EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MENGKUDU

Download Daun Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) sebagai Pengganti Antibiotik terhadap Performa ... Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknolo...

5 downloads 714 Views 669KB Size
EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia Lignosae) SEBAGAI PENGGANTI ANTIBIOTIK TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER YANG DIINFEKSI Salmonella typhimurium

SKRIPSI RATNA ARISNA WATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN RATNA ARISNA WATI. D24052611. 2009. Efektivitas Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) sebagai Pengganti Antibiotik terhadap Performa Ayam Broiler yang Diinfeksi Salmonella typhimurium. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan ayam broiler adalah rentan terhadap penyakit salmonellosis yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi diantaranya tingkat kematian tinggi dan pertambahan bobot badan yang rendah. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan menggunakan antibiotik. Namun penggunaan antibiotik telah dilarang terutama pada peternakan unggas karena dapat menimbulkan resistensi mikroba yang pada akhirnya dapat membahayakan manusia. Tanaman mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung bahan antibakteri alami diantaranya alkaloid, antrakuinon dan saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji berbagai taraf pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum sebagai antibakteri alami Salmonella typhimurium terhadap performa ayam broiler. Penelitian ini menggunakan 180 ekor ayam broiler strain Ross umur satu hari (DOC/Day Old Chick) yang dipelihara selama lima minggu. Perlakuan yang digunakan yaitu 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : P1= Ayam tanpa infeksi S.typhimurium dan tanpa pemberian ekstrak daun mengkudu (kontrol positif), P2=Ayam diinfeksi S.typhimurium, tanpa pemberian ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S.typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S.typhimurium + ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S.tyhpimurium + ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6=Ayam diinfeksi S.typhimurium + antibiotik tetrasiklin 0,02% BB. Perlakuan ekstrak daun mengkudu dan antibiotik tetrasiklin diberikan dalam air minum ayam broiler umur 11-21 hari (periode starter) pada sore hari. Infeksi S.typhimurium dilakukan per oral pada umur 10 hari sebanyak 1,34 x 1010CFU/ml. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan, konsumsi ekstrak daun mengkudu dalam air minum, konsumsi saponin dari ekstrak daun mengkudu dan jumlah koloni bakteri S.typhimurium. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA), kecuali untuk data konsumsi ekstrak daun mengkudu, konsumsi saponin dari ekstrak daun mengkudu dan jumlah koloni bakteri S.typhimurium diolah secara deskriptif. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan. Pemberian ekstrak metanol daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB dapat menurunkan koloni bakteri S.typhimurium pada ekskreta dibandingkan dengan kontrol positif, negatif dan antibiotik tetrasiklin. Pemberian ekstrak daun mengkudu sampai taraf 300 mg/kg

2

BB dapat dicampurkan ke dalam air minum ayam broiler umur 11-21 hari tanpa berpengaruh negatif terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan. Pemberian ekstrak daun mengkudu sampai taraf 300 mg/kg BB dapat menurunkan jumlah koloni bakteri S. typhimurium dibandingkan dengan perlakuan kontrol negatif, kontrol positif dan antibiotik tetrasiklin. Kata-kata kunci : Ayam Broiler, Tanaman Mengkudu, Salmonella typhimurium

3

ABSTRACT Effectivity of Adding Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) Leaf Extract as Antibiotic Replacer on Performances of Broilers Salmonella typhimurium Infected R.A. Wati, Sumiati, and R. Mutia Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) leaf is one of the medicine plant that contain a natural antibacterial such as alkaloid, antrakuinon and saponin. The objective of the research was to study various level mengkudu leaf extract in drinking water as a natural anti bacteria of Salmonella typhimurium on broiler performances. One hundred and eighty DOC (day old chicks) strain Ross were used in a completely randomized design with six treatments, each treatment consisted of three replications. Each replication consisted of ten broiler chickens. The treatments used in this experiment were : P1 = chicks without Salmonella typhimurium infection and without mengkudu leaf extract (positive control), P2= Salmonella typhimurium infected broilers, without mengkudu leaf extract (negative control), P3= Salmonella typhimurium infected broilers, given mengkudu leaf extract 100 mg/kg BW, P4= Salmonella typhimurium infected broilers, given mengkudu leaf extract 200 mg/ kg BW, P5= Salmonella typhimurium infected broilers, given mengkudu leaf extract 300 mg/kg BW, P6= Salmonella typhimurium infected broilers, given tetracycline antibiotic 0.02%. The extract as well as tetracycline were added in the drinking water of broilers at 11-21 days of age (starter period) in the after noon. The broilers were infected orally with Salmonella typhimurium at 10 days of age with dosage of 1.34 x 1010CFU/ml. The performances data of the broilers were analysed with analysis of variance (ANOVA). The results showed that adding mengkudu leaf extract in the drinking water did not effect on the feed consumption, body weight gain, feed conversion ratio and body weight of broiler chickens. Mengkudu leaf extract at the level of 300 mg/kg BW (P5) descriptively can reduce Salmonella typhimurium colony in the excreta compared to positive control (P1), negative control (P2) as well as tetracycline antibiotics (P6). Keywords : Broiler chicken, Morinda citrifolia L leaf, Salmonella typhimurium

4

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifollia Lignosae) SEBAGAI PENGGANTI ANTIBIOTIK TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER YANG DIINFEKSI Salmonella typhimurium

RATNA ARISNA WATI D24052611

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1987 dari pasangan Bapak Sumitro Hadi dan Ibu Siti Prihatin. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1993 di TK Dharma Wanita Surabaya, pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN Margorejo VI Surabaya, pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 17 Surabaya dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMU Darul Ulum 1 Peterongan, Jombang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), terdaftar pada program mayor Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dengan minor Ekonomi Pertanian, Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan pendidikan penulis aktif di OSIS SMU Darul Ulum 1, Pengurus Asrama Bidang Pendidikan Ponpes Darul Ulum, Pengurus IKALUM (Ikatan Alumni Darul Ulum), Staf Public Relation BEM-D Fakultas Peternakan, Sie Dana Usaha Panitia International Education Expo (IEE IPB), Wakil Ketua Paduan Suara Graziono Simphony Fakultas Peternakan, Kepanitiaan D-Farm Festival dan BLOKA-D serta Staf Nutrisi dan Industri Himasiter Fakultas Peternakan.

6

KATA PENGANTAR Bismillahhirrahmannirrahim Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul ”Efektivitas Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) sebagai Pengganti Antibiotik terhadap Performa Ayam Broiler yang Diinfeksi Salmonella typhimurium” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan yam broiler adalah rentan terhadap penyakit Salmonellosis. Selama ini upaya pencegahan penyakit tersebut adalah dengan pemberian antibiotik sintetis, akan tetapi penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan resistensi mikroba. Oleh karena itu diperlukan antibakteri alami dari bahan alternatif yaitu dari tanaman obat herbal yang digunakan sebagai pengganti antibiotik sintetis. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai manfaat ekstrak daun mengkudu sebagai tanaman obat herbal alami dalam menurunkan jumlah bakteri Salmonella typhimurium yang menyebabkan penyakit Salmonellosis pada unggas dan selama ini menimbulkan kerugian ekonomi bagi peternak. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia peternakan Amin. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Bogor, Juli 2009

Penulis

7

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................

ii

ABSTRACT ...................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................

vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xii

PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan ................................................................................................

1 2 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

3

Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae)............................ Ayam Broiler ..................................................................................... Konsumsi Ransum ............................................................................. Konversi Ransum ................................................................................ Konsumsi Air Minum ......................................................................... Pertumbuhan ...................................................................................... Ekstraksi ............................................................................................. Salmonella typhimurium .................................................................... Antibiotik Tetrasiklin ..........................................................................

3 6 7 7 8 8 9 9 11

METODE .......................................................................................................

13

Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi ................................................................................................. Ternak dan Kandang ................................................................. Alat dan Bahan ......................................................................... Ransum ...................................................................................... Rancangan .......................................................................................... Perlakuan .................................................................................. Model Matematik ..................................................................... Peubah yang Diamati ................................................................ Analisis Data ............................................................................ Prosedur ............................................................................................. Pengolahan dan Ekstraksi Daun Mengkudu ............................. Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu dan Tertasiklin ................ Pemeliharaan ............................................................................ Infeksi Salmonella typhimurium dan Pengambilan Sampel

13 13 13 13 13 15 15 15 15 16 16 16 17 18

8

Ekskreta...................................................................................... Penghitungan Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium...............................................................................

18

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

20

Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu ................................................... Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler ....................... Konsumsi Ransum ................................................................... Pertambahan Bobot Badan ........................................................ Konversi Ransum ...................................................................... Bobot Badan .............................................................................. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Koloni Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler.......................................... Mekanisme Saponin dalam Meningkatkan Performa Ayam Broiler..

20 22 23 25 26 28

KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................

18

31 33

Kesimpulan ...................................................................................... Saran ..................................................................................................

34 34 34

UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

36

LAMPIRAN ...................................................................................................

40

9

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1. Bobot Badan, Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Ayam Broiler Umur 1-5 Minggu ...................................................................................

7

2. Jumlah Kebutuhan Air Minum Ayam Broiler Umur 1-5 Minggu .........

8

3. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 minggu) dan Periode Grower-Finisher (3-5 minggu)..........

14

4. Jumlah Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Konsumsi Saponin dalam Air Minum Broiler Umur 11-21 Hari ............................

20

5. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Bobot Badan Periode Starter (0-3 minggu) .....................

22

6. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (3-5 minggu) ....................................

22

7. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Bobot Badan selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) .............................................................................................

23

8. Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler .....................................................................................................

31

10

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1. Tanaman Mengkudu ..............................................................................

3

2. Struktur Kimia Alkaloid .........................................................................

5

3. Struktur Kimia Saponin ..........................................................................

5

4. Struktur Kimia Antrakuinon ..................................................................

6

5. Salmonella typhimurium ........................................................................

10

6. Struktur Kimia Tetrasiklin .....................................................................

12

7. Tahapan Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu ......................................

17

8. Tahapan Pengenceran Penghitungan Bakteri Salmonella typhimurium

19

9. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan .......................................................................................... 24 10. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan .......................................................................................... 26 11. Grafik Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan ......................................................................................... 28 12. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter ...............................

