BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH JEPANG ADALAH

Download Selama dua dekade terakhir, produk-produk budaya pop Jepang telah diekspor, ..... seperti buku dan jurnal yang bersangkutan dengan budaya p...

0 downloads 459 Views 249KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara di kawasan Asia Timur yang berhasil menyebarkan kebudayaannya ke berbagai negara. Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negara-negara lain termasuk strategi militer, teknologi, adat-istiadat,

dan

bentuk-bentuk

pengungkapan

kebudayaan.

Jepang

telah

mengembangkan masukan-masukan dari luar tersebut. Bahkan gaya hidup orang Jepang dewasa ini merupakan perpaduan budaya tradisional di bawah pengaruh Asia dan budaya modern Barat yang masuk setelah restorasi meiji. Namun terlepas dari semua hal di atas, Jepang tetap mempertahankan dan melestarikan kebudayaan aslinya. Kebudayaan Jepang dewasa ini sangat beragam. Karena itulah tidak mengherankan ketika terlihat kuil-kuil kuno tegak berdampingan dengan gedunggedung pencakar langit. Inilah kebudayaan Jepang saat ini sebagai gabungan yang mengagumkan antara kebudayaan lama dan kuno, antara Timur dan Barat. Seiring dengan kemajuan media informasi, informasi dengan mudah mengalir masuk dan halhal baru pun dengan cepat tersebar luas di Jepang. Namun kebudayaan tradisional seperti festival tradisional dan gaya hidup yang sudah berakar di setiap daerah masih tetap melekat sebagai ciri khas daerah tersebut. Selama dua dekade terakhir, produk-produk budaya pop Jepang telah diekspor, diperdagangkan dan dikonsumsi besar-besaran secara global. Berbagai jenis dari produk-produk ini sangat mudah didapat di pasaran. Menurut Hidetoshi Kato, istilah budaya populer Jepang lebih tepat disebut sebagai taishuu bunka atau budaya massa. Selain itu budaya pop juga erat dengan istilah minshuu bunka (budaya rakyat) dan minzoku bunka (budaya bangsa). Namun kedua istilah terakhir menurut Kato kurang

1

tepat untuk menggambarkan budaya populer.1 Teori ini juga diungkapkan oleh John Storey, yang mendefinisikan budaya pop sebagai budaya massa.2 Dalam penulisan ini, Penulis akan mencoba membahas upaya-upaya pemerintah Jepang menggunakan salah satu kebudayaan populer, berupa manga dan anime, dalam memperkenalkan Jepang dengan citra yang berbeda ke negara-negara lain. Kebudayaan modern Jepang ini berkembang pesat hingga dikenal di seluruh dunia. Telah banyak diciptakan film kartun Jepang yang sukses dan disukai oleh masyarakat. Seiring dengan terkenalnya film-film tersebut, maka nama negara Jepang pun ikut melambung di seluruh negara yang menayangkan film-film itu. Bahkan dapat dikatakan bahwa industri perfilman Jepang tergolong maju, baik film anime (kartun) maupun drama. Dengan masuknya manga dan anime di dunia internasional, orang tidak alergi lagi dengan budaya Jepang dan terhapusnya anggapan masyarakat internasional bahwa Jepang adalah bangsa yang kejam dan rakus dalam hal ekonomi. Di Jepang sendiri saat ini manga masih merupakan hal yang sangat populer di dalam kebudayaannya, dan menurut warga Jepang, manga adalah hal yang paling khas dan membuat kebudayaan ini terkenal hingga ke berbagai belahan dunia. Karena itulah, Jepang menggunakan manga dan anime untuk memperluas pengaruh Jepang di dunia internasional tanpa harus menggunakan jalan-jalan kekerasaan yang saat ini merupakan suatu hal yang sangat bertentangan dengan konstitusi negara Jepang. Penggunaan salah satu unsur budaya sebagai alat dalam diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Jepang ini dikenal sebagai diplomasi kebudayaan. Kecenderungan pelaksanaan diplomasi kebudayaan dengan menggunakan aplikasi “soft power” dianggap efektif dan efisien sehingga mudah untuk dilakukan tanpa harus menelan korban dan menghabiskan biaya besar. Seiring berubahnya paradigma aktor hubungan internasional, pelaksanaan diplomasi kebudayaan melibatkan berbagai kalangan aktor non-Pemerintahan. Oleh karena itu, diplomasi kebudayaan merupakan bentuk nyata dari penggunaan instrumen selain tekanan politik, militer dan tekanan 1

