Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan
DAMPAK HASIL EVALUASI BELAJAR (RAPORT) TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS SISWA (Studi kasus di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi ) Pramana Atmadja STKIP PGRI NGAWI Abstrak : Tujuan Penelitian ini adalah : (1) Untuk membuktikan adanya dampak hasil evaluasi terhadap kondisi psikologis siswa di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi (2) Untuk membuktikan adanya perbedaan dampak hasil evaluasi terhadap kondisi psikologis siswa dari desa dan kota di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan observasi dan analisisnya menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dari hasil analisis data yang juga merupakan kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah, maka diperoleh hasil penelitian berikut : Pada dasarnya dampak penerimaan hasil evaluasi (raport) terhadap siswa yang diterima secara merata oleh siswa MTsN Jogorogo, terutama ketika mereka masih berada di kelas VII (satu). Karena pada masa itu mereka masih menjalani masa adaptasi dan interaksi dengan lingkungan yang baru. Namun permasalahan tersebut segera dapat di atasi atau paling tidak dikurangi intensitasnya oleh pihak sekolah, karena pihak sekolah telah mengantisipasinya kemungkinan terjadinya permasalahan tersebut.Secara umum memang ada perbedaan dampak penerimaan hasil evaluasi belajar (raport) di MTsN Jogorogo antara siswa yang memiliki latar belakang kondisi lingkungan geografis dari kota dan desa. Hal itu disebabkan oleh adanya orentasi dan persepsi yang berbeda diantara mereka. Pada umumnya siswa yang berasal dari kota lebih bersifat ekstrovers dalam menerima dampak tersebut, sehingga mereka cenderung lebih cepat dalam mengatasi dampak tersebut. Sedangkan siswa yang berasal dari desa cenderung lebih bersifat introverts, sehingga mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk mengatasi dampak tersebut. Namun seiring dengan waktu dan berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah akhirnya pada saat mereka sudah berada pada kelas VIII dan IX tingkat perbedaan dampak tersebut sudah mulai berbeda tipis bahkan sama. Kata Kunci : dampak, evaluasi belajar, raport, psikologis, siswa. bentuk evaluasi ada beberapa macam, seperti, ujian tulis, lisan, partisipasi siswa di kelas dan sebagainya. Hasil evaluasi tersebut akhirnya terakumulasi dalam nilai raport. Evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui kemajuan atau prestasi
PENDAHULUAN Dalam aplikasi pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah tentu pada akhirnya ingin diketahui hasil dari pembelajaran tersebut. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan prestasi belajar, instrument yang dipergunakan pada umumnya adalah evaluasi. Sedang
40
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan belajar siswa, perlu dilakukan kegiatan evaluasi pembalajaran. Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi yang diterapkan dalam kegiatan pembalajaran. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Fugsi utama evaluasi adalah menelaah suatu obyek atau kedaan untuk mendapatkan informasi yanga tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan (Budi Wiyono, 2004:3). Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi yang dilaksanakan dalam bidang pembelajaran. Dengan kata lain, evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan menelaah atau menilai aspek-aspek dalam kegiatan pembelajaran, baik dari sisi konteks, input, proses, maupun hasil-hasil pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Gronlund dan Lin dalam Budi Wiyono (2004:3) yang mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterprestasi informasi secara sistematis untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembalajaran. Sasaran utama evaluasi pembelajaran adalah informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dalam proses kegiatan pembelajaran.
Suatu kegiatan evaluasi pembelajaran, harus terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran. Untuk itu, desain evaluasi yang dibuat harus terintegrasi dengan desain pengajaran yang disusun. Evaluasi pembelajaran banyak menggunakan tes sebagai instrumen pengumpulan data. Oleh karena itu tes yang dibuat juga harus terintegrasi dengan desain pengajaran yang disusun. Evaluasi pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum, oleh karena itu evaluasi arus betulbetul teintegrasi pula dengan kurikulum yang dibuat. Dasar yang menjadi landasan dalam menyusun kurikulum harus mempertimbangkan factor- faktor sebagai berikut : 1. Filsafat dan tujuan pendidikan 2. Psikologi belajar 3. Faktor anak 4. Faktor masyarakat. Dalam pengembangan kurikulum terdapat sejumlah prinsip dasar yang dipakai sebagai landasan, agar kurikulum yang dihasilkan benarbenar sesuai dengan keinginan yang diharapkan semua pihak, yakni sekolah, murid, orang tua, masyarakat dan pemerintah. Prinsip dasar untuk pengembangan kurikulum , yaitu prinsip relevansi, efektifitas, efisien dan kontinuitas. Orentasi evaluasi pembelajaran yang memperhatikan hal-hal di atas diharapkan hasil dari evaluasi tersebut pada akhirnya tidak memiliki ekses negatif terhadap siswa sebagai peserta didik, karena pada dasarnya tujuan 41
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan pendidikan adalah didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pendidikan yang normatif ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, normanorma dan, atau ukuran tingkah laku yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Sebagai ilmu pengetahuan yang praktis, tugas pendidikan atau pendidik maupun guru ialah menanamkan sistem-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang ditunjang oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Ali Saifullah, 1982:27). Ada tiga jenis program evaluasi utama yang perlu dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu (1) evaluasi program pengajaran, (2) evaluasi proses pembelajaran, dan (3) evaluasi hasil pembelajaran. Tujuan utama dari evaluasi adalah untuk melihat tingkat pencapaian hasil belajar siswa dan pelaksanaannya adalah pada akhir masa permbelajaran (Budi Wiyono, 2004:147). Pendidikan dasar adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 tahun yang diselenggarakan selama 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP atau satuan pendidikan yang sederajat. Penjabaran kurikulum pendidikan dasar 9 tahun disusun dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam bidang pendidikan dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian
dengan lingkungannya, kebutuhan pengembangan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian (Budi Wiyono, 2004:147). Jenis laporan hasil evaluasi cukup banyak, namun yang sering dipakai ialah raport. Dengan menekankan satu jenis laporan ini teknik yang penting untuk dikuasai adalah teknik pengisian buku raport. Pada umumnya nilai raport memiliki pengaruh terhadap kondisi psikologis siswa. Dampaknya sangat jelas terlihat pada masing-masing siswa. Jika nilai mereka bagus maka akan berpengaruh positif terhadap kondisi psikologis siswa tersebut, namun jika hasil nilai yang diterima jelek atau tidak sesuai dengan diharapkan, maka pada umumnya kondisi psikologis siswa akan droup dan cenderung mengalami gangguan psikologis. Pada dasarnya belajar mengajar terkandung di dalamnya dua kegiatan pokok, yaitu kegiatan guru dalam mengajar dan kegiatan murid dalam belajar. Mengajar pada umunya diartikan sebagai usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungannya, termasuk guru, alat pelajaran, kurikulum dan instrumen pendidikan lainnya, yang disebut proses belajar, sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan. Pendidikan pada dasarnya adalah inheren dengan pembentukan prilaku. 42
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan Tidak ada pendidikan agama tanpa pembentukan prilaku dan pembentukan budi pekerti luhur. Pengembangan rana afektif telah menjadi obsesi seorang guru agama. Tentu saja adanya obsesi pada rana afektif tidak berarti rana kognitif (nalar) terabaikan (Saridjo, 1998:74). Terkait dengan landasan penyusunan kurikulum yang harus mempertimbangkan faktor psikologi belajar dan faktor anak, maka dalam model evaluasi dan pembuatan hasil evalusi harus memperhatikan dan mempertingkan efek psikologis peserta didik. Sebuah evaluasi pembelajaran tidak akan ada artinya manakala hasil evaluasi tersebut memiliki dampak negatif psikologis terhadap peserta didik. Sebab hal itu akan bertentangan dengan landasan dasar penyusunan kurikulum dan bertentang tujuan pendidikan, karena proses pembelajaran yang cenderung berpengaruh destruktif pada peserta didik. Sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi hasil pembelajaran itu sendiri. Kondisi hiterogenitas siswa memiliki pengaruh terhadap kondisi psikologis siswa dalam merespon ketika siswa menerima raport (hasil evaluasi). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui adanya perbedaan dampak psikologis siswa yang memiliki latar belakang tempat tinggal di desa dan yang memiliki latar belakang tempat tinggal di kota dalam satu sekolah.
Dengan dasar paparan dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang bersifat studi kasus di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi Kota Ngawi dengan mengambil judul : “Dampak Hasil Evaluasi Belajar (raport) Terhadap Kondisi Psikologis Siswa (Studi kasus di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi)”. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa ada hiterogenitas asal sekolah di sekolah tersebut. Psikologis mengandung kata psyche yang dalam bahasa Yunani berarti jiwa, dan kata logos yang berarti ilmu. Jadi Ilmu jiwa atau psikologis dalam arti luas adalah meliputi segala pemikiran, penggetahuan, tanggapan, tetapi juga khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu. Psikologi meliputi pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat yang telah ditentukan. Terkait dengan penelitian ini peneliti mengkaji lebih spesifik ke wilayah respond dan sikap psikologis siswa ketika mereka menerima raport (hasil Ujian). Siswa atau peserta didik : persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut : Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sfat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sifat 43
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakekat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai makhluk yang harus dididik dan mendidik”(Langeveld, 1981:3031). Bila dijabarkan secara terperinci, tujuan evaluasi pembelajaran adalah : (1) mengetahui kemajuan belajar siswa, (2) mengetahui potensi yang dimiliki siswa, (3) mengetaui hasil belajar siswa, (4) mengadakan seleksi, (5) mengetahui kelemahan dan kesulitan belajar siswa, (6) memberi bantuan dalam kegiatan belajar siswa, (7) memberikan bukti untuk laporan kepada orang tua dan masyarakat (Saridjo, 1998:78). Sedangkan fungsi utama evaluasi pembelajaran adalah untuk (1) memperoleh informasi tentang hasil yang dicapai dalam program pembelajaran, (2) mengetahui relevansi program dengan tujuan yang hendak dicapai, dan (3) sebagai titik tolak untuk melakukan usaha perbaikan, penyesuaian, dan penyempurnaan program pembelajaran (Budi Wiyono, 2004:206). Psiko analisis, suatu aliaran psikologi yang dipelopori Sigmund Freud, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang hidup atas bekerjanya dorongan-dorongan libido (Id) dan memandang manusia sangat
ditentukan masa lalunya. Konsep semacam ini sangat mngkin mengandung pesimisme yang besar pada setiap upaya pengambangan diri manusia (Djamaluddin, 2001:153). Ciri utama aliran ini adala (1) menentukan aktifitas manusia berdasarkan struktur jiwa yang terdiri atas id, ego, dan super ego. Pemaknaan masing-masing struktur ini pada tahap selanjutnya mengalami perkembangan seingga terjadi perubahan dan penyempurnaan dari konsep awalnya, (2) Penggerak utama struktur manusia adalah libido, sedang libido yang terkuat adalah libido seksual. Karena itu, hampir seluruh tingka laku manusia teraktual disebabkan oleh motivasi libido seksual ini, dan (3) tingkat kesadaran manusia terbagi atas tiga alam, yaitu alam pra-sadar ( the preconscious), alam tak sadar (the unconscious), dan alam sadar ( the conscious) (Abdul Mujib, 2001:70).
METODE Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian field research paradigma kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus, alasan penggunaan pendekatan ini karena penelitian ini pada dasarnya ingin mengetahui dampak hasil evaluasi belajar (Raport) terhadap kondisi psikologis siswa antara anak yang memiliki latar belakang dari desa dan dari kota kota (Studi kasus di 44
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi). Pada penelitian ini obyek yang diteliti, permasalahannya ditelaah secara komprehensif, detail dan mendalam, berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antar variabel yang ada. Penelitian ini dilaksanakan di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi, sehingga populasi dan sampelnya dalam penelitian ini adalah para guru dan siswa sekolah tersebut. Adapun jumlah guru yang mengajar di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi berjumlah 28 orang, sedang jumlah seluruh murid adalah 529 orang Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik penggumpulan data diantaranya adalah dengan teknik observasi dan wawancara. Peneliti dalam memaparkan tentang Dampak Hasil Evaluasi Belajar (raport) Terhadap Kondisi Psikologis Siswa di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis, yaitu dengan cara : (1) Menelaah seluruh data sebagian sumber, baik wawancara, observasi dan seterusnya; (2) Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya (abstraktif); (3) Mengkategorikan satuan-satuan itu sambil membuat koding; (4) Mengadakan analisis data.
Adapun dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis deskriprif kualitatif, setelah data dianalisis, maka hasilnya digunakan dalam pengambilan kesimpulan. Dalam pengambilan kesimpulan, Peneliti menggunakan kesimpulan dengan cara induksi, cara induksi yaitu berangkat dari fakta yang khusus, peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus itu hendak ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kondisi siswa MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi yang berasal dari latar belakang lingkungan yang beragram, yaitu dari kota dan desa sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kondisi mental psikologis masing - masing siswa tersebut. Cara mereka dalam bersikap dan merespon terhadap pelaksanaan pembelajaran di sekolah tersebut juga berbeda-beda. Peneliti yang sekaligus juga sebagai guru agama di sekolah tersebut tertarik untuk mengetahui secara detail tentang kondisi psikologis mereka ketika menerima hasil evaluasi belajar (raport) baik dari mereka yang memiliki latar belakang dari desa maupun yang berasal dari kota. Adapun sumber data yang peneliti ambil adalah dari kepala sekolah, beberapa guru dan beberapa 45
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan siswa. Hal itu dimaksudkan agar data yang diperolah dapat diterima dengan lengkap dan komprehensif Sebagaimana di sekolah-sekolah lain kondisi di MTsN Jogorogo terkait dengan dampak penerimaan hasil evaluasi belajar (raport) yang diterima oleh siswa juga memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kondisi psikologis siswa secara umum. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh bapak kepala sekolah dan beberapa guru serta siswa di sekolah tersebut. Umumnya kondisi tekanan psikologis tersebut yang paling besar adalah pada saat mereka masih berada di kelas VII (Satu), berbagai ekspresi muncul dari para siswa baik ekspresi kegembiraan maupun ekspresi kesedihan. Namun luapasn perasaan tersebut terlihat agak tertahan, hal itu lebih disebabkan karena mereka masih menjalani masa adaptasi atau interaksi dengan lingkungan yang baru. Mereka terlihat kurang begitu bebas dalam meluapkan perasaan emosinya atau paling-paling diluapkan bersama dengan teman-teman dekat atau yang menjadi kelompok komunitas mereka. Bagi mereka yang kebetulah memperoleh hasil nilai baik mereka tampak tersenyum-senyum sambil terkesan menahan luapan kegembiraannya, sedang bagi mereka yang mendapatkan hasil nilai kurang baik terlihat lesuh kurang bergairah menahan perasaan sedih. Siswa yang memperoleh nilai baik merasa semakin termotivasi untuk meningkatkan prestasi mereka dan
semakin percaya pada diri sendiri. Sedang mereka yang memperoleh nikai kurang baik, mereka merasa minder dan kurang percaya pada diri sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang merasa takut pulang ke rumah khawatir dimarahi oleh orang tua mereka. Selama ini pihak sekolah sudah berupaya untuk mengatasi kesenjangan tersebut, dengan melakukan langkah-langkah pengarahan dan motivasi pada seluruh siswa khususnya mereka yang berlatar belakang dari desa. Namun sampai sekarang hasilnya masih belum optimal. Hal itu mungkin di sebabkan oleh orentasi stratifikasi social dan status ekonomi mereka berbeda. Rata – rata tingkat keberanian atau partisipasi siswa yang berasal dari wilayah kota lebih besar dan merata, sedangkan mereka yang berasal dari desa tingkat partisipasinya dalam proses pembelajaran lebih sedikit. Kondisi demikian khususnya terjadi pada mereka ketika masih duduk di kelas VII, namun setelah mengikuti proses pembelajaran akhirnya pada saat mereka telah berada di kelas VIII dan sembilan, tingkat keberanian atau pertisipasi dalam proses pembelajaran terlihat mulai agak berimbang. Hal itu menurut hemat saya antara lain di karenakan upaya yang keras dan berkelanjutan dari pihak sekolah dalam memberikan motivasi dan pengarahan kepada mereka bahwa pada dasarnya meskipun mereka memiliki latar belakang yang berbeda 46
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan namun hakekatnya adalah sama. Setiap orang pasti diberikan kelebihan dan kelemahan oleh Tuhan sebagai bukti keadilan-Nya. Kadangkala pihak sekolah juga memanggil pihak orang tua siswa dan diberi pengarahan tentang permasalahan tersebut. Sehingga akhirnya dibuat kesepakatan bersama untuk mencari solusi dan memberikan pengarahan serta motivasi kepada mereka, khususnya orang tua yang berasal dari lingkungan pedesaan. Upaya- upaya tersebut sedikit banyak memang sedikit membaya hasil, namun belum dapat dicapai secara optimal. Hal itu kami sadari karena latar belakang tipologi masayarakat sedikit banyak memang dipengaruhi oleh faktor kondisi geografis masyarakat itu sendiri. Umumnya para siswa yang berasal dari lingkungan kota terlihat lebih santai ketika akan menerima raport dan pada saat mereka telah menerima raport respon sikap mereka juga cenderung terlihat agak biasa. Bagi mereka yang memperoleh nilai baik, rata-rata luapan emosional mereka untuk mengungkapkan luapan kegembiraannya berlangsung tidak lama, sedangkang bagi mereka yang kebetulan mendapatkan nilai yang kurang baik, mereka sedikit menampakkan ekspresi kecewa namun setelah itu mereka bersikap cuek dan berkomunikasi dengan teman-temanya lagi seakan-akan tidak mengalami permasalahan apapun.
Sedangkan siswa yang memiliki latar belakang dari wilayah desa terlihat sangat mencolok sikapnya ketika akan menerima raport, rasa khawatir dan takut terlihat secara jelas di raut wajah mereka, sikapnya terlihat jelas diliputi kecemasan, sehingga nampak sikap-sikap salah tingkah pada perilaku mereka. Pada saat setelah mereka menerima raport, bagi mereka yang memperoleh nilai baik dan terbaik nampak jelas respon sikapnya seakan-akan tak terkendali, ekspresi kegembiraan terlihat meledak-ledak. Sebaliknya mereka yang memperoleh nilai kurang baik juga terlihat jelas perasaan kekecewaannya, wajah yang lesuh tidak bergairah bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menangis, apalagi bagi mereka yang pada saat itu dinyatakan tidak lulus. Namun biasanya hal itu juga telah diantisipasi oleh pihak sekolah agar perasaan-perasaan yang muncul dari para siswa yang memiliki latar belakang wilayah yang berbeda tersebut tidak berlarut-larut. Karena dikhawatirkan akan memiliki pengaruh yang buruk terhadap pelaksanaan proses pembelajaran berikutnya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh pihak sekolah antara lain adalah menenangkan dan memotivasi mereka bahwa nilai raport yang mereka terima bukanlah merupakan segala-galanya, ada hal lain yang lebih penting yaitu tingkat pengamalan atas ilmu yang mereka terima. Ukuran kuantitaif tidak dapat 47
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan dijadikan ukuran sebagai bentuk kualitas seseorang. Dan kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, sehingga siapapun dapat mengalami pasang surut memperoleh nilai dari hasil belajar. Di samping upaya-upaya di atas pihak sekolah juga memantapkannya kondisi psikologis mereka dengan doa, hal itu khususnya dilakukan oleh guru agama. MTsN Jogorogo sebagai sekolah yang berbasis agama tentu juga telah cukup memberikan pengetahuan agama khsusunya masalah akhlak, sehingga tidak terlalu dikhawatirkan tentang kondisi psikologis para siswa. Karena pengetahuan agama yang telah mereka terima diharapkan mampu berperan sebagai kontrol dari sikap dan perilaku mereka. Selain data yang diperoleh dari kepala sekolah, peneliti juga menggali data dari guru khususnya guru yang memegang mata pelajaran agama. Diantara hasil wawancara dengan beberapa tersebut dapat peneliti deskripsikan sebagai berikut : Sebenarnya pendapat dari beberapa guru tersebut hampir senada dengan apa yang telah disampaikan oleh kepala sekolah, namun pada dasarnya pendapat dari beberapa guru tersebut bersifat lebih spesifik atau lebih detail. Pada umumnya nilai kompetensi kecerdasan antara anak yang berasal dari kota dan dari desa tidak ada perbedaan, perbedaan itu lebih pada gaya sikap dan pola berfikirnya saja. Hasil itu bersifat
wajar karena kondisi geografis lingkungan mereka memang berbeda. Termasuk dalam hal berpakaian, anakanak yang berasal dari kota lebih bersifat modis dan inovatif, sedangkan mereka yang berasal dari desa lebih bersifat sederhana dan apa adanya. Dalam hal partisipasi pada pelaksanaan proses pembelajaran anak yang berasal dari kota tingkat partisipasinya lebih dominan secara merata sedangkan anak yang berasal dari desa kurang merata, boleh dikatakan satu berbanding dua (1:2). Kondisi demikian umumnya terjadi pada saat mereka masih duduk di kelas VII, namun seiring dengan berkembangan proses pembelajaran dan juga disertai upaya-upaya dari sekolah untuk mengatasinya, ketika mereka masuk di kelas VIII tingkat perbedaan partisipasi sudah mulai berkurang bahkan boleh dikatakan sama. Diakui oleh beberapa guru bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah tersebut memang merupakan dorongan keras dari bapak kepala sekolah. Karena kepala sekolah MTsN Jogorogo memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap keberhasilan proses pembelajaran, tingkat inovatif dari kepala sekolah cukup tinggi. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Karena ia merupakan pemimpin di lembaganya, maka is harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah 48
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik. Kepala sekolah/madrasah harus bertanggungjawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolaan sekolah secara formal kepada atasannya atau secara informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya. Tingkat kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah MTsN Jogorogo memang demikian, sehingga mampu membawa kemajuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Selain ide dan upaya dari kepala sekolah tingkat partisipasi aktif dari beberapa juga juga tinggi, karena pada umumnya seluruh guru melihat fenomena tersebut pada diri siswa. Sehingga dengan adanya partisipasi aktif dari berbagai pihak tersebut akhirnya permasalahan gangguangangguan psikologis siswa akibat dampak dari penerimaan hasil evaluasi belajar (raport) dapat diantisipasi dan dicarikan solusi yang tepat dan efektif. Langkah yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah adalah senantiasa memberikan pengarahan dan miotivasi bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki tingkat kemampuan yang sama, kondisi geografis atau lingkungan tempat tingal tidak berpengaruh terhadap kemampuan seseorang. Siapa yang ada kemauan untuk berusaha pasti ada kesempatan untuk berhasil.
Disamping langkah-langkah tersebut di atas, ada upaya lain yang juga memiliki peran besar terhadap gangguan psikologis siswa pada saat menerima raport, yaitu perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif, sehingga hal itu memiliki pengaruh terhadap perolehan nilai siswa. Ketika nilai yang diterima oleh siswa minimal baik, maka hal itu secara otomatis akan dapat mengurangi tingkat gangguan psikologis siswa. Selain itu budaya pembelajaran kelompok yang merupakan bagian dari penggunaan metode pembelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas belajar secara kelompok juga dapat memupuk tingkat kebersamaan siswa. Pembelajaran kelompok dapat menyediakan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, sedangkan di pihak guru pembelajaran melalui kelompok ini, kegiatan pokok adalah monitoring terhadap proses kelompok dan kemjuan belajar anggota kelompok dilakukan secara intensif. Di samping itu pembelajaran secara kelompok dapat meningkatkan kerja kelompok dan ketrampilan sosial anak. Belajar melalui kerjaama kelompok, melatih anak untuk bekerja secara bersama-sama. Kerjasama dalam kelompok merupakan praktek belajar yang lebih diterima oleh guru dari pada mengadakan persaingan antar anak dalam kelas. Hal ini tidak berarti bahwa persaingan tidak boleh dalam kelas atau sekolah. Beberapa penasehat 49
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan bekerjasama merasa bahwa persaingan dalam kondisi yang benar dan adanya keselarasan individu atau kelompok dapat menjadi sumber motivasi, keasyikan, kesenangan, tugas yang cepat, permainan ringan dan kegiatan. Mengarahkan siswa kepada tujuan kelompok merupakan hal pertama yang perlu dilakukan oleh guru untuk membentuk siswa di kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat. Para siswa pada umumnya, hadir di kelas dengan tujuan yang berbeda, bahkan mungkin bertolak belakang. Atau, mungkin juga ada yang tidak memiliki tujuan yang jelas. Oleh karena itu, pada awal pembelajaran, guru perlu mengarahkan siswa kepada tujuan kelas, khususnya tujuan pebelajaran Pembelajaran kelompok memang tidak boleh sekedar asal saja, namun harus dirumuskan oleh guru secara lengkap, meliputi mekanisme atau tata cara, metode, tujuan dari pelaksanaan pembelajaran tersebut, dan tujuan dari materi yang ditentukan sebagai topic dalam pembelajaran tersebut. Dengan demikian hasil yang optimal dalam pembelajaran tersebut dapat diharapkan.. Selain upaya-upaya formal yang dilakukan oleh sekolah, ada upaya non formal yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru dalam rangkat mengurangi tingkat perbedaan dintara siswa yang memiliki latar belakang lingkungan yang berbeda dan memberikan motovasi kepada mereka, yaitu pada saat hari raya Idhul Fitrih,
sudah menjadi kegiatan rutin dari para siswa pada hari raya Idhul Fitrih mengadakan silaturrahmi atau kunjungan kepada para guru. Hal itu dimanfaatkan oleh para guru untuk meningkatkan keakraban antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa itu sendiri, sehingga hal itu dapat memupuk kebersamaan mereka dan akhirnya berkurang perasaan minder mereka ketika mengikuti pembelajaran di sekolah. Peran kepala sekolah dalam kepemimpinan adalah kepribadisn dan sikap aktifnya dalam mencapai tujuan. Mereka aktif dan reaktif, membentuk ide dari pada menanggapi untuk mereka. Kepemimpinan kepala sekolah cenderung mempengaruhi perubahan suasana hati, menimbulkan kesan dan harapan, dan tepat pada keinginan dan tujuan kusus yang ditetapkan untuk urusan yang terarah. Hasil kepemimpinan ini mempengaruhi perubahan cara orang berpikir tentang apa yang dapat diinginkan, dimungkinkan, dan diperlukan. Tekanan-tekanan psikologis pada umumnya terjadi pada seluruh siswa baik yang berasal desa maupun dari kota adalah pada saat kelas VII (satu), sebab pada masa itu adalah masa adaptasi, jadi seluruh siswa jika menerima hasil evaluasi belajar (raport) tentu merasa was-was dan khawatir. Muncul perasaan senang yang luar biasa bagi siswa yang hasilnya raportnya baik sebaliknya
50
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan mereka yang nilainya tidak bagus merasa tertekan. Namun karena ada upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengurasi munculnya tekanan psikologis tersebutnya akhirnya para siswa mulai berkurang perasaan tertekannya. Namun pada umumnya siswa yang berasal dari kota lebih cepat mengatasi tekanan psikologis tersebut dibandingkan dengan siswa yang berasal dari desa. Siswa yang berasal dari kota mungkin karena factor kebiasaan mudah dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan bebas dan cepat akhirnya lebih mudah dan cepat dalam mengatasi perasaan-perasaan psikologis tersebut. Pola berpikir dan gaya bergaul yang cenderung agak bebas dan terbuka membantu mempercepat siswa dari kota mengatasi permasalahan tersebut. Sedangkan siswa yang berasal dari desa umumnya membutuhkan waktu untuk mengatasi perasaan-perasaan yang merupakan tekanan psikologis pada saat mereka menerima raport. Bagi mereka yang memperoleh nilai jelas tidak mengalami masalah, sedang bagi mereka yang nilainya kurang baik, terasa sulit dan berat mengatasinya namun seiring dengan perkembangan waktu akhirnya mereka dapat juga mengatasinya meskipun tidak secepat siswa yang berasal dari kota. Pada umumnya siswa yang berasal dari desa awalnya cenderung bersifat introverst (tertutup).
