ENERGI

Download PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR. (PLTA) DENGAN GENERATOR SINKRON. 3 FASA KAPASITAS 9 MVA. Estiko Rijanto. Inkom : jurnal informatika, sistem ...

2 downloads 803 Views 20MB Size
PAKET INFORMASI TERSELEKSI

ENERGI Seri: Listrik Tenaga Air

S

alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah diadakan layanan informasi berupa Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT). Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia. Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya. Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel (full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan cantuman bibliografi beserta abstrak.

DAFTAR ISI ANALISA KEKUATAN POROS VERTIKAL AKIBAT BEBAN STATIK: STUDI KASUS: POROS VERTIKAL PLTA MUSI KEPAHIANG, BENGKULU

Dedi Suryadi;Aminul Yahya Siregar Teknomekanik : jurnal teknik mesin. Vol. 1. No. 2, 2009; 146-158 Abstrak: -

i

Pilih/klik judul untuk melihat full text

DAMPAK PEMBANGUNAN ACCESS ROAD PLTA RENUN TERHADAP ASPEK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA HULU KECAMATAN PARBULUAN DAN KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI PROPINSI SUMATERA UTARA

Sahat Jurnal ilmiah abdi ilmu. Vol. 3, No. 1, 2010: 283-286 Abstrak: -

ANALISIS PENGIRIMAN TEGANGAN 500 KV DARI PLTA SAGULING KE PLTU SURALAYA PADA SAAT PEMULIHAN SISTEM

Anung ;Muh. Nur Rahman Jaya Jurnal isu teknologi STT Mandala. Vol. 1, No. 1, 2008: 45-56 Abstrak: -

ANALISIS PENGUATAN GENERATOR SINKRON DI PLTA SUTAMI DENGAN SISTEM MAGNETIK AUTOMATIC VOLTAGE REGULATOR (AVR)

Winarno Asmad Jurnal eltek. Vol. 6, No. 1, 2008: 44-53 Abstrak: -

FAKTOR-FAKTOR DARI CURAH HUJAN SEBAGAI PENENTU DALAM MENETAPKAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR PADA SUATU SUNGAI

Irawa Kesuma Ukhuwah : majalah ilmiah. Vol. 4, No. 2, 2009: 107-113 Abstrak: Pembangunan PLTA diharapkan dapat memberikan pelayanan yang seoptimal mungkin kepada masyarakat khususnya dan kepada pihak pengguna lainnya seperti pabrik, sesuai dengan fungsi dan kegunaannya masing-masing. Metooe yang dilakukan dengan studi kepustakaan, pengambilah data yang merupakan data sekunder dan pengamatan kondisi hidrologi. Data-data curah hujan yang diambil di lapangan sangatlah akurat dan panggah untuk memberikan masukan yang ideal untuk proyek tersebut.

DAFTAR ISI GENERATOR LISTRIK 100 WATT PUTARAN RENDAH UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR DAN ANGIN MIKRO : DESAIN, PERENCANAAN DAN PEMBUATAN

Diding Suhardi Gamma : jurnal penelitian eksakta. Vol. 5, No. 2, 2010: 98-104 Abstrak: -

KAJIAN AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN CATCHMENT AREA PLTA KOTO PANJANG - KABUPATEN KAMPAR

Aras Mulyadi; Imam Deisy Mustiono Jurnal ilmu lingkungan. Vol. 4, No. 1, 2010: 54-62 Abstract : This study aims to identify and analyze the condition of land cover in the area of hydropower catchment Koto Panjang area based on landsat image analysis in 2001 and 2008, knowing the economic activity undertaken by people who lived in the area of hydropower catchment Koto Panjang area and its influence on the preservation of the area catchment hydroelectric Koto Panjang. The method used in this study is to survey, which collected data consists of primary data and secondary data. Primary data were obtained from interviews and observations made on society and the natural conditions in the village sample (Ranah Sungkai, Koto Tuo, Tabing), while secondary data obtained from the results of the study and documentation of various papers and official reports from various related agencies. Based on analysis of landsat imagery in 2001 and in 2008, it is known that in the area of hydropower catchment Koto Panjang area there are 12 land cover types, namely primary upland forest, secondary upland forests, scrub/shrub, shrub/scrub wetlands, vegetation young orderly,

vegetation the old order, settlement, plantation, dry land farming, dry land farming mixed with shrubs, open ground, and the water body itself. The forest area is an area that experienced the largest reduction of 15.55%. Meanwhile, scrub the area is an area that experienced the largest increase of 11.47%. Economic activities undertaken by the public within the area of hydropower catchment Koto Panjang area mostly gardening. Cultivated plantations dominated by rubber and oil palm plantations. Palm oil plantations started a trend by the public since the year 2004/2005 because it thinks the oil palm plantation is more profitable than rubber. While the rubber plant in general they earn less attention to the rules of conservation of soil and water, where most of the terracing was not conducted on lands mostly ride a bicycle. In addition they earn rubber monoculture is still, there is no innovation to be done hetero culture or aggro forestry patterns that are economically and ecologically more favorable course.

KAJIAN PENJADWALAN PLTA POMPA DENGAN METODE GRADIENT PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

Abdul Multi Jurnal rekayasa teknologi. Vol. 4, No. 1, 2011: 25-30 Abstrak: -

DAFTAR ISI KAJIAN POTENSI ALIRAN SUNGAI URUMUKA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

Sudarmanto Prokons : jurnal teknik sipil. Vol. 4, No. 1, 2010: 47-60 Abstrak: Kebutuhan listrik untuk kepentingan penduduk, dan industri di Kabupaten Mimika masih jauh dari cukup, maka Pemerintah Daerah Propinsi Papua berupaya untuk memenuhinya. Oleh sebab itu tulisan ini membahas suatu kajian pemanfaatan debit sungai sebagai sumberdaya energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Studi kasus yang ditinjau adalah Sungai Urumuka yang terletak di Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. Pembangkit listrik di atas diharapkan dapat dibangun oleh Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Papua untuk memperoleh kapasitas daya terpasang sebesar 400 mW dengan memanfaatkan debit Sungai Urumuka. Berdasarkan data topografi dan hidrologi telah dipilih lokasi intake dam dengan Full Service Water Level pada elevasi 380.0 m dan power house dengan tail race water level pada elevasi 52.0 m, sehingga didapat beda tinggi statis 330 m. Debit Sungai Urumuka hasil transformasi dari curah hujan harian yang dianalisa dengan menggunakan software HEC-HMS (Hydrologic Modelling System) didapat kurva durasi aliran Sungai Urumuka dan diperoleh besarnya debit-debit andalan 90 % sebesar 150 m3/det. Berdasarkan laporan ini debit Sungai Urumuka dapat membangkitkan energi listrik sebesar 408 mW atau energi pertahun 3,577,662,840 kWh.

KEUNTUNGAN DAN KENDALA DALAM PENGEMBANGAN PLTA UNTUK MENGATASI KRISIS ENERGI

Wisana Buletin Daha. Vol. -, No. 45, 2010: 37-43 Abstrak: -

MODEL PENGELOLAAN HUTAN CATCHMENT AREA PLTA KAREBBE DI LUWU TIMUR

Supratman Jurnal hutan dan masyarakat. Vol. 4, No. 3, 2009: 124-136 Abstrak: -

OPTIMALISASI JANGKA MENENGAH PLTA MEMPERHATIKAN KETERSEDIAAN AIR MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING

Winasis;Hari Prasetijo;Giri Angga Setia Jurnal nasional teknik elektro dan teknologi informasi : JNTETI. Vol. 3, No. 2, 2014: 152-156 Abstrak: -

OPTIMISASI PENJADWALAN LISTRIK TENAGA AIR MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING

Gatot Joelianto Jurnal eltek. Vol. 4, No. 1, 2006: 1-7 Abstrak: -

DAFTAR ISI PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR “SOLUSI PENINGKATAN KETERSEDIAAN DAN KEANDALAN PASOKAN TENAGA LISTRIK YANG TERJANGKAU DAN RAMAH LINGKUNGAN

Moch. Agung Nugroho Majalah ilmiah kilat : kajian ilmu dan teknologi. Vol. 1, No. 1, 2011: 23-24 Abstrak: -

PEMILIHAN ALTERNATIF POTENSI SUMBERDAYA AIR DI WILAYAH DAS BERANTAS DI KEMBANGKAN MENJADI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR(PLTA)

Miftahul Arifin; Rahman Darmawan Jurnal spectra. Vol. 8, No. 16, 2010: 64-75

Abstrak: Kebutuhan akan energi listrik yang semakin meningkat, terutama sumber energi ramah lingkungan, mengharuskan adanya pemikiran untuk lebih banyak mengembangkan potensi sumberdaya air menjadi pembangkit listrik. Banyak potensi sumberdaya air yang ada dan salah satunya menyebar di DAS Brantas, antara lain PLTM Menturus, PLTM Jatimlerek, dan PLTM Lesti 3. Berdasarkan nilai-nilai indikator kelayakan, alternatif pembangkit listrik tenaga air PLTM Menturus, PLTM Jatimlerek, dan PLTM Lesti 3 berpotensi (layak) untuk dilaksanakan. Nilai-nilai indikator kelayakan masing-masing rencana pembangkit adalah: (1) PLTA Menturus: NPV = 16.101.825.602, BCR = 1.264, IRR = 15.071 dan PBP = 16 tahun; (2) PLTA Jatimlerek: NPV = 18.978.241.213, BCR = 1.258, IRR = 15.000 dan PBP = 17; serta (3) PLTA Lesti 3: NPV = 22.512.507.188, BCR = 1.237, IRR = 14.767 dan PBP = 17. Dari analisis pemilihan alternatif untuk menentukan salah satu alternatif yang akan dilaksanakan dengan metode NPV, BCR, IRR dan PBP, maka

PLTM Lesti 3 ditentukan sebagai alternatif terpilih karena memiliki nilai kelayakan ekonomi yang paling optimum.

PENGENDALIAN FREKUENSI DAN TEGANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR MENGGUNAKAN UMPAN BALIK OPTIMAL LINEAR QUADRATIC REGULATOR

Hermanto; Subuh Isnur Haryudo; Iradiratu Diah P.k Jurnal sain dan teknologi. Vol. 4, No. 2, 2006: 59-63 Abstrak: -

PENGUJIAN DAYA HANTAR LISTRIK AIR TANAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR GUNUNG TUGEL KABUPATEN BANYUMAS MENGGUNAKAN PRINSIP JEMBATAN WHEATSTONE

Sehah; Wahyu Tri Cahyanto Molekul : jurnal ilmiah kimia. Vol. 4, No. 1, 2009: 39-47 Abstrak:-

PEREKAYASAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK SKALA KECIL 100 WATT

Tito Shantika ; Liman Hartawan ; Riduan Sagala ; Ramdan Ramfani Jurnal riset industry. Vol. 7, No. 2, 2013: 137-146 Abstrak: -

DAFTAR ISI PERKEMBANGAN PEMBINAAN LINGKUNGAN HIDUP KEMASYARAKATAN PASCA PEMBANGUNAN PLTA KOTO PANJANG DAN DAMPAKNYA DI KABUPATEN KAMPAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN

Aliar Jurnal hukum respublica. Vol. 3, No. 2, 2004: 246-260 Abstrak: -

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KELESTARIAN PRODUKSI PLTA WAY BESAI DI PROVINSI LAMPUNG

Bambang Soeharto; Cecep Kusmana;Dudung Darusman;Didik Suharjito Jurnal penelitian hutan tanaman. Vol. 9, No. 1, 2012: 25-34 Abstrak: Alih guna lahan hutan menjadi sistem penggunaan lainnya akan menimbulkan masalah terhadap suplai air sebagai fungsi penyedia jasa lingkungan secara kuantitas maupun kualitas Skenario perubahan penggunaan lahan juga dikuantifikasikan untuk mengetahui komposisi penggunaan lahan di Sumberjaya yang memberikan pendapatan maksimum bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Total PLTA di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dipengaruhi oleh komposisi penggunaan lahan. Simulasi didasarkan pada skenario perubahan penggunaan lahan (skenario 1: 13% monokultur; skenario 2: 61% agroforestri berbasis kopi; skenario 3: 23% hutan; skenario 4: 30% hutan dan skenario 5: 84% hutan) untuk memprediksi total pendapatan PLTA yang berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total pendapatan PLTA yang memberikan keberlanjutan terjadi ketika 61% total area ditutupi oleh agroforestry berbasis kopi dan total pendapatan terendah terjadi ketika total areal ditutupi 84% hutan. Sebaliknya penghutanan

seluruh areal di Kecamatan Sumberjaya kecuali lahan padi, hortikultur dan perumahan akan menurunkan total pendapatan PLTAsebesar 13,5%.

PROSES INOVASI TEKNOLOGI PEMANFAATAN TENAGA AIR UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK: BIDANG ENERGI KETENAGA LISTRIKAN

Tri Agus Murwanto Berita ilmu pengetahuan dan teknologi. Vol. 47, No. 1, 2009: 27-32 Abstract: The increase of world-crude-oil price has caused on the national energy declining and has the impact on the economic life order, therefore, the efforts to develop non fuel electric power plants are needed including the use of water power energy which has not fully exploited yet up to the percent. It is hoped the institute of research and development could give its contribution through its innovation to solve such problem. However, the institute of research and development has not yet been able to do more. Its because the condition of human resources, devices, infrastructure, finds as well as the system of the organization owned by the institute of research and development has not yet been able to give a direction to solve the problems. It resulted in that the outputs of the institute of the research and development is not satisfied yet.

DAFTAR ISI RANCANG BANGUN KONTROLER TEGANGAN ANALOG UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) DENGAN GENERATOR SINKRON 3 FASA KAPASITAS 9 MVA

Estiko Rijanto Inkom : jurnal informatika, sistem kendali dan computer. Vol. 3, No. 1-2, 2009: 76-89 Abstrak: Beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Indonesia yang telah dioperasikan lebih dari dua dekade masih memakai teknologi analog untuk kontroler tegangannya yang diimpor dari luar negeri. Berhentinya produksi kontroler tegangan analog tersebut di luar negeri mengancam kesinambungan operasi PLTA yang bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun sebuah unit kontroler tegangan otomatik menggunakan rangkaian elektronik analog untuk sistem eksitasi statik pada pembangkit listrik generator sinkron 3 fasa berkapasitas 9MVA Kontroler ini tersusun oleh beberapa modul utama yaitu: (a) pengeset tegangan referensi, (b) pendeteksi tegangan generator, (c) regulator tegangan, (d) penguat penyesuai, dan (e) regulator sudut pulsa penyalaan jembatan thyristor gelombang penuh. Unit kontroler tegangan analog hasil rancang bangun pada penelitian ini telah diujicoba pada eksperimen simulasi dan dapat bekerja dengan baik memenuhi spesifikasi.

RANCANG BANGUN MODUL PENGKONDISI SINYAL DAN ANTAR MUKA UNTUK KONTROLER TEGANGAN DIJITAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)

Estiko Rijanto Inkom : jurnal informatika, sistem kendali dan computer. Vol. 3, No. 1-2, 2009: 76-89 Abstrak: Beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di

Indonesia yang telah dioperasikan lebih dari dua dekade masih memakai teknologi analog untuk kontroler tegangannya yang diimpor dari luar negeri. Berhentinya produksi kontroler tegangan analog tersebut di luar negeri mengancam kesinambungan operasi PLTA yang bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun sebuah unit kontroler tegangan otomatik menggunakan rangkaian elektronik analog untuk sistem eksitasi statik pada pembangkit listrik generator sinkron 3 fasa berkapasitas 9MVA Kontroler ini tersusun oleh beberapa modul utama yaitu: (a) pengeset tegangan referensi, (b) pendeteksi tegangan generator, (c) regulator tegangan, (d) penguat penyesuai, dan (e) regulator sudut pulsa penyalaan jembatan thyristor gelombang penuh. Unit kontroler tegangan analog hasil rancang bangun pada penelitian ini telah diujicoba pada eksperimen simulasi dan dapat bekerja dengan baik memenuhi spesifikasi.

RANCANG BANGUN REGULATOR TEGANGAN MANUAL DENGAN FITUR INTERLOCK UNTUK PLTA KAPASITAS 9MVA

Estiko Rijanto Ketenagalistrikan dan energi terbarukan. Vol. 11, No. 1, 2012: 11-26 Abstrak: -

STUDI ANALISIS MANAGEMENT KONSTRUKSI : KASUS DAERAH PLTA CIRATA

Firdaus Chairuddin Hipotesis : jurnal ilmu pengetahuan. Vol. 2, No. 2, 2010: 159-170 Abstrak: -

DAFTAR ISI STUDI INTRUSI AIR LAUT DENGAN PENGUKURAN KONDUKTIVITAS LISTRIK AIR SUMUR DI KECAMATAN SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH

Mester Sitepu Jurnal teknologi proses. Vol. 7, No. 2, 2008: 133-140 Abstrak: Telah dilakukan studi intrusi air laut ke dalam sumur dengan pengukuran konduktivitas listrik air sumur. Tujuan studi adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebaran air laut akibat penyedotan air bawah tanah oleh manusia untuk keperluan sehari-hari. Penelitian ini pada dasarnya bersifat membandingkan antara hasil analisa statistik dengan hasil surfer (menggunakan peta kontur). Data diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini digunakan data dari Mides (2005). Hasil analisa secara statistik diperoleh bahwa variabel yang paling berperan dalam menentukan konduktivitas listrik adalah jarak sumur dari garis pantai, dan seterusnya variabel inilah yang paling berperan dalam intrusi air laut. Adapun hasil analisa menggunakan peta kontur kelihatan bahwa sebaran konduktivitas listrik dan kandungan klorida air tanah berkurang dengan semakin jauhnya titik pengukuran dari garis pantai.

Jurnal ELTEK, Volume 06 Nomor 01, April 2007 ISSN 1693-4024

ANALISIS PENGUATAN GENERATOR SINKRON DI PLTA SUTAMI DENGAN SISTEM MAGNETIK AUTOMATIC VOLTAGE REGULATOR (AVR) Winarno Asmad*) Abstrak Permasalahan utama pada sistem pembangkit adalah seringnya mengalami fluktuasi tegangan pada terminal generator sinkron yang diakibatkan oleh beban, baik saat penyambungan maupun pemutusan beban. Kondisi yang demikian ini harus di kontrol untuk menstabilkan tegangan generator pada tegangan yang di kehendaki sehingga tidak keluar dari range tegangan yaitu batas maksimum dan minimum yang diijinkan serta memperbaiki perubahan – perubahan Power Faktor (cos φ) dalam batas tertentu. Tujuan analisis adalah mengkaji kestabilan tegangan pada sisi terminal generator apabila di kontrol dengan sistem Automatic Voltage Regulator (AVR). Metode yang digunakan adalah analisis pengaruh pengaturan arus penguatan terhadap tegangan pada terminal generator dalam keadaan berbeban. Hasil kajian analisis menunjukan bahwa pengaruh perubahan tegangan penguatan, akan menstabilkan tegangan pada terminal generator, dengan faktor daya (cos φ = 0, 89 ). Kata kunci : generator, sinkron, AVR, rotor, stator dan penguatan. Abstract The main problems of the electric power station is the frequency of voltage fluctuation at sinchronouse terminal generator which result by loads, when connecting and disconnecting the load occur. This condition must be controlled to stabilize the voltage generator at the voltage allowed, so it is in the limit of the voltage range that is maximum and minimum range allowed, and improved the changes of Power Factor (cos φ) in the certain limit. The purpose of analysis is to investigate the voltage stability at the side of sinchronouse terminal generator with AVR system The method used is analysis the impact of amplification current regulation toward the voltage to the terminal generator on loading conditions, The result of analysis show that the effect of amplification voltage regulation will stabilize the voltage terminal generator with the power factor (cos φ) of 0,89. Keywords : generators, sinchronous, AVR, rotor, stator and amplification.

