BAB III KERAGAAN AGRIBISNIS KOPI LUWAK 3.1 KOPI ARABIKA

Download BAB III. KERAGAAN AGRIBISNIS KOPI LUWAK. 3.1. Kopi Arabika. Kopi (Coffea spp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam f...

0 downloads 594 Views 1MB Size
BAB III KERAGAAN AGRIBISNIS KOPI LUWAK 3.1

Kopi Arabika Kopi (Coffea spp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang

termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Secara umum dari berbagai jenis biji kopi yang dijual di pasaran hanya terdapat dua varietas utama biji kopi yang dikembangkan di Indonesia yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea robusta). Keduanya memiliki banyak perbedaan terutama dalam rasa. Robusta mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih tinggi dari arabika. Kopi robusta jawa memiliki kadar kafein 1,48% sedangkan kopi arabika memiliki kadar kafein 1,16%.

Gambar 2. Tanaman Kopi Arabika Kopi arabika dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1.700 m dpl. Secara umum, ciri-ciri dari kopi arabika adalah beraroma wangi yang sedap menyerupai aroma perpaduan bunga dan buah, terdapat cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi jenis robusta. Penikmat kopi menambahkan, kopi arabika ketika disesap di mulut akan terasa kental. Kemudian citarasa kopi arabika jauh lebih halus (mild) dari kopi robusta dan terkenal pahit.

15

16

Kopi arabika berasal dari afrika tepatnya di daerah pegunungan Etiopia. Namun, kopi baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di daerah bagian selatan Jazirah Arab yaitu Yaman. Kemudian, melalui pada saudagar Arab yang menyebutnya qahwah, minuman dari biji kopi ini mulai dikenal oleh masyarakat timur tengah sampai ke Eropa. 3.2

Kopi Luwak Sejarah kopi luwak tidak terlepas dari sejarah keberadaan kopi di

Indonesia. M. Yahmadi (2000) menyebutkan, saat itu penyebaran kopi terutama kopi arabika di Indonesia sangat dipengaruhi oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) atau VOC. Bibit kopi arabika yang diintroduksi ke Indonesia melalui VOC sebelumnya telah dibawa dari Yaman ke India. Kemudian, pada tahun 1696 VOC mendatangkan bibit arabika dari Malabar ke Batavia untuk ditanam di tanah parkelir Kedawung, yang terletak di sebelah timur Jatinegara, namun seluruhnya mati akibat musibah banjir. Pada tahun 1699 kemudian didatangkan kembali bibit arabika dan kembali ditanam di Jakarta, yaitu Bifara Cina, Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), Palmerah dan Kampung Melayu. Tanaman inilah yang menjadi cikal bakal (embryo) budidaya kopi arabika di Indonesia. Pada abad ke 18 tanaman kopi arabika dikembangkan oleh VOC di Jawa Barat, terutama di Priangan dan Cirebon. Pengembangan tanaman kopi tersebut dilakuakan dengan mewajibkan para petani menanam dan memelihara, kemudian hasilnya harus diserahkan kepada VOC dengan harga kompensasi yang telah

17

ditetapkan secara sepihak. Sistem ini dikenal dengan Sistem Penyerahan Wajib (Verplichte Levering Stelsel) sampai abad 19. Kemudian diganti dengan sistem Pajak Bumi (Landelikj Stelsel) pada pemerintahan Raffles, dan diganti kembali menjadi sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel). Pada saat itu pembukaan lahan hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia untuk ditanami kopi. Rakyat Indonesia sebagian besar hanya digunakan sebagai buruh tani dan tidak diperkenankan untuk mengambil hasil tanamnya. Seluruh hasil tanamanan kopi harus diserahkan pada VOC. Mulai dari sinilah cikal bakal ditemukannya kopi luwak seperti yang disebutkan oleh Edy Panggabean (2011). Sampai pada sekitar abad ke-19 di Jawa Tengah seorang buruh tani menemukan feses atau kotoran luwak disekitar perkebunan kopi. Feses itu berupa biji kopi yang masih berkulit tanduk dengan keadaan yang sudah kering. Kumpulan feses itu dibawa pulang untuk diolah. Proses pengolahannya masih sangat sederhana yaitu dengan mencuci kopi luwak hingga bersih, lalu dijemur hingga kering. Setelah biji kopi menjadi kering, langkah selanjutnya adalah mengupas kulit tanduk biji kopi yang masih melekat satu persatu dengan cara tradisional menggunakan tangan. Setelah biji kopi bersih dari kulit ari, dilanjutkan dengan menyangrai biji kopi, dan setelah itu biji kopi dihancurkan sampai menjadi bubuk. Diluar dugaan rasa yang ditimbulkan oleh kopi luwak sangat spesial. Maka, sejak saat itulah beberapa buruh tani secara sembunyi-sembunyi menikmati kopi luwak tersebut dan saling memberitahu antara sesama buruh tani. Sampai pada suatu ketika kebiasaan meminum kopi ini diketahui oleh kepala kebun dan

18

penguasa kebun tetang keberadaan kopi luwak. Kebiasaan meminum kopi buruh tani ini ternyata disukai oleh penikmat kopi dan mulai diusahakan dalam skala besar. Namun, terdapat pula perdebatan pendapat atas sejarah kopi luwak ini ditengah masyarakat. Terdapat informan yang menyebutkan sejarah kopi luwak bukanlah berasal dari gaya hidup kalangan bawah melainkan sebuah kopi yang di nikmati oleh para raja. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa para raja terdahulu mengutus seseorang staf khusus kerajaan untuk mencari biji kopi yang utuh namun tetap tidak melanggar ketentuan perkebunan. Pencarian biji kopi ini berawal dari kebijakan pihak Belanda (yang saat itu mengelola perkebunan kopi) dengan tidak menjual kopi kualitas yang baik pada raja-raja Indonesia yang saat itu tanahnya dikuasai Belanda untuk menanam kopi. Raja-raja ini hanya mendapatkan kopi dengan kualitas paling rendah. Akhirnya ditemukan biji kopi yang utuh dan ternyata berasal dari feses hewan luwak. Semenjak itulah diutus secara rahasia pencarian feses luwak untuk dijadikan kopi luwak. Maka sangat masuk akal jika kopi ini sangat prestise dan sangat mahal karena sampai pada awal abad ke 19 minuman ini merupakan minuman bangsawan. Bahkan menurut Togu Siregar (2012), kopi luwak sempat disebut kopi “hantu” di daratan Eropa pada tahun 1990-an karena namanya sangat dikenal, namun hampir tidak ada yang yang tahu bagaimana bentuknya. Beberapa orang menyebutnya sebagai hoax untuk strategi pemasaran para produsen kopi. Fakta menarik tentang kopi luwak tidak berhenti pada sejarah dan rasanya yang fenomenal saja. Penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti makanan,

19

Massimo Marcone di Universitas Guelph Ontario Kanada dalam Edi Panggabean (2011) menyebutkan, bahwa buah kopi yang dimakan luwak didalam perutnya terjadi proses fermentasi dimana buah kopi di uraikan oleh enzim proteolitik. Hal ini menunjukan bahwa sekresi endogen pencernaan hewan luwak itu meresap kedalam biji kopi. Sekresi enzim proteolitik memecah kandungan protein yang terdapat pada biji kopi. Hasilya, dari hasil penelitian membuktikan bahwa buah kopi yang telah melewati proses fermentasi pencernaan perut luwak menjadikan buah kopi tersebut sangat rendah cafein, low acid, sangat aman bagi lambung, tinggi kandungan oksigen sangat baik untuk melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kinerja otak, memilki banyak peptide dan asam amino bebas menjadi berkurang. 3.3

Agribisnis Kopi Luwak Silvia Masudi (1996) menjelaskan lingkup agribisnis secara umum dimulai

dengan pengadaan dan peyaluran sarana produksi sampai kepada kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-hasil pertanian, baik primer atau olahan. Menurut Adjid, DA (2001) dalam Yamanie, Widyaiswara Madya (2011) mengemukakan bahwa agribisnis konsep dari suatu system yang integrative yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu, subsistem pengedaan sarana produksi pertanian (agroinput), subsistem produksi atau kegiatan usahatani (on-farm agribusiness), subsistem hilir atau penanganan pasca panen (agroindustry), subsistem pemasaran hasil pertanian (agromarketing) dan subsistem kelembagaan penunjang kegiaatan pertanian (agro supporting).

20

3.3.1

Subsistem Pengadaan Sarana Produksi Pertanian (Agroinput) Adjid, DA (2001) dalam Yamanie, Widyaiswara Madya (2011)

menyebutkan subsistem pasokan input atau sektor masukan ini adalah mewadahi semua pengusaha, baik skala kecil, menengah maupun besar yang menyediakan atau memasok input bagi para petani di subsistem usahatani (on-farm atau agroproduction). Subsistem pemasok input mempunyai peranan penting dalam meningkatkan efisiensi usahatani (penggunaan mesin-mesin pertanian yang dapat menghemat pemakaian tenaga kerja manusia, terutama di daerah kekurangan penduduk) dan produktivitas hasil (penggunaan bibit unggul dan pupuk buatan), serta perluasan usahatani (melalui peminjaman modal dari lembaga pembiayaan usahatani). Sektor input yang efisien, yang mampu memasok input dalam jumlah dan waktu yang tepat merupakan fakta penentu untuk meningkatkan atau paling tidak mempertahankan peningkatan efisiensi produksi yang telah dicapai pada saat sebelumnya. Pasokan bahan baku utama kopi luwak (buah kopi) sangat bergantung pada hasil produksi dari tanaman Kopi Arabika. Karena sifat dari hewan luwak yang sangat apik dalam memilih buah kopi, maka bahan baku utama buah kopi arabika yang dihasilkan harus dalam kualitas yang baik. Oleh karena tuntutan ini maka dibutuhkan budidaya yang intensif mulai dari pasokan input kebun kopi. A. Pengadaan Sarana Produksi Pertanian Tanaman Kopi Arabika Dalam pengadaan sarana produksi pertanian tanaman kopi arabika terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari ketersediaan bibit kopi arabika, pohon pelindung, pupuk, sampai pestisida. Bibit yang digunakan oleh petani

21

anggota plasma umumnya varietas arabika S 795 atau biasa disebut “timtim” oleh petani. Awalnya para petani menanam kopi arabika varietas Kartika 1, namun terlalu banyak cabang kemudian diganti dengan S 795. Sampai saat ini ketika umur tanaman telah lebih dari lima tahun, maka tanaman kopi tersebut telah dapat menjadi pohon induk. 1. Pengadaan Bibit Awalnya bibit kopi arabika yang ditanam di lahan PHBM pada LMDH Kubangsari didapat dari Sumatra dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Namun, saat ini ketika umur tanaman telah lebih dari lima tahun, umumnya petani telah memenuhi secara mandiri untuk keperluan bibit. Biasanya petani mengambil bahan baku bibit (buah kopi merah segar) pada saat musim panen raya telah tiba. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bibit adalah sebagai berikut: a. Pengambilan bibit berasal dari tangkai produksi yang berada di tengah dan pilih yang berwarna merah. b. Seleksi buah kopi secara manual dengan memilih yang berwarna merah segar seutuhnya. c. Giling buah kopi secara manual (dengan tangan atau kaki). d. Seleksi kembali biji kopi dengan mencari biji kopi yang bagian garis tengahnya lurus. Hindari biji nunggal/ biji lanang dan biji tiga. Setelah mendapatkan benih kopi arabika yang baik, selanjutnya benih kopi arabika disemai selama kurang lebih 45 hari. Penyemaian ini dilakukan dengan

22

posisi benih telungkup. Posisi ini penting diperhatikan agar benih tumbuh dengan baik. Selain itu ketersediaan air dan kelembaban juga harus diperhatikan. Setelah melalui masa persemaian, kemudian dilakukan seleksi akar. Pilih akar bibit yang lurus. Kemudian, pindahkan bibit ke polibag. Pemindahan bibit ke polibag ini disebut dengan masa serdadu. Pilih bibit dengan pertumbuhan baik untuk kemudian dilakukan penanaman. 2. Pohon Pelindung Menurut M. Candra Wirawan Arief (2011), cahaya dan panas matahari yang berlebihan dapat mempengaruhi tidak stabilnya pertumbuhan, proses perkembangan bunga, dan pembuahan tanaman kopi. Oleh karena itu sebelum penanaman tanaman kopi, terlebih dahulu harus terdapat pohon pelindung sebagai naungan untuk memberikan perlindungan bagi tanaman kopi dari cahaya matahari yang berlebihan. Tanaman kopi juga akan cepat meranggas akibat panas matahari saat musim kemarau. Hal tersebut menunjukan pentingnya penggunaan pohon pelindung sebagai naungan yang cocok untuk tanaman kopi. Berikut ini merupakan beberapa fungsi pohon pelindung antara lain: a. Pelindung kopi dari intesitas cahaya dan panas matahari. b. Membantu mengatur kelembaban lahan dan mengatur serapan air pada musim hujan. c. Melalui guguran daun juga meningkatkan kesuburan tanah. d. Melindungi dari angin. e. Pohon pelindung dapat menekan pertumbuhan gulma dan tanaman lain yang dapat menjadi kompetitor kopi.

