BIOFILTRASI DALAM PENYISIHAN LIMBAH GAS H2S DAN NH3 APLIKASI

Download SEMINAR NASIONAL ... Efisiensi penyisihan gas H2S dan NH3 masing-masing menunjukkan 99.5% dan ..... Journal of Fermentation and Bioengineer...

0 downloads 539 Views 440KB Size
ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

Biofiltrasi dalam Penyisihan Limbah Gas H2S dan NH3 Aplikasi Teknik Didin SUWARDIN 1) , Tjandra SETIADI2) dan Enri DAMANHURI3) 1) Pusat Penelitian Karet - Balai Penelitian Sembawa 2) Jurusan Teknik Kimia - Institut Teknologi Bandung 3) Jurusan Teknik Lingkungan - Institut Teknologi Bandung [email protected] fax: (0711) 312182 hp: 0818 615 450 Abstrak Pencemaran udara dari pabrik karet remah khususnya bau (malodor) telah menimbulkan keresahan dan resistensi dari masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan komponen senyawa dalam bahan olah karet remah mengandung : R-CO-NH-R, R-NH2-COOH dan R-NH2-SH-R. Komponen tersebut selama penyimpanan akan mengalami proses penguraian menjadi senyawa berbau, antara lain : amonia, asam-asam organik, dan senyawa sulfida. Dalam penelitian ini digunakan media biofilter alami berupa serabut sawit dan kontaminan limbah gas H2S dan NH3. Mikroorganisme yang digunakan berupa konsorsium yang berada secara alami (indigenous) dalam media filter yang selanjutnya diidentifikasi sebagai mikroorganisme dominan dalam penyisihan kontaminan tersebut. Efisiensi penyisihan gas H2S dan NH3 masing-masing menunjukkan 99.5% dan 80-98%. Penyisihan kontaminan dalam biofilter dapat diprediksi dengan model biofilm dan model pembatas reaksi. Model memperlihatkan bahwa tidak terjadi hambatan difusi pada dua kontaminan tersebut, dan proses yang terjadi dikendalikan oleh laju penyisihan secara biologis. Model konveksi-difusi-reaksi dinilai cocok untuk memprediksi profil konsentrasi kontaminan sepanjang biofilter. Serabut sawit memiliki karakteristik kimia-fisik yang sangat sesuai sebagai media unggun biofilter dengan waktu efektif pendayagunaan selama 1066 hari tanpa penambahan nutrien. Sepanjang biofilter terjadi distribusi biofilm, sesuai dengan jumlah sel dalam media filter. Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme pada media biofilter maka aktivitas penyisihan yang dilakukan semakin baik. Kata kunci : biofilrasi, eliminasi, gas, limbah, H2S dan NH3 1.

Pendahuluan

Industri pengolahan karet remah saat ini telah berkembang pesat di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan tersebut, masalah pence-maran udara semakin menimbulkan bau yang kurang enak, dan menimbulkan resistensi dari masyarakat sekitarnya. Permasalahan tersebut berasal dari lokasi penyimpanan bahan olah, proses pe-ngeringan awal (pre-drying), dan dari uap bekas pengeringan. Penyebab utama timbulnya pencemaran udara khususnya bau (malodor) dari pabrik karet remah berasal dari kondisi bahan bakunya. Bahan olah indusri karet remah mengandung kadar air yang tinggi (40-50%) sehingga potensi aktifitas mikrobiologis semakin besar. Komponen senyawa yang terkandung dalam bahan olah tersebut meliputi : R-CO-NH-R, R-NH2-COOH dan R-NH2-SH-R. Komponen tersebut selama penyimpanan akan mengalami proses penguraian menjadi senyawa berbau, antara lain: amonia, trimetil amin, dietil amin, asamasam organik (asetat, propionat, butirat, valerat), senyawa sulfida dan metil merkaptan. Teknik biofiltrasi merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dikembangkan dalam upaya penyisihan polutan gas. Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas mikroba mendegradasi/ mengeliminasi senyawa polutan. Saat ini, penerapannya tidak terbatas hanya pada penurunan bau, namun juga telah dikembangkan menjadi suatu teknik pengendalian pencemaran udara (Dick dan Ottengraf, 1991). Pengembangan teknik biofiltrasi, memerlukan jenis media serta mikroba yang handal. Pemanfaatan serabut sawit dan limbah padat karet sebagai media unggun (fixed bed) merupakan alternatif yang perlu dikaji lebih jauh. Biodegradasi polutan secara mikrobial melibatkan berbagai spesies atau strain mikroorganisme. Dengan aerasi yang baik dan pH netral, biofilter merupakan lingkungan yang baik bagi populasi mikroorganisme. Sistem biofiltrasi yang dikembangkan menggu-nakan kultur mikroba campuran aerobik yang memiliki kapasitas dan laju biodegradasi yang tinggi.

PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

Dalam penelitian ini dikaji mengenai penggunaan media biofilter yang bersumber dari limbah pengolahan pabrik yaitu serabut sawit. Kontaminan yang digunakan adalah gas H2S dan NH3. Mikroorganisme yang digunakan berupa konsorsium yang berada secara alami (indigenous) dalam media filter. Dilakukan pengkajian aspek operasional dan kinetika selektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang bioteknologi terutama yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara. 2.

Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini dikaji mengenai penggunaan jenis media alami berupa serabut sawit. Kontaminan yang digunakan adalah gas H2S dan NH3. Penggunaan gas H2S dan NH3 sebagai model kontaminan dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan komponen tersebut merupakan senyawa utama penyebab timbulnya bau dari industri berbasis pertanian. Mikroorganisme yang digunakan berupa konsorsium yang berada secara alami (indigenous) dalam media filter. Dilakukan pengkajian aspek operasional dan kinetika selektif, serta dikembangkan suatu model bioflter dalam kondisi tunak dan transien. Parameter yang diamati mencakup : kinerja biofilter dan karakteristik media unggun. Parameter mengenai kenerja biofilter mencakup aspek efisiensi penyisihan, dan kapasitas eliminasi, serta ketinggian/ketebalan media biofilter. Untuk parameter media, aspek yang diamati mencakup kinerja dan umur guna dari media yang diteliti. Rangkaian peralatan yang digunakan dalam percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rangkaian reaktor biofilter Analisis yang dilakukan selama percobaan adalah analisis pH, temperatur, kelembaban media, dan konsentrasi H2S dan NH3 selama proses berlangsung. Reaktor dipertahankan pada kondisi kelembaban media filter sekitar 70-90%, temperatur disesuaikan dengan kondisi ruangan berkisar 20-40 0C, dan pH media pada rentang 6 – 8. Pengukuran konsentrasi gas H2S dilakukan dengan metoda metilen biru menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm dan NH3 menggunakan metode indofenol pada panjang gelombang 630 nm. Model yang dikembangkan dalam mengevaluasi multi kontaminan dilakukan dengan dua pendekatan yaitu model pembatas reaksi dan model biofilm. Model Pembatas Reaksi Model pembatas reaksi dikembangkan berdasarkan pada neraca substrat sepanjang reaktor menggunakan persamaan model kinetika Monod pada biofilm yang homogen untuk sistem multi kontaminan. Wani dkk. (1999) telah menerapkan model ini untuk mengevaluasi campuran senyawa sulfur tereduksi, dan juga Sologar dkk.(2003) mengevaluasi campuran H2S dan metanol. Kapasitas eliminasi (EC) dirumuskan sebagai berikut: V max .C ln, H 2S EC H 2S = α K m .H 2S + C ln .H 2S (1) EC NH 3 = β

V max .C ln, NH 3 K m . NH 3 + C ln . NH 3

(2)

PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

C in − C out ln(C in / C out )