29

13. Rataan Bobot Badan Akhir Selama Lima Minggu Pemeliharaan ..........

30

14. Grafik Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium .......................

32

11

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1. Jumlah Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Antibiotik Tetrasiklin dalam Air Minum selama 11 hari Perlakuan ....................

41

2. Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Mengkudu .............................

41

3. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) ...............................................................................................

41

4. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) .......................................................................................

42

5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) .......................................................................................

42

6. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher (3-5 Minggu) .........................................................................

42

7. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .......................................................................................

42

8. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .........................................................................

43

9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter (03 Minggu) ............................................................................................

43

10. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) ............................................................................

43

11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode GrowerFinisher (3-5 Minggu) .........................................................................

43

12. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) ............................................................

44

13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .........................................................................

44

14. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ................................................................

44

15. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) ...............................................................................................

44

16. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (03 Minggu) ............................................................................................

45

17. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) .......................................................................................

45

17. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher (3-5 Minggu) .........................................................................

45

12

19. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .......................................................................................

45

20. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .........................................................................

46

21. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter ............................

46

22. Analisis Ragam Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter .............

46

23. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .......................................................................................

46

24. Analisis Ragam Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan .........................................................................

47

25. Jumlah Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler dalam CFU/gram .....................................................................

47

13

PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor peternakan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan protein penduduk dengan perbaikan gizi masyarakat dan meningkatkan pendapatan peternak. Salah satu usaha peternakan yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah usaha peternakan ayam broiler. Populasi ayam broiler semakin meningkat, yaitu dari tahun 2007 adalah 891.659.345 ekor menjadi 1.075.884.785 ekor di tahun 2008 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Ayam broiler merupakan jenis ayam ras unggul yang mampu berproduksi dalam waktu singkat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging karena memiliki nilai konversi ransum yang rendah. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan ayam broiler adalah rentan terhadap penyakit. Salmonellosis merupakan penyebab penyakit yang sering muncul dalam peternakan dan disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Salmonella typhimurium dan Salmonella enteritidis yang bersifat infeksius dan septikemik. Kerugian yang dihadapi secara ekonomi oleh peternak akibat infeksi Salmonella ini diantaranya adalah tingkat kematian yang tinggi (sampai 80%) dan pertambahan bobot badan ayam broiler yang rendah. Selain itu, infeksi Salmonella ini dapat ditransmisikan pada bahan pangan (telur dan daging unggas) sehingga membahayakan kesehatan manusia. Penyakit Salmonellosis rentan terjadi pada ayam berumur 7-21 hari, pada ayam umur lebih dari tiga minggu jarang menimbulkan gejala klinis karena memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik tetapi dapat menjadi pembawa (carrier) yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Rofiq, 2003). Upaya pencegahan yang dilakukan oleh peternak terhadap penyakit tersebut adalah dengan memberikan antibiotik sintetis, akan tetapi penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan resistensi mikroba sehingga dapat berpengaruh pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk ternak tersebut. Apabila manusia mengkonsumsi produk ternak tersebut dalam jangka waktu yang cukup panjang dapat menimbulkan kanker, mutasi gen dan resistensi terhadap antibiotik. Oleh karena itu untuk memenuhi permintaan konsumen akan daging ayam yang bebas residu antibiotik, diperlukan bahan antibakteri alami sebagai bahan alternatif

pengganti antibiotik sintetis dalam upaya meningkatkan performa dan produktivitas ayam broiler yang optimal. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengeksplorasi bahan-bahan tanaman yang mengandung antibakteri. Tanaman mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) terutama pada bagian daun dan buahnya merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung senyawa antibakteri seperti antrakuinon dan alkaloid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella sp dan Shigella (Rukmana, 2002). Penelitian tentang penggunaan ekstrak daun mengkudu perlu dilakukan sebagai antibakteri alami Salmonella typhimurium yang diharapkan dapat meningkatkan performa ayam broiler. Perumusan Masalah Sampai saat ini antibiotik atau antibakteri sintetis banyak digunakan para peternak di Indonesia sebagai pengobatan terhadap penyakit yang dialami oleh ternak. Pemakaian yang tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan resistensi mikroba dan residu pada produk ternak. Seiring dengan adanya pembatasan pemberian antibiotik dan munculnya resistensi terhadap antibiotik, maka sebagai alternatif digunakan bahan herbal alami yang tidak menimbulkan efek bahaya jangka panjang bagi kesehatan. Beberapa studi menunjukkan bahwa tanaman mengkudu mengandung bahan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen seperti Salmonella dan Shigella. Adanya bakteri patogen tersebut menjadi pertimbangan bagi suatu peternakan karena dapat menyebabkan kerugian pada peternak dan konsumen apabila tidak ditangani dengan serius. Beberapa bahan aktif dalam tanaman mengkudu yang dapat melawan bakteri patogen tersebut diantaranya adalah antrakuinon dan alkaloid (Rukmana, 2002). Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai taraf pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum sebagai antibakteri alami Salmonella typhimurium terhadap performa ayam broiler.

2

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mengkudu (Morinda Citrifolia Lignosae) Klasifikasi dan Morfologi Mengkudu (Morinda citrifolia lignosae) merupakan salah satu tanaman obat yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Rukmana (2002) memaparkan bahwa tanaman mengkudu pada beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan istilah eodu, lengkudu, bangkudu, bakudu, pamarai, mangkudu, beteu (Sumatera); kudu, cangkudu, pace, kemudu (Jawa); tibah, wungkudu, ai kombo, manakudu, bakudu (Nusa Tenggara); mangkudu, wangkudu, labanau (Kalimantan); baja, noni (Sulawesi). Tanaman mengkudu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Mengkudu (foto:kebun IPB, 2007) Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut (Djauhariya, 2003): Filum

: Angiospermae

Subfilum

: Dicotyledonae

Divisi

: Lignosae

Famili

: Rubiaceae

Genus

: Morinda

Spesies

: Morinda citrifolia

Beberapa spesies mengkudu yang ada di Indonesia menurut Heyne (1987) adalah M. citrifolia L, M. eliptica, M. bracteaca, M. speciosa, M. linctoria, dan M. oleifera. Dari spesies-spesies tersebut diatas, yang telah umum dimanfaatkan yaitu M. citrifolia L. yang dikenal sebagai mengkudu Bogor, spesies ini yang banyak

dimanfaatkan untuk obat. Di Indonesia, produksi tanaman mengkudu yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat yaitu sekitar 6,04 kg/m2 (2006) dan pada tahun 2007 mencapai produksi sebesar 8,31 kg/m2 (Departemen Pertanian, 2008). Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis tanaman yang rendah dan umumnya memiliki banyak cabang dengan ketinggian pohon sekitar 3-8 meter di atas permukaan tanah serta tumbuh secara liar di hutan-hutan, tegalan, pinggiran sungai, dan di pekarangan. Mengkudu dapat tumbuh di berbagai tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500– 3500 mm/tahun, pH tanah 5-7, suhu 22-300C dan kelembaban 50-70% (Rukmana, 2002). Buah mengkudu memiliki bentuk bulat sampai lonjong, panjang 10 cm, berwarna kehijauan tetapi menjelang masak menjadi putih kekuningan (Djauhariya, 2003). Menurut Heyne (1987), daun mengkudu merupakan daun tunggal berwarna hijau kekuningan, bersilang hadapan, ujung meruncing dan bertepi rata dengan ukuran panjang 10-40 cm dan lebar 15-17 cm. Bunga mengkudu berwarna putih, berbau harum dan mempunyai mahkota berbentuk terompet. Kandungan Senyawa Kimia Mengkudu Senyawa kimia dalam tanaman terdiri dari dua bagian, yaitu senyawa metabolit primer atau yang disebut dengan senyawa bermolekul besar dan senyawa metabolit sekunder atau yang disebut dengan senyawa bermolekul kecil (Sirait, 2007). Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman mengkudu diantaranya alkaloid dan antrakuinon yang berfungsi sebagai antibakteri dan anti kanker (Rukmana, 2002). Menurut Solomon (2002) senyawa antrakuinon, alkaloid dan glikosida terdapat hampir pada semua bagian tanaman mengkudu terutama bagian daun dan buahnya yang berfungsi untuk mengobati masalah pencernaan dan gangguan jantung. Senyawa aktif tersebut bersifat bakterisidal pada bakteri Staphylococcus yang menyebabkan infeksi pada jantung dan Shigella yang menyebakan disentri, selain itu juga dapat mematikan bakteri penyebab infeksi diantaranya Salmonella sp, E. Coli dan Bacillus sp. (Solomon, 2002). Sirait (2007) menyatakan bahwa alkaloid adalah hasil senyawa metabolisme sekunder terbesar dalam tumbuhan yang mengandung atom nitrogen basa sebagai gabungan dari sistem heterosiklik. Senyawa alkaloid sering digunakan dalam bidang

4

pengobatan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif (Karou et al., 2006). Robinson (1995) menyatakan bahwa senyawa alkaloid dapat mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel. Struktur kimia alkaloid dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Alkaloid (Sirait, 2007) Senyawa metabolit sekunder lainnya dari daun mengkudu adalah saponin. Saponin merupakan glikosida sterol berdasarkan ketidaklarutannya dalam air dan tidak beracun terhadap hewan (Robinson, 1995). Kerja saponin dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen diantaranya menghambat fungsi membran sel bakteri dengan merusak permeabilitas membran sel yang mengakibatkan dinding sel bakteri lisis (Cheeke, 2001). Menurut Harbone (1987), saponin dapat menimbulkan busa seperti sabun apabila dikocok dalam air ataupun saat ekstraksi, sehingga dapat membersihkan materi yang menempel pada dinding usus. Francis et al. (2002) memaparkan

bahwa

saponin

memiliki

kemampuan

untuk

meningkatkan

permeabilitas membran sel usus, sehingga akan memudahkan molekul besar terserap dalam tubuh dan terjadi peningkatan nutrien yang dideposit oleh tubuh serta berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Struktur kimia saponin dapat dilihat pada Gambar 3.