Richard Gid Powers dan Hidetoshi Kato , „Handbook of Japanese Popular Culture‟, Greenwood Press, Westport, 1989, p. xvii 2 John Storey, „Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction (5th Edition)‟, Pearson Longman, 2009, Hal. 8

2

ekonomi yakni dengan mengedepankan unsur budaya dalam kegiatan diplomasi. Maka dari itu, platform politik luar negeri dilakukan melalui diplomasi kebudayaan, seperti apa yang di lakukan oleh Jepang melalui budaya populer manga dan anime. Kini, Jepang merupakan salah satu penyebar budaya pop yang terbesar. Pemuda Jepang gemar menciptakan trend baru dan gaya mereka memengaruhi mode dan trend seluruh dunia. Manga, anime, dan budaya populer Jepang lainnya mendapat sambutan hangat di seluruh dunia, terutama di negara-negara Asia dan kepopuleran ini kemudian berdampak pada peningkatan pariwisata di Jepang. Karena kepopuleran manga dan anime pemerintah Jepang memanfaatkannya untuk mempromosikan Jepang sebagai salah satu tujuan wisata. Dalam hal ini pemerintah Jepang menggunakan keduanya sebagai ikon pariwisata. Dengan mempertimbangkan tingkat kepopuleran manga dan anime yang cukup tinggi, diharapkan kedua ikon tersebut dapat menambah jumlah kunjungan wisatawan ke Jepang. Bisa dibilang manga dan anime kemudian menjadi salah satu faktor yang meningkatkan minat wisatawan asing untuk mengunjungi negara Jepang. Hal ini dapat dilihat melalui meningkatnya pariwisata Jepang sejak peluncuran “Visit Japan Campaign” pada tahun 2003, yang menggunakan manga dan anime sebagai salah satu alat untuk mempromosikan Jepang sebagai tujuan wisata. Sedangkan objek-objek wisata yang berkaitan dengan manga dan anime juga tidak luput dari besarnya pengunjung yang datang. Sebagai contoh Museum Manga Internasional di Kyoto pada tahun 2010 berhasil menarik 1.000.000 pengunjung3 dan pusat anime di Akihabara mendapat kunjungan 34.0000 wisatawan setiap tahunnya.4 Melihat perkembangan pariwisata yang semakin pesat melalui penyebaran budaya populer manga dan anime, badan kepariwisataan Jepang kemudian menggunakan manga dan anime sebagai diplomasi luar negeri Jepang. Japan National Tourism Organization (JNTO) merupakan organisasi pariwisata nasional Jepang yang telah banyak memberikan sponsor pada berbagai program yang menggunakan manga 3 4

http://www.kyotomm.jp/english/about/mm/about-jigyo.php, diakses pada 31 Maret 2013 Koji Senda dikutip dalam Anne Cooper-Chen, „Cartoon cultures: the globalization of Japanese popular media‟, Peter Lang, 2010, Hal. 31

3

dan anime untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Jepang, seperti museum, taman bermain dan panduan wisata yang berkaitan erat dengan manga dan anime. Bahkan karakter-karakter manga dan anime ini juga digunakan sebagai duta Jepang dalam sektor Pariwisata. Seperti Astro Boy pada November 2007 lalu ditunjuk sebagai duta keselamatan perjalanan dan Doraemon yang memiliki tugas untuk mempromosi manga sebagai diplomasi luar negeri jepang sekaligus sebagai duta budaya animasi Jepang dikancah internasional. Hello Kitty juga menjadi salah satu ciri khas budaya Jepang yang sangat laris di seluruhdunia. Padatanggal 19 Mei 2008, menteri MLIT (Minister of Land Infrastructure Transport and Tourism), Tetsuzo Fuyushiba menunjuk Hello Kitty untuk mempromosikan Jepang dan mengundang banyak turisterutama dari Cina dan Hong Kong.5 Melalui program ini, Hello Kitty akan mempromosikan berbagai wilayah tujuan wisata di Jepang. Penunjukan tokoh manga sebagai duta ini, selain efektif dalam diplomasi sebuah bangsa, penggunaan karakter rekaan yang akrab dengan masyarakat juga sangat efektif untuk memperkenalkan budaya. Dengan tergesernya perusahaan-perusahaan Jepang oleh dominasi produksi cina dalam beberapa tahun ini, dan menyusutnya populasi yang membatasi anggaran permintaan domestik, pariwisata adalah salah satu sektor yang dapat menjadi tonggak perekonomian Jepang. Dunia pariwisata Jepang adalah bagian yang berusaha dikembangkan lebih jauh oleh pemerintah setempat sehingga menjadi sumber devisa negara yang luar biasa. Dapat kita lihat bahwa kebudayaan anime dan manga ini menjadi salah satu potensi andalan yang akan terus berkembang dan memberi dampak yang sangat besar, terutama terhadap perkembangan pariwisata di Jepang. Pemerintah Jepang berharap dengan menyebarkan pengaruh Jepang kepada masyarakat dunia, maka akan tercipta hubungan kerjasama internasional yang dapat meningkatkan sektor pariwisata Jepang.

