DUKUNGANKELUARGA DENGAN HARGA DIRI PASIEN FRAKTUR USIA REMAJA DI RUANG RAWAT JALAN RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH HALMAHERA SIAGA BANDUNG Family Support Toward Self Esteem of Patient with Fracture In Out-Patient Department, Halmahera Hospital, Bandung Lia Juniarni1*, Rika Holipatul Marlina2 Email:
[email protected]
Abstrak Fraktur yang terjadi pada remaja dapat mengakibatkan perubahan fisik dan menyebabkan perubahan harga diri. Pendekatan yang dapat diberikan untuk meningkatkan harga diri adalah dukungan dari keluarga sebagai sumber utama dari cinta, penghargaan dan dukungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Khusus Bedah Halmahera Siaga Bandung. Penelitian ini menggunakan metode studi korelasi non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Jumlah populasi penelitian adalah 296 pasien dengan sampel sebanyak 46 responden yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampling kuota. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (58,7%) dalam kategori mendapat dukungan dari keluarga dan sebagian besar responden (60,9%) dalam kategori memiliki harga diri tinggi. Analisis data menggunakan spearman rank dengan ρ-value 0,000 < α (0,05) dan koefisien korelasi 0,865. Artinya terdapat hubungan yang sangat kuat dan bermakna antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Khusus Bedah Halmahera Siaga Bandung dengan arah korelasi positif, yakni semakin tinggi dukungan keluarga semakin tinggi harga diri. Diharapkan keluarga dapat memberikan dukungan secara menyeluruh dari aspek dukungan instrumental, informasional, emosional dan appraisal pada pasien fraktur sehingga dapat meningkatkan harga diri pasien fraktur.
Kata kunci: Dukungan Keluarga, Fraktur, Harga Diri, Remaja. Abstract Fractures that occur in adolescents can lead physical change and change of self-esteem. The approach that can give to improve the self esteem is family support as the primary source of love, respect and support. The goal of research is to know the correlation between family support with self-esteem of adolescents patient fracture at space outpatient in Halmahera Siaga Bandung Special Surgical Hospital. The research is used correlation study methods non experimental with cross sectional approach. The amount of population of the research are 296 patients with 46 samples of respondents that are got by using quota sampling technic. The result of research shows the most of respondents (58,7%) had supporting from families and the most of respondents (60,9) had high self-esteem. Data analysis is used spearman rank with ρ-value 0,000 <α (0,05) and correlation coefficient 0,865. There are relation that very strong and meaningful between family support with self-esteem of adolescents patient fracture at space outpatient in Halmahera siaga Bandung special surgical hospital with positive correlation, namely that higher family support, higher the self-esteem. Families are expected to provide comprehensive support from the aspects of instrumental support, informational, emotional and appraisal to the patients fracture who can improve self-esteem of patients fracture.
Keywords: Family Support, Fracture, Self Esteem, Adolescents.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
17
PENDAHULUAN Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan bahwa fraktur di Indonesia terjadi sebanyak 40,6% akibat kecelakaan dan 40,9% fraktur terjadi akibat jatuh. Masalah cedera ini mengalami peningkatan dari 7,5% pada tahun 2007 menjadi 8,2% pada tahun 2013. Fraktur yang terjadi pada remaja dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun psikologis dan menyebabkan perubahan konsep diri (Hidayatun, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Hidayatun (2010), dari 32 remaja yang mengalami fraktur, 17 orang (53,1%) mengalami konsep diri negatif. Konsep diri terdiri dari citra diri, ideal diri, peran, harga diri dan identitas diri. Perubahan yang