5

Gambar 3. Struktur Kimia Saponin (Harbone, 1987) Antrakuinon merupakan golongan dari senyawa glikosida termasuk turunan kuinon yang biasanya terkandung dalam jumlah yang sedikit dalam bagian tanaman (Sirait, 2007). Robinson (1995) menyatakan bahwa antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik dan basa. Turunan kuinon ini efektif dalam menghambat bakteri gram negatif dengan menghambat sintesis DNA bakteri, sehingga tidak terjadi replikasi DNA bakteri dan bakteri tidak dapat terbentuk secara utuh (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Struktur kimia antrakuinon dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Antrakuinon (Siswandono dan Soekardjo, 1995) Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang ditujukan untuk menghasilkan daging, penggunaan pakan lebih efisien dan dapat tumbuh dengan cepat, sehingga dapat dijual dalam waktu singkat (Scanes et al., 2004). Salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler adalah suhu lingkungan. Apabila suhu diatas normal maka

6

ayam dalam kondisi stres dan akan mengurangi konsumsi ransumnya (Leeson dan Summers, 2000). Menurut Appleby et al. (2004), suhu lingkungan normal dalam pemeliharaan ayam broiler adalah 19-280C, diatas suhu tersebut ayam akan mengalami stres dan melakukan proses homeostatis dengan cara panting, sehingga mengurangi konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi air minum. Bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam broiler (NRC, 1994) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Bobot Badan, Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Ayam Broiler Umur 1-5 Minggu Umur (minggu) 1

Bobot Badan (g/ekor/minggu) 146

Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu) 133

Konversi Ransum

2

360

282

1,13

3

653

467

1,33

4

1025

673

1,49

5

1460

849

1,64

0,89

Sumber : NRC (1994)

Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup (Wahju, 2004). Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah besar tubuh hewan, makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parrakasi, 1999). Konsumsi ransum dipengaruhi pula oleh bentuk ransum, kandungan energi ransum, kesehatan ternak, suhu lingkungan, zat makanan dalam ransum, kecepatan pertumbuhan dan stres (Leeson dan Summers, 2001). Tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi, semakin tinggi energi ransum maka konsumsi akan semakin menurun (Scott et al., 1982). Tingginya energi dalam ransum harus diimbangi dengan protein, mineral dan vitamin (Scanes et al., 2004). Konversi Ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu (North dan Bell, 1990). Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau 7

menyusun ransum yang berkualitas. Nilai konversi ransum merupakan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dalam penggunaan ransum, semakin rendah konversi ransum maka akan semakin efisien karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu (Lacy dan Vest, 2004). Nilai konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, temperatur, feed additive yang digunakan dalam ransum dan manajemen pemeliharaan (James, 2004). Scanes et al. (2004) menyatakan bahwa pemberian pakan unggas dalam bentuk crumble dan pellet memiliki nilai konversi ransum yang lebih baik dibandingkan dengan pakan berbentuk mash, karena dapat mengurangi jumlah kehilangan pakan dalam litter. Ayam broiler yang diberikan ampas mengkudu dengan taraf 4,8 g/kg ransum dapat meningkatkan konversi ransum hingga 5% (Bintang et al., 2007). Konsumsi Air Minum Air merupakan senyawa yang penting dalam tubuh makhluk hidup. Fungsi air diantaranya untuk mengatur suhu tubuh karena air bersifat mudah menguap, mentransformasikan zat makanan dan metabolit dari semua sel dalam tubuh, membantu mempertahankan homeostatis dengan ikut dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmotik dan konsentrasi elektrolit (Scott et al., 1982). Pada ayam broiler konsumsi air minum berhubungan erat dengan konsumsi

ransum.

Menurut

Ensminger

(1992),

umumnya

ayam

broiler

mengkonsumsi air minum dua kali lebih banyak dari bobot ransum yang dikonsumsi. Konsumsi air minum tersebut juga akan meningkat pada saat ayam berada pada temperatur lingkungan yang tinggi (Leeson dan Summer, 2001). Jumlah kebutuhan air minum ayam broiler umur 1-5 minggu (NRC, 1994) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Minum Ayam Broiler Umur 1-5 Minggu Minggu ke-

Kebutuhan air minum (ml/ekor/minggu)

1

225

2

480

3

725

4

1000

5

1250

Sumber: NRC (1994)

8

Pertumbuhan Pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya (Scanes et al., 2004). Menurut North (1984), kecepatan pertumbuhan pada ayam broiler mempunyai variasi yang cukup besar tergantung pada tipe ayam, strain, jenis kelamin, umur hewan dan keseimbangan ransum. Rasyaf (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, mutu makanan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit juga sangat berpengaruh penting pada kecepatan pertumbuhan ayam broiler. Pertumbuhan broiler pada minggu-minggu terakhir sebanyak 50 sampai 70 gram per hari, sehingga pertumbuhan yang cepat tersebut harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup (Amrullah, 2004). Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari campuran dengan bantuan pelarut. Menurut Bombardelli (1991), ekstraksi senyawa aktif tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan. Pemikiran metode ekstraksi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif dan sifat kelarutan dalam pelarut yang akan digunakan (Harbone, 1987). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektifitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut. Achmadi (1992) menyatakan beberapa pertimbangan dalam memilih pelarut yaitu: 1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. 2. Air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam maupun basa organik. Harbone (1987) menyatakan bahwa maserasi adalah metode ekstraksi dengan cara merendam sampel menggunakan pelarut dengan atau tanpa pengadukan dan biasanya dilakukan selama sehari semalam (24 jam) tanpa menggunakan pemanas. Tujuan dari maserasi atau perendaman adalah agar zat aktif yang terdapat di dalam tumbuhan akan lepas dan mudah masuk ke dalam pelarut, sehingga senyawa yang diharapkan dalam tanaman dapat terekstrak secara sempurna (Howard, 1989). Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sering digunakan dibanding 9

metode ekstraksi yang lain. Kelebihan metode maserasi diantaranya tidak memerlukan alat yang rumit, relatif murah, bisa menghindari kerusakan komponen senyawa karena tidak menggunakan panas sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan panas, sedangkan kelemahannya adalah dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak efektif (Meloan, 1999). Salmonella typhimurium Salmonella typhimurium termasuk ke dalam famili Enterobactericeae, jenis bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, bersifat anaerob fakultatif, bergerak dengan flagella dan berukuran panjang 2-3µm serta lebar 0,5-1 µm (Ray, 2003). Pelezar dan Chan (2004) memaparkan bahwa habitat normal Salmonella adalah di saluran pencernaan, dapat tumbuh pada suhu antara 5-470C dan suhu optimum adalah 35-370C. Koloni Salmonella dapat ditumbuhkan ke dalam media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA) yang ditunjukkan dengan adanya bentuk bulat dan bewarna hitam pada cawan petri (Gast, 2003). Salmonella typhimurium dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Salmonella typhimurium (Pelezar dan Chan, 2004) Diantara strain Salmonella, Salmonella typhimurium dan Salmonella enteritidis merupakan penyebab penyakit Salmonellosis yang paling banyak dilaporkan. Salmonella typhimurium banyak ditemukan pada saluran pencernaan vertebrata, invertebrata dan terdapat pula pada feses ternak (Ashton, 1994). Penyebaran bakteri Salmonella terjadi secara panzootik melalui perpindahan unggas, hewan lain, manusia, produk asal unggas, udara, kontaminasi pakan, serta melalui air minum dan vaksinasi. Gejala klinis salmonellosis pada unggas dapat diamati dari perubahan fesesnya yang berwarna putih encer, diare yang mengotori sekitar kloaka,

10

penurunan nafsu makan, dehidrasi, lesu, sayap terkulai dan juga terjadi gangguan syaraf (Lay dan Hastowo, 1992). Barrow (2000) menyatakan keparahan Salmonellosis pada unggas tergantung dari serotif dan strain bakteri, umur dan genetik inang serta pintu masuk infeksi. Pada anak ayam umur lebih dari 3 minggu yang terinfeksi Salmonella biasanya tidak menimbulkan gejala klinis dan tidak mematikan, tetapi ayam yang sembuh dari infeksi dapat menjadi karier menahun yang sewaktu-waktu dapat mengekskresikan bakteri Salmonella pada fesesnya (Poernomo et al., 1997). Antibiotik Tetrasiklin Antibiotik adalah komponen kimia yang diproduksi secara biologi oleh organisme seperti jamur atau fungi, bakteri dan tumbuhan yang mempunyai sifat bakteriostatik atau bakteriosidal (Scanes et al., 2004). Menurut Siswandono dan Soekardjo (1995), cara kerja antibiotik adalah sebagai berikut : (1). Menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi toksin diantaranya menghalangi atau membunuh mikroorganisme yang menimbulkan infeksi subklinis dan yang bersaing dengan induk semang dalam menyediakan nutrien; (2). Meningkatkan kapasitas daya serap usus, hal tersebut berdasarkan pada pengamatan bahwa pemberian antibiotik menyebabkan dinding usus menjadi tipis, sehingga daya serap usus akan zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh semakin meningkat. Efek dari penggunaan antibiotik antara lain: (1). Antibiotik dapat mencegah penyakit terutama dalam

saluran

pencernaan;

(2).Antibiotik

dapat

menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme yang menghasilkan amonia dalam jumlah besar; (3). Antibiotik dapat meningkatkan penyerapan nutrien (kalsium, fosfor dan magnesium) dan menghambat kerusakan nutrien (vitamin dan asam amino) oleh mikrorganisme; (4). Antibiotik dapat meningkatkan kemampuan absorbsi zat makanan dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum (Leeson dan Summers, 2001). Tetrasiklin dikenal sebagai antibiotik yang mempunyai spektrum luas karena dapat digunakan untuk menghadapi infeksi berbagai jenis penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif dengan cara kerja bakteriostatik dan pada kadar tinggi bersifat bakterisidal (Schunack et al., 1990). Tetrasiklin memiliki sifat pembentuk kelat, diduga aktifitas antibakterinya disebabkan oleh kemampuan untuk menghilangkan ion-ion logam yang penting bagi

