BAB II PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA A. Tanggung Jawab

1 Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th.), hlm. 7. 2 Suratman Efendi, dkk., Fungsi Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas...

6 downloads 561 Views 156KB Size
BAB II PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA

A. Tanggung Jawab keluarga terhadap Pendidikan anak 1. Pengertian Keluarga Keluarga adalah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak atau suami, isteri dan anak-anaknya.1 Pengertian keluarga menurut undang-undang nomor 10 tahun 1992 pasal 1 ayat 10 menjelaskan bahwa:”keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat” yang terdiri dari suami isteri dan anak.2 Menurut Jalaluddin Rahmad, keluarga adalah dua orang atau lebih yang tinggal bersama dan terikat karena darah, perkawinan dan adopsi.3 Dalam memberikan pengertian tentang keluarga, Muhaimin dan Abdul Mujib mengungkapkan bahwa dalam Islam keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak cucu), perkawinan (suami isteri), persusuan dan pemerdekaan.4 Menurut Elisabeth B Hurlock, bahwa keluarga adalah: “The familiy is the most important part of the child’social net work people, thing and life in general”5 artinya keluarga merupakan bagian terpenting untuk anak dalam hubungan sosial masyarakat, segala sesuatu dalam kehidupan pada umumnya. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu atau

1

Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th.), hlm. 7.

2

Suratman Efendi, dkk., Fungsi Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), hlm. 34. 3

Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. 10, hlm. 120-121. Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Triganda karya, 1993), hlm. 298. 5 Elisabeth B. Hurlock, Child Development, (Mengrow Hill, international student Edition, 1978), hlm. 494. 4

17

suami, isteri dan anak karena adanya ikatan darah atau perkawinan dan adopsi. 2. Fungsi Keluarga Keluarga adalah pokok pertama yang mempengaruhi pendidikan seseorang. Lembaga keluarga adalah lembaga yang kuat berdiri di seluruh penjuru dunia sejak zaman purba merupakan tempat manusia mula-mula di gembleng untuk mengarungi hidupnya. Sekurang-kurangnya ada tujuh fungsi keluarga, yang bila dilihat dari segi pendidikan akan sangat menentukan kehidupan seseorang. 1

Fungsi ekonomis: setiap keluarga diharapkan mampu berfungsi meningkatkan

keterampilan

dalam

usaha

ekonomi

produktif,

sehingga tercapainya upaya penigkatan pendapatan keluarga guna memenuhu kebutuhan keluarga.6 2

Fungsi sosial: keluarga memberikan prestise dan status kepada anggota-anggotanya

3

Fungsi edukatif: memberikan pendidikan kepada anak-anak dan juga remaja

4

Fungsi protektif: keluarga melindungi anggota-anggotanya dari ancaman fisik, ekonomi, dan psiko-sosial

5 Fungsi religius: keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya 6 Fungsi rekreatif: keluarga merupakan fungsi rekreasi bagi anggota anggotanya. 7 Fungsi afektif: keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan.7

6

Suratman Efendi, op. cit., hlm. 40.

7

Jalaluddin Rahmat, op. cit., hlm. 121.

18

Dalam buku yang berjudul tentang Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah dijelaskan bahwa fungsi keluarga terdiri dari: 1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak 2. Menjamin kehidupan emosional anak 3. Menanamkan dasar pendidikan moral anak 4. Memberikan dasar pendidikan kesosialan.8 3. Tanggung Jawab Keluarga terhadap Pendidikan Anak Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan menjadi anggota masyarakat yang sehat.9 Di lingkungan keluarga orang tua memikul tanggung jawab terhadap pendidikan pada anaknya, hal ini di sebabkan karena secara alami anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ibu dan ayahnya. Orang tua selalu berusaha mengenalkan kepada anak tentang segala hal yang mereka ingin beritahukan kepada anak. Anak biasanya bertanya kepada orang tuanya “apa ini”, dan “apa itu”, lalu orang tua memberi tahu bahwa ini adalah kopyah bapak dan ini adalah mekena ibu untuk salat, begitu seterusnya mulai dari hal yang baik hingga hal buruk, mulai dari hal yang kongkrit sampai hal yang abstrak.10 Jadi secara implisit orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya di karenakan dua hal, yaitu orang tua di taqdirkan untuk menjadi orang tua bagi anaknya (kodrati),dan orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.11 8 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Akasara, 1992), hlm 75 dan 76 9

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 37. 10 Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacaan Ilmu, 1999) , hlm. 87 11

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, op. cit., hlm. 32.

19

Dalam melaksanakan pendidikan agama bagi anak, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pendidik pertama dikarenakan orang tua adalah orang yang pertama mendidik anaknya, dan pendidik utama di karenakan orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan anaknya. Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya hendaklah mampu menanamkan nilai-nilai agama dengan menggunakan metode yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak agar tujuan yang diharapkan orang tua yakni memiliki anak yang berkepribadian baik, beriman dan bertaqwa dapat tercapai, karena keluarga merupakan fondasi bagi pembentukan jiwa keagamaan bagi anak-anaknya dan dari situlah anak menjadikan segala perilaku orang tua dan didikannya sebagai identifikasi. Orang tua sebagai pendidik, apabila mereka berpendidikan tinggi, maka akan sangat berpengaruh baik terhadap mutu pendidikan yang diberikan kepada anaknya, dan pada gilirannya maka akan semakin baik pula derajat masyarakatnya.12 Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak bisa diabaikan, karena pada kebanyakan keluarga ibulah yang selalu mendampingi anaknya. Ia memberikan makan, minum, memperhatikan dan selalu bergaul dengan anaknya. Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawab sebagai anggota keluarga, bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak antara lain: ¾ Sumber pemberi kasih sayang ¾ Pengasuh dan pemelihara. ¾ Tempat mencurahkan isi hati ¾ Pengatur kehidupan dalam rumah tangga ¾ Pembimbing pada anak-anaknya.