terjadi pada citra diri, peran, ideal diri atau identitas diri akan menimbulkan masalah pada harga diri, karena harga diri merupakan konsep diri yang bersifat umum (Muhith, 2015). Harga diri meningkat seiring bertambahnya usia dan paling terancam selama masa remaja (Stuart, 2016). Apabila individu memiliki harga diri rendah, akan muncul masalah hubungan interpersonal, masalah dalam sekolah dan pekerjaan, ketergantungan zat, depresi atau gangguan mental lainnya (Sarandria, 2012). Pendekatan yang dapat diberikan untuk meningkatkan harga diri adalah dengan penerimaan, kepedulian dan dukungan sosial (Sarandria, 2012). Berdasarkan penelitian Nurmalasari (2007) pada remaja penderita penyakit lupus, diketahui bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi harga diri pada remaja penderita penyakit lupus. Sumber dukungan sosial dapat diperoleh dari anggota keluarga, teman dekat, tetangga, rekan kerja dan profesional (Tardy dalam Peterson dan Bredow, 2009). Keluarga adalah aspek dukungan sosial yang penting bagi tingkah laku remaja, karena tingkah laku remaja yang positif berkembang dari keluarga yang suportif (Santrock, 2003). Hasil penelitian dari Hafidz, Azza dan Komarudin tahun 2015 diketahui bahwa harga diri seseorang yang positif merupakan hasil dari adanya dukungan keluarga. Keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk membangun Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
harga diri anggota keluarganya dengan baik akan merusak harga diri anggotanya (Harefa, Saragih dan Nursamah, 2012). Pentingnya dukungan keluarga juga didukung oleh tugas dari keluarga dalam memberikan perawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya (Friedman, 2010). Keluarga juga merupakan sumber utama dari cinta, penghargaan dan dukungan (Friedman, 2010). Dalam penelitian Lestari, Arwani dan Purnomo (2013), setiap individu mempunyai standar dan nilai tersendiri seberapa dirinya mampu, berarti dan berharga berdasarkan dukungan yang diberikan oleh keluarga sehingga hal ini mengakibatkan kekuatan hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri. Ruang rawat jalan dipilih sebagai tempat penelitian karena pasien rawat jalan mulai kembali menjalankan aktivitas dan bersosialisasi dengan masyarakat. Hal tersebut akan mempengaruhi harga diri pasien fraktur, karena harga diri dipelajari mulai dari kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain (Muhith, 2015). Pelayanan keperawatan diberikan tidak hanya untuk upaya promotif, preventif dan kuratif, namun juga rehabilitatif dan resosialitatif. Resosialitatif melibatkan peran serta aktif masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan memelihara kesehatan. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, bila salah satu anggotanya mempunyai masalah kesehatan, akan mempengaruhi anggota yang lain (Effendy, 1997). Dukungan dari keluarga diperlukan oleh pasien rawat jalan karena keluarga selalu dilibatkan dalam perencanaan, perawatan, pengobatan, persiapan pemulangan pasien dan rencana perawatan tindak lanjut di rumah (Siburian dan Wahyuni, 2012). Setelah dilakukan wawancara pada empat pasien, 75% pasien mengatakan aktivitasnya terganggu sehingga memerlukan bantuan dari orang lain dalam memenuhi aktivitas sehari-hari. Seluruh pasien yang berobat ditemani oleh ibu pasien. Berdasarkan keterangan dari ibu pasien, 50% ibu membantu pasien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dan ibu pasien senantiasa mendengarkan keluhan pasien serta memberi 18