11

kehidupan bakteri seperti ion Mg (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Menurut Wisley dan Wheeler (1993), cara kerja tetrasiklin dalam sel bakteri yaitu : tetrasiklin mengikat ribosom 30-S, menghambat jalan masuk aminoasil tRNA sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak, menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptida sehingga menyebabkan hambatan sintesis protein bakteri. Siswandono dan Soekardjo (1995) menyatakan bahwa tetrasiklin memiliki toksisitas yang rendah dan hanya akan menimbulkan efek samping seperti iritasi saluran cerna dan kerusakan ginjal apabila diberikan dalam kadar berlebih. Kadar pemakaian antibiotik yang dianjurkan USDA untuk ditambahkan dalam pakan ternak kurang dari 200 gram per ton (0,02%) (Hileman dan Washington, 1999). Struktur kimia tetrasiklin dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Kimia Tetrasiklin (Siswandono dan Soekardjo, 1995)

12

13

METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Taman Kencana Bogor pada bulan MaretJuni 2008. Materi Ternak dan Kandang Penelitian ini menggunakan 180 ekor ayam broiler strain Ross umur satu hari (DOC/Day Old Chick) yang dipelihara selama lima minggu. Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter menggunakan sekam padi yang telah difumigasi. Kandang tersebut dibagi menjadi 18 unit dengan ukuran 1m x 1m x 1m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan satu tempat pakan dan air minum serta lampu pijar 60 watt sebagai penghangat buatan dan pemanas sampai ayam broiler umur 7 hari. Pada kandang juga terdapat termometer untuk mengukur suhu kandang. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, shaker, rotary evaporator, tabung reaksi, gelas ukur, labu takar, spatula, oven 60 0C, penyaring, mesin penggiling, cawan petri, autoklaf, alumunium foil, jarum ose, pipet, dan erlenmeyer. Bahan yang digunakan adalah daun mengkudu yang muda, pelarut metanol 90%, kultur bakteri Salmonella thypimurium, alkohol 70%, media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA). Ransum Ransum disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005), yaitu mengandung energi metabolis (EM) 3050 kkal/kg, protein kasar 22% pada periode starter (0-3 minggu) dan kandungan energi metabolis (EM) sebesar 3100 kkal/kg, protein kasar 20% pada periode grower-finisher (3-5 minggu). Bahan baku ransum yang digunakan adalah jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil kelapa, CPO (Crude Palm Oil), DL-Metionin, CaCO3, premix dan NaCl.

Ransum diberikan ad libitum dengan susunan dan kandungan zat makanan ransum penelitian berdasarkan perhitungan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 minggu) dan Periode Grower-Finisher (3-5 minggu) Bahan Makanan

Periode starter

Periode grower-finisher

(0-3 minggu)

(3-5 minggu)

-----------------------------(%) ---------------------------Jagung kuning

51,61

55,45

5

7,60

25,87

21,55

Tepung ikan

6

5,70

Bungkil kelapa

5

3

CaCO3

1,23

1,23

CPO

4,50

4,50

DL-Metionin

0,10

0,17

Premix

0,50

0,50

NaCl

0,19

0,30

Jumlah

100

100

Dedak padi Bungkil kedelai

Kandungan Zat Makanan Berdasarkan Perhitungan* : Energi metabolis (kkal/kg)

3052

3102,9

Protein kasar (%)

22,01

20,04

Serat kasar (%)

3,45

3,43

Lemak kasar (%)

7.02

7,23

Kalsium (%)

0,95

0,92

Fosfor tersedia (%)

0,47

0,45

Lisin (%)

1,30

1,16

Metionin (%)

0,53

0,57

Sistin+Metionin (%)

0,95

0,88

* Perhitungan berdasarkan Leeson dan Summers (2005)

14

Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 kali ulangan yang masing-masing terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Perlakuan Perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : P1 = Ayam tanpa diinfeksi Salmonella typhimurium dan tanpa pemberian ekstrak daun mengkudu (kontrol positif) P2 =Ayam diinfeksi Salmonella typhimurium, tanpa pemberian ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif) P3 = Ayam diinfeksi Salmonella typhimurium + ekstrak mengkudu 100 mg/kg BB P4 = Ayam diinfeksi Salmonella typhimurium + ekstrak mengkudu 200 mg/kg BB P5 = Ayam diinfeksi Salmonella typhimurium + ekstrak mengkudu 300 mg/kg BB P6 = Ayam diinfeksi Salmonella typhimurium + antibiotik tetrasiklin 0,02% BB Model matematik Model matematika (Steel dan Torrie, 1993) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Yij = µ +

i

+

ij

Keterangan : Yij

= Nilai pengamatan pada perlakukan ke-i dan ulangan ke-j

µ

= Nilai rataan umum = Efek perlakuan ke-i

i ij

= Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Peubah yang diamati 1.

Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Konsumsi Saponin (gram/ekor/11 hari)

2.

Konsumsi Ransum (gram/ekor/minggu) Konsumsi ransum dihitung dari selisih ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang ada setiap minggu selama pemeliharaan.

3.

Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/minggu) Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan akhir pada tiap minggu dengan bobot badan awal tiap minggu.

15

4.

Konversi Ransum Konversi ransum dapat diperoleh dengan cara menghitung konsumsi ransum per minggu dibagi dengan pertambahan bobot badan per minggu.

5.

Bobot Badan Periode Starter dan Akhir (gram/ekor) Bobot badan periode starter diperoleh dengan menimbang bobot badan ayam broiler pada akhir minggu ketiga, sedangkan bobot badan akhir diperoleh dengan menimbang bobot badan ayam broiler pada akhir pemeliharaan

6.

Koloni Salmonella typhimurium pada ekskreta (cfu/gram) Jumlah koloni Salmonella typhimurium dihitung dengan menggunakan metode hitungan cawan (Waluyo, 2005) dengan rumus sebagai berikut : Jumlah koloni bakteri (CFU/gram) =

n 2 g/10 ml x 10a x 10-1 ml

keterangan : n = jumlah koloni bakteri pada pengenceran ke a 2 g = berat sampel ekskreta ayam broiler a = pengenceran ke-

Contoh perhitungan jumlah bakteri Salmonella typhimurium adalah sebagai berikut: pada pengenceran ke-2 terdapat 140 koloni bakteri dalam cawan petri, maka perhitungan adalah : Jumlah koloni bakteri (CFU/gram) =

140 2 g/10 ml x 10-2 x 10-1 ml

= 7 x 105 CFU/gram Analisis Data Data performa ayam broiler yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) (Steel dan Torrie, 1993).

Untuk konsumsi ekstrak daun mengkudu, konsumsi saponin dan jumlah koloni bakteri Salmonella typhimurium diolah secara deskriptif. Prosedur Pengolahan dan Ekstraksi Daun Mengkudu Daun mengkudu segar bagian yang muda diperoleh dari kebun percobaan Institut Pertanian Bogor. Tahapan pengolahan yang dilakukan adalah : sebanyak 2 kg daun mengkudu muda segar dilayukan atau dijemur selama 3-4 jam, kemudian

16

dikeringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu 60°C. Daun yang telah dikeringkan, kemudian digiling dengan ukuran 60 mesh dan dihasilkan tepung daun mengkudu sebanyak ± 500 gram. Sampel berbentuk tepung tersebut kemudian dicampurkan dengan pelarut metanol 90% dengan perbandingan 1:5 (500 gram tepung daun mengkudu dengan 2500 ml pelarut metanol). Campuran dimaserasi (diaduk dan digoyang dalam shaker bath) selama 24 jam, kemudian disaring untuk memisahkan antara filtrat dan endapan (April et al., 2005). Hasil saringan berupa filtrat sebesar 1520 ml diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 500C dengan kecepatan 80 rpm selama ±5 jam sampai metanol yang terdapat di dalam campuran menguap. Proses pembuatan ekstrak metanol daun mengkudu disajikan pada Gambar 7. Daun mengkudu segar Dilayukan 3-4 hari Kering oven 600C, 36 jam Digiling ukuran 60 mesh Tepung daun mengkudu 500 gram dengan 2500 ml pelarut metanol 90% (1:5)

Ekstraksi Filtrat Rotary Evaporator 500C

Endapan

Ekstrak Daun Mengkudu

Gambar 7. Tahapan Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu (April et al., 2005) Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu dan Tetrasiklin Perlakuan ekstrak daun mengkudu (bentuk pekat) dan antibiotik tetrasiklin (bentuk serbuk) dalam penelitian ini dicampurkan ke dalam air minum yang digantung dalam setiap kandang untuk 10 ekor ayam broiler. Perlakuan ekstrak maupun antibiotik tetrasiklin diberikan setiap sore hari mulai dari ayam broiler

17

berumur 11-21 hari. Pada saat perlakuan, pemberian air minun yang telah dicampur dengan ekstrak daun mengkudu maupun tetrasiklin pada minggu ke-2 (mulai umur 11-14 hari) dan minggu ke-3 (15-21 hari) berturut-turut sebesar 300 ml/10 ekor/sore hari dan 600 ml/10 ekor/sore hari. Pemeliharaan Persiapan kandang dilakukan dengan cara : lantai kandang dibersihkan dengan air detergen dan dibilas sampai bersih, kemudian kandang disekat sebanyak 18 unit. Kandang dikapur dan disemprot menggunakan disinfektan secara merata. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan diberikan tanda pada masingmasing unit kandang untuk mempermudah pencatatan. Pada awal pemeliharaan dilakukan penimbangan berat badan awal dan pemberian air gula pada saat DOC datang. Pemeliharaan dilakukan selama lima minggu dengan memperhatikan manajemen pemeliharaan antara lain pengontrolan suhu kandang, pencahayaan, pemberian pakan dan air minum serta vaksinasi. Infeksi Salmonella typhimurium dan Pengambilan Sampel Ekskreta Ayam diinfeksi pada hari ke-10 (sore hari) dengan dosis 1,34 x 1010CFU/ml, kecuali pada perlakuan kontrol positif. Penginfeksian dilakukan secara oral yaitu dengan memasukkan bakteri Salmonella typhimurium melalui mulut menggunakan spuit untuk membuat ayam menjadi sakit. Pengambilan sampel ekskreta dilakukan pada hari ke-10 (sebelum ayam diinfeksi Salmonella typhimurium), hari ke-22 (setelah perlakuan) dan hari ke-35 (akhir pemeliharaan). Penghitungan Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium Perhitungan total koloni bakteri menggunakan metode pengenceran (Waluyo, 2005). Media selektif yang digunakan adalah SSA (Salmonella Shigella Agar). Tahapan dalam perhitungan total koloni bakteri ini adalah : (1) Sampel ekskreta ditimbang sebanyak 2 gram dari 1 ulangan dari masing-masing perlakuan; (2) Dilakukan pencampuran dengan 10 ml air steril dan diaduk sampai homogen; (3) Campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 9 ml air steril dan diaduk sampai homogen, pengenceran dilakukan sampai pada tabung kelima; (4) Pada setiap tabung atau pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian dimasukkan media selektif SSA steril