23

f. Menahan erosi tanah. Para petani anggota plasma Three Mountain umumnya menanam kopi arabika di lahan PHBM Perum Perhutani yang notabene merupakan areal hutan yang telah ditanami pohon ekaliptus. Peraturan Perum Perhutani tentang larangan menebang pohon milik Perum Perhutani memberikan keuntungan tersendiri bagi petani kopi. Dengan adanya peraturan tersebut pohon pelindung untuk tanaman kopi arabika tidak perlu ditananam kembali oleh petani. 3. Pengadaan Pupuk Pemupukan dilakukan satu kali saat pengolahan lahan sebelum penanaman. Kemudian setelah tanam, pemupukan dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu saat akan menghadapi musim kemarau dan pada saat menghadapi musim hujan. Pupuk yang digunakan oleh petani anggota plasma umumnya adalah pupuk kandang dari feses ayam. Pupuk ini dianggap lebih praktis bagi petani karena lebih mudah dalam mobilitasnya dan mudah untuk didapat. Dalam pengadaannya petani dapat memesan pada peternakan ayam disekitar desa. Dalam setiap pemakaian umumnya petani dapat memakai 5-10 kg pupuk kandang untuk satu pohon. Dosis pemupukan ini dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan tanaman dan umur tanaman. 4. Pengadaan Pestisida Hama dan penyakit tanaman yang umumnya menyerang pada tanaman kopi arabika adalah berupa nematoda yang menyerang akar, ulat penggerek batang, penggerek buah dan penyakit karat daun. Namun, pada tanaman kopi yang ditanam oleh petani anggota plasma belum menunjukan gejala teserang hama dan

24

penyakit tersebut. Oleh karena itu, para petani anggota plasma saat ini tidak memakai pestisida kimia berbentuk apapun untuk tanaman mereka. B. Pengadaan Sarana Produksi Penangkaran Luwak Edy Panggabean (2011) menyebutkan, hal yang harus diperhatikan dalam bisnis kopi luwak adalah ketersediaan buah kopi (cerry kopi), ketersedian pakan dan

asupan

gizi,

ketersediaan

luwak

dan

pembuatan

kandang

dan

perlengkapannya. Tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan Edy Panggabean (2011), pada prinsipnya Three Mountain juga menerapkan demikian. 1. Ketersediaan Buah Kopi Arabika Setiap petani anggota plasma dari Three Mountain memiliki profesi sebagai petani kopi arabika, maka ketersediaan buah kopi Arabika didapatkan dari kebun kopi sendiri. Ketika persediaan dari kebun kopi tidak ada, maka petani dapat membelinya dari petani lain berupa buah kopi Arabika segar dan berwarna sangat merah menyeluruh (full ripe). 2. Ketersediaan Pakan dan asupan Gizi Penting untuk diketahui bahwa buah kopi bukanlah merupakan makanan pokok dari luwak. Buah kopi hanyalah makanan camilan bagi luwak. Luwak sangat menyukai buah kopi terutama arabika karena rasanya yang sangat manis. Namun, karena proses tertentu pada perut luwak sehingga biji kopi tidak dapat tercerna. Oleh karena itu luwak membutuhkan pakan dan asupan gizi lain yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhnya sehari-hari. Pakan luwak terdiri dari berbagai buah-buahan seperti pisang dan pepaya, berbagai

25

sumber protein seperti daging sapi, daging ayam, ikan, dan telur. Adapun sumber gizi lain yang dibutuhkan luwak seperti susu dan madu. 3. Ketersediaan Luwak Jenis luwak yang ditangkarkan oleh Three Mountain dan anggota plasma sebagai mesin biologis dalam proses pembuatan kopi luwak adalah Luwak Pandan Bulan dan Luwak Pandan Gintung. Menurut Bapak Rudi pengelola Three Mountain, secara umum jika dilihat secara fisik pandan gintung dan pandan bulan hampir sama yang membedakannya adalah ekornya dan bau badannya. Untuk jenis pandan bulan bau pandannya lebih tajam dibandingkan jenis pandan gintung. Pada ekornya pandan bulan ada sedikit corak totol-totol sedangkan pandan gintung, warnanya cenderung hitam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. berikut ini.

Gambar 3. (Kiri-kanan) Luwak Panadan Gintung dan Pandan Bulan Luwak Pandan Gintung dan Pandan bulan ini didapatkan dari Kabupaten Majalengka, Kecamatan Cikijing dan Kecamatan Maja. Dikedua kecamatan tersebut luwak menjadi hama utama dari aren. Luwak-luwak tersebut sering memakan buah caruk sehingga produksi cangkaleng dan gula aren terganggu. Mengutip Edy Panggabean (2011), perburuan popolasi hewan ini harus diwaspadai karena hingga saat ini, belum terdengar pengembangbiakan luwak

26

melalui perkawinan secara buatan (asimilasi buatan). Hal tersebut penting karena dihawatirkan mengganggu keberadaan populasi hewan tersebut. Menurut Bapak Rudi saat ini di Three Mountain belum dapat mengembangbiakan luwak secara penangkaran. Hal tersebut karena luwak dapat bersifat kanibal dengan pasangannya maupun dengan anaknya oleh karena itu sangat susah untuk dikembangbiakan secara penangkaran. Untuk mensiasati masalah keberadaan populasi luwak liar di alam bebas tersebut, Three Mountain akan melepas luwak-luwak kembali ke alam liar yang mengalami penurunan produksi dan yang sudah masuk masa kadaluarsa. Masa kadaluarsa luwak yang ditangkarkan adalah selama tiga sampai empat tahun, setelah itu maka pada tahun berikutnya luwak-luwak tesebut dikembalikan ke alam bebas. Luwak yang ditangkap dari alam biasanya mengalami masa adaptasi. Masa adaptasi ini belangsung antara satu sampai dua minggu. Dalam masa adaptasi, luwak tidak langsung diberikan cerry kopi arabika untuk berproduksi. Pemberian cerry kopi arabika akan diberikan secara bertahap. 4. Pembuatan Kandang dan Perlengkapannya Menurut Bapak Rudi, kematian luwak dapat ditekan dengan cara pemeliharaan yang tepat. Kesehatan luwak dipegaruhi oleh kebersihan dan kenyamanan kandang. Luwak umumnya mati karena stress di kandang yang sempit karena semula mereka hiduup bebas. Untuk itu dibuatkan kandang yang lebar sehingga lebih leluasa dan memiliki saluran udara yang sangat terbuka dan menyesuaikan tempatnya di alam bebas.

27

Luwak merupakan hewan yang sangat pandai memanjat dan bersifat arboreal, artinya hewan ini lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun tidak jarang pula untuk turun ke tanah. Oleh karena kedua sifat ini maka dibuatkan kotak tempat tidur yang berada diatas. Kandang dibuat satu untuk setiap luwak karena sifatnya yang terkadang dapat menjadi kanibal. Keuntungan lain dari pembuatan kandang seperti ini adalah petani lebih mudah dalam mengumpulkan feses seperti pada Gambar 4. dan Gambar 5. sebagai berikut.

Gambar 4. Kandang Luwak Tampak Luar

Gambar 5. Kandang Luwak Bagian Koridor Perlengkapan panen dan perlengkapan kandang yang diperlukan kurang lebih menggunakan peralatan rumah tangga seperti sapu lidi, ember dan alat kebersihan lainnya. Untuk alat penjemuran digunakan papan penjemuran berbentuk meja dengan panel seng mengkilat diatasnya. Panel seng ini digunakan untuk mempercepat proses penjemuran. Sedangkan, papan penjemuran dibuat

28

seperti meja untuk menjaga aroma kopi luwak arabika yang dihasilkan. Kemudian terdapat alat manual untuk mengupas kulit tanduk. 3.3.2

Subsistem Kegiatan Usahatani (On-farm Agribusiness) Dr. Mosher dalam Mubyarto (1989) memberikan definisi farm (yang

diterjemahkan oleh Krisnandi menjadi usahatani) sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah pemilik, penyakap atau manager yang digaji. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikanperbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya. Sehingga, seperti yang dikatakan Abdul Rodjak (2006) bahwa dalam usahatani terdapat unsur-unsur pokok usahatani yang terdiri dari lahan, pertanian, alat-alat produksi tanaman dan hewan yang dipelihara, serta lingkungan alam sebagai penunjang terhadap kesesuaian tumbuh tanaman dan hidup hewan yang dipelihara. Dalam subsistem usahatani terdapat kegiatan-kegiatan produksi yang di dalamnya terdapat aspek budidaya dan faktor-faktor usaha tani yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal dan keterampilan mengelola atau manajemen sebagai berikut:. A. Usahatani 1. Lahan Tedapat beberapa pengertian mengenai lahan sepeti yang dikemukakan oleh Abdul Rodjak (2006) yaitu lahan sebagai unsur usahatani, lahan sebagai modal tetap, dan lahan sebagai faktor produksi. Lahan sebagai unsur usahatani

29

berarti lahan berperan sebagai tempat kegiatan bercocok tanam dan memelihara ternak. Lahan sebagai modal tetap mengandung pengertian lahan tersebut dapat dipakai beberapa kali produksi walaupun tidak menghasilkan produksi yang berupa tanaman atau ternak tapi mempunyai nilai. Lahan sebagai faktor produksi usahatani mengandung pengertian bahwa lahan tersebut harus dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya (tanaga kerja, modal, dan keterampilan) baru dapat menghasilkan produk yang berupa tanaman atau ternak. Para petani anggota Three Mountain umumnya menanam tanaman kopi arabika pada lahan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyatakat) Perum Perhutani. Adapun ketentuan yang harus dipenuhi bagi petani kopi yang menanam di lahan PHBM adalah tidak diperkenankan menebang pohon milik perhutani dan memenuhi share dengan Perum Perhutani sebesar 15 % dari hasil kebun sesuai dengan keputusan Direksi Perum Perhutani bernomor 682/ KPTS/ DIR 2009 tentang pedoman PHBM. Pemenuhan share dengan Perum Perhutani sebesar 15 % dari hasil kebun ini biasanya dilakukan pada saat musim panen kopi telah tiba. Sedangkan untuk penangkaran luwak, petani menggunakan lahannya masingmasing untuk pembuatan kandang penangkaran. 2. Tenaga Kerja Menurut Abdul Rojak (2006), tenaga kerja sebagai faktor produksi mengandung arti bahwa tenaga kerja merupakan subsistem produksi, dalam pengertian bahwa apabila faktor tenaga kerja tidak ada, maka produksi suatu barang atau tanaman dan ternak tidak akan terjadi, atau sistem produksi tersebut

30

tidak berjalan. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pegalaman kerja, alat bantu yang diberikan, serta tingkat upah dan waktu bekerja. Dalam agribisnis kopi luwak tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja di kebun kopi dan tenaga kerja pada penangkaran luwak. Pada demplot percontohan Three Mountain terdapat dua tenaga kerja khusus untuk merawat dan melakukan proses pasca panen kopi luwak. Melalui demplot inilah biasanya petani kopi luwak diberikan pengarahan sebelum menangkarkan luwak. Sedangkan pada kebun kopi, biasanya diperlukan 11 tenaga kerja untuk perawatan pohon untuk lahan kopi 7 Ha, sampai 20 tenaga kerja saat musim panen kopi tiba. 3. Modal Menurut Mubyarto (1938) setelah tanah, modal adalah nomor dua pentingnya dalam produksi pertanian dalam arti sumbangannya pada nilai produksi. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu, dalam hal ini hasil pertanian. Untuk dapat memproduksi kopi luwak, para petani anggota plasma mendapatkan luwak beserta kandangnya dari Three Mountain dengan cara kredit. Dengan rincian untuk membeli luwak beserta kandangnya senilai Rp 4.500.000 /ekor. Setiap angsuran dapat dipotong dari penjualan kopi kepada Three Mountain. Namun, angsuran ini tidak baku tergantung pada kesepakatan anggota dengan Three Mountain. Sumber permodalan lainnya, umumnya berasal dari uang sendiri. Sampai dengan saat ini memang sudah banyak lembaga keuangan yang

31

menawarkan sumber permodalan, namun birokrasi yang sulit membuat enggan para petani. 4. Keterampilan Manajemen Keteampilan manajemen dalam usahatani sangat diperlukan meskipun faktor keterampilan pengaruhnya tidak secara langsung. Besarnya peranan keterampilan manajemen sebagai faktor produksi secara ekonomis Abdul Rojak (2006) akan tercermin dalam komponen biaya produksi usahatani yang berupa upah tenaga kerja. B. Budidaya Tamanan Kopi Arabika Pada dasarnya dalam budidaya kopi arabika terdiri dari Pola tanam, penyulaman, pemangkasan, penyiraman dan pengendalian hama penyakit tanaman. 1. Pola Tanam a. Persiapan Lahan Menurut M. Candra Wirawan Arief (2011) dalam budidaya kopi, kondisi lahan menjadi faktor yang sangat penting dan mendasar untuk menghasilkan produksi yang baik. Tujuan dari persiapan lahan adalah kopi yang ditanam akan tumbuh dengan baik. Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan lahan dari rumput dan tumbuhan liar. Rumput dan tumbuhan liar sebaiknya dibabat dan hasil pembabatan tidak dibakar melainkan ditumpuk dalam satu barisan sesuai dengan barisan tanaman kopi, hal ini dilakukan untuk memberikan stok humus bagi tanaman kopi.