Pembahasan Dari beberapa temuan penelitian di atas, peneliti mencoba membahasnya dengan berpedoman pada landasan teori yang dipaparkan pada bab II. Secara sekilas memang terdapat dampak penerimaan hasil evalusi belajar (raport) terhadap kondisi psikologis siswa. 1. Dampak hasil evaluasi belajar (raport) terhadap kondisi psikologis siswa Berdasarkan hasil penelitian di atas langkah peneliti selanjutnya adalah membahasnya secara umum sebagai berikut : Kondisi dampak psikolgis dari penerimaan hasil evaluasi belajar (raport) terhadap siswa memang juga terjadi di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi. Hal itu termasuk hal yang biasa karena kondisi tersebut juga tentunya terjadi pula di lembagalembaga pendidikan lainnya. Apalagi MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi termasuk lembaga pendidikan agama negeri yang berada di kota Ngawi. Unsur kebanggan dan kekhawatiran tentu menyelimuti para siswa dan orang tua mereka. Namun demikian hendaknya pihak sekolah tidak mengabaikan begitu saja kondisi tersebut, sebab hal itu pada akhirnya akan memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran pelaksanaan proses pembelajaran di lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu perlu ada langkah-langkah konkrit untuk 51
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan mengantisipasinya dan memberikan solusi yang efektif. Jika kondisi psikologis tidak segera ditangani maka kenyamanan mengikuti proses pembelajaran akan hilang sehingga siswa tidak memiliki perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil pembelajaran yang optimal, bahkan mungkin akan mengalami kegagalan. Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya miat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifatsifat murid, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat afektif seperti motivasi, rasa percaya diri, dan minatnya.
hal itu sangat menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Perbedaan kondisi geografis akan berpengaruh terhadap orentasi dan persepsi seseorang, sehingga hal itu akan sangat berpengaruh terhadap pola berfikir dan gaya hidup mereka. Pada umumnya ada perbedaan antara pola piker dan gaya hidup antara orang desa dan kota. Oleh karena itu sedapat mungkin seorang guru dalam mendesain pembelajaran merperhatikan dan mempertimbangkan factor lingkungan geografis yang berbeda tersebut. Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok masyarakat atau manusia bergantung pada kekuatan kaidah tersebut sebagai petunjuk tentang cara-cara seseorang untuk berlaku dan bertindak. Artinya kebudayaan berfungsi selama anggota masyarakat menerimanya sebagai petunjuk perilaku yang pantas. Diakui secara umum bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Lebihlebih jika bangsa itu sedang membentuk watak atau kepribadian yang lebih serasi dengan tantangan zaman. Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi masa dan tranportasi, membawa pengaruh teradap intensitas kontak budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar. Terjadinya kontak budaya asing bukan hanya menyebabkan intensitasnya menjadi lebih besar,
2. Dampak hasil evaluasi terhadap kondisi psikologis siswa yang berasal dari desa dan kota di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi Kota Ngawi Faktor lingkungan sangat menentukan tugas guru pada tahap sebelum pengajaran dalam menyusun satuan pelajaran. Faktor ini harus mendapat perhatian yang serius, sebab 52
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan tetapi juga penyebarannya berlangsung dengan cepat dan luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orentasi budaya yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa. Di samping melahirkan perbedaan kecenderungan kondisi karakter baik introverts maupun ekstroverts, selain itu kondisi perbedaan letak geografis juga dapat berpengaruh terhadap status social. Karena tingkat pertumbuhan dan percepatan ekonomi antara masyarakat pedesaan dan perkotaan terjadi perbedaan. Sehingga mobilisasi perekonomian masyarakat perkotaan lebih besar jika dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal mendasar yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses interaksi sosial seseorang adalah kondisi sosial budaya yang ada pada komunitas masyarakat. Sosial budaya sebenarnya memiliki makna yang sangat luas. Namun dalam konteks ini budaya lebih dikhususkan pada aspek nilai, norma, keyakinan keagamaan dan segenap yang berhibungan dengan penilaian baik dan tidak baik. Melihat realitas yang demikian hendaknya pihak sekolah memiliki daya sensitifitas (kepekaan) dan akhirnya mencarikan solusi yang terbaik sehingga proses belajar mengajar yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tersebut dapat