18

yang telah didinginkan sampai 500C kira-kira 15 ml; (5) Cawan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C dengan posisi terbalik untuk menghindari tetesan air yang mungkin melekat pada dinding dalam tutup cawan (Fardiaz, 1993); (6) Pengamatan bakteri Salmonella typhimurium diindikasikan dengan adanya koloni bewarna hitam dan memiliki bentuk bulat (Gast, 2003) kemudian dihitung dalam CFU/gram. Tahapan pengenceran dapat dilihat pada Gambar 8. 1ml

1 ml

10 ml

9 ml

1ml

9 ml 0,1 ml

Media selektif SSA + Pe-1

1ml

9 ml 0,1 ml

Pe-2

1ml

9 ml 0,1 ml

Pe-3

Pe-4

9 ml 0,1 ml Pe-5

Keterangan : SSA = Salmonella Shigella Agar Pe = Pengenceran ke-

Gambar

8.

Tahapan Pengenceran typhimurium

Penghitungan

Bakteri

Salmonella

19

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi ekstrak metanol daun mengkudu dan konsumsi saponin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Konsumsi Saponin dalam Air Minum Ayam Broiler Umur 11-21 hari Perlakuan

Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin Mengkudu -----------------------------------(g/ekor)-----------------------------------

P1

0

0

P2

0

0

P3

0,25

0,006

P4

0,43

0,011

P5

0,72

0,018

P6

0

0

Keterangan : P1=Ayam sehat (kontrol Positif), P2=Ayam diinfeksi S. typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin (0,02%) * Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu dalam 540 ml Air Minum/ekor selama 11 hari

Kisaran konsumsi ekstrak daun mengkudu selama umur 11-21 hari yang diberikan sore hari pada penelitian ini sebesar 0,25-0,72 g/ekor dalam 540 ml air minum/ekor. Hasil analisis fitokimia di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2008) secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun mengkudu mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, glikosida dan saponin. Hasil analisis kuantitatif di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi (2008) dalam 0,5 gram sampel ekstrak daun mengkudu diperoleh jumlah saponin sebesar 2,56%, sehingga konsumsi saponin pada penelitian ini (Tabel 5) berkisar antara 0,006-0,018 g/ekor. Menurut Robinson (1995), senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman kebanyakan memiliki rasa sepat dan pahit, namun pada penelitian ini kandungan senyawa aktif dalam ekstrak daun mengkudu tidak mempengaruhi konsumsi air minum. Hal ini disebabkan karena ayam masih mampu

mentolerir rasa pahit dari senyawa aktif tersebut, selain itu saponin yang dikonsumsi masih dalam dosis rendah. Menurut FAO (2005), batas saponin yang dapat ditoleransi adalah sebesar 3,7 g/kg ransum. Miah et al. (2004) menyatakan bahwa saponin dapat dicampurkan dalam ransum sebesar 75 mg/kg tanpa berpengaruh negatif pada tubuh ternak dan dapat meningkatkan performa ayam broiler. Penelitian Ahmad dan Elfawati (2008) memperoleh hasil bahwa pemberian sari buah mengkudu sampai taraf 10% dari total air minum cenderung meningkatkan konsumsi air minum ayam broiler. Rofiq (2003) menyatakan bahwa penyakit Salmonellosis rentan terjadi pada ayam berumur kurang dari satu bulan, sedangkan ayam umur lebih dari tiga minggu jarang menimbulkan gejala klinis karena memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik tetapi dapat menjadi pembawa (carrier) yang dapat menularkan penyakit pada manusia. Wiryanti (2004) menyatakan bahwa pemberian ekstrak buah mengkudu dosis 0,5 g/kg BB pada umur 1-14 hari dapat menggertak tanggap kebal (imun) tubuh ayam broiler, namun pemberian ekstrak buah mengkudu yang terus-menerus sampai umur 28 hari menunjukkan adanya penurunan sistem imun dan memunculkan toksisitas obat seperti kerusakan hati dan ginjal. Hasil penelitian Sumarsono (2007) menyimpulkan bahwa pemberian tepung daun sembung pada periode growerfinisher sudah tidak dapat diberikan karena dapat menurunkan nafsu makan ayam broiler. Senyawa antibakteri seperti saponin apabila berada dalam tubuh ternak terlalu lama dapat menurunkan daya tahan tubuh (Cheeke, 2001), selain itu dapat mengikat mineral Fe dan Zn sehingga mineral tersebut tidak dapat diserap tubuh dengan baik (Southon et al., 1988). Oleh karena itu pada penelitian ini ekstrak daun mengkudu yang memiliki senyawa antibakteri alami tidak diberikan selama lima minggu pemeliharaan, namun hanya diberikan pada periode starter umur 11-21 hari. Pemberian ekstrak daun mengkudu ini untuk mencegah timbulnya beberapa penyakit, terutama Salmonellosis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif salah satunya adalah Salmonella typhimurium yang menyebabkan kerugian secara ekonomis pada peternak.

21

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler Pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan periode starter disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Bobot Badan Periode Starter (0-3 Minggu) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)

P1 781,87 ± 5,73

P2 756,93 ± 8,76

P3 771,97 ± 22,15

P4 771,72 ± 45,01

P5 764,95 ± 62,76

P6 788,23 ± 11,24

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)

550,80 ± 7,85

492,43 ± 63,71

515,13 ± 31,19

509,43 ± 26,22

564,04 ± 44,67

569,01 ± 33,53

Konversi Ransum

1,40 ± 0,02

1,49 ± 0,11

1,46 ± 0,08

1,44 ± 0,07

1,40 ± 0,13

1,41 ± 0,10

Bobot Badan Umur 3 Minggu (g/ekor)

599,07 ± 7,86

540,20 ± 58,33

563,70 ± 31,12

557,35 ± 26,85

613,14 ± 43,65

614,17 ± 17,68

Keterangan : P1= Ayam tanpa diinfeksi S. typhimurium dan tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol positif), P2=Ayam diinfeksi S. typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin (0,02%)

Pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum periode grower-finisher disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)

P1

P2

P3

P4

P5

P6

1701,00 ± 53,22

1677,76 ± 78,93

1679,30 ± 81,15

1655,81 ± 66,92

1687,23 ± 24,88

1708,87 ± 69,39

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)

736,61 ± 88,87

701,22 ± 44,95

697,38 ± 58,83

701,60 ± 109,92

701,89 ± 81,85

702,86 ± 65,92

Konversi Ransum

2,41 ± 0,25

2,56 ± 0,09

2,43 ± 0,23

2,39 ± 0,31

2,44 ± 0,23

2,47 ± 0,19

22

Pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan akhir selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)

P1

P2

P3

P4

P5

P6

2482,87 ± 48,99

2434,69 ± 87,05

2451,27 ± 63,49

2427,54 ± 28,00

2452,18 ± 38,37

2497,11 ± 64,91

Pertambahan Bobot Badan 1287,41 (g/ekor) ± 81,04

1193,65 ± 56,97

1212,51 ± 72,38

1211,03 ± 100,57

1265,93 ± 111,44

1271,87 ± 32,43

1,91 ± 0,11

2,03 ± 0,04

1,95 ± 0,12

1,92 ± 0,17

1,92 ± 0,18

1,94 ± 0,07

1335,68 ± 81,01

1241,42 ± 61,15

1261,08 ± 71,82

1270,81 ± 48,39

1315,03 ± 61,35

1319,16 ± 23,04

Konversi Ransum Bobot Badan Akhir (g/ekor)

Keterangan : P1=Ayam sehat (kontrol Positif), P2=Ayam diinfeksi S.typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S.typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin (0,02%)

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum periode starter. Walaupun tidak berpengaruh nyata, namun pemberian ekstrak daun mengkudu pada periode starter memiliki rataan nilai konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan P2 yaitu berkisar antara 764,95-771,97 g/ekor (Tabel 6). Pemberian ekstrak daun mengkudu pada periode starter secara numerik cenderung meningkatkan konsumsi ransum sebesar 1,99% pada P3; 1,95% pada P4 dan 1,06% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). walaupun masih cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol positif dan kontrol antibiotik. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu yaitu saponin, antrakuinon dan alkaloid bekerja sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium dalam saluran pencernaan, sehingga kerja saluran pencernaan tidak terganggu. Hal inilah yang diduga menyebabkan

23

kecenderungan peningkatan konsumsi ransum ayam broiler dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil penelitian Langeroudi et al. (2008) menyatakan bahwa, pemberian 15 g/kg Ziziphora clinopodioides (jenis legum yang memiliki senyawa antibakteri) dalam ransum cenderung meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan dengan ransum kontrol. Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata pada semua perlakuan terhadap konsumsi ransum. Nilai rataan konsumsi ransum tertinggi pada periode grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan dicapai oleh P6 yaitu sebesar 1708,87 dan 2497,11 g/ekor. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk ransum, kandungan energi ransum, kesehatan ternak, suhu lingkungan, zat-zat nutrien, kecepatan pertumbuhan dan stres (Leeson dan Summers, 2001). Church (2004) menyatakan bahwa kandungan energi dalam pakan akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam perhari. Konsumsi ransum ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan diilustrasikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan

24

Gambar 9 memperlihatkan konsumsi ransum yang meningkat dengan bertambahnya umur ayam broiler. Hal ini sesuai pernyataan Scott et al. (1982) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh umur ayam. Pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3 dan minggu ke-5 terlihat konsumsi ransum pada semua perlakuan relatif sama dan stabil, namun pada minggu ke-4 terlihat konsumsi ransum tertinggi pada P2 dan terendah pada P6. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum pada periode starter tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. Walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata, namun pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan periode starter sebesar 4,61% pada P3; 3,45% pada P4 dan 14,54% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). Pemberian ekstrak daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB (P5) cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 2,40% dibandingkan dengan kontrol positif (P1) dan memiliki nilai pertambahan bobot badan yang hampir sama dengan perlakuan antibiotik (P6). Hal ini diduga karena senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada ayam yang telah diinfeksi dengan bakteri Salmonella typhimurium dan membantu proses penyerapan zat makanan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh ayam broiler untuk pertumbuhan dan pembentukan jaringan. Hasil penelitian Ulfa dan Natsir (2008) menyatakan bahwa penambahan ekstrak daun sambiloto taraf 0,4% yang mengandung senyawa aktif diantaranya glikosida, saponin dan andrographolide cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 8,82% dibandingkan dengan kontrol. Smithard (2002) menyatakan bahwa saponin dapat meningkatkan permeabilitas mukosa usus, sehingga dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler. Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata pada seluruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan. Rasyaf (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, mutu makanan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit sangat berpengaruh penting pada

25

kecepatan pertumbuhan ayam broiler. Pada periode grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif), nilai pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada P1 yaitu berturut-turut sebesar 736,61 dan 1287,41 g/ekor. Menurut North dan Bell (1990), peningkatan bobot badan ayam setiap minggu tidak seragam. Pada Gambar 10 disajikan grafik pertambahan bobot badan ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan, pemberian ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB (P5) dan perlakuan antibiotik (P6) pada minggu ke-3 memiliki peningkatan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini terlihat bahwa ekstrak daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB (P5) periode starter (0-3 minggu) dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena memiliki peningkatkan pertambahan bobot badan yang sama dengan perlakuan antibiotik tetrasiklin (P6) (Gambar 10). Pada minggu ke-4 dan ke-5 terlihat terjadi penurunan pertambahan bobot badan untuk P3, P5 dan P6 dibandingkan dengan perlakuan lain. Grafik pertambahan bobot badan ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan

26

Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum selama periode starter tidak berpengaruh nyata terhadap konversi ransum, namun pemberian ekstrak daun mengkudu cenderung menurunkan konversi ransum sebesar 2,01% pada P3; 3,36% pada P4 dan 6,04% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). Pemberian ekstrak daun mengkudu pada taraf 300 mg/kg BB (P5) memiliki nilai konversi ransum yang sama dengan P1 (kontrol positif) yaitu sebesar 1,40 dan memiliki nilai yang hampir sama dengan P6 (kontrol antibiotik) (Tabel 6). Hal ini diduga disebabkan oleh ekstrak daun mengkudu memiliki senyawa antibakteri yang dapat menjaga keseimbangan mikroflora usus dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen, sehingga saluran pencernaan ayam broiler dapat bekerja lebih baik. Hal ini menyebabkan pemanfaatan ransum lebih efisien, sehingga mampu untuk diubah menjadi daging walaupun konsumsi ransum lebih sedikit. Nazeer et al. (2002) menyatakan bahwa konsumsi ekstrak yucca schidigera saponin dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi ransum ayam broiler. Efek ekstrak tanaman yang mengandung senyawa antibakteri dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dan membantu penyerapan dalam saluran pencernaan (Kamel, 2001). Hasil penelitian Ulfa dan Natsir (2008) menyimpulkan bahwa penambahan ekstrak daun sambiloto pada taraf 0,4% cenderung menurunkan nilai konversi ransum sebesar 4,48% dibandingkan dengan kontrol. Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata pada semua perlakuan terhadap konversi ransum. Gambar 11 memperlihatkan grafik konversi ransum untuk semua perlakuan pada minggu ke-1 relatif stabil, namun pada minggu ke-2 terjadi penurunan konversi ransum. Pada minggu ke-3 dan ke 4, grafik konversi ransum untuk P2 (kontrol negatif) meningkat dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan untuk P6 dan P5 menurun dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB pada periode starter dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena memiliki grafik penurunan konversi ransum yang sama dengan P6 (perlakuan antibiotik). Pada minggu ke-5, perlakuan P6 dan P5 memiliki grafik konversi ransum

27

yang meningkat dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Nilai konversi ransum merupakan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dalam penggunaan ransum, semakin rendah konversi ransum maka akan semakin efisien karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu (Lacy dan Vest, 2004). Angka konversi ransum ayam broiler pada umur lima minggu yaitu sebesar 1,64 (NRC, 1994). Nilai konversi ransum semua perlakuan pada penelitian ini selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 1,91-2,03. Menurut James (2004) nilai konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, kualitas pakan, temperatur, feed additive yang digunakan dalam ransum dan manajemen pemeliharaan. Grafik konversi ransum ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11.

Grafik Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum selama periode starter tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan umur 3 minggu, namun secara numerik pemberian ekstrak daun mengkudu

28

cenderung meningkatkan bobot badan sebesar 4,55% pada P3; 3,17% pada P4 dan 14,54% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). Gambar 12 memperlihatkan bahwa bobot badan periode starter pada pemberian ekstrak daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB (P5) memiliki nilai rataan lebih tinggi yaitu sebesar 613,14 g/ekor dibandingkan dengan P1, P2, P3 dan P4, walaupun masih cenderung lebih rendah dibandingkan dengan P6. Hal ini dapat disebabkan oleh kerja dari senyawa antibakteri dalam ekstrak daun mengkudu dalam membantu penyerapan zat makanan sehingga cenderung dapat meningkatkan bobot badan ayam broiler. Lohakare et al. (2006) menyatakan bahwa herbal (tanaman obat) mempunyai pengaruh terhadap pencernaan dan efisiensi pemanfaatan zat makanan pada ayam broiler sehingga berpengaruh pada bobot badan ayam broiler.

Gambar 12. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada seluruh perlakuan terhadap bobot badan akhir. Nilai bobot badan akhir tertinggi dicapai pada P1 yaitu sebesar 1335,68 g/ekor (Gambar 13). Bobot akhir yang tinggi pada perlakuan ini disebabkan oleh pertambahan bobot badan ayam broiler yang tinggi pula. Amrullah (2004) menyatakan bahwa pertambahan bobot

29

badan akan mempengaruhi bobot badan akhir. Angka normal bobot badan ayam broiler umur 5 minggu adalah sebesar 1460 g/ekor (NRC, 1994). Nilai bobot badan akhir semua perlakuan pada penelitian ini berada dibawah angka normal yaitu berkisar antara 1241,42-1335,68 g/ekor. Hal ini disebabkan oleh suhu kandang yang tinggi selama pemeliharaan berkisar antara 25,50-33,060C sehingga dapat menyebabkan ayam stress panas dan pertumbuhan menjadi terhambat. Menurut Appleby et al. (2004), suhu lingkungan normal dalam pemeliharaan ayam berkisar antara 19-280C. Diatas suhu tersebut ayam mulai melakukan proses homeostasis dengan cara panting. Aktivitas tersebut mengakibatkan ayam meningkatkan konsumsi air minum dan menurunkan konsumsi ransum sehingga pertumbuhan ayam broiler juga menurun. Rasyaf (2003) menyatakan bahwa bobot badan unggas dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan serta manajemen pemeliharaan. Rataan bobot badan akhir disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Akhir selama Lima Minggu Pemeliharaan

30

Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler Jumlah koloni bakteri Salmonella typhimurium pada ekskreta ayam broiler hari ke-10 (sebelum diinfeksi Salmonella typhimurium), hari ke-22 (setelah perlakuan) dan hari ke-35 (akhir pemeliharaan) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler Perlakuan

P1

Jumlah bakteri Salmonella typhimurium Hari Hari Hari ke-10 ke-22 ke-35

Perubahan Jumlah Bakteri Salmonella typhimurium * Hari ke-10 Hari ke-22 Hari ke-10 s.d. ke-22 s.d. ke-35 s.d. ke-35

------(log 10/gram)------5,26 4,70 3,81

--------------------(%)---------------------10,59 -18,86 -27,45

P2

4,65

5,40

5,29

+16,00

-2,00

+ 5,94

P3

5,18

4,70

3,88

-9,22

-17,53

-34,35

P4

5,18

3,70

3,30

-28,54

-10,76

-24,59

P5

5,30

3,70

3,00

-30,22

-18,90

- 43,41

P6

5,40

4,48

3,70

-17,06

-17,38

- 31,47

Keterangan : *tanda +/- menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan jumlah bakteri Salmonella typhimurium P1=Ayam sehat (kontrol Positif), P2=Ayam diinfeksi S.typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin 0,02% BB

Ayam perlakuan diinfeksi bakteri Salmonella typhimurium pada hari ke-10 (sore hari) dengan populasi 1,34 x 1010CFU/ml/ekor, namun tidak dilakukan pada perlakuan kontrol positif (P1). Koloni bakteri pada ekskreta menunjukkan banyaknya populasi bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan usus (Grist, 2006). Pada Tabel 9 terlihat bahwa pada saat sebelum diinfeksi terlihat jumlah bakteri Salmonella typhimurium dalam log 10/gram pada P5 dan P6 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu sebesar 5,30 dan 5,40. Perlakuan pemberian ekstrak daun mengkudu pada hari ke-22 (setelah perlakuan) menunjukkan adanya penurunan bakteri Salmonella typhimurium yang lebih tinggi dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif) yaitu berkisar antara 9,22-30,22%. Jumlah bakteri hari ke-22 (setelah perlakuan) dan hari ke-35 (akhir pemeliharaan) menurun dan penurunan tertinggi 31

dicapai pada P5, yaitu berturut-turut sebesar 30,22% dan 43,41%. Nilai tersebut mengindikasikan kemungkinan penurunan bakteri akan jauh lebih besar apabila kolekting ekskreta dan penghitungan bakteri Salmonella typhimurium juga dilakukan setelah diinfeksi namun sebelum diberikan perlakuan. Pada Gambar 14 disajikan grafik jumlah koloni bakteri Salmonella typhimurium pada hari ke-10, hari ke-22 dan hari ke-35.

