Download full proposal

Proposal Penelitian Siklus I. Riset Pelaksanaan Kebijakan JKN pada. Pelayanan Primer. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bekerja sama deng...

21 downloads 394 Views 1MB Size
Proposal Penelitian Siklus I

Riset Pelaksanaan Kebijakan JKN pada Pelayanan Primer Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bekerja sama dengan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan didukung oleh USAID’s Health Finance and Governance Project

1

Daftar Isi Daftar Isi .............................................................................................................................. 2 Abstrak ................................................................................................................................ 3 Latar belakang ................................................................................................................... 4 Tujuan ............................................................................................................................... 4 Tinjauan Pustaka .................................................................. Error! Bookmark not defined. 1. Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Kebijakan Nasional dalam rangka meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat................................................................. 5 1.1 Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ....... Error! Bookmark not defined. 2. Pelayanan Kesehatan Primer di era JKN .................................................................... 6 2.1 Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN ..... 6 2.2 Peran FKTP swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN ... 7 2.3 Perkembangan Jejaring FKTP dengan BPJS Kesehatan ......................................... 8 2.4 Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer ................................... 8 3. Implementation Research tentang JKN di Pelayanan Primer ..................................... 9 3.1 Definisi Riset implementasi................................................................................. 10 3.2 Prinsip Riset Implementasi ................................................................................ 10 Metode Penelitian ............................................................................................................ 11 Sub Penelitian 1: ........................................................................................................... 11 Sub Penelitian 2: ........................................................................................................... 12 Tabel 1. Kerangka Instrumen Penelitian Tahap Kedua ............................................. 14 Sub Penelitian 3: ........................................................................................................... 18

2

Abstrak Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia telah memasuki tahun ketiga. Seperti halnya reformasi kesehatan lainnya di berbagai negara, pelaksanaan JKN di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, dari sisi pemberi layanan kesehatan, pengelola jaminan kesehatan, masyarakat sebagai pengguna, serta pemerintah sebagai regulator program. Berbagai studi telah dilakukan untuk menelaah dampak JKN pada pelayanan kesehatan di Indonesia, namun pemanfaatan hasil studi-studi tersebut untuk menyempurnakan kebijakan masih terbatas. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang optimalnya penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-informed policy) adalah pemangku kebijakan kurang dilibatkan secara langsung dalam proses penelitian. Dalam rangka mendukung pelaksanaan JKN sesuai dengan “Peta Jalan JKN” di Indonesia, perlu dilaksanakan suatu studi yang melibatkan pemangku kebijakan secara langsung, sehingga hasil studi tidak hanya memberi gambaran pelaksanaan JKN, tetapi juga yang dapat langsung memberi masukan kebijakan untuk perbaikan implementasi JKN ke depannya. Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (PPJK – Kemenkes RI) bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (PKMK FK UGM) mengembangkan suatu penelitian implementatif yang berfokus pada pelayanan primer di era JKN. Pengembangan dan pelaksanaan penelitian ini melibatkan pemangku kebijakan di tingkat nasional meliputi: Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri. Riset ini juga telah melibatkan pemangku dan pelaku kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta SKPD yang terkait bidang kesehatan untuk berpartisipasi aktif mengembangkan kerangka dan instrumen penelitian, yang dilakukan dengan kunjungan dan diskusi di tiap provinsi dan kabupaten/kota yang terlibat. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian dapat diterapkan untuk pengembangan kebijakan dan regulasi di tingkat nasional dan daerah. Khusus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, keterlibatan pemangku kebijakan dan SKPD terkait diharapkan dapat memperkaya informasi yang diperoleh serta meningkatkan kelayakan penerapan rekomendasi penelitian di kemudian hari. Hasil pertemuan konsultasi di tingkat pusat dan daerah menunjukkan bahwa regulasi menjadi masalah utama dalam implementasi JKN di lapangan, salah satunya disebabkan oleh kekurangpahaman secara utuh terhadap regulasi JKN sehingga implementasi regulasi JKN belum optimal di lapangan. Regulasi mempengaruhi pelayanan kesehatan primer secara langsung maupun tidak langsung, dari dimensi ketersediaan SDM kesehatan, kapasitas fasilitas kesehatan, peran dinas kesehatan serta pemerintah daerah. Untuk dapat memahami regulasi secara utuh, tahap pertama dari penelitian ini akan difokuskan pada: (1) pemetaan regulasi-regulasi terkait JKN, pelayanan kesehatan primer, serta keduanya baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) identifikasi

3

permasalahan implementasi yang berakar atau dapat diselesaikan dengan regulasi; serta (3) menelaah adanya perbedaan antara implementasi di lapangan dengan rancangan kebijakan JKN di pelayanan kesehatan primer.