12

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2000), hlm. 138

20

Adapun tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sekurangkurangnya meliputi: ¾ Memelihara dan membesarakan anak ¾ Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani dari gangguan penyakit dan penyelewengan ¾ Memberikan pengajaran sehingga anak mempunyai pengetahuan yang cakap ¾ Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat.13 Diantara cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak antara lain: 1. Memberi tauladan yang baik tentang beriman kepada Allah SWT dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama Islam 2. Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar Islam semenjak kecil sehingga menjadi kebiasaan dan dilakukan atas kesadaran dan kemauannya sendiri 3. Meyiapkan suasana keluarga yang Islami 4. Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama Islam yang berguna 5. Menyuruh anak mengikuti aktifitas-aktifitas keagamaan.14 Memang tidak sepenuhnya kepribadian anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, bisa juga kepribadian anak dipengaruhi oleh dari luar lingkungan keluarga. Namun pendidikan yang ditanamkan orang tua tetap membawa dasar yang paling dalam bagi pendidikannya. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab yang dipikul oarng tua terhadap pendidikan anaknya memerlukan pemikiran dan perahtian yang besar.15

13

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 2000), cet. 4, hlm. 38. Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung, Al – Maarif, t. th), hlm 351 15 Herry Noer Aly, op. cit, hlm. 88 14

21

4. Identifikasi Anak Usia 6-12 Tahun Anak usia 6-12 tahun (masa usia sekolah dasar) sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar, sebenarnya sukar dikatakan karena kematangan tidak ditentukan oleh umur semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian sekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Karakteristik anak usia 6-12 tahun dapat dibagi menjadi dua; Karakteristik Anak Usia 6-9 Tahun 1.)

Perkembangan otot-otot halusnya sudah terjadi, sehingga anak sudah mampu melakukan gerak ruku’ dan sujud secara mantap.

2.)

Kecerdasan

pikiran

anak

sudah

berkembang,

anak suka

mendengar cerita, kisah atau dongeng yang diceritakan orang tuanya. Anak suka pergi ke masjid bersama orang tuanya. 3.)

Kecenderungan untuk bergaul dengan teman sebaya sangat besar. Anak ingin melakukan apa yang dilakukan oleh temannya.

4.)

Anak sensitif terhadap perlakuan keras dari orang tua.

5.)

Keberagamaan

sungguh-sungguh

namun

belum

dengan

pemikirannya.16 6.)

Anak suka meniru atau mencontoh perilaku orang yang lebih dewasa.17

Karakteristik Anak Usia 9-12 Tahun 1.) Rasa ingin tahu dan ingin belajar sangat tinggi.18

16

Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1996), hlm. 100-109. 17 Ahmad Subino Hadi Subrata,, Keluarga Muslim Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994), hlm. 73. 18

Syamsu Yusuf, op. cit., hlm. 25.

22

2.) Kecerdasan pikirannya masih berjalan cepat, sehingga kemampuan memahami hal-hal yang abstrak semakin meningkat. 3.) Anak telah mampu menghubungkan agama dan masyarakat. Misalnya mereka tahu bahwa masjid adalah milik orang Islam, gereja milik orang kristen dan lain sebagainya. 4.) Perkembangan keimanan semakin bersungguh-sungguh. Harapan, angan-angan, kasih sayang, dan perkenaan dengan Allah terhadap do’a semakin keras dan juga semakin bersungguh-sungguh.19 5.) Anak mulai kritis terhadap kesalahan-kesalaahn yang dilakukan orang lain 6.) Anak mulai memperhatikan diri sendiri20 7.) Anak suka memperlihatkan sikap tidak bersahabat dengan lingkungan. Mereka cenderung berlaku kurang ajar, suka menggu serta menyakiti 8.) Anak memiliki kemampuan kemampuan bacaan salat, karena perkembangan intelektualnya sudah memungkinkan itu.21 Dari karakteristik anak usia 6-12 tahun yang telah di sebutkan diatas secara singkat, maka dapatlah orang tua menentukan sikap dalam mendidik anak-anaknya. Ada beberapa pedoman umum yang dapat diikuti oleh orang tua dalam mendidik anaknya, antara lain: ¾ Orang tua hendaknya membantu anak-anak dalam

memecahakan

masalahnya. Misal, menjawab peratanyaan anak tentang dunia dan lingkungannya. ¾ Orang tua dalam mendidik anaknya hendaknya jangan memaksa tetapi menganjurkan.

19 20

44

21

Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 105, 106 dan 110. Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta; Raja wali Pers. t.th), hlm

Imron Hasan, Pedoman Mendidik Anak Menjadi Salih dan Salihah, (Yogyakarta; Bintang Cemerlang, 2001), hlm. 130

23

¾ Mengarahkan anak pada hal yang positif. ¾ Memberikan jawaban pada pertanyaan anak dengan jujur. ¾ Memberikan kebebasan pada anak untuk selalu bertanya. ¾ Menciptakan suasana rumah yang enak. Contoh, tenteram, rukun, gembira, dan aman.22 5. Masalah Ibu yang Bekerja di Luar Rumah Realitas sosial dewasa ini memperlihatkan dengan jelas betapa kecenderungan manusia pada aktifitas kerja ekonomis makin terasa makin menjadi kuat dan keras. Pergulatan manusia untuk mendapatkan kebutuhan hidup dan untuk sebagian orang mencari kesenangan materialistis-konsumtif telah melanda hampir semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Fenomena ini semakin nyata dalam era industrial sekarang ini. Bahkan realitas sosial juga memperlihatkan bahwa perburuan manusia mencari kesenangan ekonomi dan “sesuap nasi”oleh kaum perempuan, baik yang masih lajang maupun yang sudah berkeluarga semakin meningkat dari waktu kewaktu. Tak pelak lagi bahwa kaum perempuan yang disebut terakhir ini pada gilirannya harus melakukan kerja ganda. Bila dulu wanita dikenal hanya sebagai ibu rumah tangga saja, yang bertanggung jawab untuk menyediakan makanan, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan menjaga anak, namun pendidikan dan status ekonomi menyebabkan banyaknya wanita Indonesia yang memiliki profesi yang terampil.23 Contohnya profesi wanita sebagai guru, dokter, astronot, menteri, tukang batu, pekerja pabrik dan lain sebagainya. Keluarga mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah fungsi ekonomi. Dalam fungsi ekonomi ini keluarga harus dapat memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi baik kebutuhan sehari-hari, biaya 22 23

Kartini Kartono, op. cit, hlm. 47 dan 48

Kathleen H. Liwijaya Kuntaraf, Komunikasi Keluarga Kunci Kebahagiaan Anda, (Indonesia: Publishing House Offset, 1999), hlm. 229.

