BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu keinginan kematian

Berbicara mengenai kematian, menurut cara terjadinya, ilmu pengetahuan membaginya dalam tiga jenis, yaitu: 1. Orthothanasia, yaitu kematian yang terja...

13 downloads 490 Views 495KB Size
 



 

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu keinginan kematian bagi sebagaian besar umat manusia merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan kalau mungkin tidak dikehendaki. Namun demikian manusia terus menerus untuk tetap berusaha menunda kematian dengan berbagai cara dan berbagai kemajuan teknologi. Dengan adanya penemuanpenemuan teknologi modern mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat di dalam kehidupan sosial budaya. Salah satu kemajuan teknologi itu adalah dibidang medis. Tetapi walaupun demikian tak seorang pun dapat menunda yang namanya kematian, karena semuanya itu sudah diatur oleh sang Pencipta , jadi siapapun tidak dapat mengetahui secara pasti kapan kematian itu terjadi meskipun ilmun pengetahuan dan teknologi dibidang medis telah mengalami kemajuan dengan menggunakan alat-alat medis yang modern dan canggih saat ini.  Berbicara mengenai kematian, menurut cara terjadinya, ilmu pengetahuan membaginya dalam tiga jenis, yaitu: 1. Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena suatu proses alamiah. 2. Dysthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi karena sesuatu yang wajar. 3. Euthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.1

1.

Harian Kompas 26 September 1998, hal.8



Universitas Sumatera Utara

9   

Jenis kematian yang ketiga ini lah yaitu “euthanasia” yang menjadi permasalahan yang sudah ada sejak para pelaku kesehatan menghadapi penyakit yang tidak bisa disembuhkan dimana pasien berada dalam keadaan sekarat dan merana yang begitu lama. Dalam situasi yang demikian tidak jarang pasien meminta agar dibebaskan dari penderitaan seperti itu atau dalam kondisi lain dimana si pasien sudah tidak sadar dan keluarga si pasien tidak tega melihat penderitaan yang dialami menjelang ajalnya sehingga meminta kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat atau berupa suntikan yang mempercepat kematiannya. Perbuatan euthanasia ini merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum karena merenggut nyawa manusia dengan menghentikan pengobatan kepada pasien yang sedang menderita. Dalam hal ini dokterlah yang mempunyai peranan sekaligus dengan sekalipun dengan maksud yang baik. Apabila hal ini dokter melakukan euthanasia selain melanggar kode etik kedokteran, maka dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP. Meskipun tidak ada kode etik perilaku dokter harus sesuai dengan etik masyarakat dimana ia berada, karena dokter sebagaimana anggota masyarakat lainnnya, selain makhluk individual, juga makhluk sosial, budaya dan religius. Masalah euthanasia ini begitu penting karena menyangkut hidup dan matinya pasien ditangan dokter yang merawatnya secara tertentu.

Universitas Sumatera Utara

10   

Dewasa ini masalah euthanasia belum jelas tentang pengaturannya, mungkin dikarenakan masih belum ada kasus tentang euthanasia secara lengkap, sehingga pengaturannya dalam Undang-undang dapat ditetapkan. Suatu hal yang sebenarnya lebih mendasar ialah bahwa Undang-undang dan etik mempunyai tujuan yang berbeda satu dengan yang lain. Undang-undang terutama bertujuan menyelesaikan konflik begitu rupa sehingga keteraturan dasar masyarakat tetap terjaga. Sedangkan etik mempunyai ruang lingkup yang jauh lebih luas. Misalnya hubungan kita dengan orang lain dan bagaimana nilai-nilai dan ciri kepribadian kita sebaiknya dinyatakan dalam perilkau sehari-hari, Undang-undang tidak dapat diharapkan untuk memuat hal-hal terperinci seperti yang diharapkan semua orang. Dari sinilah masalah euthanasia ini muncul dan menarik perhatian serta mendapat sorotan dunia terlebih-lebih setelah dilangsungkannya Konferensi Hukum Sedunia yang diselenggarakan oleh World Peace Through Law Center di Manila tanggal 22 dan 23 Agustus 1977, dimana dalam konferensi tersebut diadakan Sidang Semu mengenai hak manusia untuk mati (the right to die). Hak yang paling utama dari manusia adalah “hak untuk hidup” atau “the right to life”. Didalam pengertian untuk hidup ini tercakup pula adanya “hak untuk mati” atau “the right to life” yang telah diakui oleh dunia dengan dimasukkannya kedalam Universal Declaration of Human Rights oleh PBB tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan mengenai hak untuk mati karena tidak dicantumkan secara tegas dalam suatu deklarasi dunia, maka masih merupakan perdebatan dan pembicaraan dikalangan para ahli berbagai bidang di dunia ini.