Latar belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diluncurkan pada awal 2014 merupakan program jaminan perlindungan kesehatan secara komprehensif, meliputi layanan promotif, promotif, kuratif, serta rehabilitatif yang ditujukan untuk seluruh rakyat Indonesia. Tujuan utama dari jaminan kesehatan ini adalah agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 tahun 2004) dengan cara meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Seiring dengan implementasi dari program ini, seperti halnya program atau inisiatif lainnya yang baru berjalan, berbagai tantangan muncul dan membutuhkan penanganan segera. Salah satu tantangan ini berkaitan dengan berbagai regulasi atau peraturan terkait JKN yang muncul di level nasional, provinsi dan juga kabupaten/kota. Regulasi yang kompleks tentang JKN memiliki potensi tantangan dalam interpretasi, kesiapan pelaksanaannya sendiri, serta sinkronisasi dengan aturan lainnya, termasuk regulasi tentang layanan primer dan sekunder yang sudah ada sebelumnya. Sehingga, regulasi baru ini dapat mempengaruhi implementasi di lapangan. Tantangan lain ada di kesiapan daerah di Indonesia yang sangat beragam, dimana terdapat kabupaten/kota yang telah siap untuk mengelola program JKN dan di sisi lain cukup banyak daerah yang belum memiliki infrastruktur serta sistem pengelolaan yang memadai. Hal ini juga berhubungan dengan situasi internal di daerah tersebut dan juga situasi eksternal yang juga mempengaruhi implementasi kebijakan. Tantangan dalam aspek regulasi dan kesiapan ini juga secara khusus ada di level pelayanan kesehatan primer karena layanan primer merupakan kunci awal dari keberhasilan JKN dalam menjaga kesehatan populasi secara komprehensif. Tanpa pencapaian target di layanan primer, maka tujuan utama JKN tidak akan berhasil. Oleh karena itu, setelah dua tahun implementasi JKN, aspek-aspek yang menjadi potensi tantangan ini perlu segera ditelaah melalui studi sistemtis mengenai pelaksanaan kebijakan dan kesiapan di berbagai daerah yang memiliki lingkungan yang berbedabeda. Studi ini diharapkan akan menghasilkan masukan untuk perbaikan kebijakan dan implementasi program JKN yang tepat melalui fokus di layanan primer untuk mendukung pencapaian program JKN itu sendiri.

4

Tujuan Studi ini bertujuan untuk: 1. Memahami berbagai regulasi dalam kebijakan JKN yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan primer dengan menyusun pemetaan regulasi JKN yang saat ini berlaku baik di tingkat pusat maupun daerah. 2. Memahami apakah regulasi JKN yang saat ini berlaku telah dilaksanakan sebagai mana mestinya 3. Memahami aspek-aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan JKN di fasilitas pelayanan kesehatan primer dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal, eksternal dan lingkungan, proses dan individual di ranah pelayanan kesehatan primer. 4. Memahami dampak dari pelaksanaan kebijakan JKN pada pelaksanaan program di fasilitas kesehatan, meliputi: pelayanan untuk TB dan HIV/AIDS di DKI Jakarta dan Papua 5. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan JKN di pelayanan kesehatan primer.

3. Tinjauan Pustaka Bagian ini akan menmaparkan apa yang sudah diketahui mengenai JKN dan pelayanan kesehatan primer serta pelaksanaannya. Tujuan utama JKN adalah untuk meningkatkan kesehatan dan sejumlah peraturan telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun demikian, penemuan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat multi interpretasi dan kekurangsesuaian dengan konteks daerah terhadap peraturan yang berlaku saat ini sehingga . Ini menekankan perlunya untuk melakukan penelitian implementasi untuk memahami dan meminimalkan kesenjangan antara peraturan dan pengaturan dunia nyata.

3.1 Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Kebijakan Nasional dalam rangka Meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat 3.1.1 Regulasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Dasar utama kebijakan JKN tercantum dalam pasal 28 H Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat” serta pasal 34 yang menggariskan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Kedua pernyataan tersebut kemudian menelurkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). SJSN bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS sendiri terdiri atas 2 bagian, BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program (a) jaminan kecelakaan kerja (b) jaminan hari tua (c) jaminan pensiun (d) jaminan kematian. Dengan disahkannya UU No

5

24 tahun 2011, BPJS Kesehatan menjadi penyelenggara tunggal program jaminan kesehatan. Berbagai peraturan terkait pelaksanaan JKN telah dikeluarkan sebagai petunjuk lebih teknis pelaksanaan JKN di lapangan; beberapa di antaranya sering mendapat sorotan antara lain: Permenkes No 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah daerah, Permenkes No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman pelaksanaan program JKN, dan Permenkes No 59 Tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Peraturanperaturan tersebut telah mengatur berbagai hal terkait besaran dana kapitasi untuk FKTP milik pemerintah dan swasta, jenis pelayanan minimal, serta manajemen dana kapitasi di FKTP milik pemerintah.

3.2 Regulasi dan Implementasi Pelayanan Kesehatan Primer di era JKN FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan primer bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial yang diselenggarakan berdasarkan tatacara dan teknologi praktis, sesuai dengan kaedah ilmu pengetahuan serta diterima oleh masyarakat, dapat dicapai oleh perorangan dan keluarga dalam masyarakat melalui peran aktif secara penuh dengan biaya yang dapat dipikul oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tahap perkembangan serta yang didukung oleh semangat kemandirian dan menentukan diri sendiri (WHO, 1978). Dalam Permenkes 59 Tahun 2014 dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non-spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. FKTP terdiri dari Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara, rumah sakit kelas D pratama, klinik pratama, praktik dokter atau fasilitas kesehatan yang setara dan praktik dokter gigi Dalam sistem rujukan berjenjang yang tercantum dalam Permenkes 28/2014, FKTP harus dapat berfungsi sebagai gatekeeper, yakni mampu menjadi penapis rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan jaminan kesehatan. FKTP berperan sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan pada masyarakat, sehingga FKTP idealnya mampu menjadi fasilitas yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan kesehatan dasar secara paripurna serta memberikan tatalaksana rujukan pada kasuskasus yang memerlukan pelayanan lebih lanjut secara tepat sesuai dengan standar pelayanan medik. 3.2.1 Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN Fungsi dan tugas Puskesmas telah diatur dalam Permenkes No 75 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan 6

upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya. 
 Dalam Permenkes 75 tahun 2014 pasal 4 dan 5 tercantum bahwa Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas menyelenggarakan fungsi: a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya

Diagram 1. Fungsi Puskesmas sebagai Penanggung Jawab Wilayah dan Fasilitas Pemberi Pelayanan Kesehatan Perorangan

Puskesmas menjalankan tugas kesehatan kewilayahan

+

Puskesmas dikontrak BPJS untuk pelayanan primer

Puskesmas memiliki 2 fungsi yang berbeda: 1. Pertama, fungsi Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yaitu Puskesmas sebagai unit publik yang menjadi bagian dari regulator yang mengelola kesehatan kewilayahan, dan menjadi ujung tombak sistem preventif dan promotif. Kegiatan ini banyak didanai oleh anggaran dari Kementerian Kesehatan dan Pemerintah daerah. 2. Kedua, fungsi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yaitu Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang bermitra dengan BPJS untuk memberikan pelayanan primer berupa kuratif, promotif, preventif dan rehabilitatif perorangan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Kegiatan ini khusus untuk peserta BPJS didanai oleh dana kapitasi, non-kapitasi serta dana lain dari BPJS dan untuk bukan peserta BPJS didanai oleh Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah. Khususnya untuk program TB dan HIV/AIDS, baik peserta maupun bukan peserta BPJS masih didanai oleh program vertikal Kementerian Kesehatan.

7

Dampak dari adanya 2 fungsi Puskesmas ini yaitu adanya berbagai sumber dana yang berbeda untuk satu program yang sama, misalnya untuk program pengelolaan penyakit tidak menular Puskesmas dapat memperoleh pendanaan dari BOK maupun Prolanis. Namun di sisi lain, dapat terjadi kekurangan pendanaan pada beberapa program yang tidak menjadi prioritas dari pemerintah pusat ataupun BPJS, misalnya untuk pengelolaan penyakit kronis selain yang tercantum dalam Permenkes Nomor 19 Tahun 2014. Hal lain yang menjadi sorotan yaitu porsi biaya operasional dari dana kapitasi yang masih bersisa tetapi tidak dapat digunakan untuk kegiatan promotif-preventif ke masyarakat karena adanya perbedaan pemahaman mengenai peraturan penggunaan dana di lapangan. Tidak optimalnya pemanfaatan dana ini mengesankan dengan banyaknya dana yang dikucurkan, belum tampak ada peningkatan kinerja pelayanan. Permenkes nomor 99 tahun 2015 yang diluncurkan Desember 2015 telah menjawab adanya perbedaan pemahaman tersebut. Pemantauan terhadap implementasi peraturan tersebut perlu dilakukan untuk memastikan tercapainya kesamaan pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah. 3.2.2 Peran FKTP swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN Klinik Pratama adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan dengan menyediakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus, sedangkan dokter praktik perorangan atau praktik dokter adalah dokter/dokter gigi umum yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar umum dalam rangka upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Permenkes No 9 Tahun 2014 menggariskan bahwa klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau kunjungan rumah. Dengan kata lain, di era JKN FKTP swasta bertanggung jawab atas kesehatan peserta yang terdaftar di dalamnya. Hal yang banyak terjadi saat ini adalah belum terwujudnya fungsi koordinasi antara FKTP swasta ke Puskesmas. Sistem pendataan P-Care yang ada saat ini hanya mewajibkan FKTP swasta melaporkan data kepada BPJS, tetapi tidak kepada Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan. Situasi ini tentu dapat melemahkan fungsi Puskesmas sebagai penanggung jawab wilayah serta Dinas Kesehatan sebagai regulator. Hal ini masih belum sesuai dengan Permenkes 75 tahun 2014 pasal 7 yang menyebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi koordinasi dengan FKTP Swasta, Puskesmas memiliki kewenangan untuk mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya. 3.3 Permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan JKN 3.3.1 Ketimpangan distribusi kepesertaan antar fasilitas Distribusi kepesertaan yang timpang antara berbagai fasilitas, terutama antara fasilitas milik pemerintah dan swasta, merupakan salah satu permasalahan pelaksanaan JKN