C ln =

(3) dengan α dan β adalah parameter interaksi, Vmax laju penyisihan substrat maksimum (g/m3/h), dan Km adalah konstanta Monod (g/m3), C konsentrasi substrat fase gas (g/m3). Untuk eliminasi yang mengikuti orde satu pada waktu tinggal tertentu, model tersebut juga dapat diselesaikan dalam bentuk parameter laju pembebanan dan kapasitas eliminasi.   1 − e  

= Beban

EC

− kAH

    

Q

(4) Dimana k adalah konstanta laju orde satu (jam-1), A adalah area biofilter yang dilewati (m2), H adalah ketinggian biofilm (m) dan Q adalah laju alir udara (m3/jam). Model Biofilm Laju degradasi kontaminan dapat dimodelkan secara mikroskopis berdasarkan model biofilm yang dikembangkan Mohseni dan Allen (2000). Model tersebut berdasarkan pada asumsi bahwa: reaksi mengikuti kinetika monod; operasi dalam biofilter mengikuti aliran sumbat tanpa ada dispersi kecepatan kearah aksial, pertumbuhan biofilm bersifat homogen, dan ketersediaan nutrisi sel selain senyawa kontaminan berlebih sehingga faktor pembatas adalah senyawa kontaminan. Kesetimbangan massa pada keadaan tunak untuk dua komponen adalah sebagai berikut: 2 L ,H 2 S 2

∂C

D

e .H 2 S

dx

X

= α.

H 2S

µ

Y H 2S K

max . H 2 S

C

L,H S 2

m ,H 2S

+ C

max, NH

C 3

m , NH

+ C

L,H S 2

(5) D

∂C e . NH

3

2 L , NH 2

= β.

3

dx

X

NH

3

Y NH

3

µ K

3

L , NH L , NH

3 3

(6) dengan α dan β adalah parameter interaksi, De adalah koefisien difusi efektif (m2/jam), CLadalah konsentrasi substrat di dalam biofilm (g/m3), X adalah densitas biofilm (kg/m3), Y adalah koefisien hasil di dalam biofilm (g/g), µm adalah laju pertumbuhan spesifik maksimum (jam-1), dan Km adalah konstanta monod (kg/m3). Kondisi batas dari persamaan diatas adalah: CL,H2S =

dCL,H2S dx

Cg,H2S mH2S

dan C L, NH = 3

= 0 pada

C g, NH3 m NH3

x = δH2S, dan

pada x=0 dCL,NH3 dx

= 0 pada x = δNH3

Neraca massa fasa gas untuk NH3 dan H2S dalam biofilter adalah: vg

dC g , H 2 S dh

 dC L , H 2 S  = A s D e .H 2 S    dx  x=0

(7)

vg

dCg, NH3 dh

 dCL, NH3  = As De.NH3    dx  x = 0

dengan vg merupakan kecepatan linier aliran gas (m/jam), dan As merupakan luas permukaan biofilm (m2). Kondisi batasnya adalah: Cg,H2S = Cg,H2S.in dan Cg,NH3 =Cg,NH3.in pada h = 0

(8)

Nilai Km, X , Y, dan Umak dapat ditentukan terlebih dahulu secara ekperimental atau dengan fiting parameter. Parameter X/Y*Umax dapat digabungkan menjadi satu parameter yaitu r karena merupakan sekelompok perkalian dalam persamaan diferensial. Parameter kinetika r dan Km dapat dicocokan dari data eksperimen menggunalan pendekatan kuadrat terkecil non-linier. Untuk kasus reaksi orde satu, kapasitas eliminasi (EC) dengan pendekatan model biofilm dapat diselesaikan secara analitik dengan korelasi:

PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

EC

= Beban

  1 − exp  

 hA s D   mv g

e

tanh

  δ  

k D e

       