24

pendidikan dan lain sebagainya. Dalam era globalisasi ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat, biaya hidup dan pendidikan semakin mahal, gaya hidup yang serba modern, banyaknya PHK, pendapatan yang pas-pasan. Hal ini tentunya menuntut seorang istri untuk membantu suami dalam mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bekerja dalam Islam orientasinya adalah masa depan yang mempunyai arti bukan hanya sesaat atau satu masa saja. Keberhasilan bekerja dalam Islam diajarkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja melainkan untuk memenuhi kepentingan sesama manusia di samping untuk keperluan agama. Oleh karena itu bekerja jangan dijadikan alasan untuk tidak mendidik anaknya. Dari gejala tersebut di atas menyebabkan para ibu mempunyai peran ganda yang lebih berat, sehingga waktu untuk anak-anaknya menjadi berkurang. Betapapun orang harus mengikuti perubahan yang berlangsung pada zamannya. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan zaman untuk mencari pola mengasuh anak yang sesuai dengan kondisi itu. Para ibu yang bekerja, yang terpenting adalah pembagian waktu antara pekerjaan dan perhatian pada anak. Kalau waktu digunakan untuk anak-anak seoptimal mungkin dengan mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan, maka hal itu akan sangat mengurangi persoalan-persoalan yang timbul.24 Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mengurangi bebannya, antara lain; ¾ Delegasikan pekerjaan yang dapat didelegasikan pada orang lain ¾ Bekerja di luar rumah, hanya bila anak-anak sudah sekolah ¾ Dapatkan penjaga anak yang baik

24

Alex Sobur, komunikasi orang Tua dan Anak, (Bandung: Angkasa, t.th) hlm. 88.

25

¾ Supervisi penjagaan dari orang tua tetap ada.25 Kalau ibu bekerja berarti harus meninggalkan anak untuk beberapa saat. Tetapi ada manfaat yang dapat diperoleh dari ketidakhadiran tokoh ibu dalam keluarga. Diantaranya, menciptakan kesempatan bagi anak untuk menyadari betapa penting artinya kehadiran ibu di rumah.26 Menurut psikolog Sinto Adelar, sisi positif meninggalkan anak adalah anak menjadi cepat mandiri dibanding dengan anak-anak yang terus menerus dibantu. Anak-anak yang biasa ditinggal orang tua menjadi terbiasa memenuhi kebutuhannya sendiri dan belajar mencari kesibukan sendiri. Ditambah lagi mereka terbiasa memegang tanggung jawab.27 Ada beberapa kemungkinan juga yang terjadi pada anak yang ditinggalkan oleh ibunya yang bekerja di luar rumah yaitu : Anak kehilangan peran dan fungsi ibu sehingga proses tumbuh kembangnya kehilangan haknya untuk dibina, dibimbing, diberikan kasih sayang, perhatian dan sebagainya.28 Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu selalu merasa tidak aman dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung, mereka merasa sangat sengsara di hati, sedih, malu dan seribu satu penderitaan batin lainnya. Di kemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris berbentuk dendam dan sikap bermusuhan terhadap dunia luar. Anak-anak mulai “menghilang” dari rumah, lebih suka bergentayangan di luar keluarga sendiri dan mencari keseimbangan hidup yang imajiner di tempat-tempat lain sehingga pola hidupnya menjadi tidak hygienis.29

25

Kathleen H. Liwijaya, op. cit., hlm. 235.

26

Alex Sobur, op. cit., hlm. 91.

27

Sintha Ratnawati,Kumpulan Artikel Kompas, Keluarga Kunci Sukses Anak., (Jakarta:Kompas, 2000), hlm. 32. 28

Dadang Hawari, Al-Qur’an dan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Jaya, t.th), hlm. 172. 29

Kartini kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 169.

26

Ibu yang bekerja di luar rumah juga akan berakibat terjadinya perubahan pola peran tradisional kepada pola peran non tradisional yakni dulu suami sibuk bekerja di luar rumah dan istri di rumah mengurusi keluarga dan mengasuh anak, akan tetapi sekarang seorang ayah sibuk di rumah mengurusi kebutuhan rumah tangga dan mengasuh anaknya, atau justru sebaliknya kedua orang tua sibuk bekerja di luar rumah.30 Bekerja dalam arti mencari nafkah merupakan kewajiban bagi orang tua, khususnya bapak untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi ;

‫ﺎ‬‫ﻌﻬ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺲ ِﺇﻻﱠ‬  ‫ﻧ ﹾﻔ‬ ‫ ﹶﻜﻠﱠﻒ‬‫ﻑ ﹶﻻ ﺗ‬ ِ ‫ﻭ‬‫ﻌﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻦ ﺑِﺎﹾﻟ‬ ‫ﻬ‬‫ﻮﺗ‬ ‫ﺴ‬  ‫ﻭ ِﻛ‬ ‫ﻬﻦ‬ ‫ﺯﹸﻗ‬ ‫ ِﺭ‬‫ﻮﻟﹸﻮ ِﺩ ﹶﻟﻪ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ‬‫ﻭ‬ (٢٣٣:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬ “Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani menurut kadar kemampuannya.”31 Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang berkewajiban untuk mencari nafkah atau kebutuhan keluarga adalah ayah atau suami. Sedang ibu tidak berkewajiban untuk mencari rezeki. B. Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga 1.Pengertian Pendidikan Agama Islam Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga terminologi tersebut yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah.32

30

Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 139.

31

Departeman Agama Republik Indonesia, Alqur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT AlWaah, 1989), hlm. 57. 32

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 74.

27

Al-tarbiyah dalam bahasa arab berasal dari kata dasar rabba, yarubbu, robban, yang mempunyai arti mengasuh atau memimpin.33 Dalam kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan34. Pendidikan dapat juga diartikan bahwa Education is a process or an activity wich is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings.35 artinya pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan mengarahkan untuk menghasilkan suatu perubahan dalam tingkah laku manusia. Menurut Ngalim purwanto, pendidika adalah segala usaha orang dewasa

dalam

pergaulan

dengan

anak–anak

untuk

memimpin

perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan.36 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa dalam rangka memimpin atau mengasuh anak untuk mengubah sikap dan tingkah laku anak yang lebih baik, supaya jasmani dan rohani dapat berkembang sebagai mana mestinya dengan melalui pembiasaan. Pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Ditbinpaisun adalah suatu bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai pandangan hidupnya.37

33

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: tp., t.th), hlm. 136.

34

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. 2, hlm. 263. 35

Mc. Donald, Education Psycolog, (Japan: Asian Text Edition, 1959), hlm. 4.