8

yang berpotensi menyebabkan pemanfaatan dana kapitasi yang kurang efisien, kualitas pelayanan kesehatan yang minim, beban kerja petugas yang terlalu tinggi, serta rendahnya keberlanjutan fasilitas swasta sebagai mitra BPJS. Jumlah kepesertaan di Puskesmas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan FKTP swasta, yang beberapa penyebabnya yaitu peserta ex-Jamkesmas yang di awal peluncuran JKN terdaftar di Puskesmas serta peserta ex-Askes yang sebagian besar terdaftar di Puskesmas. Peserta dengan keanggotaan bukan mandiri cenderung memiliki utilisasi yang rendah dibandingkan dengan peserta mandiri. Dengan tingginya jumlah peserta di Puskesmas tetapi utilisasi rendah, maka dapat berisiko adanya dana kapitasi yang tidak digunakan. Seperti halnya ditemukan oleh penelitian terdahulu bahwa beberapa Puskesmas memiliki dana sisa yang cukup tinggi (Kurniawan et al, 2015). Tidak meratanya distribusi peserta antara fasilitas milik pemerintah dan swasta juga berpotensi menyebabkan tingginya beban kerja petugas Puskesmas, sehingga dapat mengarah pada rendahnya kualitas pelayanan. Namun demikian, bukti ilmiah mengenai hal tersebut masi minim. Unequal distribution of membership was also occurred among public primary-level facilities, especially between those in cities and the disvantaged-border-island areas (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan - DTPK). Facilities in the more deprived areas tend to have fewer members but much wider catchment area compared to those in the cities. Though not documented in the literature, it is very likely that capitation funds received by facilities in such areas are too low meet their fixed operational costs and thus they could not achieve the performance indicator targets set by the BPJS. 3.3.2 Jumlah Fasilitas Kesehatan yang Meningkat tetapi Masih Belum Mencukupi Terkait kepesertaan, data BPJS Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan 38% untuk kepesertaan JKN dari 117 juta di awal 2014 menjadi 162 juta jiwa di awal 2016. Seiring dengan peningkatan tersebut, jumlah fasilitas kesehatan yang menjadi jejaring BPJS kesehatan pun meningkat. Jumlah Puskesmas di awal tahun 2014 sekitar 9,5 ribu Puskesmas dan menunjukkan ada kenaikan menjadi 9,8 ribu Puskesmas sampai dengan bulan Februari 2016. Sementara itu, jaringan fasilitas kesehatan untuk DPP dan klinik pratama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan meningkat sangat pesat mencapai hampir 3 kali lipat dibandingkan di akhir tahun 2013. Total kenaikan jumlah FKTP baik pemerintah dan swasta sejak awal 2014 sampai Februari 2016 mencapai 43% dari 13,300 di awal 2014 menjadi 18,800 di kuartal pertama tahun 2016. Dengan kata lain, laju kenaikan jumlah fasilitas lebih tinggi dari peserta. Hal ini dapat menyiratkan adanya upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk meningkatkan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan. Namun demikian, banyak daerah di Indonesia mengeluhkan bahwa jumlah fasilitas masih kurang, yang mengindikasikan tidak meratanya distribusi pembangunan fasilitas kesehatan yang dapat menyebabkan dana yang menumpuk terlalu tinggi di satu FKTP dan defisiensi di FKTP lainnya.

9

2.4 Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer Hal penting yang menjadi perhatian banyak pihak adalah besarnya dana yang diterima fasilitas kesehatan tanpa diikuti oleh peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan kesehatan. Sistem mutu yang dikembangkan di Puskesmas selama ini dirasakan kurang memecahkan masalah utama yang dihadapi. Disisi lain, masyarakat saat ini kurang bisa menerima pelayanan yang seadanya dan tidak manjur, sehingga dapat beresiko kesalahan klinik yang fatal (medical error dan kurang diperhatikannya patient safety). Untuk mengatasi hal ini, di tahun 2016 BPJS Kesehatan mulai menerapkan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK) untuk Puskesmas yang berada di ibukota propinsi. Pada tahun 2017, mekanisme ini akan diterapkan kepada seluruh FKTP, kecuali bagi FKTP yang berasa di kawasan terpencil dan sangat terpencil. Pemenuhan komitmen pelayanan dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP yang meliputi: 1. Angka Kontak (AK); 
 2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS); dan 
 3. Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB). 
 Model pembayaran berbasis komitmen ini bertujuan untuk mengukur kualitas layanan yang diberikan FKTP sesuai dengan indikator kinerja serta memotivasi FKTP untuk selalu memberikan kinerja yang terbaik. Dengan demikian, kepuasan peserta terhadap layanan FKTP juga akan meningkat, biaya pelayanan kesehatan rujukan menjadi rasional dan meningkatkan kelayakan penilaian kinerja FKTP (fairness appraisal). Hasil ujicoba sistem pay-for-performance di 4 provinsi menemukan beberapa tantangan antara lain, belum siapnya sistem dan koordinasi pendataan antara Dinas Kesehatan dan BPJS, kurang tepatnya indikator kinerja yang digunakan di beberapa daerah, serta sistem penilaian kinerja yang belum mengakomodir kebutuhan FKTP swasta.

3.4 Implementation Research tentang JKN di Pelayanan Primer 3.4.1 Definisi riset implementasi Riset Implementasi adalah suatu pendekatan ilmiah dalam bentuk pertanyaanpertanyaan mengenai implementasi – cara mengubah sebuah tujuan menjadi dampak, yang mana dalam riset kesehatan dapat berupa kebijakan, program ataupun praktik individual (secara kolektif disebut intervensi). Tujuannya adalah untuk memahami mengapa dan bagaimana suatu intervensi bekerja dalam ‘dunia nyata’ dan untuk menguji pendekatan-pendekatan yang dapat meningkatkan intervensi tersebut. Suatu kebijakan atau program pasti dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti halnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dirancang untuk memperbaiki akses masyarakat ke layanan kesehatan guna meningkatkan status kesehatan masyarakat. Akan tetapi, implementasi di lapangan dapat berbeda-beda, terlebih lagi di Indonesia yang menerapkan sistem desentralisasi pemerintahan. Dalam konteks pembiayaan

