BUKU 2 : RKPM PENILAIAN STATUS GIZI

Download Tahapan metode penilaian status protein. Tugas 2: Interpretasi data hasil penilaian status protein berdasarka n kasus yang diberikan. Mahas...

0 downloads 560 Views 934KB Size
UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN / PRODI GIZI KESEHATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta

Buku 2 : RKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke 9, 10, 11 dan 12

PENILAIAN STATUS GIZI Semester III/ 3 SKS/KUG 2207 Oleh

1. dr. Tri Ratnaningsih, M.Kes, Sp. PK(K) 2. dr. Windarwati, M.Sc, Sp.PK(K) Didanai dengan dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2012 Januari 2013

1

Waktu: 1x pertemuan @100 meni

1

14

-

3

Metode Ajar 3 (STAR)

Aktivitas Mahasiswa

Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar

Sumber Ajar

Kuis : Penilaian status protein Tugas 1 : Tahapan metode penilaian status protein Tugas 2: Interpretasi data hasil penilaian status protein berdasarka n kasus yang diberikan.

Mahasiswa berkelompo k dan berdiskusi didampingi dosen

(1) Baca bahan ajar sebelum kuliah, (2) Mengerjaka n kuis dan tugas secara berkelompok dan menyampaikan hasilnya

Menjelaskan materi di depan kelas, memandu jalannya diskusi dan merespon penyampaian oleh mahasiswa

Pustaka : 1. Jacobs et.al., 1994. Laboratory Test Handbook 2. Champe et.al., 2008. Biochemistr y 3. Lewandroski , 2002. Clinical Chemistry: laboratory managemen t & clinical correlations

4

1

Metode Evaluasi dan 2 Penilaian Web

Soal-tugas

Penilaian Status Protein : (1) Metabolisme protein dalam tubuh, (2) fungsi protein, (3) Macam pemeriksaan protein, (4) Elektroforesis, (5) Arti klinis albumin urin,

1

Audio/Video

1) Dapat menjelaskan arti dan fungsi penilaian status protein yang berhubungan dengan penilaian status gizi, 2) Dapat menjelaskan metode penilaian status protein, 3) Dapat menginterpretasi kan hasil metode penilaian status protein dengan tepat,

Media Ajar

Gambar

Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu)

Presentasi

9

Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator

Teks

Pertemuan ke

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan (RKPM) – PSG (2 SKS)

-

Pengajar: Windarti

Masing-masing media ajar disertakan dalam bentuk handout setiap minggu/pertemuan. Evaluasi mahasiswa dapat berupa: Kuis, Tugas, Self-Test, Tes formatif, Tes sumatif. Evaluasi mahasiswa ditujukan untuk mengukur ketercapaian tujuan (pada Kolom 2). 3 UGM menggunakan sistem pembelajaran STAR (Student Teacher Aesthetic Role-Sharing): kombinasi optimal antara SCL (Student Centered Learning) dan TCL (Teacher Centered Learning). 4 Tautan di internet disajikan dalam kolom terakhir (Sumber Ajar). Untuk materi online yang dikembangkan sendiri gunakan LMS eLisa http://elisa.ugm.ac.id/ 2

10

1) Dapat menjelaskan arti dan fungsi penilaian status lemak dan karbohidrat yang berhubungan dengan penilaian status gizi, 2) Dapat menjelaskan metode penilaian status lemak dan karbohidrat, 3) Dapat menginterpretasi kan hasil metode penilaian status lemak dan karbohidrat dengan tepat,

Penilaian Status Karbohidrat dan Lemak : (1) Metabolisme karbohidrat dan lemak dalam tubuh, (2) fungsi karbohidrat dan lemak, (3) Macam pemeriksaan karbohidrat dan lemak, (4) Malnutrisi kalori dan protein.

1

1

10

-

3

-

Waktu: 1x pertemuan @100 menit

11

1) Dapat menjelaskan arti dan fungsi penilaian status vitamin yang berhubungan dengan penilaian status gizi, 2) Dapat menjelaskan metode penilaian

Penilaian Status Vitamin : (1) Asam folat, B12, B1, B2, Niacin, B6, C, H, A, D, E, dan K (2) Pemeriksaan semua vitamin.

1

2

10

-

3

-

Kuis : Penilaian status karbohidrat dan lemak Tugas 1 : Tahapan metode penilaian status karbohidrat dan lemak. Tugas 2: Interpretasi data hasil penilaian status karbohidrat dan lemak berdasarka n kasus yang diberikan. Tugas 3 : Penilaian malnutrisi kalori dan protein. Kuis : Penilaian status vitamin Tugas 1 : Tahapan metode penilaian status vitamin Tugas 2:

Mahasiswa berkelompo k dan berdiskusi didampingi dosen

Mahasiswa berkelompo k dan berdiskusi didampingi dosen

(1) Baca bahan ajar sebelum kuliah, (2) Mengerjaka n kuis dan tugas secara berkelompok dan menyampaikan hasilnya

Menjelaskan materi di depan kelas, memandu jalannya diskusi dan merespon penyampaian oleh mahasiswa

(1) Baca bahan ajar sebelum kuliah, (2) Mengerjaka n kuis dan tugas secara berkelompok dan menyampaikan hasilnya

Menjelaskan materi di depan kelas, memandu jalannya diskusi dan merespon penyampaian oleh mahasiswa

Pengajar: Windarti

Pustaka : 1) Jacobs et.al., 1994. Laboratory Test Handbook 2) Champe et.al., 2008. Biochemistry 3) Lewandroski , 2002. Clinical Chemistry: laboratory management & clinical correlations

Pustaka : 1) Jacobs et.al., 1994. Laboratory Test Handbook 2) Champe et.al., 2008. Pengajar: Biochemistry dr. Tri 3) Lewandroski Ratnaningsih,M.Kes , 2002.

status vitamin, 3) Dapat menginterpretasi kan hasil metode penilaian status vitamin dengan tepat,

12

1) Dapat menjelaskan arti dan fungsi penilaian status mineral yang berhubungan dengan penilaian status gizi, 2) Dapat menjelaskan metode penilaian status mineral, 3) Dapat menginterpretasi kan hasil metode penilaian status mineral dengan tepat,

(3) Anemia gizi, (4) Tes laboratorium anemia megaloblastic . Waktu: 1x pertemuan @100 menit Penilaian Status Mineral : (1) Mayor dan trace mineral, (2) Hb, MCV, MCHC, (3) Pemeriksaan anemia

Waktu: 1x pertemuan @100 menit

1

1

10

-

3

-

Iinterpretasi data hasil penilaian status vitamin berdasarka n kasus yang diberikan Kuis : Penilaian status mineral Tugas 1 : Tahapan metode penilaian status mineral Tugas 2: Interpretasi data hasil penilaian status mineral berdasarka n kasus yang diberikan.