32

Pengaturan jarak tanam pada tanaman kopi arabika dengan pohon pelindung juga harus diperhatikan. Seperti yang dilakukan oleh petani anggota plasma yang mengatur jarak tanaman tanaman kopi mereka. Jarak tanaman untuk kopi arabika adalah 2 m x 2 m dan diselingi oleh tanaman pelindung, seperti pada Gambar 6. berikut ini.

Gambar 6. Jarak Tanam Tanaman Kopi dengan Pohon Pelindung b. Pembuatan Lubang Tanam Menurut M. Candra Wirawan Arief (2011), Lubang tanam dibuat dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm dan kedalaman juga 30 cm. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi perakaran kopi. Jarak tanam antar tanaman kopi adalah 2 hingga 3 meter. Untuk memberikan kondisi lahan yang optimal lubang tanam dibiarkan selama beberapa hari dan kemudian diberikan pupuk kompos, hal ini selain untuk menghilangkan faktor penyakit serta adanya kemungkinan unsur berbahaya juga menambah kesuburan pada lahan. Selain itu untuk mencegah serangan jamur pada tiap lubang tanam dapat juga diberikan 1 sendok makan belerang halus, atau jamur Thricoderma.

33

Sedikit berbeda dengan yang dijelaskan oleh M. Candra Wirawan Arief (2011), pembuatan lubang tanam yang diterapkan oleh petani dilakukan dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 60 cm, dan kedalaman 60 cm. Kemudian, 30 cm tanah teratas dicangkul dan disimpan di permukaan tanah. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama 15 hari dan bagian tengah diberi ajir. Setelah dibiarkan terbuka selama 15 hari, lubang tanam dimasukan sampah-sampah daun/ pupuk kompos dan benamkan bersama tanah 30 cm teratas tadi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pertumbuhan akar sehingga tanaman kopi sudah dapat menghasilkan kurang lebih pada umur 1 sampai 1,5 tahun. c. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara mencabut ajir yang terdapat pada bagian tengah lubang tanam. Ajir dicabut dengan hati-hati kemudian diganti dengan bibit tanaman kopi. Perhatikan bagian leher akar agar tidak tertanam. Kemudian, tambahkan pupuk kandang dalam penanaman. Peletakan ajir pada lubang tanam dilakukan agar memudahkan petani dalam proses penanaman. 2. Penyulaman Penyulaman dapat dilakukan pada umur tanaman 2-3 minggu. Tujuan dari penyulaman adalah mengganti bibit yang tidak sehat, mati, atau menunjukan gejala pertumbuhan yang tidak normal. Waktu penyulaman idealnya pada awal atau akhir musin hujan atau pada saat tanaman belum terlihat rimbun. Hal ini diterapkan untuk menyelaraskan kondisi tanaman sulaman denan tanaman lain. Hal lain yang harus diperhatikan adalah pemeliharaan tanaman sulaman harus lebih intensif dari tanaman lain.

34

3. Pemangkasan Menurut M. Candra Wirawan Arief (2011), pemangkasan bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman dengan menghilangkan cabang-cabang tidak produktif. Cabang yang tidak produktif meliputi, cabang tua yang telah berbuah 2-3 kali, cabang balik, cabang liar, tunas air, cabang kipas, tunas cacing, cabang saling tindih, dan cabang rusak (yang terkena hama/penyakit). Tujuan lain dilakukan pemangkasan menurut Anies Anggara (2011), mengurangi penguapan, mempercepat pembungaan dan mempermudah perawatan. Sirkulasi udara lebih bebas dan leluasa masuk kedalam kebun untuk membantu penyerbukan bunga kopi. Memudahkan cahaya masuk kedalam bagian pohon untuk memacu pertumbuhan tanaman, tunas baru dan mengurangi kelembaban. Terdapat empat tahapan dalam pemangkasan yaitu, pemangkasan bentuk tajuk, pemagkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan peremajaan. Umumnya petani anggota plasma menerapkan keempat tahapan pemangkasan tersebut pada tamanan kopi arabika mereka sebagai berikut: a. Pemangkasan Bentuk Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk kerangka pohon yang diinginkan sehingga pertumbuhan batang dan cabang lebih kekar dan kuat. Pemangkasan bentuk tajuk terbagi menjadi 2 tahap yaitu, pada usia 8-12 bulan dan pada usia 1-2 tahun. Setelah memasuki umur 8 bulan tanaman kopi sudah muali ditumbuhi percabangan dan tunas air yang dapat mengganggu

35

pertumbuhan. Berikut ini merupakan percabangan dan tunas air yang dapat dipangkas dalam pangkasan bentuk tajuk: 

Cabang jatuh yang sudah terkena tanah dan menutupi bagian pohon



Cabang saling tindih, atau cabang yang di selang-seling sebelum cabang tersebut menindih cabang bawahnya, sehingga percabangan yang sudah di renggangkan jaraknya dapat tumbuh dengan sempurna.



Tunas air atau tunas yang tumbuh pada bagian batang.



Pertumbuhan batang yang melebihi dari 1 pohon.

Dalam pamangkasan bentuk percabangan tanaman kopi terdapat dua cara yaitu pemangkasan bentuk dengan sistem cabang selang-seling dan pemangkasan bentuk dengan sistem cabang di kelang-kelang. Keduanya dapat membuat batang dan cabang tumbuh dengan sempurna,sehingga kerangka pohon yang diinginkan kuat dan kekar. Kedua cara tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pemangkasan Bentuk Percabangan Tanaman Kopi b. Pemangkasan Pemeliharaan Tujuan pemangkasan pemeliharaan adalah tanaman kopi yang sudah dilakukan pemangkasan bentuk, harus dipelihara dan dipertahankan, kecuali

36

akibat serangan hama dan penyakit, atau faktor alam dan yang lainnya. Pangkasan pemeliharaan dilakukan pada tanaman kopi yang sudah berusia kurang lebih 2-3 tahun yang harus di pangkas adalah: 

Percabangan yang berada 40 cm diatas permukaan tanah. Tujuan dari pangkasan tesebut agar mengurangi kelembaban di sekitar pohon. Apabila tidak terpotong, percabangan akan jatuh ke tanah dan menutupi bagian pohon sehingga perakaran tanaman kopi akan muncul ke permukaan tanah untuk mencari makan. Pada saat musim kemarau datang, perakaran menjadi kering, pertumbuhan terhambat dan meranggas.



Pohon yang melebihi ketinggian dari 2 meter, jika tidak dipotong maka pembuahan akan terus mengejar ke bagian atas, sehingga mempersulit sewaktu panen dan cabang yang di bawah tidak mau berbuah lebat.



Tunas air, agar tidak mengganggu pertumbuhan pohon. Tunas baru (wiwilan) agar tidak mengganggu pertumbuhan produksi yang sudah dipelihara dan dipertahankan. Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan Gambar 8. yang menunjukan

batang kopi sebelum dan setelah pemangkasan

Gambar 8. Batang Kopi Setelah Pemangkasan

37

c. Pemangkasan Cabang Primer Pemangkasan cabang primer bertjuan untuk merangsang terbentuknya capang sekunder dan mencegah pertumbuhan cabang primer yang terlalu panjang. Dengan demikian diharapkan aka memacu proses pembuahan. d. Pemangkasan Peremajaan Pemangkasan perermajaan merupakan pemangkasan yang dilakukan dengan cara memangkas pada bagian pohon dan percabangan yang tidak produktif lagi, akibat pohon sudah meranggas dan produksinya juga sedikit. Dengan tujuan agar pohon bisa kembali produktif maka harus dilakukan pemangkasan rehabilitasi atau peremajaan pada pohon tersebut. 4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dilakukan oleh petani umumnya hanya berupa pengendalian secara mekanik. Pengendalian secara manik ini dilakukan pada tanaman yang terlihat terserang ulat penggerek. Batang atau buah yang terserang kemudian dibuang menjahi areal pertanaman. Pengendalian hama dan penyakit ini seperti ini dilakukan karena sampai saat ini belum ditemukan masalah pada tanaman akibat hama atau penyakit. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai hama dan penyakit yang munkin dapat menyerang areal pertanaman ini agar petani dapat mengantisipasi keadaan tersebut. C. Perawatan Luwak Tidak berbeda jauh denagan yang disampaikan Edy Panggabean (2011), dalam perawatan luwak yang harus diperhatikan adalah pengaturan pakan,

38

kebersihan kandang dan pemberian vaksin, kemudian pemberian buah kopi dan hasil fesesnya. 1. Pengaturan Pakan Dalam pengatuan pakan luwak memerlukan beberapa jenis pakan seperti buah-buahan untuk pemberi vitamin, protein seperti daging-dagingan, susu dan madu. Berikut ini merupakan tabel jadwal pengaturan pakan luwak dan pemberian buah kopi arabika yang terdapat pada Three Mountain. Tabel 2. Jadwal Pengaturan Pakan Luwak dan Pemberian Buah Kopi Arabika JAM 12

15

18 JAM 12

17

MINGGU Buah-buahan

VOLUME

Pisang Pepaya Protein Belut Lele Ikan Mas Buah kopi Air minum SELASA Buah-buahan Pisang Pepaya Buah kopi Air minum

500 gr 500 gr

JAM 16

100 gr 100 gr 100 gr 18 2 kg Secukupnya VOLUME JAM 12 500 gr 500 gr 2 kg 15 Secukupnya

18 JAM 16

KAMIS Makanan campuran konsentrat Pisang Wortel

VOLUME

500 gr 500 gr

JAM 12

SENIN Makanan campuran konsentrat Pisang Wortel Telor Susu Madu Buah kopi Air minum RABU Buah buahan Pisang Pepaya Protein Belut Lele Ikan mas Ayam Buah kopi Air minum JUMAT Buah-buahan Pisang pepaya Buah kopi Air minum

VOLUME

500 gr 500 gr 2 butir 200 cc 30 ml 1000 gr Secukupnya VOLUME 500 gr 500 gr 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr 2 kg Secukupnya VOLUME 500 gr 500 gr 2 kg Secukupnya

39

Lanjutan Tabel 2. JAM

18 JAM 16

18

KAMIS Susu Madu Buah kopi Air minum SABTU Makanan campuran konsentrat Pisang Wortel Susu Madu Buah kopi

VOLUME 200 cc 30 cc 1 kg Secukupnya VOLUME

JAM

JUMAT

VOLUME

500 gr 500 gr 200 cc 30 cc 1 kg

Sumber: Three Mountain

Pola makan luwak harus diperhatikan untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan dan menjaga kesehatan luwak. Luwak merupakan hewan nokturnal yang artinya aktif di malam hari untuk mencari makanan dan berbagai aktivitas lain hidupnya. Karena luwak bersifat mokturnal pemberian pakan buah kopi arabika (cerry kopi arabika) dilakukan pada pukul enam sore. Pukul enam sore merupakan saat yang tepat karena luwak sedang menjelang masa aktifnya, sehingga tidak memberatkan petani dalam pemberian makanan camilan ini. Sementara itu, buah kopi yang disajikan dapat dinikmati luwak masih dalam kondisi segar karena selang waktu yang dibutuhkan antara pemetikan dan penyajian tidak terlalu jauh. 2. Kebersihan Kandang dan Pemberian Vaksin Kebersihan

kandang

harus

sangat

diperhatikan

untuk

menjaga

kenyamanan luwak agar tidak stress maupun sakit. Kandang dibersihkan dengan menyikat dan menyiramnya dengan air. Pembersihan kandang dilakukan setiap

40

pagi hari setelah pemanenan. Pada saat ini biasanya luwak berada di kotak tempat tidurnya di bagian atas kandang. Pada dasarnya sangat aman untuk masuk kandang luwak karena luwak tidak akan menggigit jika bagian tubuhnya tidak dipegang. Hal ini merupakan reaksi dari proteksi diri luwak tersebut. Proses pembersihan kandang dapat dilihat pada Gambar 9. berikut.