1. PENDAHULUAN Pusat pembangkit tenaga listrik merupakan salah satu infrastruktur yang sangat vital, oleh karena itu meningkatnya pemakaian tenaga listrik adalah wajar dan hal ini harus di imbangi dengan penyediaan tenaga listrik yang memadai dan dapat diandalkan. Sudah barang tentu pada setiap pembangkit tenaga listrik akan mengalami perubahan–perubahan tegangan pada terminal generator yang disebabkan antara lain perubahan beban, penyambungan atau pemutusan beban. Kondisi yang demikian ini harus di kontrol untuk memantapkan tegangan generator pada tegangan yang dikehendaki sehingga tidak keluar dari range minimum yang telah diijikan serta untuk memperbaiki *)

perubahan – perubahan Power Faktor (cos φ) dalam batas tertentu. Perubahan tegangan terminal generator tersebut akan di kontrol oleh Automatic Voltage Regulator ( AVR ) untuk mengubah penguatan pada exciter sehingga akibat perubahan tegangan penguatan, tegangan terminal generator akan kembali pada keadaan normal. Masalah pada penulisan ini adalah mengkaji tentang : 1) Penguatan Generator Sinkron 39 MVA 2) Kesesuaian peralatan untuk penguatan (exciting) Generator Sinkron 39 MVA. 3) Pengaruh penguat generator Sinkron 39 MVA terhadap fluktuasi beban. Maksud dan tujuan kajian adalah untuk mengetahui dan cara mengatasi perubahan

Winarno Asmad. Dosen Program Studi Teknik Listrik, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Malang

44

Winarno Asmad, Analisis Penguatan Generator, Halaman 44 - 53 tegangan yang di hasilkan oleh generator utama akibat dari adanya perubahan beban. Sehingga dengan menggunakan AVR akan diperoleh tegangan yang kostan meskipun terjadi beban yang berubah-ubah. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Generator sinkron merupakan jenis generator arus bolak – balik tiga fasa, yang banyak dipakai pada saat sekarang mengingat generator ini dapat membangkitkan daya listrik yang besar dengan tegangan yang tinggi. Dengan demikian rugi – rugi yang hilang menjadi lebih kecil, sehingga dari segi teknis dan ekonomis hal ini merupakan suatu keuntungan. Generator sinkron mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan medan pada rotor. Kumparan atau belitan medan berfungsi untuk menghasilkan medan magnit utama yang pada umumnya terdapat pada rotor, bentuk belitannya merupakan konsentrasi. Pada generator serempak/sinkron, terdapat dua macam medan magnit yaitu ( Eugene C. Lister, 1988: 198) : 1). Medan Magnit Utama ( Φm ) 2). Medan Magnit Jangkar ( Φa ) Medan magnit Utama Φm akan menginduksikan dalam belitan jangkar suatu gaya gerak listrik (GGL) sebesar Em yang akan mengalirkan arus I pada belitan jangkar untuk ke beban generator. Arus Induksi I akan membangkitkan medan magnet jangkar Φa, dan medan magnet jangkar akan menghasilkan Gaya Gerak Listrik jangkar Ea, flux medan utama Φm dan flux jangkar Φa menjumlah secara vector menghasilkan flux total Φt. Gaya Gerak Listrik Em dan Gaya Gerak Listrik Ea menghasilkan Gaya Gerak Listrik Total E pada terminal keluaran. 2.2. Klasifikasi Generator Berdasarkan arah porosnya, generator yang di pergunakan pada pembangkit listrik Hidro, susunan poros generator tersebut dapat di bagi dalam dua kelompok yaitu ( Abdul Kadir, 1993 : 50-67): 1) poros datar ( Horizontal ) 2) poros tegak ( Vertical ) Poros datar ( Horizontal ) dipakai untuk mesin-mesin yang berdaya kecil atau berkecepatan putar tinggi. Sedangkan kelompok poros tegak dipakai untuk mesin-

mesin yang berdaya tinggi dan berkecepatan putar rendah. Penggunaan kelompok poros tegak sangat baik dipakai pada generator turbin air, sebab hanya memerlukan luas ruangan yang kecil jika di bandingkan dengan kelompok poros datar. 2.3 Konstruksi Generator Sinkron Konstruksi generator arus bolak–balik mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan medan pada rotor. Kumparan jangkar generator pada prinsipnya sama dengan kumparan jangkar pada motor induksi, sedangkan kumparan medan generator sinkron berbentuk kutub sepatu atau dengan celah udara sama rata ( rotor silinder ) Konstruksi medan yang berputar dan jangkar yang diam (stator) menyederhanakan masalah isolasi generator arus bolak-balik, karena tegangan yang biasanya dibangkitkan adalah setinggi mungkin, maka tegangan tinggi ini tidak mungkin dikeluarkan melalui cincin geser tetapi dapat dikeluarkan langsung ke peralatan penghubung dan pembagi melalui kawat berisolasi dari belitan jangkar yang diam (stator). Konstruksi ini juga mempunyai keuntungan mekanis, yaitu getaran belitan jangkar berkurang. Medan yang berputar dicatu dengan arus searah yang diberikan melalui sekat dan cincin geser (slip ring) atau melalui hubungan kabel langsung antara medan dan penyearah yang berputar jika di gunakan sistem exsitasi tanpa sikat. (Arismunandar, 1997: 132) 2.3.1. Stator Stator adalah bagian dari generator sinkron yang tidak bergerak dan terdiri dari kumparan jangkar, kumparan ini terbuat dari baja silicon dan dilapisi dengan kertas prespan dan asbes. Pada keliling bagian dalam dari stator terdapat alur-alur di mana untuk tempat memasukkan kumparan jangkar tersebut Untuk pembatas diantara alur-alur tersebut dipakai lempeng baja buatan. Alur– alur berfungsi untuk tempat mengikat gulungan jangkar yang mana strukturnya di tahan dalam sebuah gander yang bahannya dari besi tuang atau baja. Jadi fungsi stator adalah sebagai tempat belitan / kumparan jangkar yaitu bagian yang menghasilkan Gaya Gerak Listrik ( GGL) pada generator. Pada stator ini terdapat belitan kawat tembaga berisolasi yang ditempatkan pada alur yang akan menghasilkan tegangan tiga

45

Jurnal ELTEK, Volume 06 Nomor 01, April 2007 ISSN 1693-4024 fasa, di mana perbedaan sudut adalah 120 ° belitan tiga fasa ini dihubungkan bintang (Y) dengan titik nol dihubungkan ke elektroda pentanahan (Theodore Wildi,1993: 134)

Gambar 1.

Stator Generator Sinkron Poros Tegak*)

*) Foto 2.3.2. Rotor Rotor adalah bagian dari generator sinkron yang berputar. Pada rotor terdapat kumparan medan yang dapat berbentuk: kutub sepatu (salient), atau celah udara sama rata (rotor silinder). Rotor kutub sepatu atau kutub menonjol digunakan pada generator yang mempunyai kecepatan rendah. Kutub ini dibuat dari lapisan baja tipis yang diikat bersama dan di pasang pada rotor. Pada permukaan kutub biasanya di lengkapi dengan alur untuk belitan tambahan yang fungsinya mencegah hunting ketika beban turun dengan mendadak. Pemakaian generator kutub menonjol yaitu : 1) Berdiameter yang besar dengan panjang poros sedang 2) Dipergunakan pada generator dengan penggerak turbin air atau mesin diesel

Gambar 2. Rotor Generator kutub menonjol Poros Tegak*) *) Foto

46

Rotor silinder digunakan pada generator yang mempunyai kecepatan tinggi, seperti pada turbin uap sebagai penggerak mula, maka rotor di buat dengan diameter yang kecil dengan poros panjang, sehingga umumnya rotor ini hanya mempunyai dua atau empat kutub. Pada rotor kutub silinder sebagai berikut: 1) Mempunyai diameter kecil dan poros yang panjang 2) Kecepatan putar antara 1000 rpm sampai 3000 rpm

Gambar 3. Rotor Silinder Generator Sinkron*) *) Zuhal , 1991 : 91 2.4. Data Teknis Generator Sinkron 3 Fasa di PLTA Sutami 1) Pabrik : Toshiba Japan 2) Type : SemiUmbrella 3) Daya : 39.000 Kva 4) Tegangan : 11 Kv 5) Frekuensi : 50 Hz 6) Putaran : 250 Rpm 7) Phasa :3 8) Power Factor : 0.9 9) Jumlah Kutub : 24 10) Arus : 2.047 A 11) Jumlah : 3 unit 12) Rating : Continous 13) Ambient Temperatur : 40 ° C 14) Armature Temperatur : 75° C 15) Field Amper : 720 A 16) Field Temperatur Rise : 75° C 17) Field Ampere : 720 A 18) Field Temperature Rise : 75° C 19) Excitation Voltage : 220 Volt 20) Kelas Isolator Stator : B 21) Kelas Isolator Rotor :B 22) Standard Spesifikasi : JEC–114 (1964) Pada gambar 4 menunjukkan kurva karakteristik beban hasil pengujian generator sinkron dengan kondisi:

Winarno Asmad, Analisis Penguatan Generator, Halaman 44 - 53 1) Tanpa beban pada tegangan 11 kV, If = 462A 2) Hubung singkat dengan arus 2500A, If= 462A 3) Pada arus nominal 2047A, If = 382A. Tabel 1 memuat data operasi pembebanan PLTA SUTAMI.

Gambar 4. Kurva Karakteristik Generator Utama PLTA Sutami *) Toshiba Electric Co. LTD, Inspection report. Keterangan : OCC = Open Circuit Characteristic SCC = Short Circuit Characteristic Tabel 1. Data Pembebanan Unit Pembangkit Tanggal 15 Juni 2007 JAM

ARUS BEBAN

KV

WAR

WM

EXCITER

R(A)

S(A)

T(A)

V

A

0

1050

1100

1100

11

7,5

18

135

550

1

1080

1130

1130

11

9,5

18

135

550

2

1025

1180

1180

11

8,0

18

135

550

3

1050

1090

1180

11

9,5

18

130

540

4

1090

1040

1130

11

12,5

18

138

565

5

1180

1230

1220

11

6,5

18

141

570

6

1020

1070

1060

11

4,5

18

132

540

7

1000

1050

1050

11

7,5

18

122

510

8

1050

1090

1075

11

9,0

18

130

540

9

1075

1100

1100

135

550

11

8,5

18

10

1075

1100

1100

11

10,0

18

133

545

11

1140

1175

1175

11

6,5

18

145

580

12

1140

1090

1180

11

8,0

18

127

535

24

1140

1180

1180

11

10,0

18

195

585

*) SUMBER PLTA SUTAMI

2.5. Kerugian Tegangan Pada generator serempak, kerugian tegangan pada dasarnya di sebabkan oleh dua hal, yaitu (Lister, 1993 : 202): 1) Kerugian tegangan karena reaktansi bocor jangkar ( stator ) 2) Kerugian tegangan karena tahanan kumparan jangkar ( stator ) 3) Pengaruh magnetisasi arus jangkar (reaksi jangkar) 2.5.1 Penguatan Membangkitkan tenaga listrik generator membutuhkan arus penguat kutub pada rotor, seperti pada generator di PLTA Karangkates, hubungan antara: medan magnet, luas inti, panjang jalur medan, kumparan, dan arus listrik sebagai berikut (Abdul Kadir, 1993: 64) kerapatan medan: B = Φ . A Wb/m² (1) B = µ . N. I / 1 (2) N = banyak belitan I = arus listrik A = luas permukaan inti Φ = jumlah garis gaya ( flux ) l = panjang jalur µ = permeabilitas kemagnetan sedang tegangan dibangkitkan: E = c.n.Φ (3) c = konstanta mesin n = putaran sinkron (rpm) Besarnya ggl E ditentukan banyak garis gaya magnet sementara putaran generator tetap, dengan mengatur penguatan, akan sama dengan mengatur tegangan keluaran generator. Dengan demikian sistem penguatan generator pada suatu pembangkit tenaga listrik sangat penting artinya. 2.5.1. Sistem Penguatan Generator Sistem Penguatan adalah suatu sistem untuk menyalurkan arus searah (DC) ke belitan atau kumparan medan pada rotor generator utama. Sumber penguatan ini didapat dari Generator DC Shunt yang di pasang pada poros rotor generator utama yang mempunyai kecepatan putar yang sama antara generator utama dengan generator penguat. Sistem penguatan generator sinkron dapat di lakukan secara manual atau secara otomatis. Sehingga dalam keadaan operasi berbeban atau tanpa beban, tegangan terminal generator akan konstan. Sistem penguatan generator sinkron penguatan terpisah (Separate Excitation ) seperti di PLTA SUTAMI, generator penguat yang dipakai

47

Jurnal ELTEK, Volume 06 Nomor 01, April 2007 ISSN 1693-4024 sebagai penguatan generator utama, diperoleh generator DC Shunt sebagai menguatkan kutub magnet generator utama, setelah melalui sistem kendali agar tegangan keluaran stabil sesuai dengan nilai yang di kehendaki, maka exciter ini di lengkapi dengan suatu pengatur tegangan (Voltage Regulator) yang diatur secara otomatis (AVR) yang dipergunakan untuk kendali arus penguatan medan generator di PLTA SUTAMI adalah jenis Magnetik Amplifier Voltage Regulato tipe VCMP. 2.5.2. Pengatur Tegangan Otomatis (AVR) Menurut cara kerjanya di bedakan atas: 1) Jenis Kontinyu ( Continous duty ) : jenis ini dipakai untuk mengatur tegangan dalam batas variasi yang kecil dan tidak untuk harga tertentu. 2) Jenis terputus ( Intermittent duty ) : jenis ini dipakai untuk mengatur tegangan pada harga tertentu dan batas toleransi tertentu. 2.5.3. Penguat Tegangan Otomatis dengan Magnetik Amplifier Peralatan ini dimaksud untuk mengatasi perubahan tegangan di generator utama akibat adanya perubahan beban, sehingga dengan menggunakan alat ini diperoleh tegangan yang relatif konstan pada beban yang bervariasi. Peralatan ini bekerja atas dasar pengaturan terhadap tegangan medan generator secara otomatis. Bila setiap terjadi penambahan beban yang mengakibatkan turunnya tegangan terminal generator maka AVR akan menambah beban arus penguatan medan dari exciter sehingga tegangan generator akan naik sampai mencapai keadaan semula, demikian pula sebaliknya. Peralatan pengatur tegangan otomatis tipe Magnetik Amplifier ini di pergunakan di PLTA SUTAMI untuk mengatur penguatan tegangan generator utama karena peralatan mempunyai beberapa sifat teknis sebagai berikut (Toshiba): 1) Dapat mengontrol tegangan secara terus – menerus (kontinyu) serta kompak dalam bekerja. 2) Mempunyai kepekaan ( sensitivity ) yang tinggi dan dapat bekerja pada frekuensi yang berubah – ubah ( antara 80 % sampai 130 % dari frekuensi normal/ yang telah di tentukan). 3) Cepat dalam: mengolah isarat, memberi reaksi dan stabil dalam kerja.

48

4) Mempunyai komponen – komponen yang tetap dan mudah dalam pemeliharaan. 5) Terletak pada tempat yang mudah untuk dijangkau dan di periksa serta mudah dalam pengembaliannya. 3. PERANCANGAN SISTEM PENGUATAN GENERATOR SINKRON 3.1 Penguatan Generator Konsep penguatan intinya adalah menyalurkan arus DC ke belitan/kumparan medan pada rotor generator utama. Sumber penguatan diambil dari generator DC shunt yang dikopel pada poros rotor generator utama dengan kecepatan putar sama, baik dilakukan secara manual ataupun otomatis. Di PLTA SUTAMI, generator penguat dipakai sebagai penguatan pada generator utama. Kapasitas daya 175 kW, tegangan 220V. Untuk mengubah besar tegangan/ arus pada exiter dilengkapi dengan pengatur tegangan (regulator) dengan pengaturan secara otomatis (AVR), yang menggunakan jenis Magnetic Amplifier Voltage Regulator (tipe VCMP). Dan diagram rangkaian ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram VCMP dan Sistem Penguatan Generator 3.2. Pengatur Tegangan Otomatis (AVR) Inti dari rangkaian AVR dibagi menjadi tiga bagian : 1) Rangkaian pembanding Terdiri dari perata dan referensi, yang berfungsi sebagai penyearah sistem tiga-fasa melalui tahanan reostat Rh, dengan arus yang sebanding dengan tegangan generator. Dan diagram rangkaiannya ditunjukan dalam gambar 6.

Winarno Asmad, Analisis Penguatan Generator, Halaman 44 - 53 2) Rangkaian first stage magnetic amplifier Rangkaian penguat magnet tahap pertama berfungsi untuk menguatkan sinyal boosting / bucking yang diperoleh dari under exiter limit. dan merupakan sebuah Push Pull Magnetic Amplifier dengan kontrol stabiliser seperti diperlihatkan gambar 8 a) Rangkaian Perata

Gambar 8. Diagram Rangkaian Penguat Tingkat Pertama b) Karakteristik Perata Gambar 6. Rangkaian Perata*) *) TOSHIBA, Instruction for Alternating Current Generator Karangkates, Power Station.

a). Rangkaian

3) Rangkaian second stage magnetic amplifier Rangkaian penguat tahap dua ini diagram dan prinsip kerjanya adalah sama dengan tahap pertama, namun kontrol keluarannya jauh lebih besar sehingga menggunakan 4buah trafo besar yang digunakan untuk membedakan boosting / bucking dari nilai arusnya. 4. PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pembacaan Panel Pada saat unit pembangkit utama PLTA SUTAMI dioperasikan paralel (dengan spesifikasi teknis generator utama diberikan seperti pada bagian 2.4, seingga tegangan efektif sama dengan tegangan rating. Selanjutnya mengamati data yang dihasilkan pada pembacaan panel dalam tabel: 2. Tabel 2. Tegangan efektif pada Terminal Generator sebelum/sesudah Paralel SEBELUM PARALEL

b). Karakteristik Gambar 7. Diagram Rangkaian Pembanding*) *) TOSHIBA, Instruction for Alternating Current Generator Karangkates,Power Station.

SESUDAH PARALEL

NO

TEGANGAN GENERATOR (KV)

ARUS EXCITER (A)

TEGANGAN GENERATOR (KV)

ARUS ECXITER (A)

1

10,8

420

10,6

300

2

10,7

410

10,4

290

3

10,7

400

10,5

300

4

10,75

410

10,6

300

5

10,85

420

10,8

400

6

11

435

10,8

400

*) PLTA SUTAMI

49

Jurnal ELTEK, Volume 06 Nomor 01, April 2007 ISSN 1693-4024 4.2. Data Hasil Perhitungan Pembebanan Data pada operasi pembebanan tabel: 1 menunjukan bahwa pada jam 00.00 : IR = 1050 A, MVAR = 7,5; Is = 1100 A, MW = 18 dan IT = 1100 A, maka besarnya daya semu (MVA) adalah : MVA

=

MVAR 2 + MW 2

= (7,5 x106 ) 2 + (18.106 ) 2 = 19.500.000 VA ≈ 19,5 MVA Faktor daya (cos φ):

MW MVA 18 = = 0,92 lagging 19,5

cos φ =

=

3. (5520,017) 2 + (5097,665) 2

= 3 .7513,77 = 13014,236 V E = 13,014 kV Jadi beda tegangan absolut antara E dan VL akibat adanya reaktansi sinkron adalah : VH = E-VL = 13,014 - 10,39 = 2,324 Dengan: VH : tegangan absolut E : tegangan yang diinginkan oleh generator VL : tegangan terminal generator Besarnya sudut daya (φ), yaitu sudut antara E dan V dan dapat dihitung dengan memperhatikan gambar 9.