10

kesehatan, peluncuran JKN di seluruh Indonesia tentunya memperoleh capaian yang berbeda-beda, dan menghadapi tantangan yang juga beraneka ragam. Di sinilah kita perlu mengidentifikasi adanya gap atau jarak antara implementasi program yang ideal dengan implementasi di lapangan. 3.4.2 Prinsip riset implementasi Dari definisi di atas, prinsip utama dari riset implementasi yaitu: 1. Sistematis. Riset untuk mengidentifikasi dan memahami proses implementasi program di lapangan. Riset ini ingin memotret situasi sistem kesehatan yang bervariasi di lapangan dan tidak berusaha memberi intervensi untuk berusaha menyeragamkan situasi tersebut. 2. Multidisiplin. Riset implementasi berusaha menggali dan menganalisa segala sesuatu yang terjadi dalam implementasi di kehidupan nyata dari berbagai aspek, meliputi sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, lingkungan, institusi, serta situasi demografi dan epidemiologi. 3. Kontekstual. Fokus utama dari riset implementasi yaitu membantu pelaku dan pemangku kebijakan dalam memperbaiki implementasi program dan/atau memperluas cakupan implementasi program. Hasil akhir yang diharapkan yaitu masukan untuk pemangku kebijakan. 4. Kompleks. Riset implementasi bersifat adaptif dan dinamis mengikuti perubahan situasi di lapangan. Berusaha memotret fenomena yang terjadi baik di level nasional maupun sub-nasional. (Peters et al, 2013)

3.4.3 Peran Riset Implementasi dalam Pencapaian Tujuan JKN Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dirancang untuk memperbaiki akses masyarakat ke layanan kesehatan guna meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dari observasi, penelitian dan pendalaman masalah di lapangan, sangat banyak permasalahan implementasi antara lain: 

Puskesmas wajib menyusun perencanaan dan pengganggaran berdasarkan pendapatan mereka. Akan tetapi, sebagian Puskesmas sulit untuk mendapatkan informasi mengenai berapa jumlah peserta yang terdaftar serta jumlah peserta yang fluktuatif dan sulit diprediksi, sehingga Puskesmas mengalami kesulitan dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran.



Kurangnya pengetahuan petugas dan staf di kabupaten/kota terhadap peruntukan dana operasional, yang mengakibatkan absorpsi dana yang rendah.



Fasilitas pelayanan kesehatan primer belum optimal dalam melakukan peran mereka sebagai gatekeeper yang antara lain disebabkan oleh: terbatasnya

11

kompetensi petugas, kekurangan jumlah petugas serta kurangnya peralatan kesehatan.

Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemetaan dan penelaahan regulasi yang saat ini berlaku serta mengaitkannya dengan pelaksanaan JKN di pelayanan kesehatan primer demi menemukan pemecahan permasalahan-permasalahan tersebut. Proses penelaahan ini akan sangat bermanfaat untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan demi tercapainya tujuan JKN. Salah satu metode penelaahan ini yaitu dengan riset implementasi. Riset implementasi mengutamakan paritsipasi aktif pemangku dan pelaku kebijakan dalam proses penelitian. Riset implementasi dapat menjadi suatu alat untuk melakukan identifikasi adanya gap atau jarak antara implementasi program yang ideal dengan implementasi di lapangan.

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif serta penelaahan dokumen. Aspek-aspek yang diteliti dikembangkan berdasarkan kerangka konsep di Diagram 2. Diagram 2. Kerangka Konsep Riset Implementasi dalam Pelayanan Primer di Era JKN

Terdapat 3 sub-penelitian yang dilakukan. Sub-penelitian 1 fokus pada analisis regulasi terkait JKN dan pelayanan kesehatan primer guna mengidentifikasi apakah faktor

12

regulasi atau situasi di lapangan atau keduanya yang menyebabkan kendala dalam implementasi. Hasil dari analisis regulasi akan digunakan untuk pengembangan instrument di sub-penelitian kedua. Hasil dari sub-penelitian 1 dan 2 akan digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan. Kebijakan dan regulasi yang ada saat ini serta opsi kebijakan yang diusulkan akan ditelaah lebih lanjut berdasarkan beberapa indikator implementasi, meliputi: akseptabilitas, adopsi dan kelayakan. Berikut detil dari setiap sub-penelitian: Sub Penelitian 1 – Analisis Regulasi JKN di Pelayanan Primer Di tahap ini berbagai regulasi baik dari tingkat pusat dan daerah akan ditelaah dan ditinjau dari aspek keterkaitan dan kesesuaian satu sama lain. Inisiasi studi mengenai regulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi semua regulasi, baik dalam kerangka JKN maupun dalam penyelenggaraan pelayanan primer di tingkat pusat dan daerah secara intensif dan menyeluruh. Tujuan: Mendapatkan pemetaan yang akurat mengenai regulasi yang mempengaruhi berbagai elemen dalam penyediaan layanan primer. Metode: Desk review, yaitu eksplorasi dan pendataan mengenai berbagai regulasi terkait JKN dan panel pakar (expert panel) di mana berbagai tokoh dengan latar belakang keahlian di bidang pelayanan kesehatan primer memberikan masukan dan opini spesialistik terkait topik tertentu untuk menyoroti dinamika penyusunan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi regulasi yang telah berjalan sebelum dan di era JKN. Berikut contoh regulasi yang terkait pelaksanaan JKN di pelayanan kesehatan primer: a. b. c. d.

