DINASTI BANI ABASSIYAH, POLITIK, PERADABAN DAN

Download Abstrak. Pada masa kerajaan Abbasiah kekuasaan islam bertambah luas dengan pusat pemerintahannya di bagdad, perluasan kekuasaan dan pengaru...

0 downloads 277 Views 84KB Size
Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

DINASTI BANI ABASSIYAH, POLITIK, PERADABAN DAN INTELEKTUAL A. NAJILI AMINULLAH

Mahasiswa Pasca Sarjana Iaian SMH Banten dan Guru Yayasan Ashabul Maimanah Sampang Tirtayasa Email :-

Abstrak Pada masa kerajaan Abbasiah kekuasaan islam bertambah luas dengan pusat pemerintahannya di bagdad, perluasan kekuasaan dan pengaruh islam bergerak kewilayah timur Asia tengah , Hindia dan perbatasan China. Sikap politik daulah Abasiah berbeda dengan daulah Bani umayyah, Daulah bani Abasiah pemegang kekuasaan lebih merata, bukan hanya dipegang oleh bangsa Arab tetapi lebih demokratis. Masyarakat dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok khusus dan kelompok umum, kelompok umum terdiri dari Seniman ulama fuqoha pujangga saudagar pengusaha kaum buruh dan para petani sedangkan kelompok khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah, pembesar Negara bangsawan dan petugas petugas Negara, dalam perkembangan ilmu pengetahuan, para khalifah banyak mendukung perkembanagan tersebut , serta buku buku bahasa asing banyak diterjemahkan kedalam bahasa arab. Kata Kunci : Bani Abbasiyah, Politik, Peradaban, Intelektual

PENDAHULUAN Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. 17   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-12 ( Ratu Suntiah dan Maslani, 1997:44) Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan Ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah (A. Syalabi. 2008: 175). Pada masa inilah masa kejayaan Islam yang mengalami puncak keemasan pada masa itu berbagai kemajuan dalam segala bidang mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem pemerintahannya. Sejarah Berdiri Khilafah Bani Abbasiyah Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-50) serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Mereka merasa di

18   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

perlakukan tidak adil dengan kelompok Arab dalam hal pembebanan pajak yang terlalu tinggi, kelompok ini lah yang mendukung revolusi Abbasiyah. Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara daerah satu dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman terkenal bermunculan, diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita. Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima), Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan para 19   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani.

KONDISI BANI ABBASIYAH DALAM BIDANG POLITIK Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Ketika Daulah Abasiyah memegang tampuk kekuasaan tertinggi islam, terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat. Kekuasaan bani Abassiyah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang berkisar tahun 132 H sampai 656 H (750 M-1258 M) yang dibagi menjadi 5 periode : 1. Periode pertama (132 H/750 M- 232 H/847 M). Di sebut periode pengaruh Persia pertama. 2. Periode kedua (232 H/847 M- 334 H/945 M). Di sebut masa pengaruh Turki pertama. 3. Periode ke tiga (334 H/ 945 M – 447 H/1055 M). Masa kekuasaan dinasti Buwaih atau pengaruh Persia kedua. 4. Periode ke empat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M). Merupakan kekuasaan dinasti bani Saljuk dalam pemerintahan atau pengaruh Turki dua. 5. Periode ke lima (590 H/1194 M – 565 H/1258 M). Merupakan masa mendekati kemunduran dalam sejarah peradaban islam (Syalabi.1997: 107). Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan 20   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Masa pemerintahan Abu al-Abbas, sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya. Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya,yaitu di Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini alManshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman 21   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah. Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Kesebelah utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India. Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata: Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya) Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, berbeda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti alManshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya. 22   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ArRasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M) (Syamruddin Nst.2007: 83). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandianpemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemahpenerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli dibidangnya masing masing. Ia juga banyak mendirikan sekolah sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi

23   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan. Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tidak terdapat di zaman Bani Umayyah.anatara lain

1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.

24   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah. 3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam.

KONDISI BANI ABBASIYAH DALAM BIDANG INTELEKTUAL Lembaga pendidikan sudah mulai berkembang., pada awal kebangkitan Islam, Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:

1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa. 2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana. 25   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, juga dapat digunakan untuk membaca, menulis, dan berdiskusi.1 Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. kemajuan tersebut paling tidak ditentukan oleh dua hal, yaitu:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia juga sangat kuat di bidang pemerintahan seperti yang sudah disebutkan diatas, Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahanterjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. 2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga 26   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.2

Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut. Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapatpendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) 27   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran Islam dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.[6] Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun ada. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.

28   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles.3 Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.

Kesimpulan Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir. Dari segi politik Dinasti abbasiyah berkuasa sejak tahun 132 H sampai tahun 656 H. Periode pertama (132 H/750 M- 232 H/847 M). Di sebut periode pengaruh Persia pertama. Periode kedua (232 H/847 M- 334 H/945 M). Di sebut masa pengaruh Turki pertama. Periode ke tiga (334 H/ 945 M – 447 H/1055 M). Masa kekuasaan dinasti Buwaih atau 29   

  

Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual

 

A. Najili Aminullah

pengaruh Persia kedua.Periode ke empat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M). Merupakan kekuasaan dinasti bani Saljuk dalam pemerintahan atau pengaruh Turki dua. Periode ke lima (590 H/1194 M – 565 H/1258 M). Merupakan masa mendekati kemunduran dalam sejarah peradaban islam4 Bidang-bidang ilmu pengetahuan umum yang berkembang pada masa dinasti abbasiyah yaitu filsafat, ilmu kalam, ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu hisab, sejarah, ilmu bumi dan astronom.Bidang-bidang ilmu pengetahuan keagamaan berkembang pada masa ini yaitu: ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih, tasawuf. Catatan Akhir 1

Syamruddin Nst, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, Riau : Badan Penelitian dan Pengembangan Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau, 2007, hlm. 83. 2 Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hlm. 49-50 3 Syamruddin Nst, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, Riau : Badan Penelitian dan Pengembangan Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau, 2007, hlm. 83 4 Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hlm. 49-50.

DAFTAR PUSTAKA Ratu Suntiah, dan. Maslani , Sejarah Peradaban Islam, (Bandun: CV. Insan Mandiri,2010) Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 1995 Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2008 Syamsuddin Nst, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, Riau : Badan Penelitian dan pengembangan Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau, 2007, Ma’ruf Misbah Dkk, Sejarah peradaban Islam, Wicaksana semarang 1984

30