solusi untuk menyelesaikan masalah yang dikeluhkan pasien. Sebanyak 75% pasien yang diwawancara mengatakan menerima keadaannya sekarang. 25% pasien merasa malu dengan keadaannya karena saat beraktivitas di luar rumah mengharuskan pasien menggunakan crutch sebagai alat bantu jalan sehingga membuat pasien merasa berbeda dengan orang lain dan menjadi pusat perhatian orang lain. Berdasarkan data dan uraian fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Khusus Bedah Halmahera Siaga Bandung”. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi korelasi noneksperimental dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung dengan jumlah pasien selama 3 bulan sebanyak 296 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling kuota, artinya pengambilan sampel dilakukan dengan cara menentukan ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang telah ditentukan (Hidayat, 2014). Jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian sebanyak 46 responden dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut. Kriteria Inklusi: pasien yang tinggal bersama keluarga besar, pasien yang bersedia dijadikan responden. Kriteria Eksklusi: pasien yang mengalami gangguan bicara, pasien yang tidak dapat mengisi kuesioner, pasien dengan komplikasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dalam bentuk pernyataan tertutup. Instrumen yang digunakan untuk meneliti dukungan keluarga pada pasien fraktur dan harga diri pasien fraktur. Setelah kuesioner yang telah diisi responden diolah dan dijumlahkan hasilnya, dilakukan uji normalitas untuk mengetahui ukuran pemusatan data. Jika hasilnya normal, pemusatan data menggunakan mean, jika hasilnya tidak normal, Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
pemusatan data menggunakan median. Untuk melakukan uji normalitas data, peneliti menggunakan uji shapiro-wilk. Rumus ini digunakan untuk jumlah sampel <50 orang (Dahlan, 2014). Berdasarkan uji normalitas, diketahui nilai ρ dukungan keluarga 0,001 < 0,05 sehingga ukuran pemusatan data menggunakan median. Variabel dukungan keluarga dalam kategori mendukung jika skor jawaban responden sama dengan atau lebih besar dari nilai median (≥ 73,00) dan dukungan keluarga dalam kategori tidak mendukung jika skor jawaban responden lebih kecil dari nilai median (<73,00). Variabel harga diri juga berdistribusi tidak normal karena mempunyai nilai ρ 0,000 < 0,05 sehingga ukuran pemusatan data menggunakan median. Harga diri dalam kategori tinggi jika skor jawaban responden sama dengan atau lebih besar dari nilai median (≥ 83,00)dan harga diri dalam kategori rendah jika skor jawaban responden lebih kecil dari nilai median(< 83,00). HASIL Penelitian dimulai pada tanggal 28 Maret 2016 s/d 6 April 2017. Penyajian data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian yang diuraikan meliputi analisis univariat, diantaranya karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, gambaran dukungan keluarga dan gambaran harga diri. Diuraikan pula analisis bivariat dengan menggunakan rumus uji statistik non-parametrik spearman rank. 1. Analisis Univariat a. Karakteristik Responden di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 38 8 46
Persentase (%) 82,6 17,4 100
Data di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden, hampir seluruhnya dari responden 19
(82,6%) atau sebanyak 38 responden adalah laki-laki. Tabel 2. Distribusi Pendidikan Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 Pendidikan
Frekuensi
SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
6 9 8 23 46
Persentase (%) 13,0 19,6 17,4 50,0 100,0
Data di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden, setengahnya dari responden (50,0%) atau sebanyak 23 responden berpendidikan perguruan tinggi.
nilai median dukungan informasional adalah 14,50, nilai median dukungan emosional adalah 22,00 dan nilai median dukungan appraisal adalah 7,00. Tabel 5. Distribusi Indikator Dukungan KeluargaPada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 % Indikator
Mendukung
Dukungan Instrumental Dukungan Informasional Dukungan Emosional Dukungan Appraisal
50,0
Tidak Mendukung 50,0
50,0
50,0
76,1
23,9
95,7
4,3
b. Gambaran Dukungan Keluarga Pada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung
Data di atas menunjukkan bahwa indikator dukungan keluarga yang paling banyak diberikan adalah dukungan appraisal dengan persentase sebesar 95,7%.