36

Ngalim Purwanto, op. cit, hlm.11

37

Zakiah Darajat, op. cit, hlm. 88.

28

Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang atau kelompok orang agar ia berkembang secara optimal sesuai dengan ajaran Islam.38 Dari hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-indonesia tahun 1960 yang dikutuip oleh Muzayyin Arifin dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam dijelaskan bahwa pendidikan agama adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.39 Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha secara sadar dilakukan orang dewasa untuk membimbing anak agar mereka dapat berkembang secara optimal sesuai ajaran Islam yaitu menjadi orang yang bertaqwa melalui pengajaran dan latihan. 2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam 1). Dasar Pendidikan Agama Islam Dasar pendidikan agama merupakan landasan dan pedoman dalam melaksanakan pendidikan agama pada anak-anak atau peserta didik. Ada beberapa dasar dalam melaksanakan pendidikan agama, antara lain; a. Dasar Yuridis (Hukum) Dasar yuridis adalah dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan. a) Dasar Ideal

38 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 2, hlm. 32. 39

Muzayyin Arifin, op. cit., hlm.15.

29

Dasar ideal yaitu falsafah negara (pancasila), yang terdapat pada sila pertama berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”, memberi pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau harus beragama. Maka untuk realisasinya diperlukan pemahaman sejak dini, yaitu melalui pendidikan agama pada anak yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga. b) Dasar Struktural Dasar pendidikan secara struktural termuat dalam UndangUndang Dasar 1945, Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 tentang agama, yang berbunyi sebaagi berikut: Ayat 1: Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2: Neagra menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayannya itu.40 Untuk mewujudkan negara yang berketuhanan, maka diperlukan pendidikan agama bagi anak-anak, karena tanpa pendidikan tujuan itu tidak akan tercapai. c) Dasar Operasional Dasar operasional yang dimaksud ialah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia. Hal ini termaktup dalam Undang-Undang Dasar, Bab XIII, pasal 31 ayat 1 dan ayat 5 Ayat 1: Setiap waraga negara berhak mendapatkan pendidikan Ayat 5: Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.41

40

Piagam Jakarta dan Susunan Lengkap Anggota Kabinet Gotong Royang UUD 1945 Hasil Amandeman, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 24.

30

UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab VI tentang Jalur Pendidikan, pasal 30 ayat 3 juga disebutkan bahwa: “Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur formal, informal, dan non formal.”42 Dari pasal di atas jelas bahwa pendidikan agama dapat dilaksanakan dalam berbagai lingkungan yaitu linkungan keluarga (jalur informal), lingkungan sekolah (jalur formal), dan lingkungan masyarakat (jalur non formal). 2) Religius Dasar yang menjadi pijakan dalam visi religius terhadap pelaksanaan pendidikan keluarga adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran Islam yang datangnya dari Allah SWT, sedang Sunnah Rasul sebagai pelaksaan dari hukumhukum Al-Qur’an yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Dalam Q.S an-Nahl dijelaskan bahwa:

(١٢٥ : ‫ )ﺍﻟﻨﺤﻞ‬... ‫ﻨ ِﺔ‬‫ﺴ‬ ‫ﳊ‬ ‫ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﹾﺍ ﹶ‬ ‫ﻭﹾﺍ ﹶﳌ‬ ‫ﻤ ِﺔ‬ ‫ﳊ ﹾﻜ‬ ِ ‫ﻚ ِﺑ ﹾﺎ‬  ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ﻴ ِﻞ‬‫ﺳِﺒ‬ ‫ﻉ ِﺇﻟﹶﻰ‬  ‫ﺩ‬ ‫ﹸﺃ‬ “Serulah (manusia ) kepada jalan tuhanmu yang hikmah dan pelajaran yang baik”43 Dari ayat tersebut jelas bahwa setiap manusia harus dididik kejalan Allah yang tidak lain adalah melalui Pendidikan Agama Islam itu sendiri. Secara lebih khusus pendidikan agama dalam keluarga disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:

(٦ : ‫ )ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ‬... ‫ﺍ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻢ ﻧ‬ ‫ﻴ ﹸﻜ‬‫ﻫِﻠ‬ ‫ﻭ ﹶﺃ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺴﻜﹸ‬  ‫ﻧﻔﹸ‬‫ﺍ ﹶﺃ‬‫ﺍ ﹸﻗﻮ‬‫ﻨﻮ‬‫ﻣ‬ ‫ﻦ ﹶﺃ‬ ‫ﻳ‬‫ﺎﺍﻟﱠ ِﺬ‬‫ﻳﻬ‬‫ﻳﺂ‬ 41

Ibid, hlm. 25.

42

Tim Redaksi Fokus Media, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung: Fokus Media, 2003), hlm. 19. 43

Departemen Republik Indonesia, Op. Cit, hlm. 421.

31

“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu keluargamu dari siksa api neraka”44 (Q.S At-Tahrim: 6)

dan

Firman Allah di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah pendidikan, pemeliharaan dan pembinaan umat Islam. Bahkan kalau melihat ayat di atas Allah SWT memberikan tugas ganda kepada orang yang beriman, bahwa mereka harus bisa menjaga dirinya dan memelihara keluarganya dari siksa api neraka, yakni orang tua harus mampu menjaga dirinya dan anak-anak mereka. Sedang dalam hadis Rasul juga dijelaskan

‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﺩﻡ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﺑﻦ ﺍﰊ ﺫﺋﺐ ﻋﻦ ﺍﻟﺰﻫﺮﻱ ﻋﻦ ﺍﰊ ﺳﻠﻤﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﲪﻦ‬ ‫ ﻛﻞﱡ‬:‫ﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬‫ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨ‬: ‫ﻋﻦ ﺃﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ‬ ‫ﺎﻧِﻪ ﻛﻤﺜﹶﻞ‬‫ﺠﺴ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﺮﺍﻧِﻪ ﺃﻭ ﻳ‬‫ﻨﺼ‬‫ﻳ‬‫ﺩﺍﻧِﻪ ﺃﹶﻭ‬‫ﻬﻮ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻩ‬ ‫ ﻋﻠﻰ ﺍﹾﻟﻔِﻄﺮ ِﺓ ﻓﺄﹶﺑﻮﺍ‬‫ﻣﻮ ﻟﻮ ٍﺩ ﻳﻮﹶﻟﺪ‬ 45 (‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ‬.‫ﻋﺎ َﺀ‬‫ﺟﺪ‬ ‫ﻯ ﻓﻴﻬﺎ‬‫ﺗﺮ‬ ‫ﺒﻬِﻴﻤ ﹶﺔ ﻫﻞ‬‫ﺒﻬِﻴﻤ ِﺔ ﺗﻨﺘﺞ ﺍﻟ‬‫ﺍﻟ‬ Menceritakan Adam menceritakan Ibnu Abi Dzi’b dari Azzuhridari Abi Salamah bin Abdirrahman dari Abi Hurairah r.a berkata, telah bersabda Rasul SAW; “Setiap anak yang lahir dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi atau nasrani atau majusi” seperti binatang yang melahirkan binatang, apakah kamu tahu di dalamnya terdapat kotoran. (H.R Bukhari) 3) Sosial Psikologi Dilihat dari segi mental psikologi, dalam diri manusia telah diberi suatu kekuatan atau kemampuan rohani untuk memilih alternatif mana yang baik dan mana yang buruk. Akan tetapi tuhan memuji hamba-Nya yang mampu memilih yang baik. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah sebaagi berikut

44

Ibid., hlm. 951. Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 1, (Beirut Libanon: Darul Alkutub Al- Alamsyah, t.t), hlm.421. 45

32

‫ﺪ‬ ‫ﻭﹶﻗ‬ .‫ﺎ‬‫ﻛﻬ‬‫ﻦ ﺯ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺢ‬ ‫ﺪ ﹶﺃ ﹾﻓﹶﻠ‬ ‫ ﹶﻗ‬.‫ﺎ‬‫ﺗﻘﹾﻮﻫ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺭﻫ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺠ‬  ‫ﺎ ﹸﻓ‬‫ﻤﻬ‬ ‫ﻬ‬ ‫ ﹶﻓﹶﺄﹾﻟ‬.‫ﺎ‬‫ﻮﻫ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻭﻣ‬ ‫ﺲ‬ ٍ ‫ﻧ ﹾﻔ‬‫ﻭ‬ (١٠-٧ : ‫ )ﺍﻟﺸﻤﺲ‬.‫ﺎ‬‫ﺳﻬ‬‫ﻦ ﺩ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺏ‬  ‫ﺎ‬‫ﺧ‬ Dan jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.46 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pandangan dasar Islam tentang kemungkinan manusia untuk memperoleh kemajuan hidupnya terletak pada kemampuan memahami Pendidikan Agama Islam dan ikhtiariyahnya sendiri melalui pelbagai cara, dimulai dari sejak lahir sampai meninggal dunia (long life education). Di samping itu Para psikolog berpendapat, bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, mereka menyatakan bahwa dalam jiwa anak semenjak kecil telah tumbuh perasaan agama, kemudian akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungannya. Di antara para ahli yang mengemukakan pendapatnya adalah Sigmun Freud yang mengemukakan pendapatnya bahwa; Anak-anak semenjak kecilnya telah ada perasaan percaya kepada zat yang Maha Kuasa. Bahkan pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, anak-anak mempunyai anggapan, bahwa orang itu sebagai tuhannya. Karena menurut pandangan mereka orang tua itu sebagai sumber keadilan, sumber kasih sayang, tempat mereka bergantung dan tempat mereka meminta segala keinginannya. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, anak semakin sadar bahwa orang tuanya memiliki kelemahan dan kesalahan.47 Hal ini adalah sangat berbeda dengan apa yang telah mereka gambarkan semula, maka timbullah keragu-raguan dalam jiwanya. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan kesadaran kepada anak, 46 47

Departemen Republik Indonesia, op. cit., hlm. 1064.

Abdul Ghofir, dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Graha Nasional, t.th), hlm. 32.

33

bahwa orang itu adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah, sedang Yang Maha Kuasa tidak akan berbuat salah itu hanyalah Allah. Dengan demikian rasa percaya pada anak-anak akan dapat berkembang dengan benar. b. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan sasaran utama yang dijadikan titik tolak dalam pelaksanaan pendidikan agama. Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Menurut

al-Ghazali

tujuan

pendidikan

agama

adalah

menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga terciptanya kebahagiaan bersama dunia akhirat.48 Sedang dalam buku kapita selekta pendidikan Islam karya Chabib Thoha, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut : ¾ Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah SWT ¾ Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT ¾ Membina dan memupuk akhlaqul karimah ¾ Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amal ma’ruf nahi mungkar.49 Dalam buku Metodik Khusus Pendidikan Agaam dijelaskan, bahwa tujuan pendidikan agama Islam untuk anak usia Sekolah Dasar antara lain: 48

Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hlm. 48. 49

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 101-103.

34

¾ Menumbuhkan sikap dan jiwa yang agamis ¾ Menanamkan perasaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya ¾ Menanamkan ajaran Islam yang bersifat global, seperti rukun Islam dan lain-lainnya ¾ Membiasakan anak berakhlak mulia dan melatih dan melatih anakanak untuk mempraktekkan ibadah yang bersifat praktis, seperti shalat, puasa dan lain-lainnya ¾ Membiasakan tauladan yang baik50 Pendidikan agama bagi anak usia 6-12 tahun bertujuan membentuk kepribadian yang di dalamnya terjalin nilai-nilai keimanan, yang selanjutnya menjadi pengarah dan pengendali bagi perilakunya, serta selalu dapat mengadakan pilihan terbaik (sesuai dengan ketentuan Allah) dalam hidupnya.51 3. Materi Pendidikan Agama Islam Dalam rangka membentuk anak yang saleh dan salehah yakni anak yang menjalin hubungan baik dengan Allah SWT dan dengan sesama manusia, maka pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan tiada lain adalah ajaran Islam itu sendiri. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan informal, tidak ada kurikulum yang dijadikan pegangan. Orang tua tidak banyak mengetahui masalah pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu untuk mencari dan merumuskan bahan atau materi yang harus dididikkan kepada anak usia 612 tahun oleh orang tua di rumah amatlah sulit.52 Menurut para ulama ajaran Islam secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Maka pokok-pokok

50

Abdul Ghafir, Op. Cid, hlm 47.

