BUSINESS PROCESS REENGINEERING

Download adalah rekayasa ulang terhadap proses bisnis yang mereka lakukan. Business .... konsultan )Eng memperkenalkan Business Prccess Reengineerin...

0 downloads 596 Views 11MB Size
E

NFOKAM ttomort Irn. I I tvtaretlos

BUSINESS PROCESS REENGINEERING ; SEBUAH UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN DAI.AM MENCIPTAKAN KEPUASAN ]IASABAH PADA PERBANKAN SYARIAH Salvida Dwi Prasetyana Abstrak

il, lr

Satah satu progmm perbaikan kualitas pelayanan nasabah pada perbankan syariah adalah rekayasa ulang terhadap proses bisnis yang mereka lakukan. Business

Process Reengineering menjadi suafu konsep )'ang populer bagi organisasiorganisasi pada masa kini untuk meningkatkan seluruh cara mercka menjalankan bisnis dengan perhatian ubma pada prosesyang berialan diorganisasi. Kata kunci : Business Process Reengineering, kualitas pelayanan, kepuasan nasabah

A.

Pendahuluan Gejolak moneter yang melanda negeri kita sejak peftengahan tahun 1997menuruttaporan Econit Advisory Group dalam Economic Outlook tahm 19S/1999telah berdampak pada krisis total karena krisis tersebut merupakan kisis ekonomi,

finansial, politik dan sosial sekaligus. Peftumbuhan ekonomi yang sebelumnp mencapai rata-rata 7o/o per tahun tiba-tiba turun menjadi 15o/o di tahun 1998 dan terus berlanjut di tahun 1999 (Arifin, 2000: v). Hampir semua sektor mengalami pertumbuhan negatif, kecualisektor pe]tanian dan agrobisnisyang masih mengalami peftumbuhan kurang lebih 0,5olo.

Krisis moneter yang berawal dari krisis nilai tukar tersebut semakin diperparah dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang kontraKif, seperti kenaikan tingkat suku bunga dan dialihkannya dana-dana Badan Usaha Milik Negan ke Bank Indonesia. Akibatnya krisis nilai tukar itu berubah menjadi krisis likuiditas yang justru lebih berbahaya dan fatal bagi masyarakat luas terutama bagi sebagian besar konglomerat, yang konon menguasaitidak kurang dariT0o/o aset nasionaldan rata-rata mempunyai hutang luar negeri miliaran dollar, disamping hutang triliunan rupiah pada bank-bank domestik itu, sehingga dampaknya begitu besar bagi perekonomian nasional. Tingkat bunga yang relatif tinggi tidak memungkinkan pengusaha unfuk membayarnya. Namun karena pengusaha membutuhkan tambahan likuiditas, krcdit berbunga tinggi itu diambilnya juga. Ketidakmampuan pengusaha membayar kembali kreditnya menimbulkan terjadinya kredit macet dalam jumlah besar sehingga pada saat itu nonperforming loan perbankan Indonesia telah mencapai 70olo.-Selanjutnya, banlebankyang mengalami kredit macetyang besar itu terancam e$istensinya karena di satu pihak bank harus membayar bunga depositopng tinggi, sedangkan di sisi Iain pendapatannya turun drastis karena kredit macet. Oleh karena itu, negative spread yang diderita bank-bank itu sangat besar, yaitu sekitar 20o/o sehingga modal dari sebagian besar bank telah habis dimakan nonperforming loan dan negative sPread