Regulasi mengenai manajemen penggunaan dana kapitasi di layanan primer Regulasi mengenai program promotif-preventif di era JKN pada layanan primer Regulasi mengenai sistem rujukan dan rujuk balik Regulasi mengenai kepesertaan PBI

Identifikasi dan analisa regulasi dilaksanakan berdasarkan tahap-tahap berikut:

13

Diagram 1. Metode Analisis Regulasi

Mengidentifikasi isu implementasi JKN yang utama Ketimpangan distribusi kapitasi

Program promotif preventif UKM yang terabaikan

Manajemen dana

Sistem rujuk dan rujuk balik

Kepesertaan

Mengidentifikasi dan memahami regulasi teknis yang membahas 5 isu tersebut di atas Regulasi yang teridentifikasi meliputi: Permenkes, peraturan BPJS, peraturan kementerian lain yang terkait, peraturan lokal

Pelacakan regulasi yang menjadi acuan dari regulasi teknis tersebut di atas Meliputi: Undang-undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden

Mempelajari isi dari regulasi dan kaitannya denan konteks implementasi Mengidentifkasi 'gap ' antara regulasi dan implementasi di lapangan

Desk review juga akan melibatkan universitas jejaring (USU, UNEJ, UNCEN) disertai konsultasi dengan akademisi dan praktisi terkait, seperti pakar hukum dan tata kelola pemerintahan. Kegiatan panel dilakukan dengan 2 (dua) pertemuan konsultasi dengan deskripsi sebagai berikut: 1) Pertemuan konsultasi dengan pakar, dilakukan dengan membahas berbagai fenomena implementasi JKN ditinjau dari sisi regulasi dengan pakar di bidang hukum dan pelayanan kesehatan primer 2) Pertemuan konsultasi dengan pengelola FKTP, dilakukan untuk mendapatkan masukan dari Puskesmas, klinik swasta dan dokter praktik perorangan sebagai pelaksana langsung JKN di lapangan mengenai isu implementasi yang dihadapi Waktu penelitian: Februari – April 2016

14

Luaran: Luaran dari proses ini adalah pemetaan kebijakan berdasarkan permasalahan yang ditemui dan harmonisasinya dengan kebijakan lain di tingkat pusat maupun daerah. Hasil regulasi akan menunjukkan akar masalah dari permasalahan implementasi di lapangan, apakah disebabkan oleh kurang komprehensifnya regulasi, kurang optimalnya dukungan saat implementasi di lapangan, ataupun keduanya, seperti yang ditampilkan gambar berikut. Figure 2. Matriks regulasi dan implementasi

Sub Penelitian 2 – Studi pelaksanaan kebijakan JKN di lapangan Sub Penelitian 2 merupakan studi lapangan sebagai kelanjutan dari Sub Penelitian 1. Pada fase ini, akan diteliti mengenai implementasi regulasi yang telah diidentifikasi pada Sub Penelitian 1. Sub Penelitian 2 akan berfokus untuk menelaah aspek apa saja yang mempengaruhi implementasi regulasi di institusi layanan primer. Tujuan: Memahami aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan di lapangan dengan melihat (a) aspek internal, (b) eksternal, (c) proses, serta (d) individual dengan fokus pada institusi layanan primer Subyek utama: Institusi layanan kesehatan primer publik dan swasta Metode: Pengumpulan data primer (wawancara dan FGD) dan sekunder (data cakupan layanan kesehatan, data dana kapitasi dan utilisasinya) di level provinsi, kabupaten/kota, serta Puskesmas/klinik. Di tiap wilayah yang diteliti, akan dilaksanakan:

15

1. Diskusi kelompok di tingkat provinsi 2. Diskusi kelompok di tingkat kabupaten/kota 3. Wawancara mendalam dengan staf Dinas Kesehatan kabupaten/kota, dengan 2 – 3 orang staf 4. Wawancara mendalam dengan staf Dinas Kesehatan provinsi, dengan 1 – 2 orang staf 5. Wawancara mendalam dengan staf FKTP, dengan 1 – 3 orang staf dan/atau petugas Tabel 1. Perkiraan Jumlah Wawancara dan Diskusi Kelompok

1. Diskusi kelompok di provinsi 2. Diskusi kelompok di kabupaten/kota 3. Wawancara mendalam dengan Dinkes kabupaten/kota 4. Wawancara mendalam dengan staf FKTP

Perkiraan jumlah wawancara atau sesi diskusi 4

Perkiraan jumlah responden yang diwawancara N/A

Perkiraan jumlah partisipan diskusi 6

4

N/A

10

4 – 8 kali wawancara

8 – 16 responden

N/A

80 – 160 kali wawancara

80 – 240 responden

N/A

Waktu penelitian: April – Juli 2016 Pemilihan sampling FKTP: Pemilihan FKTP akan distratifikasi berdasarkan: 1. Status kepemilikan FKTP: publik atau swasta 2. Lokasi FKTP: perkotaan, perdesaan, atau DTPK (tertinggal) Tabel berikut menampilkan jumlah fasilitas per kabupaten/kota

Kab/ Kota

Total Puskesmas

Perkiraan jumlah fasilitas perkotaan

Perkiraan jumlah fasilitas 1) perdesaan

%

1)

%

Total praktek dokter 2) pribadi

Total klinik 3)

%

Wilayah tertingga l

Kab Tapanuli Selatan

16

3

2%

13

33%

3

4

4%

Kab Jember

49

25

20%

24

60%

26

22

26%

Tidak Tidak

Jakarta Timur

86

86

69%

0

0%

5

97

55%

Tidak

16

Kota Jayapura

12

9

7%

4)

3

7%

17

8

13%

4)

