BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MENTIMUN (CUCUMIS SATIVUS LINN

Download TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara...

0 downloads 246 Views 100KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir

setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini, budidaya mentimum sudah meluas ke seluruh dunia baik daerah tropis atau subtropis. Di Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung) dan timon (Aceh) (Rukmana, 1994). Klasifikasi botani tanaman mentimun adalah sebagai berikut: Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Cucurbitales

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Cucumis

Spesies

: Cucumis sativus L. Mentimun merupakan tanaman setahun yang tumbuh merambat, dengan

sistem perakaran dangkal. Batang tanaman mentimun memiliki panjang 1-3 m dengan sulur yang tidak bercabang. Daun bulat segitiga, agak berbentuk jantung, lebar 7-25 cm dan permukaan kasar karena adanya rambut-rambut di permukaan daun, panjang tangkai daun 5-15 cm. Bunga berwarna kuning berbentuk lonceng (Rubatzky & Yamaguchi, 1999).

6

7

Mentimun muda dijadikan sayuran mentah atau bahan makanan yang diawetkan seperti acar. Buah mentimum dimanfaatkan untuk perawatan kecantikan dan untuk pengobatan tradisional untuk memperlancar buang air kecil dan menurunkan tekanan darah tinggi (Warintek, 2007). Mentimun mengandung mineral-mineral yang penting bagi tubuh seperti kalsium, fosfor, kalium dan besi, selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C. Mentimun banyak disukai oleh semua lapisan masyarakat, buahnya dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, pencuci mulut atau pelepas dahaga, bahan kosmetika, dan dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari sudut pandang ekonomi, mentimun memiliki prospek yang cukup baik, karena diminati di banyak negara. Selain itu buah mentimun dapat digunakan sebagai bahan baku industri minuman, permen dan parfum (Rukmana, 1994). Proses budidaya tanaman mentimun seringkali mengalami banyak gangguan, salah satunya adalah dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT). OPT tersebut terdiri dari hama dan patogen tanaman. Patogen tanaman yang menyerang mentimun adalah dari golongan bakteri, cendawan, virus, nematoda, fitoplasma, dan viroid (Rubatzky & Yamaguchi, 1997). Di antara patogen tersebut, virus merupakan patogen yang sulit untuk dikendalikan dan sangat merusak. Virus dapat menyebabkan tanaman mengalami kehilangan hasil dan penurunan kualitas yang sangat tinggi. Tanaman yang terinfeksi virus dapat menunjukkan gejala yang berbeda-beda, tetapi biasanya daun menguning, klorosis (daun mengalami belangbelang), perubahan bentuk daun (keriting), dan pertumbuhan menyimpang lainnya (kerdil, bentuk bunga atau buah tidak normal). Selain itu, tanaman mengalami

8

gangguan pertumbuhan (penurunan hasil dan gagal panen), penurunan kualitas dan nilai jual buah (daya tarik, ukuran, bentuk, warna, rasa, dan tekstur) (Hull, 2002).

2.2

Virus yang Menginfeksi Tanaman Mentimun Sekitar 32 virus berbeda telah dilaporkan sebagai virus yang dianggap

penting secara ekonomi yang menginfeksi tanaman mentimun di dunia. Virus-virus utama yang menginfeksi antara lain Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya ringspot virus (PRSV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Jossey & Babadoost 2008), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) (Babadoost, 1999; Jossey dan Babadoost, 2008). Virus dengan gejala mosaik pada Cucurbitaceae menyebabkan gejala belang pada daun. Karakter mosaik adalah akibat adanya warna yang bercampur antara warna hijau normal dan hijau muda atau kekuningan pada tanaman yang terinfeksi virus. Gejala mosaik dapat berkisar dari ringan ke berat dan dapat dilihat pada daun dan buah. Tanaman yang lebih muda saat terinfeksi menunjukkan gejala yang lebih berat. Pada beberapa kejadian, tanaman yang terinfeksi pada masa persemaian dapat rebah dan mati. Tanaman yang terinfeksi virus pada masa pembungaan dapat tidak menghasilkan buah atau buah muda dapat gugur. Bila tanaman lebih tua saat terinfeksi, tanaman tersebut tidak menunjukkan gejala yang berat dan dapat menghasilkan buah. Gejala pada buah dapat berkisar dari warna yang tidak kentara sampai perubahan bentuk yang hebat. Tanaman biasa terinfeksi oleh dua atau lebih virus dan menyebabkan gejala yang lebih berat daripada tanaman yang hanya terinfeksi oleh satu virus. (Nameth, 2002).

9

Gejala yang ditimbulkan oleh virus kuning berbeda-beda,tergantung pada genus dan spesies tanaman yang terinfeksi. Gejala kuning pertama kali muncul pada daun muda/pucuk berupa bercak kuning di sekitar tulang daun, kemudian berkembang menjadi urat daun berwarna kuning (vein clearing), cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan atau kuning. Gejala berlanjut hingga hampir seluruh daun muda atau pucuk berwarna kuning cerah, dan ada pula yang berwarna kuning bercampur dengan hijau, daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal. (Nurhayati, 2012)

2.3

Penyakit Kuning Pepper Vein Yellow Virus (PeVYV) Beberapa anggota famili Luteovirus telah dilaporkan menyebabkan gejala

daun menguning pada tanaman cabai di beberapa belahan lain dunia. Pepper vein yellows virus (PeVYV), menyebabkan gejala menguning dan daun menggulung pada tanaman paprika, dilaporkan sejak 1981 di Okinawa, Jepang (Yonaha et al., 1995). Pepper yellow vein virus (PYVA) yang menginduksi gejala tulang daun kuning (yellow vein) pada cabai telah dilaporkan dari Inggris. Kedua virus tersebut yaitu PeVYV dan PYVA, memiliki sifat yang berbeda dalam hal penularan dengan serangga vektor (Fletcher et al., 1987). Dua Luteovirus yang lain, Beet western yellows virus (BWYV) (Timmerman et al., 1985) dan Capsicum yellow virus (CYV) (Gunn & Pares, 1990) telah diisolasi dari tanaman cabai masingmasing di Amerika dan Australia, dan keduanya memperlihatkan reaksi serologi yang berbeda dengan PeVYV. Baru-baru ini tanaman cabai di Israel dilaporkan menunjukkan gejala klorosis antar tulang daun (inter veinal chlorosis) dan pemendekan internoda serta penurunan kualitas buah dan diketahui terinfeksi oleh

10

anggota Polerovirus, yaitu Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) (Dombrovsky et al., 2010). Virus yang ditularkan oleh kutu daun umumnya menyebabkan gejala menguning, daun keriting dan beberapa gejala mosaik. Gejala pada Capsicum annuum var. Jatilaba berupa klorosis pada anak tulang daun dan ukuran daun mengecil. (Nurhayati, 2012; Neni et al., 2008). Kutudaun mempunyai kisaran inang yang sangat luas, yaitu lebih dari 500 spesies tumbuhan (Greathead, 1986) dari 63 famili (Mound & Halsey, 1978) seperti : tomat, cabai, mentimun, kacang buncis, terong, semangka, kubis, kentang, kacang tanah, kedelai, kapas, dan berbagai tanaman hias dari genus hibiscus dan chrysanthemum.

2.4

Deteksi Virus Epidemi penyakit yang disebabkan oleh virus semakin lama semakin

meluas dan berpotensi menghambat produksi tanaman mentimun maka perlu adanya prosedur untuk mendeteksi virus di dalam tanaman diantaranya dengan metode serologi dan PCR Polymerase chain reaction (PCR). Deteksi dan identifikasi virus dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, metode deteksi yang menjadikan komponen protein (terutama coat protein) virus sebagai target dari deteksi. Uji serologi menggunakan antiserum virus tertentu termasuk dalam kelompok metode ini. Di antara uji serologi, ELISA merupakan metode yang paling umum digunakan karena hasil pengujiannya konsisten, relatif mudah dilakukan, dan semua bahan sudah tersedia secara komersial. Kedua, metode deteksi yang menjadikan komponen nukleotida (RNA atau DNA) virus sebagai

11

target deteksi. Metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah polymerase chain reaction (PCR) bagi virus bergenom DNA dan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) untuk virus bergenom RNA.