I

I

"1 t

INFOI(AM Nomor I / Th. t/

Maret /

05

E

Demikianlah, maka dari bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah menutup tidak kurang dari 55 bank disamping mengambil alih 1i bank (Bro) dan 9 bank lainnya dibantu melakukan rekapitalibasl lRriRi, 2000: 129). Semua bank-bank BUMN dan BPD harus ikut direkapitalisasi. oari )+0 bank yang adi sebelum krisis moneter kini hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat beftahan tinpa bantuan pemerintah. Biaya restrukturisasidan penyehatan perbankan Indonesia akan sangat mahal (diperkirakan akan mencapai 400 triliun) dan ada kemungkinan sebagian besar biaya penyelamatan perbankan tersebut akan ditanggung oleh rakyat melatui npdm sehingga timbul kebutuhan akan adanla lembaga keuangan alternauf yang dapat Menerobos kendala yang diakibatkan tingginya tingkat bunga tersebut dan aiternitif tersebut jatuh pada perbankan syariah. Sistem opercsional bank syariah yang berdasar pada prinsip risk sharing (berbagi resiko), profit dan loss sharing (bagi hasil), merupakan suatu prinsip yan! dapat berperan meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi. Dalam frai in[ prinsip bagi hasil atau berbagi resiko antara pemilik dan pengguna dana sudah dipefanjikan secara jelas dari awal, sehingga jika terjadi kesulitan-usaha karena krisis ekonomi, misalnya maka resiko kesulitan usaha tersebut otomatis ditanggung bersama oleh pemilik dan pengguna dana. Dengan demikian, kesulitan etonomiit
menda patka n nasa ba h ya n g seba nya k- ba nya knya. Salah satu hal yang biasanya menarik nasabah untuk mau menggunakan jasa

sebuah bank adalah kualitas pelayanan. Ini antara lain mencakup pertanyaan, Bagaimana seorang nasabah dilayani? Berapa lama waktu tunggu untuk dilayani? Bagaimana distribusi waktu transaksi oleh kasir? Ini adalah peftanyaan-pertanyaan yang mau tidak mau harus direspon oleh manajemen perbankan syariah karena muara dari pemberian pelayanan yang berkualitas adalah pada kepuasan total nasabah pada pelayanan yang telah mereka terima. Untuk bisa bersaing dalam hal kualitas pelayanan, salah satu metodeyang bisa dipilih oleh manajemen perbankan syariah adalah Business Process Reengineering (rekayasa ulang terhadap proses bisnis yang mereka lakukan). Artikel ini akan membahas konsep Business Process Reengineering sebagai bagian dari perbaikan kualitas dan bagaimana hubungannya dengan kepuasan nasabah pada perbankan syariah.

E

r E

INFOKAM NomortIrn. ttuaretlos

B. Pembahasan 1. Business Process Reengineering Business Process Reengineering menjadi suatu konsep yang populer bagl organisasi-organisasi pada masa kini untuk meningkatkan seluruh cara mereka menjalankan bisnis dengan perhatian utama pada proses yang berjalan di organisasi. Menurut Hammer dan Champy (1993) dalam Kibaam (2000, 122) Business Process Reengineering adalah pemikiran kembali secara fundamental dan mendesain ulang secara radika! sebuah proses bisnis organisasi yang membawa atau menuntun organisasi untuk mencapai perbaikan secara dramatik dalam performance bisnis. Menurut Hugh Mcdonald (dalam Peppard dan Rowldan, L997:13), saat ini Business Process Reengineering bemda dalam tahap "naik daun', dimana banyak konsultan )Eng memperkenalkan Business Prccess Reengineering dalam cakupan jasa yang mereka tawarkan kepada kliennp. Banyak pakar mengklaim

,

Business Process Reengineering sebagai panasea atau obat mujarab png dinanti-nanti oleh dunia bisnis. Pendekatan manajemen ini mulai muncul pada awal tahun 199Q'an, disebabkan: Peftama, berbagai program perbaikan antara lain Total Quality Management, Simultaneous Engineering, Concurrent Engineering, Just In Timetelah gagal memberikan tingkat perbaikan yang diharapkan. Ke-dua, perubahan lingkungan yang sangat cepat juga berarti bahwa betapapun suksesnya inisiatif masa lalu tetap membutuhkan perbaikan lebih lanjut. Ke tiga, semakin meningkatnya tekanan persaingan, resesi ekonomi dunia dan pencarian cara untuk mewujudkan ma nfaat teknologi i nformasi ( Peppard dan Rowldan, 1997). Pendekatan Business Process Reengineering didasarkan pada premis bahwa tambahan kemajuan yang terus-menerus tidak mampu untuk menemukan tantangan dari pasar global (Kibaara dan Darokah, 2000, 2). Untuk sukses, perusahaan perlu pemecahan utama pada kinerjanya dan juga mampu melewati pesaingnya. Namun yang perlu dicatat, pendekatan Business Process Reengineering tidak memiliki resep bagaimana sebuah organisasi harus bekerJa dari hari ke hari, tetapi lebih berkaltan dengan bagaimana organisasi dapat merubah kinerjanya berdasarkan peralihan dari cara kerja yang satu ke cam yang lainnya. Dalam menentukan apakah Business Process Reengineering tepat untuk diterapkan dalam organisasi atau tidak, tergantung pada sejumlah faKordan ada manfaatnya bila menggunakan suatu kerangka sepertiyang dikembangkan oleh Nolan Nofton dan Company. Kerangka inimenggambarkan kebutuhan bisnisakan reengineering dan kesiapan organisasi untuk berubah, sebagai berikut (Peppard dan Rowldan, L997:46)