φ = arc cos 0,92 = 23,0730 Sin φ = 23,0730 = 0,391 Generator utama dihubungkan ke bintang, maka untuk beban simetri : IL = If = IR = IS = IT Karena dalam kenyataannya arus masingmasing fasa dari data tabel : 1 tidak sama, maka diambil harga pendekatan : IL = IF = (IR+IS+IT) / 3 =

1050 + 1100 + 1100 3

= 1083,33 A Sehingga tegangan terminal generator (line to line) dapat dihitung :

 VL   VL  3.  cos ϕ  +  sin sϕ + IL. Xs  3 3    

2

= 2

 10392,3  10392,37 3.  0,92 +  0,391 + (1083,3.2,54) 3 3    

50

V cos ϕ    E 

Maka besar sudut daya (δ) adalah :

= 10392,337 V ≈ 10,39 kV Dari karakteristik beban nol dan hubung singkat pada generator utama didapat reaktansi sinkron (Xs) sebesar : Xs = 2,54 ohm Sehingga besar tegangan yang diinduksikan generator (E) : 2

Dari gambar, besar sudut antara I dengan E adalah :

ϕ + δ = arccos

MVA VL = 3.IL 19,5.106 19,5.106 = = 3.1083,33 1876,38

E=

Gambar 9. Diagram Fasor pada Faktor Daya Tertinggal

2

V cos ϕ   −δ  E 

ϕ = arccos

Dengan memasukkan hasil perhitungan, maka didapat :

10,39.0,92  0  − 23,07  13,014 

δ = arccos

= 42,730 – 23,070 = 19,660

Dengan cara yang sama kondisi data yang lain dapat dihitung, dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 3:

Winarno Asmad, Analisis Penguatan Generator, Halaman 44 - 53 Tabel 3. Data Hasil Perhitungan JAM

MVA

Cos 0

0 ()

I (A)

V (Kv)

E (KV)

V (KV)

d ()

0

19,50

0,92

23,07

1083

10,39

13,1

2,62

19,6

1

20,35

0,88

27,80

1113

10,55

13,2

2,96

18,7

2

19,69

0,91

23,91

1061

10,70

13,1

2,56

18,8

3

19,69

0,91

23,91

1073

10,59

13,4

2,6

19,1

4

20,35

0,88

27,80

1120

10,49

14,1

2,98

18,9

5

21,91

0,82

34,76

1210

10,45

12,8

3,7

17,9

6

19,14

0,94

19,87

1050

10,52

12,2

2,32

19,7

7

18,55

0,97

14,03

1033

10,36

13,1

1,92

21,1

8

19,50

0,92

22,61

1071

10,50

13,4

2,53

19,5

9

20,12

0,89

26,53

2,8

18,6

10

19,69

0,91

23,91

1091

10,41

13,6

2,67

19,6

11

20,83

0,86

30,21

1163

10,33

12,7

3,28

19,1

12

19,13

0,94

19,75

1070

10,32

13,1

2,38

20,4

24

20,59

0,87

29,04

1166

10,19

13,4

3,22

19,5

1091

10,64

13,1

*) HASIL PERHITUNGAN

ER =

Eg-1 Ek = 154 / 11 x 10,8 = 151,2 KV Eg-2 Ek = 154 / 11 x 10,6 = 148,4 KV Karena Eg adalah tegangan efektif terminal pada saat terminal di paralel, maka : Eg Ek = E bus bar E bus bar = 148,4 KV

148,4 − 151,2 x 100% 148,4

ER = - 1,89 %

dengan terjadinya perubahan tegangan tersebut, maka arus exciter juga akan berubah dengan selisih : ∆ If = fg -1 – Ifg-2 = 420 – 300 = 120 Ampere. catatan : Ifg-1= arus penguatan generator sebelum paralel Ifg-2 = arus penguatan generator sesudah paralel Dengan cara yang sama data lain dapat dihitung seperti rumus diatas dan hasilnya disajikan dalam tabel : 4. Tabel 4. Hasil Perhitungan NO

4.3 Analisis dan Pembahasan Tinjauan hasil operasi paralel tabel 2, nomer 1, tegangan efektif terminal generator (Eg-1) dipersiapkan sebesar = 10,8 KV. Arus penguatan (exciter) yang diperlukan untuk membangkitkan tegangan tersebut adalah Ifg1 = 420 Ampere. Saat operasi paralel berlangsung tegangan berangsur-angsur menyesuaikan dengan tegangan jala-jala PLN dan operasi paralel tercapai. Pada kondisi ini tegangan efektif terminal generator menjadi : Eg-2 = 10,6 KV dan arus exciter menjadi sebesar : Ifg-2 = 300 Amp. Apabila diekivalenkan ke sisi sekunder transformator, maka :

sehingga,

Dengan berpedoman pada tegangan efektif bus bar, maka pengaturan tegangan ini adalah:

Eg-1 EK

Eg-2 EK

ER

If

1

151,20

148,40

-1,89

120

2

149,80

145,60

-2,88

120

3

148,80

147,00

-1,90

100

4

150,50

148,40

-0,42

110

5

151,90

151,20

-0,46

20

6

154,00

151,20

-1,85

35

*) HASIL PERHITUNGAN

Data hasil perhitungan tabel 4 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Untuk selisih harga arus penguatan yang sama tidak selalu dihasilkan tegangan yang sama. 2) Tegangan efektif pada sisi terminal generator yang dipersiapkan, relatif tidak selalu sama dengan tegangan jala-jala. 3) Tegangan keluaran pada sisi terminal generator relatif selalu menyesuaikan dengan tegangan jala-jala. Dengan demikian persaman (3) tidak sesuai untuk generator yang tersambung paralel sedang faktor daya akan dipengaruhi juga dan ditentukan oleh sistem jaringan. Generator setelah paralel akan terjadi pembagian beban dengan sitem jaringan, atau dengan generator lain, ketika terjadi penurunan arus penguat medan berarti beban generator tersebut menjadi ringan. Dari fasor diagram (gambar 9) nilai j I.Xs mengecil, agar tegangan V (pada terminal) sesuai tegangan

51

Jurnal ELTEK, Volume 06 Nomor 01, April 2007 ISSN 1693-4024 bus bar (148,4 kV) memerlukan arus medan yang lebih sedikit dari sebelumnya. j I.Xs sebagai besaran vector tentu mempunyai arah sesuai dengan sifat kondisi beban, ϕ sebagai sudut factor beban. Karenanya dengan arus beban yang sama untuk beban bersifat kapasitip pada proses reaksi jangkar akan memperkuat medan utama sebagai pembangkit tegangan terinduksi (gaya gerak listrik), sehingga tegangan terminal naik. Dari rangkaian perata sebagai pengamat tegangan keluaran generator pada rangkaian pembanding (3.2.1) yang linier, diinteraksikan dengan pengamat arus (pada rangkaian deferensiator) untuk mendapatkan nilai faktor daya yang menyatakan kondisi beban, dan atau tegangan keluaran generator, sebagai isarat masukan pada first stage magnetic amplifier yang bekerja berdasarkan dinamika medan magnit yakni dengan melakukan penjumlahan vektor magnetik yang terbangkit dari: arus rangkaian pembanding, isarat arus rangkain stabilizing circuit, dan sistem konverter full wave satu fasa. Keluaran dari proses tersebut dipakai sebagai kendali pada tingkatan berikutnya. Pada stabilizing circuit dapat ditambahkan beberapa masukan lagi sebagai peningkatan kinerja antara lain: 1) Pengendali langsung ke arus penguat medan utama dari sensor tegangan keluaran generator utama dengan menggunakan beberapa resistor sebagai tahanan seri a) Jenis vibrasi, resistor seri terkendali pakai rele b) Jenis instantaneous, dari pengamat tegangan setelah diproses dapat langsung langsung tergabung ke magnetic amp 1 2) Pengendali arus medan tersebut terangkai dengan servo rheostat model inti toroid dari pengamat pada governor di turbin air Kemudian sebagai masukan kendali di magnetic amplifier 2, hasil keluaran untuk mengatur arus medan (generator utama: nominal 720 A) yang membangkitkan tagangan stator melalui pengatur, kemudian langkah pengamatan tegangan keluaran pada rangkaian perata dan seterusnya. Dengan demikian terjadi system kontrol tertutup, yang fasilitas umpan balik dapat dikombinasi pada stabilizing circuit sampai tercapai kestabilan yang ditetapkan pada: tegangan, dan atau faktor daya.

52

Dari data teknis generator: Pabrik : Toshiba – Japan Type : Semi Umbrella Tegangan : 11 kV Daya : 39.000 kVA Frekuensi : 50 Hz (bab 2.4) Generator penguat medan: Type : SMP-26 Daya : 175 kW Tegangan : 220 V Penguat : Shunt Putaran : 250 rpm Jumlah kutub : 12 Arus : 796 A Jumlah : 3 unit Rating : Continous Ambient temperature : 40° C Amature Temp.Rise : 70° C Excitation Voltage : 220 V Kelas Isolasi Stator : B Kelas Isolasi Rotor : B Standard Spesifikasi : JEC – 54 ( 1965 ) Pada gambar 10, menunjukan kurva karakteristik beban hasil pengujian dari generator sinkron dengan kondisi: 1) Tanpa beban pada tegangan 11 kv , maka If = 462 A 2) Hubung singkat dengan arus 2500 A, maka If = 462 A 3) Arus nominal 2047 A, maka If = 382 A

Gambar 10. Kurva Karakteristik Beban Pengujian Pada medan generator shunt sebagai sumber arus medan generator utama (generator penguat; nominal 796 A), maka rasio untuk pengendalian tersebut 4,487 .10³ didapat kapasitas daya untuk penguat medan generator shunt adalah 0,785 kW. Bila diasumsikan tegangan nominal medan generator shunt 220V, berarti keluaran magnetic amplifier 2 sebagai pengendali pada medan generator shunt adalah 3,57 A.

Winarno Asmad, Analisis Penguatan Generator, Halaman 44 - 53 5. PENUTUP Dari hasil pembahasan dan analisis perhitungan pada sistem penguatan generator sinkron di PLTA SUTAMI yang menggunakan sistem AVR dapat diambil beberapa kesimpulan: 1) Tegangan pada terminal generator akan berubah akibat terjadinya reaksi jangkar pada belitan stator. 2) Dengan adanya beban yang berubah - ubah tegangan terminal generator akan ikut berubah, dan penguatan arusnya juga akan ikut berubah. Dengan demikian agar tegangan generator tetap konstan, maka arus penguatannya (exciter) diatur. 3) Data hasil perhitungan tabel 4 dapat disimpulkan, bahwa : a) Untuk selisih harga arus penguatan yang sama tidak selalu dihasilkan tegangan yang sama b) Tegangan efektif pada sisi terminal generator yang dipersiapkan, relatif tidak selalu sama dengan tegangan jalajala. c) Tegangan keluaran pada sisi terminal generator relatif selalu menyesuaikan dengan tegangan jala-jala. 4) Dengan menggunakan sistem AVR perubah-an tegangan generator yang terjadi akibat adanya perubahan beban dapat diatasi dengan perolehan tegangan yang relatif konstan pada beban yang berubah-ubah (tabel 3), sementara arus nominal dipenguat medan shunt yang di kendalikan AVR adalah 3,57 A melalui magnetic amp-2 dengan asumsi bahwa tegangan kerja nominal 220 V

5) Faktor Daya rata-rata hasil perhitungan tabel: 3 diperoleh dengan cos φ = 0,89, dengan rincian setiap interval waktu berada antara cos ϕ = 0,83 dan cos ϕ = 0.92 Agar didapat obyek pembahasan yang tepat sebagai pertimbangannya bahwa generator tersebut terangkai dengan sistem jaringan, sehingga tegangan bus bar, dan faktor daya, salah satu dapat terpengaruh secara nyata akibat dari fungsi dan kondisi kerja. 6. DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir, 1993, mesin serempak, Jakarta: Jambaran Eugene C. Lister, Alih bahasa oleh Hanapi Gunawan, 1993, Mesin dan Rangkaian Listrik, Edisi keenam, Jakarta: Erlangga Theodore Wildi, 1993, Electrical Engineering Electrical Power Technology TOSHIBA, Instruction for Alternating Current Generator Karangkates,Power Station , 1973, Inspection Report,First Stage Karangkates Power Stations. Zuhal, 1982, Dasar Tenaga Listrik, Bandung: ITB Data Laporan harian Pembebanan Generator Sinkron, PLTA SUTAMI Jawa Timur, tanggal 15 Juni 2007.

53

DAMPAK PEMBANGUNAN ACCESS ROAD PLTA RENUN TERHADAP ASPEK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA HULU KECAMATAN PARBULUAN DAN KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh Sahat Dosen Kopertis, DPK. Politeknik MBP Medan ABSTRAK Adanya pembangunan Accsess Road (AR) karena kebutuhan untuk menaikkan kesejahteraan rakyat. Tanpa pembangunan kita akan menuju kearah tingkat kesejahteraan yang makin merosot. Dalam pelaksanaannya, pembangunan seringkali berdampak negatif bagi lingkungan dan tidak signifikan mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat setempat. Untuk mencapai pembangunan yang berkelan-jutan, pembangunan tersebut haruslah berwawa-san lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan, pada hakekatnya adalah merupakan permasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan. Yaitu interaksi antara pembangunan dan lingkungan. Dengan artian, pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek lingkungan, mulai dari perencanaan, waktu pelaksanaan/operasi. Kebanyakan teori ekonomi zaman sekarang, menganggap prosentasi kenaikan pendapatan nasional brutto itu penting dan dikehendaki. Anggapan yang demikian ini akhirnya akan membuat manusia menjadi sangat kaya sebagai spesies suatu organisme hidup. Tetapi hal tersebut dilakukan dengan jalan mengeksploitasi jasad hidup lain dan menghabiskan sumber kekayaan alam. Akibatnya, kita hanya akan kehabisan sumber alam dan meningkatkan pencemaran dan kerusakan alam. Manusia secara alamiah, memang sudah dirancang oleh pertumbuhan. Apa yang kita perlukan sekarang adalah: suatu peretumbuhan ekonomi, yang dapat meningkatkan pendapatan nasional kotor yang seimbang dengan kebutuhan kita untuk meningkatkan pendidikan, penelitian, kebudayaan, kesehatan masyarakat, pelayanan sosial, komunikasi dan rekreasi. Setiap perencanaan kota ataupun wilayah. Key word: Access Road, Aspek sosial ekonomi masyarakat.

PENDAHULUAN Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Renun yang dibangun sebagai pembangkit listrik dengan kapasitas 82 Megawatt yang ditujukan sebagai pendukung pasokan listrik di Propinsi Sumatera Utara. Sejak tahap pra-konstruksi tahun 1992, dan dilanjutkan masa konstruksi tahun 1993 s/d tahun 2005, hingga beroperasi tahun 2007, proyek ini telah menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif terutama bagi masyarakat yang berdomisili di sepanjang jalan akses (access road) dan masyarakat petani sawah di hilir 11 anak sungai yang alirannya didimanfaatkan oleh PLTA Renun sebagai sumber energi pemutar turbin 2 x 41 Megawatt di Kecamatan Silalahi Sabungan Kabupaten Dairi.

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

Untuk mendukung pekerjaan konstruksi, pengawasan dan pemeliharaan fasilitas pendukung PLTA Renun, telah dibangun jalan sepanjang + 20 kilometer yang menghubungkan Jalan Trans Sumatera (Medan – Sidikalang) di Desa Tanjung Beringin I ke Jalan Trans Kabupaten (Dairi – Humbang Hasundutan) di Desa Pangiringan. Di sepanjang jalan 20 kilometer tersebut, PLTA Renun membangun berbagai fasilitas penting seperti Tibutary Intake, Main Intake, Tunnel, dan Regulating Pond. Tributary Intake terdiri dari 11 unit yang ditujukan sebagai fasilitas pengalih dan penampung aliran 11 anak sungai dari aliran alam ke Sungai Renun di hilir menjadi ke Regulating Pond, di jatuhkan ke Turbin di Silalahi untuk selanjutnya masuk ke Danau Toba. Selama kurun waktu pra-konstruksi, konstruksi, komisioning dan operasional yang telah memakan waktu selama 17 tahun, berbagai perubahan fisik dan non fisik telah terjadi di kawasan ini. Pembukaan jalan (access road) secara langsung meningkatkan jumlah penduduk terutama di sisi kiri dan kanan jalan dengan berbagai akibat yang ditimbulkannya. Berkaitan dengan dampak kehadiran PLTA Renun, ada hal penting yang perlu mendapat perhatian dari pemilik dan pengelola PLTA Renun, yaitu PT PLN (Persero), sehingga perlu dilakukan Penelitian/Evaluasi, terhadap dampak pembukaan jalan (access road) sepanjang 20 kilometer terhadap social ekonomi masyarakat di enam Desa Tanjung Beringin I, Desa Perjuangan, Desa Barisan Nauli, Desa Pargambiran, Desa Perjuangan, Desa Sileu-leu Parsaoran Kecamatan Sumbul dan Desa Parbuluan VI di Kecamatan Parbuluan dengan segala implikasinya Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dampak pembagunan Jalan Proyek (Access Road), terhadap faktor sosial ekonomi, masyarakat disepanjang jalan tersebut. Metodologi Penelitian Data Primer Untuk mengumpulkan data primer, dilakukan survey terhadap masyarakat di sepanjang jalan proyek (Access Road) yang terdiri dari tujuh desa dan terhadap masyarakat di hilir 11 anak sungai yang terdiri dari enam desa. Survei menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang terdiri dari Identitas Responden, Persepsi, Sosio Ekonomi, Sosio Budaya dan Kesehatan Masyarakat yang ditujukan kepada masing-masing 15 orang responden setiap desa yang dipilih secara acak (random sampling). Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data berupa hasil studi berkaitan, bukubuku dan dokumen-dokumen, yang dapat diperoleh dari Pemerintah Desa masingmasing sasaran survei, Pemerintah Kecamatan Parbuluan dan Sumbul, Pemerintah Kabupaten Dairi, PT. PLN (Persero) dan Organisasi Non Pemerintah (NGO).