, SpPK (K)

Mahasiswa berkelompo k dan berdiskusi didampingi dosen

(1) Baca bahan ajar sebelum kuliah, (2) Mengerjaka n kuis secara berkelompok dan menyampaikan hasilnya

Menjelaskan materi di depan kelas, memandu jalannya diskusi dan merespon penyampaian oleh mahasiswa Pengajar: dr. Tri Ratnaningsih,M.Kes , SpPK (K)

Clinical Chemistry: laboratory management & clinical correlations

Pustaka : 1) Cynthia C. Chernecky & Barbara J.Berger: Laboratory tests and diagnostic procedures, Saunders elsevier, 5 ed, 2008. 2) Rodak, B.F., 2004. Hematology Clinical Principles and Application . nd 2 ed. WB Saunders Company. 3) WHO: The clinical use of blood, 2001.

BAB V PENILAIAN STATUS GIZI DENGAN METODE BIOKIMIA

A. Pendahuluan Salah satu metode penilaian status gizi secara langsung berdasarkan data obyektif adalah dengan penilaian biokimia. Penilaian biokimia meliputi penilaian status protein, lemak, karbohidrat, itamin dan mineral. Penilaian ini dilakukan untuk menentukan kekurangan gizi secara spesifik. Mendeteksi lebih dini terhadap perubahan metabolisme gizi sebelum tampak perubahan klinis. Pokok bahasan ini bermanfaat sebagai pemahaman awal bagi mahasiswa terkait metode penilaian biokimia yang erat hubungannya dengan penilaian status gizi. Pokok bahasan ini juga diharapakan mampu memenuhi kompetensi yang harus dicapai mahasiswa sebagai lulusan dietisien nantinya serta menjadi bagian persiapan materi bagi mahasiswa sebelum mengikuti praktikum guna melakukan demonstrasi metode penilaian biokimia. Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan arti dan fungsi penilaian biokimia (protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) yang berhubungan dengan penilaian status gizi,

menjelaskan

tahapan

metode

penilaian

biokimia

serta

dapat

menginterpretasikan hasil metode penilaiannya. Pokok bahasan ini akan disampaikan dalam empat kali pertemuan.

B. Penyajian 1.1 Penilaian Status Gizi Karbohidrat, Lemak dan Protein Metabolisme •

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan organisme hidup



Katabolisis



Anabolisis

Protein •

Makromolekul – terdiri asam amino



Metabolisme & sintesis protein di hati



50-80% sintesa protein masuk plasma



Albumin, transferrin, alpha1-antitrypsin, lipoprotein, faktor pembekuan



albumin & protrombin  - peny hati



6 kelas protein berdasar fungsinya



Sintesis dan perombakan protein : 400 g/hari



Protein yang dirombak irreversibel : 20-30 g/hari



Protein diet hubungannya dg keseimbangan Nitrogen (Pasca bedah, kanker, kelaparan: kwashiorkor, marasmus)

Metabolisme Protein dalam Tubuh Secara kontinyu dipecah dan disintesis kembali Intake dan Metabolisme •

Sumber Protein - protein pada sel & cairan tubuh tidak sama dengan protein dalam diit/asupan - protein & asam amino dalam makanan untuk mensuplai kebutuhan - intake yang adekuat sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan asam amino dengan rasio yang benar



Metabolisme protein - protein hilang dari sel, masuk dalam sirkulasi  enzim mengkatabolisme protein small peptide & asam amino - enzim proteolitik ‘memakan’ protein dalam sirkulasi/CSF



me



kadar

makromolekul dalam sirkulasi •

Ekskresi protein - sebagian besar protein tidak diekskresi melalui urin - cut-off filter glomerulus BM 60.000 - BM> tidak di filtrasi/di ekskresi - BM< dapatt melewati filtrasi glomerulus  urin

Fungsi Protein 1. Enzym: 2. Structural protein 3. Contractile protein 4. Antibodi 5. Transport proteins: 6. Peptide hormones: insulin & endorphin Protein Plasma •

Metabolisme plasma protein

Fungsi Protein Plasma ▫

Respon inflamasi & kontrol infeksi: Imunoglobulin (Ig) dan protein komplemen



Transport: albumin & specific binding protein media transport hormon, vitamin, lipid, bilirubin, Calsium, obat, dsb



Kontrol distribusi cairan ekstraseluler: distribusi cairan intra-ekstravaskuler dipengaruhi konsentrasi protein plasma, terutama albumin

Protein Total •

Albumin merupakan kontributor tunggal terbesar



Hipoproteinemia hampir selalu oleh karena hipoalbumin



Hiperproteinemia biasa oleh karena peningkatan satu /lebih lagi – jika konsentrasi albumin N/ dan prot total  → elektroforesis / Ig assay



Pe  kadar albumin kadang diseimbangkan dengan pe  kadar Ig



Normal: 4% albumin diganti tiap hari melalui sintesis hati



Sintesis tergantung suplai asam amino dari makanan  mengganti kehilangan nitrogen (urea urin) setelah katabolisme



Pe  katabolisme albumin  kehilangan nitrogen



Pe  kehilangan albumin dari tubulus; glomerulus, kulit (luka bakar, penyakit kulit), GIT



Akibat hipoalbuminemia - edema - hipokalsemia - fraksi ikatan albumin – fisiologis & farmakologis inaktif  kadar bebas obat & zat lain 

Pemeriksaan Protein Total •

Pasien : tidak perlu persiapan khusus



Pasien : Hindari obat yg mempengaruhi protein total (meningkatkan : steroid, androgen, angiotensin, insulin, tiroid dll. Menurunkan : laksansia, rifampisin, pirazinamid, estrogen)



Metode : Biuret



Sampel : serum, plasma (heparin, EDTA)



Protein + Cu 2+

kompleks protein Cu2+

OH

(ungu)

Pemeriksaan Albumin •

Pasien : tdk perlu persiapan khusus



Pasien : Meningkat : infus albumin, progesteron. Menurun : estrogen, dekstran, halothan, pirazinamid.



Metode : Bromcresol - green (BCG) Bromcresol- purple (PCP)



Sampel : serum, plasma EDTA



Prinsip : Albumin + BCG

pH4,1 kompleks albumin BCG

Total Protein and Albumin values: Clinical Significance Parameter Reference range Total Prot 6.5-8.5 g/dl

Albumin

Increased Value dehydration severe exercise infections cancer

Decreased Value GI cancers liver disease Malnutrition low thiamin glomeruloneph 3.5-5.0 g/dl Dehyfration Pregnancy women approx sunstroke Malnutrition 0.5 g/dl, lowerthan men) exercise Malabsorbtion multiplesclerosis Liver disease hypothuroidsm Kidney disease burns

Elektroforesis Adalah suatu metoda analisis berdasarkan perbedaan laju migrasi partikel bermuatan dalam pembawa yang diberikan medan listrik Prinsip Elektroforesis Molekul biologis tertentu ( asam amino, peptida, protein) memiliki gugus bermuatan yang dalam larutan akan bersifat sebagai ion positif(kation) atau negatif (anion), sehingga bila diberikan medan listrik dapat bergerak (bermigrasi) : kation katoda (-) dan anion  anoda (+). Laju migrasi molekul menuju katoda/anoda akan beerbeda, tergantung antara lain pada mobilitas elektroforesis masing-masing molekul. Aplikasi elektroforesis : 

Serum proteins



Hemoglobins



Isoenzymes  CK, LD and AP

Arti klinis Albumin Urin •

Hilangnya plasma protein melalui ginjal dihambat antara lain ukuran pori-pori membran glomerulus



Kerusakan glomerulus  albumin dan protein yg lebih besar masuk ke dalam filtrat



Protein Berat Molekul (BM) rendah difiltrasi pada kondisi normal



Kebanyakan diabsorbsi & metabolisme oleh tubulus ginjal



Normal: 0,08 g prot/hr diekskresi lewat urin – tdk terdeteksi dg skrining



> 0,15 g/hr – menunjukkan kelainan/penyakit



Proteinuria terjadi karena gangguan ginjal, protein BM rendah yang ada dalam jumlah besar.