Jumlah Koloni Bakteri S.typhimurium (log 10/g)

6 5 P1 4

P2 P3

3

P4 P5

2

P6 1 0 10

22

35

Hari keGambar 14. Grafik Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium Gambar 14 memperlihatkan bahwa dengan semakin meningkatnya taraf pemberian ekstrak daun mengkudu, jumlah bakteri Salmonella typhimurium semakin menurun dibandingkan dengan kontrol negatif (Gambar 14) sampai hari ke-22. Pemberian ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB periode starter dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena dapat menurunkan jumlah bakteri Salmonella typhimurium dibandingkan dengan perlakuan antibiotik (P6). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktifitas senyawa antibakteri seperti alkaloid, antrakuinon dan saponin yang terdapat dalam ekstrak daun mengkudu yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium. Robinson (1995) menyatakan

bahwa

senyawa

antibakteri

seperti

golongan

glikosida

dapat

32

menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Robinson (1995) menyatakan senyawa alkaloid mampu menggangu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel bakteri tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada sel bakteri. Antrakuinon salah satu golongan dari senyawa glikosida dalam ekstrak tanaman dapat menghambat bakteri gram negatif dengan menghambat sintesis DNA bakteri sehingga tidak terjadi replikasi DNA dan bakteri tidak dapat terbentuk secara utuh (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Mekanisme Saponin dalam Meningkatkan Performa Ayam Broiler Saponin termasuk salah satu senyawa polar golongan glikosida yang terdapat dalam tanaman. Menurut Achmadi (1992), dalam pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan sifat dari senyawa yang akan diekstrak, pelarut polar akan melarutkan senyawa polar. Metanol merupakan pelarut yang memiliki titik kepolaran yang tinggi dibandingkan dengan pelarut lain. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan pelarut metanol sehingga senyawa polar seperti saponin, antrakuinon dan alkaloid akan banyak yang terekstrak. Saponin merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam daun mengkudu yang berfungsi sebagai antibakteri yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella typhimurium, karena saponin mampu membentuk ikatan dengan fosfolipid yang terkandung dalam dinding sel bakteri, sehingga mempengaruhi tegangan permukaan membran sel bakteri. Hal tersebut mengakibatkan permeabilitas dinding sel meningkat dan cairan dari luar sel akan masuk kedalam sel bakteri. Masuknya cairan dari luar sel mengakibatkan pecahnya dinding sel sehingga bakteri mengalami kematian atau lisis (Cheeke, 2001). Menurut Langhout (2000), herba dan ekstrak tanaman bekerja dengan cara menstimulasi

pertumbuhan

bakteri

yang

menguntungkan

dan

menghambat

pertumbuhan bakteri patogen dalam usus halus, sehingga kerja saluran pencernaan tidak terganggu. Hal tersebut menyebabkan peningkatan penyerapan zat makanan dan meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum ayam broiler (Langeroudi et al., 2008).

33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena dapat menurunkan jumlah bakteri Salmonella typhimurium dan memiliki nilai konversi ransum yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan antibiotik. Saran Perlu dikaji tentang keseimbangan mikroflora di dalam saluran pencernaan dengan adanya infeksi bakteri Salmonella typhimurium dan pemberian ekstrak daun mengkudu serta perlu dilakukan peningkatan taraf pemberian ekstrak daun mengkudu untuk mengetahui signifikansi dalam meningkatkan performa ayam broiler.

UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahhirrahmannirrahim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Ibu, Bapak, Kakak, Adek-adek ku tercinta atas kasih sayang, doa yang tiada henti, motivasi dan selalu menguatkan penulis dalam menghadapi segalanya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc dan Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar, mengarahkan dan memberi motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi ini terselesaikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nur Aeni Sigit, M.S selaku dosen pembimbing akademik, Sri Suharti, S.Pt, M.Si selaku dosen pembahas seminar, Dr. Ir. Erika B. Laconi, M.S dan Ir. Sri Darwati, M.Si selaku dosen penguji sidang yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc yang memberikan motivasi dan saran kepada penulis, terima kasih pula kepada ibu Lanjarsih yang telah membantu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada DIKTI yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dana PKM 2008. Teman-teman PKM (Putri, Reikha, Veni, Izul dan Fian) terima kasih atas kerjasama dan kesabarannya dalam membantu penelitian. Terimakasih kepada Dilla, Risma, Vani Kimia, Rita, Ida, Siska dan Riani yang telah banyak membantu penulis serta teman-teman INTP 42. Terakhir penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah selalu membalas amal baiknya dan semoga skripsi ini bermanfaat Amin. Bogor, Juli 2009 Penulis

DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. S. 1992. Teknik Kimia Organik. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ahmad dan Elfawati. 2008. Performans ayam broiler yang diberi sari buah mengkudu (Morinda citrifolia L). Jurnal Peternakan. 5(1) :10-13. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Brioler. Cetakan Ketiga. Lembaga Gunungbudi, Bogor. Appleby, M. C., J. A. Mench and B. O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and Welfare. CABI Publishing. Wallingford. Oxfordshire, London. April, H. W., A. Husein, dan J. Manurung. 2005. Efektifitas ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) dengan pelarut air, metanol dan heksan terhadap mortalitas larva caplak secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner. 10(2):134-142. Ashton, W. L. G and F. T. W Jordan. 1994. Enterobactericeae in Poultry Disease. 3rd Edition. Bailliere Tindall, London. Barrow, P. A. 2000. The paratyphoid salmonellae. Rev Science Tech off Int Epiz. 19(2) : 351-371. Bintang. I. A. K., A. P. Sinurat dan T. Purwadarja. 2007. Penambahan ampas mengkudu sebagai senyawa bioaktif terhadap performa ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 12(1): 1-5. Bombardelli, E. 1991. Technologies for The Processing of Medical Plants. CRC Press, Florida. Cheeke, R. P. 2001. Saponins : Suprising benefits of http://www.perfectwaters.net/saponin.html. [18/05/2009]

desert

plants.

Church, D. C. 2004. Livestock Feeds and Feeding. 3rd Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. Dickens, J. A., M. E. Berrang and N. A. Coxt. 2000. Efficacy of an herbal extract on the microbiological quality of broiler carcasses during a simulated chill. J. Poultry Sci. 79 :1200-1203. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Rata-rata hasil produksi tanaman biofarmaka di Indonesia. http://hortikultura.deptan.go.id. [20/08/2008] Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Populasi ayam broiler menurut provinsi di Indonesia. http://ditjenak.go.id. [10/06/2009] Djauhariya, E. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia Lignosae) tanaman obat potensial. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah. Perkembangan Teknologi TRO XV (1) :20-23. Ensminger, M.E. 1992. Poultry Science. 3rd Edition. Interstate Publishers Inc. Danuille, Illinois.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Cetakan Pertama. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Francis, G., Z. Kerem, H.P.R Makkar and K. Becker. 2002. The biological action of saponin in animal system. A.review. J. Nut. British 88 :587-605. Gast, R. K. 2000. Paratyphoid Infection. Disease of Poultry. 11 th Edition. Iowa State University, USA. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata dan I. Sudira. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Cetakan Kesatu. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 3(1): 1794-1800. Hileman, B and E. N. Washington. 1999. Debate Over Health Hazard of Putting Antibiotics in Animal Feed Heats Up in The USA. Chemical and Enginnering News. Howard, C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Universitas Indonesia, Jakarta. James, R. G. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th Edition. Thomson Delmar Learning Inc., FFA Activites. Kamel, C. 2001. Tracing modes of action and the roles of plants extracts in non ruminants. Dalam : P. C. Garnsworthy and J. Wiseman. Nottingham (Editor). Animal Nutrition. University Press, Nottingham. Karou, D. 2006. Antibacterial activity of alkaloids from sida acuta african. J of Biotechnology 5(2): 195-200. Lacy, M. B and R. Vest. 2004. Improving feed conversion in broiler: A guide for growers. http://agricoat.needfeedconversion.htm. [20/07/2008] Langeroudi, A. G., S. M. M. Kiaci, M. Modirsanei, B. Mansouri and A. S. Estabragh. 2008. Comparison of chemical and biological growth promoter with two herbal natural feed additives on broiler chicks performance. J. of Animal and Veterinary Advances. 7(5) : 570-574. Langhout, P. 2000. New Additives for Broiler Chickens. World Poultry-Elsevier. 16(3) : 22-27. Lay, B. W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta. Leeson, S and J.D. Summers. 2000. Broiler Breeding Production. University Books, Guelph, Ontario, Canada. Leeson, S and J.D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Edition. University Books, Guelph, Ontarion, Canada. Leeson, S and J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. University Book, Guelph, Ontarion, Canada. Lohakare, J. D., J. Zheng, J. H. Yun and B. J. Chae. 2006. Effect of Lacquer (Rhus verniciflua) supplementation on growth performance, nutrient digestibility,

37

carcass traits and serum profile of broiler chickens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19(3) : 418-424. Meloan, C. E. 1999. Chemical Separation. J. Willey, New York. Miah, M.Y., M. S. Rahman, M.K. Islam and M. M. Monir. 2004. Effects of saponin and L-carnitine on the performance and reproductive fitness of male broiler. J. Poultry Sci. 3 (8) : 530-533. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press Washington. Nazeer, M. S., T. N. Pasha, S. Abbas and Z. Ali. 2002. Effect of yucca saponin on urease activity and development of ascites in broiler chickens. J. Poultry Sci. 1 (6): 174-178. North, M. O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd Edition. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut. North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Chapman and Hall, New York. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pelezar, M. J dan E. C. S. Chan. 2004. Dasar Mikrobiologi. Edisi Kelima. Terjemahan: Ratna Siri Hadioetomo. Universitas Indonesia, Jakarta. Poernomo, S., I. Rumawas dan A. Sarosa. 1997. Infeksi Salmonella enteritidis pada anak ayam pedaging dari peternakan pembibit. J. Ilmu Ternak Veteriner. 2(3):194-197. Rasyaf, M. 2003. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta. Ray, B. 2003. Fundamental Food Microbiology. 3rd Edition. CRC Press, Boca Raton London New York, Washington. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Edisi Keenam. Terjemahan: K. Padmawinata. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Rofiq, M. N. 2003. Potensi suspensi teh fermentasi kombucha dalam mengontrol infeksi Salmonella sp dan pengaruhnya terhadap performa ayam broiler. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rukmana, R. 2002. Mengkudu Budidaya dan Prospek Agribisnis. Penerbit: Kanisius, Yogyakarta. Scanes, C. G., G. Brant and M.E. Ensminger. 2004. Poultry Science. 4th Edition. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Schunack, W., K. Mayer, dan M. Haake. 1990. Senyawa Obat Buku Pelajaran Kimia Farmasi. Edisi Kedua. Terjemahan : Joke Wattimena dan Sriewoelan Soebito. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd Edition. Ithaca, New York.