279

Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

Pengolahan Data Pengolahan data dengan menggunakan SPSS, dilakukan secara terpisah antara Data Hasil Survey Dampak Access Road, yang terdiri dari 90 kuesioner. Sedangkan Data Sekunder dipergunakan sebagai referensi untuk menganalisis hasil pengolahan data. Tinjauan Teoretis Pembangunan Adanya pembangunan ialah karena adanya kebutuhan untuk menaikkan kesejahteraan rakyat. Dengan pembangunan, akan membawa perubahan. Persoalannya, perubahan tersebut haruslah perubahan yang baik menurut ukuran manusia. Tanpa pembangunan kita akan menuju kearah tingkat kesejahteraan yang makin merosot. Dalam pelaksanaannya, pembangunan seringkali berdampak negatif bagi lingkungan dan tidak signifikan mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat setempat. Pembangunan Berkelanjutan Untuk mencapai pembangunan yang berkelan-jutan, pembangunan tersebut haruslah berwawasan lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan, pada hakekatnya adalah merupakan permasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan. Yaitu interaksi antara pembangunan dan lingkungan. Dengan artian, pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek lingkungan, mulai dari Perencanaan, waktu pelaksanaan/operasi. Dengan demikian, dari sisi ekologi pembangunan sebenarnya adalah suatu “gangguan”. Keseimbangan lingkungan kita ganggu dan kita bawa ke arah kesetimbangan baru. Kualitas Lingkungan Kualitas lingkungan dapat diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu dalam kulitas lingkungan yang baik terdapat potensi untuk berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Namun kualitas hidup sifatnya adalah subjektif dan relatif. Dan karena itu kualitas lingkungan sifatnya juga subjektif dan relatif. Kualitas hidup dapat diukur dengan tiga kriteria berikut: 1. Derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk hayati. Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya dan terutama kelangsungan hidupnya sebgai jenis melalui keturunannya. Kebutuhan ini terdiri atas udara dan air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlingungan terhadap serangan penyakit dan sesama manusia. Kebutuhan hidup ini bersifat mendasar dan dalam keadaan memaksa mengalahkan kebutuhan hidup yang Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

280

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

lain. 2. Pekerjaan bukanlah sekedar sumber pendapatan untuk dapat dopenuhinya kebutuhan untuk hidup hayati, melainkan juga penting untuk menjaga martabat seseorang. Karena itu pekerjaan adalah pula kebutuhan untuk hidup manusiawi. Peran serta untuk ikut mengambil keputusan tentang halhal yang menentukan nasib dirinya, keluarganya dan masyarakatnya adalah pula kebutuhan hidup yang bersifat manusiawi. 3. Derajat kebebasan untuk memilih. Sudah banrang tentu, dalam masyarakat yang tertib, derajat kebebasan itu dibatasi oleh hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Sebagai contoh: kebebasan ntuk memilih agama dan pendidikan. Demikian pula makin longgar pilihan yang dapat dibuat orang terhadap rumah, makan dan pakaian, makin baiklah kualitas hidup orang. Teori Ekonomi Keseimbangan Kebanyakan teori ekonomi zaman sekarang, menganggap prosentasi kenaikan pendapatan nasional kotor itu penting dan dikehendaki. Anggapan yang demikian ini akhirnya akan membuat manusia menjadi sangat kaya sebagai spesies suatu organisme hidup. Tetapi hal tersebut dilakukan dengan jalan mengeksploitasi jasad hidup lain dan menghabiskan sumber kekayaan alam. Akibatnya, kita hanya akan kehabisan sumber alam dan meningkatkan pencemaran dan kerusakan alam. Manusia secara alamiah, memang sudah dirancang oleh pertumbhan. Apa yang kita perlukan sekarang adalah: suatu peretumbuhan ekonomi, yang dapat meningkatkan pendapatan nasional kotor yang seimbang dengan kebutuhan kita untuk meningkatkan pendidikan, penelitian, kebudayaan, kesehatan masyarakat, pelayanan sosial, komunikasi dan rekreasi. Setiap perencanaan kota ataupun wilayah. Dampak Pembangunan ACCESS ROAD Penduduk di enam desa dan termasuk dalam wilayah dua kecamatan Parbuluan dan Sumbul, tergolong masyarakat sedang yaitu 55,60 %, sedangkan yang tergolong kaya hanya 6,70 % dan yang tergolong miskin 37,80 % Gambaran tersebut di atas semakin diperjelas melihat sebaran tingkat pendapatan dimana 32,80 % berpendapatan Rp. 1.000.0001 s/d Rp. 1.500.000,- dan 20,60 % berpendapatan Rp. 1.500.001,- s/d Rp. 2.000.000,-. Sementara hanya 5 % yang berpendapatan Rp. 2.000.0001,- s/d Rp. 2.500.000,- dan Lebih dari Rp. 2.500.000,-. Sedangkan tingkat pendapatan terendah yaitu Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,- ditemukan 38,90 %. Ditinjau dari segi pekerjaan, pekerjaan utama adalah petani (86,10 %) dengan kepemilikan lahan kering lebih dari 1 hektar 72,80 %, sedangkan pemilik luas lahan antara 0.5 – 1 hektar mencapai 22,80 % dan kurang dari

0.5 hektar hanya 4.40 %. Lahan tersebut di atas mayoritas merupakan milik sendiri 281

Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

(87,80 %), sedangkan yang meminjam (8,90 %) dan sewa/kontrak (3,30 %), sebesar 12,20 %. Gambaran ini juga semakin diperjelas dengan temuan bahwa tingkat pendidikan menengah Tamat SLTP (40,00 %) dan Tamat SLTA (39,40 %) mencapai 79,40 %, sedangkan tingkat pendidikan rendah Tamat SD (17,80 %) dan Tidak Tamat SD (2,80 %). Artinya, penduduk di keenam desa yang disurvei memiliki tingkat pendidikan yang sedang, sehingga kemampuan mengelola pertanian tergolong baik yang berdampak pada status ekonomi yang dimiliki status ekonomi sedang. Ditinjau dari segi jumlah tenggungan keluarga, penduduk keenam desa dengan jumlah tanggungan keluarga lebih dari 5 orang mencapai 50,60 %, 3-4 orang 36,10 %, sementara hanya 13,30 % yang jumlah tanggungan keluarganya 12 orang. Besarnya jumlah tanggungan keluarga berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja yang terlibat langsung membantu kepala keluarga dalam mengelola lahan pertaniannya. Artinya, semakin besar jumlah tanggungan, maka keluarga akan dapat menghemat biaya tenaga kerja dari luar anggota keluarga. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa antara pemilikan luas lahan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan, keluarga. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN ACCESS ROAD Pembangunan jalan akses (AR) Proyek PLTA Renun sepanjang 20 kilometer yang menghubungkan Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul dengan Desa Parbuluan VI Kecamatan Parbuluan, selain bermanfaat bagi pengelolaan proyek, juga dapat dimanfaatkan penduduk setempat. Terbukanya AR terhadap penggunaan oleh masyarakat, secara langsung membuka akses baru bagi warga dari dan ke desa tempat mereka berdomisili. Kemudahan akses ini selanjutnya menjadi faktor pendorong bagi warga di sekitar proyek dan bahkan bagi warga dari luar kawasan proyek untuk bertempat tinggal di sisi kiri kanan AR. Kehadiran warga di sepanjang AR berkaitan erat dengan kebijaksanaan yang diterapkan baik oleh pemilik PLTA Renun, maupun pemerintah kabupaten yang membuka akses jalan untuk dipergunakan penduduk sebagai sarana penghubung dari dan ke desa. Mayoritas warga yang disurvei menyatakan mengetahui tujuan pembangunan AR (86,50 %) dan hanya 14,40 % diantarnya yang menyatakan tidak mengetahui tujuan pembangunan jalan tersebut. Bagi warga yang mengetahui 48,30 % diantaranya menyatakan bahwa tujuan pembangunan AR adalah untuk keperluan PLTA Renun dan keperluan masyarakat. Sedangkan 34,40 %, menyatakan hanya untuk keperluan proyek PLTA Renun saja.

Potensi AR untuk menarik perhatian masyarakat untuk bertempat tinggal Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

282

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

di sisi kiri kanan AR terbukti secara nyata dimana 58,90 % di antara mereka baru bertempat tinggal di lokasi saat ini setelah pembangunan AR, 27,10 % ketika AR sedang dalam masa pembangunan dan hanya 13,90 % yang sudah tinggal sebelum dibangunnya AR. Mayoritas penduduk yang akhirnya memilih untuk tinggal di sisi kiri dan kanan jalan merupakan penduduk yang sudah bertempat tinggal di sekitar kawasan tetapi masih dalam desa yang sama (56,70 %), dan 10,60 % yang berasal dari luar desa kecamatan yang sama serta 32,80 % berasal dari luar kecamatan/kabupaten, bahkan propinsi. Alasan memilih domisili di lokasi baru ini juga terkait erat dengan ketersediaan akses jalan (43,90 %), sedangkan alasan lainnya adalah kemudahan memperoleh sarana penerangan (listrik) yang memang telah tersedia di sepanjang jalan AR (21,70 %) dan ketersediaan lahan bertani dan lokasi perumahan (19,40 %). Sedangkan alasan dapat membuka usaha baru selain pertanian tergolong kecil (7,80 %) dan alasan pernah bekerja di proyek PLTA Renun ketika tahap konstruksi (7,20 %) dan akhirnya memilih berdomisili tetap di lokasi proyek. Berkaitan dengan kepentingan warga yang akhirnya mendapat kemudahan dari kehadiran AR, maka kesan mereka terhadap keadiran proyek PLTA Renun sangat positif bahkan bangga (92,80 %). Persentase yang cukup kecil saja yang menyatakan sikap yang berbeda (7,20 %). Sikap itu dapat diakitkan dengan manfaat yang dapat mereka nikmati dimana 98,30 % menyatakan bahwa keadiran AR bermanfaat dan hanya 1.70 % yang menyatakan tidak bermanfaat. Manfaat yang dapat dinikmati oleh warga beragam, 60,00 % diantaranya menyatakan bahwa transportasi mereka dari dan ke desa semakin lancar, 20,60 % menyatakan terbukanya peluang membuka usaha baru. Seiring dengan meningkatnya akses dari dan ke desa, maka berpengaruh juga terhadap peningkatan harga tanah (14,40 %). Sedangkan yang meinkmati manfaat kemudahan informasi dan memperoleh kebutuhan rumah tangga sehari-hari berkaitan dengan adanya jalan hanya sebesar masing 1,70 % saja. Di samping dampak positif, warga juga menyatakan adanya efek samping dari pembangunan AR berupa dampak negative (40,00 %). Di antara warga yang menyatakan menjumpai dampak negative tersebut 22,20 % menyatakan sejak adanya AR memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas berupa kecelakaan manusia dan tindakan tabrak lari yang mengambil korban ternak peliharaan mereka (anjing, ayam dan kerbau). Bentuk lain dari dampak negative yang dinyatakan adalah terjadinya perambahan hutan (11,70 %), peningkatan kejahatan (3,90 %) dan polusi udara (2,20 %). Sesuai dengan dampak yang paling dominan dinyatakan yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas, dapat dikaitkan dengan minimnya rambu-rambu lalu lintas, sehingga warga mengharapkan agar dilakukan upaya penanggulangan berupa pembuatan rambu-rambu lalu lintas (23,90 %),

pemeliharaan jalan (11,70 %), pengawasan pengguna jalan (4,40 %) dan 283

Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

pembuatan saluran air (2,20 %). PT PLN sebagai pemilik proyek PLTA Renun dapat digolongkan sebagai perusahaan yang memiliki tanggungjawab sosial. Upaya pengembangan masyarakat di sekitar proyek pernah dilakukan dengan berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Warga setuju jika pemilik PLTA Renun membangun sarana kesejahteraan masyarakat di sekitar proyek (96,70 %). Di antara masyarakat yang setuju mengharapkan dibangunnya sarana Proyek Air Minum (PAM) Desa 53,90 % dan sarana Mandi, Cuci, Kakus (MCK) 3,30 %, sedangkan yang mengharapkan peningkatan kualitas jalan desa hanya 39,40 % saja. Pendapat di atas justru diperoleh dari kelompok masyarakat yang tahu bahwa PLTA Renun pernah membangun sarana kesejahteraan 32,80 % dan yang tidak tahu 67,20 %. (Tabel 3.34). Bagi yang menyatakan tahu, 27,80 % diantaranya mengetahui bahwa PLTA Renun pernah membangun PAM Desa, 4,40 % pembangunan jalan desa dan 0,60 % mengetahui pembangunan rumah ibadah. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pembangunan AR sangat bermanfaat bagi warga di sepanjang jalan AR, walaupun masih mengharapkan adanya upaya penanggulangan terhadap dampak negatif. Di samping manfaat langsung dari tersediaanya AR sebagai sarana penghubung transportasi, warga juga mengharapkan kesediaan PLTA Renun untuk membangun sarana kesejahteraan masyarakat khususnya yang berdomisili di sepanjang AR. Aspek Sosial Ekonomi Pada umumnya warga yang tinggal di sepanjang AR bekerja sebagai petani lahan kering yang mengusahai berbagai komoditi pertanian holtikultura dan tanaman kopi (96,10 %) dan 3,30 % bekerja senagai petani sawah dan perikanan darat. Sebagai petani warga tergantung pada kelancaran pengangkutan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan membawa hasil pertanian ke luar desa untuk di jual ke pasar. Berdasarkan kebutuhan tersebut maka 77,80 % warga menyatakan bahwa pekerjaan mereka sebagai petani berkaitan dengan keberadaan AR, bahkan lebih jauh 98,30 % menyatakan bahwa AR berkaitan langsung dengan pekerjaan saat ini. Kaitan dengan pekerjaan ini semakin diperjelas dengan pendapat 76,10 % yang menyatakan bahwa keberadaan AR mempengaruhi jumlah dan frekuensi kedatangan pedagang dari luar desa ke desa mereka, sehingga memperlancar transaksi jual beli hasil pertanian yang mereka hasilkan. Dengan terbukanya akses pedagang ke desa, maka penetapan nilai tukar hasil pertanian juga dapat dipertahankan. Artinya, petani semakin memiliki daya tawar menawar dengan pedagang pengumpul hasil pertanian. Penetapan lokasi pembangunan rumah warga juga terlihat memiliki kecenderungan semakin dekat ke poros jalan akan semakin baik dan efektif. Buktinya 61,10 % di antara mereka membangun rumah hanya 5 – 10 meter

dari poros jalan, sedangankan yang berjarak 11 – 20 meter 28,90 % dan lebih dari Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

284

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

20 meter hanya 10 % saja. Pertimbangan ini juga berkaitan dengan kemudahan dan jarak mengakses pasar. Setelah pembangunan AR, juga diikuti dengan pembangunan dua sarana pasar desa yang terletak di Desa Tanjung Beringin dan Desa Pargambiran, sehingga dapat mempersingkat waktu tempuh warga ke pasar terdekat dimana 50 % di antara mereka menyatakan hanya membutuhkan waktu paling lama 10 menit, 33,30 % menyatakan membutuhkan waktu 10 – 30 menit dan hanya 16,70 % yang menyatakan lebih dari 30 menit. Untuk mengakses pasar dan tujuan lain ke luar desa, warga menggunakan sarana transportasi yang beragam. Dengan adanya AR, pilihan sarana transportasi semakin banyak dan keinginan untuk menyediakan kenderaan sendiri juga terlihat meningkat, terbukti 57,00 % warga memiliki kenderaan sendiri, sementara 26,10 % menggunakan angkutan desa yang beroperasi ketika hari pecan, dan 16,10 % menyatakan menggunakan becak atau ojek. Lancar dan beragamnya sarana transportasi tersedia secara langsung menguntungkan warga dimana 50,60 % menyatakan hanya mengeluarkan ongkos Rp. 2.000,- - Rp. 5.000,- ke pasar terdekat. Bagi warga desa yang tempat tinggalnya berjarak lebih jauh dari pasar mengeluarkan ongkos sebesar Rp. 5.000,- Rp. 10.000,- (37,80 %) dan hanya 11,70 % yang harus membayar ongkos di atas Rp. 10.000,-. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan AR secara ekonomi dapat menguntungkan warga. SIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan diatas, dapat diambil simpulan berikut ini: 1. Pembangunan AR, secara ekonomi dapat menguntungkan warga. 2. Pembangunan AR secara langsung berkorelasi positif dengan terjadinya peningkatan jumlah warga yang berdomisili di sepanjang jalan. 3. Masih ditemui dampak ikutan pembagunan AR berupa terjadinya beberapa kejadian tabrak lari, prostitusi dan tindak kejahatan seperti perampokan. Hal ini terkait dengan minimnya rambu-rambu lalu lintas yang tersedia serta kurangnya pengawasan terhadap pengguna jalan. Saran 1. Agar dilaksanakan perawatan ruas jalan dan saluran air di sisi kiri kanan jalan. 2. Melengkapi rambu-rambu lalu lintas di sepanjang jalan AR. 3. Meningkatkan pengawasan pengguna jalan.

285

Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

Vol. 3 No.1 April 2010

ISSN : 1979 - 5408

DAFTAR PUSTAKA Almeida, M. Ozorio de, W. Beckerman, I. Sacs, & G. Corea, 1972. Environment and Development, International Conciliation NO. 586. Carnegie Endowment for International Peace, New York. Pemda Dairi, Dairi dalam Angka. Soemarwoto Otto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press. Ed. X Soeriaatmadja, R.E., Ilmu Lingkungan, Penerbit ITB. Ed VII.

Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

286

152

JNTETI, Vol. 03, No. 2, Mei 2014

Optimalisasi Jangka Menengah PLTA Memperhatikan Ketersediaan Air Menggunakan Linear Programming Winasis1, Hari Prasetijo2, Giri Angga Setia3 Abstact—Hydro power plant is kind of electric power generation which utilize energy from water fall to produce electricity. One of its operational problem is limited water supply and available water which can be stored in reservoir. This limitation will affect the electrical energy can be generated by the hydro power plant. This paper present a methodology of medium term optimization of hydro power plant operation to maximize its energy production with considering water availability in reservoir as operational constraint. Operation optimization problem is formulated in Linear Programming model and then solved using Tomlab optimization software. Simulations using water flow data of Ketenger Hydro Power Plant on June 2013 show that this method can be used to solve hydro power plant operation optimization problem well. Based on the simulation results with a period of 720 hours (1 month) the total electrical energy that can be generated is equal to 2990.8 MWh. This value is 69,6 MWh (or 2,3%) greater when compared to the real condition of electrical power generated in June with ammount of 2921,2 MWh. Intisari—Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan jenis pembangkit yang memanfaatkan tenaga jatuh air untuk menghasilkan energi listrik. Salah satu masalah operasi PLTA adalah pasokan air dan ketersediaan air yang terbatas dan dapat disimpan dalam reservoir atau kolam tando. Keterbatasan ini akan mempengaruhi energi listrik yang dapat dibangkitkan oleh PLTA. Penelitian ini menyajikan metodologi optimalisasi operasi jangka menengah PLTA untuk memaksimalkan energi yang dihasilkan PLTA dengan memperhatikan ketersediaan air di reservoir sebagai batasan operasinya. Permasalahan optimasi operasi PLTA ini diformulasikan ke dalam model Linear Programming dan diselesaikan dengan software optimasi Tomlab. Simulasi menggunakan data debit PLTA Ketenger Baturaden pada bulan Juni 2013 menunjukkan bahwa metode ini dapat memecahkan permasalahan optimalisasi operasi PLTA dengan baik. Berdasarkan hasil simulasi dengan periode 720 jam (1 bulan) energi listrik total yang dapat dihasilkan adalah sebesar 2990,8 MWh. Nilai ini lebih besar 69,6 MWh (2,3%) jika dibandingkan dengan kondisi real energi listrik di bulan Juni sebesar 2921,2 MWh. Kata Kunci— optimalisasi, jangka menengah, ketersediaan air, PLTA, Linear Programming.

I. PENDAHULUAN Meningkatnya kebutuhan energi listrik dari masyarakat menyebabkan kebutuhan terhadap pembangkit yang mampu membangkitkan energi listrik dalam jumlah besar. Energi

listrik dibangkitkan di pusat-pusat pembangkit listrik termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Salah satu aspek pengoperasian PLTA adalah penjadwalan air yang dilepaskan untuk dikonversi menjadi energi listrik. Permasalahan penjadwalan pembangkit hidro melibatkan peramalan ketersediaan air dan penjadwalan air pada reservoir yang dilepaskan selama selang waktu penjadwalan tertentu, tergantung pada kapasitas reservoir.[1] Pengoperasian PLTA umumnya bertujuan memaksimalkan sumber daya air (resource) yang ditampung di reservoir agar diperoleh pembangkitan energi atau keuntungan ekonomi yang paling maksimal. Pengoperasian atau penjadwalan PLTA yang optimal dapat memberikan keuntungan antara lain memaksimalkan nilai sumber daya air dan meminimalkan biaya pembangkitan. Terkait optimasi pada operasi PLTA ini beberapa penelitian telah dilakukan. Pratama [2] melakukan penelitian mengenai optimasi waduk untuk menganalisis debit andalan harian dan optimal daya di PLTA menggunakan metode Mass Curve. Pada penelitian lain Cheng, dkk [3] dan aswaf [4] menggunakan metode Genetic Algorithm (GA) untuk menganalisis optimasi operasi reservoir PLTA. Beberapa penelitian menggunakan metode yang berbeda dalam mengoptimalkan reservoir PLTA seperti : Evolutionary Algorithm [5], Particle Swarm Optimization [6], dan Non Linear Optimization [7]. Penggunaan Pemrograman Linear untuk optimasi PLTA antara lain dilakukan oleh Tarigan [8] untuk mengoptimalkan pemanfaatan air waduk Kedungombo untuk memenuhi kebutuhan irigasi, air baku dan PLTA. Salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap energi listrik yang dapat dibangkitkan oleh PLTA adalah ketersediaan air di kolam tando (reservoir). Ketersediaan air pada reservoir ini antara lain dipengaruhi oleh: debit aliran masuk (inflow) yang didapat dari sungai-sungai sekitar, curah hujan, penguapan (evaporasi), serta pemanfaatan air baik untuk pembangkitan atau keperluan lain. Penelitian ini membahas pengoptimalan operasi PLTA dengan reservoir berupa kolam tando harian. Optimasi bertujuan untuk memaksimalkan energi listrik yang dibangkitkan PLTA dengan memperhatikan ketersediaan air di kolam tando sebagai fungsi batasan operasinya. Optimasi pengoperasian PLTA ini diformulasikan menggunakan model Linear Programming dan penyelesaian formulasi optimasi dilakukan menggunakan software optimasi Tomlab. II. METODOLOGI

1,2,3

Peneliti, Program Studi Teknik Elektro Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman; e-mail: [email protected]

ISSN 2301 – 4156

A. Perumusan Masalah Optimalisasi Optimasi ini dilakukan untuk memaksimalkan besar nilai energi listrik yang dihasilkan dalam periode operasi tertentu.

Winasis: Optimalisasi Jangka Menengah Pembangkit ...