Proteinuria - gangguan ginjal – kehilangan protein tubuh, ekskresi protein oleh ginjal meningkat - hipertensi, gangguan jantung

- multipel mieloma – produksi Ig & fragmen Ig abnormal - melewati glomerulus masuk urin dalam jumlah berlebih •

Albuminuria - kerusakan ginjal - kanker - komplikasi kehamilan - penyakit infeksi: demam tifoid, difteri, malaria



Renal proteinuria - glomerular proteinuria: karena pe permeabilitas glomerulus (NS) – albumin; orthostatic (postural) proteinuria - tubular proteinuria: karena kerusakan tubulus ginjal (pyelonefritis)



Proteinuria dengan fungsi ginjal normal - terjadi karena produksi protein Bence Jones pada hemolisis berat dengan hemoglobinuria, kerusakan otot berat dengan mioglobinuria - BJP adalah protein dengan BM
Albuminuria

Kidney damage

Kidney damage

Toxic compounds

Cancer

High blood pressure

Infectious disease

Congestive failure

Complications pregnancy

heart

of

Mulitple myeloma Karbohidrat (KH) •

Diabsorbsi di sepanjang dinding usus (transportasi aktif, energi biokimiawi)



Klasifikasi KH Monosakarid (heksosa & pentosa), serat, disakarida, lainnya – dipecah



Sirkulasi → sel-sel hati (insulin)



Ribosa & deoksiribosa, asam nukleat bagian menjadi struktur gen



Glukosa merupakan sumber energi melalui glikolisis



Penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen •

Intake kalori inadekuat – sumber energi: glikogen pada hati & otot (12 j), > 12 j – jaringan adiposa, kelaparan – protein endogen (otot skelet & visceral)



Sakit kronis, suboptimal intake – prot kalori malnutrisi

Major organs Storing energy:

Adipose

Liver

Skeletal and Visceral Muscle

Tissue ↓ Energy stored as

Fat

↓ Glycogen

Protein

↓ Energy utilized as

Fatty acids &

Glucose

Ketone Bodies ↓ Organ systems

Hematopoietic

Receiving

Cardiovascular

energy

Central Nervus System

Gastrointestinal. Etc



Sebagian besar alur metabolisme karbohidrat berawal dan berakhir dengan glukosa



Glukosa merupakan sumber energi melalui glikolisis



Penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen



Pembebasan glukosa dari glikogen untuk kebutuhan sel



Oksidasi glukosa sebagai sumber pembentukan NADPH dan ribosa melalui Reaksi Pentosa Fosfat



Glikogen : bentuk simpanan glukosa, membantu sumber energi yg siap digunakan



Glikogenolisis : pemecahan glikogen menjadi glukosa atau glukosa-6P



Glikogenesis : sintesis glikogen o

Terjadi hampir di semua jaringan, terutama di hepar 10% berat basah hepar) dan otot (1 – 2%) berat otot

o

Glikogen otot untuk bahan bakar pembentukan ATP untuk otot itu sendiri

o

Glikogen hepar untuk mempertahankan glukosa darah tetap normal



Dalam kondisi exercise kebutuhan ATP tergantung dari serat otot (merah dan putih)



Pada serat otot merah, ATP diperoleh dari oksidasi melalui proses glikolisis yang menghasilkan piruvat, yang selanjutnya piruvat dioksidasi sempurna karena disuplai oksigen dari aliran darah (serat otot merah banyak mengandung mioglobin dan banyak mitokondria)



Pada serat otot putih glikolisis berakhir dengan pembentukan laktat karena serat otot putih kurang mioglobin dan mitokondrianya lebih sedikit



Metabolisme KH peran kunci pada regulasi kadar gula drh



Homeostasis KH berkaitan erat dengan metabolisme lemak & protein



Glukose disimpan sebagai glikogen (glikogenesis) atau diubah menjadi asam lemak (lipogenesis)



Puasa – mengubah simpanan energi glikogenolisis, glukoneogenesis



Terdiri o monosakarid: ribosa & deoksiribosa – bagian struktur RNA & DNA – kode genetik (pentosa); glukosa, fruktosa – dari glukosa & breakdown o

sukrosa, galaktosa → glukosa untuk bisa digunakan (heksosa);

o

disakarid: sukrosa (bit, tebu), laktosa (susu, keju), maltosa (sereal, gandum)

o

oligosakarida

o

polisakarid: starch – KH primer diet (tumbuhan), glikogen – dibentuk dari glukosa oleh hati, cellulose – tidak dicerna

Interkonversi monosakarida: Galaktosa → glukosa → fruktosa → lipid, E, lain  glikogen Metabolisme glukosa: Glukosa  Glukosa 6 fosfat  Fruktosa 6 fosfat

siklus Krebs →

energi

 (2) 3C karbohidrat  Trigliserid

 piruvat → acetyl-Co A → asam lemak

Lemak •

Sebagian besar asam lemak pada manusia dalam bentuk triasilgliserol (= trigliserida = lemak netral)



Protein dan KH diet yang berlebihan dengan cepat diubah menjadi asam lemak dan disimpan sebagai triasilgliserol sebagai cadangan energi



Triasilgliserol disintesis di sebagian besar jaringan (di sitosol) dari asil-KoA dan gliserol-3P



Sebagian asam lemak disuplai dari diet sehari-hari, sebagian di oksidasi di mitokondria yang menghasilkan reducing equivalent (FDH2 dan NADH) yang selanjutnya mengalami fosforilasi oksidatif mengasilkan ATP



Dalam keadaan kelaparan yang berkepanjangan atau pada diabetes yang tak terkontrol

pembentukan keton bodi (di hepar) meningkat (ketosis)



ketoasidosis  fatal •

Kolesterol disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA, komponen struktural yang esensial membran dan lapisan luar lipoprotein plasma, prazat steroid: hormon kelamin, asam empedu dan vitamin D



Di plasma sebagai kolesterol bebas dan kolesteril ester



LDL plasma adalah pembawa kolesterol dan kolesteril ester ke banyak jaringan



Kolesterol bebas di pindah dari jaringan oleh HDL dan ditransport ke hepar yang selanjutnya diekskresi dalam bentuk tidak berubah atau setelah diubah menjadi asam empedu



Kolesterol komponen terbanyak gallstones.