Universitas Sumatera Utara

11   

Ada beberapa Negara yang berpendapat bahwa masalah hidup dan mati itu merupakan hak dari pada Tuhan yang Maha Esa, bukan hak dari pada manusia. Pada umunya pendapat ini didasarkan atas pertimbangan segi religius. Akan tetapi sebagian Negara juga ada yang memperbolehkan dan mengaturnya secara jelas didalam Perundangan-undangannya, sehingga dapat diaktakan bahwa hak untuk mati itu tidaklah bersifat mutlak bagi setiap orang. Di Indonesia hak asasi manusia ini diatur di dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dimana didalamnya mengatur hal-hal yang menyangkut soal hak-hak assi manusia secara mendasar. Selain UU No. 39 tahun 1999 tenatang hak asasi Manusia, sebenarnya sudah banyak diatur did lam UUD 1945 dan Perundang-undangan Republik Indonesia lainnya. Namun masalahnya bahwa saat ini merupakan moral rights dan belum merupakn positive rights. Tantangan bagi kita semua adalah menggalakkan peningkatan hak-hak warga Negara Indonesia itu dari moral rights menjadi positive rights, sehingga baik dalam Perundang-undang maupun riilnya, Indonesia adalah benar-benar merupakan Negara hukum yang menghormati hak-hak asasi warga negaranya. Sehubungan dengan pembahasan mengenai hak untuk hidup dan hak untuk amti tersebut, maka akan terkait dengan masalah hukum pidana yaitu yang disebut dengan euthanasia. Untuk itu satu-satunya landasan hukum yang dipakai adalah Pasal 344 KUHP yang berbunyi : “barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang disebutkannya dengan nyata dan dengan

Universitas Sumatera Utara

12   

sungguh-sungguh dihukum penjara selama 12 tahun”2. Sampai sekarang ini pasal tersebut dianggap paling mendekati dalam menyelesaiakn masalah euthanasia. B. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan masalah euthanasia dikaitkan dengan hak asasi manusia? 2. Bagaimana masalah euthanasia ini memperoleh perlindungan hukum di Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana Undang-undang Hak Asasi Manusia mengatur tentang euthanasia. 2. Bagaimana pengaturan euthanasia di dalam KUHP dan bagaimana tanggapan para ahli hukum mengenai hal ini. 3. Bagaimanan pengaturna kedepan mengenai masalah euthanasia khususnya di Indonesia . D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri tanpa adanya penjiplakkan yang dapat merugikan pihak-pihak tettentu, jika terdapat kesamaan maka untuk itu Penulis dapat bertanggung jawab dan memperbaiki keaslian penulisan skripsi ini.    2.

. R. Soesilo, kitab undang‐undang hokum pidana, Politeia‐Bogor, 1994. Hal 243 

     

Universitas Sumatera Utara

13   

 

E. Tinjauan Kepustakaan a. Pengertian Hak Asasi Manusia Manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa mempunyai kewajiban memelihara alam semesta dengan penuh tanggung jawab, untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia secara berkelanjutan. Manusia oleh sang Pencipta dianugrahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan di dalam lingkungannya maupun penataan kehidupannya. Dari dasar pandangan yang demikian itu, maka semua orang yang dilahirkan didunia ini memiliki kemerdekaan dan mempunyai martabat serta hak yang sama, juga dikaruniai akal dan budi yang sama pula. Oleh karenanya setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan. Artinya tidak seorang pun boleh diperlakukan seenaknya, diperbudak, dianiaya maupun diperlakukan secara kejam sesuai dengan Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Manusia disamping memiliki hak asasi manusia, juga berkewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain dan masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah Tuhan yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan warga Negara Indonesia dan demi perlindungan harkat dan martabat manusia.

Universitas Sumatera Utara

14   

Hak asasi dapat diliputi dalam beberapa bidang, yaitu : 1. Hak asasi manusia bidang sipil seperti hak untuk hidup, hak warga Negara, hak mengembangkan diri, hak-hak wanita, dan hak-hak anak. 2. Hak asasi manusia dibidang politik seperti hak turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk berserikat, dan lain sebagainya. 3. Hak asasi manusia bidang social seperti hak mmeperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, dan lain-lain. 4. Hak asasi manusia bidang budaya seperti hak untuk memiliki, menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan, hak untuk mengembangkan budaya, dan lain-lain3. Berdasarkan pengertian hak asasi manusia tersebut, maka jelaslah bahwa sifat dari hak asasi manusia itu adalah universal, yang berarti bagi semua manusia yang ada didunia ini sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa, tanpa membeda-bedakan tempat, jenis kelamin, suku, ras, etnik ataupun agama. Para pakar berpendapat bahwa arti universal harus dipahami sebagai hak asasi yang pelaksanaannya masih bergantung pada pengaruh lingkungannya dimana seseorang itu berada, agama, maupun adat istiadatnya. Paham inilah yang membedakan dengan paham barat yang menganggap universal sebagai absolute.