Kab Jayawijaya 13 1 1% 12 N/A 1 3 2% Total Puskesmas 176 Catatan: 1) TIdak ada klasifikasi resmi mengenai jenis Puskesmas perkotaan atau perdesaan. Klasifikasi yang digunakan berdasarkan kecamatan di mana Puskesmas terletak. Klasifikasi wilayah perkotaan dan perdesaan berdasarkan Peraturan Kepala BPS No 37/2010 2) Praktek dokte pribadi adalah klinik dengan satu dokter sebagai penyedia pelayanan tunggal, berdasarkan surat izin praktek di klinik tersebut 3) Klinik adala klinik dengan penyedia pelayanan lebih dari satu orang dokter sebagai penyedia pelayanan 4) Klasifikasi daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden No 131/2015

Tidak Ya

Penghitungan jumlah fasilitas yang menjadi subjek penelitian dilakukan dengan metode maximum variance untuk memastikan semua jenis fasilitas ter-sample. Fasilitas akan dipilih secara acak berdasarkan stratifikasi yang telah ditetapkan (lihat tabel 3). Metode snowball akan diterapkan untuk merekrut responden di masing-masing fasilitas. Rumah sakit rujukan akan dipilih secara purposive berdasarkan jumlah penerima rujukan tertinggi dari FKTP di wilayah tersebut.

Table 2. Target Jumlah FKTP yang akan Menjadi Subjek Penelitian di 5 kabupaten/kota

Semua Puskesmas di tiap kabupaten/kota - Puskesmas NonDTPK urban - Puskesmas NonDTPK rural - Puskesmas DTPK urban - Puskesmas DTPK rural Semua FKTP swasta - Dokter praktek pribadi mitra JKN - Klinik mitra JKN Praktek swasta bukan mitra JKN

Total FKTP

Jumlah Sampel Kota Jember Jayapura

Jayawijaya

Total Sampel

5

9

40

5

3

N/A

17

N/A

5

2

N/A

14

N/A

N/A

N/A

N/A

2

2

11

N/A

N/A

N/A

N/A

7

7

186

5

14

12

10

4

45

52

1

2

4

4

1

11

134

2

6

4

2

2

16

2

6

4

4

1

15

12

23

22

15

13

85

All districts

Tapanuli Selatan

Jakarta Timur

176

7

9

10

123

1

9

40

6

2

17

Metode sampling untuk pemerintah daerah Respoinden dari jajaran pemerintah daerah, meliputi: dinkes kabupaten/kota, dinkes provinsi, DPPKAD akan dipilih secara purposif berdasarkan jabatan yang diampu. Perekrutan responden juga akan dilaksanakan menggunakan metode snowball nondiskriminatif. Diskusi akan dilaksanakan sekali di tingkat provinsi dan sekali di tingkat kabupaten/kota. Data analysis: Analisa data akan dilakukan secara tematik. Hasil wawancara dan diskusi akan ditranskripsi oleh pihak ketiga. Informasi dari transkripsi tersebut akan dikelompokkan dan diberi kode tertentu berdasarkan tema yang muncul. Informasi yang telah dikelompokkan tersebut akan dianalisis lebih lanjut. Selama dan setelah pengumpulan data, beberapa langkah berikut akan dilakukan untuk mem-validasi: triangulasi informasi antar institusi responden, merekrut responden sampai saturasi tercapai, cek silang oleh supervisor lapangan ke beberapa responden untuk temuan yang memerlukan, dan refleksi tim dalam bentuk pertemuan validasi data. Validasi data akan dilakukan dalam forum diskusi di mana enumerator, supervisor, tim peneliti dan perwakilan dari Kemenkes akan mendiskusikan hasil pengumpulan data di lapangan. Informasi yang diperoleh dari telaah dokumen ataupun data sekunder akan diintegrasikan dengan informasi kualitatif yang terkumpul. Integrasi ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif.

18

INNER SETTING

Tabel 1. Kerangka Instrumen Penelitian Tahap Kedua Topik utama

Metode

Level / institusi

Kapasitas Puskesmas dalam penyusunan perencanaan - Kapasitas staf - Beban kerja staf Pengelolaan dana kapitasi di Puskesmas - Jumlah dana kapitasi yang diterima - Alokasi dana kapitasi untuk kegiatan operasional, dengan menitikberatkan pada TB dan HIV/AIDS - Alokasi dana kapitasi untuk jasa pelayanan - Proses klaim dan pertanggungjawaban - Mekanisme pengadaan obat dan rekrutment staf (untuk Puskesmas BLUD)

Wawancara Telaah dokumen

Puskesmas urban, rural, DTPK

Wawancara Telaah dokumen

Puskesmas urban, rural, DTPK

Jumlah peserta di fasilitas

Telaah dokumen

Pelaksanaan rujukan dan rujuk balik

Telaah dokumen

Sumber data/ responden (Data source) Kepala Puskesmas Kepala TU Puskesmas

Kepala Puskesmas Kepala TU Puskesmas Data pendapatan dan pembelanjaan Puskesmas Data kegiatan Puskesmas

Puskesmas urban, rural, DTPK FKTP swasta FKRTL Puskesmas urban, rural, DTPK FKTP swasta FKRTL

-

Medical record/register pasien Data dari P-Care Medical record/register pasien Data dari P-Care

19

OUTER SETTING

-

-

-

INDIVIDUAL

PROCESS

-

Supervisi dari institusi eksternal mengenai manajemen dan penggunaan dana kapitasi Koordinasi lintas sektor Pertanggungjawaban dana kapitasi

Diskusi kelompok

Dinkes kab/kota/provinsi Bappeda Pemda (inspektorat) DPPKAD BPJS cabang/regional Organisasi profesi Asosiasi fasilitas kesehatan

Kepala institusi

Proses integrasi Jamkesda pada JKN Proses sosialisasi kebijakan Proses sinkronisasi dengan aturan lainnya

Kualitatif

Puskesmas urban, rural, DTPK

Kepala Puskesmas, Pengelola program (semua: KIA, P2PL, Kespro, dll), staf perencana, staf PKM.