Dalam proses patologis sebagai faktor genesis aterosklerosis arteri yang dapat berakibat timbulnya penyakit serebrovaskuler, koroner, vaskuler perifer

Klasifikasi Protein dan Kalori Malnutrisi •

Kwashiorkor ▫

protein defisiensi tanpa total kalori defisiensi (diet dengan kalori adekuat, terutama KH)



causa: kebutuhan protein yang meningkat (stres berat, sakit berat, pembedahan)





klinis: berat badan (BB) N/overweight – edema



karakteristik: pe kadar protein serum

Marasmus ▫

defisiensi KH dan protein dalam waktu lama (kelaparan, tidak bisa makan, anoreksia nervosa)





klinis: pasien kehilangan lemak & masa otot



protein tubuh digunakan u/ memelihara fungsi organ vital

Kombinasi PCM - kombinasi marasmus – kwashiorkor ▫

penyusutan lingkar otot lengan disertai penurunan konsentrasi serum albumin



prognosis jelek tanpa intervensi nutrisi

Penilaian Nutrisi Pada defisiensi nutrisi perlu diketahui riwayat dan kaitannya dengan kondisi fisik ▫

Penurunan BB, penyakit yang diderita, obat



Diet, gangguan pencernaan



Kriteria TB : BB, menurut umur & sex



BMI (BB/TB2) mrpk refleksi akurat dari lemak tubuh, BMI<18 underweight , BMI>30 obesitas



Kerontokan rambut, kebotakan - PCM

Fungsi tes pada Protein-kalori Malnutrisi •

menggambarkan pasien dg PCM



menunjukkan derajat defisiensi



membedakan bentuk/jenis defisiensi



Membantu proses terapi

Tes yang dapat dilakukan •

Anthropometri



Pengukuran TB-BB



Tes biokimiawi



Indikasi metabolik



Tes status imun

Tes biokimiawi •

Serum albumin



Serum transferrin



Serum prealbumin

Serum Albumin •

Albumin ▫

disintesa oleh hati dari asam amino



memelihara tekanan onkotik plasma



indikator status protein visceral



waktu paruh 20 hari



mulai turun minggu II setelah protein turun



media transport untuk bilirubin, kalsium, asam lemak



Kadar serum albumin



Normal: 3.5-5.0 gm/100ml



Mild protein deficiency,

3.0-3.5 gm/100ml (30-35 g/L) •

Moderate deficiency,

2.1-3.0 gm/100ml (21-30 g/L) •

Severe deficiency,

< 2.1 gm/100ml (21 g/L) Serum Transferrin •

Waktu paruh ± 9 hr,



Transport protein u/ iron dlm sirkulasi



kadar  sekitar 1 mgg sejak prot kosong



tx estrogen, ADB kronik (me kadar alb) - meningkatkan kadar serum transferrin



Transferrin dpt diukur dg TIBC (total iron

binding capacity)

Transferrin = (0,8 x TIBC) – 43 •

Kadar transferrin



Normal: 200-400 mg/dL



Mild protein deficiency



Moderate deficiency



Severe deficiency

150-175 mg/100 ml (1.5-1.7 g/L) 100-150 mg/100 ml (1.0-1.5 g/L) < 100 mg/100 ml (1.0 g/L)

Serum Prealbumin •

Prealbumin: pembawa prot u/ retinol-binding protein dan transpor thyroxine



Waktu paruh 2hr



Kadarnya turun dlm 48-72 48 jam sbg respon malnutrisi



Kadar normal: 10-40 40 mg/dL

Sumber : (WHO, 2004) Sindrom Metabolik (SM) 

Sindrom Metabolik (SM) atau sindrom dismetabolik kardiovaskular atau disebut juga sindrom resistensi insulin merupakan sekumpulan faktor risiko akibat gangguan metabolik yang telah dikenal di Amerika Serikat sejak 1988.



Reaven tahun 1988

menunjukkan konstelasi kumpulan faktor risiko penyakit

kardiovaskular ini, seperti hipertensi, intoleransi intoleransi glukosa, peningkatan trigliserida dan rendahnya kolesterol HDL dengan resistensi insulin yang disebut sebagai sindrom X. 

Beberapa gangguan metabolik lainnya yang berhubungan dengan sindrom ini adalah obesitas, mikroalbuminuria, abnormalitas proses fibrinolisis fibr inolisis dan koagulasi (Sugondo dan Gustaviani, 2006).

Hubungan Komponen SM dengan PKV

Kriteria SM berdasarkan WHO1999, NCEP ATP III dan IDF 2005 Faktor Risiko

Obesitas

WHO

NCEP ATP III

IDF

DM/GDPT atau TGT atau resistensi insulin + ≥ 2 faktor risiko Rasio perut pinggul ♂> 0,90, ♀> 0,85 dan/IMT

≥ 3 faktor risiko

Obesitas sentral + ≥ 2 faktor risiko

Lingkar perut ♂≥ 102 cm (40 in) ♀≥ 88 cm (35 in)

Lingkar perut tergantung pada etnik

2

Trigliserid

> 30 kg/m ≥ 150 mg/dl

Kolesterol HDL

♂< 35 mg/dL ♀< 39 mg/dL

Tekanan darah

≥ 140/90 mmHg

Glukosa puasa

TGT, GDPT, atau DM tipe 2

Mikroalbumin uria

≥ 150 mg/dl atau dalam terapi dislipidemia ♂< 40 mg/dL, ♀ < 50 mg/dL atau dalam terapi dislipidemia

≥ 150 mg/dl atau dalam terapi dislipidemia ♂< 40 mg/dL ♀< 50 mg/dL atau dlm terapi dislipidemia

Sistolik ≥130 mmHg atau Diastolik ≥ 85 mmHg atau dlm terapi hipertensi ≥ 100 mg/dL atau dalam terapi DM

Sistolik ≥130 mmHg / Diastolik ≥ 85 mmHg / dlm terapi hipertensi ≥ 100 mg/dL atau dalam terapi DM

>30 mg albumin/ g kreatinin

Sumber : Johnson et al., 2006

Batasan obesitas abdominal berdasarkan etnik Kelompok Etnik

Lingkar perut ♂



Amerika (AS) Eropa Asia selatan Cina

≥ 102 ≥ 94 ≥ 90 ≥ 90

≥ 88 ≥ 80 ≥ 80 ≥ 80

Jepang

≥ 90

≥ 80

Amerika Selatan dan Emerika tengah Afrika sub Sahara Arab dan mediteran barat

Menggunakan rekomendasi untuk Asia Selatan Menggunakan rekomendasi untuk Eropa Menggunakan rekomendasi untuk Eropa

Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Melitus Tipe

Etiologi

Ciri-ciri yang membedakan

Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut -autoimun -idiopatik Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin Tipe tertentu -defek genetik sel beta lainnya -defek genetik kerja insulin -penyakit eksokrin pankreas -endokrinopati -obat-obatan atau zat kimia -infeksi -jarang karena imunologi -sindrom genetik lain berkaitan dengan diabetes Gestasional