Tabel 3. Distribusi Dukungan Keluarga Pada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017
c. Gambaran Harga Diri Pada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung
Dukungan Keluarga Mendukung Tidak Mendukung Total
Frekuensi 27
Persentase (%) 58,7
19
41,3
46
100
Data di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden, sebagian besar dari responden (58,7%) atau sebanyak 27 responden dalam kategori mendapat dukungan dari keluarga. Tabel 4. Distribusi Nilai Median Indikator Dukungan KeluargaPada PasienFraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 Variabel Dukungan Instrumental Dukungan Informasional Dukungan Emosional Dukungan Appraisal
Median 29,50 14,50 22,00 7,00
Data di atas menunjukkan bahwa nilai median dukungan instrumental adalah 29,50, Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
Tabel 6. Distribusi Harga Diri Pada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 Harga Diri
Frekuensi
Tinggi Rendah Total
28 18 46
Persentase (%) 60,9 39,1 100
Data di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden, sebagian besar dari responden (60,9%) atau sebanyak 28 responden dalam kategori memiliki harga diri tinggi. Tabel 7. Distribusi Nilai Median Indikator Harga DiriPada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 Variabel Physical self esteem Social self esteem Performance self esteem
Median 21,00 13.00 48,50
20
Data di atas menunjukkan bahwa nilai median physical self esteem adalah 21,00, nilai median social self esteem adalah 13,00 dan nilai median performance self esteem adalah 48,50. Tabel 8. Distribusi Indikator Harga DiriPada Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 %
Indikator Physical self esteem Social self esteem Performance self esteem
Tinggi 67,4 58,7
Rendah 32,6 41,3
50,0
50,0
Data di atas menunjukkan bahwa indikator harga diri dengan kategori paling tinggi adalah physical self esteem dengan persentasi sebesar 67,4%. 2. Analisa Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan rumus uji spearman rank yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel yang berdistribusi tidak normal dan berskala ordinal. Hasil dari uji tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 9. Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung Tahun 2017 Dukungan Keluarga Mendukung Tidak Mendukung Total
Harga Diri Tinggi Rendah N % N % 26 96,3 1 3,7
N 27
% 100
2
10,5
17
89,5
19
100
28
60,9
18
39,1
46
100
Total
Data di atas menunjukkan bahwa pasien fraktur dengan kategori mendapat dukungan keluarga sebagian besar dalam kategori memiliki harga diri tinggi (96,3%), pasien dengan kategori tidak mendapatkan dukungan dari keluarga sebagian besar dalam kategori memiliki harga diri rendah (89,5%).Nilai ρvalue sebesar 0,000 < α (0,05) dengan koefisien korelasi 0,865, artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dan bermakna antara Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
dukungan keluarga dengan harga diri pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung dengan arah korelasi positif, yakni semakin tinggi dukungan keluarga semakin tinggi harga diri. PEMBAHASAN Keluarga merupakan aspek dukungan sosial yang penting bagi remaja, karena tingkah laku remaja yang positif berkembang dari keluarga yang suportif (Santrock, 2003). Pentingnya dukungan keluarga bagi remaja yang mengalami fraktur juga didukung oleh tugas dari keluarga dalam memberikan perawatan anggotanya yang sakit, karena keluarga merupakan sumber utama dari cinta, penghargaan dan dukungan (Friedman, 2010). Berdasarkan tabel 3.diketahui bahwa sebagian besar dari responden (58,7%) dalam kategori mendapat dukungan dari keluarga. Hasil penelitian tersebut didukung oleh beberapa penelitian lain, diantaranya penelitian yang dilakukan Hariana & Ariani dengan judul “Respon Adaptasi Klien dengan Fraktur Ekstremitas Bawah Selama Masa Rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan tahun 2007” diketahui 75% pasien fraktur berharap keluarga selalu ada di dekatnya. Pnelitian Nurmalasari dan Putri (2015) mengenai “Dukungan Sosial dan Harga Diri Pada Remaja Penderita Lupus” disebutkan bahwa adanya dukungan keluarga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memotivasi penderita menjadi lebih baik. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa dukungan keluarga diperlukan oleh pasien fraktur. Dilihat dari jenisnya, dukungan yang paling banyak pada pasien fraktur usia remaja adalah kategori dukungan appraisal (95,7%). Dukungan appraisal merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Pada penelitian ini diketahui 86,9% pasien fraktur merasa dihargai oleh keluarganya. Dukungan penghargaan ini dapat mempengaruhi kesehatan psikologis seseorang terhadap efek negatif dan stress berat serta memberikan pengaruh terhadap konsep diri, termasuk harga diri (Dolan, Canavan dan Pinkerton, 2006). 21