(9) Model untuk penentuan profil konsentrasi sepanjang biofilm dapat dilakukan melalui dua pendekatan; pendekatan neraca-massa gas kontaminan dalam biofilter atau melalui pendekatan empirik. Salah satu model pendekatan emprik yang dapat digunakan adalah model Ottengraf dan Van Der Oever (1983). Model ini memperhitungkan pengaruh distribusi luar permukaan biofilter/distribusi biofilm sepanjang biofilter. Model tersebut diturunkan berdasarkan model kinetika orde satu yang melibatkan fenomena konveksi-difusi-reaksi. Model ini kemudian dibandingkan dengan data hasil percobaan. C ge   Da o LRT = exp  − Tanh ( Φ )  C go   Hev o δ (10) Cg adalah konsentrasi substrat pada fasa gas, (g/m3), He konstanta Henry (m3/mol), T adalah temperatur, (oK). dan

Φ =

kδ 2 D

dimana Φ adalah Modulus Thiele, δ adalah ketebalan biofilm (m), dan D adalah koefisien

difusifitas efektif, (m2/jam). Dalam penelitian ini model yang digunakan berdasarkan pendekatan neraca massa, dimana model yang dikembangkan dalam mengevaluasi multi kontaminan dilakukan dengan dua pendekatan yaitu model pembatas reaksi Persamaan dan model biofilm. Parameter Model Dalam proses analisis data dan pemodelan, harus diperkirakan sejumlah sifat fisik dari substrat dan sistem biofilm. Parameter ini dapat diestimasi menggunakan sifat-sifat sistem, data fisik, dan karakteristik biofilm dari literatur. Parameter interaksi α dan β ditetapkan sama dengan satu dengan asumsi bahwa tidak ada faktor interaksi antara kontaminan. Parameter model untuk biofiltrasi H2S dan NH3 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter model biofiltrasi untuk H2S dan NH3

Parameter Laju alir udara Diameter reaktor Ketinggian bidang reaktor Fraksi celah unggun Kecapatan gas Luas Permukaan spesifik Ketebalan biofilm-Biofilm model, H2S Ketebalan biofilm-Biofilm model, NH3 Densitas biofilm, H2S Densitas biofilm, NH3 Temperatur Faktor Tortortuositas Tekanan Difusivitas efektif, H2S Difusivitas efektif NH3

3.

Simbol Q D H ε Ug As δH2S δNH3 XH2S XNH3 o C τ P DeH2S De NH3

Nilai 1,5 l/menit 0.14 m 0.32 m 0.7 5.8 m/jam 585m2/m3 1*10-4 m 1∗10-5 m 100 kg/m3 biofilm 100 kg/m3 biofilm 26-28 0.4 1 atm 3.4∗10-6m2/detik 86*10-6m2/detik

Hasil Dan Pembahasan

Aklimatisasi Biofilter Proses aklimatisasi pada keadaan transien sangat penting diketahui untuk menjamin keberlangsungan proses biofiltrasi secara baik. Aklimatisasi atau dikenal dengan fase datar (lag period) selama periode awal operasi merupakan tahapan penting dalam aplikasi biofilter. Periode aklimatisasi juga dapat terjadi pada saat sistem biofiltrasi mengalami kemandekan (shut down), sebagai akibat kenaikan konsentrasi kontaminan atau terjadi beban kejut (shock load). Fase datar merupakan gambaran aklimatisasi populasi mikroba terhadap kontaminan sebagai sumber karbon dan energi dan atau pertumbuhan komunitas mikroorganisme yang signifikan berawal dari suatu jumlah mikroorganisme yang sedikit. Penjelasan mengenai periode aklimatisasi menyangkut dua hal (Eweis dkk, 1998), yaitu : (1) enzim mikrobial hanya mungkin terinduksi setelah adanya kontaminan, atau (2) pada awalnya terdapat sejumlah mikroba yang mampu mendegradasi/menyisihkan polutan dalam jumlah yang kecil, tetapi seiring dengan waktu populasi mikroba tersebut tumbuh sehingga melingkupi PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

seluruh permukaan media filter sehingga kapasitas eliminasi meningkat sampai dicapai keadaan tunak. Tujuan percobaan ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk memulai operasi biofilter sehingga dicapai keadaan tunak Kurva fraksi konsentrasi kontaminan masukan dan keluaran H2S dengan ketebalan media unggun pada periode aklimatisasi disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan penaluran kurva tersebut menunjukkan bahwa periode aklimatisasi diperlukan waktu 48 jam (dua hari) untuk mencapai efisiensi penyisihan diatas 95% dengan konsentrasi awal gas H2S sebesar 20 g/m3 dan laju alir 1,5 liter/menit. Fenomena ini merupakan periode aklimatisasi yang singkat. Untuk periode aklimatisasi pengumpanan NH3 disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa pola periode aklimatisasi menunjukkan kemiripan dengan pola aklimatisasi dengan kontaminan H2S, akan tetapi berbeda pada efektifitas dari ketebalan medianya. Ketebalan media yang dibutuhkan untuk menyisihkan kontaminan NH3 lebih besar daripada ketebalan media untuk menyisihkan kontaminan H2S. Periode aklimatisasi yang singkat disebabkan mikroorganisme yang terdapat dalam media itu sendiri (indegenous) telah tumbuh dan berkembang secara baik sebelum operasi pengumpanan kontaminan dilaksanakan. 1

1

Q udara = 1,5 liter/menit; F r a k s i K o n s e n tr a s i N H 3 (m a s u k a n / k e l u a r a n )

Q udara = 1,5 liter/menit;

0.8

C in ~ 20 g/m 3

F r a k s i K o n s e n tr a s i H 2 S (m a s u k a n / k e l u a r a n )

C in ~ 20 g/m3

0.8

0.6 0.4 0.2

0.6 0.4 0.2 0

0 0

5

10

15

20

25

30

0

35

12 jam, Media B

24 jam, Media A

48 jam, Media A

48 jam, Media B

Peny isihan 90 %

10

15

20

25

30

35

Ketinggian Biofilter (cm)

Ketinggian Biofilter (cm) 12 jam, media A

5

24 jam, Media B

Gambar 2. Periode aklimatisasi media unggun dengan kontaminan H2S

12 jam, media A

12 jam, Media B

24 jam, Media A

48 jam, Media A

48 jam, Media B

Penyisihan 90 %

24 jam, Media B

Gambar 3. Periode aklimatisasi media unggun dengan kontaminan NH3

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa periode aklimatisasi memerlukan 10 hari untuk mencapai kondisi tunak (Ottengraf dkk, 1983). Peters dkk (1993) melaporkan bahwa diperlukan satu minggu periode aklimatisasi untuk mencapai periode tunak dalam mendegradasi kerosin. Sementara itu Eweis dkk (1997) melaporkan bahwa periode aklimatisasi dapat dipercepat menjadi 3 minggu dari semula 1 tahun menggunakan biofilter berbasis kompos dengan cara inokulasi kultur bakteri yang diisolasi dari biofilter tersebut ke dalam media sintetis. Wani dkk (2003) menemukan waktu aklimatisasi yang lebih cepat yakni 36 jam. Hirai dkk. (1990) menemukan bahwa waktu aklimatisasi mencapai 17 hari. Ottengraf dan Van Den Oever (1983) melaporkan bahwa dibutuhkan waktu 10 hari untuk mencapai keadaan tunak dari operasi pengolahan emisi mengunakan biofilter. Peter dkk. (1993) mendapatkan bahwa diperlukan waktu aklimatisasi selama satu minggu untuk biofilter yang menggunakan media kompos untuk mengolah limbah Metil Tertier Butil Eter. Sedangkan hasil penelitian dari Eweis dkk.(1997) mendapatkan bahwa waktu aklimatisasi membutuhkan waktu tiga minggu dengan media filter sintetik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media alami berupa limbah padat karet remah dan serabut sawit dengan tanpa inokulasi mikroba menunjukkan waktu aklimatisasi yang singkat yaitu 48 jam. Hal ini disebabkan mikoba yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari media itu sendiri, sedangkan penelitian yang lain menggunakan inokulan yang berasal dari luar media. Profil Konsentrasi Kontaminan Dalam Biofilm Profil konsentrasi H2S dengan konsentrasi input 120 g/m3 menunjukkan bahwa sampai pada kedalaman biofilm x=δ, masih terdapat konsentrasi H2S yang cukup tinggi, 112 ppmv (Gambar 4). Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi hambatan yang berarti akibat proses difusi H2S ke dalam biofilm. Fenomena yang terjadi adalah terjadinya keterbatasan laju reaksi (removal rate) dari reaksi biokimia sel untuk mendegradasi kontaminan H2S. Fenomena ini ternyata menunjukkan hal yang sama dengan NH3. Dengan konsentrasi input 180 g/m3, pada

PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

kedalaman biofilm x=δ, masih terdapat kon-sentrasi NH3 yang cukup tinggi, 170 ppmv (Gambar 5). Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi hambatan yang berarti akibat proses difusi NH3 ke dalam biofilm.

Gambar 4. Profil konsentrasi kontaminan H2S dalam biofilm

Gambar 5. Profil konsentrasi kontaminan NH3dalam biofilm

Profil Konsentrasi Kontaminan Sepanjang Biofilter Pemodelan profil konsentrasi kontaminan sepanjang biofilter dilakukan dengan pendekatan fenomena konveksi, difusi dan reaksi (KDR) dalam biofilter. Evaluasi karakteristik model dilakukan dengan memasukkan data pecobaan dalam persamaan (10) dan dilakukan optimasi parameter untuk mendapatkan grafik yang paling cocok dengan menggunakan program MatLab. Efektifitas penyisihan biofilter bagian awal jauh lebih besar jika dibandingkan dengan biofilter yang bagian atas (jauh dari inlet). Hasil optimasi untuk model KDR pada media limbah padat karet ditunjukkan pada Gambar 8 untuk kontaminan H2S, dan Gambar 9 untuk kontaminan NH3. Dari Gambar tersebut menunjukkan data eksperimen dengan data model untuk kedua kontaminan memberikan hasil yang sangat dekat. Hal ini mengindikasikan bahwa model KDR dinilai cocok digunakan untuk memprediksi profil konsentrasi sepanjang biofilter. 1

1

y= e

0.6

y = e-0.0734x

0.8

-0.1448x

R2 = 0.8518

C o u t /C in

C o u t /C in

0.8

0.4 0.2

R2 = 0.8027

0.6 0.4 0.2

0

0 0

5

10

15

20

25

30

35

0

Ketinggian Media (cm)

5

10

15

20

25

30

35

Ketinggian Media (cm)

Gambar 8. Profil konsentrasi sepanjang biofilter untuk H2S

Gambar 9. Profil konsentrasi sepanjang biofilter untuk NH3

Karakteristik Fisik dan Kimia Media Penggunan media serabut sawit dinilai cocok sebagai media unggun filter. Porositas dan tortuisitas yang tinggi dari media filter dapat meningkatkan luas permukaan, memperbaiki distribusi aliran, dan meningkatkan jumlah koloni mikroorganisme pada permukaannya. Selain itu media filter harus mengandung air yang cukup memadai karena ketersediaan air merupakan prasyarat utama tumbuhnya mikroorganisme dengan baik. Evaluasi dari berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa media biofilter dari kompos memiliki superioritas yang lebih tinggi dalam hal unjuk kerja proses biofiltrasi (Wani dkk.,1998, Jones dkk, 2003). Tabel 2. Karakteristik fisik media filter yang digunakan dalam percobaan PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS Waktu observasi Parameter Kadar Air volumetrik (%) Kadar Air gravimetrik (%) Berat Volume (g/m3) Densitas Porositas Luas Permukaan (m2/g) C organik (%) N organik (%) Rasio C/N P P2O5 –Bray I (ppm) Nilai Tukar Kation (NH4Acetat pH 7) K (me/100gram) Ca (me/100gram) Mg(me/100gram) Na (me/100gram)