Pasien biasanya kurus, gelaja timbul mendadak disertai insulinopenia, usia <30 tahun, ketonuria positif kuat dan tergantung pada insulin untuk mencegah ketoasidosis dan mempertahankan hidup Pasien biasanya berusia >40 tahun saat diagnosis, obesitas dan gejala klasik diabetes relatif sedikit. tidak mengalami ketoasidosis kecuali selama periode stres. Tidak tergantung insulin dari luar tetapi mungkin memerlukan untuk mengatasi hiperglikemia Pada MODY (maturaty onset diabetes of the young) memiliki onset lebih awal yaitu umur <25 tahun. Mutasi pada reseptor insulin meski jarang terjadi dapat menyebabkan resistensi insulin yang berat

Onset atau ditemukannya intoleransi glukosa selama kehamilan

Kriteria diagnosis diabetes melitus (ADA 2010) 1. HbA1c ≥6,5%. Tes seharusnya dilakukan di laboratorium yang menggunakan metode pemeriksaan sesuai standar DCCT dan sertifikasi NGSP* atau 2. GDP ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai tidak ada kalori yang masuk selama minimal 8 jam* atau 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mol/l). Tes seharusnya dilakukan sesuai dengan WHO, menggunakan pembebanan glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrosa dilarutkan dalam air* atau 4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia, kadar glukosa acak ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l) *bila tidak terdapat hiperglikemia nyata/tegas, kriteria 1-3 dikonfirmasi dengan pemeriksaan ulang Kriteria diagnosis diabetes melitus berdasarkan WHO 2011 Kriteria diagnosis tahun 1999 tidak berubah yaitu: - Gula darah puasa ≥126 mg/dl atau - 2 jam PP ≥200 mg/dl atau - HbA1c ≥6,5%

Diagnosis DM pada individu asimptomatik : tidak berdasarkan salah satu kadar glukosa darah atau HbA1c yang abnormal, tapi diperlukan pemeriksaan tambahan kadar glukosa darah dan HbA1c minimal 1 kali dengan metode pemeriksaan yang sama(WHO, 2011)

Penilaian Status Vitamin Asam Folat 

Tingkat folat, folat serum



Adalah vitamin yang ditemukan dalam jumlah banyak pada makanan terutama asparagus, brokoli, endive, bayam dan kacang lima



Kebutuhan sehari-hari hanya 50 µg



Cadangan folat tubuh dapat bertahan paling lama empat bulan..



Diserap secara cepat oleh jejunum proksimal



Folat berperan dalam :



o

Sintesis methionin,

o

purin (thimin merupakan pirimidin),

Kekurangan folat : o

Individu yang kurang gizi, terutama pecandu alcohol, bayi yang hanya diberi asupan susu, dan ibu hamil.

o

Sindrom malabsorbsi.

o

Obat-obatan tertentu (contohnya : phenytoin, phenobarbital, primidone, isoniazid, and cycloserine) berhubungan dengan proses penyerapan folat dan metabolisme.

Vitamin B12 Etiologi dari Defisiensi Vitamin B12 

Kekurangan asupan (vitamin B12 hanya dapat ditemukan pada hewani, namun jumlahnya melimpah)



Tingkat malabsorbsi : o

Faktor intrinsic tidak diproduksi,

o

Faktor intrinsic dinetralisir,

o

Terdapat lesi patologis ileum terminal,

o

Terdapat mikroorganisme yang sukses bersaing dengan vitamin B12 untuk mendapatkan host.

o

Adanya kompetisi dalam penyerapan vitamin B12 (dikarenakan usus halus memiliki kelainan anatomi bawaan maupun yang diperoleh kemudian)

Pemeriksaan status Vitamin B12 1. Analisis pada lambung Untuk mengkonfirmasi achlorhydria.

Ditentukan dengan mengukur keasaman cairan lambung setelah stimulasi dengan senyawa seperti kafein 2. Tes Schilling: tes untuk bukti gangguan penyerapan vitamin B12 diperbaiki oleh faktor intrinsik. 3. Kadar vit B12 dalam serum : (RIA, chemilumines-cence) : 200-900 pg/mL. Kadar MMA (methyl malonil acid) serum/urin  (jarang diperlukan) Materi Pengayaan Prosedur Pelaksanaan Schilling Tests: Radioaktif cobalamin (CBL*) diambil secara oral, diikuti dengan suntikan nonradioaktif cobalamin dosis jenuh. Tingkat * CBL diukur dalam urin (diabsorpsi normal > 10%). Pada anemia pernisiosa tingkat dikeluarkan dari * CBL rendah (yang diabsorpsi < 7%). Jika faktor intrinsik diberikan dengan * CBL tingkat * CBL akan memperbaiki di PA, tapi tidak pada malabsorbsi illeum.

Proliferasi sel membutuhkan kecukupam folat dan vitamin B12.



Folat = efisien dalam sintesis thymidilate dan produksi DNA. B12 = menggabungkan asam folat yang beredar dalam sirkulasi untuk mengembangan sel darah merah serta mempertahankan keberadaaan folat dalam sel darah merah. Kurangnya folat atau vitamin B12 berakibat penurunan sintesis dTTP dan



perlambatan sintesis DNA. Nutritional Anemias Tes Laboratorium untuk Anemia Megaloblastic Screening Tests : 1. Hematologi : o

Pancytopenia, Hb & Hct 

o

MCV 100-150 fL range (>120 fL)

o

Ukuran eritrosit sangat bervariasi

o

Morfologi: makrosit oval & hipersegmentasi netrofil

2. Bilirubin dan LD  Specific Tests : 1. Pemeriksaan sumsum tulang 2.

Tes untuk folat dan vitamin B12

3.

Analisa lambung

4.

Schilling test Darah perifer menunjukan pansitopenia (penurunan sel darah merah, sel darah

putih, dan trombosit), hipersegmentasi neutrofil (> lima lobus), dan makrosit oval. Vitamin B6 dan Niasin •

Oleh karena Metabolisme Triptofan tergantung vit B6  diukur metabolit tryp, xanthurenic acid dlm urin stlh Tryp loading test  diit adekuat: kadarnya > 50 µmol/24jam  spetrofotometri, fluorometri, & HPLC.



Vit B6 mrp ko-faktor aspartat amino transferase (AST)  diukur aktivitas AST RBC (eAST) sebelum &sesudah pe+ B6. Apbila perbedaan yg besar pd hasil keduanya  def. •

Pengukuran dari urin 24 jam: 1) baseline, 2) 2 hari kemudian diberi vit C 200 mg oral  defisiensi: bila kadar yg ke-2 < 50 mg



High performance liquid chromatography (HPLC)



RIA



Competitive binding assay



nilai normal dalam serum: 10-60 ng/mL Pemeriksaan Laboratorium pada Vitamin

Jenis Vitamin Asam Folat

B1

Indikasi

Persiapan

Metode

 deteksi defisiensi folat  Monitor tx/folat  Evaluasi anemia megaloblastik atau makrositik  Evaluasi pasien alkoholisme  Pasien obesitas yg menjalani bypass jejunoileal

 Pasien puasa o.n, sampel diambil sebelum transfusi maupun sebelum pemberian tx/ folate  Spesimen: serum, harus terlindung dari cahaya

 

 deteksi defisiensi vitamin B1

 Pasien puasa o.n,  Spesimen:





RIA/Chemiluminescence assay nilai normal: >2 ng/mL (serum); 125-600 ng/mL (RBC: lebih baik) RBC folate<100 ng/mL: biasanya dg an meg (+)

Paling reliabel: aktivitas transketolase pada RBC/whole blood: hasil >15% pd

serum,   B2

 deteksi defisiensi vitamin B2 (Ribovlafin)

-

 

 Niasin

 deteksi status niacin intake

 Pasien puasa o.n  Spesimen: serum

B6

 deteksi defisiensi vit B6

-



 

H (Biotin)

 deteksi defisiensi asam askorbat

 Pasien puasa o.n  Spesimen: serum, plasma, lekosit

 Deteksi MCD (multiple carboxilase deficiency)  deteksi nutrisi vit H inadekuat,misalnya pada:  konsumsi putih telur yg lama (mgd avidin, bind biotin  prevent abs) ,  nutrisi parenteral yg

 Pasien puasa o.n, minimal 8 jam  Spesimen: serum, harus terlindung dari cahaya

Pemeriksaan pd darah & rutin sangat jarang diaplikasikan Tes terbaik: dg aktivitas glutation reduktase pada RBC sebelum & setelah penambahan FAD (flavin adenin dinukleotida) N: peningkatan aktivitas <20%; Defisiensi: >40%

 HPLC  Dievaluasi dg pengukuran metabolitnya, yi N1methylnicotinamide (NMN) & N1methyl-2-pirydoxine-5-carboxymide (pyr)  Ekskresi N tiap hari >12 mg, pd pellagra < 2 mg  Pengukuran kadarnya pada plasma kurang reliabel



C

penambahan thiamin difosfat invitro Kadar <0,6 U/g Hb HPLC: tidak rutin dalam pelayanan

Enzyme assay, RIA, atau HPLC Dengan pengukuran piridoksin dan/atau pyridoxal-5-phosphate (PLP) Nilai normal: 3-30 µg/L dan 550 µg/L Defisiensi: <1 µg/L& 3 µg/L, atau pada urine tdk ditemukan pyridoxic acid

 HPLC, kolorimetri, fluorometri  nilai normal dalam serum: 0,6 -2 mg/dL  Pengukuran dari urin 24 jam: 1) baseline, 2) 2 hari kemudian diberi vit C 200 mg oral  defisiensi: bila kadar yg ke-2 < 50 mg  Pemeriksaan biotin jarang tersedia di RS  Diukur secara isotope dilution, enzyme immunoassay, dan chemiluminescence

lama A

 Differensial diagnosis hipervitaminosis A  deteksi nutrisi vit A inadekuat

 Pasien puasa o.n, minimal 8 jam  Spesimen: serum, harus terlindung dari cahaya

D

 Evaluasi defisiensi vit D sebagai penyebab osteopenia  Osteoporosis yang berhubungan dgn gangguan vit D  Investigasi penyakit tulang, al: osteopenia, osteomalasia, richetsia  Evaluasi def vit E anemia hemolitik pd bayi prematur  Evaluasi def vit E pd penyakit neuromuskuler pd bayi & dewasa dg kolestasis kronik  Pasien dg intake parenteral jangka panjang  Pasien keganasan / malabsorpsi  Defisiensi vit K ditandai dgn koagulopati (protrombin time /PT memanjang  bleeding)  Defisiensi terjadi pada malabsorpsi lemak atau obstruksi bilier

 Dianjurkan Pasien puasa o.n  Spesimen: serum

E

K

 Dianjurkan Pasien puasa o.n  Spesimen: serum

 jarang dilakukan, kecuali untuk riset

 High performance liquid chromatography (HPLC)  Fuorescence/VIS spectroscopy  nilai normal dalam serum: 30-95 µg/dL

   

High performance liquid chromatography (HPLC) RIA Competitive binding assay nilai normal dalam serum: 10-60 ng/mL

 High performance liquid chromatography (HPLC)  Fluorometri  kolorimetri  nilai normal dalam serum: 0,8-1,5 mg/dL

 Kromatografi dan spektrofotometri  Biasanya cukup dilakukan pemeriksaan PT pada kecurigaan defisiensi vit K.

Pemeriksaan Laboratorium Mineral Berdasarkan konsentrasinya di dalam tubuh, maka mineral dibedakan menjadi Mineral Mayor dan Trace Element. Mineral Mayor terdiri dari: 1. Sodium (Na) 2. Potasium (K) 3. Chloride(Cl) 4. Calcium (Ca)

5. Magnesium (Mg) 6. Phosphorus (Ph) Trace Element terdiri dari: 1. Iron 2. Zinc 3. Copper 4. Cobalt 5. Manganese 6. Molybdenum 7. Chromium 8. Selenium 9. Fluoride 10. Nickel Karakteristik dari Trace Mineral adalah sebagai berikut: 1. ada dalam jumlah yang sangat sedikit (< 1% total body mass) 2. peran fisiologis belum jelas: aluminium, arsen, kadmium, gold, lead, dan mercury 3. heavy metals : arsen, kadmium, lead, dan mercury Pada saat pengambilan specimen, kita harus memperhatikan hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi yang akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Trace element kadarnya dalam tubuh dalam mg atau ng per L. nilai ini sebanding dengan kadarnya di lingkungan. Sumber kontaminan bisa berasal dari lingkungan, kontainer dan alat sampling serta lingkungan laboratorium. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain: 1. Pengawasan ketat: koleksi spesimen, pemrosesan, dan analisis. 2. Pencucian alat-alat dengan asam 3. Cr dan Mn akan meningkat palsu apabila terkontaminasi jarum dari logam 4. Se dan Pb akan menurun palsu apabila terjadi adsorb dari tabung gelas 5. Al akan meningkat palsu apabila terkontaminasi tutup karet yg terbuat dari aluminium silika. Untuk metode Analisis, Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain: 1. Area utk analisis trace metal terpisah dari laboratorium utama 2. Glassware dicuci dg asam kemudian dibilas dengan air suling 3. Sensitivitas analitik sangat penting

Atomic absorption spectrophotometry (AAS) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk pengukuran mineral. Metode lain bisa menggunakan spektrometri emisi, mass spectrometry , colorimetry. Pemeriksaan status mineral besi Fungsi Besi 1. Berperan dalam reaksi Oxidation-reduction dalam metabolisme energi (pembentukan ATP) 2. Komponen struktural/fungsional hemoglobin (darah) dan myoglobin (otot), mengikat oxygen Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi 1. hematologi a. anemia 2. Non hematologi a. Cepat lelah, produktivi- tas  b. Gangguan tumbuh kembang c. Gangguan kognitif & inteligensi d. Kegagalan fungsi imun Penyebab terjadinya defisiensi zat besi : 1. Kehilangan darah a. Saluran pencernaan b. Kehilangan darah menstruasi c. Kehilangan darah melalui urin (jarang) d. Kehilangan darah melalui dahak (jarang) 2. Peningkatan kebutuhan zat besi a. Kehamilan b. Masa anak-anak c. Remaja d. Polycythemia Vera 3. Malabsorbsi a. Sariawan tropis b. Gartrectomy c. Gastritis atrofi kronis 4. Asupan inadekuat 5. Kombinasi dari faktor-faktor di atas