Gambar 9. Proses Pembersihan Kandang Luwak Hal selanjutnya yang harus dipehatikan dalam perawatan luwak adalah pemberian vaksin. Pemberian vaksin dilakunkan setiap tahun untuk mencegah penyakit-penyakit yang membahayakan luwak maupun sekitarnya. Setiap luwak yang telah diberikan vaksin kemudian diberi label vaksin di setiap kandangnya. Bentuk pelabelan dapat dilihat pada Gambar 10. sebagai berikut.

Gambar 10. Pelabelan Vaksinasi pada Luwak

41

Pada Three Mountain seluruh anggota melakukan vaksinasi dengan cara bersama sama. Namun karena jumlah luwak yang banyak, vaksinasi tidak dapat selesai dalam beberapa hari lebih dari satu atau dua minggu untuk proses vaksinasi tersebut. 3. Pemberian Buah Kopi dan Hasilnya Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pemberian buah kopi dilakukan setiap hari. Kemudian dipanen setiap hari pula. Luwak merupakan hewan yang sangat pemilih dalam memilih buah kopi yang ingin ia makan. Luwak akan memilih buah kopi arabika yang merah seluruhnya (full ripe). Oleh karena itu pemberian buah sebelumnya dilakukan penyeleksian terlebih dahulu. Berikut ini merupakan Gambar 11. Proses Pemberian Buah Kopi Arabika.

Gambar 11. Proses Pemberian Buah Kopi Arabika Proses pemberian buah kopi ini mula-mula berawal dari kebun kopi. Pagi hari petani menuju kebun kopi untuk memetik buah kopi yang sudah matang secara fisik (fisiologis). Buah kopi yang berubah menjadi merah, kemudian dipanen secara manual, lalu di kumpulkan dalam satu wadah khusus untuk pakan luwak. Buah kopi yang sudah di panen, lalu diseleksi kembali untuk dipilih yang merah seutuhnya, kemudian dicuci sebelum diberikan ke luwak.

42

Pemberian buah kopi dilakukan dengan volume yang bereda setiap harinya. Variasi tersebut dilakukan agar luwak tidak stress. Meskipun buah kopi adalah makanan kesukaan luwak namun tetap buah kopi bukanlah makanan utama luwak. Tujuan lain adalah untuk mengistirahatkan perut luwak dalam mencerna buah kopi arabika. Buah kopi arabika memiliki kadar air yang lebih tinggi dari robusta dan rasanya pun lebih manis. Oleh karena itu, luwak tidak akan memakan langsung buah kopi arabika melainkan akan membuang kembali sisa kulit buah kopi arabika (bagian merah diluar). Perilaku luwak tersebut berdampak pula pada feses yang dihasilkan. Jika luwak memakan buah kopi arabika feses yang dihasilkan tidak menggumpal melainkan terpisah pisah. Selain itu, rendemen yang dihasilkan dari buah kopi arabika (gelondongan) menjadi kopi hijau (green bean) yaitu kopi yang telah melewati proses pengupasan kulit tanduk perbandingannya adalah dari 1 kg gelondongan menghasilkan 1,8 ons. Artinya rendemen dari 1 kg gelondong menjadi green bean adalah 18%. 3.3.3

Subsistem Hilir atau Penanganan Pasca Panen (Agroindustry) Seperti yang dikatakan oleh Adjid, DA (2001) dalam Yamanie,

Widyaiswara Madya (2011), sektor hilir penanganan pasca panen merupakan rangkaian kegiatan yang bertanggung jawab atas pengubahan bentuk bahan baku yang dihasilkan sektor usahatani menjadi produk konsumsi akhir pada tingkat pengecer. Pada tanaman kopi, subsistem hilir atau pasca panen ini menjadi sangat penting karena seperti bahan hasil pertanian lainnya kopi memerlukan perlakuan terebih dahulu sampai siap utuk dikonsumsi.

43

Menurut Bapak Rudi penanganan pasca panen kopi luwak terbagi menjadi dua cara. Cara pertama, tidak mengikuti aturan MUI yaitu dengan tidak mencucinya terlebih dahulu dan cara kedua adalah mengikuti aturan MUI yaitu dengan mencuci bersih biji kopi luwak dari najis. Pada asosiasi Three Mountain ini menggunakan cara yang ke dua. Berikut ini merupakan proses penanganan pasaca panen kopi luwak. 1. Proses Pemanenan Proses penanganan pasca panen kopi luwak dimulai dengan proses pemanenan. Proses pemanenan feses luwak dilakukan pada pagi hari sekitar jam 7 pagi. Pemanenan feses luwak dilakukan tiap kandang luwak dan kemudian ditimbang hasil panen perluwak dan kemudian dicatat untuk diketahui bagaimana produktivitas luwak tersebut. Setelah proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses pembersihan kandang setiap kandang dan pemberian pakan luwak. Proses pemanenan dapat dilihat pada Gambar 12. sebagai berikut.

Gambar 12. Proses Pemanenan Kopi Luwak

44

2. Proses Pencucian Hasil dari feses luwak yang telah dipanen kemudian dicuci bersih dengan air yang mengalir. Cara pencucian ini dilakukan dengan cara manual yaitu dengan disemprotkan dengan air yang mengalir kemudian digosok menggunakan tangan. 3. Proses Pengeringan Tahap Pertama Setelah kopi luwak dicuci bersih, kemudian tahap selanjutnya adalah proses pengeringan tahap pertama atau proses penjemuran. Proses pengeringan dilakukan dengan diawali oleh pengeringan awal. Pengeringan awal (voordrogen) dilakukan untuk menghilangkan sisa air pencucian yang menempel pada permukaan biji dengan meniriskan sisa air pencucian diatas meja penjemur sebelum proses penghilanagan kulit tanduk seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses Pengeringan Tahap Pertama Dalam setiap proses penjemuran kopi, sebaiknya menggunakan cahaya matahari karena sifat kopi yang rentan terhadap bau. Karena sifat kopi yang rentan menyerap bau ini dihawatirkan jika digunakan oven maka bau bahan bakar yang digunakan akan ikut terserap. Prinsip tersebut juga beraku pada perut luwak. Karena luwak biasanya memakan buah-buahan maka aroma yang akan ditimbulkan oleh kopi luwak adalah aroma buah-buahan tersebut.

45

4. Proses Pengupasan Kulit Tanduk Proses selanjutnya adalah pengupasan kulit tanduk. Dalam pengupasan kulit tanduk terdapat dua cara yaitu menggunakan mesin dan secara manual. Dengan menggunakan mesin dapat dengan mesin huler. Keuntungan dari menggunakan mesin adalah dapat memudahkan pekerjaan dan lebih cepat. Namun, terdapat kelemahan jika menggunakan mesin huler yaitu biji kopi luwak yang dihasilkan akan putih dan kurang menarik. Sedangkan, jika dilakukan dengan manual maka, akan muncul warna hijau. Jika warna hijau ini telah muncul, ini lah yang dinamakan kopi hijau (green bean). Biasanya pasar dalam partai besar akan lebih memilih membeli kopi green bean karena dapat disimpan dalam jangka waktu delapan tahun penyimpanan. Proses pengupasan kulit tanduk dapat ditunjukan pada Gambar 14. ProsesPengupasan Kulit Tanduk.

Gambar 14. Proses Pengupasan Kulit Tanduk 5. Proses Pegeringan Tahap Kedua Proses pengeringan tahap kedua ini dilakukan untuk mendapatkan green bean kopi luwak berkadar air 12% untuk memudahkan dalam proses penyimpanan. Kopi green bean umumnya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya memiliki umur penyimpanan kurang lebih delapan tahun. Untuk kopi

46

semakin lama waktu penyimpanannya maka akan menurunkan kadar kafein dan cita rasa yang dikeluarkan akan semakin enak. Proses pengeringan tahap kedua ini dapat dilihat pada Gambar 15. Proses Pengeringan Tahap Kedua

Gambar 15. Proses Pengeringan Tahap Kedua 6. Proses Penyortiran Penyortian dilakukan untuk memisahkan green bean kopi luwak dari kerikil ataupun benda asing lain yang menempel. Proses penyortiran ini juga bertujuan untuk memisahkan kualitas grade. Untuk grade pertama biasanya berukuran 6,5 sampai dengan 7 mm dan berbiji mulus. Kemudian terdapat pula penyortiran kopi lanang. Menurut Bapak Rudi kopi lanang ini merupakan “bumbu” dari kopi. Jika secangkir kopi lebih banyak kopi lanangnya maka harganya tentu berbeda dengan yang tidak. Kopi biji lanang berbentuk agak bulat dan garis tengahnya tidak begitu jelas sehingga tidak dianjurkan untuk menjadi bibit. 7. Proses Penyangraian (Roasting) dan Pembubukan (Grounded) Seperti pada kopi reguler lainnya proses penyangraian terbagi berbagai tipe roasting sesuai dengan selera konsumen. Umumnya derajat roasting tergantung pada konsumen tiap negara mulai dari light, medium, sampai dark.

47

Untuk light roast sampai medium biasanya untuk konsumsi Asia seperti Jepang dan Korea. Light roast akan menimbulkan citarasa asam sedangkan semakin ke arah dark maka akan semakin pahit. Untuk dark roast umumnya lebih disukai oleh daratan Eropa dan Amerika. Tingkattan dalam proses roasting dapat dilihat pada Gambar 16 . dan 17.

Gamabar 16. Tingkatan Roasting Kopi

48

Gambar 17. Tingkatan Biji Kopi Mulai dari Green sampai Dark Roast Proses penyangraian biasanya mengunakan mesin penyangraian ataupun dapat menggunaka cara yang tradisional yaitu dengan menggunakan tembikar untuk penyangraiannya. Setelah proses roasting maka dilanjutkan proses pembubukan menjadi kopi bubuk (grounded). Proses pembubukan dilakukan dengan alat untuk memudahkan menjadi kopi bubuk. Untuk kopi dalam bentuk roast dan ground biasanya dapat bertahan dalam umur penyimpanan satu tahun. Oleh karena pendeknya umur simpan kopi luwak dalam bentuk ground biasanya dipasarkan dalam bentuk eceran. 8. Proses pengemasan Proses pengemasan dilakukan dengan berbagai jenis bahan mulai dari alumunium foil, kemasan siap pakai sampai kotak penyimpanan perhiasan kulit yang harganya jutaan rupiah. Berat bersih yang tertera di kemasan pun berbedabeda. Biasanya untuk kopi luwak green bean dikemas dalam wadah 5kg.

49

Sedangkan untuk roasting dan grounded dapat bervariasi sampai ukuran 10 gram. Dalam pengemasan biasanya disesuaikan dengan pemesanan. Untuk lebih memperjelas aroma yang dikeluarkan biasanya pada saat proses pengemasan dilakukan proses vacuum agar aromanya dapat keluar. Berikut ini merupakan beberapa contoh kemasan untuk green bean dan ground.

Gambar 18. Kemasan Green Bean Ukuran 5kg

Gambar 19. Kemasan Kopi Ground Ukuran 10 gram Dalam tiap kemasan biasanya dilengkapi dengan keterangan jenis produk, keterangan berat bersih, nomor Dinas Kesehatan dan nomor halal seperti yang ditunjukan pada Gambar .