51

Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga., (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996),hlm. 112. 52

Ibid, hlm. 50

35

pendidikan yang harus diberikan kepada anak sedikitnya harus meliputi pendidikan aqidah, syari’ah dan akhlak.53 1). Aqidah Aqidah (ketauhidan) adalah keyakinan tentang satu (Esa-Nya) Tuhan yang tidak boleh dicampuri keragu-raguan dan syakwasangka dalam hati. Aqidah inilah yang pertama-tama mendapat prioritas dari seluruh perjalanan dakwah para Rasul atau Nabi sejak zaman Nabi Adam AS hingga zaman Rasulullah SAW, karena aqidah ini merupakan landasan pokok yang kuat bagi setiap manusia dalam beribadah, beramal, dan berperilaku serta merupakan nilai bagi ketiga hal tersebut.54 Dari aqidah inilah akan lahir suatu keimanan bagi seseorang, dan keimanan itu hukumnya wajib untuk diketahui, dipelajari, dan diakui oleh semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, walaupun hanya garis besarnya saja.55 Materi pendidikan aqidah dewasa ini telah terkemas dalam sebuah ilmu yang disebutkan dalam tauhid, sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mentauhidkan Allah dengan dalildalil yang meyakinkan. Sedemikian mendasarnya pendidikan aqidah bagi anak-anak, karena pendidikan inilah anak akan mengetahui siapa Tuhannya, bagaimana bersikap dengan Tuhannya, dan apa saja yang mereka mesti harus diperbuat dalam hidup ini.56 Ada dua materi pokok yang terkandung dalam pendidikan aqidah yaitu rukun iman dan rukun Islam.

53 Didi Jubaedi Ismail, Membina Rumah Tangga di Bawah Ridho Ilahi, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 199. 54

Nipon Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hlm. 91. 55

Didi Jubaedi Ismail, op. cit., hlm. 199.

56

Ibid., hlm. 93.

36

Rukun iman terdiri dari: iman kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, iman kepada kitab Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada hari Qiyamat, iman kepada Qadha dan Qadar. Kemudian rukun Islam terdiri dari: syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua rukun tersebut hendaknya dikenalkan, diajarkan dan ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya sejak dini sehingga anak tersebut telah memiliki pondasi yang kuat dalam beribadah, beramal, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.57 Dari kedua rukun tersebut yakni rukun iman dan rukun Islam materi yang harus di berikan paad anak usia mulai 7 tahun, kaitannya dengan pendidikan aqidah harus lebih di titik beratkan pada pendidikan shalat.58. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul Muhammad SAW:

‫ ﻳﻌﲏ ﺍﻟﻴﺸﻜﺮﻱ ﺛﻨﺎ ﺍﲰﺎﻋﻴﻞ ﻋﻦ ﺳﻮﺍﺭ ﺍﰊ ﲪﺰﺓ ﻗﺎﻝ‬- ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺆﻣﻞ ﺑﻦ ﻫﺸﺎﻡ‬ ‫ ﻭﻫﻮ ﺳﻮﺍﺭ ﺑﻦ ﺩﺍﻭﺩ ﺍﺑﻮ ﲪﺰﺓ ﺍﳌﺰﱐ ﺍﻟﺼﲑﰲ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺍﺑﻦ ﺷﻌﻴﺐ‬: ‫ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ‬ ‫ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﺮﻭﺍ ﺃﻭﻻﺩﻛـﻢ‬:‫ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﻋﻦ ﺟﺪﻩ ﻗﺎﻝ‬ ‫ﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻫﻢ ﺃﺑﻨﺎﺀ ﻋﺸﺮ ﻭﻓﺮﻗﻮﺍ ﺑﻴﻨـﻬﻢ‬‫ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ ﻭﻫﻢ ﺃﺑﻨﺎﺀ ﺳﺒﻊ ﺳﻨﲔ ﻭﺍﺿﺮ‬ .(‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ‬59.‫ﰱ ﺍﳌﻀﺎﺟﻊ‬ Menceritakan Mual bin Hisyam ya’ni Asy syukri Tsana Ismail dari Suwar bin Hamzah berkata Abu Daud: Suwar bin Daud Abu Hamzah Almuzani Asyairofi dari Umar ibn Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (belum menjalankan shalat), dan pisahlah di antara mereka dalam tempat tidurnya. (HR. Abu Daud).

57

Ibid, hlm. 200. Jalaludin, Mempersiapkan anak Shaleh, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2000),

58

hlm. 129 59

hlm. 119.

Abu Daud Sulaiman bin Asy-Syajtami, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar al Fikr, 1990),

37

Dari uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa, orang tua mempunyai hak kepada untuk melakukan persuasi, mengajak dan membimbing mereka untuk melakukan shalat lima waktu. Jika anak-anak telah terbiasa shalat sejak usia dini, maka kebiasaan tersebut akan membawa pengaruh ketika anak telah menginjak usia dewasa. Selain shalat, pendidikan aqidah yang perlu di titik beratkan untuk di ajarkan pada anak usia mulai 6 tahun adalah tentang mengaji AlQur’an. Sebagaimana terjadi pada para ulama’ yaitu imam Syafii hafal Al-Qur’an ketika ia menginjak usia 7 tahun dan hafal hadis ketika berusia 10 tahun, Sahl bin Abdullah At-Taustari belajar Al-Qur’an sejak Usia dini dan mulai menghafal Al-Qur’an ketika usia 6 tahun, Ibnu Sina ahfal dan menekuni Al-qu’an pada usia 10 tahun.60 Dari prestasi beberapa ulama’ tersebut dapat di jadikan salah satu contoh bagi orang tua dewasa ini untuk mengambil hikmah guna di jadikan pelajaran bagi anak-anak mereka, agar mempunyai semangat yang tinggi dalam mempelajari AlQur’an. 2). Syari’ah Syari’ah adalah peraturan yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui para Rasul Allah supaya makhluknya hidup berdasarkan peraturan itu, sehingga mereka berhak memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat dalam arti yang sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya. Materi syari’ah menyangkut amaliah yang telah ditentukan dengan adanya patokan-patokan, yakni beberapa perintah dan larangan Allah SWT, baik amaliah yang berhubungan dengan Allah SWT atau dengan manusia lainnya.61 Materi syariah secara menyeluruh terkemas dalam sebuah disiplin ilmu yang dinamakan ilmu fiqih atau fiqih Islam. Fiqih Islam ini tidak hanya membicarakan tentang hukum dan tata cara shalat belaka, 60 Muhammad Nur Abdul Hafid, Mendidik anak usia Dua Tahun hingga Baligh, (Yogyakarta, Darussalam, 2004), hlm. 104 61

Didi Jubaedi Ismail, op. cit., hlm. 201.

38

melainkan meliputi pula pembahasan tentang zakat, puasa, haji, tata ekonomi Islam (muamalat), hukum waris, hukum pidana, tata peperangan, makan, minum,dan seluruh tata pelaksanaan mentaati perintah dan menjauhi larangan-Nya.62 Setelah anak tahu kewajiban melaksanakan shalat, maka tugas orang tua selanjutnya adalah mengajarkan pada anak tentang syarat sah shalat, rukun shalat, batalnya shalat dan lain seabgainya. Rasulullah memberikan batasan usia tujuh tahun sebagai awal yang paling baik bagi anak untuk ajarkan masalah yang berkaitan dengan shalat.63 Tata peribadatan tersebut sebagaimana termaktub dalam fiqih Islam, hendaklah diperkenalkan sedini mungkin dan sedikit demi sedikit dibiasakan dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah SWT. 3).Akhlak Akhlak (budi pekerti) adalah segala tingkah laku, ucapan, dan sikap yang mempunyai nilai utama dan nilai-nilai hina atau nilai tinggi dan nilai yang rendah. Oleh karena itu akhlak merupakan nilai atau ukuran tersendiri bagi sikap manusia.64 Dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati dan akhlak adalah maknawi, sedang akhlak adalah bukti keimanan dan perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.65 Akhlak terbagi menjadi dua yakni; ¾ Akhlak mahmudah (terpuji) ¾ Akhlak mazmumah (tercela) Dari dua akhlak tersebut, manusia dapat dibedakan mana manusia yang memiliki akhlak mahmudah dan mana manusia yang memiliki 62 63 64

Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 91. Muhammad Nur Abdul Hafid, op. cit, hlm 129

Nipon Abdul Halim, op. cit, hlm. 201. Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung, remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 67 65

39

akhlak mazmumah. Dalam Islam alat ukurnya adalah Al-Qur’an dan Hadis. Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan Hadis, maka itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.66 Di antara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya adalah; ¾ Akhlak anak terhadap ibu dan bapak ¾ Akhlak anak terhadap orang lain ¾ Akhlak dalam penampilan diri. Sebagaimana tergambar dalam ayat 14, 15, 18, 19, surat Luqman. Akhlak terhadap kedua orang tua (ibu dan bapak), dengan berbuat baik dan berterima kasih kepada keduanya. Dan ingatlah bagaimana susahnya ibu mengandung dan menyusui anak sampai umur dua tahun. (Ayat 14). Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik, kendatipun mereka menyekutukan Tuhan, hanya dilarang mengikuti ajakan mereka meninggalkan iman-tauhid. (Ayat 15) Adapun akhlak terhadap orang lain, adalah adab sopan santun dalam bergaul, yaitu tidak sombong dan angkuh serta berjalan sederhana dan bersuara lemah lembut.(18-19) Pendidikan akhlak dalam rumah tangga dilaksanakan dengan contoh atau teladan dari orang tua. Contoh yang terdapat dalam perilaku dan sopan santun dalam pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.67 Peran dan tanggung jawab kedua orang tua dalam mengenalkan, mengajarkan dan menanamkan pendidikan akhlak terhadap anak-

66 67

Didi Jubaedi Ismail, loc. cit.

Subino Hadi Subrata, (eds), Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 62.

40

anaknya sangat penting, karena anak umur 6-12 tahun sudah mengetahui dan memahami mana perbuatan yang tercela sehingga memiliki fondasi yang sangat kuat akan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari bila ia dewasa nanti. Dari ketiga meteri tersebut hendaknya ditanamkan atau diberikan pada anak-anak mereka sejak dini. Anak usia 6-12 tahun memiliki kecenderungan untuk beribadah sungguah-sungguh, dan kecerdasan pikirannya berjalan dengan lancar, serta kecenderungan untuk meniru perilaku orang dewasa sangat tinggi, maka dari itu orang tua dalam mendidik anaknya agar anak mempunyai kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. 4. Metode Pendidikan Agama Islam Metode secara umum diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu, sedang dalam pengertian letter lijk, kata “metode” berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari “Meta” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Jadi metode ialah jalan yang dilalui.68 Dalam hal ini penulis mengartikan, bahwa metode pendidikan agama dalam keluarga adalah jalan yang dilalui orang tua dalam mendidik anaknya dalam bidang pendidikan agama yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga. Ada beberapa metode pendidikan agama yang dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga antara lain; 1). Pendidikan dengan keteladanan Keteladanan atau contoh adalah salah satu metode pendidikan nilai yang dilakukan dengan cara atau melalui contoh yang baik.69 Pandidikan dengan keteladanan berarti mendidik dengan cara memberi contoh yang baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan lain sebagainya. Pendidikan dengan keteladanan dapat dikatakan metode yang paling berpengaruhdan berhasil guna dalam mendidik anak. Hal ini 68

Muyyin Arifin, op. cit., hlm. 15.

69

Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, (Semarang: Gunung jati, t.th), hlm. 206.

41

disebabkan karena pada umumnya orang lebih mudah menerima segala sesuatu yang konkrit bila di bandingkan dengan yang abstrak.70 Anak usia 6 tahun pola fikirannya masih inderawi. Artinya anak belum ammpu memahamihal yang maknawi (abstrak), oleh karena itu pendidikan iman dan taqwa anak, belum dapat menggunakan kata-kata (verbal), akan tetapi di perlukan contoh atau teladan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya ibu bapak yang saleh sering terlihat oleh anak, mereka sedang shalat, berdoa dengan khusyuk meminta kepada Allah, membaca Al-Qur’an, didalam lingkungan keluarga banyak figura yang terpajang di dinding, dan macam hiasan yang bernafaskan Islam.71 Islam melihat pentingnya metode keteladanan, untuk itu Allah SWT mengutus Muhammad Saw sebagai teladan yang baik bagi umat muslim di sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S al Ahzab ayat 21:

(٢١ :‫ )ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ‬.‫ﻨ ﹲﺔ‬‫ﺴ‬  ‫ﺣ‬ ‫ﻮ ﹲﺓ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﷲ ﹸﺃ‬ ِ ‫ﻮ ِﻝ ﺍ‬ ‫ﺭﺳ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻢ ِﻓ‬ ‫ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ‫ﹶﻟ ﹶﻘ‬ “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik”. (Q.S al-Ahzab:21).72 Dalam keluaraga, orang tua sebagai teladan dituntut untuk memberikan contoh kepada anaknya tentang pengalaman sehari-hari dalam melakukan shalat lima waktu, shalat jum’at, puasa Ramadhan, berperilaku jujur dan lain sebagainya. 2). Pendidikan dengan adat kebiasaan Pada dasarnya manusia dilahirkan atas dasar fitrah, yaitu dengan naluri tauhid dan iman kepada Allah, namun dalam kehidupannya anak akan terbentuk kepribadian dan keyakinannya oleh lingkungan. Untuk 70 71 72

Herry Noer Aly, hlm178 Zakiah Daradjat, op.cit, hlm. 57 Departemen Republik Indonesia, op. cit., hlm. 670.