-I

INFOKAIT4 Nomor I / Th. I / Maret /

0S

I

E

Gambar Kebutuhan Bisnis akan Reengineering dan Kesiapan organisasi untuk Berubah Risk zone zone

Tinggi

Kuadran

I: Survival

- Meluncurkan kampanye sekarang

Sbike zone

Kuadran [I: launch Meluncurkan BPR segera - Melakukan investasi dalam kapabilitas -

-_-)

- Mengelola resiko

I

t

- Memaksimumkan

I

komltmen Critkalz.

lGbutuhan Bisnis

Kuadran III: Reconsider - Berfokus pada perbaikan berkesinambungan - Meluncurkan program

I

Kuadran IV: Advantage - Menemukan paradigma baru - Berfokus pada kasus bisnls - Membangkitkan kapabilitas

kesadaran

Managed zone

I

Rendah

l(tadran I dan II merupakan suatu Critical Zone, dimana usaha Bgstress Process Reengineering perlu diluncurkan secepat mungkin. Kuadran IItr dan IV merupakan Managed Zone, dimana desain ulang proses bisnis tidak terlalu mendesak dan langkah apapun harus dilakukan seca,a haU-hati. Kuadran I dan III merupakan Risk Zone, dlmana usha nyata harus difokuskan pada persiapan dan pengelolaan resiko. Kuadran dan IV merupakan Strike Zone, dimana pelaksanaan Business Process Reengineering memiliki probabilitas Unggi

II

untuk menghasilkan keunggulan strategis. Keterangan Gambar: (Peppard dan Rowldan, 1997:46)

l,

Suruival, menunjukkan bahwa perlu dilakukan upaya perbaikan kinerja bisnis secepat mungkin. Usaha-usaha pada'kuadran I beresi ko ti nggi da n membutuhkan komitmen dukungan maksimum. Kuadran b). II, Launch, nrcnunjukkan bahwa perlu dilakukan perbaikan kinefia bisnis. lGrena hanya mengandung resiko moderat untuk terlibat dalam Business Process Reengineering, maka perusahaan akan met?lih manfaat dari investasi pengembangan kapabilitas Business Process Reengineering dan pelaksanaan usahanya dengan segem. c). Kuadran III, Reconsider, menunjukkan bahwa perusahaan sehat dan tidak terlalu memerlukan perbaikan dramatis pada saat ini. krusahaanperusahaan pada kuadran ini juga tidak terlalu cocok bila dilengkapi dengan Business Process Reengineering. Perusahaan-perusahaan seperti ini harus mempeftimbangkan kembali pelaksanaan Business Prcess

a). Kuadran

Reengineering dan sebaiknya berfokus pada perbaikan berkesinambungan.

d). Kuadran IV, Advantage, menunjukkan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan mendesak akan perbaikan dramatis, akan ada keunggulan strategis dalam pelaksnaan inisiatif Business Process Reengineering. Perusahaan-perusahaan pada kuadran ini siap untuk melaksanakan

E

lNro nll *oro,,,rn.,,,.,r,,ou Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan desain ulang prosesbisnis, yaitu: (Peppard dan Rowldan, 1997: 186) peltama, perancangan ulang secara sistematis, yaitu mengidentifikasi dan memahami proses-proses yang ada dan kemudian mengolah proses tersebut seqtra sistematis untuk menciptakan proses-proses baru guna memberikan hasil

yang diinginkan. Secara umum, pendekatan ini lebih sering digunakan untuk meEfufan perbaikan kinerja dalam jangka pendek sehingga cenderung membutuhkan lebih ba nyak perubahan inkremental sepanja ng waftu. Ke dua, pendekatan kertas bersih (clean sheet approach), yaitu secara fundamental memikirkan kembali cara menpmpaikan produk atau jasa dan me6ncang proses-proses baru dari permulaan. Pendekatan keftas bersih memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan cara-cara baru untuk bersaing dalam jangka menengah hingga jangka panjang. Pendekatan keftas bersih lebih mirip dengan melakukan perubahan radikal karena proses yang dihasilkan biasanya tidak didasarkan pada proses lama. Asumsi )ang mendasari pendekatan ini adalah bahwa perusahaan atau organisasi telah mencapai suatu titiklenun atau karena usaha-usaha sebelumnya untuk merekalasa ulang proses lang ada melalui strategi sistematis telah gagal menghasilkan perbaikan kinerja yang signifikan.