3

.Sugondo Lies Ny. (Anggota Komnas HAM)-Juli 1999 Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, PUSLITBANG DIKLAT Mahkamah agung RI, Jakrta, 2001.Hal 131-132

Universitas Sumatera Utara

15   

Namun setelah melalui proses panjang sejak Deklarasi PBB 10 Desember 1948 samapai pada tahun 1993 yaitu dimana ditandai melalui Konvensi International di Viena Austri, bahwa paham barat sudah mulai bergeser, bahakan ditegaskan “Universal” harus dipahami segala sesautu yang berkmbang melalui proses lingkungan dimana manusia itu berada, yang dipengaruhi oleh adat, agama dan lain sebagainya. b. Pengertian Euthanasia Istilah euthanasia ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “EUTHANATOS”. Eu berarti baik tanpa derita dan Thanatos berarti mati, arti harfiahnya adalah mati baik4. Jadi dapat disimpulkan bahwa euthanasia itu adalah mati dengan tenang, atau dapat didefinisikan sebagai “a good m dead”. Mati dengan baik diharpakan oleh semua orang, tetapi tidak semaua orang setuju dengan mati baik ini (euthanasia). Dalam bioetika euthanasia menjadi suatu istilah teknis. Dalam arti sempit, euthanasia diartikan sebagai mati tanpa derita. Derita juga dikatakan bahwa euthanasia merupakan suatu perbuatan yang dengan sengaja memperpendek umur atau dengan kata lain menghilangkan jiwa orang dengan alasan untuk menghilangkan penderitaan yang dialami oleh seseorang yang telah lama mengidap suatu penyakit yang tidak mungkin serta tidak dapat disembuhkan lagi. Perbuatan tersebut didasari karena suatu penderitaan yang telah berlarut-larut dan berkepanjangan yang mengakibatkan penderitaan serta kerugian materi, serta didasarkan juga atas permintaan dari keluarga si pasien ataupun langsung atas permintaan si pasien sendiri. 4

.

Nadeak P.Gonzales, OFMCap.Lebih Baik Mati?Menyorot Euthanasia. Bina Media Perintis, Medan 2004.Hal 1

Universitas Sumatera Utara

16   

1. Euthanasia aktif, yaitu suatu keadaan dimana pasien meminta, memberi izin dan member persetujuan untuk menghentikan perawatan/pengobatan yang memperpanjang hidupnya. Euthanasia ini sangat ditenytang keras di dalam masyarakat karena dianggap sebagai suatu pembunuhan serata perbuatan yang bersifat amoral. 2. Euthanasia pasif, yaitu suatu keadaan dimana tidak ada permintaan langsung dari pasien, dengan cara tidak lagi memberikan bantuan medis kepada pasien untuk memperpanjang hidupnya. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa perbuatan euthanasia dilakukan karena suatu penderitaan yang sudah cukup berkepanjangan, sehingga dengan dasar pertimbangan itulaha makanya terjadi tindakan euthanasia. F. Metode Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis berusaha dengan kerja yang maksimal dan dengan kemampuan serta pengetahuan yang penulis miliki untuk mendapatkan data-data yang mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini Penulis menyusun data dengan menghmpun data primer dan data sekunder, yaitu : 1. Data primer yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mmepunyai kekuatan hukum yang mengikat. 2. Data sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hokum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer.

Universitas Sumatera Utara

17   

Dengan menggunakan metode Library Research, yaitu mencari dan mengumpulkan data dari perpustakaan berupa buku-buku, media cetak/Koran, internet, tulisan ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab, dimana tiap-tiap babnya akan menguraikan : BAB I. PENDAHULUAN Dalam bab ini secara berturut-turut memuat tentang Latar Belakang Penulisan, Pokok-pokok permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan yang terdiri dari Pengertian Hak Asasi Manusia dan Pengertian Euthanasia, Metode Penulisan, dan uraian singkat mengenai Sistematika Penulisan. BAB II EUTHANASIA DITINJAU DARI UU NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM DAN DITINJAU DARI SEGI MEDIS Pada bab ini akan diuraikan tentang bagaimana Undang-undang Hak Asasi Manusia menyikapi dan mengatur tentang masalah euthanasia di Indonesia, serta hubungannya dengan pidana mati dan hak-hak asasi manusia terutama hak untuk hidup dan hak untuk mati serta diuraikan pula tinjauan dari segi medis.

Universitas Sumatera Utara

18   

BAB III. EUTHANASIA DITINJAU DARI HUKUM PIDANA Pada bab ini diuraikan mengenai jenis-jenis euthanasia, bagaimana pengaturan permasalahn euthanasia ini di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai hokum positif yang berlaku di Indonesia, serta bagaimanan pendapat para ahli hukum menanggapi tentang masalah euthanasia ini. BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini memuat kesimpulan terhadap permasalahn yang terurai di dalam bab-bab sebelumnya. Didalam Bab IV ini juga akan disampaikan pula mengenai saran Penulis yang diajukan untuk perbaikan dari pengaturan masalah euthanasia yang menjadi pokok pembahasan di dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara