BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gagal Ginjal Kronik 2.1.1

2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik. Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal poliki...

87 downloads 439 Views 493KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Gagal Ginjal Kronik

2.1.1. Definisi Gagal Ginjal Kronik Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak saling bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh manusia yang normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan mengandungi unit penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring manakala tubulus adalah struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan dengan glomerulus. Ginjal berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba yang dikenali sebagai ureter. Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum ia dikeluarkan ketika berkemih. Uretra menghubungkan kandung kemih dengan persekitaran luar tubuh (Pranay, 2010).

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal (eMedicine)

Universitas Sumatera Utara

Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh manusia. Fungsi utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan yang tidak diperlukan oleh tubuh dan juga mensekresi air yang berlebihan dalam darah. Ginjal memproses hampir 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan kurang lebih 2 liter urin. Bahan buangan adalah hasil daripada proses normal metabolisme tubuh seperti penghadaman makanan, degradasi jaringan tubuh, dan lain-lain. Ginjal juga memainkan peran yang penting dalam mengatur konsentrasi mineral-mineral dalam darah seperti kalsium, natrium dan kalium. Selain itu ia berfungsi untuk mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asambasa darah, serta sekresi bahan buangan dan lebihan garam (Pranay, 2010). Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia disebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001). The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010): Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2) Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price, 1995), penyebab GGK adalah : 1. Infeksi seperti pielonefritis kronik. 2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis. 3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis. 4. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis tubulus. 5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan amiloidosis. 6. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks ureter. Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan jantung, strok dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi (NKF, 2010).

2.1.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga

Universitas Sumatera Utara

bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010). Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010). Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah : 1. Hipertensi sistemik 2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal 3. Proteinuria 4. Hiperlipidemia Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat

dikonsentrasikan

atau

diencerkan

secara

normal

sehingga

terjadi

ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya

Universitas Sumatera Utara

natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin

menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis

metabolik akibat

ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).

2.1.4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik Oleh karena ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain. Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010): 1. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia). 2. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air). 3. Hipertensi. 4. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh. 5. Anoreksia, nausea dan vomitus. 6. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia. 7. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru. 8. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat akumulasi bahan buangan atau toksikasi uremia. 9. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita. 10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. 11. Libido yang berkurangan dan gangguan seksual.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik biasanya tidak menampakkan gejala-gejala pada tahap awal penyakit. Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Dengan hanya melakukan pemeriksaan laboratorium bisa dikesan kelainan-kelainan yang berlaku. Individu-individu yang mempunyai risiko besar untuk terpajannya penyakit harus melakukan pemeriksaan rutin untuk mengesan penyakit ini. Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada GGK dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu untuk menentukan derajat kegawatan GGK, menentukan gangguan sistem dan membantu menegakkan etiologi. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, dan juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit. Pemeriksaan urin termasuk di dalam pemeriksaan laboratorium. Antara pemeriksaan urin yang dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi glomerulus. Analisis urin dapat mengesan kelainan-kelainan yang berlaku pada ginjal. Yang pertama dilakukan adalah dipstick test. Tes ini mengguanakan reagen tertentu untuk mengesan sunstansi yang normal maupun abnormal termasuk protein dalam urin. Kemudian urin diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari eritrosit dan leukosit dan juga apakah adanya kristal dan silinder. Bisanya dijumpai hanya sedikit protein albumin di dalam urin. Hasil positif pada pemeriksaan dipstick menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan yang lebih sensitif bagi menemukan protein adalah pemeriksaan laboratorium untuk estimasi albumin dan kreatinin dalam urin. Nilai banding atau ratio antara albumin dan kreatinin dalam urin memberikan gambaran yang bagus mengenai ekskresi albumin per hari. Menurut Prodjosudjadi (2001) tahap keparahan penyakit ginjal yang diukur berdasarkan Tes Klirens Kreatinin (TKK), diklasifikasikan gagal ginjal kronik (chronic renal failure, CRF) apabila TKK sama atau kurang dari 25 ml/menit. Penurunan fungsi dari ginjal tersebut akan berterusan dan akhirnya mencapai tahap gagal ginjal terminal apabila TKK sama atau kurang dari 5 ml/menit.

Universitas Sumatera Utara

Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah penunjuk umum bagi kelainan ginjal. Dengan bertambah parahnya kerusakan ginjal, LFG akan menurun. Nilai normal LFG adalah 100-140 mL/min bagi pria dan 85-115 mL/min bagi wanita. Dan ia menurun dengan bertambahnya usia. LFG ditentukan dengan menentukan jumlah bahan buangan dalam urin 24 jam atau dengan menggunakan indikator khusus yang dimasukkan secara intravena (Pranay, 2010). The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010): Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2) Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis) Estimated GFR (eGFR) dilakukan dengan

menghitung

anggaran GFR

menggunakan hasil dari pemeriksaan darah. Adalah penting untuk mengetahui nilai estimasi GFR dan tahap atau stage GGK penderita. Ini adalah untuk melakukan pemeriksaan tambahan lain dan juga upaya panatalaksanaan. Pemeriksaan darah yang dianjurkan pada GGK adalah kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN). Ia adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk monitor kelainan ginjal. Protein kreatinin adalah hasil degradasi normal otot dan urea adalah hasil akhir metabolisme protein. Hasil keduanya meningkat dalam darah jika adanya panyakit pada ginjal. Electrolyte levels and acid-base balance ditentukan karena gagal ginjal akan menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Terutamanya kalium, fosfor dan kalsium (Pranay, 2010). Hiperkalemia adalah yang perlu diberi perhatian. Keseimbangan asam basa juga biasanya terganggu. Blood cell counts dilakukan karena pada dasarnya, kerusakan ginjal menyebabkan gangguan pada produksi eritrosit dan memendekkan jangka hayatnya. Ini menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

anemia. Sesetengah penderita juga mungkin mengalami defisiensi zat besi karena kehilangan darah pada saluran gastrointestinal mereka. Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan gambaran yang tidak bersifat invasif. Pada tahap kronik, ginjal biasanya mengerucut walaupun pada beberapa kelainan seperti adult polycystic kidney disease, diabetic nephropathy, dan amiloidosis ia tampak membesar dan mungkin normal. USG digunakan untuk mendiagnosa apakah terdapat obstruksi, batuan ginjal, dan menilai aliran darah ke ginjal (Pranay, 2010).

2.2

Infeksi Saluran Kemih

2.2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih adalah masalah kesihatan yang serius mengenai jutaan populasi manusia setiap tahunnya. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang kedua paling banyak ditemukan setelah infeksi saluran pernafasan. Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC, 2005) sebanyak 8,3 juta kasus ISK dilaporkan setiap tahun. Sistem urinari manusia terdiri dari organ seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Organ yang memainkan peran penting dalam sistem ini adalah ginjal, sepasang organ berwarna coklat keunguan terletak di bagian inferior posterior tubuh manusia normal. Ginjal mensekresikan lebihan cairan dan sisa bahan buangan tubuh melalui urin, menjaga keseimbangan garam dan substansi lain dalam darah, dan mensekresi hormon eritropoitin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. Ureter yaitu tuba sempit berfungsi membawa urin dari ginjal ke kandung kemih. Urin disimpan di sini dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Jumlah urin yang diproduksi adalah tergantung cairan dan makanan yang dikonsumsi oleh individu setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Traktus Urinari

Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan adanya bakteri dalam urin dan pada pemeriksaan biakan mikroorganisme didapatkan jumlah bakteri sebanyak 100,000 koloni per milliliter urin atau lebih yang dapat disertai dengan gejala-gejala (simtomatik) atau tidak (asimtomatik). Menurut Widayati (2004), pada pasien dengan simtom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100,000 per milliliter urin. Penderita wanita adalah yang paling banyak terinfeksi dan setiap wanita diperkirakan akan mengalami gejala-gejala ISK sebanyak 5 kali dalam siklus hidupnya. Manakala pada penderita pria, jarang dilaporkan tetapi jika berlaku bisa menyebabkan komplikasi yang serius. Pada umumnya infeksi saluran kemih pada wanita terbatas pada saluran kemih bagian bawah yaitu uretra dan kandung kemih, akan tetapi dapat pula menyebar ke saluran kemih bagian atas sampai ke ginjal. Sebaliknya infeksi yang terjadi pada saluran kemih bagian atas hampir selalu disertai dengan infeksi saluran kemih bagian bawah (Junizaf, 1994).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Etiologi Infeksi Saluran Kemih Urin biasanya berada dalam keadaan yang steril. Infeksi berlaku apabila bakteri atau mikroorganisme patogen yang lain masuk ke dalam urin dan mula membiak. Lokasi infeksi biasanya bermula pada bukaan uretra, didapat dari daerah anus dan bergerak naik ke atas melalui traktus urinari dan bisa menginfeksi kandung kemih. Ini mungkin disebabkan oleh kebersihan diri yang kurang atau hubungan seksual. (Balentine, 2009). Jika bakteri sampai ke ginjal, ini mungkin mengakibatkan infeksi ginjal atau pyelonephritis yang bisa mengakibatkan komplikasi yang sirius jika tidak dilakukan tindakan intervensi yang tepat. Hampir semua penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa penyebab utama dari infeksi saluran kemih adalah bakteria patogen Escherichia Coli yang diperkirakan 50% dari bakteriuria nosokomial. Sedangkan Klebsiella-Enterobacter diperkirakan 3-13% dan Pseudomonas Aerogenosa, Serratia, Entero Cocci, Staphylococcus dan jamur sebagai penyebab lain. E-Coli dan Klebsiella-Enterobacter sering sebagai penyebab terjadinya infeksi pada pasien yang tidak mendapat pengobatan antimikroba (Junizaf, 1994). Berikut adalah golongan yang mempunyai risiko untuk mengidap ISK : 1. Penderita batu ginjal yaitu individu yang mengalami obstruksi saluran kemih. 2. Penderita yang mengalami gangguan pengosongan kandung kemih seperti kerusakan pada syaraf spinalis dan wanita yang menopause. 3. Penderita imunosupresan seperti pada penderita diabetes dan HIV. 4. Pada penderita wanita yang mempunyai aktif seksualnya. 5. Penderita yang mengalami pembesaran prostat karena ini akan melambatkan pengosongan kandung kemih sehingga infeksi terjadi. 6. Pemakaian kateter untuk pengosongan kandung kemih akan menyebabkan infeksi saluran kemih 1-2%, hal ini karena pada waktu pemasangan kateter tersebut kemungkinan kuman yang ada dalam uretra akan terdorong ke dalam kandung kemih sehingga dapat menimbulkan infeksi.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Urin biasanya berada dalam keadaan steril. Infeksi berlaku apabila bakteri masuk ke dalam urin dan mula bertumbuh. Proses infeksi ini biasanya bermula pada pembukaan uretra di mana urin keluar dari tubuh dan masuk naik ke dalam traktus urinari. Biasanya, dengan miksi ia dapat mengeluarkan bakteri yang ada dari uretra tetapi jika bakteri yang ada terlalu banyak, proses tersebut tidak membantu. Bakteri akan naik ke atas saluran kemih hingga kandung kemih dan bertumbuh kembang di sini dan menjadi infeksi. Infeksi bisa berlanjut melalui ureter hingga ke ginjal. Di ginjal, peradangan yang terjadi disebut pielonefritis yang akan menjadi keadaan klinis yang serius jika tidak teratasi dengan tuntas (Balentine, 2009). Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999). Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), dan sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi

dalam

parenkim

ginjal,

ginjal

dapat

membengkak,

infiltrasi

lekosit

Universitas Sumatera Utara

polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring). (Hanson, 1999).

2.2.4. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih Tidak semua penderita ISK mengalami keluhan tetapi kebanyakannya ada seperti berkemih yang berulang kali, sensasi panas dan sakit pada kandung kemih atau uretra sewaktu miksi dan lain-lain. Pada wanita biasanya merasakan tekanan pada bagian superior simfisisnya sedangkan pria sering merasakan kepenuhan (fullness) pada rektum. Ia adalah kebiasaan bagi penderita ISK untuk mengeluhkan walaupun sentiasa ingin berkemih, jumlah urin yang keluar hanya sedikit. Urin biasanya terlihat keruh, atau merah jika ada perdarahan. Dan ISK jarang menyebabkan demam jika lokasi biakan bakteri berlaku di daerah kandung kemih atau uretra melainkan pada ginjal. Keluahankeluhan lain ISK termasuk nyeri di bagian punggung, nausea dan muntah (Balentine, 2009). Lower urinary tract infection (cystitis): sepanjang uretra dan kandung kemih. 1. Disuria yaitu nyeri ketika buang air kecil. 2. Kerap buang air kecil atau bangun pada malam hari untuk kencing dan jumlah urin biasanya sedikit. 3. Urgency atau tidak bisa menahan urin dalam kandung kemih. 4. Urin yang keruh, busuk atau disertai darah. 5. Nyeri pada bagian abdomen bawah (suprapubik). 6. Demam dan rasa tidak enak tubuh atau malaise. Upper urinary tract infection (pyelonephritis): 1. Demam tinggi dan menggigil. 2. Muntah dan nausea. 3. Nyeri pada bagian punggung atau tepi tubuh dan biasanya sejajar dengan pinggang (kostovetebra).

Universitas Sumatera Utara

Pada bayi baru lahir, balita, anak-anak, dan orang tua, gejala-gejala yang timbul mungkin tidak sama tetapi keluhan-keluhan yang lain mungkin menunjukkan adanya ISK. 1. Neonatus

: demam atau hipotermia, kurang nafsu makan atau ikterus.

2. Anak-anak : kurang nafsu makan, demam yang terus menerus tanpa penyebab yang pasti, perubahan pada pola buang air kecil. 3. Orang tua : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan, letargi, atau perubahan status mental. Wanita hamil mempunyai risiko besar untuk menidap ISK. Dan wanita hamil seharusnya selalu membuat pemeriksaan urin untuk mengelakkan ISK yang mungkin menyebabkan komplikasi yang teruk pada anak-anak.

2.2.5. Pemeriksaan Infeksi Saluran Kemih Diagnosa bagi infeksi saluran kemih berdasarkan maklumat yang diberikan oleh penderita mengenai keluhan-keluhan yang timbul, rekod perubatan dan pembedahan, obat-obatan,

dan

latarbelakang

penderita.

Kemudian

pemeriksaan

fisikal dan

laboratorium dilakukan bagi menegakkan diagnosa. Jika petugas kesehatan menduga berlakunya ISK, pemeriksaan awal yang akan dilakukan adalah urinalisis (Howes, 2009). Dipstick urinalysis, adalah alat diagnosa yang digunakan. Hasilnya yang menyatakan positif bagi pemeriksaan esterase leukosit dan nitrit memperkuatkan diagnosa ISK. Sampel urin yang diambil dengan teknik mid-stream akan diperiksa samaada mempunyai tanda-tanda infeksi seperti kehadiran leukosit dan bakteria penyebab (Mehnert-Kay, 2005). ISK ditegakkan pada pemeriksaan urinalisa apabila ditemukan bakteri lebih dari 5 per lapangan pandang besar. 1. Bagi wanita dewasa dan wanita lanjut usia, dibersihkan dahulu kawasan genital, kemudian dengan teknik mid-stream diambil sampel urin. Bagi sesetengah wanita, teknik kateterisasi mungkin digunakan. Ini bagi mendapatkan sampel urin yang tidak terkontaminasi. 2. Bagi laki-laki, penderita yang tidak sirkumsisi (khatan) ditarik dahulu kulit genital luarnya, dan bersihkan kawasan tersebut sebelum dilakukan pengambilan sampel.

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi neonatus, urin diambil dengan insersi jarum pada bagian bawah abdomen, yaitu pada kandung kemih dan aspirasi dilakukan. 4. Bagi anak-anak, mungkin dilakukan aspirasi atau kateterisasi. Pemeriksaan kultur juga dijalankan, menurut Braga et al (2006) ia dilakukan jika terdapat hasil positif bagi pemeriksaan nitrit and esterase leukosit. Diambil sedikit urin dan digosok pada medium biakan pada piring steril dan dibiarkan bakteria bertumbuh. Ini akan membantu di dalam pengobatan dengan pemilihan obat antibiotika yang sesuai bagi penderita. Tetapi jarang dilakukan bagi infeksi yang menjadi kebiasaan (Balentine, 2009). Piuria (pus di dalam air kemih) yang ditemukan pada tes esterase leukosit positif, dijumpai pada hampir keseluruhan penderita ISK (Howes, 2009). Bagi penderita wanita yang cukup gejala-gejala ISK dan ditemukan tanda-tanda ISK, pemeriksaan mikroskopis masih diperlukan walaupun tes esterase leukosit menunjukkan hasil yang negatif. Diagnosa infeksi saluran kemih ditegakkan dengan menemukan jumlah bakteri lebih dari 100.000 koloni per milliliter urin. Tetapi, pada penderita dengan keluhan-keluhan yang jelas jumlah ini bisa tersasar. Jika ditemukan 10,000 koloni per milliliter urin juga diterima dengan pengambilan urin secara aspirasi suprapubik (Mehnert-Kay, 2005). Apabila infeksi masih tidak tuntas sepenuhnya dan penyebab mikroorganismanya masih sama, petugas kesehatan mungkin mengarahkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti intravenous pyelogram. Pemeriksaan ini memberikan gambaran kandung kemih, ginjal, dan ureter. Pewarna khusus dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena, dan beberapa gambar diambil. Ia menunjukkan walau sekecil manapun perubahan yang berlaku pada traktus urinari. Jika infeksi yang berulang, petugas kesehatan mungkin dianjurkan juga untuk dilakukan pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan sistoskopi juga bisa dilakukan untuk melihat dengan lebih jelas apakah terdapat kelainan pada struktur anatomi traktus urinari (NKUDIC, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Pada Gagal Ginjal Kronik Penurunan fungsi ginjal adalah faktor predisposisi bagi penyakit jantung dan

kematian pada penderita GGK. Walaupun dilakukan perawatan hemodialisis dan dialisis peritonial, kadar kematian yang dicatakan masih tinggi yaitu sebanyak 20% setiap tahun (William, 2004). Menurut Foley (1998) penyebab kematian utama adalah penyakit jantung dan infeksi, diperkirakan sebanyak 70% dari jumlah kematian pada penderita GGK. Penderita GGK mempunyai risiko tinggi untuk komplikasi infeksi, sama dengan penderita imunosupresan. Kegagalan sistem imunitas tubuh pada penderita GGK dipengaruhi berbagai faktor seperti intoksikasi uremia, perubahan metabolisme ginjal pada protein imunitas tubuh, dan kesan akibat perawatan ganti ginjal. Dan pada setiap penderita, penyebabnya adalah berbagai. Kadar infeksi yang tinggi dijumpai pada penderita uremik dan ia adalah penyebab kematian kedua paling banyak pada penderita GGK (Girndt, 1999). Sitem imunitas yang tidak berfungsi pada penderita uremik dikaitkan dengan perubahan pada dua cabang utama sistem imunitas tubuh yaitu sistem imun bawaan (innate immune system) dan adaptif (adaptive immune system). Sistem imun bawaan bekerja dengan mengenalpasti, memfagositosis dan menghancurkan patogen. Selain itu ia juga menginduksi proses inflamasi dan presentasi antigen yang akan mengaktivasikan sistem imun adaptif. Sedangkan sistem imun adaptif bekerja dengan memproduksi antibodi dan terkait sistem memori untuk pertahanan tubuh (Kato et al, 2008). Perubahan sistem imun pada penderita gagal ginjal merupakan suatu proses yang kompleks. Pada penderita uremik, ia menunjukkan hipersitokinemia akibat akumulasi sitokin proinflamasi yang disebabkan oleh penurunan eliminasi oleh ginjal atau peningkatan produksinya. Di sisi lain, uremia menyebabkan kelainan-kelainan yang menghambat sistem imunitas untuk berfungsi dengan betul. Ia dapat dilihat pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Gangguan sistem imunitas tubuh pada penderita gagal ginjal tahap akhir Sistem imun bawaan

Gangguan pada GGK

Sistem imun adaptif

Gangguan pada GGK

-Recognition pattern -Secreted pattern -Endocytic pattern

-Meningkat

Limfosit T

- Impaired activation

-Monosit

-hiporeaktif

-Neutrofil

-kurang efek bakterisidal

-Sitokin

Meningkat karena Antigen klearens ginjal Presenting Cell/ yang rendah, sel dendritik infeksi yang berulang. Produksi tidak berupaya mencegah infeksi.

Komplemen

aktivasi

-Meningkat - Increased Th1/Th2 ratio

-Menurun

Limfosit B

- Decreased cell count (preserved function) - Stimulated (fungsi berubah)

(Kato et al, 2008) Terdapat banyak bukti yang menunjukkan kelainan pada sistem imun bawaan dan adaptif yang berperan dalam menyebabkan peningkatan kadar infeksi pada penderita gagal ginjal. Abnormalitas fungsi monosit, netrofil, dan sel dendritik dikaitkan terus dengan peningkatan risiko infeksi. Vaksinasi Hepatitis B sering dilakukan ketika rawatan dialisis dijalankan (Girndt, 1999). Kadar kegagalan yang tinggi ditunjukkan pada vaksinasi Hepatitis B dan begitu juga vaksinasi virus influenza, Clostridium tetani, atau Corynebacterium diphtheriae mungkin disebabkan oleh kegagalan sel T limfosit untuk

Universitas Sumatera Utara

berfungsi. Toll-like receptors (TLRs) bertindak untuk mengenalpasti komponenkomponen patogenik seperti lipopolisakarida, peptidoglikan, RNA dari virus, dan oligodioksinukliotida dari bakteri. Ia berperan untuk membantu ketika proses fagositosis dan aktivasi sistem komplemen serta sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Dan TLRs turut berperan dalam maturasi sel dendritik yang berfungsi sebagai antigen presenting cells (APC). Peran utama APC adalah untuk mempresentasi antigen pada sel limfosit, dan seterusnya menginduksi pengaktifan dari sel limfosit. Untuk mencapai peran tersebut, sel dendritik/APC harus mengekspresikan molekul major histocompatibility complex (MHC) dan molekul stimulator yanag lain yaitu CD80 dan CD86 pada permukaannya. TLRs, apabila berikatan dengan antigen akan menginduksi peningkatan dari molekul-molekul tersebut dan menyebabkan maturasi sel dendritik. Sel dendritik yang telah dewasa bermigrasi melalui aliran limfe (limfogen) dan akan mengaktivasi sel T yang seterusnya akan menggerakkan kerja dari sistem imun adaptif. TLR4 adalah golongan TLR yang paling banyak dikaji. (Kato et al, 2008). Molekul TLR4 mengenali komponen bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding sel Escherichia coli,yang menyebabkan 80% dari penyebab ISK. Kajian yang dijalankan menunjukkan tikus dengan masalah ginjal pielonefritis, yang kurang dengan molekul ini mempunyai klearens bakteri yang rendah (Shahin dalam Kato et al, 2008). Pada manusia yang normal, gangguan fungsi gen TLR4 akan menyebabkan rentannya terjadi infeksi dari bakteri gram negatif. Menurut Czyzyk dalam Kato et al (2008) protein yang berperan untuk mempertahankan saluran kemih dari invasi kuman patogen yaitu Tamm-Horsfall protein mengaktivasi APC melalui TLR4. Sementara TLR2 bereaksi dengan PAMP yang terdapat pada bakteri gram positif dan gram negatif dan kekurangan TLR2 pada tikus menunjukkan ia akan mudah mengalami infeksi. Komponen TLR yang terbaru ditemukan adalah molekul TLR11 ayng terbukti mampu mempertahankan tubuh dari ISK. Ketidakseimbangan fungsi TLR pada penderita uremia memungkinkan terjadinya kegagalan tubuh untuk menghindari ISK. Ia karena pada keadaan uremia kemampuan untuk mengenalkan antigen pada sel dendritik dan limfosit berkurang karena terjadi alterasi pada molekul CD80 dan CD86. Molekul-molekul ini dibawa oleh TLRs maka ia

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan kelainan pada TLRs sebenarnya yang menyebabkan ketidakmampuan sel APC untuk berfungsi. Kehilang TLRs menunjukkan pengurangan sintesis dari molekul IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penderita yang menjalani hemodialisis, selain uremia endotoksin yang terdapat pada cairan dialisis juga menyebabkan pengurangan ekspresi dari molekul TLR4. Ini karena stimulasi yang berterusan untuk perawatan hemodialisis. Di sini bisa dikatakan bahwa pengeluaran urin yang sedikit akibat fungsi ginjal yang menurun, ditambah dengan fungsi TLR dan sistem imun keseluruhannya yang tidak seimbang seiring dengan invasi mikroorganisme patogen menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih pada penderita gagal ginjal kronik (Kato et al, 2008). GAGAL GINJAL KRONIK (UREMIA)

SISTEM IMUN BAWAAN -Aktivitas sel fagosit menurun -TLR menurun

SISTEM IMUN ADAPTIF -menurun

Kehilangan fungsi pada jaringan ginjal yang tersisa hingga oliguria, anuria, albuminuria, dan merubah pH dan osmolalitas urin.

MUDAH TERJADI INFEKSI (immunosupresan)

ISK

-AKTIVASI IMUN -HIPERSITOKINEMIA -INFLAMASI KRONIK

Fibrosis pada jaringan interstisial

CVD -Menyebabkan kematian

Universitas Sumatera Utara