Menurut Krajewski dan Ritzman (1999, 108-110), desain ulang proses

bisnis difokuskan Pada

pertama,

:

Proses Kritis. Desain ulang pada sebuah organisasi lebih ditekankan pada proses bisnis dasar daripada hanva pada departemen fungsional, sepefti: pembelian atau pemasaran sehingga manajer dapat menitikberatkan kesempatan untuk menghapus pekerjaan yang tidak penting. Ke-dua, Kepemimpinan yang kuat. Kepemimpinan menjadi salah satu fokus dalam reengineering karena dalam setiap perubahan )ang menyangkut organisasi, pemn pimpinan sangat penting dalam memberi contoh dan memotivasi kaqBwan untuk menerima dampakdari perubahan tersebut. Ke-tiga, Tim Cross-Functional. Tim cross functional adalah sebuah tim atau kelompo-f yrng terdiri dari anggota-anggota dari setiap area fungsional yang berbeda dalam'sebuah organisasi atau perusahaan. Cross functional menjadi penting karena reengineering akan berjalan dengan baik pada tempat kerja dima na keterli bata n a nta r a rea fungsiona I relatif ti nggi. Ke-empat, Teknologi Informasi. Sebagian besar fokus reengineerlng ada di sekita r ali ra n informasi, sepefti : pemen uhan permintaan pela nggan. Ke-lima, Filosofi Clean Slate. Reengineering memerlukan filosofi clean slate yang dimUlaidengan cara yang diinginkan pelanggan untuk melakukan suatu perjanjian atau persetujuan dengan perusahaan. Untuk menjamin orientasi pelanggan internal dan eksternal pada betindgan, tim memulai dengan tujuan pertama kali adalah menetapkan target brosei. yang selalu dila[ukan oleh tim harga untuli produk atau pelayanan, mengurangi keuntungan yang diinginkan, dan kemudian menemukan proses yang menyediakan apa yang diinginkan pelanggan pada harga yang akan dibayarkan oleh pelanggan.

E

INFOI(AM

Nomor I / Th. l I Maret/ 05

Ke-enam, Analisis Proses. Meskipun menggunakan fllosofi Clean Slate,

tim reengineering harus mengefti hal-hal mengenai current process: apakah Business Process Reengineering'itu?, seberapa baik peform Business Process Reengineering? dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya? Tim harus meninjau setiap prosedur yang terlibatdalam proses secara keseluruhan dalam organisasi, mencatat setiap langkah, memberikan pertanyaan kenapa hal tersebut dilakukan dan kemudian menghapuskannya, jika hal tersebut benarbenartidak penting. Sedangkan menurut Rodney McAdam, (2000, 30-34) desain ulang proses bisnis difokuskan pada : Pertama, Sumber dan Pengurangan Biaya. Menurut Barier (1994) dan Kinni (1995) dalam McAdam (2000, 30) sumber kunci untuk reengineering png efektif adalah manusia, material, dan finansial. Ke-dua, Pasar, Pelanggan, dan Strategi. Program ,perubahan reengineering selalu didorong oleh perubahan pasar dimana mengharuskan perubahan (Alavi dan Yoo; 1995) dalam McAdam (2000i 31). Reengineering dimulai dengan fokus pada pelanggan dan analisis kebutuhan pelanggan yang digunakan untuk mendorong dan memberikan informasi pada reenEineering (Hale et al, 1996). Customer-pull secara keseluruhan akan membentuk proses bisnis. Visi dan strategi perusahaan harus menjamin bahwa usaha reengineering selaras dengan tujuan bisnis, disesuaikan dengan hambatan sumber dan kebutuhan untuk mengubah bisnis. Ke-tiga, Kepemimpinan. Komitmen kepemimpinan, dorongan kepemimpinan, antusiasme, dan dukungan yang visible menjadi perhatian pbnting bagi manajer dalam keberhasilan ,pelaksanaan reenginering pada lingkungan yang cepat berubah. Ke-empat, Fleksibilitas dan Orientasi Perubahan. Perubahan sebagai hasil reengineering harus diterima sebagai suatu konsekuensi, baik bagi para manajer atau karyawan. Disini dibutuhkan proses komunikasi dua arah -antara atasan dan bawahan- untuk menunjukkan mengapa perubahan dibutuhkan dan umpan balikyang membuKikan bahwa prosesdesain ulang tersebut berhasil. Ke-lima, StruKur Organisasi. Desain ulang struKur organisasi akan memungkinkan sebuah organisasi menjadi lebih mudah dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi, baik di dalam maupun di luar organisasinya. Ke-enam, Pokok Persoalan Metodologi Reengineering. Bagian kunci dalam metodologi dilakukan untuk identifrkasi proses, pembuatan proses dan analisis (Hammer dan Champy, 1993) dalam McAdam (2000, 39). Analisis tersebut memungkinkan organisasi ,untuk mengalokasikan sumber dan melakukan analisis biaya atau keuntungan lebih akurat. Dengan demikian bisnis yang perlu untuk diubah akan nampak lebih jelas dan juga ada peningkatan keluasan pada hubungan pelanggan yang menjamin pdanangan pelanggan untuk diwujudkan dalarn organisasi secara keseluruhan, memungkinkan kesempatan proses perbaikan telah diidentifikasi (Ghobadian dan Gallear, 1996) dalam McAdam (2000,39).