Bagian lain dari dukungan appraisal adalah pujian (Lestari, Arwani dan Purnomo, 2013). Pada penelitian ini diketahui 52,2% keluarga memberikan pujian terhadap perkembangan kondisi pasien fraktur. Menurut Muhith (2015), memberikan pujian terhadap aspek positif yang masih dimiliki atau atas keberhasilan yang diraih seseorang merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan untuk meningkatkan harga diri. Pada tabel 5.diketahui bahwa persentase dukungan emosional pasien fraktur adalah 76,1%. Dukungan emosional melibatkan perasaan seperti mengagumi, menghormati atau mencintai (Norbeck dalam Peterson dan Bredow, 2009). Hasil penelitian diketahui 84,8% pasien fraktur dalam kategori selalu merasa dicintai keluarganya. Dukungan emosional dapat membuat seseorang merasa berharga, aman, nyaman dan disayangi (Friedman, 2010). Dukungan emosional yang juga diberikan pada pasien fraktur diantaranya rasa empati dan selalu mendampingi individu ketika mengalami permasalahan yang diwujudkan dalam bentuk kepedulian. Dalam penelitian diketahui 80,4% pasien fraktur merasa keluarganya peduli dengan kondisinya. Eisenberg (2002) menyatakan bahwa empati merupakan sebuah respons afektif berupa kemampuan untuk meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain, ikut merasakan apa yang orang lain rasakan, namun tidak membuat seseorang menjadi kehilangan identitas dan sikap dirinya. Empati dapat meningkatkan harga diri seseorang, dimulai dari peran empati dalam hubungan sosial. Pada table 5. diketahui bahwa dukungan instrumental memiliki persentase sebesar 50%. Dukungan instrumental meliputi bantuan nyata berupa barang atau jasa. Pada penelitian ini diketahui 65,2% keluarga membantu aktivitas pasien fraktur. Dukungan instrumental yang diperoleh dari keluarga dapat memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri (Dolan, Canavan dan Pinkerton, 2006). Berdasarkan data pada tabel 5.diperoleh persentase dukungan informasional sebesar 50%. Bentuk dukungan ini berupa pemberian informasi berupa solusi dari suatu masalah, saran bagaimana seharusnya pasien berperilaku Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
serta bagaimana seharusnya pasien menyikapi kondisinya. Hasil penelitian diketahui 76,2% keluarga memberikan informasi tentang perkembangan kondisi pasien, 69,5% mendengarkan keluhan pasien dan 65,2% memberi solusi terhadap masalah pasien. Informasi tersebut dapat menolong individu mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah sehingga individu dapat menerima keadaan dirinya, meningkatkan harga diri dan menekan munculnya suatu stressor (Friedman, 2010). Menurut Stuart (2016) harga diri adalah perasaan penerimaan diri, tanpa syarat, meskipun salah, kalah dan gagal, sebagai pembawaan yang berharga dan penting. Harga diri berasal dari dua sumber yaitu diri sendiri dan orang lain. Berdasarkan data pada tabel 6. sebagian besar dari responden (60,9%) dalam kategori memiliki harga diri tinggi. Seseorang dengan harga diri yang tinggi merasa layak dihormati, percaya pada nilai mereka sendiri dan menjalankan kehidupan dengan asertif dan semangat. Harga diri merupakan kebutuhan dasar remaja, karena penghargaan, penerimaan dan pengakuan membuat seseorang berharga serta diakui kehadirannya oleh lingkungan sehingga menambah rasa percaya diri dan harga diri (Daradjat dalam Wardhani, 2009). Data pada tabel 8. menunjukan bahwa indikator harga diri dengan kategori paling tinggi adalah kategori physical self esteem dengan jumlah persentase sebesar 67,4%. Physical self esteem merupakan aspek yang berhubungan dengan kondisi fisik yang dimiliki oleh individu. Apakah individu menerima keadaan fisiknya atau ada beberapa bagian fisik yang ingin diubah. Harter (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penampilan diri dengan harga diri pada remaja. Dalam penelitian ini diketahui 95,6% pasien fraktur mensyukuri keadaannya. Individu yang memiliki penerimaan diri akan lebih mampu menyesuaikan kondisi emosional dengan realitas yang dihadapi, memiliki keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki, memandang diri berharga serta mampu menerima kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki (Anastri dalam Utami, 2013). 22