JNTETI, Vol. 03, No. 2, Mei 2014

153

Fungsi tujuan optimasi diberikan pada persamaan 1 dan 2 berikut : n

T

maks∑∑ E gi (t )

(1)

E gi (t ) = Pgi (t ) × ∆t = {9,8h(t )Qout,i (t )η}× ∆t

(2)

i =1 t =1

dengan: Egi(t) = energi generator i pada waktu t (kWh) = daya pembangkitan generator i pada waktu t (kW) Pgi(t) ℎ = tinggi jatuh air/ head pada waktu t (m) ,  = debit aliran keuar unit i pada waktu t (m3/s) η = efisiensi ∆t = selang waktu penjadwalan (jam) T = periode penjadwalan Besar energi yang dihasilkan oleh generator merupakan fungsi daya pembangkitan dikalikan selang waktu pembangkitan. Nilai daya pembangkitan adalah sebanding dengan tinggi jatuh air dan debit serta dipengaruhi oleh efisiensi generator. B. Batasan Operasi Dalam pengoptimalan PLTA ini, beberapa kendala (constraits) yang dipertimbangkan menjadi batasan operasional yaitu : 1) Elevasi dan tingi jatuh Elevasi reservoir dibatasi diantara nilai minimal dan maksimal yang diperbolehkan. Nilai elevasi maksimal reservoir terkait dengan kapasitas maksimum air yang dapat ditampung. Sedangkan elevasi minimal dibatasi terkait operasi PLTA agar tetap stabil. Dengan nilai elevasi yang dibatasi, maka ketinggian jatuh (head) PLTA juga terbatas pada kisaran tertentu. Batasan elevasi dan tinggi jatuh ini dinyatakan pada persamaan 3 dan 4 sebagai berikut. (3)  ≤  ≤  (4) ℎ ≤ ℎ ≤ ℎ dengan ℎ = tinggi jatuh pada step waktu t (m) ℎ = tinggi jatuh minimum (m) ℎ = tinggi jatuh maksimum (m)  = elevasi kolam tando pada waktu t (mdpl)  = elevasi minimum (mdpl)  = elevasi maksimum (mdpl) 2) Batas daya pembangkitan unit generator

Daya pembangkitan dan energi yang dihasilkan masingmasing unit generator pada setiap waktu t dibatasi antara minimal dan maksimal, sesuai dengan rating dan batas kerja operasi masing-masing unit pembangkit. Persamaan 5 menunjukkan batasan daya pembangkitan unit generator (5) , ≤   ≤ ,

dengan , = Daya minimum unit generator i (kW) , = Daya maksimum unit generator i (kW)

Winasis: Optimalisasi Jangka Menengah Pembangkit ...

3) Debit aliran masuk dan debit aliran keluar pada reservoir Ketinggian elevasi dan tinggi jatuh air pada pembangkit dipengaruhi oleh besar aliran air masuk reservoir dan debit aliran air yang keluar reservoir (outflow). Persamaan 6 dan 7 menunjukkan hubungan antara head, inflow dan outflow ke turbin pada tiap step waktu penjadwalan. Aliran air masuk akan menambah ketinggian elevasi dan tinggi jatuh. Sebaliknya aliran air keluar akan mengurangi ketinggian jatuh air. t =  −  +

  



∑  , 

(6)



  ∑ ,  t =  −  + −  

(7)

dengan :

ℎ − 1 = head pada t-1 (m)  − 1= elevasi pada t-1 (m)   = debit aliran masuk pada step waktu t (m3/s) ,  = debit aliran keuar unit i pada waktu t (m3/s) A = Luas permukaan reservoir (m2)

III. SIMULASI DAN PEMBAHASAN Formulasi optimasi di atas diimplementasikan menggunakan data PLTA Sub Unit Ketenger Baturraden. Proses pembangkitan daya di PLTA Ketenger menggunakan kolam tando sebagai media penyimpan/penampung air. Ketersediaan air yang disimpan di kolam tando tergantung dari besarnya sumber air yang diperoleh dari aliran (inflow) sungai-sungai sekitar. PLTA Ketenger memiliki ukuran kolam tando harian muntu sebagai berikut: • Luas dasar kolam : 1,768 m2 • Luas permukaan kolam : 4.610,6 m2 • Elevasi air tertinggi : 663,07 mdpl • Elevasi air terendah : 658,30 mdpl • Volume efektif : 20.000 m3 Pada penelitian ini, analisis optimalisasi dilakukan pada unit generator 1 dan 2 dengan spesifikasi turbin dan generator sebagai berikut • Jenis turbin : pelton horisontal • Daya turbin : 3760 kW, • Putaran : 600 rpm. • Jenis generator : generator sinkron 3 phase, • Daya generator : 4400 kVA, • faktor daya : 0,8 • Daya pembangkitan minimal : 1500 kW • Daya pembangkitan maksimal: 3500 kW. Kisaran head operasi turbin generator adalah antara 267,5 – 272,5 meter. Efisiensi keseluruhan pembangkit diasumsikan sebesar 80%. PLTA Ketenger dioperasikan sebagai pemikul beban dasar (base load), artinya PLTA ini setiap saat berada pada status beroperasi (on). Pada simulasi ini economic dispatch dari sistem interkoneksi Jawa Bali tidak memperhatikan. Optimalisasi

ISSN 2301 - 4156

154

JNTETI, Vol. 03, No. 2, Mei 2014

hanya ditujukan untuk menganalisis penggunaan sumber daya karena spesifikasi dan karakteristik kedua unit generator air yang tersedia pada reservoir guna menghasilkan energi adalah serta adalah sama. listrik yang maksimal pada batasan-batasan operasional PLTA.

Qout1 (m3/s)

Qout2 (m3/s)

Elevasi (m)

Head (m)

Pg1 (kW)

Pg2 (kW)

1

1,813

1,054

1,054

661,13

270,56

2246

2246

2

1,929

1,053

1,053

661,00

270,43

2246

2246

3

1,932

1,053

1,053

660,86

270,29

2245

2245

4

1,936

1,053

1,053

660,73

270,16

2245

2245

5

1,940

1,053

1,053

660,60

270,03

2244

2244

6

1,944

1,052

1,052

660,47

269,90

2244

2244

7

1,971

1,052

1,052

660,36

269,79

2243

2243

8

1,849

1,052

1,052

660,16

269,59

2243

2243

9

1,910

1,052

1,052

660,01

269,44

2242

2242

10

1,910

1,052

1,052

659,86

269,29

2242

2242

11

1,910

1,051

1,051

659,71

269,14

2242

2242

12

1,849

1,051

1,051

659,51

268,94

2241

2241

13

1,849

1,051

1,051

659,31

268,74

2241

2241

14

1,849

1,051

1,051

659,11

268,54

2240

2240

15

1,910

1,051

1,051

658,96

268,39

2240

2240

16

1,850

1,050

1,050

658,77

268,20

2239

2239

17

1,910

1,050

1,050

658,62

268,05

2239

2239

18

1,850

1,050

1,050

658,42

267,85

2239

2239

19

2,460

1,050

1,050

658,70

268,13

2238

2238

20

2,935

1,050

1,050

659,35

268,78

2238

2238

21

2,743

1,050

1,050

659,86

269,29

2237

2237

22

2,743

1,049

1,049

660,36

269,79

2237

2237

23

2,743

1,049

1,049

660,86

270,29

2237

2237

24

2,743

1,049

1,049

661,37

270,8

2236

2236

Gbr.1 dan Gbr.2 berikut memperlihatkan hasil simulasi berupa debit aliran masuk dan aliran keluar ke masing-masing unit generator dan daya yang dibangkitkan oleh generator pada setiap step jam selama 24 jam penjadwalan. Berdasarkan hasil simulasi tersebut, menunjukkan bahwa metode optimasi pemrograman linear dapat menyelesaikan permasalahan optimasi operasi PLTA secara efektif. Pada debit aliran masuk yang bervariasi dengan nilai berkisar antara 1,81 hingga 2,94 m3/detik sebagaimana diperlihatkan pada Gbr. 1, daya pembangkitan PLTA berada pada batasan kemampuan generator yang ditetapkan (Gbr. 2). Pada simulasi ini daya pembangkitan generator berada pada nilai kisaran sama dan tetap antara 2236 hingga 2246 kW. Hal ini adalah

ISSN 2301 – 4156

Qout2

ΣQout

3 2,5 2 1,5 1 0,5 0

0

2

4

6

8

10 12 14 16 18 20 22 24 jam

Gbr. 1 Grafik debit aliran masuk ke reservoir 24 jam

Pg1

Pg2

2500 2000 1500 1000 500 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Qin (m3/s)

Jam

Qout1

3,5

Debit (m3/s)

TABEL I HASIL OPTIMASI 24 JAM MENGGUNAKAN DATA DEBIT ALIRAN MASUK TANGGAL 7 JUNI 2013

Qin

Daya (kW)

A. Simulasi Pengoperasian Jangka Pendek Simulasi optimasi jangka pendek pada periode operasi 24 jam dilakukan dengan menggunakan input data debit aliran masuk PLTA Ketenger selama satu hari. Tabel 1 berikut menunjukkan salah satu hasil simulasi optimasi menggunakan data debit aliran masuk PLTA Ketenger pada tanggal 7 Juni 2013.

jam Gbr. 2 Grafik simulasi daya pembangkitan unit generator 1 dan 2

Perubahan debit aliran masuk dan debit keluar untuk pembangkitan daya akan berpengaruh pada fluktuasi elevasi dan head pembangkit sebagaimana diperlihatkan pada Gbr. 3 dan Gbr. 4. Penurunan tinggi jatuh dan elevasi terjadi saat total debit aliran keluar yang digunakan untuk pembangkitan lebih besar dari debit aliran masuk ke reservoir. Sebaliknya saat debit aliran masuk lebih besar dari yang digunakan maka elevasi dan tinggi jatuh mengalami kenaikan. Pada hasil simulasi di atas menunjukan tinggi jatuh berada pada kisaran 267,86 hingga 270,8 meter. Sedangkan elevasi berada pada kisaran 658,43 sampai 661,37 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dari sini diperlihatkan bahwa batasan – batasan terkait tinggi dan elevasi masih terpenuhi.

Winasis: Optimalisasi Jangka Menengah Pembangkit ...

JNTETI, Vol. 03, No. 2, Mei 2014 hmin

h(t)

155 hmaks

Qin (m3/s)

272,5

head (m)

271,5 270,5 269,5

267,5

0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720

268,5

4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0

0

2

4

6

8

Jam

10 12 14 16 18 20 22 24 jam

Gbr .5 Debit aliran masuk PLTA Ketenger Juni 2013

Gbr. 3 Grafik simulasi head PLTA 24 jam

El_min

El(t)

El_maks

Hasil simulasi berupa outflow dan daya pembangkitan selama 720 jam diperlihatkan pada Gbr. 6 dan Gbr. 7. Sedangkan perubahan tinggi jatu dan elevasi selama periode operasi tersebut ditunjukkan pada Gbr. 8 dan Gbr. 9. Qin

Qout2

ΣQout

4

661

3,5

660 659 658

Qout1

4,5

662

0

2

4

6

8

10 12 14 16 18 20 22 24 Jam

Debit (m3/s)

Elevasi (mdpl)

663

3 2,5 2 1,5 1

Gbr. 4 Grafik simulasi elevasi PLTA 24 jam

B. Simulasi Pengoperasian jangka menengah Inputan yang digunakan pada simulasi ini adalah data debit PLTA Ketenger selama 720 jam (1 bulan) pada bulan Juni 2013 diperlihatkan pada Gbr. 5.

0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720

0 jam

Gbr. 6 Hasil simulasi debit aliran masuk dan keluar selama 720 jam Pg1

Pg2

Pg1+Pg2

5000 4000 Daya (kW)

Total energi listrik yang dihasilkan pada hasil simulasi di atas adalah sebesar 107591 kWh. Jika dibandingkan dengan data real pembangkitan energi PLTA Ketenger pada 7 Juni 2013 sebesar 100251 kWh, hasil yang diperoleh adalah 7,32% lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi untuk menghasilkan energi listrik total lebih besar dibanding data real. Adanya selisih dengan data real juga dapat disebabkan karena beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses di reservoir dan PLTA yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini, seperti evaporasi dan pelimpahan air untuk keperluan selain pembangkitan.

0,5

3000 2000 1000

0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720

0 Jam

Gbr. 7 Hasil simulasi daya pembangkitan selama 720 jam bulan Juni

Winasis: Optimalisasi Jangka Menengah Pembangkit ...

ISSN 2301 - 4156

156

JNTETI, Vol. 03, No. 2, Mei 2014 hmin

head

hmax

272,5

tinggi jatuh (m)

271,5 270,5 269,5 268,5

0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720

267,5 Jam

Gbrr. 8 Grafik simulasi head PLTA bulan Juni El_min

Elevasi

El-maks

IV. KESIMPULAN Pada paper ini pengoptimalan operasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) diselesaikan dengan menggunakan model Linear Programming. Fungsi objektif optimasi adalah untuk memaksimalkan produksi energi listrik yang dihasilkan generator. Optimasi dilakukan dengan memperhatikan batasan operasional berupa ketersediaan air di reservoir yang direpresentasikan dalam batasan elevasi dan tinggi jatuh pembangkit, serta batasan daya unit generator. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan data 720 jam operasi PLTA Ketenger pada bulan Juni 2013 sebagai data masukan menunjukkan bahwa metode ini dapat menyelesaikan permasalahan optimasi pada operasi PLTA dengan baik, artinya didapatkan solusi optimal energi listrik sesuai dengan batasan operasional yang telah ditentukan. Total energi listrik yang dihasilkan adalah sebesar 2990 MWh, lebih besar 2,32% dibandingkan dengan data real pembangkitan energi PLTA Ketenger sebesar 2921 MWh. REFERENSI [1]

Elevasi (mdpl)

663

[2]

662

[3]

661 660

[4]

659

0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720

658

[5]

Jam

Gbr. 9 Grafik simulasi Elevasi bulan Juni

Dari grafik hasil simulasi tersebut di atas, daya pembangkitan, tinggi jatuh dan elevasi yang dihasilkan berada pada batasan-batasan nilai yang ditetapkan. Nilai energi listrik total selama 720 jam adalah 2.990,8 MWh. Jika dibandingkan dengan kondisi real energi listrik di bulan Juni sebesar 2921,2 MWh. Hal ini menunjukkan bahwa hasil optimasi lebih besar 69,6 MWh dibanding kondisi real.

ISSN 2301 – 4156

[6]

[7]

[8]

Wood, Alen J., Wollernberg Bruce F., 1996. Power Generation Operation And Control. John Wiley & Sons.) Pratama, Sezar Yudo. 2011. Studi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air. Tesis Program Pascasarjana. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Cheng, C.T. Wang W.C., Xu D.M. and Chau K.W. 2008. Optimizing hydropower reservoir operation using hybrid genetic algorithm and chaos. Water Resources Management, 22 (7): 895-909. Asfaw, Tilahun Derib and Hashim, Ahmad Mustafa, 2011. Reservoir Operation Analysis Aimed to Optimize the Capacity Factor of Hydroelectric Power Generation. International Conference on Environment and Industrial Innovation IPCBEE vol.12 (2011), Singapore. Jothiprakash V., Arunkumar R.. 2013 Optimization of Hydropower Reservoir Using Evolutionary Algorithms Coupled with Chaos. Water Resources Management, Volume 27, Issue 7, pp 1963-1979 May 2013. Ghimirea, Bhola N.S. & Reddya, M.Janga. 2013. Optimal Reservoir Operation for Hydropower Production Using Particle Swarm Optimization and Sustainability Analysis of Hydropower. ISH Journal of Hydraulic Engineering Volume 19, Issue 3, 2013 pages 196-210. Catalao,J.P.S., Mariano, S.J.P.S. Mendes, V.M.F and Ferreira, L.A.F.M. 2008. Nonlinear optimization method for short-term hydro scheduling considering head-dependency. European Transactions On Electrical Power (2008) Tarigan, Abinentaras. 2001. Optimasi Pemanfaatan Air Waduk Kedung Ombo dengan Program Linier. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Winasis: Optimalisasi Jangka Menengah Pembangkit ...

Gatot Joelianto, Optimisasi Penjadwalan Penjadwalan Pembangkit, Halaman 1-7

OPTIMISASI PENJADWALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING Gatot Joelianto*) Abstrak Persoalan optimisasi penjadwalan sistem pembangkit listrik tenaga air menggunakan integer programming memerlukan pemodelan yang detil tentang karakteristik pembangkit, menggunakan variabel-variabel integer. Tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan integer programming dalam optimisasi penjadwalan sistem pembangkit listrik tenaga air yang berada pada sistem rangkaian aliran sungai. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyelesaian menggunakan aproksimasi 8 segmen lebih efisien (perbedaan 0,01 %) daripada aproksimasi 4 segmen (perbedaan 0,02 %), dan pengambilan keputusan pengintegerisasian unit commitment bermanfaat untuk suatu stasiun yang memiliki banyak unit yang dioperasikan. Kata-kata kunci: optimisasi, penjadwalan, sistem pembangkit, integer Abstract The problem of the optimization of the hydro power generation system scheduling using integer programming needs the detail characteristics of power generation system which uses integer variables. This research is to apply integer programming for optimization of hydro power generation system scheduling at river chain. It concludes that the solution of the problem uses the 8 segments approximation (difference of 0.01 %) is more efficient than 4 segments approximation (difference of 0.02 %), and making decision of unit commitment integerization is used a great advantage for the station having many committed units. Keywords: optimization, scheduling, generation system, integer

1. PENDAHULUAN Tulisan ini menggambarkan suatu model Integer Programming (IP) untuk mengoptimisasi penjadwalan unit commitment jangka pendek (1 – 2 hari) untuk pembangkit listrik tenaga air di rangkaian aliran sungai, yang mencakup aliran sungai utama dan anak sungai. Penentuan penjadwalan commitment optimal bukan hal yang mudah. Untuk tingkat penjadwalan pusat pembangkit memerlukan pemodelan detil tentang karakteristik pusat pembangkit, menggunakan variabel integer untuk mewakili sejumlah turbin atau unit, pengoperasian pada tiap pusat pembangkit, dan karakteristik startup/shutdown, dengan linierisasi kurva efisiensi unit. Contoh studi yang dilakukan oleh Klein dan Sim (1991:10) menunjukkan bahwa ketidaklinieran menimbulkan kemantapan periode tunggal, pusat pembangkit tunggal, masalah pelepasan hidro yang cukup komplek. kurva resultan efisiensi stasiun pembangkit mempunyai non-konveksitas yang penting. Problem juga melibatkan keterikatan yang kuat antara periode-periode,

karena kapasitas yang terbatas untuk menyimpan air dari satu periode ke periode berikutnya, dan air yang dilepaskan dari waduk akan masuk ke waduk di sisi hilir beberapa saat kemudian. Terdapat juga hubungan antara variabel-variabel pelepasan dan penyimpanan, karena pelepasan adalah lebih efisien jika penyimpanan lebih banyak. Secara prinsip, head effect dapat mengakibatkan problem non-convex, meskipun secara praktek masih bisa diperdebatkan, saat variasi head relatif kecil, sehingga dapat diabaikan. Sulitnya formulasi Integer Programming, sehingga pendekatan atas ke bawah dapat dilakukan, dengan menggunakan Linier Programming untuk menghasilkan penyelesaian aproksimasi kontinyu dari problem. Kemudian metode heuristic digunakan untuk memperoleh penyelesaian integer yang layak dari penyelesaian kontinyu.