'

t7"_

ElNForAtut

tloror,

t

tt.

t

I

l,t.,.tt

os

Ke-tujuh, pengukuran Performance. Pengukuran

seharusnya upaya dalam terlibat ditempatkan iaOa prosei perform bisnis reengineering. eengukuran penting dilakukan untuk menjamin perubahan tidak berakhir telah sukses ielamJtransisi reengineering dan usaha (2000, 39). McAdam dengan sendirinya (McWilliams, 1996) dalam bisnis secara keseluruhan yan-g

2.

Kualitas PelaYanan

Menurut Kouer (1997) dalam Subihaini (2001, 99), kualitas pelalanan yang merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan dipersepsi (perceived service) dengan ungkat pelapnan yang dihanpkan (&peAbO ibrvice). Kualitas pelapnan akan dihasilkan oleh operasi png iitjkuLan perusahian dan keberhasilan proses operasi perusahaan iniditentukan oleh banyak fa6or, anbm lain: faKor karyawan, sistem, teknologi dan keterlibatan nasabah. Dewasa ini, penlampaian lapnan png berkualitas dianggap sebagai (Reiched dan suatu strategilarg esensiat agar perusahaan sukses dan bertahan penerapan (1997) Sasser, Iggi Oatam Subihaini, 2O022 99). Menurut Gasperrsz pokok apabila ingin manajernen kualitas dalam industrijasa menjadi kebutuhan berkomp*isi, baik di pasar domestik maupun pasar global (dalam Subihaini; 2002:99). Menurut Gronroos (dalam Tjiptono, 1996, 60), kualitas total suatu Jasa terdiri atastiga komponen utama, yaitu: pe-rtama, Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, et al (dalam Tjipiono, 199-6: 60), technical qdality dapat diperinci menjadi: j). S"ar6ii quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misal: harga. pelanggan b). Experience quality, yaitu kualitas yang. $nya Oil $ieiraluasi setelah membeli atau mengkonsumsi jasa, misal: ketepatan waktu, kecepatan pelayanan dan kerapian hasil' pelanggan c). Credlnce quality, yaitu kualitas yaang sukar diewluasi meskipu n teian meng konsumsinya, misal : kualitas operasi i.antung.. Ke-dua, Functionll Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penlampaian suatu jasa' i"-tigi, Corporate Im-age, yaitu profil, reputasi, citra umum dan dap tarik khusus suatu Perusahaan. gaidarari"n penelitia n ya ng dila kuka n oleh Parasu ra man, Zeithaml dan yang menentukan Berry paOi beOerapa industrijasa, ada sepuluh faktor utama kualitasiasa,yaitu: - .mencakup ,kerJa dua hal pokok, yaitu. konsistensi neiiiOility,'

(Tjiptono,1996:69)

..