Pada tabel 8.diketahui persentase social self esteem sebesar 58,7%. Social self esteem merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan individu dalam bersosialiasi. Apakah seorang individu membatasi orang lain untuk menjadi teman atau menerima berbagai macam orang sebagai teman. Selain itu, aspek ini mengukur kemampuan individu berkomunikasi dengan orang lain dalam lingkungannya (Koentjoro dalam Wardhani, 2009). Penelitian ini diketahui 93,5% pasien fraktur merasa dihargai oleh orang disekitarnya dan 93,5% pasien fraktur tidak malu berbicara dengan orang lain. Lingkungan sosial merupakan tempat individu yang berpengaruh pada pembentukan harga diri. Apabila orangorang di sekelilingnya menunjukkan sikap menghargai dan menghormati terhadap individu, maka individu akan menunjukkan tingkat harga diri yang tinggi. Data tabel 8.menunjukkan bahwa persentase performance self esteem sebesar 50,0%. Performance self-esteem merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan dan prestasi individu. Apakah seorang individu puas dan merasa percaya diri dengan kemampuan dirinya atau tidak. Dalam penelitian ini diketahui 91,3% pasien fraktur usia remaja merasa percaya diri dengan kondisinya. Penghargaan terhadap diri sendiri pada setiap langkah pencapaiannya juga merupakan pendorong meningkatnya penghargaan diri. Hasil analisis dengan derajat kepercayaan 95% diperoleh ρ-value sebesar 0,000 < α (0,05), artinya H0 ditolak dan Ha diterima dengan koefisien korelasi 0,865. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dan bermakna antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung dengan arah korelasi positif, yakni semakin tinggi dukungan keluarga semakin tinggi harga diri. Remaja sangat rentang terhadap pendapat orang lain sehingga sangat memperhatikan kondisi fisiknya. Perubahan pada kondisi fisik seperti pada pasien fraktur akan mempengaruhi harga diri remaja, karena kondisi fisik merupakan aspek harga diri. Tambunan (dalam Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
Wardhani, 2009) menyatakan bahwa salah salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri adalah hubungannya dengan orang lain terutama significant others seperti keluarga, saudara dan teman dekat. Keluarga menjadi struktur sosial yang penting karena interaksi antar anggota keluarga terjadi. Di dalam keluarga, seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, yang pada akhirnya membantu dirinya untuk lebih dapat menghargai dirinya sendiri. Dalam penelitian Harefa, Saragih dan Nursamah (2012) yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Orang HIV” diketahui bahwa 66,7% responden mendapat dukungan dari keluarga dan 83,9% responden memiliki harga diri positif, ρ-value 0,019 yang berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri. Dalam penelitian Hafidz, Azza dan Komarudin tahun 2015 tentang“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Rawat Inap Tuberkulosis Paru di RS. Paru Jember Kabupaten – Jember”dijelaskan bahwa harga diri klien yang positif merupakan hasil dari adanya dukungan keluarga. Dalam penelitian Lestari, Arwani dan Purnomo (2013) yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Penderita Kusta Rawat Jalan di Rumah Sakit Rehatta Donorojo Jepara” disebutkan bahwa setiap individu mempunyai standar dan nilai tersendiri seberapa dirinya mampu, berarti dan berharga berdasarkan dukungan yang diberikan oleh keluarga sehingga hal ini mengakibatkan kekuatan hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri. Pada tabel 9. menunjukkan bahwa sebagian besar responden (96,3%) dengan kategori dukungan keluarga mendukung, memiliki harga diri dalam kategori tinggi dan sebagian besar responden (89,5%) dengan kategori dukungan keluarga tidak mendukung, memiliki harga diri dalam kategori rendah. Penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian yang menyebutkan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri. Dalam penelitian Hafidz, Azza dan Komarudin (2015) pada penderita TBC Paru didapatkan 23