*)Gatot Joelianto. Dosen PS. Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang

1

Jurnal ELTEK, Volume 04 Nomor 01, April 2006 ISSN 1693-4024 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini menguraikan Integer Programming (IP) yang diterapkan pada sistem pembangkit listrik tenaga air yang berada pada sistem rangkaian aliran sungai, seperti pada gambar 1. Sistem itu terdiri atas 8 stasiun dan tujuh waduk, yang dihubungkan dengan kanal dan bypass. Kanal adalah saluran utama untuk mengalirkan air, sedangkan

Data masukan didefinisikan, sehingga hanya node waduk yang dapat menyimpan air, hanya node generator yang mengkonversi throughput menjadi pembangkitan, dan sisanya tidak bisa keduanya. Definisikan kembali: ψ iT : nilai air untuk akhir penyimpanan horizon di waduk i Deviasi dari akhir periode target penyimpanan dianggap sebagai biaya, tetapi pada model ini sebaliknya. Definisikan kembali variabel: gtover : banyaknya pembangkitan sistem diatas target keluaran dalam periode t Untuk model terkendali target, sasarannya memperoleh suatu penjadwalan yang memaksimalkan nilai akhir penyimpanan, dikurangi biaya-biaya startup/shutdown: T I

(

)

I

MAX ∑ ∑ αi(+ ) u i(+ )t − αi(− ) u i(− )t + ∑ ψiT siT t =1i =1

i =1

(1)

Untuk problem terkendali harga, penentuan fungsi sasaran di atas diperoleh dari pembangkitan diatas target pada tiap periode: T I

(

)

I

t + αi(+ ) ui(+ )t − αi(− ) u i(− )t + ∑ ψiT siT MAX ∑ ∑ πt gover

Gambar 1. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air anak sungai digunakan dalam kondisi ekstrim atau ketika sangat diperlukan aliran air. Dilakukan modifikasi terhadap IP antara lain (Mahessen, 1991:34): 1) Sistem digambarkan sebagai susunan node-node yang saling terhubung, terdiri atas stasiun (yang dapat membangkitkan) dan waduk (yang menerima aliran air dan menyimpan). 2) Semua unit pada stasiun mempunyai kurva cusp. 3) Throughput dan aliran bypass dapat diarahkan ke lokasi berbeda, dan memiliki batas atas dan bawah. 4) Waktu tunda pelepasan/pelimpahan antar node (waktu untuk melintas) diasumsikan sama dengan 0. 5) Kurva cusp diwakili oleh kurva linier piecewise yang mempunyai 1 segmen diatas titik efisien dan 2 segmen dibawahnya. 2.1 Gambaran Model Matematis 2.1.1. Sasaran Definisi kembali: i : node-node di sistem {i, i+1, …, I}

2

t =1i =1

i =1

(2)

2.1.2. Kendala Komitmen Inter-Temporal Pada IP didefinisikan ytij = xit-1 (dengan t y ij = 1 jika j unit dioperasikan pada t). Karena mempunyai unit yang serupa, sehingga didefinisikan variabelnya: xit : variabel integer sama dengan jumlah unit yang dioperasikan pada node i pada akhir periode t, dan jumlah unit yang akan beroperasi pada periode berikutnya (+ )t (− )t t t −1 (3) ∀i, t xi = xi + ui − ui 2.1.3. Kendala Komitmen Periode Awal/Akhir (+ )0 (− )0 0 INIT (4) ∀i xi = xi + ui − ui FIN

T

(+ )FIN

(− )FIN

∀i − ui xi = xi + ui 2.1.4. Kendala Unit Switching (+ )t (− )t ∀i, t γi + γi ≤ 1 (+ )t (+ )t ui ≥ γi (− )t (− )t

∀i, t

(5) (6) (7)

(8) ∀i, t ui ≥ γi 2.1.5. Kendala Penyimpanan Tingkat penyimpanan pada periode sekarang ditentukan dengan penambahan tingkat penyimpanan dari periode terdahulu dan aliran pemasukan tidak terkontrol/terkontrol, dan mengurangkan dengan throughput dan pelimpahan. Definisi kembali:

Gatot Joelianto, Optimisasi Penjadwalan Penjadwalan Pembangkit, Halaman 1-7 Ai : stasiun hulu dari stasiun h yang dapat melepaskan ke stasiun i (h ∈ Ai) dhi : waktu tunda pada pelepasan dari stasiun h ke stasiun i Bi : stasiun hulu dari stasiun h yang dapat melimpahkan ke stasiun i (h ∈ Bi) ehi : waktu tunda pada pelimpahan dari stasiun h ke stasiun i Kendala itu untuk mendefinisikan tingkat penyimpanan pada periode ini: t− t t t −1 t t− t si = si + n i − qi − w i + ∑ q h d hi + ∑ w h ehi h ⊂ Ai

∀i, t t si t si

≤ sitMAX

∀i, t

(

)

(

h ⊂ Bi

)

(9) (10)

(11) ∀i, t 2.1.6. Kendala Penyimpanan Akhir Setiap waduk mempunyai tingkat penyimpanan awal dan tingkat penyimpanan akhir yang diharapkan. Definisi parameter: siFIN : tingkat penyimpanan yang diharapkan pada node i Sehingga didefinisikan kendala: T FIN (12) ∀i si = s i Kendala tersebut berlaku untuk waduk A dan waduk B. Nilai penyimpanan akhir kedua waduk itu saling berkaitan, dan nilai penyimpanan yang dihasilkan pada tiap waduk adalah salah satu komponen dalam fungsi sasaran. 2.1.7. Kendala Aliran Inter-Temporal Dimungkinkan pemisahan batas atas dan bawah pada pelepasan air (dapat digunakan) dan pelimpahan di antara dua node, sehingga dapat didefinisikan batas atas dan bawah pada pelepasan (release) dan pelimpahan (spill) dari tiap-tiap stasiun. Definisikan parameter: qiMAX, qiMIN : batas pada pelepasan stasiun i pada periode t wiMAX, wiMIN: batas pada pelepasan stasiun i pada periode t Sehingga dapat didefinisikan kendala: MIN t MAX (13) ∀i.t qi ≥ qi ≥ qi ≥ sitMIN

t MAX MIN (14) ∀i.t wi ≥ wi ≥ wi 2.1.8. Kendala Operasi/Interpolation Throughput Definisi variabel: qinti(+)t : volume throughput pada kurva interpolasi di atas titik efisien untuk suatu unit pada stasiun i

qinti(-)t : volume throughput pada kurva interpolasi di bawah titik efisien untuk suatu unit pada stasiun i Karena unit-unit identik, volume maksimum throughput pada kurva interpolasi diatas titik efisien sama dengan deviasi maksimum di bawahnya, dan dapat didefinisikan kendala: (+ )t ^

(+ )t

≤ γi

(− )t

≤ γi

q int i

∀i, t

qi untuk throughput di atas titik efisien, dan:

(15)

(− )t ^

(16) ∀i, t qi untuk throughput di bawah titik efisien. Kendala-kendala tersebut juga mengendalikan kemampuan stasiun untuk beroperasi pada kurva interpolasi, karena pada satu periode manapun hanya γi(+)t atau γi(-)t yang dapat sama dengan 1, dan karenanya stasiun itu hanya dapat beroperasi pada 1 sisi titik efisien pada 1 periode manapun. 2.1.9. Kendala Cusp Curve Throughput Karena unit-unit tiap stasiun adalah identik, dapat didefinisikan lebar tiap segmen linier piecewise sebagai jumlah unit yang beroperasi pada periode dikalikan dengan lebar segmen untuk unit tunggal. Karena itu hanya perlu mendefinisikan Φim(+) dan Φim(-), daripada Φijm(+) dan Φijm(-) seperti pada IP. Definisi kembali: Φim(+)t : lebar segmen m dari aproksimasi linier piecewise terhadap kurva cusp stasiun i di atas titik efisiennya, qi Φim(-)t : lebar segmen m dari aproksimasi linier piecewise terhadap kurva cusp stasiun i di bawah titik efisiennya, qi Definisi kembali variabel: qccim(+)t : volume throughput pada segmen m untuk aproksimasi linier piecewise terhadap kurva cusp di atas titik efisien qccim(-)t : volume throughput pada segmen m untuk aproksimasi linier piecewise terhadap kurva cusp di bawah titik efisien Sehingga didefinisikan kendala untuk throughput kurva cusp stasiun i: (+ )t (+ ) (17) qccim ≤ φim × x it −1 ∀i, t , m q int i

(− )t (− ) (18) qccim ≤ φim × x it −1 ∀i, t , m 2.1.10. Kendala Operasi Kurva Cusp Definisi parameter: ximax : jumlah unit yang ada di stasiun i Sehingga didefinisikan kendala: (+ )t (+ ) (+ )t (− )t (19) qccim ≤ φim x imax 1 − γi − γi ∀i, t , m (− )t

qccim ≤

(− )

( ) ( ) ( ) (1 − γ − γ ) ∀i, t, m

φim x imax

i

+ t

i

−t

(20)

3

Jurnal ELTEK, Volume 04 Nomor 01, April 2006 ISSN 1693-4024 Ketika γi(+)t dan γi(-)t keduanya sama dengan 0 dan unit commitment stasiun pada maksimumnya, kendala-kendala ini ekivalen dengan yang terjadi pada seksi sebelumnya. Dapat digunakan xit untuk ximax, tetapi problem menjadi tidak linier. 2.1.11. Throughput dan Definisi Pembangkitan Throughput total stasiun untuk periode manapun dapat diperoleh dengan pengambilan tingkat throughput efisien ketika mengoperasikan j unit dan menambahkan atau mengurangkan deviasi, jika ada, yang muncul dari pengoperasian pada kurva cusp dan kurva interpolasi. q it = x it −1 × M

(

^t + q int i(+ )t − q int i(− )t qi

(+ )t − (− )t + ∑ qccim qccim m =1

)

2.1.13. Kendala Spesifik Sistem Dua kendala spesifik sistem adalah: unit commitment di stasiun C2 dan stasiun C3 ditetapkan sama: t t (25) ∀t x C 2 = x C3 karena pada keadaan normal, pelepasan dari stasiun C2 akan mengalir ke stasiun C3. Dengan alasan yang sama, unit commitment stasiun A2 ditetapkan sekurang-kurangnya setinggi stasiun A1: t t (26) ∀t x A 2 ≥ x A1 3. PEMBAHASAN Model Integer Programming (IP) telah diuji pada pengoperasian standar untuk satu hari tertentu. Dari penyelidikan, diperoleh pola permintaan untuk hari itu, seperti ditunjukkan pada gambar 2.

(21) ∀i, t Definisi kembali parameter: ∆im(+) : slope segmen m pada aproksimasi kurva cusp di atas titik efisien yang berkaitan dengan suatu unit di stasiun i ∆im(-) : slope segmen m pada aproksimasi kurva cusp di bawah titik efisien yang berkaitan dengan suatu unit di stasiun i Pembangkitan stasiun didefinisikan sebagai: git = x it −1 × M

t

^t g (+ )t i

^ + q int i gi

(

^t qi

+ q int i

(+ ) qcc(+ )t + (− ) qcc(− )t + ∑ ∆im ∆im im im m =1

∀i, t

^t g (− )t i

)

^t qi

(22)

2.1.12. Kendala Target Pembangkitan Untuk model terkendali target, pembangkitan sistem harus sama dengan target pembangkitan Ot di tiap periode. Sehingga didefinisikan kendala: t (23) ∀t ∑ gi = O t i

Untuk model terkendali gabungan harga/target, pembangkitan sistem harus sama dengan target pembangkitan Ot, ditambah pembangkitan tambahan yang melebihi target gtover. Sehingga didefinisikan kendala: t t (24) ∀t ∑ gi = Ot + gover i

4

Gambar 2. Profil Permintaan pada Sistem Pembangkit Profil permintaan tersebut mempunyai merupakan suatu rangkaian puncak dan palung permintaan untuk periode penjadwalan satu hari. Dari Gambar 2 terlihat bahwa permintaan menurun pada jam-jam awal (12.00 malam sampai 6.00 pagi), dengan permintaan terendah pada jam 6.00 pagi. Permintaan bertambah, mencapai puncaknya pada jam 10.00 pagi (permintaan tertinggi sepanjang hari). Kemudian menurun lagi sampai pada jam 4.00 sore. Pada jam 7.00 malam permintaan mencapai puncak lainnya lagi, selanjutnya menurun sampai palung lainnya pada jam 11.00 malam. Akhirnya puncak lainnya terjadi pada tengah malam jam (12.00 malam), mungkin karena pemadaman mesin yang lain di sistem. Untuk memenuhi target permintaan, pembangkitan dapat diperoleh dengan pengoperasian unit-unit yang terletak pada 8 stasiun itu. Kapasitas unit dan pembangkitan dari stasiun ditunjukkan pada tabel 1.

Gatot Joelianto, Optimisasi Penjadwalan Penjadwalan Pembangkit, Halaman 1-7

Tabel 1. Parameter Stasiun STASI JUML KAPASI UN AH TAS UNIT TURBIN (MWh) A1 A2 C1 C2 C3 E F G Total

1 2 4 4 4 6 4 7

25 80 62 53 53 90 55 15

dalam $ 100.000), penyelesaian untuk harga (tabel 3) dan target (tabel 4). KAPAS ITAS STASIU N (MWh) 25 160 248 212 212 540 220 105 1722

Waduk A dan waduk B mempunyai nilai penyimpanan akhir masing-masing 0,029166 $/m3 dan 0,018055 $/m3. Nilai itu dihitung dengan menggabungkan semua pembangkitan yang dapat dibangkitkan jika 1 m3 air dilepaskan melalui seluruh stasiun ke hilir dari waduk yang beroperasi pada efisiensi puncak dan menetapkan harga pembangkitan sebesar 25 $/MWh. Jadwal harga yang digunakan untuk percobaan ini ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Jadwal Harga Pembangkitan PERIODE (t) HARGA PEMBANGKI TAN (πt) 1, 2,…, 8 $ 18,50 9, 10,…,16 $ 30,50 17, 18,…, 24 $ 26,50 Perkiraan biaya unit switching tidak dapat ditentukan untuk percobaan ini, dan sesungguhnya sangat sulit untuk memperkirakan dengan tepat. Sehingga pada percobaan ini menggunakan biaya unit switching bervariasi antara $ 250 sampai $ 5000 yang diasumsikan sama untuk semua unit pada semua stasiun. Untuk memperkirakan manfaat interpolasi, tiap model dikonfigurasi agar memungkinkan pembangkitan cusp dan interpolasi (CI), atau hanya pembangkitan cusp (C). Percobaan dilakukan menggunakan aproksimasi 4 segmen (2 di atas, 2 di bawah) dan 8 segmen (4 di atas, 4 di bawah). Berikut ini akan disajikan nilai-nilai fungsi sasaran optimal/keuntungan maksimum (diberikan

Tabel 3.

Penyelesaian Model Terkendali Harga

Tabel 4. Penyelesaian Model Terkendali Target

Dari tabel 3 dan tabel 4, terlihat jelas bahwa biaya switching berpengaruh penting pada waktu penyelesaian kedua model tersebut. Pengaruh ini untuk model terkendali target, penyelesaian CI membutuhkan waktu beberapa jam (saat biaya switching $ 250). Secara umum waktu penyelesaian untuk model terkendali target lebih besar daripada model terkendali harga, pada biaya switching yang sama. 3.1. Pembangkitan Interpolasi Pembangkitan interpolasi yang menghasilkan ketika ada unit yang hidup/padam, mempunyai throughput/ efisiensi pembangkitan yang lebih tinggi daripada segmen kurva cusp. Karena jumlah switching bertambah, ketidakcocokan antara sasaran CI dan C meningkat. Bagaimanapun juga, akan ada perbaikan efisiensi ketika tingkat operasi pada periode seketika sebelum dan setelah proses switching jauh dari titik efisien. Dari tabel 3 dan tabel 4 terlihat bahwa ada perbaikan hanya ketika biaya switchingnya rendah, misalnya $ 250. Dari penyelidikan atas jadwal itu, berkaitan dengan biaya switching lebih tinggi ($ 1.000 - $ 5.000) mempunyai 0 – 4 switching dan dari

5

Jurnal ELTEK, Volume 04 Nomor 01, April 2006 ISSN 1693-4024 biaya switching yang lebih rendah ($ 250 - $ 500) mempunyai 5 – 10 switching. Terkendali target selalui mempunyai switching yang lebih sedikit daripada terkendali harga. Sehingga, diharapkan ukuran ketidakcocokkan antara CI dan C, dan mungkin sebuah hasil kombinasi dari beberapa faktor, seperti diuraikan di bawah ini. Dengan memperhatikan jadwal permintaan, nyatalah bahwa total pembangkitan yang tersedia ketika semua stasiun dioperasikan penuh pada efisiensi puncak, totalnya 1327 MW. Nilainya hampir sesuai dengan sebagian besar target permintaan. Diharapkan penjadwalan yang optimal dengan komitmen penuh pada semua stasiun pada sebagian besar periode, dalam kasus ini ada sedikit sekali perubahan pada unit commitment. Pada penyelidikan jadwal unit commitment, hanya stasiun E dan stasiun F yang berbeda dari komitmen maksimumnya, dan perbedaan tersebut terutama terjadi pada awal-awal periode, setelah keduanya pada maksimumnya. Diharapkan diberikan penyimpanan yang berarti itu hanya pada stasiun A dan stasiun B (keduanya sebagai top sistem), dan karena itu stasiun-stasiun yang terletak di daerah yang lebih rendah lebih fleksibel untuk mengikuti beban. Pada kasus ini, penerapan IP effektif dalam penentuan penjadwalan optimal atau mendekati optimal. Waktu penyelesaian untuk model CI lebih lama 2 sampai 5 kali dibandingkan dengan model C, dengan sedikit perbaikan pada penyelesaiannya jika ada. Meskipun demikian, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4 untuk biaya switching yang lebih tinggi masih mudah dikerjakan, ini bukan untuk kasus yang mempunyai biaya switching lebih rendah. 3.2. Aproksimasi Kurva Cusp Sebagaimana telah dibahas terdahulu bahwa dibuat 2 aproksimasi terhadap kurva cusp stasiun, yaitu: dengan 4 segmen dan dengan 8 segmen. Aproksimasi 8 segmen akan lebih mendekati kurva cusp yang sebenarnya, biaya yang diperlukan lebih besar. Untuk membandingkan dua aproksimasi, dilakukan penghitungan pembangkitan yang mungkin timbul dengan menggunakan tiap jadwal pelepasan dan kurva cusp kuadratik (daripada aproksimasi linier piecewise). Perbedaan antara aproksimasi piecewise dan kuadratik dalam hal biaya switching pembangkitan C dan CI

6

tidaklah penting, sehingga Tabel 5 untuk pembangkitan CI. Tabel 5 Perbedaan antara Aproksimasi Piecewise dan Kuadratik

Penyelesaian yang diperoleh menggunakan aproksimasi 8 segmen akan lebih efisien dalam hal riil daripada penyelesaian aproksimasi 4 segmen, tetapi dalam hal relatip, perbedaan-perbedaan sepanjang hari adalah kecil. Karena itu fokusnya beralih ke waktu penyelesaian tiap aproksimasi. Waktu penyelesaian aproksimasi 8 segmen berkisar 100 % sampai 300 % kali dari waktu penyelesaian aproksimasi 4 segmen. Kedua aproksimasi itu membutuhkan waktu beberapa jam untuk menyelesaikan model CI dengan biaya switching rendah. Hasil yang agak mengejutkan adalah bahwa aproksimasi 8 segmen model C diselesaikan lebih cepat daripada 4 segmen untuk beberap solusi dengan biaya switching lebih rendah, meskipun secara umum aproksimasi 4 segmen lebih cepat. 3.3. Integerisasi Parsial Tidaklah mengejutkan, waktu penyelesaian yang diselidiki untuk biaya switching lebih rendah (dan lebih realistis) mungkin tidak bisa diterima pada lingkungan operasi real time, dimana segala kemungkinan telah diselidiki. Diharapkan untuk menyederhanakan formulasi, sehingga penjadwalan optimal masih dapat dicapai dalam waktu penyelesaian yang beralasan. Juga diberikan ketidakpastian kebutuhan mendatang, itu mungkin menjadi hal yang kecil dalam penyelesaian optimisasi integer yang detil untuk periode yang lebih jauh. Unit commitment pada periode mendatang tidaklah begitu penting karena dapat dioptimisasi ulang kemudian pada hari itu, dan karena itu beberapa bentuk integerisasi parsial ditampilkan akurat, atau sesungguhnya merupakan penjadwalan optimal untuk beberapa periode penting saat ini.