38

Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Universitas Airlangga Press, Surabaya. Smithard, R. 2002. Secondary plant metabolites in poultry nutrition. Dalam : J. M. Mc.Nab and K.N. Boorman (Editor). Poultry Feed Stuffs Supply, Composition and Nutritive Value. CABI Publishing, New York. Solomon, N. 2002. Tahitian noni juice. http:www.noni888.com.html [20/08/2008] Southon, S., A. J. A. Wright, K. R. Price, S. J. Fairweather-Tait and G. R. Fenwick. 1988. The effect of three types of saponin on iron and zink absorption from single meal in the rat. J. of Nutrition. 59:389-396. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrika. Edisi Kedua. Terjemahan: Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sumarsono, H. K. P. 2007. Pengaruh penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum terhadap performa ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ulfa, M. dan M. H. Natsir. 2008. Penggunaan Sambiloto (Andrographis panisulata N) sebagai pakan tambahan untuk memperbaiki performa ayam broiler. J. Ilmu-Ilmu Peternakan Brawijaya. 18(1):11-24. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Edisi Kedua. Universitas Muhamadiyah Malang, Malang. Wiryanti, I. 2004. Tanggap kebal dan tampilan ayam pedaging yang diberi ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wisley, A. V dan M. F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.

39

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jumlah Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Antibiotik Tetrasiklin dalam Air Minum selama 11 hari Perlakuan (11-21 hari)*

Umur

Jumlah (g/ekor)

Ayam (hari)

P1

P2

P3

P4

P5

11-14

0

0

0,04

0,08

0,18

P6 (Tertasiklin) 0,08

15-21

0

0

0,21

0,35

0,56

0,42

Jumlah

0

0

0,25

0,43

0,72

0,50

* Dicampurkan dalam 540 ml air minum/ekor selama 11 hari pada sore hari

Lampiran 2. Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Mengkudu1) Senyawa

Jumlah

Alkaloid

+++

Saponin

++++

Tanin

-

Glikosida (Antrakuinon)

+++

Saponin2) Keterangan :

2,56% 1)

Hasil analisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik,Bogor (2008) 2) Hasil analisis di Laboratorium Balai Penelitian Tenak, Ciawi, Bogor (2008)

Lampiran 3. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) (g/ekor) Perlakuan Ulangan

P1

P2

P3

P4

P5

P6

1

777,60

749,55

794,37

816,75

754,17

788,02

2

779,62

766,61

762,15

752,05

832,41

777,10

3

788,38

754,64

759,39

746,37

708,28

799,58

Rata-rata

781,87

756,93

771,97

771,72

764,95

788,23

SD

± 5,73

± 8,76

± 22,15

± 45,01

± 62,76

± 11,24

41

Lampiran 4. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

1906,27

381,25

0,38

3,11

5,06

Error

12

12164,22

1013,69

Total

17

14070,49

827,68

Lampiran 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

1761,60

1641,06

1635,71

1578,55

1695,78

1638,62

2

1679,51

1768,36

1760,50

1693,75

1659,20

1777,36

3

1661,89

1623,86

1641,70

1695,14

1706,70

1710,64

Rata-rata

1701,00

1677,76

1679,30

1655,81

1687,23

1708,87

SD

± 53,22

± 78,93

± 81,15

± 66,92

± 24,88

± 69,39

Lampiran 6. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

5302,75

1060,55

0,27

3,11

5,06

Error

12

47854,01

3987,83

Total

17

53156,77

3126,87

Lampiran 7. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

2539,20

2390,61

2430,08

2395,30

2449,94

2426,64

2

2459,13

2534,97

2522,65

2445,79

2491,61

2554,46

3

2450,27

2378,49

2401,09

2441,52

2414,98

2510,22

Rata-rata

2482,87

2434,69

2451,27

2427,54

2452,18

2497,11

SD

± 48,99

± 87,05

± 63,49

± 28,00

± 38,37

± 64,91

42

Lampiran 8. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

11091,44

2218,29

0,65

3,11

5,06

Error

12

40956,81

3413,07

Total

17

52048,26

3061,66

Lampiran 9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

545,40

444,01

536,20

521,40

560,60

567,65

2

559,80

556,29

479,30

481,33

523,20

603,20

3

547,20

477,00

529,90

525,55

608,33

536,18

Rata-rata

550,80

492,43

515,13

509,43

564,04

569,01

SD

± 7,85

± 63,71

± 31,19

± 26,22

± 44,67

± 33,53

Lampiran 10. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F0,01

Perlakuan

5

15289,42

3057,88

2,32

3,11

5,06

Error

12

15812,39

1317,70

Total

17

31101,81

1829,52

Lampiran 11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

802,80

749,11

756,23

574,90

665,10

707,89

2

635,60

694,60

675,70

771,49

657,00

634,56

3

771,44

659,95

660,20

758,42

783,57

766,12

Rata-rata

736,61

701,22

697,38

701,60

701,89

702,86

SD

± 88,87

± 44,95

± 58,83

± 109,92

± 81,85

± 65,92

43

Lampiran 12. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

3226,01

645,20

0,11

3,11

5,06

Error

12

68051,72

5670,98

Total

17

71277,74

4192,81

Lampiran 13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

1348,20

1193,12

1292,43

1096,30

1225,70

1275,54

2

1195,40

1250,89

1155,00

1252,82

1180,20

1237,76

3

1318,64

1136,95

1190,10

1283,97

1391,90

1302,30

Rata-rata

1287,41

1193,65

1212,51

1211,03

1265,93

1271,87

SD

± 81,04

± 56,97

± 72,38

± 100,57

± 111,44

± 32,43

Lampiran 14. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

23034,17

4606,83

0,72

3,11

5,06

Error

12

76994,07

6416,17

Total

17

100028,24 5884,01

Lampiran 15. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

1,39

1,62

1,48

1,47

1,42

1,40

2

1,39

1,40

1,54

1,49

1,52

1,31

3

1,43

1,47

1,37

1,36

1,27

1,51

Rata-rata

1,40

1,49

1,46

1,44

1,40

1,41

SD

± 0,02

± 0,11

± 0,08

± 0,07

± 0,13

± 0,10

44

Lampiran 16. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

0,02

0,00

0,53

3,11

5,06

Error

12

0,10

0,01

Total

17

0,13

0,01

Lampiran 17. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

2,37

2,47

2,17

2,74

2,55

2,32

2

2,68

2,58

2,60

2,20

2,61

2,68

3

2,18

2,65

2,53

2,23

2,18

2,41

Rata-rata

2,41

2,56

2,43

2,39

2,44

2,47

SD

± 0,25

± 0,09

± 0,23

± 0,31

± 0,23

± 0,19

Lampiran 18. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

0,06

0,01

0,23

3,11

5,06

Error

12

0,61

0,05

Total

17

0,67

0,04

Lampiran 19. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

1,88

2,04

1,82

2,11

1,98

1,86

2

2,03

1,99

2,07

1,84

2,07

2,00

3

1,81

2,06

1,95

1,80

1,72

1,96

Rata-rata

1,91

2,03

1,95

1,92

1,92

1,94

SD

± 0,11

± 0,04

± 0,12

± 0,17

± 0,18

± 0,07

45

Lampiran 20. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

0,03

0,01

0,39

3,11

5,06

Error

12

0,19

0,02

Total

17

0,22

0,01

Lampiran 21. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

593,20

491,47

585,10

584,20

610,10

627,00

2

608,00

604,83

528,00

553,14

573,00

621,50

3

596,00

524,30

578,00

534,71

656,33

594,00

Rata-rata

599,07

540,20

563,70

557,35

613,14

614,17

SD

± 7,86

± 58,33

± 31,12

± 26,85

± 43,65

± 17,68

Lampiran 22. Analisis Ragam Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

5

413431,51

82686,30

1,18

3,11

5,06

Error

12

842597,97

70216,50

Total

17

1256029,48

73884,09

Lampiran 23. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan (g/ekor) Perlakuan Ulangan

1

2

3

4

5

6

1

1396,00

1234,11

1341,33

1215,14

1262,60

1324,58

2

1243,60

1305,90

1203,70

1294,50

1300,00

1293,89

3

1367,44

1184,25

1238,20

1302,78

1382,50

1339,00

Rata-rata

1335,68

1241,42

1261,08

1270,81

1315,03

1319,16

SD

± 81,01

± 61,15

± 71,82

± 48,39

± 61,35

± 23,04

46

Lampiran 24. Analisis Ragam Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Sumber Keragaman

db

JK

KT

F hit

F0,05

F0,01

Perlakuan

5

21380,17

4276,03

1,16

3,11

5,06

Error

12

44132,49

3677,71

Total

17

65512,66

3853,69

Lampiran 25. Jumlah Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler dalam CFU/gram Perlakuan P1

Sebelum Infeksi Setelah Perlakuan Akhir Pemeliharaan (hari ke 10) (Hari ke-22) (Hari ke-35) --------------------------------------(%)---------------------------------------1,8 x 105 5,0 x 104 6,5 x 103

P2

4,5 x 104

2,5 x 105

1,9 x 105

P3

1,5 x 105

5,0 x 104

7,5 x 103

P4

1,5 x 105

5,0 x 103

2,0 x 103

P5

2,0 x 105

5,0 x 103

1,0 x 103

P6

2,5 x 105

3,0 x 104

5,0 x 103

47