,

(performan.e) oaii kemampuan untuk dipercap (dependability). Ini beraill jasanya seca ra tepat semenja k saat perta ma, disamplng ierusahaan memberika n janjinya, misal: irgi O.ru,ti O.n*. peruiahaan yang bersangkutan memenuhi jadwal yang disepa kati. menyampaikan jasa nya sesuai denga n

Respohsiveness, adalah kemauan atau kesiapan karyawan untuk

l

memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan'

E

INFOKAM Nomor I /Th. I / Maret/ 0s

E

Competence, aftinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa teftentu. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungidan ditemui. Ha! ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waKu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasiyang rnudah dihubungi, dan lain-lain. Courtesy, meliputi sikap sopan-santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain). Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahamisefta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karaKeristik pribadi contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek ini melipug keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial safety), dan kerahasiaan (confi dentially). Understanding or Knowing the Customer, yaitu usaha urtuk Hhrfiahami kebutuhan pelanggan. Tangibles, laitu buKi fisik darijasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, represenhsi fi sik dari jasa, dan lain-lain. Dalam perkembangan lebih lanjut, ke sepuluh dimensi di atas oleh parasuraman dan kawan-kawan, padatahun 1988, diringkas menjadi lima dimensi pokok, yaitu : (Tjiptono, 1996: 70) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yaitu meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan dalam memanfratkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercalaan pelanggan terhadap perusahaan. Emphaty (empati), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang bai( perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan Tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik (seperti gedung, front office, tempat parkir), kebersihan, kerapihan, kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi; dan penampilan personel pemberi jasa.

r

!l

lNFolGM ruomor,llrn. tl

uaretr os

3. Kepuasan Pela'nggan Dewasa ini banyak perusahaan (termasuk perusahaan jasa) yang menyatakan bahwa tujuan perusahaan yang bersangkutan adalah untuk memuaskan pelanggan, meski tidak gampang untuk mewujudkannya. Menurut Day (dalam Tjiptono, 1996: 14o) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannla. Engel, et al menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan. Sedang menurut Kotler (dalam Tjiptono, 1996) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) png ia rasakan bila dibandingkan dengan harapannya. Meski diuraikan dengan kalimat png berbeda, ketiga definisi tersebut memiliki kesamaan, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja atau hasilyang dirasakan). Umumnla harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi Belanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yanE dibeli. Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan sebagai berikut: (dalam Tjiptono' t996:147) Gambar 2. Konsep Kepuasan Pelanggan

.

Kebutuhan dan Keinginan

Tujuan Perusahaan

Pelanggan PRODUK

Harapan Pelanggan Terhadap Produk

NilaiPrcduk

Tk. Keouasan Pelariqqan

Menurut Kotler (dalam Tjiptono, 1996: 148) ada empat metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: Pertama, sistem keluhan dan saran. Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menlampaikan sran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan meliputi kotak'siran yingdiletakkan ditempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), menyediakan kartu komentar (yang bisa diisl langsung ataupun yang bisa dikirimkan via pos kepada perusahaan), me-nyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines) dan lain-lain.

lr\.

l

l

Bagi Pqlanggan

:

I

INFOKAIvI Nomor I /Th. I / Maret/05

E

Ke-dua, suruei kepuasan pelanggan. Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode suruei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui suruai, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Ke-tiga, ghost shopping. Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya sehingga diketahui apa yang menyebabkan pelanggan menjadi puas atau bahkan tidak puas dengan produk (barang atau jasa) yang diberikan. Ke-empat, lost customer analysis. Perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeliatau png telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut sehingga perusahaan dapat mengambi! kebijakan selanjutnya dalam rangka meni ngkatka n kepuasa n da n loyalitas pelanggan.