Gambar 20. Label Tiap Kemasan

50

3.3.4

Subsistem Pemasaran Hasil Pertanian (Agromarketing) Pemasaran kopi secara internasional diatur oleh International Coffee

Organization (ICO) yang turut menentukan standar harga kopi dunia. Pada umumnya komoditas kopi dijual dalam bentuk berasan dengan kadar air 12.5% seperti yang tercantum pada SNI 01-2907-2008 baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Namun, belum ada yang mengatur secara resmi untuk pemasaran kopi luwak. Oleh karena itu pasar kopi luwak ini lebih kepada sistem kepercayaan dan nama baik dari kualitas yang dihasilkan. Berbeda dengan kopi reguler, rantai pasok kopi luwak umumnya lebih pendek. Pembeli biasanya langsung datang ke rumah Bapak Rudi untuk melakukan transaksi pembelian. Namun, tidak jarang pula Bapak Rudi yang menjemput bola sampai jakarta untuk menandatangani surat perjanjian dengan pembeli ataupun untuk sekedar bertemu dengan calon pembeli. Berikut ini merupakan perbandingan harga kopi luwak arabika dengan kopi reguler arabika dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Harga Kopi pada Harga Dasar Petani

Green Bean Roast Bean Grounded

Harga Kopi Luwak Arabika (Rp/kg) 608.000 – 750.000 700.000 – 1.000.000 1.200.000 – 1.500.000

Harga Kopi Arabika (Rp/kg) 60.000 140.000 150.000

Sumber: Asosiasi Kopi Luwak Three Mountain

Berdasarkan Tabel 3 diatas, perbandingan harga cukup mencolok seperti pada harga kopi grounded (kopi bubuk) pada kopi luwak berkisar antara 1,2 juta sampai 1,5 juta rupiah sedangkan untuk kopi reguler hanya 150 ribu rupiah. Harga kopi luwak memang belum terdapat standar baku. Penentuan harga biasanya

51

ditentukan melalui kesepakan dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Biasanya yang menjadi pengikat kesepakatan harga adalah sebuah perjanjian tertulis antara penjual dan pembeli untuk permintaan yang continue. Contohnya seperti perjanjian yang dilakukan oleh Three Mountain dengan salah satu perusahaan internasional yang semula mematok harga sebesar Rp.1.400.000 dengan catatan suply 1 ton / bulan. Namun, pihak Three Mountain tidak menyanggupi permintaan tersebut karena ketentuan-ketentuan yang sangat berat. Ahirnya Three Mountain hanya sebagai penyuplai saja dengan kuantitas berapapun, namun dengan konsekuensi potongan harga jual sampai dengan setengah harga. Sisi positifnya adalah petani tidak perlu risau untuk dikejar produksi sehingga luwak pada penangkaran pun tidak diforsir untuk berproduksi. Saat ini terdapat beberapa perusahaan yang kontinyu memesan kopi luwak, diantaranya adalah PT. Ryowa International, Coffee Luwak Excelent, Surabaya, dan sebagainya. Harga kopi termahal dunia saat ini menurut Bapak Enjang memang masih kekuasai oleh kopi luwak, kemudian diikuti oleh kopi organik murni (saat ini di indonesia hanya ada di Timika, Papua), kopi spesialti, kemudian baru diikuti kopi olahan biasa. Harga yang fantastis pada kopi luwak memang sangat menarik. Namun, pasar yang tertutup dan konsumen yang terbatas (kalangan atas dan penikmat kopi) dapat menjadi batu ganjalan sulitnya menjual kopi luwak. Sama halnya seperti yang dialami oleh Bapak Rudi pada tahun 2011 awal, saat itu masih susah untuk mencari pembeli kopi luwak. Kemudian, pada awal 2012 saat Kopi

52

Luwak Arabika Bapak Rudi telah menemukan pasarnya maka, saat ini terjadi over demand dan tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Pemasaran Kopi Luwak Arabika Three Mountain juga dilakukan melalui media sosial seperti blog dan fan page Facebook. Sehingga calon pembeli dapat dimudahkan dalam memesan kopi luwak. Saat ini, Asosiasi Three Mountain telah bekerjasama dengan berbagai perusahaan kopi baik dalam maupun luar negri. Untuk pengiriman luar negri biasanya masih menggunakan pos sehingga pengirimannya berupa partai kecil (7 sampai 20 kg). Untuk menembus pengiriman ekspor dalam partai besar memang sangat sulit, pasalnya dokumendokumen yang diperlukan untuk proses ekspor-impor sangat rumit. Oleh karena itu petani lebih memilih jalur pos walau harus membayar lebih mahal atau dengan pengiriman langsung dengan membawanya pada bagasi pesawat dengan dokumen sebagai buah tangan. Three Mountain juga menyediakan pelatihan untuk siapa saja yang ingin belajar mengenai kopi luwak mulai dari kebun kopi sampai menjadi satu cangkir kopi luwak. Hingga saat ini telah banyak yang belajar mengikuti pelatihan kopi luwak baik yang berasal dari dalam nengri maupun mancanegara. Penyediaan pelatihan ini juga dapat menjadikan ajang promosi dalam memasarkan kopi luwak. 3.3.5

Subsistem Kelembagaan Penunjang Pertanian (Agro supporting) Menurut Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih (2000) subsistem penunjang

adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga

53

pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya). Hal ini berlaku pula dalam agribisnis tanaman kopi. Seluruh aspek dalam subsistem kelembagaan penunjang harus saling terintegrasi untuk menunjang seluruh kegiatan dalam subsistem-subsistem agribisnis. Kelembagaan penunjang yang saling terintegrasi ditunjukan pada kelembagaan-kelembagaan yang saling menunjang pada komoditas kopi di Pangalengan seperti pada Lembaga Masyatakat Desa Hutan (LMDH), Kelompok Tani Hutan (KTH), Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan Koperasi. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dibentuk untuk mengkoordinir kelompok-kelompok tani hutan (KTH) di wilayah pangkuan hutan serta mensinergikannya dengan program pemerintah Desa yang bersangkutan. Pada dasarnya pembentukan LMDH didasari oleh keinginan para masyarakat di sekitar hutan yang menginginkan kesejahteraan pada diri mereka, namun kondisi hutan tetap lestari (tidak ada perambahan hutan). Terbentuknya LMDH Kubangsari, Desa Pulosari diprakarsai oleh Bapak Enjang yang mengusulkan kepada Perum Perhutani untuk menanam kopi di lahan Perhutani, karena kopi merupakan tanaman yang membutuhkan tanaman tegakan. Sehingga kekhawatiran hutan menjadi gundul akan terhindarkan. Namun pada awalnya keinginan dari Bapak Enjang untuk menanam kopi sulit direalisasikan. Keinginan dari Bapak Enjang untuk menanam kopi akhirnya mendapatkan respon positif dari Perhutani yaitu pada saat Perhutani mencanangkan PHBM tahun 2001. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

54

adalah merupakan suatu program Perum Perhutani dalam melaksanakan visi dan misinya dengan mengikut sertakan partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam mengelola hutan Negara. Tujuan dari PHBM adalah dengan partisipasi masyarakat mengelola hutan diharapkan akan terwujud hutan yang lestari serta dari padanya akan terwujud pula kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar hutan, hal ini tercantum pada keputusan Direksi Perum Perhutani bernomor 682/ KPTS/ DIR 2009 tentang pedoman PHBM sebagai pengganti dari SK Direksi Perum Perhutani sebelumnya No. 268/ DIR/ KPTS/ 2006 dan No 136/ DIR/ KPTS/ 2001. Program ini melibatkan petani sejak perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Program inilah yang memberikan perlindungan hukum bagi aktivitas yang dilakukan oleh petani selama ini. Di bawah payung program ini Perhutani malahan memberikan kesempatan kepada Bapak Enjang dan kawan-kawan membuat percontohan budidaya kopi. Akhirnya pada tahun 2003 barulah resmi terbentuk sebuah kelembagaan yang berpayung hukum yaitu berupa KTH yang kemudian diwadahi oleh suatu LMDH. Dari sistem PHBM yang dibangun, di BKPH (Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan) Pangalengan, saat ini telah terbentuk 13 LMDH, salah satunya adakah LMDH Kubangsari. LMDH Kubangsari terdiri dari 11 KTH (Kelompok Tani Hutan). Sebagai tindak lanjut dalam pendistribusian bibit kopi untuk para KTH yang tergabung dalam LMDH, tidak terlepas dari peran Koperasi KOWAMAH yang saat itu bernama Koperasi Warga Al Mukaromah dan berdiri

55

sejak tahun 2000 serta bergerak dalam simpan pinjam serta sarana prasarana pertanian masyarakat petani Kecamatan Pangalengan. 3.4

Aliran Bisnis dan Analisis Usahatani Kopi Luwak Arabika Three Mountain Dalam melakukan suatu usahatani pada prinsipnya adalah untuk mencari

keuntungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu perlu sebuah perencanaan dan perhitungan secara ekonomi untuk mengetahui apakah komoditas yang diusahakan dapat menguntungkan secara berkesinambungan dan berprospek kedepannya. Seperti yang dikatakan oleh Nakajima (1980) dalam Halimah W. Kadarsan (1995), di dalam dunia agribisnis seperti dalam dunia bisnis lainya, kunci keberhasilan untuk menghasilkan pendapatan finansial yang optimum dan untuk mempertahankan usaha adalah tersedianya kekayaan aset perusahaan dengan jumlah yang cukup dan dalam kombinasi yang tepat. Aliran bisnis usahatani kopi luwak dibedakan menjadi dua, yaitu aliran produk dan aliran uang. Aliran produk dimulai dari usahatani tanaman kopi arabika berkaitan dengan pasokan bahan baku berupa buah kopi arabika full ripe dari kebun kopi, kemudian dilanjutkan pada usahatani kopi luwak. Umumnya anggota menjual pada Three Mountain dalam bentuk feces yang sudah dicuci namun, ada pula dalam bentuk green bean. Feces yang sudah dicuci tersebut kemudian diolah oleh Three Mountain menjadi berbagai produk, baik dalam bentuk berasan (green bean), sangrai (roasted) dan bubuk (grounded). Kopi luwak yang telah diolah kemudian siap dipasarkan oleh Three Mountain. Disamping dari anggota, pemenuhan kebutuhan pasokan kopi luwak juga

56

dipenuhi sendiri oleh Three Mountain yang berasal dari demplot percontohan penangkaran luwak. Aliran uang dilakukan dua minggu sekali sesuai dengan pengiriman kopi luwak yang dijual oleh Three Mountain. Anggota umumnya mendapatkan bagian pembayaran sebesar 50 % dari harga jual yang terdapat pada Three Mountain dalam bentuk green bean. Hal ini sangat menguntungkan bagi anggota mengingat anggota tidak perlu melakukan perlakuan pasca panen dan tidak perlu mencari pasar sendiri. Sistem pembayaran konsumen kepada Three Mountain biasanya secara langsung (ada barang, ada uang), sedangkan pembayaran untuk anggota dilakukan melalui rekening tabungan setelah pembayaran yang didapatkan oleh Three Mountain. 3.4.1

Analisis Usahatani Tanaman Kopi Arabika Berikut ini merupakan asumsi-asumsi yang digunakan berdasarkan

perhitungan pada usahatani tanaman kopi arabika (lampiran 3). Perhitungan Analisis Usahatani Kopi Arabika Per 1 Hektar: 

Areal perkebunan kopi arabika yang diusahakan seluas 1 Ha



Dalam 1 Ha memerlukan 250 pohon kopi arabika



Harga kopi arabika gelondong di tingkat petani Rp. 7000



Hasil produksi ditentukan oleh umur tanaman kopi adalah sebagai berikut: -

Umur 2 tahun dapat menghasilkan 1 kg kopi gelondong

-

Umur 3 tahun dapat menghasilkan 3 kg kopi gelondong

-

Umur 4-5 tahun dapat menghasilkan 4 kg kopi gelondong

-

Umur 6-9 tahun dapat menghasilkan 6 kg kopi gelondong

57



Umur 10-11 tahun dapat menghasilkan 10 kg kopi gelondong

Analisis yang dimasukan (lampiran 3). merupakan perkiraan minimal dari parameter-parameter yang diperhitungkan Dari perhitungan (lampiran 3) menunjukan tanaman kopi arabika dapat

dipanen pada saat tanaman kopi berumur 2 tahun. Buah kopi gelondong sudah dapat dipanen mulai dari tahun pertama sampai tahun ke dua jika dilakukan budidaya secara intensif. Tanaman kopi arabika merupakan tanaman tahunan yang artinya tanaman yang memiliki masa generatif secara berulang-ulang. Tanaman kopi arabika berproduksi satu kali tiap satu tahun. Setiap bulan Oktober sampai dengan bulan November tanaman kopi arabika akan mengeluarkan bunga. Kemudian, dapat dipanen pada bulan April, Mei, Juni, Juli, sampai Agustus. Petani kopi yang menanam di lahan PHBM umumnya mengusahakan lahan lebih dari 1 Ha maka, proses pemanenan petik merah diatur. Pelaksanaan petik merah dapat dilaksanakan dalam 10 kali panen dalam jangka waktu 15 hari sekali. Jika lahan mencapai 7 Ha dapat pula dilaksanakan petik merah setiap hari ketika musin panen. Pengaturan petik merah dilakukan untuk menjaga kualitas dari buah kopi tersebut agar dapat langsung diolah. Jika menginginkan olahan secara spesialty maka harus segera diolah sebelum 8 jam pemetikan. Dapat pula diolah menjadi kopi luwak, sehingga dapat menyajikan buah kopi arabika segar kepada luwak. Disamping untuk menjaga kualitas buah kopi, pengaturan pemetikan ini juga mencegah terjadinya pencurian buah kopi dari tangan-tangan jahil.