berjalan dengan lancar dan dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal meskipun peserta didiknya berasal dari lingkungan geografis yang berbeda. Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah terhadap permasalahan kondisi psikologis siswa yang diakibatkan oleh adanya perbedaan latar belakang lingkungan antara lain adalah pemberian pemahaman yang tentang pada dasarnya setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahan, selanjutnya memberikan motivasi dan penguatan agar mereka memiliki semangat atau moboliasi belajar yang kuat. Sehingga akhirnya dampak dari perbedaan tersebut akan hilang dengan sendirinya. KESIMPULAN DAN SARAN Pada dasarnya dampak penerimaan hasil evaluasi belajar (raport) terhadap siswa yang diterima secara merata oleh siswa MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi, terutama ketika mereka masih berada di kelas VII (satu). Karena pada masa itu mereka masih menjalani masa adaptasi dan interaksi dengan lingkungan yang baru. Siswa yang memperoleh nilai baik merasa semakin termotivasi untuk meningkatkan prestasi mereka dan semakin percaya pada diri sendiri. Sedang mereka yang memperoleh nikai kurang baik, mereka merasa minder dan kurang percaya pada diri 53
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang merasa takut pulang ke rumah khawatir dimarahi oleh orang tua mereka. Secara umum memang ada perbedaan dampak penerimaan hasil evaluasi belajar (raport) di MTsN Jogorogo Kabupaten Ngawi antara anak yang memiliki latar belakang kondisi lingkungan geografis dari kota dan desa. Hal itu disebabkan oleh adanya orentasi dan persepsi yang berbeda diantara mereka. Pada umumnya siswa yang berasal dari kota lebih bersifat ekstrovers dalam menerima dampak tersebut, sehingga mereka cenderung lebih cepat dalam mengatasi dampak tersebut. Sedangkan siswa yang berasal dari desa cenderung lebih bersifat introverts, sehingga mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk mengatasi dampak tersebut. Namun seiring dengan waktu dan berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah akhirnya pada saat mereka sudah berada pada kelas VIII dan IX tingkat perbedaan dampak tersebut sudah mulai berbeda tipis bahkan sama. Adapun yang perlu peneliti sampaikan kepada beberapa pihak, antara lain sebagai berikut : Kepada Pihak sekolah hendaknya memperhatikan betul halhal yang berkaitan dengan dampak penerimaan hasil evaluasi belajar terhadap siswa, sebab jika hal itu diabaikan atau tidak segera ditangi akan menjadi permasalahan yang
serius dan akan menganggangu kerberhasilan dalam pelaksanaan proses pembelajaran Kepada Guru, hendaknya ketika membuat desain pembelajaran diupayakan diminiminalisir kemungkinan terjadinya dampak psikologis siswa, dan dipersiapkan langkah-langkah konkrit untuk mengantisipasinya. Sebab jika kondisi psikologis siswa terganggu, maka tidak ada kenyamanan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga hal itu dikhawatirkan akan mengganggu proses pencapaian hasil pembelajaran yang optimal Bagi orang tua, juga diharapkan keterlibatan partisipasinya secara aktif sehingga hal-hal yang terjadi terhadap anaknya terkait dengan dampak psikologis tersebut dapat diantisipasi dan dicarikan solusi yang efektif, tentunya bekerjasama dengan pihak sekolah.
DAFTAR PUSTAKA Alisyahbana, S. Takdir, 1986. Antropolgi Baru, Jakarta : Dian Rakyat Ancok, Djamaluddin, 2001. Psikologi Islami, Yogjakarta : Pustaka Pelajar Azwar, Syaifuddin, 2001. Metode Penelitian Sosial, Yogjakarta: Pustaka Pelajar
54
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi Vol.12 No.2(2013)p40-p55 Pendidikan C.M,Toha, 1990. Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Penerapannya, UMM Press
Malang
:
Partanto, Pius A. , 1994 . Kamuis Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola
Gerungan, W.A, 1991. Psikologi Sosial, PT Eresco, Bandung Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 2, Yogjakarta: FPSI, 1987.
Saifullah, Ali, 1982. Pendidikan Pengajaran & Kebudayaan, Surabaya : Usaha Nasional
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogjakarta: Andi Offset, 1991.
Saputra, Suprihadi, 2003. Strategi Pembelajaran, Malang : UNM Press
Hasibuan, J.J., Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Rosda Karya, 2002).
Soekanto, Soerjono, 1993. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Kartono, Kartini, Gangguan – Gangguan Psikis, Bandung : Sinar Baru, 1981.
Soemardjan, Selo dan Soelaiman Soemardi, 1964. Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta : Fak. Ekonomi UI
Kuntowijoyo, 1999. Budaya & Masyarakat, Yogyakarta : Tiara Wacana
Suwarno, 2001.Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : Aksara Baru Team Dedaktik Metodik IKIP Malang, 1995. Pengantar Pendidikan, Malang : TD IKIP
Moleong, Lexy J., 1993. Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya Mundzir, S dan A.J.E. Toenlieo. , 2004. Pendekatan Dan Teknik Pengelolaan Kelas, Malang : UNM Press
Usman, M. Uzer, 2003. Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosda Karya
Mustopo, H. Habib, 1988. Ilmu Budaya Dasar, Surabaya : Usaha
Wiyono, Bambang Budi, 2004. Evaluasi Pembelajaran, Malang UNM
Notosoedirdjo, Moeljono, 2001. Kesehatan Mental, Konsep dan
55