Menurut Subihaini (2001, 114) ada dua dimensi pokok dari kepuasan pelanggan, yaitu: Loyality (loyalitas konsumen), meliputi berbican positif mengenai perusahaan, merekomendasikan kepada orang lain untuk memilih produk atau pelayanan yang sama dengan dirinla, menjadikan produk atau tempat pelapnan sebagai pilihan peftama. Pay more (membapr lebih) Konsumen yang sudah merasa puas dengan suatu barang atau jasa, mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan uang lebih bila dibandingkan dengan lang lain, karena bagi mereka kepuasan yang telah mereka dapatkan tidak dapat dinilai dengan uang. 4. Hubungan Business Process Reengineering, Kualitas Pelayanan, dan Kepuasan Nasabah Business Process Reengineering merupakan salah satu pilihan dalam perbaikan proses bisnis. Dikatakan pilihan kareha sebenarnya masih banyak metode-metode lain yang bisa digunakan sepeiti lust in Time (JIT) dan Total Quality Management (TQM). Tetapi apapun pilihannya, diharapkan dengan perbaikanperbaikan ini, kualitas pelayanan yang bisa diterima oleh pengguna jasa akan semakin meningkat sehingga kepuasan yang mereka terima pun meningkat. C. Kesimpulan

Bagi'perbankan syariah yang kemunculannya dalam bisnis perbankan baru saja, penyampaian layanan yang berkualitas menjadi kunci agar perusahaan dapat tumbuh semakin besar dan dapat beftahan sehingga penerapan manajemen kualitas pada perbankan syariah menjadi kebutuhan pokokyang harus dilakukan. Asumsiyang mendasari adalah bahwa kualitas pelayanan dapat memberikan kontribusi pada kepuasan nasaba h, pa ngsa pasa r da n profitabil itas.

I I I

I

lt l

I

i

E

INFOIGM Nomort lrn. t I uaretlos pada perbankan . Salah;'satu program perbaikan kualitas pelayanan nasabah syariah adalah rekayasJulang terhadap proses bisnis yang mereka lakukan. Business process Reengineering men5adi suatu konsep yang populer bagi organisasi-organisasi pada masa kiii untukheningkatkan seluruh cara mereka menjalankan bisnis dengan perhatian utama pada prosesyang beflalan diorganisasi. Uenurut Hugil Mcdonald (dalam Peppard dan Rowland, 1997: 13), saat ini Business process Reengineering berada dalam tahap "naik daun", dimana banyak jasa konsultan yang memperkenalkan Business Process Reengineering dalarn cakupan yang mereka lawarkan kepada kliennya. Banyak pakar mengklaim Business Process iree-ngineering sebagai panasea atau obat mujarabpng dinanti-nantioleh dunia bisnis dan iriiyang diharapkan oleh manajemen perbankan spriah.

Referensi

Arifin, Zainul, 2000, Memahami Bank Syariahi Lingkup, Peluang, Tantangan dan ProsPek, Alrabet, Jaka rta Praktik Gaspersz, Vincent, lgg7, Membangun Tujuh Kebiasaan Kualitas dalam Bisnis Global, PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta

'

Pustaka Utama,lakafta

Krajewski, Ritzman, 1999, Operations Management; Strategy dan Analysis, Addison-WesleyPublishingCompany,Inc McAdam, Rodney, 2000, Yhe Implementation of Reengineering in SMEs: A Grounded p' Siudy". Iniernational Small Business Journal, Vol. 18 Iss. 4 July 29 Muchiri, miihael Kibaara, 2000, "succeeding at Business Process Reengineering: The Role of Transformationat Leadership dan Organizational Learning Mix". Gadjah Mada International Journal of Business, MayVol. 2 No. 2.pp.121-136 and Marcham Darokah, 2000, "Business Process Reengineering: Worthwhile Lessons From Quality of Work Life and Employee Involvement". Gadiah Mada Internationaliournal of Business, January 2000, Vpl. 2 No' 1' pp' 1-14 lo Ann dan Alice A. Ketchadan, 1998, "Examining the Role of Seruice Quality in M Dufff, 'dverall 2 Seruice Satisfaaction". Journal of Managerial Issues, Vol. X Number Summer Levent V., 1ggg, "A MOdel Management Approach to Buslness Process orman, 'Reengineering". Journal of Management Information System, Vol. 15 Iss

-

"

Summer P. 187-2L2

peppard,

i.

dan philip Rowland, L997, The Essence

Reengineering, Penerbit ANDI, Yogyakarta

of

Business Process

Subihaini, 2001, "Studi Empiris: Analisis Konsekuensi Kualitas Layanan peri la ku Konsu men", jurnal Bisnis Strategi, Vol. B Desember 200 lff H. VU 2A02. Tjiptono, Fandy, 1996, Manajemen Jasa, Penerbit ANDI, Yogyakafta.

l

L,

Pada