58

Dari perhitungan (lampiran 3) dapat diketahui pula bahwa dalam usahatani kopi arabika keuntungan lebih dapat didapatkan oleh petani dengan mengolah sampai kopi berasan (green bean) reguler dapat dilihat pada Tabel 4. Perhitungan Nilai Penjualan Usahatani Kopi Arabika. Tabel 4. Perhitungan Nilai Penjualan Usahatani Kopi Arabika

Umur Tanaman

Produksi (kg/ Pohon /thn)

Pohon/ Ha

Produksi/ Th

Harga Gelondong/ kg

0 0 1 3 4 4 6 6 6 6 10 10

250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250

0 0 250 750 1000 1000 1500 1500 1500 1500 2500 2500

7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Nilai Penjualan

Harga Green Bean/ kg

Nilai Penjualan

0 0 1.750.000 5.250.000 7.000.000 7.000.000 10.500.000 10.500.000 10.500.000 10.500.000 17.500.000 17.500.000

60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000

0 0 2.625.000 7.875.000 10.500.000 10.500.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 26.250.000 26.2500.00

Dari perhitungan nilai penjualan ini maka didapatkan perhitungan arus kas seperti terlihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Cash Flow Usahatani Kopi Arabika Umur Tanaman (Thn) 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Cash In Flow (Rp) 0 0 2.625.000 7.875.000 10.500.000 10.500.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000

Cash Out Flow (Rp) 1.928.571 1.476.071 1.638.446 2.567.196 2.919.071 2.919.071 3.732.821 3.722.821 3.632.821

Nett Cash Flow (Rp) -1.928.571 -1.476.071 986.554 5.307.804 7.580.929 7.580.929 12.017.179 12.027.179 12.117.179

59

Lanjutan Tabel 5. Umur Tanaman (Thn) 9 10 11 Total

Cash In Flow (Rp) 15.750.000 26.250.000 26.250.000 147.000.000

Cash Out Flow (Rp) 3.732.821 4.840.321 4.840.321 37.950.352

Nett Cash Flow (Rp) 12.017.179 21.409.679 21.409.679 109.049.648

Keuntungan yang didapatkan dengan mengolah kopi reguler sampai pada berasan dapat mencapai 58% dibandingkan dengan menjual kopi gelondong. Apalagi jika petani dapat mengolahnya menjadi jenis-jenis kopi olahan lainnya seperti olahan kopi specialty atau bahkan kopi luwak. Dari perhitungan pada Tabel 4 dan 5 tersebut pula dapat diperhitungkan parameter kelayakan usaha sebagai berikut: 

Net Present Value (NPV) Dalam

mengukur

sejauh

mana

kelayakan

usulan

investasi,

terdapatbeberapa kriteria yang lasim disebut Invesment Criteria (Kriteria investasi). Net Present Value (NPV) merupakan arus kas bersih (nett cash) pada tiap tahun yang dikalikan dengan Discount Factor. Dalam analisis ini digunakan Discount Factor 13%. Penggunaan Discount Factor 13% ini didasarkan pada tingkat suku bunga bidang pertanian pada saat analisis dilakukan. Dapat diketahui dari analisis net present value (NPV) pada analisis usaha tani kopi arabika (lampiran 5) adalah sebesar Rp 41.313.228,82. Dengan melihat nilai NPV yang bernilai positif tersebut maka dapat diartikan bahwa kopi arabika tersebut layak dan menguntungkan untuk diusahakan.

60

3.4.2

Analisis Usahatani Kopi Luwak di Tingkat Anggota Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa usahatani kopi luwak

pada tingkat petani sampai pada feces luwak yang telah dicuci, maka perhitungan analisis usahatani kopi luwak di tingkat anggota dapat diasumsikan sebagai berikut: 

Biaya pengelolaan dihitung berdasarkan luas lahan usaha tani kopi arabika. Jika pada asumsi usaha tani kopi arabika (lampiran 3) diasumsikan lahan seluas 1 Ha, maka lahan seluas 1 Ha ini dapat memenuhi untuk kebutuhan 4 luwak.



Dalam satu tahun luwak dapat memproduksi 57,6 kg kopi luwak dari 320 kg buah kopi arabika (rendemen 18%).



Harga buah kopi arabika petik merah seluruhnya Rp 10.000/kg lebih tinggi Rp 3000 dari kopi arabika gelondong reguler.



Harga kopi luwak arabika green bean yang disajikan 50% harga kopi luwak arbika green bean pada Three Mountain. Dari perhitungan (lampiran 6) dapat diketahui pula bahwa dalam usahatani

kopi luwak perhitungan biaya dilakukan sampai pada pengolahan kopi berasan (green bean) dapat dilihat pada Tabel 6. Perhitungan Nilai Penjualan Usahatani Kopi Luwak Arabika sebagai berikut:

61

Tabel 6. Perhitungan Nilai Penjualan Usahatani Kopi Luwak Arabika di Tingkat Anggota Tahun Ke0 1 2 3

Produksi (Kg) 230,4 230,4 230,4

Harga (Rp/kg) 375.000 375.000 375.000

Nilai Penjualan (Rp/Ha/Th)

Total

0 86.400.000 86.400.000 86.400.000 259.200.000

Pada perhitungan nilai penjualan ini dapat diketahui produksi kopi luwak tiap tahunnya yaitu 230,4 kg. Nilai 230,4 kg ini merupakan nilai jadi rendemen green bean yang akan dibayar oleh Three Mountain. Meskipun demikian anggota tetap diuntungkan karena anggota hanya menjual dalam bentuk feces yang sudah dicuci. Hal tersebut ditunjukan dalam perhitungan arus kas seperti pada Tabel 7. Cash Flow Usahatani Kopi Luwak Arabika di Tingkat Anggota sebagai berikut. Tabel 7. Cash Flow Usahatani Kopi Luwak Arabika di Tingkat Anggota Tahun ke0 1 2 3 Total

Cash In Flow (Rp) 0 86.400.000 86.400.000 86.400.000 259200000

Cash Out Flow (Rp) 24.266.667 61.582.667 61.582.667 61.582.667 209.014.668

Nett Cash Flow (Rp) -24.266.667 24.817.333 24.817.333 24.817.333 50.185.332

Berdasarkan tabel cash flow usahatani kopi luwak arabika di tingkat anggota dapat diketahui total nett cash flow dalam tiga tahun mencapai Rp 50.185.332. Jika aliran uang yang ditrima anggota dua minggu sekali artinya anggota akan mendapatkan kurang lebih Rp 3.600.000 atau Rp 7.200.000 untuk memenuhi kebutuhan produksi kopi luwak tiap bulannya. Dengan demikian, dapat diperhitungkan parameter kelayakan usaha sebagai berikut:

62



Net Present Value (NPV) Dapat diketahui dari analisis net present value (NPV) pada analisis usaha

tani kopi luwak arabika di tingkat anggota (lampiran 8) adalah sebesar Rp 51.532.913,18. Dengan melihat nilai NPV yang bernilai positif tersebut maka dapat diartikan bahwa kopi arabika tersebut layak dan menguntungkan untuk diusahakan. 3.4.3

Analisis Usahatani Kopi Luwak Three Mountain Berikut ini merupakan asumsi-asumsi yang digunakan berdasarkan

perhitungan usahatani luwak (lampiran 9). Perhitungan Analisis Biaya Pengelolaan Kopi Luwak: 

Biaya pengelolaan dihitung berdasarkan luas lahan usaha tani kopi arabika. Jika pada asumsi usaha tani kopi arabika (lampiran 3) diasumsikan lahan seluas 1 Ha, maka lahan seluas 1 Ha ini dapat memenuhi untuk kebutuhan 4 luwak.



Dalam satu tahun luwak dapat memproduksi 57,6 kg kopi luwak dari 320 kg buah kopi arabika (rendemen 18%).



Harga buah kopi arabika petik merah seluruhnya Rp 10.000/kg lebih tinggi Rp 3000 dari kopi arabika gelondong reguler.



Harga yang kopi luwak arabika green bean yang disajikan berdasarkan harga kopi luwak arbika green bean pada Three Mountain. Dari perhitungan Analisis Biaya Pengelolaan Kopi Luwak dapat terlihat

bahwa harga buah kopi arabika Rp 10.000, atau lebih tinggi Rp 3000 dari harga kopi gelondong arabika reguler. Hal tersebut karena buah kopi arabika yang

63

dibutuhkan telah melalui proses seleksi terlebih dahulu. Buah kopi yang disajikan adalah yang merah seutuhnya (full ripe). Oleh karena itu harga yang dipatok menjadi lebih mahal. Dari perhitungan (lampiran 9) dapat diketahui pula bahwa dalam usahatani kopi luwak perhitungan biaya dilakukan sampai pada pengolahan kopi berasan (green bean) dapat dilihat pada Tabel 8. Perhitungan Nilai Penjualan Usahatani Kopi Luwak Arabika sebagai berikut: Tabel 8. Perhitungan Nilai Penjualan Usahatani Kopi Luwak Arabika Three Mountain Produksi (Kg)

Tahun Ke0 1 2 3

230,4 230,4 230,4

Harga (Rp/kg)

Nilai Penjualan (Rp/Ha/Th)

750.000 750.000 750.000

0 172.800.000 172.800.000 172.800.000 518.400.000

Total

Pada perhitungan nilai penjualan ini dapat diketahui produksi kopi luwak tiap tahunnya sama yaitu 230,4 kg, perhitungan ini berdasarkan hasil rendemen kopi luwak yang dihasilkan oleh tiap luwak dalam satu tahun 57,6 kg dikali dengan jumlah luwak untuk 1 Ha (empat luwak). Hasil produksi tiap tahun dikalikan dengan harga green bean. Dari perhitungan nilai penjualan ini maka akan didapat perhitungan arus kas seperti pada Tabel 9 sebagai berikut. Tabel 9. Cash Flow Usahatani Kopi Luwak Arabika Cash In Flow (Rp)

Tahun ke0 1 2

0 172.800.000 172.800.000

Cash Out Flow (Rp) 24.266.667 141.934.016 141.934.016

Nett Cash Flow (Rp) -24.266.667 30.865.984 30.865.984

64

Lanjutan Tabel 9. Tahun ke3 Total

Cash In Flow (Rp) 172.800.000 518.400.000

Cash Out Flow (Rp) 141.934.016 450.068.715

Nett Cash Flow (Rp) 30.865.984 68.331.285

Berdasarkan tabel cash flow usahatani kopi luwak arabika dapat diketahui bahwa produksi pada kopi luwak arabika setiap tahun tidak mengalami peningkatan, hal tersebut terkait pada jumlah luwak yang ditangkarkan dan jumlah buah kopi arabika yang diberikan kepada luwak. Dengan demikian, dapat diperhitungkan parameter kelayakan usaha sebagai berikut: 

Net Present Value (NPV) Dapat diketahui dari analisis net present value (NPV) pada analisis usaha

tani kopi arabika (lampiran 11) adalah sebesar Rp . 70.007.307,93 Dengan melihat nilai NPV yang bernilai positif tersebut maka dapat diartikan bahwa kopi arabika tersebut layak dan menguntungkan untuk diusahakan. 3.4.4

Bisnis Kopi Luwak Tingkat Retail Penjualan kopi luwak pada tingkat retail baik berupa reseller atau pada

gerai kopi merupakan segmen usaha yang sangat menguntungkan. Pasalnya harga pada tingkat retail jauh lebih tinggi dari harga dasar di tingkat petani. Seperti yang dikatakan seorang informan, bahwa harga kopi luwak arabika grounded pada tingkat agen mencapai 2 sampai 6 juta rupiah per kilogram. Sedangkan harga dasar pada tingkat petani adalah 1,5 juta rupiah. Untuk gerai kopi pada pasar lokal untuk segmentasi konsumen menengah keatas umumnya kopi luwak dijual per cangkir dengan harga 30 sampai 70 ribu rupiah. Sedangkan untuk segmentasi konsumen atas kopi luwak dijual dengan harga 100 sampai 250 ribu rupiah.

65

3.5

Analisis SWOT Agribisnis Kopi Luwak Analisis SWOT merupakan sebuah metode perencanaan yang digunakan

untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunites), dan ancaman (threats) dalam suatu bisnis usaha atau sebuah proyek. Analisis SWOT sangat berguna dalam memahami kekuatan dan kelemahan, juga untuk mengidetifikasi peluang yang terbuka dan ancaman yang akan dihadapi. Dalam konteks bisnis analisis SWOT dapat membantu untuk melihat potensi yang keberlanjutan dalam suatu usaha. SWOT menupakan bagian dari perencanaan strategis dengan tujuan melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal untuk dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Definisi strategi pertama yang dikemukakan oleh Chandler (1962:13) dalam Freddy Rangkuti (2006) menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam agribisnis Kopi Luwak Arabika faktor internal eksternal yang dapat mempengaruhi adalah sebagai berikut: 3.5.1

Analisis Lingkungan Internal Analisis ligkunngan internal yang terdapat pada Three Mountain dilakukan

untunk kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh Three Moutain. Analisis lingkungan internal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan strategi-strategi pengembangan.