Pemeriksaan penyaring untuk anemia defisiensi besi meliputi hematologi lengkap. Pada pemeriksaan hematologi lengkap diperiksa jumlah sel darah lengkap dengan indeks sel eritrosit. Hitung sel darah lengkap meliputi jumlah RBC , Hb, Hct, indeks sel eritrosit, jumlah lekosit, & jumlah trombosit. Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen sehingga besi yang terkandung di dalam hemoglobin disebut

besi fungsional. Definisi anemia adalah apabila individu

mempunyai nilai Hb < 5th percentil dari populasi sehat. Kelebihan Hb untuk deteksi ADB : murah, tersedia, sering digunakan untuk skrining anemia defisiensi besi, sedangkan kekurangannya adalah parameter ini merupakan penanda akhir dan tidak spesifik untuk defisiensi besi. Tabel 1. Batas terendah Kadar hemoglobin dan hematokrit untuk penentuan anemia

Tabel 2. Derajat Anemia Derajat

Kadar Hb (hemoglobin) (g/dL)

1 (mild)

9,5 – 10,9

2 (moderate)

8 – 9,4

3 (severe)

6,5 – 7,9

4 (life threatening)

<6,5

Indeks eritrosit adalah nilai-nilai yang memberi keterangan mengenai rata-rata ukuran eritrosit dan banyaknya hemoglobin pereritrosit. Nilai yang banyak dipakai adalah : 1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER) 2. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) 3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER)

Pada pemeriksaan dengan alat hematologi otomatis, dapat diperiksa nilai RDW (Red Blood Cell Distribution width): yaitu variasi ukuran eritrosit. Penjelasan dari nilai-nilai tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER): volume rata-rata sebuah eritrosit dalam femtoliter (Fl) Cara Perhitungan : MCV (VER) = Nilai Hematokrit (Hmt) /Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Fl Nilai Normal : 82-92 Fl Interpretasi Hasil : 1. Penurunan MCV (VER) terjadi pada pasien anemia mikrositik, Defisiensi besi, arthritis rheumatoid, talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah, dan radiasi. 2. Peningkatan MCV terjadi pada anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, penyakit hati kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12, antikonvulsan, dan antimetabolik 2. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH)

= Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (VER).

Banyaknya hemoglobin pereritrosit dalam Pikogram (pg) Cara Perhitungan : MCH (HER) = Kadar HB (g%)/Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Pg Nilai Normal : 27-31 Pg Interpretasi Hasil : 1. Penurunan MCH (HER) terjadi pada anemia mikrositik, dan anemia hipokromik 2. Peningkatan MCH (HER) terjadi pada anemia defisiensi besi 3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration Eritrosit

(MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin

Rata-rata (KHER). Konsentrasi/kadar hemoglobin yang didapat pereritrosit,

dinyatakan dalam persen (%). Meskipun dinyatakan dalam persen (%), satuan lebih lebih tepat “gram hemoglobin per dl eritrosit”. Cara Perhitungan : MCHC (KHER) = Kadar HB (g%)/ Nilai Hematokrit (Hmt) X 100 Nilai Normal : 32- 37 % Interpretasi Hasil : 1. Penurunan MCHC terjadi pada anemia hipokromik dan talasemia 2. Peningkatan MCHC terjadi pada penderita defisiensi zat besi Parameter Biokimia status mineral besi 1. Serum Iron (SI)

2. TIBC 3. Transferrin saturation 4. Ferritin 5. serum sTfR 1. Serum Iron (SI) a) diukur dengan melepaskan besi dari transferin menggunakan asam, dan kemudian membentuk kompleks berwarna terukur dengan ferrozine. b) Hasil dipengaruhi: absorpsi makanan, infeksi, inflamasi c) Mempunyai variasi diurnal 2. Transferrin (TIBC) a) Protein spesifik yang membawa besi ekstraseluler b) Menurun pada: malnutrisi, inflamasi, infeksi kronik, kanker c) Meningkat pada: kehamilan dan kontrasepsi oral d) merupakan ukuran tidak langsung dari transferin, sampel serum jenuh dengan besi untuk mengisi semua ikatan transferin. Kelebihan zat besi dihilangkan, dan besi dilepaskan dari transferin dengan asam yang diukur dengan ferrozin 3. Transferrin saturation (% sat) a) Menunjukkan proporsi iron-binding site yang terpakai dan merefleksikan transpor besi b) Rumusnya adalah (% sat) = SI (mg/dL)/TIBC (mg/dL) x 100 4. Ferritin serum a) Ferritin diproduksi di intraseluler b) Td: kerangka apoferritin dan ferritin mineral core c) Konsentrasi ferritin dalam plasma sebanding dengan cadangan besi tubuh. d) Konsentrasi ferritin dipengaruhi: jenis kelamin dan umur, dan inflamasi e) Penurunan ferritin (<12 ng/mL) -- deteksi defisiensi besi tanpa komplikasi f) , penyimpanan besi intraseluler yang aktif secara metabolik. Kadarnya dalam serum mencerminkan jumlah zat besi yang tersimpan dalam sel. Parameter Ini diukur dengan immunoassay. 5. Soluble Transferrin Receptor (sTfR) a) Transferrin receptor: protein transmembran dengan dua komponen identik, masing-masing dapat mengikat 2 molekul transferrin. b) 80% nya berada di sel eritroid sumsum tulang

c) Sangat rentan terhadap proteolisis, menghasilkan Soluble transferrin receptor  Kadar sTfR proporsional dengan total reseptor transferrin dalam jaringan d) Indikator yang sensitif untuk awal perkembangan defisiensi besi  ironrestricted erythropoiesis e) Konsentrasi serum sTfR berbanding lurus dengan konsentrasi reseptor pada membran. Ekspresi TFR tergantung pada ketersediaan zat besi untuk eritropoiesis. Penyerapan zat besi oleh sel-sel tubuh dikendalikan oleh ekspresi reseptor transferin (TFR). f) variasi individu harian dan variasi biologi yang rendah g) Tidak dipengaruhi aktivitas fisik proses infeksi/inflamasi, jenis kelamin, dan umur h) Defisiensi besi: sTfR > 5 mg/L i) Indeks sTfR/F: bermanfaat untuk membedakan antara ACD dengan ADB dan ACD yang koeksis dengan ADB (indeks sTfR-F>2) Tabel 3. Hasil Laboratorium Hematologi dan Status Besi pada Anemia Defisiensi Besi Parameter

Anak-anak

Hb (g/dL)

dewasa Laki-laki

perempuan

<11 (≥11)

<13

<12

MCV (fL)

<70 (70-100)

<80 (80-95)

MCH (pg)

<32

<27 (27-34)

RDW (%)

≥15 (<15)

≥16 (<16)

SI (μg/dL)

<40 (116±60)

<60 (60-150)

TIBC(μg/L)

≥ 410 (330±30)

>400 (250-435)

%sat

<10 (35±15)

<16 (20-50)

SF (μg/L)

<12 (100±60)

