BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl.Pakuan Ciheuleut PO.Box 105 Bogor 16001 Telp./Fax : (0251)8327768 Website : www.bptpbogor.litbang.dephut.go.id
BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN Tahun 2012
Oleh : Rina Kurniaty Danu
TEKNIK PERSEMAIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
Penanggung Jawab Kepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Koordinator Kepala Seksi Data Informasi dan Sarana Penelitian Penyusun Rina Kurniaty Danu Desain Cover dan Tata Letak Ida Saidah
Dipublikasikan Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl.Pakuan Ciheuleut PO. Box 105 Bogor. Telp./Fax.0251-8327768 Website : www.bptp.litbang.dephut.go.id
Publikasi Khusus Desember 2012
KATA PENGANTAR
Persemaian merupakan tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan. Benih yang baik apabila diproses dengan teknik persemaian yang baik akan menghasilkan bibit yang baik pula, tetapi benih yang baik akan menghasilkan bibit yang kurang baik apabila diproses dengan teknik persemaian yang tidak sesuai. Bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu akan diperoleh apabila teknik persemaian yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah baku. Booklet Teknik Persemaian berisi informasi mengenai tentang pembuatan persemaian, teknik pengadaan bibit dan analisis biayanya. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga booklet ini dapat diterbitkan. Semoga booklet ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2012 Kepala Balai
Ir. Suhariyanto, M.M NIP. 195804251987031002
KATA PENGANTAR Persemaian merupakan tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan. Benih yang baik apabila diproses dengan teknik persemaian yang baik akan menghasilkan bibit yang baik pula, tetapi benih yang baik akan menghasilkan bibit yang kurang baik apabila diproses dengan teknik persemaian yang tidak sesuai. Bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu akan diperoleh apabila teknik persemaian yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah baku. Booklet Teknik Persemaian berisi informasi mengenai tentang pembuatan persemaian, teknik pengadaan bibit dan analisis biayanya. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga booklet ini dapat diterbitkan. Semoga booklet ini bermanfaat. Bogor, Desember 2012 Kepala Balai
Ir.Suhariyanto, M.M NIP.195804251987031002 i
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR......................................................... i DAFTAR ISI ............................................................... ..... ii DAFTAR TABEL ............................................................. iv DAFTAR GAMBAR ......................................................... v I. PENDAHULUAN……………………………............................. 1 II. PEMBUATAN PERSEMAIAN……………………................. 2 A. PERENCANAAN PEMBUATAN PERSEMAIAN……. 2 B. PEMILIHAN LOKASI PERSEMAIAN....................... 5 III. TEKNIK PEMBIBITAN…………………………..................... 10 A. SECARA GENERATIF………………………..................... 10 1. ASAL BENIH…………………………............................ 11 2. ASAL ANAKAN ALAM………………...................... 13 B. SECARA VEGETATIF………………………..................... 17 IV. PEMELIHARAAN……………………………........................ 49 A. PENYIRAMAN…………………………………….................. 49 B. PENYIANGAN…………………………………….................. 49 C. PEMUPUKAN……………………........…………................. 50 D. PEWIWILAN DAN PEMOTONGAN AKAR……..... 50 E. PENYULAMAN……………………………………................ 50 F. PEMBERANTASAN HAMA DAN PENYAKIT….... 51 V. AKLIMATISASI DAN PENGANGKUTAN…………........ 59 A. AKLIMATISASI……………………………………… .............. 59 B. PENGANGKUTAN…………………………………............... 60 C. CIRI BIBIT YANG BAIK……………………………........... 61 VI. ANALISA BIAYA……………………………. ....................... 64 ii
Hal A. BIAYA PRODUKSI BIBIT………………........................ 64 B. CONTOH ANALISIS BIAYA PERSEMAIAN…………. 71 1.PERSEMAIAN PERMANEN…………………………........ 71 2.PERSEMAIAN SEMENTARA……………………........... 75
iii
DAFTAR TABEL Hal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Keuntungan dan kerugian persemaian sementara dan permanen............................................................... Keunggulan dan Kelemahan Polybag dan Polytube......... Jadwal Pembuatan Persemaian....................................... Kelas Kekompakan Media............................................. Kandungan Hara Beberapa Jenis Bahan Organik............. Biaya dan Berat Media Beberapa Macam Bahan Organik........................................................................ Biaya Bangunan............................................................ Biaya Operasional Tetap................................................ Biaya Operasional Tidak Tetap....................................... Biaya Produksi Bibit untuk Polytube Ukuran 5x5 cm........................................................................ Biaya Produksi Bibit untuk Polytube Ukuran 3,5x3,5 cm................................................................... Biaya Produksi Bibit untuk Polytube Ukuran 9x9 cm......................................................................... Biaya Produksi Bibit pada persemaian Sementara...........
2 6 9 62 68 69 71 72 73 74 75 75 76
iv
DAFTAR GAMBAR Hal 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Persemaian Sementara................................................. Persemaian Permanen.................................................. Semai Nyamplung yang Siap Disapih............................. Cabutan Nyamplung....................................................... Kemasan untuk Pengangkutan Cabutan.......................... Hasil Penyapihan Semai dari Cabutan dengan 2/3 Daun yang sudah dipotong.................................................... 7. Rumah Tumbuh Sistim KOFCO..................................... 8. Ruang Pengakaran Stek Model Sungkup......................... 9. Ruang Pengakaran Stek Model Sungkup......................... 10. Teknik Okulasi............................................................. 11. Teknik Penyambungan Tanaman Meranti dengan Sambung Baji.............................................................. 12. Teknik Cangkok........................................................... 13. Serangan Hama Penggulung Daun................................. 14. Bentuk Kutu Putih pada Daun....................................... 15. Penyakit Embun Tepung............................................... 16. Gejala Penyakit Bercak Daun Cylindrocladiium sp......... 17. Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Virus Penggulung Daun............................................................................ 18. Bibit Jati yang Belum dan Sudah Diaklimatisasi............ 19. Contoh Bibit yang Baik................................................
3 4 13 14 15 16 24 25 26 32 35 41 52 53 54 56 58 60 63
v
I. PENDAHULUAN Bibit tanaman bermutu merupakan salah satu faktor produksi dari suatu indutri hutan tanaman. Bibit bermutu dengan harga murah sangat menentukan keberhasilan dan keuntungan suatu usaha penanaman hutan. Untuk menyediaakan bibit tersebut diperlukan persemaian yang memadai. Persemaian merupakan tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan. Benih yang baik apabila diproses dengan teknik persemaian yang baik akan menghasilkan bibit yang baik pula, tetapi benih yang baik akan menghasilkan bibit yang kurang baik apabila diproses dengan teknik persemaian yang tidak sesuai. Bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu akan diperoleh apabila teknik persemaian yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah baku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
persemaian adalah sebagai berikut :
pemilihan lokasi persemaian meliputi luas persemaian, 1
kebutuhan air, tenaga kerja, bahan persemaian, benih bermutu, pelaksanaan persemaian termasuk tata waktu penyelenggaraan persemaian dan pemeliharaan. Buku ini menguraikan tentang pembuatan persemaian, teknik pengadaan bibit dan analisis biayanya.
2
II. PEMBUATAN PERSEMAIAN A. Perencanaan Pembuatan Persemaian Sebelum memulai pembuatan persemaian perlu ditentukan dulu persemaian apa yang akan dibuat apakah
persemaian
Persemaian
sementara
sementara dibuat
atau
permanen.
apabila
kegiatan
persemaian dilakukan paling lama 5 tahun sedangkan persemaian permanen untuk memproduksi bibit dalam jangka waktu yang lama dan biasanya melayani areal penanaman yang luas. Keuntungan dan kerugian dari ke dua persemaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Keuntungan dan kerugian persemaian sementara dan permanen Jenis Persemaian Persemaian sementara
Keuntungan - dekat lokasi penanaman - ongkos pengangkutan bibit murah - tenaga kerja yang dibutuhkan sedikit
Kerugian - lokasi persemaian tersebar sehingga pengawasan sulit - biaya pembuatan tinggi karena pekerjaannya tersebar - sering gagal karena tenaga kurang terlatih dan selalu berganti
3
Jenis Persemaian Persemaian permanen
Keuntungan - dapat dikerjakan secara mekanis - tenaga tetap dan terpilih sehingga bibit yang dihasilkan lebih baik - Produktifitas tinggi - pengawasan dan pemeliharaan lebih efisien
Kerugian - jauh dari lokasi penanaman - selama pengangkutan, bibit beresiko tinggi - ongkos pengangkutan bibit mahal - biaya investasi tinggi
(Foto : Rina, 2009)
Gambar 1.Persemaian Sementara 4
(Foto : Rina, 2012)
Gambar 2. Persemaian Permanen 5
B. Pemilihan Lokasi Persemaian Lokasi persemaian harus memenuhi persyaratan teknis dan fisik : 1. Aspek Teknis Aspek teknis adalah kondisi lapangan yang secara teknis
akan
persemaian.
berpengaruh Beberapa
terhadap
aspek
teknis
pembuatan yang
perlu
diperhatikan adalah : a. Lokasi dekat dengan areal penanaman, mudah dijangkau,
terlindung
dari
angin
kencang,
terbuka/kena sinar matahari secara langsung. b. Ada jalan angkutan sesuai kebutuhan (jalan darat atau sungai). c. Luas lokasi disesuaikan dengan jumlah bibit yang akan
dihasilkan
dan
cara
pembibitan
apakah
menggunakan polybag atau polytube. Masing-masing wadah memiliki keunggulan dan kelemahannya seperti tercantum dalam Tabel 2.