66

a. Sumber Daya Manusia Asosiasi petani Kopi Luwak Three Mountain telah memiliki kurang lebih 28 petani yang ikut menangkarkan luwak dan mengolah kopi luwak. Masingmasing petani mengelola antara 2 sampai 17 luwak. Sedangkan di demplot percontohan sendiri menangkarkan 20 ekor luwak dengan dua orang pekerja. Karena setiap anggota merupakan petani kopi maka untuk perawatan luwak umumnya para petani telah mengerti. Selain itu, Three Mountain juga menyediakan demplot penangkaran yang menjadi standarisasi untuk tiap anggota mulai dari pengenyediaan pakan sampai perawatan luwak, kebersihan sampai pemberian vaksin. Pemberian vaksin untuk luwak dilakukan serentak secara menyeluruh kepada tiap anggota. b. Pasokan Buah Kopi Arabika Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap anggota merupakan petani kopi. Pada saat musim panen raya kopi berakhir maka tidak memunkinkan bagi petani untuk memproduksi kopi reguler dalam jumlah yang sedikit. Dengan kata lain memanfaatkan kopi gelondong (buah kopi) pada saat musim kopi berahir. Oleh karena itu ketersediaan pasokan kopi harus diimbangi antara jumlah luwak terkait dengan pakan buah kopi untuk luwak dan luas lahan yang diusahakan. Dalam satu tahun luwak memerlukan buah kopi arabika sebanyak 320 kg. Jika produksi rata-rata pohon kopi arabika sebanyak 6 kg per tahun maka satu luwak memerlukan pohon kopi arabika sebanyak kurang lebih 54 pohon kopi arabika pertahun. Jika dalam 1 Ha membutuhkan 250 pohon kopi arabika secara

67

matematis dapat memenuhi kebutuhan 4 sampai 5 luwak. Namun, tentu banyak sekali faktor-faktor yang harus diteliti kembali dalam menyesuaikan kebutuhan luwak dengan ketersediaan buah kopi arabika. Hal tersebut terkait pada faktorfaktor eksternal dan internal seperti bagaimana dampak terhadap lingkungan, ketersediaan luwak, konsumen yang masih tersegmentasi, biaya pemeliharaan yang tinggi, dan belum adanya standarisasi produk yang diakui secara internasional berkaitan dengan keaslian produk yang ditawarkan dan berbagai resiko lain yang harus diteliti lebih dalam. c. Produk Cooper dan Kleinschmidt (1990) dalam Soviadi Nor Rachman (2006) menyatakan bahwa keunggulan produk sangat ditentukan oleh keunikan manfaat yang diberikan produk kepada pelanggan, superioritas produk, inovasi produk yang terus-menerus, kemampuan produk memenuhi kebutuhan pelanggan, kemampuan produk mereduksi biaya yang dikeluarkan pelanggan, kecanggihan tehnologi produk dan desain produk itu sendiri. Kopi luwak merupakan yang produk yang unik yang keberadaannya masih sedikit di pasaran. Karena keunikanya tersebut maka kopi luwak merupakan kopi yang dicari dan kopi termahal di dunia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, keunikan produk harus diimbangi dengan kualitas produk yang baik pula. Memang belum ada standarisasi mengenai kopi luwak yang diakui secara nasional maupun internasional namun, perusahaan tetap menjaga kualitas produk mulai dari standarisasi produk di perusahaan dan dengan sertifikasi-sertifikasi tertentu.

68

d. Permintaan Pasar Kopi luwak Indonesia saat ini memang sedang diminati. Kopi luwak Indonesia menjadi barang yang sangat prestise di beberapa negara seperti pada Korea Seatan dan Jepang. Saat ini, Asosiasi Petani Kopi Three Mountain sedang menjalin kerjasama dengan pengusaha asal kedua negara tersebut untuk memasarkan kopi di negara mereka. Saat ini, untuk ke Korea Selatan saja Three Mountain mensuply 5 kg green bean kopi luwak arabika per minggu. Sebetulnya perusahaan asal Korea ini meminta lebih banyak suply kopi luwak, namun pihak Three Mountain tidak dapat menyanggupi. Oleh karena itu, dilakukan kebijakan pemotongan harga demi permintaan yang kontinyu. Hal tersebut menunjukan posisi tawar dari pihak penjual rendah. e. Modal Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian usahatani kopi luwak, permodalan yang dibutuhkan terkait dengan biaya produksi dan investasi kopi luwak memerlukan modal yang tidak sedikit. Setidaknya diperlukan sekitar Rp 24.627.830 dalam setiap produksi pertahun. Tingginya biaya produksi ini disebabkan oleh biaya perawatan luwak yang tidak sedikit. Oleh karena itu tingginya harga produksi tersebut harus diimbagi oleh penjualan kopi luwak itu sendiri. f. Pemasaran Pada bagian subsistem pemasaran hasil pertanian (agromarketing) telah dijelaskan bahwa pemasaran yang dilakukan oleh Asosiasi Kopi Luwak Three Mountain masih termasuk sempit. Dimana pembeli yang aktif secara

69

berkelanjutan hanya sekitar 30 pelaku bisnis. Namun, meskipun demikian produk kopi luwak Three Mountain telah dikenal oleh mancanegara. g. Produksi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada kopi luwak yang menjadi subjek mesin produksi adalah mahluk hidup yaitu hewan luwak itu sendiri. Oleh karena itu produktivitas ditentukan oleh bagaimana keadaan hewan luwak tersebut. Jika hewan luwak terebut mangalami mogok makan buah kopi maka petani tidak dapat memaksakan luwak untuk berproduksi lebih banyak lagi. Karena jika hal tersebut tetap dilakukan maka akan terjadi eksploitasi yang akan berpengaruh pada kualitas produk tersebut. 3.5.2

Analisis Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal yang terdpat pada Three Mountain

dilakukan untuk mengidentifikasi peluang (opportunity) dan ancaman (threats) yang dimiliki oleh Three Moutain. Analisis lingkungan eksternal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan strategi-strategi pengembangan. a. Bisnis ritel Seperti yang sudah dijelaskan sebelunya, penjualan kopi luwak pada tingkat retail baik berupa reseller atau pada gerai kopi merupakan segmen usaha yang sangat menguntungkan. Pasalnya harga pada tingkat retail jauh lebih tinggi dari harga dasar di tingkat petani. Pada tingkat ini keuntungan yang diraih dapat mencapai 4 kali lipat dari harga dasar petani. Hal tersebut merupakan peluang tersendiri dalam pengembangan usaha untuk kedepanya.

70

b. Media Informasi Menurut Djamarah dan Zain (2006) dalam Zamoni (2011), media berasal dari bahasa latin bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiayah berarti perantara atau pengantar. Dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Saat ini masyarakat dunia sangat akrab dengan berbagai media informasi mulai dari cetak sampai elektronik. Terutama dengan media elektronik seperti sosial media, setiap orang dapat mengakses untuk mendapatkan informasi atau memberikan informasi lewat media ini. Hal ini dapat menjadi peluang yang baik dalam mempromosikan suatu produk baik yang terdengarnya masih awam di telinga masyarakat maupun yang telah dikenal baik oleh masyarakat. c. Persaingan Masih Sedikit Persaingan usaha pada perdaganagan kopi luwak tergolong masih sedikit. Hal tersebut ditunjukkan pada daerah pangalengan saja yang notabene penghasil kopi terbesar di Jawa Barat hanya terdapat 2 pelaku usaha di bidang kopi luwak. Oleh karena itu hal ini merupakan peluang yang baik dalam pengembangan usaha. d. Ketersediaan Hewan luwak Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya hewan luwak belum dapat di kembangbiakan secara buatan di penangkaran. Selain itu, jika petani memelihara luwak sebelum umur produktif akan menyebabkan penambahan dari biaya produksi. Oleh karena itu perburuan luwak untuk ditangkarkan tidak dapat dihindari. Hal tersebut perlu diperhatikan karena terkait dengan keberadaan hewan luwak itu sendiri sebagai subjek dari adanya kopi luwak.

71

e. Konsumen yang Tersegmentasi Peminum kopi luwak umumnya masih terbatas dinikmati oleh penikmat kopi saja. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor salah satunya terkait dengan pengetahuan peminum kopi tentang kopi luwak. Konsumen yang sempit ini dapat menjadi ancaman tersendiri bagi pengembangan bisnis kopi luwak. f. Maraknya Kopi Luwak Buatan Maraknya kopi luwak buatan yang mengadaptasi prinsip kinerja perut luwak dalam mengolah biji kopi dapat menjadi kendala cukup besar bagi produsen kopi luwak terutama untuk pemasaran kepada masyarakat yang awam terhadap kopi luwak. Permasalahan yang cukup pelik pada bisnis kopi luwak ini ditambah dengan belum adanya standar baku yang ditetapkan secara internasional mengenai kopi luwak dan sulitnya mendapat serifikasi untuk kopi luwak asli. Hal tersebut pula yang menjadi penghambat perdaganagan kopi luwak ke mancanegara. Seringkali produk kopi luwak ditolak masuk ke negara tujuan akibat permasalahan kelengkapan dokumen. Akibatnya, kopi luwak tertahan di pihak negara tujuan. Akibat lain yang ditimbulkan adalah kurangnya kepercayaan konsumen bahkan tidak jarang terdapat konsumen yang memesan masih dalam bentuk feses. 3.5.3

Indentifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal serta eksternal perusahaan,

maka dapat diindentifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Berikut ini merupakan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang didapat dari hasil pengamatan pada Asosiasi Petani Kopi Luwak

72

Three Mountain. Dari analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman maka didapatkan faktor internal dan eksternal kunci dalam Tabel 8. Tabel 10. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Kunci Faktor Internal Kekuatan Kelemahan 1. Ketersediaan buah kopi kopi dari 1. Modal tinggi kebun sendiri pada musim panen 2. Lemahnya kekuatan tawar maupun diluar musim panen 3. Brand Kurang dikenal oleh 2. Sumber daya manusia masyarakat luas 3. Kualitas produk 4. Produksi terbatas 4. Produk yang unik 5. Belum memiliki badan hukum 5. Permintaan yang cukup baik (masih berupa asosiasi) Faktor Eksternal Peluang Ancaman 1. Bisnis Ritel 1. Ketersediaan luwak 2. Media informasi 2. Konsumen yang masih 3. Persaingan usaha masih sedikit tersegmentasi 3. Maraknya kopi luwak buatan 3.5.4

Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Menurut David (2004) tahapan dalam membuat matriks IFE/EFE adalah

sebagai berikut: 1. Tuliskan daftar semua kelemahan,kekuatan, peuang dan ancaman suatu orgaanisasi. Peluang dan kekuatan didaftar terlebih dahulu baru kemudian ancaman dan kelemahan dari organisasi. 2. Berikan bbot terhadap daftar yang telah dibuat untuk menunjukan reatif tingkat

kepentingan faktor dalam menuju jesuksesan organisasi.

Pembobotan berkisar antara 0.00 (tidak penting) sampai 1.00 (sangat penting) yang diletakkan pada kolom kedua. Total bobo yang diberikan harus sama dengan satu

73

3. Tentukan ranting tiap faktor yang menunjukan keefektifan strategi suatu organisasi saat ini dalam merespon faktor-faktor tersebut pada kolom ketiga. Untuk matriks IFE, 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan minor, 3 = kekuatan minor dan 4 = kekuatan utama. Sedangkan untuk matriks EFE, 4 = respon tinggi, 3 = respon diatas rata-rata, 2 = respon rata-rata dan 1 = respon kurang. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk memperoleh skor pembobotan. Beberapa faktor yang dianalisis dalam matriks IFE adalah faktor-faktor strategis internal perusahaan berupa kekuatan dan kelemahan perusahaan. Hasil analisis faktor internal akan diketahui setelah memasukkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sebagai faktor untuk menentukan strategi pengembangan apa yang tepat, kemudian diberikan pemberian peringkat (Lampiran 12) dan perhitungan bobot (Lampiran 13 dan 14) yang kemudian dihitung peringkat dikalikan bobot sehingga akan diperoleh nilai total seperti pada Tabel 11 sebagai berikut. Tabel 11. Matriks IFE Rating Faktor Internal Kekuatan 1. Ketersediaan buah kopi dari kebun sendiri pada musim panen maupun diluar musim panen 2. Sumber daya manusia 3. Kualitas produk 4. Produk yang unik 5. Permintaan yang cukup baik Kelemahan 1. Modal tinggi 2. Lemahnya kekuatan tawar 3. Kurang dikenal oleh masyarakat luas

Rating

Bobot

Nilai yang Dibobot

4

0,116

0,464

3 3 4 4

0,116 0,125 0,130 0,106

0,348 0,375 0,52 0,424

2 2 1

0,093 0,060 0,074

0,186 0,12 0,074

74

Lanjutan Tabel 11. 1. Produksi terbatas 2. Belum memiliki badan hukum (masih berupa asosiasi) Total IFE

2

0,079

0,158

2

0,102

0,204 2,873

A. Kekuatan 1. Faktor ketersediaan bahan baku buah kopi yang terjamin karena berasal dari kebun sendiri baik pada musim panen meupun diluar musim panen mendapatkan bobot sebesar 0,116 dan mendapatkan rating