Awal

18 bulan

49 126 863 0,91 0,87 0,796 18,43 0,90 20,48 296

53 137 882 0,96 0,75 8,32 0,26 32,0 48

0,90 7,83 4,20 0,39

0,84 3,82 3,32 0,38

Dalam proses pertumbuhannya mikroorganisme akan menggunakan nutrisi yang terdapat pada media unggun (support), nutrisi dari udara, dan limbah gas yang terbawa oleh aliran udara untuk memenuhi kebutuhannya. Kekurangan salah satu nutrien esensial akan menyebabkan mikroorganisme tidak akan tumbuh dan menghambat proses biofiltrasi secara keseluruhan. Biofilter masih beroperasi dengan baik tanpa dilakukan pengayaan nutrien (nutrient enrichment) sampai operasi lebih dari dua tahun. Hal ini menunjukkan bahwa media serabut sawit memiliki ketersediaan nutrien yang cukup untuk operasi jangka panjang dan tidak memerlukan nutrien tambahan dari luar. Dilain pihak peneliti Song dkk (2002) menyatakan bahwa diperlukan tambahan nitrogen untuk meningkatkan kapasitas biodegradasi dalam biofilter yang menggunakan media kompos untuk penyisihan senyawa organik volatil. Penambahan nitrogen dapat mempercepat pembentukan populasi mikroba dalam biofilm. Perkembangan Struktur Media Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa media filter digunakan sebagai support pertumbuhan mikroorganisme membentuk biofilm. Gambar 10 menunjukkan struktur media filter sebelum proses biofiltrasi. Partikel support memiliki pori yang sangat heterogen dari (5-25 µm), yang memungkinkan rongga yang cukup sebagai tempat pembentukan koloni oleh mikroorganisme. Pada sampel media setelah 18 bulan operasi biofiltrasi, menunjukkan lapisan biofilm dengan densitas mikroorganisme yang tinggi. Dari pengamatan menujukkan bahwa terdapat morfologi yang sangat beragam, seperti koloni bakteri, sel tunggal dan rumpun ragi, struktur miscell, juga beberapa daerah tak berkoloni pada permukaan media filter. Pengamatan lebih dekat dari koloni bakteri menunjukkan keberadaan material ekstraseluler yang membentuk matrik dan menutupi bakteri. Material ini dipra-asumsikan sebagai material polimer, yang diasosiasikan sebagai suatu zona dengan densitas mikroorganisme yang sangat tinggi.

(A)

(B)

Gambar 10. Struktur media filter sebelum proses biofiltrasi (A) dan setelah proses biofiltrasi (B)

4.

Kesimpulan

PL24-1

ISSN 1410-5667 SEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2007 Surabaya, 15 November 2007 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