6
Tabel 2. Keunggulan dan Kelemahan Polybag dan Polytube Jenis Wadah Polybag
Keunggulan - Murah - Mudah diperoleh - Memerlukan ruang sedikit untuk penyimpananya - Ukuran dari kecil sampai besar - Tidak memerlukan pendukung tambahan dalam persemaian
Polytube
- Dapat digunakan berulang - Sistem perakaran tersebar - Pruning akar secara alami - Kokoh dan kuat - Bibit relatif kecil dan ringan sehingga memudahkan dalam transportasinya - Mudah diisi dan ekonomis dalam pengisian dan penyiraman - Bibit telah bermikroba - Bentuk dapat disesuaikan keinginan - Bibit bisa langsung ditanam dengan wadahnya
Biopotting
Kelemahan - Sekali pakai - Mudah rusak - Akar menembus polybag - Membutuhkan media lebih banyak - Waktu dan tenaga untuk pengisian diperlukan lebih banyak - Pertumbuhan akar kurang baik - Bibit lebih berat sehingga menyulitkan dalam transportasinya - Relatif mahal - Pemasarannya masih terbatas - Membutuhkan ruang lebih luas dalam penyimpanannya - Memerlukan rak atau bangunan untuk menyokong bibit
- Belum banyak yang tahu teknologinya - Pemasarannya masih terbatas
7
d. Pada umumnya luas persemaian efektif (bedeng tabur, bedeng semai dan bedeng sapih) adalah 60 % dari luas areal persemaian dan 40 % digunakan untuk bangunan lainnya seperti kantor, barak kerja, rumah jaga, saluran irigasi dan jalan inspeksi. e. Bedeng tabur dibuat 5 x 1m dengan tinggi/tebal tanah bedengan 15 cm f. Ukuran bedeng semai umumnya 5 x 1m, dengan ukuran ini akan memudahkan menghitung jumlah bibit yang ada. g. Arah bedeng semai utara-selatan.Tinggi naungan sebelah barat 150 cm dan sebelah timur 175 cm h. Untuk persemaian sementara naungan dapat dibuat dari kasa plastik, daun kelapa, jerami dan alang-alang. 2. Aspek Fisik Aspek fisik adalah kondisi lapangan yang secara fisik akan mempengaruhi pembuatan persemaian, diantaranya adalah : a. Tersedia sumber air (sungai, air tanah ) b. Lokasi datar (kemiringan kurang dari 10 %) 8
c. Tersedia tenaga kerja (dekat perkampungan) d. Tersedia bahan (benih, media tumbuh, kantong plastik/polybag, fungisida, pestisida dan pupuk) e. Tersedia peralatan (cangkul dan peralatan kerja lainnya, barak kerja, rumah jaga, pagar, naungan dsb)
3. Pelaksanaan Persemaian Penanaman di lapangan umumnya dilakukan pada musim hujan sedangkan musim hujan untuk setiap daerah
berbeda
sehingga
permulaan
pembuatan
persemaian disesuaikan dengan kondisi setempat. Selain itu umur bibit siap tanam dari setiap jenis berbeda-beda, ada yang 5 bulan, 6 bulan bahkan ada yang 12 bulan. Oleh karena itu permulaan pembuatan persemaian juga disesuaikan dengan jenis bibit yang akan dihasilkan. Contoh jadwal pembuatan persemaian dengan usia bibit siap tanam di lapangan 6 bulan tercantum dalam Tabel 3.
9
Tabel 3. Jadwal Pembuatan Persemaian Kegiatan Persiapan lapangan Penaburan benih Penyapihan semai Pemeliharaan semai Aklimatisasi Penanaman
2 *
3 *
4
5
6
7
*
*
Bulan 8 9
10
11
12
1
*
*
* * *
*
* *
10
III. TEKNIK PEMBIBITAN Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara generatif dan vegetatif. Pengadaan bibit secara generatif yaitu perbanyakan bibit tanaman dilakukan melalui benih, kemudian dikecambahkan pada media tabur selanjutnya disapih pada media sapih sehingga bibit siap tanam dilapangan. Selain itu dapat juga dilakukan dengan menggunakan anakan alam. Pengadaan bibit secara vegetatif yaitu pengadaan bibit dilakukan
melalui
perbanyakan
bagian
tanaman
induknya, seperti stek, cangkok, okulasi dan kultur jaringan. A. Pengadaan bibit secara generatif Pembibitan secara generatif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu berasal dari benih dan cabutan alam. Pengadaan bibit asal benih diperuntukan bagi tanaman hutan yang menghasilkan benih yang dapat disimpan lama (ortodok). Sedangkan teknik cabutan digunakan untuk memperbanyak tanaman yang menghasilkan benih yang tidak bisa disimpan lama (rekalsitran).
11
1. Pembuatan bibit asal benih Ada dua hal
yang harus diperhatikan dalam
pembuatan bibit asal benih yaitu teknik penaburan benih dan penyapihan semai. a. Teknik penaburan a.1. Skarifikasi Sebelum penaburan dilakukan, beberapa jenis benih perlu diberi perlakuan pendahuluan (skarifikasi) terlebih dahulu yaitu perlakuan yang diberikan kepada benih untuk mempercepat mulai berkecambah dan perkecambahan yang serempak. skarifikasi
yang
biasa
dilakukan
Beberapa cara :
meretakan
tempurung benih, merendam benih sampai kulit benih lunak, merendam-jemur sampai kulit benih retak . a.2. Teknik penaburan: - Penyiapan media tabur yaitu campuran pasir dan tanah yang
disterilkan terlebih dahulu
cara dijemur sampai
dengan
kering dan dicampur
nematisida. - Penaburan benih yaitu benih ditanam dengan membenamkan
2/3 badan benih kedalam media 12
yang sudah disiram air dengan posisi bagian pangkal dimana tangkai buah melekat dibenamkan. - Penempatan bedeng tabur dilakukan pada kondisi ruang atau tempat dengan suhu cukup tinggi (29– 32 OC) dan kelembaban tinggi (>75%). Apabila suhu udara terlalu rendah, bedeng/bak tabur ditutup sungkup plastik. - Pemeliharaan bedeng tabur dilakukan dengan selalu membersihkan bedeng dari gulma dan disiram setiap hari agar media tidak sampai kering. b. Teknik penyapihan: - Penyiapan media dalam polybag - Pemindahan semai dari bak /bedeng tabor
ke
polybag, dengan cara mencungkil media disekitar dan di bawah semai beserta akar-akarnya. semai yang siap disapih adalah yang telah memiliki minimal sepasang daun muda yang telah membuka penuh.
13
(Foto : Rina, 2009)
Gambar 3. Semai nyamplung yang siap disapih
2. Pembuatan bibit asal cabutan anakan alam Anakan alam yang digunakan sebagai bahan pembuat bibit diambil dari lapangan dengan cara dicabut sehingga sering disebut dengan cabutan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bibit asal cabutan, yaitu : - Bahan cabutan berupa anakan alam yang tumbuh di areal tanaman yang memiliki tinggi 10-20 cm atau memiliki 2-3 pasang daun (Gambar 4). 14
(Foto : Rina, 2009)
Gambar 4. Cabutan nyamplung
- Anakan sebaiknya dicabut pada musim hujan - Untuk mengurangi penguapan dalam perjalanan, bagian akar diberi bahan pelembab seperti lumut, serbuk sabut kelapa atau arang sekam padi basah kemudian dibungkus dengan pelepah pisang atau karung (Gambar 5). 15
(Foto : Rina, 2009)
Gambar 5. Kemasan untuk pengangkutan cabutan
- Sebelum disapih ke dalam polybag, akar dan daunnya dipotong dan disisakan sepertiga bagian (Gambar 6).
16
(Foto : Rina, 2009)
Gambar 6. Hasil penyapihan semai dari cabutan dengan 2/3 daun yang sudah dipotong 17
- Letakkan pada tempat yang teduh. - Setelah satu minggu, pindahkan ke bedeng semai yang telah disiapkan dengan naungan 50 %. - Setelah berumur 3-4 bulan di persemaian bibit siap ditanam. B. Pengadaan bibit secara vegetatif Teknik pengadaan bibit secara vegetatif umumnya digunakan untuk memperbanyak tanaman yang sulit berbuah, musim buah tidak menentu, dan klon-klon unggul hasil pemuliaan maupun seleksi alam. Teknik perbanyakan
vegetatif
meliputi:
stek,
okulasi,
penyambungan, cangkok dan kultur jaringan. 1. Teknik perakaran stek Stek merupakan teknik pembiakan vegatatif dengan cara perlakuan pemotongan pada bagian vegatatif untuk ditumbuhkan menjadi tanaman dewasa secara mandiri dan terlepas dari tanaman induknya. Penggolongan stek berdasarkan bahan tanaman terdiri dari: stek pucuk, stek batang, dan stek akar. Faktor yang mempengaruhi perbanyakan stek diantaranya:
18
a.