<50 (40-340)

Hemosiderin a) Baku emas b) Hasilnya dikategorikan sebagai:  Absen/kosong  Menurun (+)

<15 (15-150)

 Normal (+2/3)  Meningkat (+4) c) Kelebihannya merupakan penilaian langsung cadangan besi d) Kekurangannya adalah invasif, time consuming, semi kuantitatif Tabel 4. Rekomendasi skrining ADB Populasi umur

Jadwal

bayi 9-12 bln

keterangan

skrining

6 bulan kemudian utk populasi dgn prevalensi yang tinggi

>2 thn

Jarang perlu

Indikasi: riwayat ADB, diit besi <<, menderita penyakit yg berisiko defisiensi besi (infeksi kronis, inflamasi, perdarahan akut atau kronis, diit yang dibatasi, obat yang menghambat penyerapan besi)

Remaja 11-21 th

Skrining 1x

wanita

tiap tahun

usia

menstruasi

Skrining teratur wanita usia menstruasi (untuk yang berisiko)

Kondisi normal

tiap 5-10 tahun

Pelacakan Kausa defisiensi Besi 1. Faktor diit: konseling dan penilaian diit 2. Perdarahan kronis: a. Anamnesis: menorhagia, menometroragi, kehamilan berulang, terapi NSAID b. Pemeriksaan fisik: perdarahan GIT, Hemorroid c. Pemeriksaan lab dan penunjang: d. Occult rectal bleeding e. Feses rutin: telur cacing f. Endoskopi, radiografi: gastrointestinal problem g. Urinalisis: hematuria Materi untuk Latihan  Metode Biokimia

a. Pengambilan darah kapiler Pengambilan darah untuk test kit dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Siapkan lancet steril, masukkan dalam pen yang telah tersedia. 2. Ujung jari subyek dibersihkan dengan menggunakan kapas alcohol 70%. 3. Tekan dan dorong jari subyek ke arah distal sehingga darah berkumpul di ujung jari 4. Tempelkan ujung pen pada ujung jari tadi, kemudian tombol ditekan sehingga lance menusuk ujung jari dan darah keluar 5. Darah yang pertama kali keluar dibuang, gunakan darah yang keluar kemudian. 6. Kumpulkan darah yang keluar pada test strip, catat hasilnya 7. Bersihkan luka dengan kapas alcohol 70%. b. Penilaian Kadar Glukosa Darah Setelah kadar glukosa darah didapatkan, bandingkan hasil dengan referensi berikut ini: Tabel 2.1. Kategori Kadar Glukosa Kategori Gula darah puasa Gula darah 2 jam postprandial Normoglikemik <100 mg/dL <140 mg/dL Toleransi Glukosa Puasa 100-125 mg/dL Terganggu Toleransi Glukosa 140-199 mg/dL Terganggu Diabetes Mellitus ≥126 mg/dL ≥200 mg/dL c. Penilaian Kadar Kolesterol Darah Setelah kadar kolesterol darah didapatkan, bandingkan hasil dengan referensi berikut ini: Kategori Normal Ambang Batas Tinggi

Tabel 2.2.Kategori Kadar Kolesterol Darah Kadar Kolesterol (mg/dL) Dewasa Anak dan Remaja <200 <179 200-239 179-199 ≥240 ≥200

d. Penilaian Kadar Asam Urat Setelah kadar asam urat darah didapatkan, bandingkan hasil dengan referensi berikut ini: Kategori Normal Hiperurisemia

Tabel 2.3.Kategori Kadar Asam Urat Darah Kadar Laki-laki Perempuan <400µmol/L (6,8 mg/dL) <360µmol/L (6 mg/dL) ≥400µmol/L (6,8 mg/dL) ≥360µmol/L (6 mg/dL)

2. Aktivitas : Sebelum perkuliahan dimulai, mahasiswa diharapkan telah membaca bahan ajar terlebih dahulu. Dosen akan memaparkan materi di depan kelas, kemudian memberikan kuis dan tugas kepada mahasiswa. Kuis dikerjakan secara individu sedangkan tugas dikerjakan berkelompok. Dosen akan memandu jalannya diskusi dan memberikan respon atas hasil diskusi mahasiwa. Kuis dapat pula diberikan di awal pertemuan, sebelum dosen memberikan materi. 3.

Tugas : Tugas 1 : Tahapan metode penilaian status protein, lemak, karbhidrat, vitamin dan mineral. Tugas 2: Interpretasi data hasil penilaian status protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral berdasarkan kasus yang diberikan. Tugas 3 : Penilaian malnutrisi kalori dan protein.

4. Latihan : Kuis : Penilaian status protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

C. Penutup 1. Tes formatif dan kunci tes formatif o

Pemeriksaan waktu koagulasi bermanfaat dalam deteksi defisiensi: A. Vitamin A B. Vitamin D C. Vitamin E D. Vitamin K E. Vitamin C

o

Degradasi dari makanan yang dicerna (karbohidrat, lipid, protein) atau bahan bakar simpanan menjadi bentuk energi yang dapat digunakan disebut : a. Metabolisme b. Anabolisme c. Katabolisme d. Metabolisme anaerob e. Degradasi

o

Sebagian besar asam lemak pada manusia dalam bentuk : a. Kolesterol HDL b. Kolesterol LDL c. Kolesterol VLDL d. Trigliserida e. Kolesterol ester

2. Petunjuk penilaian dan umpan balik Penilaian dilakukan dengan proporsional sesuai metode evaluasi meliputi diskusi kelompok, tugas individu, praktek keterampilan medik, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester. Sesuai pula dengan kriteria penilaian yang digunakan, antara lain dalam diskusi kelompok meliputi penyelesaian tugas,

kontribusi dalam kelompok, keaktifan dan keterampilan berkomunikasi. Pada tugas individu terdiri dari penulisan, hasil analisa dan kesesuaian dengan materi. Pada praktek keterampilan medik meliputi keterampilan dalam mendiagnosa gizi, berkomunikasi dan praktek dalam menilai status gizi. 3. Tindak lanjut a. Tugas individu Terdapat kuis yang diberikan saat perkuliahan berangsung bagi mahasiswa sebagai bentuk tugas individu. b. Diskusi kelompok Terdapat tugas bagi mahasiswa untuk dikerjakan secara berkelompok dan menjadi bahan diskusi. c. Praktikum Dilakukan

praktikum

sesuai

waktu

yang

telah

dijadwalkan

setelah

penyampaian pokok bahasan oleh dosen. d. Bahan bacaan : Champe et.al., 2008. Biochemistry

Cynthia C. Chernecky & Barbara J.Berger: Laboratory tests and diagnostic procedures, Saunders elsevier, 5 ed, 2008. Gibson, RS, 2005. Nutritional Assessment, A Laboratory Manual, Oxford Universitlaff Press, New York Jacobs et.al., 1994. Laboratory Test Handbook Lewandrowski, 2002. Clinical Chemistry: laboratory management & clinical correlations

Rodak, B.F., 2004. Hematology Clinical Principles and Application . 2nd ed. WB Saunders Company. WHO: The clinical use of blood, 2001