Penggunaan media alami berupa serabut sawit dinilai efektif dalam mengeliminasi gas H2S dan NH3. Media tersebut memiliki keunggulan karakteristik kimia-fisik sebagai media unggun, dan dapat digunakan dalam jangka waktu operasional lebih dari 3 tahun tanpa pengayaan nutrien (nutrient enrichment). Kinerja biofilter dalam proses penyisihan gas H2S dan NH3 sangat baik. Kinerja biofilter dalam penyisihan H2S dan NH3 dengan menggunakan media unggun alami mencapai efisiensi lebih dari 99% dengan nilai laju penyisihan kontaminan maksimum (Vmaks) tertinggi 119 g/m3.jam untuk gas H2S dan 76 g/m3.jam untuk NH3. Pembebanan kritis tertinggi yang dicapai sebesar 20.2 g/m3/jam untuk gas H2S dan 13.5 g/m3/jam untuk gas NH3. Evaluasi model penyisihan gas H2S dan NH3 melalui pendekatan mikro dan makrokinetik menggunakan dua pendekatan model yaitu model pembatas reaksi dan model biofilm. Mekanisme penyisihan dalam biofilter dikendalikan oleh keterbatasan laju reaksi (removal rate) biokimia sel baik untuk mendegradasi kontaminan H2S maupun NH3. Tidak terjadi hambatan yang berarti akibat proses difusi H2S maupun NH3 dalam biofilm. Model pembatas reaksi dinilai cocok digunakan untuk memprediksi profil konsentrasi sepanjang biofilter. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan RUT XII yang dibiayai oleh Kementrian Riset dan Teknologi. Atas pembiayaan pelaksanaan tersebut, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Daftar Pustaka Chung,Y.C., C.Huang., C.H. Liu, dan H. Bai. (2001).”Biotreatment hydrogen sulfide and amonia containing waste gases by fluidized bed bioreactor”. J. Air & Waste Manage. Assos. 51: 163-172. Demeestere K.; H van Langenhove, dan E. Smet (2004). ”Regeneration of a compost biofilter degrading high loads of ammonia by addition of gaseous methanol”. J. Air & Waste Manage. Assos. 52: 796-804. Deshusses, M.A., H.J. Cox., E.D. Schroeder., dan B.M. Converse (2001). “Combined Sulfide and VOC Removal Using Vapor-Phase Bioreactors”. Final Report : Project #98-CTS-4 Advances in Gas-Phase Emission Reduction and /or Control. 128p. Hirai, M., M. Ohtake, dan M.Shoda (1990).“Removal kinetic of hydrogen sulfide, methanotiol and dimetil sulfide by peat biofilter”. Journal of Fermentation and Bioengineering. 70, 5. pp 334-339. Jones, K., A. Martinez., M. Ridwan., dan J. Boswell. (2003). “Evaluation of sulfur toxicity and media capacity for H2S removal in biofilters packed with both natural and commercial media”. Paper # 69751 Presented at the 96th Annual Air & Waste Management Association Conference, June 22-26 2003 San Diego, CA. Mohseni, M. dan D. G. Allen. (2000).“Biofiltration of mixtures of Hydrophilic and Hydrophobic Volatil Organics Compounds”. Chemical Bioengineering Science, 55,pp.1545-1558. Ottengraf, S.P.P dan A.H.C. van den Oever. (1983). “Kinetic of Organic Compound Removal from Waste Gases with a Biological Filter”. Biotechnology and Bioengineering, 25, pp 3089-3102. Peters, D., G.T. Hackman, J. G. Hickman, Stephanoff dan M.B. Garcia (1993).“Laboratory assestment of bifiltration for fuel-derived VOC emissions contol”. Proceeding of the 86th Annual Meeting of the Air and Waste Management Association. Denver CO. Sologar,V.S.. Lu-Zijin, dan D.G. Allen (2003).”Biofiltration of Concentrated Mixtures of Hydrogen Sulfide and Methanol”. Environmental Progress 22 (2) : 129-136. Suwardin, D. A. Djajadiningrat, L. Rakhmawati dan B. Setiani. (2005).“Identifikasi mikroorganisme dominan pada media unggun biofilter yang berperan dalam penyisihan H2S dan NH3.” Jurnal Purifikasi (Jurnal Teknologi dan Manajemen Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, ITS Surabaya ) Volume 6 Nomor 3 : 91-96. ISSN 1411-3465. Wani, A.H., A. K. Lau, dan R.K. Bransion. (1999).“Effect of Periode Starvation and Fluctuating Hydrogen Sulfide Concentration by Biofilter Dynamic and Performance”. J. Hazardous Materials, 60 : 287-303.

PL24-1