Sumber bahan stek
- Asal bahan stek Bahan stek yang masih juvenil (muda secara fisiologis) memiliki kemampuan berakar yang lebih baik dari pada biakan stek yang telah tua ). Bahan tanaman yang berasal dari bagian tanaman dekat dengan akar lebih juvenil dari pada bahan tanaman yang berada pada tajuk yang lebih tinggi. Hartman et al (1990) - Tipe tunas dari bahan stek . Bahan stek berasal dari batang atau tunas orthotrop dari pohon donor yang berkualitas baik sehingga bibit stek dapat tumbuh tegak dan cepat di lapang. Biakan stek yang berasal dari tunas plagiothrop (tumbuh menyamping) ketika ditumbuhkan di lapang tumbuhnya juga menyamping. - Kebun pangkas Untuk menghasilkan bahan stek yang juveni dengan jumlah banyak dan berkesinambungan diperlukan kebun pangkas yang dikelola dengan teknik tertentu (Irsyal & Smits, 1988). Lokasi kebun pangkas 19
sebaiknya dekat atau dalam areal persemaian. Untuk jenis Dipterocarpaceae diusahakan dipilih lahan yang kondisi tanahnya mengandung mikoriza atau dibawah tegakan yang tajuknya terbuka (intensitas cahaya 50%) (Tolkamp & Leppe, 2002). Untuk jenis-jenis pioner seperti Benuang (Octomeles sumatrana) kebun pangkas memerlukan lahan yang terbuka. Bahan tanaman untuk kebun pangkas dapat berupa biji/buah atau cabutan dari alam yang induknya
teridentifikasi
atau
okulasi
dimana
entrisnya berasal dari pohon plus (Pramono, 2003). b. Media - Media padat. Syarat utama media pengakaran harus porus, drainase dan aerasi baik, serta steril. pengakaran
stek
dapat
menggunakan
Media pasir,
cocopeat, vermikulit (Hartmann at al. 1990) - Media cair. Pembiakan stek juga dapat dilakukan dengan menggunakan media air, yang dikenal dengan sistem water rooting. Sistem ini dikembangkan oleh 20
Wanariset I Samboja (Balai Penelitian Kehutanan Samarinda), Kalimantan Timur untuk jenis-jenis Dipterocarpaceae.
Untuk memberikan oksigen
yang diperlukan dalam proses pembentukan akar ke dalam air digunakan kompresor sebagai sistem aerasinya. Sedangkan bak airnya dapat digunakan bak yang terbuat dari semen. Tempat untuk menyimpan stek (standar) digunakan ijuk yang disusun sedemikian rupa (susunan ijuk dapat dibuka dan tutup) sehingga stek dapat dengan mudah dikeluarkan tanpa menggangu sistem perakarannya. Suhu air selama pengakaran berkisar 27 - 30 C. Untuk sistem ini diperlukan air yang semi steril agar stek tidak terganggu oleh serangan jamur atau bakteri. Untuk itu air perlu diganti setiap 2 minggu sekali.
Selang-selang yang digunakan perlu
disterilkan dengan cara membuka selang tersebut dan kemudian di jemur dibawah sinar matahari.
21
c. Kondisi lingkungan Keberhasilan pembibitan secara vegetatif salah satunya ditentukan oleh kondisi lingkungan / iklim mikro tempat pengakaran stek. Untuk itu pengakaran stek dilakukan pada ruangan (rumah tumbuh atau ruang pengakaran) yang dapat menjaga kondisi lingkungan agar tetap optimal. Ruang pengakaran stek yang secara operasional sudah digunakan oleh beberapa perusahaan dan lembaga penelitian antara lain adalah Rumah Tumbuh ADH-1, Sistem KOFFCO,
MS
( Model
Sungkup ). 1) Rumah Tumbuh ADH-1 Rumah
tumbuh
ini
dikembangkan
oleh
Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan (BP2TP) di Kebun Percobaan Nagrak. Model ini merupakan ruang pengakaran stek sistem penyinaran matahari. Model ini dibagun menggunakan atap permanen dari genteng tanah merah yang dikombinasi dengan genteng kaca. Genteng kaca ini dapat dipindah-pindahkan sesuai dengan fungsinya yaitu mengatur pencahayaan sinar matahari pagi maupun 22
sore yang masuk
sesuai dengan kebutuhan.
Di
bawah atap ini terdapat bak-bak tumbuh yang dibuat dari batako dan dilapisi semen berukuran ( 1,5 m x 1 m x 60 cm ) dengan alas lantai semen. Di dalam bakbak tersebut dapat terdapat pengakaran yang dapat dimodifikasi kondisinya, seperti dapat diberi kerikil atau air ( sesuai dengan sifat dari bahan stek ) di dasar bak-bak tersebut kemudian ditutup dengan fiberglass transparan. Rumah Tumbuh ADH-1 memiliki kondisi pada siang hari (jam 08.00 – 16.00) suhu 25 oC – 30 o
C, kelembaban nisbi udara 85%-90% dan intensitas
cahaya 300 – 10.000 lux (Pramono et.al. 1999). 2) Sistem KOFFCO Sistem ini dikembangkan oleh Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi,
terutama
digunakan
untuk
pembibitan jenis-jenis Dipterocarpaceae. Sistem ini memanfaatkan rumah kaca yang dilengkapi dengan sensor pengatur suhu. Pada saat suhu tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan maka akan terjadi pengkabutan secara otomatis. Pengkabutan ini terjadi dengan cara penyemprotan air melalui nozel23
nozel yang mempunyai lubang-lubang yang sangat halus. Sistem KOFFCO memiliki suhu < 30 oC , kelembaban > 95% dan intensitas cahaya 5.000 – 20.000 lux (Shakai, et al. 1995). Dalam sistem ini bahan
stek
ditanam
di
polypot
kemudian
dimasukkan ke dalam sungkup plastik transparan dan dibawahnya diberi batu-batu kerikil. Hal ini dimaksudkan
untuk
menstabilkan
kelembaban
maupun suhu di dalam sungkup.
24
(Foto : Danu, 2009)
Gambar 7. Rumah Tumbuh Sistim KOFCO Model Sungkup Model Sungkup (MS) ini dikembangkan oleh Balai Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman
Hutan
Palembang. Untuk pembuatan MS ini diperlukan plastik transparan sebagai sungkup, yang dapat dibuka dan ditutup. Bak tempat media atau polibag ditempatkan dalam wadah terbuat dari papan dan diberi batu kerikil 25
yang diberi air. Untuk menopang sungkup digunakan rangka kayu atau besi berbentuk persegi setinggi 100 cm (Longman, 1993), atau berbentuk setengah lingkaran setinggi 60 cm (Djam’an et al , 2003).
Gambar 8. Ruang pengakaran stek model sungkup (Longman , 1993)
26
(Foto : Rina ,2009)
Gambar 9. Ruang Pengakaran Stek Model Sungkup Zat pengatur tumbuh
Untuk menstimulir pertumbuhan akar dan tunas, bagian pangkal stek diberi zat pengatur tumbuh dari kelompok auxin (IBA, IAA, NAA) dan yang banyak digunakan untuk pembuatan stek atau cangkok yang dikenal dengan nama dagang Rootone-F maupun Atonik, sedang dari kelompok
sitokinin terutama Kinetin,
Adenin, zeatin.
27
Cara pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dapat mengunakan cara oles, celup, dan perendaman. 1) Cara Oles ZPT berbentuk tepung atau pasta, dioleskan pada pangkal atau bagian bawah dari stek. 2) Cara celup ZPT berbentuk cair atau ZPT berbentuk tepung dan pasta kemudian dicairkan. Cara celup dipakai apabila dosis/konsentrasi yang digunakan tinggi. Stek diikat, kemudian bagian pangkal atau bawah stek dicelupkan selama beberapa detik atau menit. 3) Cara perendaman ZPT berbentuk cair atau ZPT berbentuk tepung dan pasta kemudian dicairkan. Cara perendaman dipakai apabila dosis/konsentrasi yang digunakan lebih rendah. Stek diikat, kemudian bagian pangkal atau bawah stek direndam selama beberapa menit atau jam.
28
d. Prosedur penyetekan - Bahan stek dipotong dengan ukuran minimal 2 ruas daun (3 nodul). Daun-daun bahan stek dipotong separuhnya dan tunas atau daun muda (Shoot tip) dibuang. - Siapkan media stek seperti campuran sabut kelapa dan sekam padi steril dengan perbandingan 2:1 (v/v). - Media tanam dalam pot-tray terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan menggunakan potongan batang kayu atau bahan lainnya yang telah ditajamkan ujungnya dengan cara menusukkannya ke dalam media.