5

NBCNews.com, Hello Kitty Named Japan Tourism (http://www.nbcnews.com/id/24708771/#.UVBa3xx9GSo), diakses pada 25 maret 2013

Ambassador,

4

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka didapat rumusan masalah yaitu bagaimana peran pemerintah Jepang dalam menggunakan manga dan anime sebagai branding-nation? Apa dampak perubahan image Jepang melalui pengaruh manga dan anime terhadap pariwisata Jepang?

1.3 Landasan Konseptual Skripsi ini akan menggunakan empat konsep untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas. Keempat konsep tersebut adalah budaya populer, soft power, diplomasi publik, dan pencitraan (branding). Berikut ini konsep-konsep tersebut akan diuraikan satu per satu.

A. Konsep Budaya Populer Menurut Raymond Williams, budaya populer mempunyai empat makna, yaitu : bnyak disukai orang, jenis kerja rendahan, karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang, dan budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri. Budaya populer merupakan penggabungan antara kata budaya dan kata populer yang banyak disukai orang dan bersifat dinamis dan periodik. Dengan kata lain, budaya populer ini tidaklah statis tapi akan mengalami perkembangan sesuai dengan selera masyarakat pada periode tertentu. Manga dan anime merupakan salah satu budaya populer Jepang. John Storey, dalam „Cultural Theory and Popular Culture’, membahas beberapa definisi tentang budaya populer. Dari beberapa definisi tersebut, menurut penulis teori budaya populer sebagai budaya massa merupakan teori yang tepat untuk menggambarkan budaya populer Jepang. Pada definisi ini, budaya populer dilihat sebagai budaya komersial. Dikatakan bahwa budaya populer sebagai budaya massa secara komersial tidak bisa diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa, karenanya budaya hanyalah dianggap sekedar rumusan untuk memanipulasi massa. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Budaya populer (biasa disingkat sebagai budaya pop dalam bahasa Inggris popular culture atau disingkat pop

5

culture) adalah gaya, style, ide, perspektif, dan sikap yang benar-benar berbeda dengan budaya arus utama „mainstream‟. Banyak dipengaruhi oleh media massa, dihidupkan terus-menerus oleh berbagai budaya bahasa setempat, dan kumpulan ide tersebut menembus dalam keseharian masyarakat.

B. Konsep Soft power dan Public Diplomacy (Diplomasi Publik) Soft power memiliki peran dan posisi yang penting dalam kehidupan nyata, bahkan sering dianggap bahwa nilai “power” ini jauh lebih tinggi daripada aset ekonomi dan militer yang dimiliki suatu negara. Soft power sangat bergantung terhadap semua aktor dalam Hubungan Internasional. Ideologi suatu negara, kebudayaan, prestise, atau kesuksesan dapat menyebabkan negara itu menjadi pemimpin kepada negara lain yang bersedia mengikuti. Menurut H.J Morgenthau “Power means man’s control over the minds and actions of other man”. Power adalah sebuah kekuatan untuk mempengaruhi orang lain sehingga pihak kedua bertindak sesuai dengan apa yang kita inginkan.6 Sedangkan menurut Nye, “Soft power is the ability to get what you want thourgh attraction rather thancoercion or payment. It arises from the attractiveness of a country’s culture, political ideas, and policies.”7 Dengan kata lain soft power sebagai kemampuan suatu negara untuk mencapai tujuannya dengan lebih menggunakan daya tarik (attraction) dari pada paksaan (coercive) dan pembayaran (payment). Salah satu daya tarik tersebut adalah daya tarik dari budaya negara tersebut. Dalam makalah ini, konsep soft power akan digunakan untuk menganalisis manga dan anime sebagai kekuatan yang menjadi daya tarik bagi Jepang. Soft power Jepang ini muncul dan terbentuk dari budaya populer negara ini yang menjadi produk unggulan dan diekspor ke luar negeri dengan berbagai bentuk produk, misalnya film, CD/DVD, musik, dan sebagainya. Soft power bersumber dari nilai-nilai dan kebudayaan yang ada di negara itu sendiri dan, sebagai bentuk penyalurannya, soft power disampaikan melalui diplomasi 6

Joel H. Rosenthal, „Righteous Realists: Political Realism, Responsible Power, and American Culture in the Nuclear Age‟, LSU Press, 1991, Hal. 40. 7 Joseph S. Nye, Jr., 2008, „Public diplomacy and Soft power‟, The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science 616: 94.