4. Bobot

sebesar 0,116 dan rating 4 ini dapat diartikan faktor ini kuat pengaruhnya terhadap produk dan keuntungan yang dicapai oleh perusahaan. Pasokan buah kopi arabika yang baik dan didukung dengan tanaman yang produktifitas

baik

merupakan

kekuatan

bagi

perusahaan

dalam

mengembangkan produk dan skala usaha. 2. Faktor sumber daya manusia mendapatkan bobot sebesar 0,116 dan mendapat rating 3 artinya, faktor sumber daya menusia juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas produk dan keuntungan perusahaan. Sumber daya manusia yang berpengalaman dan telah telatih akan mempermudah proses produksi dan akan berpengaruh pula terhdap kualitas produk. 3. Faktor

kualitas

produk

mendapatkan

bobot

sebesar

0,125

dan

mendapatkan rating 3. Bobot sebesar 0,125 dan rating 3 ini dapat diartikan kualitas produk Three Mountain berpengaruh cukup kuat terhadap perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistim pedagangan pada kopi luwak beasaskan kepercayaan, oleh karena itu

75

perusahaan wajib memegang kepercayaan yang telah diberikan konsumen tersebut. 4. Faktor produk yang unik mendapatkan bobot sebesar 0,130 dan mendapatkan rating 4. Faktor produk memiliki nilai yang dibobotkan paling besar yaitu 0,52 artinya faktor produk yang unik merupakan faktor yang paling kuat terhadap perusahaan. Kopi luwak merupakan produk yang prestise karena sifatnya yang unik mulai dari rasa sampai fakta-fakta menarik mengenai kopi luwak tersebut. 5. Faktor permintaan yang cukup baik mendapatkan bobot sebesar 0,106 dan rating 4 artinya, faktor permintaan cukup berpengaruh terhadap perusahan dalam hal berproduksi. Namun, permintaan yang tinggi ini terbatas oleh perusahaan pembeli yang terbatas yaitu hanya sekirar 30 pelaku usaha saja. B. Kelemahan 1. Faktor modal yang tinggi dalam mengusahakan kopi luwak mendapatkan bobot sebesar 0,093 dan rating sebesar 2. Bobot sebesar 0,093 dan rating 2 dalam faktor modal yang tinggi dapat diartikan faktor modal yang tinggi ini

dinilai

merupakan

faktor

yang

cukup

menghambat

dalam

keberlangsungan usaha dan pengembangan usaha kopi luwak. 2. Faktor lemahnya kekuatan tawar mendapatkan bobot sebesar 0,060 dan rating sebesar 2 artinya hal ini merupakan faktor yang cukup menghambat terhadap perusahaan dalam pencapaian keuntungan. Faktor-faktor kekuatan perusahaan seperti keunikan produk, kualitas produk dan lain

76

sebagainya

seyogyanya

dapat

mendongkrak

bargaining

position

perusahaan. 3. Faktor brand kurang dikenal oleh masyarakat luas mendapatkan bobot sebesar 0,074 dan rating 1. Maka, dapat diartikan faktor ini merupakan faktor yang

menghambat perusahaan. Sisitem penjualan berasaskan

kepercayaan dan belum adanya standar mutu yang diakui dengan kesepakatan bersama secara internasional ikut menambah sulitnya memasarkan kopi luwak. 4. Faktor produksi terbatas mendapatkan bobot sebesar 0,097 dan rating 2 artinya produksi yang terbatas ini juga cukup menjadi faktor penghambat bagi perusahaan. Produksi yang terbatas ini sebenarnya dapat diimbangi dengan kualitas produk yang baik. Jika kualitas produk mendukung maka sebenarnya produksi yang terbatas ini dapat memiliki nilai yang baik diamata konsumen. 5. Faktor belum memiliki badan hukum memdapatkan bobot sebesar 0,102 dan rating sebesar 2 artinya faktor ini tidak terlalu manjadi faktor penghambat bagi perusahaan. Three Mountain masih berupa asosiasi petani kopi luwak dan belum menjadi sebuah perusahaan yang berbadan hukum. Sebenarnya hal ini dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha dan pengembangan usaha. Namun, sampai dengan saat ini belum terdapat keluhan besar mengenai faktor ini. Berdasarkan uraian diatas diketahui total bobot faktor internal kekuatan sebesar 0,593 dan faktor internal kelemahan sebesar 0,408 (Lampiran 15). Maka

77

dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor kekuatan lebih besar daripada faktor kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Asosiasi Petani Kopi Luwak Three Mountain sudah dapat menggunakan kekuatannya untuk mengatasi kelemahannya. 3.5.5

Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) Beberapa faktor yang dianalisis dalam matriks EFE adalah faktor-faktor

strategis eksternal perusahaan berupa peluang dan ancaman perusahaan. Hasil analisis faktor internal akan diketahui setelah memasukkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sebagai faktor untuk menentukan strategi pengembangan apa yang tepat, kemudian diberikan pemberian peringkat (Lampiran 3) dan perhitungan bobot (Lampiran 5) yang kemudian dihitung peringkat dikalikan bobot sehingga akan diperoleh nilai total seperti pada Tabel 12 sebagai berikut. Tabel 12. Matriks EFE Rating Faktor Eksternal Peluang 1. Bisnis Ritel 2. Media informasi 3. Persaingan usaha masih sedikit Ancaman 1. Ketersediaan luwak 2. Konsumen yang masih tersegmentasi 3. Maraknya kopi luwak buatan Total EFE

Rating

Bobot

Nilai yang Dibobot

4 3 3

0,184 0,211 0,224

0,736 0,633 0,672

2

0,105

0,21

2

0,145

0,29

1

0,132

0,132 2,673

A. Peluang 1. Faktor bisnis ritel mendapat bobot sebesar 0,184 dan rating 4, artinya faktor bisnis ritel dapat menjadi peluang yang sangat besar bagi

78

perusahaan untuk mengembangkan usaha. Perbedaan harga dari harga dasar ke tingkat ritel yang tinggi dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya. 2. Faktor media informasi mendapat bobot sebesar 0,211 dengan rating 3 artinya, faktor ini dapat menjadi peluang yang baik bagi perusahan dalam strategi pengembangan usaha. Media informasi yang saat ini sangat mudahh diakses oleh siapa saja terutama media elektronik seperti internet sangat memberikan peluang bagi perusahaan sebagai ajang promosi produk dan pencerdasan perusahan terhadap konsumen tentang produk mereka. 3. Faktor persaingan usaha yang masih sedikit mendapatkan bobot sebesar 0,224 dengan rating 3. Hal tersebut menunjukan bahwa persaingan usaha yang masih sedikit ini sebaiknya dapat dimnfaatkan dengan baik oleh perusahaan dalam meningktkan kualitas, skala bisnis dan lain sebagainya untuk mengembangkan tingkat usaha. B. Ancaman 1. Faktor ketersediaan luwak mendapatkan bobot sebesar 0,105 dengan rating 2 artinya, faktor ini dapat menjadi ancaman yang perlu diperhatikan. Pasalnya subjek mesin biologis dari kopi luwak adalah hewan luwak itu sediri jika keberadaannya berkurang maka akan sangat berpengaruh terhadap bisnis kopi luwak secara keseluruhan. Oleh karena itu, Three Mountain mensiasati dengan melepas luwak-luwak yang telah habis masa ekspairnya ke alam bebas agar dapat bereproduksi secara alami.

79

2. Faktor konsumen yang masih tersegmentasi mendapatkan bobot sebesar 0,145 dengan rating 2 artinya perusahaan harus pula mewaspadai faktor ini sebagai ancaman yang cukup penting bagi perusahaan. Konsumen yang terbatas pada penikmat kopi saja dapat menjadi ancaman karena bisa saja dalam beberapa waktu kedepan para penikmat kopi ini sudah tidak “penasaran” dengan kopi luwak ini. Oleh karena itu perusahaan dapat menggalakkan berbagai promosi misalnya dengan pencerdasan tentang kopi luwak kepada para peminum kopi. 3. Faktor maraknya kopi luwak buatan mendapatkan bobot sebesar 0,132 dengan rating 1. Maka, dapat diartikan hal ini dapat menjadi masalah yang serius jika perusahaan tidak hati-hati menjaga hubungan baik dengan konsumen, penurunan kualitas sedikit saja akan mendatangkan masalah. Hal tersebut berakar dari belum adanya standar mutu yang baku dalam perdagangan kopi luwak. Sampai saat ini memang telah terdapat standar mutu biji kopi seperti SNI 01-2907-2008 namun, hal tersebut hanya mengenai biji kopi secara keseluruhan saja. Maka akan sulit untuk membedakan mana kopi luwak asli dengan buatan bagi masyarakat awam. Ditambah dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat umum dan brand yang mengatas namakan kopi luwak. Maka, seharusnya terdapat pula spesifikasi khusus untuk mengenali kopi luwak ini. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa total bobot faktor eksternal peluang sebesar 0,619 dan faktor eksternal ancaman sebesar 0,382 (lampiran 16). Maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor peluang

80

lebih besar dari pada faktor ancaman. Hal tersebut menunjukan bahwa Asosiasi Petani Kopi Luwak Three Mountain sudah dapat mengoptimalkan peluang yang ada untuk menghindari ancaman untuk keberlanjutan usahanya. 3.5.6

Matriks IE (Internal Eksternal) Tahap

selanjutnya

adalah

tahap

pencocokan.

Dalam

tahap

ini

menggunakan teknik analisis SWOT dengan menggunakan analisis Matriks IE. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai IFE pada sumbu x dan total nilai EFE pada sumbu y dari total nilai yang dibobot dari setiap divisi dapat disusun matriks IE pada tingkat korporasi. Pada sumbu x matriks IE nilai IFE yang dibobot 1 sampai 2 menunjukkan posisi internal lemah; nilai 2 sampai 3 dianggap sedang; dan nilai 3 sampai 4 dianggap kuat. Demikian juga sumbu y, total nilai EFE sama. Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategis yang berbeda. Menurut David (2004), jika posisi perusahaan berada pada divisi sel I, II, atau IV, strategi pengembangannya adalah strategi integrasi dalam bentuk integrasi ke depan, integrasi ke belakang, dan integrasi horizontal. Ketika perusahaan berada pada divisi sel III, V dan VII, strategi pengembangannya adalah dengan strategi intensif, dalam bentuk penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Terakhir jika posisi perusahaan berada pada divisi sel VI, VIII, atau IX, strategi pengembangannya adalah dengan strategi divestasi dan defensif. Nilai total yang didapat pada matriks IFE dan EFE adalah 2,873 dan 2,673 (lampiran 15 dan 16). Dalam matriks IE nilai tersebut menempati pada posisi sel V. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13 sebagai berikut.

81

Tabel 13. Matriks IE

IFE

EFE

Kuat (3 – 4)

Kuat (3 – 4) Rata-rata (2 – 3) Lemah

Lemah (1 – 2)

I

Rata-rata (2 – 3) 2,7 II

IV

V

VI

VII

VIII

IX

III

2,9

(1 – 2) Strategi utama untuk sel V pada matriks IE adalah strategi intensif, dalam bentuk penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Menurut David (2004), strategi intensif adalah strategi yang memerlukan usaha-usaha internsif perusahaan jika posisi persaingan perusahaan degan produk yang ada hendak ditingkatkan. Strategi ini terbagi dalam tiga tahap yaitu penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Penetrasi pasar yaitu strategi yang mencari pangsa pasar yang lebih besar untuk produk atau jasa yang sudah ada sekrang melalui usaha pemasaran yang lebih gencar. Penetrasi pasar dapat digunakan untuk memperkenalkan produk kopi luwak kepada masyarakat yang luas dengan cara pemasaran. Pemasaran dapat dilakukan dengan media-media informasi baik cetak atau elektronik. Pemasaran dapat pula dilakukan melalui jurnal-jurnal ilmiah yang mengedukasi pengetahuan tentang kopi luwak. Dengan demikian diharapkan peminum kopi luwak bukan hanya penikmat kopi. Sehingga target pasar untuk kopi luwak menjadi lebih beragam dan luas.

82

Pengembangan pasar (market development) yaitu memperkenalkan produk atau jasa yang sudah ada ke wilayah geografi baru. Dalam tahap ini, dapat dimanfaatkan peluang bisnis ritel atau dengan menambah anggota dari daerah sentra penghasil kopi lain. Anggota Three Mountain saat ini kurang lebih mencapai 28 anggota yang tersebar di tiga wilayah berbeda yaitu Bandung, Garut dan Cianjur (lampiran 17). Seperti yang dikatakan oleh Freddy Rangkuti (2006), perusahaan yang berada di sel ini dapat memperluas pasar, fasilitas produksi, dan teknoligi melalui akuisisi atau joint ventures dengan perusahaan lain dalam industri yang sama. Pengembangan

produk

(product

development)

yaitu

mencoba

meningkatkan penjualan dengan memperbaiki produk atau jasa yang sudah ada atau mengembangkan yang baru. Tahap ketiga ini merupakan tahap perbaikan produk baik dalam segi kualitas produk maupun pengemasan produk. Perbaikan kualitas produk dapat bermula dari kebun kopi dengan budidaya yang baik sampai pada penangkaran luwak dan penanganan pasca panen yang baik pula. Rangkaian proses yang saling terintegrasi ini jika dikelola dengan baik maka akan menhasilkan kualitas kopi luwak arabika yang baik pula.