Pembuatan lubang tanam ini dimaksudkan
untuk menghindari kulit dan ujung stek terluka. - Stek yang telah diberi perlakuan hormon tumbuh ditanam di media pot-tray dan kemudian ditekan dengan menggunakan dua jari untuk memadatkan media agar stek tidak bergoyang akibat percikan air saat penyiraman. - Selesai penanaman kemudian dilakukan penyiraman dengan percikan air yang halus, hindari menggunakan
29
siraman air secara langsung dari tekanan pompa air maupun ledeng. - Pot-tray yang berisi stek diletakan pada ruang pengakaran. - Penyiraman minggu pertama sampai minggu kedua dilakukan setiap 2 hari sekali, kemudian seminggu 2 kali sampai stek berakar. Stek tanaman yang tergolong cepat tumbuh mulai berakar antara 2 – 3 minggu, tergantung jenis tanaman. e. Penyapihan stek Setelah stek berakar, sungkup stek dapat dibuka secara bertahap. Pembukaan sungkup dimulai pada sore hari sekirat jam 4 sore sampai esok hari sekitar jam 8, setelah itu sungkup ditutup kembali sampai jam 4 sore. Tahapan ini dilakukan selama 2 minggu, selanjutnya sungkup dapat dibuka. Stek ini siap disapih ke media persemaian. Media persemaian dan tahapan kegiatan sesuai dengan teknik perbanyakan tanaman secara generatif.
30
2. Okulasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan okulasi adalah : a. Bahan tanaman - Batang pokok (Root stocks ) di dalam polybag - Mata tunas yang berasal dari tanaman lain yang sudah diketahui keunggulannya seperti produksi biji yang banyak atau bentuk batang yang baik. Pada metode ini dilakukan beberapa tahapan okulasi yaitu mulai dari penyediaan kemudian. Di lain sisi, disiapkan pula bahan mata tunas b. Teknik penempelan okulasi - Iris batang pokok (root stock) untuk menyisipkan mata tunas - Sisipkan atau tempelkan mata tunas pada root stocks kemudian diikat, bagian atas (pucuk) dari root stock dibiarkan tumbuh. - Ada beberapa jenis yang membutuhkan sungkup untuk menjaga kelembaban - Beri
sungkup
untuk
setiap
tanaman,
bisa
menggunakan kantong plastik putih transparan 31
agar dapat dikontrol tanpa harus membuka sungkupnya. c. Penyapihan dan pemeliharaan okulasi Setelah beberapa minggu, apabila mata tunas sudah terlihat menempel dengan ditandai pecahnya mata tunas atau paling tidak masih berwarna hijau dan segar maka batang bagian atas dari root stocks dipotong
guna memberi kesempatan kepada tunas
baru untuk tumbuh sempurna.
Apabila mata tunas
sudah terlihat tumbuh sempurna sungkup dapat dibuka untuk memberi kesempatan beradaptasi dengan lingkungan. Setelah tunas-tunas baru tumbuh dengan baik dan berkayu, maka tanaman ini sudah siap untuk di tanam di lapangan.
32
(Foto, Danu, …)
Gambar 10. Teknik okulasi
3.
Penyambungan Pengertian menyambung atau lebih dikenal dengan
istilah adalah menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berbeda sehingga tercapai persenyawaan
sehingga
(Widarto, 1996).
terbentuk
tanaman
baru
Batang bawah disebut root stock 33
dimana berfungsi sebagai pohon pangkal yang sebaiknya memiliki perakaran yang kuat dan tahan terhadap serangan hama/penyakit akar dan batang atas disebut dengan scion. Menurut Hartman et al (1990), ada beberapa tahap proses pertumbuhan pada sambungan, yaitu pada kambium batang atas dan batang bawah pada sambungan akan terbentuk kalus (sel parenchyma). Kalus tersebut bersatu membentuk kesatuan yang saling mengikat (compatibility).
Kemudian
kalus
mengalami
differensiasi sel menjadi sel kambium baru, yang menggabungkan kambium batang bawah dan batang atas. Terbentuk jaringan vaskuler baru, dimana jaringan xylem berada di dalam dan jaringan floem berada di bagian luar a.
Teknik penyambungan Teknik penyambungan yang umum digunakan
adalah sambung pucuk dimana dapat dilakukan dengan cara (a) sambung baji dan (b) sambung pelana.
34
a b
c d
35
f
e
(Foto : Danu, 2010)
Gambar 11. Teknik Penyambungan tanaman meranti dengan sambung baji Keterangan: a. tanaman bawah dipotong setinggi 10 cm, b. tanaman bawah dibelah (celah) sepanjang 1 – 2 cm, c. penyiapan scion dari pohon unggul, d. scion diselipkan pada tanaman bawah, e. sambungan diikat dengan plastik, f. sambungan ditempatkan di ruang tumbuh (Rh: 90% , suhu < 30oC)
Penyambungan
dilakukan
dengan
cara
menggabungkan cabang orthotrop dari tanaman tua yang sudah diketahui keunggulannya dengan tanaman bawah yang berumur muda dengan menggunakan sambung baji atau sambung pelana.
Scion pucuk (batang atas)
dipotong sepanjang 3-4 nodus, daun dipotong dan 36
disisakan ¼ bagian. Kemudian sambungan diikat dan ditutup dengan plastik yang lentur (plastic kemasan es) supaya ikatan bisa semakin kuat dan rapat.
Dalam
proses pengikatan dan pembugkusan sayatan diusahakan jangan sampai ada yang terbuka, karena akan busuk bila terkena air. Penyambungan kambium batang atas dan kambium batang bawah harus betul-betul menempel pada kedua bagian tersebut. Bila diameter batang bawah lebih besar dari diameter batang atas, penyambungan dapat dilakukan pada salah satu kambium batang bawah harus menempel dengan kambium batang atas. Sambungan kemudian disimpan dalam sungkup khusus yang ditempatkan ditempat yang teduh atau ruang pengkabutan yang memiliki kondisi lingkungan yang baik selama ± 20 hari. b. Penyapihan dan pemeliharaan bibit sambungan Tahapan yang dilakukan sebelum dilakukan penyapihan: - Pengecekan sambungan Bila sambungan telah menyatu secara baik, yaitu sekitar 20 hari setelah penyambungan, sungkup 37
dapat dibuka untuk pengecekan dan kegiatan pewiwilan tunas-tunas yang tumbuh pada batang bawah. Pengecekan selanjutnya dapat dilakukan seminggu sekali dengan cara membuka sungkup selama 1 jam pada pagi hari kemudian sungkup plastik ditutup dengan rapat kembali. - Aklimatisasi. Proses aklimatisasi sangat menentukan terhadap keberhasilan penyambungan. Kesalahan proses aklimatisasi akan mematikan tanaman yang baru tumbuh.
Aklimatisasi
dilakukan
terhadap
sambungan yang telah tumbuh yang ditandai dengan terjadinya kompaktibilitas dan munculnya tunas baru. Tahap pertama aklimatisasi dilakukan dengan cara sungkup dibuka pada pagi hari (jam 8 – 10) seminggu sekali, kemudian seminggu dua kali, dua hari sekali, dan setiap hari. Tahap kedua sungkup dibuka dari sore hari sampai pagi selama satu bulan. Tahap ketiga sungkup dibuka sepanjang hari. 38
Tahap keempat bibit dipindahkan ke tempat persemaian terbuka tapi masih memiliki naungan berat (80%) selama 1 bulan kemudian naungan dikurangi menjadi intensitas 50%. Untuk menambah hara dapat disemprot dengan pupuk daun dan bila ada serangan hama dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida. 4. Cangkok a. Bahan dan media Bahan cangkok sebaiknya dari pohon induk yang terpilih: unggul yang nampak kuat, subur, memiliki penampilan fenotipa bagus, tidak terserang hama penyakit, dan cukup umur. Pohon induk sebaiknya tidak terlau muda dan juga tidak terlalu tua. Pada pohon yang terlalu tua, relatif sulit untuk didapatkan bahan cangkok yang memenuhi syarat, sedangkan pohon yang terlalu muda belum diketahui kualitas pohonnya dengan jelas (Wudianto,1999). Berbuah (jika menginginkan buah yang cepat).
39
Cabang yang ortotrop yang berukuran diameter 2-5 cm, sehat, segar dan telah berkayu merupakan cabang yang cukup ideal untuk dicangkok (Kartiko dan Danu, 2000). Cabang yang terlalu muda, hanya mempunyai sedikit persediaan makanan, sehingga pertumbuhan akar cangkok kurang optimal. Media cangkok digunakan media porus, cukup air dan hara, sperti mos, serbuk sabut kelapa, pupuk kandang,
kompos.
Hindari
penggunaan
tanah,
terutama tanah mentah karena jika kering tanah akan mengeras dan berat sehingga dapat mematahkan cabang cangkokan (Wudianto, 1999). b. Teknik pencangkokan Teknik
mencangkok
dapat
menggunakan
cara
cangkok sayat atau cangkok belah. Prinsip utama pembuatan cangkok adalah merangsang bagian batang tanaman untuk berakar dengan cara memutus sistem kambiumnya. Pencangkokan sebaiknya dilaksanakan pada musim penghujan
agar
medianya
tidak
mengalami
kekeringan. Apabila dilakukan pada musim panas 40
atau di daerah yang curah hujannya rendah perlu penyiraman langsung atau sistem infus.
Bahan
pembungkus cangkok dapat menggunakan plastik transparan yang tidak dilobangi agar tidak terjadi penguapan, sehingga media tetap memiliki cadangan air sampai cangkok berakar. c. Hormon dan pupuk Untuk mempercepat terbentuknya akar, biasanya pada luka yang akan tumbuh akar diolesi dengan zat pengatur tumbuh dari kelompok auxin. Pupuk juga perlu diberikan pada media cangkok agar dapat mempercepat pembentukan akar. Jenis pupuk dapat menggukanan NPK dengan perbandingan 15:15:15 atau 13:13:21 sebanyak 5 gram pupuk dalam satu kilogram media (Wudianto, 1999). d. Penyapihan dan pemeliharaan Apabila
perakarannya
telah
sempurna,
batang
cangkok dapat disapih dari pohon induknya dengan cara memotong batang pada arah batang induknya. Setelah itu ditanam pada polybag dengan ukuran yang sudah disesuaikan dengan ukuran cangkoknya, 41
biasanya polybag berukuran diameter lebih dari 30 cm dan disimpan dibawah naungan untuk mencegah respirasi berlebihan.
Cangkok dapat ditanam di
lapangan apabila tunas-tunas baru sudah tumbuh dengan baik dan penampakan tanaman sudah sehat (vigor).
(Foto : Danu, 2010)
Gambar 12. Teknik Cangkok
42
5. Kultur Jaringan Kultur jaringan dikenal dengan sebutan Tissue Culture. Sistem perbanyakan
dengan metoda kultur
jaringan ini menggunakan bagian jaringan atau organ dari suatu tanaman yang ditanam secara suci hama ( steril ) di dalam ruangan maupun media khusus (in vitro) dan akan menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak sampai ribuan dengan sifat yang sama dengan induknya. Prinsip kerja kultur jaringan ini adalah prinsip totipotensi yaitu sebuah sel atau jaringan dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna apabila ditanam pada media yang tepat. Dalam kegiatan kultur jaringan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan bahan tanaman yang juvenil (muda), pH media, konsentrasi dan jenis zat pengatur tumbuh yang akan digunakan, dan yang utama adalah sterilisasi dari keseluruhan tahapan kerja. a. Bahan tanaman (explant) Pengaruh dari bahan tanaman terhadap keberhasilan perbanyakan kultur jaringan antara lain adalah (Pierik, 1987): 43
1) Genotif. Ada perbedaan yang sangat luas dalam hal kapasitas
regenerasi
Tanaman
dikotil
dari
secara
jenis-jenis umum
lebih
tanaman. mudah
beregenerasi dari pada tanaman monokotil, sedangkan tanaman
gymnospermae
mempunyai
kapasitas
regenerasi yang sangat terbatas. 2) Umur tanaman. Jaringan embrionik mempunyai kapasitas regerasi yang tingggi. Misalnya pada jenisjenis sereal, embrio dan benih seringkali dipakai sebagai materi kultur jaringan. Untuk itu bahan kultur jaringan yang digunakan adalah bahan yang juvenil. 3) Umur jaringan atau organ. Jaringan yang masih muda dan lunak (tidak berkayu) biasanya lebih baik untuk dikulturkan dari pada jaringan berkayu yang lebih tua. 4) Status fisiologis. Secara umum organ vegetatif tanaman lebih mudah beregenerasi secara in vitro daripada bagian generatif tanaman. Bagian tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah beregerasi dari pada tanaman yang sudah tua.
44
5) Kondisi kesehatan jaringan. Jika tanaman dalam kondisi sehat ketika proses isolasi, maka cenderung akan lebih berhasil ketika jaringannya dikulturkan. 6) Posisi explant pada tanaman induk. Pucuk yang berasal dari bagian atas tajuk tanaman memiliki kemungkinan lebih kecil dalam pembentukan akarnya daripada potongan yang berasal dari bagian bawah tanaman. Selain itu Pierik (1987) juga menyebutkan bahwa ada faktor-faktor
lain
yang
berpengaruh
terhadap
keberhasilan kultur jaringan,antara lain: ukuran dari eksplan,
pengaruh
perbedaan
tahun,
kondisi
pertumbuhan, dan luas pelukaan. b. Media Media yang digunakan mengandung garam mineral, asam amino, gula, vitamin dan hormon tumbuh dan biasanya ditambahkan agar-agar supaya bahan tanaman (eksplan) dapat berdiri. Ada pula media cair tanpa penambahan agar-agar, hal ini dibedakan sesuai dengan tujuan produk yang akan dicapai. 45
c. Zat pengatur tumbuh (Hormon Tumbuh) Hormon tumbuh (fitohormon) bermanfaat untuk memacu terbentuknya jaringan tertentu dari sel-sel kalus yang
belum
terdifferensiasi.
Dewasa
ini
dikenal
beberapa golongan zat yang temasuk hormon tumbuh, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, dan inhibitor serta etilin. Efektifitas hormon tumbuh tergantung jenis dan konsentrasi yang digunakan. Untuk pembentukan akar dan perpanjangan tunas dapat digunakan hormon tumbuh golongan auksin diantaranyan: Indole acetic acid (IAA), Indole butryric acid (IBA), dan Naphthalena acetic acid (NAA),
2,4-Dichorophenoxyacetic
acid
(2,4-D).
Sitokinin termasuk hormon yang dapat menyebabkan pembelahan sel dan pertumbuhan tunas. Beberapa senyawa yang termasuk golongan sitokinin diantaranya adalah: purine, adenine, kinetin, 6-Benzylamino purine (BA), Zeatin.
46
d. Sarana dan Kondisi lingkungan Faktor-faktor fisik yang berpengaruh keberhasilan kultur jaringan adalah:
terhadap
1) Cahaya (komposisi dan lama pencahayaan). setelah proses penanaman di dalam laminar air flow selesai, seluruh botol kultur ditutup dengan rapat dengan
menggunakan
alumunium
foil
dan
dipindahkan ke ruang kultur dimana suhu dan pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar prosesnya
pertumbuhan
berlangsung
dengan
optimum. 2) Temperatur biasanya pada jenis-jenis tropis suhu dijaga pada 28-29 oc, 3) Kelembaban
udara
harus
dijaga
pada
ruang
pertumbuhan in vitro. 4) Ketersediaan air, oksigen, carbón dioksida, 5) Semua alat dan bahan yang digunakan harus steril Sarana
harus
disterilisasi
untuk
mematikan
mikroorganisma yang menggangu, media disterilkan dengan menggunakan autoclaf pada suhu 100 oc dan tekanan 1 atmosfir selama 1 jam. Sterilisasi eksplan 47
dilakukan dengan cara merendam dengan alkohol, natrium hypoclorit. Tempat penanaman (laminar air flow) dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% dan penyinaran dengan lampu uv selama 1 jam. e. Tahapan pelaksanaan Bahan tanaman dapat berupa bakal tunas, potongan daun muda, batang muda disterilisasi menggunakan alkohol atau larutan NaCl. Kemudian ditanam dalam media agar-agar. Bakal tunas akan tumbuh beberapa tunas baru, kemudian disubkultur sebagai
bahan
perbanyakan atau disubkultur ke media perakaran. Sedangkan potongan daun muda atau potongan jaringan lainnya akan tumbuh kalus, kemudian disub kultur ke media pembentukan tunas, selanjutnya disubkultur lagi ke media perakaran. Media perakan dapat menggunakan media agar-agar atau media pasir. Tahapan pengakaran tanaman hasil kultur jaringan pada media pasir dapat dilakukan sesuai dengan teknik pengakaran stek berukuran kecil (stek mini).
48
f. Penyapihan dan pemeliharaan Penyapihan bibit hasil kultur jaringan yang diakarkan pada media pasir dapat dilakukan sesuai dengan teknik penyapihan stek. Penyapihan bibit hasil kultur jaringan yang diakarkan pada media agar dapat dilakukan dengan cara: bibit dibersihkan dari media agar dengan air mengalir, kemudian disapih pada media pasir yang diberi sungkup selama ± satu bulan. Selanjutnya sungkup dibuka secara bertahap. Bila bibit sudah dapat menyesuaikan dengan lingkungan kemudian disapih ke media persemaian. Tahapan penyapihan dapat dilakukan sesuai dengan teknik penyapihan stek.
49
IV. PEMELIHARAAN A. Pemeliharaan Pemeliharaan persemaian terdiri dari beberapa kegiatan : 1. Penyiraman Cara penyiraman
yang biasa dikerjakan ialah
penyiraman dengan tangan, yaitu menggunakan gembor, dilakukan 2 kali setiap hari, pada pagi hari (sekitar pukul 06-08) dan sore hari (sekitar pukul 15.00-17.00) . Penyiraman harus dilakukan hati-hati, terutama di bedengan/bak untuk menghindari agar kecambah yang masih lemah tidak rusak. 2. Penyiangan Penyiangan
ialah
menghilangkan
rumput
atau
tumbuh-tumbuhanlain (liar) yang tidak diinginkan tumbuh bersama semai maupun di sela sela polybag. Tujuannya ialah membebaskan semai dari persaingan dengan tumbuhan liar dalam hal memperoleh cahaya, udara, airdan unsur-unsur hara.
50
3. Pemupukan Pemupukan dilakukan pada umur 1 bulan setelah penyapihan dengan menggunakan pupuk NPK, dan diulang pada umur 2 bulan, dengan dosis 2 gr per bibit. 4. Pewiwilan Pewiwilan dilakukan setelah tinggi bibit minimal 20 cm dengan membuang daun-daun tua, kering, busuk, atau berpenyakit, dan sisakan 3 pasang daun teratas. 5. Pemotongan Pemotongan akar rutin dilakukan agar akar tidak keluar dari polybag dan menembus ke
dalam tanah.
Pemotongan terakhir minimal 1-2 minggu sebelum bibit didistribusikan. 6. Jarak Jarak antar bibit perlu dijarangkan apabila antar bibit sudah saling bersinggungan atau daunnya saling menutupi. 7. Penyulaman Penyulaman apabila ada bibit yang mati atau hampir seluruh bagian tanaman terserang hama, penyakit. 51
8. Pemberantasan hama dan penyakit Beberapa jenis hama dan penyakit yang biasa menyerang bibit di persemaian adalah sebagai berikut : a. Ulat penggulung daun, -
Disebut
demikian
karena
ulat
dewasa
menghubungkan dua sisi daun sehingga daun menggulung seperti
tabung
panjang. Tabung
tersebut digunakan untuk tempat tinggalnya sambil memakan jaringan daun bagian bawah. Pada gulungan daun tersebut ulat terlindungi oleh benang-benang sutera serta kotoran. -
Pengendalian menggunakan insektisida berbahan aktif permetrin dan BPMC atau insektisda hayati berbahan aktif Bacillus thuringiensis.
52
(Foto : Illa A, 2009)
Gambar 13. Serangan hama penggulung daun
b. Kutu putih -
Dapat menarik fungi embun jelaga yang tumbuh pada embun madu yang dihasilkannya. Hama ini pemakan segala tanaman (polifag).
-
Kutu mengisap cairan tanaman sehingga tanaman menjadi lemah dan pertumbuhannya terhambat. Bahkan kutu daun ini sebagai perantara dari virus yang
menyebabkan
daun
mengeriting
dan
menggulung. 53
-
Pengendalian kutu daun dapat menggunakan insektisida sistemik yang mengandung senyawa organophospor. Dapat juga menggunakan cuka kayu (wood venegar) yang dicampur dengan insektisida
hayati
berbahan
aktif
Bacillus
thuringiensis dengan perbandingan (80 : 20), untuk membuat volume 10 liter diperlukan cuka kayu 8 x 40 cc = 320 cc sedangkan . thuringiensisnya 2 x 4 gram = 8 gram.
(Foto : Illa A, 2009)
Gambar 14. Bentuk kutu putih pada daun 54
c. Penyakit embun tepung -
Sangat mudah diketahui karena adanya lapisan putih seperti tepung di atas permukaan daun atau bagian tanaman lain yang terserang. Daun-daun yang terserang hebat mengalami perubahan bentuk (malformasi) menjadi mengkerut, keriting atau bergelombang, daun menjadi kering dan akhirnya rontok sebelum waktunya. Penyebab penyakit embun tepung adalah fungi Oidium sp.
-
Pengendalian
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan fungisida berbahan aktif benomil dan triadimenol.
(Foto : Illa A, 2009)
Gambar 15. Penyakit embun tepung 55
d. Penyakit bercak daun -
gejala diawali dengan munculnya bercak nekrosis di tepi daun. Penyebab penyakit bercak adalah fungi
Cylindrocladium sp. Fungi mempunyai
hifa bersekat. Hifa membentuk konidiofor yang pada ujungnya bercabang dan menghasilkan konidia berbentuk
sebagai
spora
vegetatif.
Konidia
silindris dan bersekat. Fungi dapat
membentuk spora yang berdinding tebal
yang
disebut klamidospora. -
Pengendalian
penyakit
dapat
menggunakan
fungisida berbahan aktif mankozeb, benomil, dan belerang atau dapat langsung menggunakan tepung belerang
yang dihembuskan pada
permukaan tanaman yang terserang.
56
(Foto : Illa A, 2009)
Gambar 16.Gejala penyakit bercak daun Cylindrocladiium sp.
57
e. Penyakit virus penggulung daun -
Penyakit ini umumnya menyerang pucuk daun muda. Gejala dan tanda penyakit sangat jelas terlihat karena daun yang terserang menggulung dan memutar atau memilin. Penyakit virus ini mengakibatkan
tanaman
pertumbuhannya
terhambat bahkan kerdil. Penyebaran penyakit ini umumnya oleh kutu daun, bila kutu tersebut memakan/mingsap tanaman maka virus akan terbawa dan keluar lagi apabila kutu tersebut menisap tanaman yang sehat. -
Pengendalian
penyakit
adalah
dengan
cara
mengendalikan vektornya (kutu) terlebih dahulu dengan inseksida. Bila terlihat gejala daun mengeriting dan
menggulung maka segeralah
bagian tersebut dipotong dan dimusnahkan agar tidak menular.
58
(Foto : lla A, 2009).
Gambar 17. Gejala penyakit yang disebabkan oleh virus penggulung daun 59
V. AKLIMATISASI DAN PENGANGKUTAN BIBIT A. Aklimatisasi Sebelum dipindah ke lapangan, bibit perlu diadaptasi selama 3-4 minggu untuk menyesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan cara membuka naungan secara bertahap dari 50 % , 30 % sampai terbuka, mengurangi penyiraman serta menjarangkan jarak antar bibit.
60
(Foto, Rina dan Dede, 2009)
Gambar 18. Bibit jati yang belum diaklimatisasi (kiri) dan sudah diaklimatisasi (kanan)
B. Pengangkutan Bibit Pengangkutan bibit merupakan pekerjaan pemindahan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan bibit: Bibit yang akan diangkut terlebih dahulu harus disiram Jumlahnya harus sesuai dengan tata waktu penanaman 61
Pengangkutan hendaknya dilakukan pagi hari atau sore hari Bila perjalanan terlalu lama agar tetap dijaga kelembabannya Untuk pengangkutan dalam jumlah banyak dianjurkan memakai rak C. Ciri Bibit Yang Baik Kegiatan terahir dari pembuatan bibit adalah seleksi bibit sebelum diangkut ke lapangan. Seleksi ini bertujuan untuk memilih bibit yang baik dan memenuhi syarat untuk ditanam di lapangan. Ciri bibit yang baik adalah : - Batang kokoh, berkayu berwarna kecoklatan - Batang tunggal, tumbuh tegak, antara diameter dan tinggi tampak seimbang. - Pucuk sehat, daun segar dan tidak terserang hama atau penyakit. - Media porus dan akarnya kuat mengikat media. Jika bibit dicabut dari polybag maka media dan akar akan membentuk gumpalan yang utuh (kompak).
62
Supriadi & Valii, (1988) membagi kekompakan media menjadi 4 kelas seperti yg tercantum dalam Tabel 4. Tabel 4. Kelas kekompakan media Kelas kekompakan media Utuh
Retak
Patah
Lepas
Uraian/pengertian Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, media dan akar membentuk gumpalan yang kompak, padat dan utuh 100% Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian media yang retak dan media yang terikat/menempel pada akar bibit > 70%. Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian media yang retak dan patah mengelilingi media terbelah dua media yang menempel pada akar 50% - 70%. Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian media yang menempel pada akar < 30%.
Keterangan Pilihan utama
Pilihan kedua
Belum siap tanam dan perlu pemeliharaan lagi di persemaian Belum siap tanam dan perlu pemeliharaan lagi di persemaian
63
(Foto : Rina, 2009)
Gambar 19. Contoh Bibit yang Baik
64
IV. ANALISIS BIAYA A. Biaya Produksi bibit Bibit tanaman bermutu merupakan salah satu faktor produksi dari suatu indutri hutan tanaman. Bibit bermutu dengan harga murah sangat menentukan keberhasilan dan keutungan suatu usaha penanaman hutan. Untuk menyediaakan bibit tersebut diperlukan persemaian yang memadai dan memerlukan biaya cukup besar. Pengadaan bibit dapat dilakukan melalui persemaian permanen dan persemaian sementara. Persemaian permanen umumnya secara fisik berbentuk persemaian modern. Persemaian ini dapat memproduksi bibit dalam jumlah besar dan seragam secara serentak, sehingga persemaian ini bekerja secara mekanis menggunakan peralatan yang modern. Persemaian sementara biasanya dibangun dilokasi
penanaman.