6

publik. Konsep diplomasi publik merupakan sebuah konsensus umum yang muncul dengan melibatkan kegiatan di bidang informasi, pendidikan dan budaya, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemerintah asing melalui pengaruh yang disebarkan di masyarakat.8 Dalam konteks diplomasi publik, pengertian yang paling dekat adalah diplomasi kebudayaan. Posisi kebudayaan tidak dapat dipandang sebelah mata, karena ia juga memiliki pengaruh yang besar dalam sebuah diplomasi. Dr. Jessica Gienow-Hecht, editor dari manuskrip„Searching for a Cultural Diplomacy‟, menyebutkan bahwa diplomasi kebudayaaan memiliki dimensi arti yang terkait dengan manipulasi politik dan subordinasi, serta sebagai “the backseat”interaksi diplomatik atau dengan kata lain “beyond propaganda”. Sehingga, diplomasi publik ini semakin memiliki pengaruh yang penting dalam politik internasional. Oleh karena itu, konsep diplomasi publik ini digunakan penulis dalam menjelaskan peran budaya seperti Manga dan anime sebagai era baru hubungan kerjasama Jepang dalam dunia internasional. Diplomasi adalah sistem hubungan berlanjut antara negara-negara, organisasiorganisasi internasional dan kelompok yang berusaha untuk mempengaruhi hubungan ini. Hubungan diplomatik adalah hal kompleks yang membentang di berbagai isu. Karena kompleksitas isu-isu internasional, dampak dari opini publik terhadap pemerintah, dan keterlibatan aktor non-negara diplomat perlu untuk memperluas jangkauan pelaku yang terlibat. Oleh karena itu, tujuan dari diplomasi publik adalah untuk melibatkan publik yang relevan dengan tujuan kebijakan luar negeri suatu negara. Diplomasi publik bentuk ini merupakan alat yang digunakan pemerintah untuk memobilisasi sumber-sumber soft power tersebut yang lebih ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat umum suatu negara daripada pemerintah negaranya. Dalam konteks ini, diplomasi publik berfungsi untuk untuk membangun, mengembangkan, dan mempertahankan citra positif suatu negara dalam opini publik. Citra positif suatu negara akan menimbulkan keinginan masyarakat global untuk mengunjungi, mendukung kebijakan, berinvestasi dalam industri serta membeli barang dan jasa. Dengan kata lain, 8

Peter Van Ham, „Power, Public Diplomacy, and the Pax Americana‟, The New Public Diplomacy, Palgrave Macmillan, 2005, Hal.57

7

diplomasi publik tak ubahnya sebagai kampanye public relations yang menjual image positif suatu negara, yang dapat menciptakan sebuah hubungan jangka panjang dan lingkungan yang sesuai dengan arah kebijakan dan kepentingan nasional sebuah pemerintah.

C. Konsep Pencitraan Citra adalah segala sesuatu yang telah dipelajari seseorang yang relevan dengan situasi dan dengan tindakan yang bisa terjadi di dalamnya. Citra membantu memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang preferensi politik ataupun yang lainnya. Pencitraan berasal dari dalam namun dinilai oleh pihak luar mengenai meningkat atau tidaknya suatu citra. Penilaian atau tanggapan suatu negara ataupun masyarakat tersebut dapat menimbulkan rasa hormat, kesan yang baik dan menguntungkan terhadap pencitraan suatu negara yang mana landasan pencitraan itu biasanya dari nilai-nilai kepercayaan ataupun budaya masyarakat yang terbentuk.9 Adapun pengertian pencitraan menurut Aleksius Jemadu adalah Upaya suatu bangsa untuk mendefinisikan dirinya baik kepada rakyatnya sendiri maupun dalam pergaulan internasional dengan menonjolkan keunggulan nilai-nilai budaya yang dimilikinya dengan tujuan untuk menciptakan pengaruh internasional yang sangat diperlukan untuk pencapaian tujuan politik luar negeri dan diplomasi secara umum.10 Bentuk upaya pencitraan diri Jepang itupun diwujudkan melalui budaya populer manga dan anime yang menjadi suatu kegiatan penting dalam persaingan dunia bisnis dan sebagai soft power Jepang yang diimplementasikan dalam pelaksanaan diplomasi publik. Pembangunan citra positif dari pandangan masyarakat Internasional terhadap Jepang tentunya dapat membangun citra politik negara itu sendiri. Pembangunan citra juga dapat menimbulkan ketertarikan dan kepercayaan publik negara lain untuk meningkatkan pariwasata Jepang melalui jumlah wisatawan yang ingin berkunjung ke Jepang. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan asing, maka tidak dapat dipungkiri 9