Persepsi dan perilaku staf di FKTP mengenai regulasi dan pengelolaan dana kapitasi Perilaku staf di Dinkes mengenai regulasi dan pengelolaan dana kapitasi Tantangan dalam pelaksanaan

Kab/kota: Dinas kesehatan, Bappeda, DPRD, Pemda (bagian hukum & organisasi), DPPKAD, BJPS Cabang.

Kualitatif

Provinsi: Dinas kesehatan, Bappeda, DPRD, Pemda, BPJS Regional. Puskesmas urban, rural, DTPK FKTP swasta

Kepala institusi, pemegang program terkait Jaminan Kesehatan. Bappeda: Sosbud, bagian monitoring & evaluasi program kesehatan. Kepala Puskesmas, Kepala TU Puskesmas, staf perencana Puskesmas, Direktur FKTP, Bendahara atau bagian keuangan FKTP

20

Sub Penelitian 3: Sub Penelitian 3 merupakan kelanjutan dari Sub Penelitian 2. Pada fase ini, kebijakan JKN untuk pelayanan kesehatan primer ditinjau secara menyeluruh kemudian dinilai aspek-aspek implementasi meliputi: akseptabilitas, adopsi, relevansi, kelayakan, kepatuhan, biaya implementasi, cakupan dan kesinambungan. Kebijakan JKN untuk pelayanan kesehatan primer akan ditinjau dan dinilai berdasarkan kerangka ‘control knobs’ World Bank untuk mengidentifikasi akar permasalahan (lihat Diagram 3). Diagram 3. Konsep 'Control Knobs' Sistem Kesehatan, Harvard - World Bank

SISTEM KESEHATAN

TARGET POPULASI

Pembiayaan

Pembayaran

Efisiensi

Status Kesehatan

Organisasi

Kualitas Kepuasan Pasien Regulasi

Persuasi

Akses Perlindungan terhadap risiko

TOMBOL KONTROL

HASIL HASIL ANTARA ANTARA/ / OUTPUT OUTPUT

DAMPAK/ OUTCOME

Sumber: Marc J. Roberts and Michael R Reich: Pharmaceutical Reform: A Guide to Improving Performance and Equity. World Bank, 2011, p.16

21

Tujuan: Menyusun rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan implementasi JKN di pelayanan primer di lapangan serta menentukan fokus penelitian di siklus kedua Metode: Desk review untuk menganalisa permasalahan implementasi yang teridentifikasi dari sub-penelitian 2 dengan melibatkan ahli kesehatan, ahli kebijakan, pemangku kebijakan, akademisi, praktisi dan organisasi profesi akan dilaksanakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan apa yang perlu dikembangkan dan ditelaah lebih lanjut. Serangkaian diskusi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dilakukan untuk membahas aspek-aspek implementasi, kebijakan yang saat ini berlaku serta rekomendasi kebijakan. Wawancara mendalam dengan masing-masing institusi tingkat nasional akan dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari desk review dan kunjungan lapangan. Waktu penelitian: Juli – September 2016

Outcome Implementasi Akseptabilitas

Definisi Operasional Persepsi di antara stakeholders (penerima layanan, PPK, manajer, pembuat kebijakan) bahwa intervensi bisa dilakukan

Indikator potensial -

-

Adopsi

Langkah, keputusan awal atau tindakan yang diambil untuk mencoba menggunakan suatu intervensi baru

-

-

Ketepatan

Perasaan cocok atau relevan terhadap suatu intervensi dalam kondisi tertentu atau untuk target audience/masalah tertentu (misalnya penyedia layanan atau penerima layanan)

-

-

Bagaimana akseptabilitas dari kebijakan yang kini ada terkait sistem pembiayaan dan pembayaran? Bagaimana kebijakan ini bisa dikembangkan untuk meningkatkan akseptabilitas? Tindakan yang diambil untuk mengadopsi atau menyesuaikan dengan regulasi/program Rencana untuk menyesuaikan dengan apabila ada perubahan regulasi atau kebijakan Apakah sistem pemerintahan dan kesehatan yang ada di daerah saat ini sesuai untuk implementasi JKN? Bagaimana rekomendasi 22

Kelayakan

Sejauh mana suatu intervensi dapat dilakukan dalam suatu lingkungan atau organisasi tertentu

-

-

Kepatuhan

Sejauh mana suatu intervensi dilaksanakan seperti yang dirancang dalam protokol, rencana, atau kebijakan

-

-

-

kebijakan dilakukan supaya dapat meningkatkan pelaksanaan JKN? Bagaimana kelayakan sistem pembiayaan dan pembayaran JKN untuk diterapkan di daerah? Bagaimana kebijakan dapat dikembangkan untuk meningkatkan kelayakan pelaksanaan JKN di daerah? Bagaimana pencapaian pelaksanaan kebijakan JKN saat dalam menjangkau populasi yang rentan? Bagaimana rekomendasi kebijakan yang perlu disusun untuk memastikan JKN mencapai tujuan tersebut? Bagaimana kepatuhan kebijakan daerah terhadap kebijakan nasional terkait JKN?

23

Referensi 1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 4. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah 5. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah 11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional 12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat 13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

24