Jangka
waktu
penggunaan
persemaian ini paling lama 5 tahun, bibit yang dihasilkan relatif sedikit, banyak menggunakan tenaga kerja manusia.
65
Kebutuhan biaya persemaian meliputi 1) biaya bangunan, 2) tenaga kerja, 3) sarana pengairan, 4) benih, 5) media, 6) wadah bibit, dan 7) peralatan lainnya. 1. Bangunan Pengadaan bangunan persemaian membutuhkan biaya yang paling besar (Tabel 7). Bangunan persemaian terdiri atas: lahan, shading house, Kantor, workshop, gudang, area jemur benih, resovoir air, meja kecambah, bedengan, meja bibit, pot-tray, peralatan system irigasi, dan peralatan operasional lainnya. 2. Tenaga Kerja Kebutuhan tenaga kerja tergantung pada volume dan tahapan
pekerjaan.
Jumlah
tenaga
kerja
yang
dibutuhkan dihitung dari kemampuan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, misalnya pengisian polybag : - Jumlah polybag yang harus diisi 500.000 buah. - Kemampuan orang mengisi polybag 500 buah/ hari / orang - Untuk menyelesaikan 500.000 polybag dibutuhkan 500.000 : 500 =1000 HOK 66
- Apabila pengisian polybag itu harus selesai dalam 25 hari, maka tenaga yang
dibutuhkan adalah
1000 : 25 = 50 orang - Biaya yang dibutuhkan untuk pengisian polybag : 50 orang x 25 hr x upah setempat 3. Sarana pengairan Penyiraman persemaian sementara (jumlah bibit kurang dari 50.000) dapat dilakukan dengan gembor. Sedangkan pada persemaian permanen (jumlah bibit lebih
dari
50.000)
dapat
digunakan
pompa
penyiraman otomatis atau dengan cara sprinkle (penyiraman lewat sprayer yang dapat berputar seperti air mancur). 4. Benih Kebutuhan benih untuk suatu persemaian tergantung pada beberapa faktor : a. Jumlah bibit yang akan dihasilkan b. Persen kecambah benih c. Persen tumbuh semai d. Jumlah benih per kg
67
Jumlah benih yang dibutuhkan = -------------- x kg axbxcxd Misal : Bibit yang akan dihasilkan 500.000 bibit Persen kecambah 80 % Persen tumbuh 70 % Jumlah benih per kg 50.000 butir 500.000 Jumlah benih yang dibutuhkan = -------x kg= 17,85 kg 80/100 x 70/100 x 50.000 Biaya untuk pengadaan benih sama dengan jumlah benih yang dibutuhkan dikalikan dengan harga benih.
5. Media Umumnya media yang digunakan adalah tanah. Namun penggunaan tanah yang terus menerus dan dalam jumlah yang besar akan merusak lingkungan. Oleh karena itu penggunaan bahan organik sebagai bahan pencampur tanah sangat dianjurkan. Beberapa bahan organik yang dapat digunakan sebagai media pembibitan diantaranya arang sekam padi, serbuk sabut kelapa,serbuk gergaji dsb. Kandungan hara beberapa bahan organik yang dapat dijadikan media persemaian tercantum pada Tabel 5. 68
Tabel 5. Kandungan hara beberapa jenis bahan organik Media Tanah Sabut kelapa Arang sekam padi Sabut kelapa + Arang sekam padi Tanah + Sabut kelapa Tanah + Arang sekam padi Tanah + Sabut kelapa + Arang sekam padi Sabut kelapa sawit Sekam padi Sabut kelapa sawit + Sekam padi Tanah + Sabut kelapa Sawit + Sekam padi Serbuk gergaji Serbuk gergaji + Sabut Kelapa Gambut Gambut + Sabut Kelapa Gambut + Serbuk gergaji
PH (H2O) 5,6 5,9 7,73
C % 3,36 35,03 1,5
N % 0,33 1,93 0,11
K C/N mg/100gr % 19 10,18 182 18,15 0,24 13,64
0,91
P mg/100gr 137 41 26,97 ppm 184
6,4
17,7
39
19,45
5,1 5,8
4,71 4,69
0,24 0,34
129 136
31 78
19,63 13,79
5,9
5,11
0,73
209
106
7,00
5,1 5,3 4,56
26,55 19,27 34,95
2,32 1,82 1,78
1313,4 1558,56 1418,07
384,4 1007,7 422,2
11,44 10,59 19,63
4,57
19,17
1,28
1171,35
170,76
14,98
5,23 5,07
3,99 32,1
0,42 0,58
19,71 -
5,09 -
9,50 55,34
5,04 4,97
4,72 9,27
0,5 1,03
10,54 24,75
10,88 21,76
9,44 9,00
6,61
5,64
0,48
29,8
18,52
11,75
Sumber : Hendromono, 1994; Durahim dan Hendromino, 2001; Kurniaty et al, 2006
69
Biaya pembuatan media dari beberapa bahan organik tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Biaya dan berat media dari beberapa macam bahan organik Media Tanah Sabut kalapa Arang sekam padi + sabut kalapa (1:1,v/v) Tanah+sabut kalapa (1:1,v/v) Tanah + arang skm padi (1:1,v/v) Tanah+sabut kelapa+arang sekam padi ( 1:1:1, v/v)
Ukuran 14 x 20 cm Biaya Berat (Rp) (gr) 223,5 807 274 435 303 426
Biaya (Rp) 82 92 87,5
296 146 123
367,5 272 206,5
95 82 68,5
187 196 191
724 650 576
Ukuran 10 x 15 cm Berat (gr)
Sumber : Kurniaty dkk, 2006
6. Wadah bibit Ada beberpa macam wadah bibit
yang dapat
digunakan, diantaranya adalah polybag dan polytube. Jumlah dan biaya
yang dibutuhkan dari masing
masing wadah bibit dapat dihitung sebagai berikut : a. Kantong plastik/polybag N + (N x Ns) Jumlah polybag yang dibutuhkan =--------x kg Jumlah polybag/kg 70
N = Jumlah bibit yang harus dihasilkan Ns = persen kerusakan polybag Misal : Jumlah bibit yang harus dihasilkan 500.000 bibit Persen kerusakan polybag 10 % Jumlah polybag per kg 500 lembar 500.000 + (500.000x10/100) Jumlah polybag yang dibutuhkan = -----x kg = 1100 kg 500 Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan polybag = 1100 x harga polybag b. Polytube Harga Polytube ukuran 5 x 5 cm (45 tube per tray) : Rp 135.000 Apabila bibit yang harus dihasilkan 500.000 batang, Diperlukan 500.000/45 = 11.111 tray, Biaya yang dibutuhkan untuk 500.000 bibit adalah 11.111 x Rp 135.000= Rp 1.499.985.000 7. Peralatan lainnya Biaya pengadaan peralatan berupa cangkul, sabit, ayakan, ember, gerobak, sapu lidi, gembor, sprayer dan sebagainya tergantung lokasi persemaian tersebut. 71
B. Contoh Analisis biaya persemaian 1. Persemaian permanen Biaya persemaian permanen seluas satu hektar memerlukan biaya bangunan Rp. 7,326,700,000, dengan waktu penggunaan selama 10 tahun (Tabel 7), sehingga setiap tahun terhitung sebesar Rp. 1,427,290,000,-.
Biaya
operasional
tetap
Rp.