Dan Nimmo, „Komunikasi Politik Khalayak dan Efek‟, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, Hal. 4. Aleksius Jemadu, „Politik Global dalam Teori & Praktik‟, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, Hal.120.

10

8

bahwa negara lain akan melihat potensi besar untuk melakukan kerjasama dengan Jepang di bidang kepariwisataan.

1.4 Gagasan Utama Manga dan Anime menjadi semacam soft power yang digunakan pemerintah Jepang untuk membangun citra positif ke negara-negara lain, yang disalurkan melalui diplomasi publik dengan cara

menggunakan kedua budaya pop ini menjadi duta

pariwisata, kampanye pariwisata dan promosi di ruang publik. Budaya pop tersebut telah mengubah image Jepang menjadi negara yang telah membuka diri, aman dan bersahabat dan hal ini berpengaruh terhadap peningkatan pariwisata Jepang.

1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang menggunakan interpretasi logis dengan mengumpulkan fakta-fakta yang ada. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data dengan cara terlebih dahulu mengolah data yang bersifat deskriptif. Data yang menjadikan acuan sekaligus menjadi kredibilitas dalam penelitian ini. Di dalam metode kualitatif, peneliti menggunakan teknik pengumpulan bahan berdasarkan data-data sekunder (data yang telah dikumpulkan dan mungkin telah dianalisis oleh orang lain) yaitu studi pustaka serta sumber-sumber menunjang lainnya seperti buku dan jurnal yang bersangkutan dengan budaya populer Jepang khususnya manga dan anime, kepariwisataan khususnya pariwisata Jepang, diplomasi kebudayaan dan kebijakan pariwisata Jepang. Selain itu juga peneliti menggunakan akses media massa maupun media internet yang telah tersedia apa adanya. Peneliti juga akan banyak mengunduh situs-situs internet yang bersangkutan dengan peran manga dan anime dalam pariwisata Jepang.

1.6 Jangkauan Penelitian Dalam penelitian penting adanya sebuah jangkauan dalam melihat masalah. Hal ini dilakukan untuk membatasi pembahasan sehingga dapat lebih fokus dalam prakteknya. Tinjauan penelitian ini adalah Peran manga dan anime sebagai branding-

9

nation untuk meningkatkan sektor pariwisata dan upaya pemerintah memanfaatkannya dalam meningkatkan kunjungan wisata dalam kurun waktu 2003-2012.

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi dengan judul “ Manga Dan Anime Sebagai Branding-Nation Untuk Mendukung Sektor Pariwisata Jepang” ini akan terbagi dalam lima bab, yaitu: BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah yang diajukan sebagai dasar penelitian yang kemudian memunculkan rumusan masalah, landasan konseptual yang terdiri dari konsep-konsep yang diambil kemudian direfleksikan dengan masalah yang diangkat untuk dijadikan analisa guna menjawab rumusan masalah, argumen awal sebagai praduga awal permasalahan, metode penelitian, jangkauan penelitian, serta sistematika penulisan. Bagian ini akan mengantarkan pada pembahasan selanjutnya BAB II adalah bahasan mengenai pengertian dan sejarah manga dan anime untuk meninjau bagaimana perkembangan manga dan anime sebagai budaya populer jepang. BAB III berisi bahasan mengenai manga dan anime sebagai alat untuk membangun citra yang berbeda ke negara-negara lain melalui upaya pencitraan diri yang dibentuk Jepang serta penggunaan manga dan anime sebagai soft power, yang disampaikan melalui diplomasi publik untuk meningkatkan sektor pariwisata Jepang. Bab ini juga akan membahas bagaimana citra buruk Jepang di masa lalu dan perubahan citra Jepang yang positif melalui manga dan anime. BAB IV adalah bahasan mengenai

pariwisata Jepang dan perannya dalam

ekonomi Jepang. Bab ini juga akan membahas bagaimana pengaruh perubahan citra Jepang melalui manga dan anime terhadap perkembangan sektor pariwisata. BAB V merupakan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian ini.

10