Gatot Joelianto, Optimisasi Penjadwalan Penjadwalan Pembangkit, Halaman 1-7 Model C dimodifikasi agar memungkinkan unit commitment menjadi integer parsial untuk periode pertama 6, 12, 18, dan 24 (semua); Kasus terakhir identik dengan yang ada pada tabel 6 dan tabel 7. Baik xit (unit commitment) dan γi(+)t (arah perubahan komitmen) dedefinisikan sebagai integer untuk periode integer, dan didefinisikan sebagai kontinyu untuk sisa periodenya. Awal dan akhir variabel komitmen juga ditetapkan sebagai integer atau kontinyu. Untuk menentukan keefektifan penjadwalan yang dihasilkan oleh model iterintegerisasi parsial, tiap model diselesaikan kembali dengan non-integer unit commitments rounded (NCR). Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan waktu penyelesaian total dan nilai obyektif penyelidikan ini untuk terkendali harga dan terkendali target model C, dengan biaya switching $ 1.000, $ 500, dan $ 250, dan menggunakan aproksimasi kurva cusp 8 segmen. Tabel 6. Model Terkendali Harga Non-integer Commitments Rounded (NCR)

Tabel 7 Penyelesaian model terkendali target Non-integer Commitments Rounded (NCR)

Ketika 12 atau lebih periode adalah integer, penyelesaian NCR untuk model terkendali harga dan target, hampir identik dengan penyelesaian integer yang optimal pada semua biaya switching, tanpa ada reduksi yang terlihat pada waktu penyelesaiannya;

sebenarnya waktu penyelesaian meningkat untuk beberapa kasus. Secara keseluruhan, penyelesaian NCR terkendali harga lebih mendekati penyelesaian optimal daripada penyelesaian terkendali target. Untuk integerisasi parsial periode 6 dan 0, NCR dan penjadwalan komitmen optimal dan nilai obyektif agak berbeda. Untuk permasalahan terkendali target dengan biaya switching rendah, waktu penyelesaiannya turun 25% dari waktu penyelesaian optimal, tetapi pada biaya penjadwalan berbeda sampai dengan $1.000/hari. Ini sebagai hasil penjadwalan unit pada bagian kontinyu dari satu hari yang dibulatkan menjadi suatu komitmen yang tidak efisien yang terjadi untuk sebagian besar hari itu. Untuk permasalahan terkendali harga, nilai obyektif berbeda sampai $ 200/hari. 4. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut: 1) Penyelesaian menggunakan aproksimasi 8 segmen lebih efisien (perbedaan 0,01 %) daripada aproksimasi 4 segmen (perbedaan 0,02 %). 2) Pengambilan keputusan pengintegerisasian unit commitment bermanfaat untuk suatu stasiun yang memiliki banyak unit yang dioperasikan. 5. DAFTAR PUSTAKA Johannesen, J., A. Gjelsvik, O. B. Fosso, dan N. Flatabe, Optimal Short-Term Hydro Schedulling Including Security Constraints, IEEE Transactions on Power Apparatus & Systems, Vol PAS103 No 2, 3502-3520, 1991. Klein, E. M. dan S. H. Sim, Discharge Allocation for Hydro-Electric Generating Stations, Ontario Hydro Research Division to appear in the European Journal of Operational Research, 1991. Mahalanabis, A. K., D. P. Kothari, S. I. Ahson, Computer Aided Power System Analysis and Control, Tata McGrawHill, New Delhi, 1985.

7

PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR "Selusi Penin g katan Ketersediaan dan Keandalan Pasokan Tena g a Listrik Yan g Terjan g kau don Ramah Ling kun g an" Moch. Agung Nugroho

A. 1. 2.

3. 4.

5. 6.

7.

8.

B.

KONDISI UMUM KETENAGALISTRIKAN IN DON ES IA Rosio Elektrifikasi hingga saat ini ± 65% Proyeksi total penjualan tenaga listrik Tahun 2009 adalah sebesar ± 1 36.595 GWh atau naik ± 7% dari penjualan Tahun 2008. Harga Jual Rata-rata Tenaga Listrik (TDL) masih lebih rendah dari Biaya Pokok Produksi (BPP): TDL Rata-rata Tahun 2008 adalah Rp. 629,50/kwh dengan BPP Rata-rata : Rp. 1 .31 8,-/kWh, sedangkan untuk Tahun 2009 diproyeksikan TDL Rata-rata: Rp. 655,66/kWh dan BPP Rp. 1 .022,­ /kwh. Susut Jaringan masih di alas 1 0% ( 1 0,40% pada Tahun 2008 dan target 1 0,35 % pada Tahun 2009) Penggunaan BBM untuk produksi tenaga listrik (GWh) Tahun 2008 sebesar ± 30,48% dan diproyeksikan pada Tahun 2009 sebesar 23,00%. Subsidi Pemerintah kepada PLN dalam rangka PSO Tahun 2008 ± Rp. 83,9 Trilyun, direncanakan turun menjadi ± Rp. 56,3 Trilyun. Total kapasitas pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi termasuk proyek percepatan PLTU 1 0.000 MW dan proyek-proyek reguler ± 1 3.000 MW. KOMPOSISI BIAYA & BAURAN ENERGI PADA PRODUKSI TENAGA LISTRIK TAHUN 2008 NO

PROSENTASE

JEN!S BAHAN

(%)

PROOUKSI GWh

BAKAR

PROSENTASE (%) BIAYA

1

BBM

30.48

Concrete Gravity

2

Batubara

38.32

RCC

3

Gas Alam

19.88

Rockfill

4

Panas Bumi

3.08

Earthfill

5

Tenaga Air

6

7

Gasifikasi

Total

Earthfill

3.08

RF CF

0.02 100.00

100.00

± 114.447 GWh

± 111.8

Trilyun

KRITERIA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT BARU Prioritas untuk pembangkit dengan bohan bakar non-fosil. Efisiensi dalam 0 & M. Layok secaro teknis, ekonomis dan lingkungan. Ada jaminan ketersediaan dan keandalan sumber energi. •

PERBANDINGAN BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERASI & PEMELIHARAAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

NO

JENIS PEMBANGK!T

($/kW)

BIAY/1 JNVESTAS! Rp. Jut>/kW

Rp.

PLTA

1 0 " 30 {1000 - 3000)

118.80 (0.01)

2

PLTU

7 - 30 (700- 4000)

405.91 (0.04)

3

PLTP

15 - 45 {1500- 4500)

615.10 (0.007)

4

PLTGU

3 - 15 (350- 1500)

873.80 (0.09)

5

PLT G U

1.5 - 5 (150- 500)

2,155.67 {0.23)

6

PLTD

4- 20 (400 - 2000)

2,438.47 {0.26)

1

��

/kWh ($/kW�)

BIAVA OPERAS!

PEMELIHARAAN�)

PLTA membutuhkan biaya investasi yang cukup tinggi tetapi memiliki biaya operasi dan pemelihoraan yang paling rendoh dibanding jenis pembangkit lain. TIPIKAL MILESTONE PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN PLTA MILESTONE :

Feasibility Study (1 - 2 tohun) AMDAL & LARAP (± 1 tahun) Detailed Design (2 - 3 tohun) Pengadaan (± 1 tahun) Konstruksi: COD - Operasi & Pemeliharaan

lPG•1

0.000 8.000 7.000 6.000 • ,

5.000 '·"°° 3.000 ,_OOQ '·""'

III 3.50.1

PLTA

3,020

PLTO

2,4%

PllG

41�

PlTGU

Pllf'

PLTU

'.)umber: Laporan M;maiemen

PtN 2003

MAJALAH l
I

23

JADWAL PELAKSANAAN PROYEK PLTA Tiihun

Tahun

TahUi1

'Tahun, -
'Tahun

'.iF/S AM DAL DETAIL DESIGN PENGADAAN PEK. PERSIAPAN PEK. UTAMA O&M

RENCANA PENGEMBANGAN PLTA DALAM PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAM PEMBANGKIT 1 0.000 MW TAHAP l l Proyek PLTA yang masuk dalam Program Percepatan Tahap II berjumlah 2 (duo) dengan total kapasitas 1 1 74 MW, yaitu: PLTA Upper Cisokan, Jawa Barat 1 000 MW 1 74 MW Asahan Ill, Sumatera Utara

RENCANA PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT 1 0.000 MW TAHAP l l

24

I

MAJALAH KlLAT VOL. 1 N0. 1 OKTOBER2011

Spectra

Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 64-74

PEMILIHAN ALTERNATIF POTENSI SUMBER DAYA AIR DI WILAYAH DAS BRANTAS UNTUK DIKEMBANGKAN MENJADI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) Deviany Kartika, Miftahul Arifin, Rahman Darmawan Program Studi Teknik Sipil FTSP ITN Malang

ABSTRAKSI Kebutuhan akan energi listrik yang semakin meningkat, terutama sumber energi ramah lingkungan, mengharuskan adanya pemikiran untuk lebih banyak mengembangkan potensi sumberdaya air menjadi pembangkit listrik. Banyak potensi sumberdaya air yang ada dan salah satunya menyebar di DAS Brantas, antara lain PLTM Menturus, PLTM Jatimlerek, dan PLTM Lesti 3. Berdasarkan nilai-nilai indikator kelayakan, alternatif pembangkit listrik tenaga air PLTM Menturus, PLTM Jatimlerek, dan PLTM Lesti 3 berpotensi (layak) untuk dilaksanakan. Nilai-nilai indikator kelayakan masing-masing rencana pembangkit adalah: (1) PLTA Menturus: NPV = 16.101.825.602, BCR = 1.264, IRR = 15.071 dan PBP = 16 tahun; (2) PLTA Jatimlerek: NPV = 18.978.241.213, BCR = 1.258, IRR = 15.000 dan PBP = 17; serta (3) PLTA Lesti 3: NPV = 22.512.507.188, BCR = 1.237, IRR = 14.767 dan PBP = 17. Dari analisis pemilihan alternatif untuk menentukan salah satu alternatif yang akan dilaksanakan dengan metode NPV, BCR, IRR dan PBP, maka PLTM Lesti 3 ditentukan sebagai alternatif terpilih karena memiliki nilai kelayakan ekonomi yang paling optimum. Kata Kunci: Kelayakan Proyek, Pemilihan Alternatif, PLTA.

PENDAHULUAN Latar Belakang Sejalan dengan kebijakan pemanfaatan sumber-sumber air untuk kebutuhan masyarakat yang lebih luas, maka perlu pengembangan potensi sumberdaya air yang ada untuk menambah kapasitas pembangkitan energi listrik sekaligus untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat di masa datang, terutama dalam memenuhi kebutuhan beban puncak. Selain itu, juga sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit energi primer yang berasal dari fosil yang semakin lama makin menipis. Hal ini juga merupakan bentuk kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan, khususnya yang berkenaan dengan isu pemanasan global akibat pencemaran udara oleh emisi CO 2 yang umumnya 64

Potensi SDA DAS Brantas untuk PLTA Deviany K.| M. Arifin | Rahman D.

ditimbulkan melalui pemanfaatan pembangkit termal/diesel yang berbahan bakar fosil. Atas dasar tujuan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan inventarisasi potensi sumberdaya air di wilayah DAS Brantas yang dapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Beberapa potensi sumberdaya air di wilayah DAS Brantas yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air adalah PLTA Menturus, PLTA Jatimlerek, dan PLTA Lesti 3. Namun, karena pertimbangan keterbatasan dana dan konsep pelaksanaan secara bertahap, maka tidak semua potensi tersebut dapat langsung dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga air, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih rinci tentang pemilihan potensi (alternatif) mana yang akan dikembangkan dilihat dari sisi finansial yang paling optimum. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah: • Berapa biaya konstruksi dan biaya operasional yang dibutuhkan untuk mengembangkan masing-masing potensi tersebut menjadi pembangkit listrik tenaga air? • Berapa pendapatan (benefit) yang dihasilkan oleh masing-masing pembangkit listrik tenaga air tersebut? • Bagaimanakah tingkat kelayakan masing-masing pembangkit listrik tenaga air tersebut? • Alternatif (potensi) mana yang terbaik (optimum) untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga air? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : • Besarnya biaya konstruksi dan biaya operasional yang dibutuhkan untuk mengembangkan masing-masing potensi tersebut menjadi pembangkit listrik tenaga air. • Besarnya pendapatan (benefit) yang dihasilkan oleh masing-masing pembangkit listrik tenaga air tersebut. • Tingkat kelayakan masing-masing pembangkit listrik tenaga air tersebut. • Alternatif (potensi) terbaik (optimum) yang akan dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga air.

TINJAUAN PUSTAKA Analisis ekonomi dimaksudkan untuk memastikan apakah suatu rencana investasi yang akan dilaksanakan layak secara ekonomi atau tidak. 65

Spectra

Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 64-74

Jika layak secara ekonomi bisa direkomendasikan untuk dilaksanakan, atau sebaliknya, jika tidak layak disarankan untuk tidak dilaksanakan. Memilih alternatif adalah untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi yang akan dilaksanakan merupakan pilihan yang terbaik (optimal) atau belum. Suatu rencana yang sudah layak belum tentu optimal jika hanya ada satu rencana investasi atau tidak ada alternatif lain sebagai pembanding. Tujuan memilih alternatif adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomis yang optimal. Oleh karena itu kriteria pemilihan akan dipengaruhi oleh situasi alternatif yang akan dipilih yaitu: Situasi Input fixed / tetap Output fixed / tetap Input - uutput fixed / tetap

Kriteria Output maximum Minimum input Optimasi (Output maximum)

Dalam pemilihan alternatif, dapat menggunakan metode evaluasi investasi seperti Net Present Value (NPV), Interest Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Payback Period (PBP). Metode tersebut akan konsisten satu sama lain, kecuali Payback Period (PBP). Dalam penerapan pemilihan alternatif, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah umur dari masing-masing alternatif, sehingga perlu penyamaan umur rencana. Ketiga alternatif yang akan dievaluasi adalah proyek pembangkit listrik tenaga air, sehingga tidak perlu dilakukan penyamaan umur rencana karena proyek memiliki umur yang sama, yaitu 25 tahun. Metode Net Present Value (NPV) NPV merupakan selisih antara benefit dan cost pada kondisi nilai present, dimana dalam analisis ini dapat digunakan sebagai indikator sejauh mana suatu rencana investasi menguntungkan secara ekonomi. Secara umum rumus perhitungan nilai Present Value (PV) adalah sebagai berikut:

PV =

F (1 + i ) n

Dimana : PV = nilai sekarang (Present Value) F = nilai pada tahun ke-n i = nilai suku bunga (%) n = tahun ke 1, 2, 3, dst.

Dalam evaluasi suatu proyek nilai NPV pada suku bunga pinjaman tertentu yang berlaku harus mempunyai nilai > 0. Jika NPV = 0 berarti proyek tersebut mengembalikan persis seperti nilai investasi dan jika < 0, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. 66

Potensi SDA DAS Brantas untuk PLTA Deviany K.| M. Arifin | Rahman D.

Metode Interest Rate of Return (IRR) Hasil perhitungan IRR akan memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % per periode waktu. Metode Benefit Cost Ratio (BCR) Analisis BCR merupakan suatu analisis yang diperlukan untuk melihat sejauh mana perbandingan antara benefit dan cost pada kondisi nilai present. Secara umum rumus untuk perhitungan BCR adalah:

BCR =

PV Benefit PV Cost

Sebagai ukuran dari penilaian suatu kelayakan proyek dengan metode BCR adalah jika BCR > 1, maka proyek dapat dilaksanakan dan sebaliknya jikan nilai BCR < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Metode Payback Period (PBP) Analisa periode pengembalian (payback period) pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui berapa lama (periode) investasi akan dikembalikan saat terjadinya kondisi balik modal (pulang pokok) atau disebut dengan break event point. Periode pengembalian (payback period) dihitung dengan rumus : k

k = ∑ CFt > 0 t =0

Dimana : k = periode pengambalian CFt = cash flow periode ke-t

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Data Teknis Masing-masing Alternatif 1. Data teknis proyek PLTA Menturus • Lokasi : Kabupaten Mojokerto • Kapasitas terpasang : 3,90 MW • Tinggi jatuh : 5,00 m • Debit maksimum : 92,00 m3/det • Produksi listrik tahunan : 23.826,01 MWh

67

Spectra

Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 64-74

2. Data teknis proyek PLTA Jatimlerek • Lokasi : Kabupaten Jombang • Kapasitas terpasang : 4,29 MW • Tinggi jatuh : 6,09 m • Debit maksimum : 83,00 m3/det • Produksi listrik tahunan : 28.491,12 MWh 3. Data teknis proyek PLTA Lesti 3 • Lokasi : Kabupaten Malang • Kapasitas terpasang : 5,39 MW • Tinggi jatuh : 12,96 m • Debit maksimum : 49,00 m3/det • Produksi listrik tahunan : 35.779,50 MWh Perhitungan Biaya Modal (Cost) dan Biaya Operasional & Pemeliharaan (O/P) Tahunan (Annual Cost) Biaya modal (cost) atau disebut juga dengan biaya finansial merupakan biaya yang diperlukan untuk sejumlah pengeluaran uang dibutuhkan untuk penyelesaian dan pelaksanaan proyek. Pengeluaran (component cost) dari biaya modal terdiri dari : a. Biaya konstruksi, dihitung berdasarkan volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan. b. Biaya administrasi, diasumsikan 5% dari biaya konstruksi c. Biaya jasa konsultan, diasumsikan 4% dari biaya konstruksi d. Biaya tak terduga, diasumsikan 10% dari biaya konstruksi Sedangkan biaya operasional dan pemeliharaan merupakan perkiraan biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya untuk operasional dan pemeliharaan bangunan sipil maupun peralatan elektro-mekanikal. Besarnya biaya diasumsikan sebesar 0,50% dari masing-masing biaya pekerjaan sipil maupun peralatan elektro-mekanikal. Selain biaya tahunan, juga dihitung biaya O/P 5 tahunan dan 10 tahunan. Rangkuman perhitungan biaya modal (cost) dan biaya O/P adalah sebagai berikut: a. PLTM Menturus: Biaya konstruksi Rp 77.018.870.970, biaya O/P tahunan Rp 3.378.022.482, biaya O/P 5 tahunan Rp 3.860.052.595, dan biaya O/P 10 tahunan Rp 4.267.310.898. b. PLTM Jatimlerek: Biaya konstruksi Rp 93.010.677.249, biaya O/P tahunan Rp 3.949.940.152, biaya O/P 5 tahunan Rp 4.460.414.,804, dan biaya O/P 10 tahunan Rp 4.898.969.568.

68

Potensi SDA DAS Brantas untuk PLTA Deviany K.| M. Arifin | Rahman D.

c. PLTM Lesti 3: Biaya konstruksi Rp 120.000.938.833, biaya O/P tahunan Rp 4.744.537.708, biaya O/P 5 tahunan Rp 5.255.012.360, dan biaya O/P 10 tahunan Rp 5.693.567.124. Proyeksi Pendapatan (Annual Benefit) Proyeksi pendapatan pembangkit listrik tenaga air berasal dari perhitungan produksi listrik tahunan yang dibangkitkan dikalikan dengan harga jual dasar listrik per kWh, yaitu Rp 656/kWh. Proyeksi pendapatan (annual benefit) masing-masing alternatif (proyek) adalah: a. PLTM Menturus: produksi listrik tahunan = 23.826 kWh, sehingga annual benefit = Rp 15.629.862.560. b. PLTM Jatimlerek: produksi listrik tahunan = 28.491 kWh, sehingga annual benefit = Rp 18.690.174.720. c. PLTM Lesti 3: produksi listrik tahunan = 35.779 kWh, sehingga annual benefit = Rp 23.471.024.000. Analisis Finansial Hasil perhitungan analisa finansial dengan metode NPV, BCR, IRR dan PBP masing-masing proyek (alternatif) disajikan pada tabel berikut. No.

Alternatif

NPV (Rp)

1 2 3

PLTA Menturus PLTA Jatimlerek PLTA Lesti 3

16,101,825,602 18,978,241,213 22,512,507,188

BCR 1.264 1.258 1.237

IRR (%) 15.071 15.000 14.767

PBP (tahun)

Ket.