42

itu menurut Nasih Ulwan, pembiasaan, pengajaran dan pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak di dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etik religi yang lurus.73 Pada usia anak-anak pengajaran dan pembiasaan mempunyai potensi dan daya tangkap untuk menerima pengajaran dan pembiasaan. Untuk itu orang tua harus mempunyai perhatian pada pengajaran yang mengacu pada pembiasaan anak untuk berbuat baik sejak anak mampu memahami realita kehidupan. Adapun metode pembiasaan untuk anak usia 6-12 tahun lebih di titik beratkan pada pembentukan disiplin. Anak-anak dibiasakan untuk mentaati peraturan dan penyelesaian tugas atas daasr tanggung jawab. Untuk itu anak harus dibiasakan melakukan pekerjaan yang tepat waktu dan berulang-ulang. Lankah awal yang dinilai efektif dalam pembentukan disiplin adalah shalat. Shalat berbeda dengan puasa dan zakat, karena keduanya merupakan ibadah wajib tapi dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu satu tahun sekali.74 Dalam lingkungan keluarga, orang tua juga dapat melaksanakan pendidikan melalui pembiasaan, seperti; ¾ Membaca Basmalah, sebelum memulai sesuatu. ¾ Membaca Hamdalah, sebagai ucapan syukur atas segala hasil dan kenikmatan yang diterima ¾ Masya Allah, sewaktu keheranan terhadap sesuatu ¾ Astaghfirullah sewaktu terjadi kekeliruan.75 Selain itu, anak juga dibiasakan bagaimana bila makan, berjalan dengan orang tua, salam ketika hendak pergi dan pulang dari bepergian, mengucapkan terima kasih, cara bertemu, cara berpakaian 73 74 75

Nasih Ulwan, op. cit., hlm. 185. Jalaludin, op.cit, hlm.129 Ramayulis, op. cit., hlm. 135.

43

masuk kamar kecil, mandi, apa yang dibaca ketika hendak tidur dan bangun tidur, semua itu hendaknya diatur sebaik mungkin sesuai dengan cara hidup orang muslim. Metode pembiasaan ini akan menimbulkan kemudahan atau keentengan, sehingga anak mengerjakan suatu ibadah tanpa adanya unsur keterpaksaan tapi berdasarkan kesadaran ia sendiri.

3). Pendidikan dengan nasehat Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh katakata yang didengar, pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasehat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara

langsung

melalui

perasaan.

Ia

menggerakkannya

dan

menggoncangkan selama waktu tertentu, tak ubahnya seperti seorang peminta-minta yang berusaha membangkit-bangkitkan kenestapaannya sehingga menyelubungi seluruh jiwanya, tetapi bila tidak dibangkitbangkitkan maka kenestapaan itu bangkit lagi.76 Menasehati berarti di lakukan dengan kata-kata.seabgaimana di lakukan oleh Luqman dalam emnasehati anaknay agar anak tidak menyekutukan Allah, yaitu “Wahai anakku janganlah engaku menyekutukan Allah, karean menyekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar”. Bila di pahami Luqman tersebut menasehati paad anaknya sedikitnya berusia 12 tahun. Sebab kemampuan meamhami hal yang abstrak (maknawi) terjadi apabila perekmbangan kecerdasan telah sampai paad taahp mampu memahami hal di luar ajngkauan alat inderanya ayitu usia 12 tahun.77 Dari ketiga metode tersebut di atas hendaklah orang tua mempu menggunakan metode yang sesuai dengan materi, usia dan kemampuan anak, supaya tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. 76

Muhammad Qutub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1984), hlm. 334. Jalaludin Rahmad, Muhtar Gandaatmaja, Pendidikan Islam, (Bandung, PT Reamja Rasdakarya, 1994), hlm. 59 77

44

Selain dari ketiga metode tersebut, keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya juga dapat di pengaruhi oleh linkungan sekitarnya. Lingkungan mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilan dalam mendidik anak. Lingkungan dapat membawa pengaruh yang positif maupun pengaruh negatif terhadap pertumbuhan jiwa anak, sikap dan perasaan keagamaannya. Pengaruh tersebut datang dari teman-teman sebayanya dan masyarakat skitar. Linkungan

dapat

membawa

pengaruh

positif,

bilamana

lingkungan dapat memberikan motivasi dan rangsangan bagi anak untuk melakukan hal-hal yang baik.contoh, anak disekolah telah mendapat pendidikan agama Islam dari gurunya, dilingkungan rumah orang tua selalu membimbingnya untuk menjalankan ibadah dan orang tua juga rajijn menjalankan ibadah, kemudian masyarakat sekitar juga terdiri dari orang yang aktif menjalankan perintah agama. Dengan demikian jiwa keagamaan anak akan akan selalu terpupuk dan terbina dengan baik. Sebaliknya linkungan akan membawa pengaruh negatif apabila lingkungan tidak dapat memberikan pengaruh yang baik untuk anak. Contoh, disekolahan anak mendapat pendidikan agaam, dirumah orang tua jarang membimbingnya dan orang tua tidak taat pada agama, sedang lingkungan masyarakat sekitar terdapat orang-orang yang tidak taat pada ajaran agaam, maka dengan demikian jiwa keagamaan anak tidak akan berjalan denagn baik.78 Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama bagi anak, maka hendaklah orang tua mampu menciptakan suasana yang kondusif dan agamis, dan orang tua harus selalu memperhatikan lingkungan dimana anak bergaul dan dengan siapa mereka bergaul. Sehingga jiwa keagaan anak akan berjalan dengan baik.

78

Abdul Ghafir. op.cit, hlm.55.

45