbunya, diketahui bahwa dari keempat stasiun ini mempunyai tutupan dan kondisi terumbu karang yang berbeda. Metode penelitian menggunakan transek dan metode Line Intercept Transect (English et al 1997) modifikasi CRITC COREMAP LIPI (Manuputy et al, 2006). Pengamatan tutupan terumbu karang di Pulau Pramuka dilakukan empat sisi pulau yang berbeda. Tiga sisi yaitu selatan, timur, dan utara berada pada daerah yang lebih terbuka dengan arus dan gelombang yang cukup kuat dan jernih. Pemanfaatan lahan pesisir pada ketiga sisi ini tidak terlalu berkembang. Sisi lainnya yaitu bagian barat merupakan perairan selat relatif terlindung dari gelombang dan arus yang tidak terlalu kuat, agak keruh dan banyak sampah. Pemanfaatan pesisirnya pun sangat banyak dan intensif. Hasil dari penelitian menunjukkan tutupan karang hidup lebih berkembang pada sisi selatan dan cenderung menurun ke arah timur dan utara. Pada sisi barat pulau tutupan karang hidup sangat tidak berkembang. Secara keseluruhan kondisi terumbu berada dalam kondisi sedang sampai sangat buruk. Lebih jelas perbedaan dari hasil pengamatan keempat stasiun adalah sebagai berikut ini. a. Stasiun Pramuka-Selatan terletak pada bagian selatan Pulau Pramuka dengan kondisi menghadap tubir karang berbentuk tanjungan dan menghadap perairan terbuka sehingga gelombang dan arus cukup kuat terutama pada saat musim timur, jernih dengan jarak pandang 15 meter. Stasiun Pramuka Selatan terumbu karangnya berada dalam kondisi sedang.
20
b. Stasiun Pramuka-Timur terletak pada sisi timur Pulau Pramuka dengan kondisi perairan sangat terbuka, relatif tenang dengan gelombang dan arus tidak terlalu kuat, jernih dengan jarak pandang lebih dari 20 meter. Di pesisir sekitar ditemukan permukiman masyarakat dan konstruksi pemecah ombak dengan bahan batu karang. Pada stasiun Pulau Pramuka bagian timur, tutupan terumbu karang hidup berada dalam kondisi buruk. c. Stasiun Pramuka–Utara terletak pada sisi utara Pulau Pramuka. Kawasan perairan merupakan daerah tangkapan nelayan tradisional dan pembibitan mangrove. Perairan terbuka dengan gelombang dan arus yang cukup kuat terutama saat musim Timur, jernih dengan jarak pandang mencapai 15 meter lebih. Kondisi terumbu karang berada dalam kelas sangat buruk. d. Stasiun Pramuka-Barat terletak pada sisi barat Pulau Pramuka dengan pemanfaatan lahan lebih berkembang sebagai pusat pemukiman, pelabuhan dan area pengerukan dan reklamasi. Perairan terlindung dengan gelombang tidak terlalu kuat namun arus cukup kuat karena daerah selat, cukup keruh dengan jarak pandang 7-10 meter. Bibir pantai dan rataan terumbu tidak jelas lagi akibat aktifitas manusia. Tutupan karang termasuk dalam kategori sangat buruk. Perbedaan penelitan adalah terletak pada metode penelitian berupa metode LIT dimana peneliti sebelumnya menggunakan metode LIT dengan modifikasi CRITC COREMAP LIPI, dan peneliti sebelumnnya tidak fokus pada parameter oseanografi. Penelitian lebih didasarkan pada jenis keterdapatan terumbu hidup untuk mengklasifikasikan kondisi tutupan terumbu karangnya. Persamaannya adalah daerah penelitian yang relatif berdekatan dan tujuan penelitian yang ingin menghubungkan antara kondisi pesisir dan kondisi perairan terhadap perkembangan terumbu karang. Indri Koesindriyani (2004) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh kesehatan perairan sekitar terumbu karang terhadap distribusi karang dan bentuk pertumbuhannya di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Tujuan
21
penelitiannya adalah untuk mengetahui klasifiaksi kesehatan perairan sekitar terumbu karang dan mengetahui pengaruh kesehatan perairan terhadap distribusi dan bentuk pertumbuhan terumbu karang. Metode penelitian adalah pengolahan citra untuk penentuan material dasar perairan dan sebaran terumbu karang serta pengukuran parameter perairan yaitu salinitas, temperatur, kejernihan oksigen, fosfat, nitrat dan arus. Dalam penentuan kesehatan perairan sekitar terumbu karang digunakan suatu matriks kesehatan dan klasifikasi kesehatan perairan dengan cara pengharkatan atau scoring terhadap setiap parameter yang dinilai berpengaruh terhadap tujuan penelitian. Dengan menumpangsusunkan peta peta tematik kualitas perairan maka diperoleh matriks penilaian kesehatan perairan sekitar terumbu karang di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Persamaan penelitian terletak di metode dan juga beberapa tujuan dari penelitian serta lokasi penelitian. Perbedaan penelitian dengan penulis terletak di tujuan penelitian. Penulis tidak mengadakan penelitian mengenai perkembangan atau trend dari terumbu karang dan penulis tidak menilai kesehatan perairan. Pujiono Wahyu Purnomo dan Mohammad Mahmudi (2006) mengadakan penelitian dengan judul Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu
dalam
kaitan
dengan
Gradasi
Kualitas
Perairan.
Penelitian
dilaksanakan di ekosistem terumbu karang Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Payung dalam lingkungan Gugus Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi efek pengkayaan nutrien terhadap kondisi terumbu karang baik dari sisi tampilan morfologinya yaitu tutupan dasar ataupun fungsionalnya yaitu densitas zooxanthellaenya. Analisis tutupan terumbu karang didasarkan atas pengukuran langsung dengan metode transek garis atau Line Intersect Transect (LIT) dan densitas zooxanthellae diukur di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Jepara dengan pengambilan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin dekat dengan daratan Pulau Jawa maka pengaruh eutrofikasi semakin tinggi sehingga nutrient juga meningkat secara signifikan menyebabkan perbedaan tampilan karang dan densitas zooxanthellaenya. Persamaan penelitian terletak di salah satu metode
22
penelitian dimana pengamatan terhadap kondisi perairan untuk analisis kondisi terumbu karang. Perbedaaannya adalah metode, lokasi penelitian dan parameter perairan laut yang lebih ditonjolkan penulis adalah parameter kimia yaitu kandungan nutrient. Persamaaan dan perbedaan penelitian penulis dengan peneliti sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
23
Tabel 1.2 Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian penyusun No.
Peneliti
Judul
Lokasi Penelitian Kondisi Terumbu Pulau Karang di Perairan Pramuka, Pulau Pramuka Kep.Seribu
Tujuan Penelitian
1.
Muhammad Abrar (2011)
2
Indri Koesindriyani (2004)
Pengaruh Kesehatan Pulau Pari, Perairan Sekitar Kep.Seribu Terumbu Karang Terhadap Distribusi Karang dan Bentuk Pertumbuhannya di Pulau Pari Kepulauan Seribu
3.
Pujiono Wahyu Purnomo dan Mohammad Mahmudi (2006)
Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dalam kaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan
Mengetahui kondisi terumbu karang serta dampak yang mempengaruhi presentasi tutupannya.
Mengetahui klasifikasi kesehatan perairan sekitar terumbu karang Mengetahui pengaruh kesehatan perairan terhadap distribusi dan bentuk pertumbuhan terumbu karang
Pulau Mengevaluasi efek Lancang, pengkayaan nutrien terhadap Pulau Pari kondisi terumbu karang dan Pulau Payung Kep.
Metode dan Cara pengambilan sampel Line Intercept Transect (English et al 1997) modifikasi CRITC COREMAP LIPI. pembagian wilayah menjadi 4 stasiun pemantauan Pengukuran parameter perairan yaitu salinitas, temperatur, kejernihan oksigen, fosfat, nitrat dan arus; Metode transek untuk kategori karang, dan Pengolahan citra untuk intrepretasi material dasar. Analisis tutupan terumbu karang dengan metode transek garis, dan densitas
Sajian Hasil Peta sebaran terumbu karang di Pulau Pramuka.
Peta kesehatan lingkungan perairan Pulau Pari.
Grafik, diagram deskripsi hasil
24
dan
Seribu 4.
Dirga (2013)
Daniel Karakteristik Pulau Pari, Oseanografis dan Kep.Seribu Pengaruhnya Terhadap Distribusi Tutupan Terumbu Karang di Wilayah Pulau Pari Kabupaten Kepulauan Seribu.
Mengetahui karakteristik oseanografi di Gugusan Pulau Pari, Kep.Seribu Mengetahui distribusi terumbu karang yang dicerminkan dengan persentase tutupan terumbu karang. Mengetahui hubungan kondisi perairan terhadap distribusi, tutupan dan bentuk pertumbuhan terumbu karang.
zooxanthellae diukur di Laboratorium Pengukuran parameter oseanografi dengan metode sampel grid. Survei transek garis untuk mengetahui jenis tutupan karang. Overlay hasil parameter oseanografis Pengolahan citra untuk intrepretasi sebaran terumbu karang
Peta karakteristik oseanografis, distribusi karang tahun 2013, dan peta kesesuaian karakteristik oseanografis terhadap pertumbuhan terumbu karang dan presentasi tutupan karang.
25
1.6. Kerangka Pemikiran Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat penting dalam lingkungan kelautan. Fungsi ekologis dan ekonomis dari terumbu karang
menyebabkan
perannya
dalam
perairan
laut
harus
dijaga
kelestariannya. Kerusakan terumbu karang akan mempengaruhi habitat perairan laut dan menyebabkan rusaknya atau turunnya daya dukung laut terhadap kehidupan biota lain sehingga akan berdampak luas baik bagi makhluk hidup yang ada di dalam laut maupun makhluk hidup lain di daratan yang hidupnya tergantung dari perairan laut, termasuk juga manusia. Perubahan perairan laut dipengaruhi oleh banyak hal. Pengaruh aktifitas manusia, pergantian musim, dan perubahan iklim global merupakan faktor yang paling dominan dalam perubahan kondisi perairan laut. Kondisi perairan laut yang lebih dalam dikaji dalam ilmu oseanografi merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai analisis dalam pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang. Kenampakan suatu terumbu karang dapat diketahui melalui teknik pengindraan jauh. Material dasar perairan sampai organisme yang ada di perairan laut dapat dikenali melalui nilai pantulan dari objek terhadap sinar yang datang. Nilai piksel pantulan ini berbeda beda setiap objeknya sehingga ini dijadikan kunci untuk mengidentifikasi atau mengenali suatu objek tertentu termasuk terumbu karang. Namun nilai pantulan yang direkam oleh sensor ini bukanlah nilai dari pantulan dasarnya. Masih ada gangguan atau noise dan objek lain yang mempengaruhi nilai pantul yang direkam oleh sensor termasuk keadaan atmosfer dan material kolom air. Oleh karena itu pengecekan lapangan dengan mengambil beberapa sampling juga perlu dilakukan untuk melakukan validasi data tutupan terumbu karang. Penulis akan mengklasifikasikan kondisi perairan laut berdasarkan ciri oseanografinya yang mana mempengaruhi distribusi tutupan terumbu karang. Ciri oseanografi perairan laut tersebut adalah parameter-parameter penentu pertumbuhan terumbu karang yang mana adalah sebagai berikut.
30
1. Kecerahan Kecerahan merupakan unsur yang penting dalam pertumbuhan terumbu karang. Kecerahan menentukan presentase cahaya matahari yang dapat diterima oleh terumbu karang. Karena adanya alga zooxanthellae yang harus berfotosintesis dengan bantuan matahari dalam polip terumbu karang maka kecerahan merupakan faktor pembatas yang penting terutama untuk distribusi terumbu karang secara vertikal.
2. Suhu Suhu atau temperatur merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme dari
terumbu. Selain itu suhu menjadi faktor
pembatas penting dalam faktor pertumbuhan terumbu karang. Terumbu karang hanya dapat tumbuh dengan kisaran suhu tertentu dan oleh karena itu terumbu karang hanya dapat dijumpai pada wilayah perairan dengan kisaran suhu tersebut. 3. Salinitas Salinitas merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi arus dan pergerakan air. Perbedaan densitas menyebabkan timbulnya pergerakan air laut. Selain itu secara kimia, salinitas mempengaruhi osmoregulasi dan proses fisiologi seperti pembentukan kalsium dalam terumbu karang. Oleh karena itu pertumbuhan terumbu karang relatif rentan terhadap perubahan salinitas. Terumbu karang tidak dapat tumbuh dan berkembang pada salinitas yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah. 4. Arus Arus berperan penting dalam proses penyebaran nutrien di suatu perairan. Selain itu arus juga berperan dalam proses pemindahan panas dan menguraikan sedimentasi di perairan laut. Biasanya terumbu karang yang terletak di perairan terbuka dan menerima arus yang cukup kuat dan intensif lebih intensif pertumbuhannya dibanding di daerah yang relatif tenang dan terlindungi.
31
Setelah mengetahui kondisi perairan di gugusan Pulau Pari, maka penulis akan menghubungkan keterdapatan, sebaran serta dominasi bentuk dari karang-karang yang ada di titik sampel terhadap kondisi perairan secara keseluruhan. Dengan menghubungkan hal tersebut diharapkan diketahui faktor oseanografis mana saja yang berpengaruh besar terhadap terumbu karang dan bagaimana besarnya pengaruh tersebut. Hal ini kemudian dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kualitas perairan di gugusan Pulau Pari apakah sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 1.4. Terumbu karang
Lingkungan Perairan Laut
Syarat Tumbuh karang
Faktor Oseanografis
Karakterisitik Karang
Karakteristik Oseanografis
Keterkaitan/berhubungan Analisis
Distribusi Terumbu karang
Dominasi Tipe Koloni Karang
Gambar 1.4 Kerangka pemikiran
1.7. Batasan Operasional
1. Arus permukaan adalah gerakan air yang menyebabkan terjadinya perpindahan massa air secara horisontal (Nybakken, 1992).
32
2. Salinitas adalah jumlah total (gr) dari material padat termasuk garam NaCl yang terkandung dalam air laut sebanyak satu kilogram (Wibisono , 2010). 3. Goba (Lagoon) merupakan perairan dangkal sempit yang dipisahkan dari lautan terbuka oleh terumbu karang (pulau) (Nyabakken, 1992). 4. Terumbu (Reef) adalah bentukan dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedarian, klas Anthozoa, ordo Maedreporia Scleractina), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nyabakken, 1988 dalam Dahuri, Rokhim, 1996). 5. Terumbu karang (Coral reef) adalah bentuklahan yang terdiri dari meterial karang hidup atau karang mati serta substrat lainnya di dalam bentukan terumbu yang ada di bawah permukaan air laut yang sangat dangkal (Siswandono, 1988).
33