jumlah dukungan keluarga baik (56,8%) dengan harga diri tinggi sebesar 63,6%. Pada penelitian Lestari, Arwani dan Purnomo (2013) terhadap penderita kusta didapatkan hasil 47,96% penderita kusta tidak mendapatkan dukungan keluarga dan harga diri penderita kusta termasuk kedalam kategori harga diri rendah. Dari hasil penelitian di atas, terlihat bahwa ada hubungan antara dukungankeluarga dalam meningkatkan harga diri. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui responden dengan harga diri dalam kategori rendah dengan dukungan keluarga dalam kategori mendukung sebanyak 3,7%. Harga diri rendah meskipun mendapat dukungan dari keluarga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat menghambat perkembangan harga diri, diantaranya perasaan takut yang merupakan tanggapan negatif terhadap diri sehingga menganggap disekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga emosi labil. Dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar dan segala sesuatu dipersepsikan secara salah dan diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini semakin lama tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan dan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya (Dariuszky, 2004). Faktor lain yang menghambat harga diri adalah perasaan salah yang dapat menimbulkan kecemasan dan menghambat perkembangan kepercayaan akan diri sendiri (Dariuszky, 2004). Pada penelitian ini diketahui 34,7% pasien merasa keadaannya sekarang karena kesalahannya. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi harga diri adalah sumber dukungan seperti teman. Menurut Hurlock (1994), dukungan teman sebaya memiliki sejumlah peran penting dalam perkembangan pribadi dan sosial remaja. Remaja yang masih dalam masa transisi mempunyai karakteristik mudah dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya (Monks, Knoers dan Haditomo, 2002). Hal ini sejalan dengan teori Sarason (dalam Ekasari dan Suhertin, 2012) bahwa individu dengan dukungan teman sebaya tinggi memiliki Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
harga diri yang lebih tinggi serta pandangan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan individu yang memiliki dukungan teman sebaya yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui harga diri dengan kategori tinggi dengan dukungan keluarga dalam kategori tidak mendukung sebanyak 10,5%. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis kelamin dan pendidikan.Berdasarkan data pada tabel 1.diketahui hampir seluruhnya dari responden (82,6%) adalah laki-laki. Data tersebut sejalan dengan penelitian Hafidz, Azza dan Komarudin(2015) tentang “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Rawat Inap Tuberkulosis Paru di RS. Paru Jember” bahwa mayoritas laki-laki (90,9%) memiliki harga diri tinggi. Perbedaan jenis kelamin mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam pola pikir dan bertindak antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki memiliki mekanisme koping yang baik dibandingkan perempuan. Perempuan lebih sering merasa malu terhadap penyakitnya dan takut dikucilkan oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Menurut Baron dan Bayne (2004) seorang perempuan sulit bersikap asertif dalam hubungannya, perempuan lebih cenderung mengalami situasi negatif berulang daripada pria dimana mereka memiliki sedikit kontrol yang menuntutnya untuk melakukan koping. Pria dituntut mempunyai sifat logis, asertif, objektif, penuh percaya diri dan bertingkah laku yang mengarah pada sasaran, perhatian cenderung tertuju pada pemecahan masalah (Kartono, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi adalah pendidikan, berdasarkan data pada tabel 2. setengahnya dari responden (50%) berpendidikan perguruan tinggi. Menurut (Hafidz, Azza dan Komarudin, 2015) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin berkembang pola pikir dan pemahaman untuk memecahkan suatu masalah. Coopersmith (dalam Nurmalasari dan Putri, 2015) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi, lebih memiliki banyak pengalaman sehingga harga diri yang tinggi dapat terbentuk melalui pengalaman-pengalaman tersebut, baik
24
itu pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Fraktur Usia Remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Dukungan keluarga pada pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung sebagian besar dalam kategori mendukung, yaitu 58,7%, Harga diri pada pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung sebagian besar dalam kategori tinggi, yaitu 60,9%, Terdapat hubungan yang sangat kuat dan bermakna antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien fraktur usia remaja di Ruang Rawat Jalan RSKB Halmahera Siaga Bandung dengan ρ-value 0,000 < 0,05 dan koefisien korelasi 0,865.Arah korelasi positif sehingga semakin tinggi dukungan keluarga, semakin tinggi harga diri. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka menyarankan penelian lanjutanmengenai faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan dukungan keluarga dengan harga diri