209,300,000 per tahun (Tabel 8), dan biaya opreasional tidak tetap Rp. 85,100,000,- per tahun (Tabel 9). Dengan demikian biaya per tahun sebesar Rp. 1,721,690,000,-. Jumlah ini berdasarkan satuan harga tahun 2010 (Subiakto, 2010). Tabel 7. Biaya bangunan 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelompok Biaya Investasi Pengadaan lahan Shading house (15 x 10 m) Kantor (5 x 10 m) Workshop (5 x 10 m) Gudang (5 x 10 m) Area jemur biji (15 x 20 m) Reservoir air (15 x 20 m) Meja kecambah
Unit
Jumlah
Harga/unit
Biaya (Rp)
Biaya/Tahun
-
Umur (TH) -
Ha
1
-
Unit
1
Unit
1
135.000.000
135.000.000
10
13.500.000
Unit
1
45.000.000
45.000.000
10
4.500.000
Unit
1
45.000.000
45.000.000
10
4.500.000
Unit
1
45.000.000
45.000.000
10
4.500.000
Unit
1
18.000.000
18.000.000
10
1.800.000
Buah
30
60.000.000
60.000.000
10
6.000.000
72
-
Kelompok Biaya Investasi
Unit
Jumlah
9
Bak kecambah
Buah
360
10
m2
7500
m2
7500
12
Bahan konstruksi persemaian Upah konstruksi persemaian Batu split
Truk
190
13
Meja bibit
Buah
1176
14
Pot-tray isi 45 tube Peralatan sistim irigasi Upah pemasangan sistim irigasi Konstruksi jalan & parkir Shading net
Set
Peralatan operasional Jumlah biaya Investasi
11
15 16 17 18 19
Unit
23,520 1
Unit/ha
1
m2
2000
meter
7500
Unit
1
Harga/unit
Biaya (Rp)
Biaya/Tahun
21.000.000
Umur (TH) 5
700.000 30.000
10.800.000
2
5.400.000
300.000
2.250.000.000
10
225.000.000
30.000
65.000.000
10
6.500.000
900.000
171.000.000
5
34.200.000
700.000
823.200.000
5
164.640.000
135.000
3.175.200.000
4
793.800.000
80.000.000
80.000.000
4
20.000.000
25.000.000
25.000.000
4
6.250.000
150.000
300.000.000
3
100.000.000
5.000
37.500.000
3
12.500.000
20.000.000
20.000.000 7.326.700.000
1
20.000.000 1.427.290.000
bulan
total gaji/upah
4.200.000
Tabel 8. Biaya operasional tetap No. 1
2
Jenis
Unit
Jumlah
upah/bulan
- Supervisor
Orang
1
2.500.000
12
30.000.000
- Staf adminisrasi
Orang
1
800.000
12
9.600.000
- Teknisi
Orang
16
800.000
12
53.600.000
Gaji
Kesejahteraan - Supervisor
Orang
1
2.500.000
1
73
No.
Jenis
Unit
Jumlah
upah/bulan
bulan
- Staf administrasi
Orang
1
800.000
1
- Teknisi
Orang
16
800.000
1
total gaji/upah 2.500.000 800.000 12.800.000
Jumlah biaya tetap
209.300.000
Tabel 9. Biaya operasional tidak tetap No.
Jenis
satuan
Volume
Harga
Total
Biaya per
harga
tahun
1
Kompos (optional)
ton
40
1.000.000
40.000.000
40.000.000
2
Benih
paket
2
2.000.000
4.000.000
4.000.000
3
Pupuk (3 gr/bibit)
Kg
1100
5.000
5.500.000
5.500.000
4
Listrik
Kwatt
5
Sekam padi
ton
6
Air
M3
7
Administrasi
8
top-soil
9
Transportasi
6.000.000
Jumlah biaya tidak tetap
85.100.000
2.400.000 40
200.000
8.000.000
8.000.000 9.000.000 7.200.000
Ton
20
150.000
3.000.000
74
3.000.000
Besarnya harga dasar bibit setiap satuan bibit dapat ditentukan oleh banyaknya bibit yang diproduksi. Besarnya jumlah bibit yang dihasilkan tergantung pada ukuran bibit yang dihasilkan. Satuan harga bibit ditentukan oleh ukuran wadah media semai. Contoh biaya investasi pembibitan seluas satu hektar (Subiakto, 2010) : a. Wadah bibit : Polytube ukuran 5 x 5 cm (45 tube/tray) Jumlah bibit : 1176 meja x 20 tray x 45 tube = 1.058.400 bibit Tabel 10. Biaya produksi bibit untuk polytube ukuran 5 x 5 cm 1
Biaya Investasi
Rp
1.427.290.000
2
Biaya operasional tetap
Rp
209.300.000
3
Biaya opersional tidak tetap
Rp
85.100.000
Total biaya
Rp
1.721.690.000
Produksi bibit
Bibit
1.058.400
Biaya produksi per satuan bibit
Rp
1.626,69
b. Wadah bibit : Polytube ukuran 3,5 x 3,5 cm (80 tube/tray) Jumlah bibit per Ha : 1.176 meja x 20 tray x 80 tubes = 1.881.600 bibit 75
Tabel 11. Biaya produksi bibit untuk polytube ukuran 3,5 x 3,5 cm 1
Biaya Investasi
Rp
1.809.490.000
2
Biaya operasional tetap
Rp
302.900.000
3
Biaya opersional tidak tetap
Rp
158.800.000
Total biaya
Rp
2.271.190.000
Produksi bibit
Bibit
1.881.600
Biaya produksi per satuan bibit
Rp
1.207,05
c. Wadah bibit : Polytube ukuran 9 x 9 cm (15 tube/tray) Jumlah bibit : 1176 meja x 20 tray x 15 tube = 352.800 bibit Tabel 12. Biaya produksi bibit untuk ukuran polytube 9 x 9 cm 1
Biaya Investasi
Rp
1.068.610.000
2
Biaya operasional tetap
Rp
146.900.000
3
Biaya opersional tidak tetap
Rp
98.340.000
Total biaya
Rp
1.313.850.000
Produksi bibit
Bibit
52.800
Biaya produksi per satuan bibit
Rp
3.724,06
2. Persemaian Sementara Persemaian sementara umumnya dibangun di lokasi penanaman.
Persemaian
sementara
dibangun
menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lokasi. 76
Setiap
hektar
dapat
dibuat
1.176
bedeng.
Bila
menggunakan wadah bibit dengan polybag ukuran 15 x 20 cm dapat menghasilkan 300 bibit/bedeng. Dengan demikian jumlah produksi bibit per hektar sebanyak : 1176 bedeng x 300 kantong = 352.800 bibit.
Biaya
persemaian sementara hanya terdiri atas biaya tidak tetap (Tabel 13). Tabel 13. Biaya produksi bibit pada persemaian sementara No. 1 2 3 4 5
Jenis
Satuan Vol
Kompos (optional) Benih
Ton
36
paket
1
Pupuk (3 gr/ bibit) Polybag
Kg
110 0
Kg
117 6 36
Sekam padi 6 Top-soil 7 Shading net 8 Bambu 9 Lain2 Jumlah Biaya per Bibit
Ton Ton Meter
36 750 0 Batang 500
Harga
Total harga
2.000.000
Umur Biaya per tahun (Rp) 36.000.00 0 2.000.000
1.000.0 00 2.000.0 00 5.000
36.000.000
5.500.000
-
5.500.000
15.000
17.640.000
-
200.000
7.200.000
-
17.640.00 0 7.200.000
150.000 5.000
5.400.000 37.500.000
3
10.000
5.000.000
5.400.000 12.500.00 0 5.000.000 2.000.000 93.240.000 264.29
77
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum). Sumber Energi Biofuel Yang Potensial. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Djam’an, F.D.; Danu, A.A. Pramono. 2003. Kajian Kriteria perbanyakan tanaman hutan secara vegetatif. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor. Durahim dan Hendromono. 2001. Kemungkinan Penggunaan Limbah Organik Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Campuran Top Soil Untuk Mikoriza Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietenia macrophylla King). Buletin Penelitian Hutan no.628.Hal.13-26. Hartmann, H.T., Kester, D.E. and Davies, Jr.F.T. 1990. Plant Propagation, Principles and Practices. Fifth edition. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Hendromono.1994. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral Terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Buletin Penelitian Hutan no.617 : 5564. Kurniaty, R. Budi Budiman dan Made Suartana. 2006. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan Secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor. Longman, K. A. 1993. Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees: Propagation and Planting 78
Manuals. Vol I. Commonwealth Science Council. London. Nugroho A. dan H. Sugito. 2002. Pedoman Pelaksanan Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Cetakan IV. Jakarta. Pierik. R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publisher. Dordrecht. Netherlands. Pramono, A. A. 2003. Produksi Bibit Benuang (Octomeles Sumatrana ) dari Stek. Leaflet. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor. Pramono, A.A., Danu, H.D.P. Kartiko. 2002. Rumah Perakaran Stek ADH-1: Teknik Pembuatan, Kondisi Lingkungan dan Perakaran Stek Yang Dihasilkan. Tekno Benih Vol 7 (1): 46-52. balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbemihan. Bogor. Rahardja, P.C. 1988. Kultur Jaringan: Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Moderen. Penebar Swadaya. Cetakan II. Jakarta. Rusmana dan Danu, 2012. Teknik Produksi Bibit Tanaman Kehutanan. Materi Pelatihan Persemaian. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Shakai, C. Y Yamamoto, Hendromono, D Prameswari, A Subiakto. 1995. Sistem Pendingin Dengan Pengkabutan Pada Pembiakan Vegetatif Dipterocarpaceae. Buletin Penelitian Hutan No. 588. Bogor Subiakto, A. 2010. Analisa biaya Pembuatan Persemaian Modern. Bahan Rapat Persemaian Modern. 79
Supriadi G & Vall, I. 1988. Manual Persemaian ATA267. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. Penerbitan No. 52. Tolkamp dan Leppe, 2002. Pembangunan Kebun Pangkas. Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan - Tropenbos International – SFMF (GTZ) – APHI - IFSP (Danida). Jakarta. Wudianto, R. 1999. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya. Cetakan XIII. Jakarta. Yasman, I. dan W.T.M. Smits, 1988. Metoda Pembuatan Stek Dipterocarpaceae. Edisi Khusus (03). Balai Penelitian Kehutanan. Samarinda.
80