DAFTAR PUSTAKA Baron, R, A & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial (Edisi 10). Jakarta : Erlangga BKKBN. (2013). Remaja dan Permasalahannya Jadi Perhatian Dunia. [online]. http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx ?BeritaID=840 (di akses tanggal 18 Februari 2016) Dahlan, M. Sopiyudin. (2014). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Epidemiologi Indonesia Dariuszky, G. (2004). Membangun Harga Diri. Bandung: CV. Pionir Jaya Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
Effendy, Nasrul. (1997). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Efsa, Muhammad Abdillah Arsi. (2014). Hubungan Sensational Seeking dengan Self Esteem Pada Cosplayer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Eisenberg, N., et al. (2002). Prosocial Development in Early Adulthood: A. Longitudinal Study. Journal of Personality and Social Psychology, vol. 82. no. 6. Ekasari Agustina dan Suhertin Yuliyana. (2012). Kontrol Diri dan Dukungan Teman Sebaya Dengan Coping Stress Pada Remaja. Jurnal Fisip Universitas Islam 45 Bekasi Vol. 5 No. 2 Friedman, Marilyn M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktik. Jakarta: EGC Hafidz, Abdullah., Awatiful Azza dan Komarudin. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Rawat Inap Tuberkulosis Paru di RS. Paru Jember Kabupaten – Jember. Jurnal Keperawatan Fikes UMJ. Hal: 111 Harefa, Karnirius., Masri Saragih dan Nursamah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Orang HIV/AIDS (ODHA) di Lembaga Medan Plus Medan Tahun 2012. Hariana, Sugi dan Yessi Ariani. (2007). Respon Adaptasi Klien dengan Fraktur Ekstremitas Bawah Selama Masa Rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU DR. PIRNGADI MEDAN. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara. Vol.2. No.2. Hal: 56-64 Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika .(2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika . (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika 25
Hidayatun, Mimi Asmita. (2010). Konsep Diri Anak Usia Remaja yang Mengalami Fraktur di Rindu B3 Orthopedi Rsup. H. Adam Malik Medan. Skripsi Sarjana Keperawatan Universitas Sumatera Utara Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga Kartono, K. (2006). Psikologi Wanita: Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa (Jilid 1). Bandung : Mandar Maju Kemenkes RI. (2014). Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Lestari, Ayu dan Gigih Ilmi Yusron. (2015). Gambaran Tingkat Disabilitas dan Tingkat Depresi Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah yang Pernah Dirawat di Rumah Sakit Kabupaten Pekalongan. Pekalongan: STIKes Muhammadiyah Pekajangan Lestari, Sartika Dewi., Arwani dan Purnomo. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Penderita Kusta Rawat Jalan di Rumah Sakit Rehatta Donorojo Jepara. Semarang: STIKes Telogorejo Semarang Lukman, & Nurna Ningsih. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2002). Psikologi Perkembangan:
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV. Andi Offset Nurmalasari, Yani. (2007). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Harga Diri Pada Remaja Penderita Penyakit Lupus. Skripsi Sarjana Psikologi Universitas Gunadarma Jakarta Nurmalasari, Yanni dan Dona Eka Putri. (2015). Dukungan Sosial dan Harga Diri Pada Remaja Penderita Lupus. Jurnal Psikologi. Vol.8. No.1 Hal: 46-51 Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Santrock, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga Sarandria. (2012). Efektifitas Cognitive Behavioural Therapy (CBT) Untuk Meningkatkan Self Esteem Pada DewasaMuda. Tesis: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Siburian, Christine Handayani dan Sri Eka Wahyuni. (2012). Dukungan Keluarga dan Harga Diri Pasien Kanker Payudara. Jurnal Keperawatan Vol.2 No.1 Stuart, Gail W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Dalam Keliat dan Pasaribu (Eds). Singapore: Elsevier Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
26