16 17 17

Layak Layak Layak

Pemilihan Alternatif Hasil perhitungan total cost, PV Benefit, PV Cost, NPV, IRR dan BC Ratio disajikan pada tabel berikut. Indikator

Alternatif PLTM Menturus

PLTM Jatimlerek

PLTM Lesti 3

Total Cost

77,018,870,970

93,010,677,249

120,000,938,833

PV Benefit

77,000,834,934

92,522,010,818

117,397,542,528

PV Cost

60,899,009,332

73,543,769,604

94,885,035,340

NPV

16,101,825,602

18,978,241,213

22,512,507,188

IRR

15.071%

15.000%

14.767%

BCR

1.264

1.258

1.237

69

Spectra

Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 64-74

Pemilihan Alternatif dengan Metode Net Present Value (NPV) Susunan rangking alternatif sementara diurut berdasarkan nilai investasi terkecil yaitu Alternatif I (Proyek PLTM Menturus), Alternatif II (Proyek PLTM Jatimlerek) dan Alternatif III (Proyek PLTM Lesti 3). a. Perbandingan alternatif III terhadap alternatif I PV Benefit (B III – B I ) = 40,396,707,594 PV Cost (C III – C I ) = 33,986,026,008 PV Benefit (B III – B I ) > PV Cost (C III – C I ) maka dipilih Alternatif III (proyek PLTM Lesti 3) b. Perbandingan alternatif II terhadap alternatif III PV Benefit (BII – BIII) = -24,875,531,711 PV Cost (CII – CIII) = -21,341,265,736 PV Benefit (BII – BIII) < PV Cost (CII – CIII) maka dipilih Alternatif III (proyek PLTM Lesti 3) Pemilihan Alternatif dengan Metode Interest Rate of Return (IRR) Pemilihan alternatif dengan metode IRR tidak bisa menjelaskan apakah alternatif yang mempunyai IRR besar merupakan alternatif terbaik atau sebaliknya karena tergantung dari posisi MARR. Untuk menjelaskan posisi masing-masing alternatif, diperlukan analisis incremental IRR (IRR). Hasil perhitungan pada tabel Tabel 2 menunjukkan bahwa : a. Perbandingan pertama dilakukan pada alternatif (proyek) I (defender) dengan alternatif (proyek) III (challenger), diperoleh IRR (III-I) = 14.216% >>> MARR (12%), sehingga alternatif (proyek) III adalah alternatif terbaik (proyek PLTM Lesti 3). b. Perbandingan kedua dilakukan pada alternatif (proyek) III (defender) dengan alternatif (proyek) II (challenger), diperoleh IRR (II-III) = 13.953% >>> MARR (12%) tetapi IRR <<< (III-I) = 14.216%, sehingga alternatif (proyek) III adalah alternatif terbaik (proyek PLTM Lesti 3). Pemilihan Alternatif dengan Metode Benefit Cost Ratio (BCR) a. Perbandingan alternatif III terhadap alternatif I PV Benefit (BIII – BI) = 40,396,707,594 PV Cost (CIII – CI) = 33,986,026,008 PV Benefit (BIII – BI) / PV Cost (CIII – CI) = 1,19 > 1, maka dipilih Alternatif III (proyek PLTM Lesti 3). b. Perbandingan alternatif II terhadap alternatif III PV Benefit (BII – BIII) = -24,875,531,711 PV Cost (CII – CIII) = -21,341,265,736 70

Potensi SDA DAS Brantas untuk PLTA Deviany K.| M. Arifin | Rahman D.

PV Benefit (BII – BIII) / PV Cost (CII – CIII) = 1,17 > 1 tetapi < PV Benefit (BIII – BI) / PV Cost (CIII – CI) = 1,19, maka dipilih Alternatif III (proyek PLTM Lesti 3). Pemilihan Alternatif dengan Metode Payback Period (PBP) Perhitungan payback period pada perbandingan alternatif (proyek) III terhadap alternatif (proyek) I adalah 18 tahun, sedangkan payback period pada perbandingan alternatif (proyek) II terhadap alternatif (proyek) III adalah tak terhingga, sehingga dipilih alternatif III (proyek PLTM Lesti 3).

71

Tahun Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Cash Flow (Rp)

I. PLTA Menturus PV (Rp)

-15,403,774,194.00 -38,509,435,485.00 -23,105,661,291.00 13,194,639,198.48 13,194,639,198.48 13,194,639,198.48 13,194,639,198.48 12,712,609,085.43 13,194,639,198.48 13,194,639,198.48 13,194,639,198.48 13,194,639,198.48 12,305,350,781.98 15,295,596,246.33 15,295,596,246.33 15,295,596,246.33 15,295,596,246.33 14,765,363,121.97 15,295,596,246.33 15,295,596,246.33 15,295,596,246.33 15,295,596,246.33 14,317,378,988.18 17,723,872,968.16 17,723,872,968.16 17,723,872,968.16 17,723,872,968.16 16,647,833,984.20

(13,753,369,816) (30,699,486,197) (16,446,153,320) 8,385,431,749 7,486,992,633 6,684,814,851 5,968,584,688 5,134,409,593 4,758,119,171 4,248,320,688 3,793,143,472 3,386,735,243 2,820,068,800 3,129,782,038 2,794,448,248 2,495,043,079 2,227,717,034 1,920,081,768 1,775,922,381 1,585,644,983 1,415,754,449 1,264,066,472 1,056,450,127 1,167,686,030 1,042,576,813 930,872,154 831,135,852 697,032,618

NPV IRR BCR Payback Period Cek NPV = B-C PV Benefit PV Cost

PV Akumulatif (Rp) (13,753,369,816) (44,452,856,013) (60,899,009,332) (52,513,577,584) (45,026,584,951) (38,341,770,100) (32,373,185,412) (27,238,775,819) (22,480,656,648) (18,232,335,959) (14,439,192,488) (11,052,457,245) (8,232,388,445) (5,102,606,407) (2,308,158,159) 186,884,919 2,414,601,954 4,334,683,722 6,110,606,103 7,696,251,086 9,112,005,535 10,376,072,007 11,432,522,134 12,600,208,164 13,642,784,977 14,573,657,132 15,404,792,984 16,101,825,602

16,101,825,602 15.071% 1.264 16 16,101,825,602 77,000,834,934 60,899,009,332

Cash Flow (Rp)

II. PLTA Jatimlerek PV (Rp)

-18,602,135,449.80 -46,505,338,624.50 -27,903,203,174.70 15,841,787,381.69 15,841,787,381.69 15,841,787,381.69 15,841,787,381.69 15,331,312,730.01 15,841,787,381.69 15,841,787,381.69 15,841,787,381.69 15,841,787,381.69 14,892,757,965.69 18,360,474,855.85 18,360,474,855.85 18,360,474,855.85 18,360,474,855.85 17,798,952,739.01 18,360,474,855.85 18,360,474,855.85 18,360,474,855.85 18,360,474,855.85 17,316,542,498.25 21,271,207,387.84 21,271,207,387.84 21,271,207,387.84 21,271,207,387.84 20,122,881,794.48

(16,609,049,509) (37,073,771,225) (19,860,948,870) 10,067,742,275 8,989,055,603 8,025,942,503 7,166,020,092 6,192,060,075 5,712,707,343 5,100,631,557 4,554,135,318 4,066,192,249 3,413,035,746 3,756,916,925 3,354,390,111 2,994,991,171 2,674,099,260 2,314,568,519 2,131,775,558 1,903,371,034 1,699,438,423 1,517,355,735 1,277,752,271 1,401,391,883 1,251,242,753 1,117,181,029 997,483,062 842,530,325

NPV IRR BCR Payback Period Cek NPV = B-C PV Benefit PV Cost

PV Akumulatif (Rp) (16,609,049,509) (53,682,820,734) (73,543,769,604) (63,476,027,329) (54,486,971,726) (46,461,029,223) (39,295,009,132) (33,102,949,057) (27,390,241,714) (22,289,610,157) (17,735,474,838) (13,669,282,590) (10,256,246,844) (6,499,329,920) (3,144,939,809) (149,948,638) 2,524,150,622 4,838,719,140 6,970,494,698 8,873,865,732 10,573,304,155 12,090,659,889 13,368,412,161 14,769,804,044 16,021,046,797 17,138,227,826 18,135,710,888 18,978,241,213

18,978,241,213 15.000% 1.258 17 18,978,241,213 92,522,010,818 73,543,769,604

Cash Flow (Rp)

III. PLTA Lesti 3 PV (Rp)

-24,000,187,766.60 -60,000,469,416.50 -36,000,281,649.90 20,076,045,661.69 20,076,045,661.69 20,076,045,661.69 20,076,045,661.69 19,565,571,010.01 20,076,045,661.69 20,076,045,661.69 20,076,045,661.69 20,076,045,661.69 19,127,016,245.69 23,257,201,427.85 23,257,201,427.85 23,257,201,427.85 23,257,201,427.85 22,695,679,311.01 23,257,201,427.85 23,257,201,427.85 23,257,201,427.85 23,257,201,427.85 22,213,269,070.25 26,932,505,450.64 26,932,505,450.64 26,932,505,450.64 26,932,505,450.64 25,784,179,857.28

(21,428,739,077) (47,832,006,869) (25,624,289,394) 12,758,689,961 11,391,687,465 10,171,149,522 9,081,383,502 7,902,205,977 7,239,623,328 6,463,949,400 5,771,383,393 5,153,020,886 4,383,418,458 4,758,884,198 4,249,003,748 3,793,753,347 3,387,279,774 2,951,336,835 2,700,318,697 2,410,998,837 2,152,677,533 1,922,033,512 1,639,071,715 1,774,370,107 1,584,259,024 1,414,516,986 1,262,961,595 1,079,564,729

NPV IRR BCR Payback Period Cek NPV = B-C PV Benefit PV Cost

PV Akumulatif (Rp) (21,428,739,077) (69,260,745,946) (94,885,035,340) (82,126,345,380) (70,734,657,915) (60,563,508,392) (51,482,124,890) (43,579,918,913) (36,340,295,586) (29,876,346,186) (24,104,962,793) (18,951,941,907) (14,568,523,450) (9,809,639,251) (5,560,635,503) (1,766,882,156) 1,620,397,618 4,571,734,453 7,272,053,150 9,683,051,987 11,835,729,520 13,757,763,031 15,396,834,746 17,171,204,853 18,755,463,878 20,169,980,864 21,432,942,458 22,512,507,188

22,512,507,188 14.767% 1.237 17 22,512,507,188 117,397,542,528 94,885,035,340

72

Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 64-74

Spectra

Tabel 1. Analisis Ekonomi Masing-Masing Proyek

Potensi SDA DAS Brantas untuk PLTA Deviany K.| M. Arifin | Rahman D.

Tabel 2. Perhitungan Pemilihan Alternatif Metode IRR Tahun Ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Cash Flow (Rp) -8,596,413,572.60 -21,491,033,931.50 -12,894,620,358.90 6,881,406,463.21 6,881,406,463.21 6,881,406,463.21 6,881,406,463.21 6,852,961,924.58 6,881,406,463.21 6,881,406,463.21 6,881,406,463.21 6,881,406,463.21 6,821,665,463.71 7,961,605,181.53 7,961,605,181.53 7,961,605,181.53 7,961,605,181.53 7,930,316,189.04 7,961,605,181.53 7,961,605,181.53 7,961,605,181.53 7,961,605,181.53 7,895,890,082.08 9,208,632,482.48 9,208,632,482.48 9,208,632,482.48 9,208,632,482.48 9,136,345,873.08

(III - I) PV (Rp) (7,675,369,261) (17,132,520,672) (9,178,136,075) 4,373,258,212 3,904,694,832 3,486,334,672 3,112,798,814 2,767,796,383 2,481,504,157 2,215,628,711 1,978,239,921 1,766,285,644 1,563,349,658 1,629,102,160 1,454,555,500 1,298,710,268 1,159,562,739 1,031,255,067 924,396,317 825,353,854 736,923,084 657,967,039 582,621,588 606,684,077 541,682,211 483,644,832 431,825,743 382,532,111.30

NPV ∆IRR BCR Payback Period Cek NPV = B-C

PV Akumulatif (Rp) (7,675,369,261) (24,807,889,934) (33,986,026,008) (29,612,767,796) (25,708,072,964) (22,221,738,292) (19,108,939,478) (16,341,143,095) (13,859,638,938) (11,644,010,227) (9,665,770,306) (7,899,484,662) (6,336,135,004) (4,707,032,844) (3,252,477,344) (1,953,767,076) (794,204,336) 237,050,731 1,161,447,047 1,986,800,901 2,723,723,985 3,381,691,024 3,964,312,612 4,570,996,689 5,112,678,900 5,596,323,732 6,028,149,475 6,410,681,586

6,410,681,586 14.216% 1.189 18 6,410,681,586

Cash Flow (Rp) 5,398,052,316.80 13,495,130,792.00 8,097,078,475.20 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,234,258,280.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -4,896,726,572.00 -5,661,298,062.80 -5,661,298,062.80 -5,661,298,062.80 -5,661,298,062.80 -5,661,298,062.80

(II - III) PV (Rp) 4,819,689,569 10,758,235,644 5,763,340,524 (2,690,947,686) (2,402,631,862) (2,145,207,020) (1,915,363,410) (1,710,145,902) (1,526,915,984) (1,363,317,843) (1,217,248,074) (1,086,828,638) (970,382,712) (1,001,967,274) (894,613,637) (798,762,176) (713,180,514) (636,768,316) (568,543,140) (507,627,803) (453,239,110) (404,677,777) (361,319,444) (372,978,224) (333,016,271) (297,335,957) (265,478,533) (237,034,404)

NPV ∆IRR BCR Payback Period Cek NPV = B-C

PV Akumulatif (Rp) 4,819,689,569 15,577,925,213 21,341,265,736 18,650,318,051 16,247,686,189 14,102,479,169 12,187,115,758 10,476,969,856 8,950,053,872 7,586,736,029 6,369,487,955 5,282,659,317 4,312,276,605 3,310,309,332 2,415,695,695 1,616,933,519 903,753,004 266,984,688 (301,558,452) (809,186,255) (1,262,425,365) (1,667,103,142) (2,028,422,585) (2,401,400,809) (2,734,417,081) (3,031,753,037) (3,297,231,570) (3,534,265,974)

(3,534,265,974) 13.953% 1.166 ~ (3,534,265,974)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Biaya konstruksi masing-masing alternatif proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah: PLTM Menturus Rp 77.018.870.970, PLTM Jatimlerek Rp 93.010.677.249 dan PLTM Lesti 3 Rp 120.000.938.833; sedangkan biaya operasional dan pemeliharaan berturut-turut Rp 3.378.022.482, Rp 3.949.940.152, dan Rp 4.744.537.708. 2. Pendapatan (benefit) yang dihasilkan oleh masing-masing pembangkit listrik tenaga air adalah: PLTM Menturus Rp 15,629,862,560, PLTM Jatimlerek Rp 18,690,174,720, dan PLTM Lesti 3 Rp. 23,471,024,000. 3. Secara umum ketiga proyek tersebut sangat layak untuk dilaksanakan karena nilai-nilai indikator kelayakannya memenuhi persyaratan, yaitu: 73

Spectra

Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 64-74

a. PLTA Menturus: NPV = 16.101.825.602, BCR = 1.264, IRR = 15.071, dan PBP = 16 tahun. b. PLTA Jatimlerek: NPV = 18.978.241.213, BCR = 1.258, IRR = 15.000, dan PBP = 17. c. PLTA Lesti 3: NPV = 22.512.507.188, BCR = 1.237, IRR = 14.767, dan PBP = 17. 4. Berdasarkan hasil kajian pemilihan alternatif berdasarkan metode NPV, BCR, IRR dan PBP, maka alternatif (proyek) yang terbaik (optimum) untuk dikembangkan adalah PLTM Lesti 3. Saran Setelah terpilih salah satu alternatif (proyek) yaitu PLTM Lesti 3 sebagai prioritas yang akan dilaksanakan, maka disarankan dilakukan kajian lebih lanjut terhadap skema pendanaan proyek, dimana dana tersebut dapat berasal yang berasal dari dana pinjaman (debt) dan dana/modal sendiri (equity). DAFTAR PUSTAKA Husnan, Suad. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek dan Analisa Ekonomis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kodoatie, Robert J. 2005. Analisis Ekonomi Teknik. Yogyakarta: Andi. Giatman, M. 2005. Ekonomi Teknik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Poerbo, Hartono. 1998. Tekno Ekonomi Bangunan Bertingkat Banyak. Jakarta: Djambatan. __________. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga.

74

Jurnal Riset Industri Vol. 7 No. 2, 2013, Hal. 137-146

PEREKAYASAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK SKALA KECIL 100 WATT THE CUSTOMIZATION OF HYDROPOWER GENERATOR TO PROVIDE 100 WATT OF SMALL SCALE ELECTRICITY SUPPLIES Tito Shantika1, Liman Hartawan1, Riduan Sagala1, dan Ramdan Ramfani1 Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional, Bandung Email: [email protected] Diajukan: 28/6/2013, Direvisi: 31/7//2013, Disetujui: 23/8/2013 ABSTRACT Utilization and development of picohydro power plant in rural area is very rapidly at this time, and supported with abundant energy source. But existing utilities still very costly for rural society, so we need a cheap and be portable power plant. This research discussed about portable picohydro power plant manufacturing, and testing to known performance picohydro covering efficiencies and power generated. This portable picohydro powerplant easy to manufactured with materials and equipment that can be easily found in the market. With potensial head 2 meters and varying volumetric flow rate, turbine blade angle variated to achieved optimal power generated. From variated volumetric flow rate at test, optimal angle of turbine blade is 30o. With optimal angle of turbine blade, this devices can generated power about 96 watts, with efficiencies 36%. Keywords: power plant, picohydro, picohydro portable, PVC powerhydro.

ABSTRAK Pemanfaatan pembangkit listrik pikohidro di pedesaan pada saat ini dan perkembangannya sangat pesat didukung oleh sumber energi yang melimpah. Namun pembangkit yang telah ada masih sangat mahal untuk masyarakat didesa, sehingga diperlukan sebuah pembangkit listrik yang murah dan bersifat portable. Penelitian ini membahas mengenai pembuatan pembangkit listrik pikohidro portable, serta pengujian untuk mengetahui kinerjanya yang meliputi efisiensi dan daya yang dihasilkan. Pembangkit listrik pikohidro portable ini dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan dan peralatan yang banyak tersedia dipasaran. Dengan potensi head 2 meter dan memvariasikan debit air, sudut sudu turbin divariasikan sehingga dapat mencapai daya yang maksimum yang dapat dibangkitkan. Dari variasi debit air pada pengujian, sudut sudu turbin yang optimal adalah 30 o. Pada sudut sudu turbin yang optimal, daya yang dapat dibangkitkan sebesar 96 watt, dengan efisiensi 36 %. Kata kunci: Pembangkit listrik, pikohydro,picohydro portable, PVC powerhydro

PENDAHULUAN Apabila kebutuhan listrik dapat dipenuhi oleh banyak masyarakat, maka dapat kita lihat keuntungan apa saja yang dapat diperoleh mereka, pastinya perekonomian daerah mereka akan terpengaruh. Kebutuhan energi listrik rumah di pedesaan sangat diperlukan disebabkan belum meratanya pasokan listrik ke semua pelosok pedesaan, hal tersebut terkait dengan tidak dapat dijangkaunya jaringan listrik suatu wilayah karena berada di daerah kawasan yang sulit untuk dijangkau pasokan listrik, padahal didaerah tersebut

banyak sumber-sumber air yang mengalir yang dapat dimanfaatkan. Melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pedesaan, maka dalam pemanfaatan energi pembangkit diperlukan pembangkit listrik yang mudah dalam perawatan, mudah serta murah dibuat dan material yang digunakan banyak dipasaran. Sehingga dalam perekayasaan picohydro ini akan menggunakan pembangkit listrik dengan material berbasis pipa PVC. Jenis picohydro dengan menggunakan bahan PVC belum banyak digunakan namun S H Patil telah mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin jenis Horizontal Axis

137

Perekayasaan Pembangkit Listrik ..… (Tito Shantika)

Wind Turbine (HAWT) berkapasitas 300 watt (Patil, 2011) dengan menggunakan bahan pipa PVC untuk konstruksi sudu turbin. Pembangkit listrik jenis turbin propeler vertikal yang ada sekarang diperlukan infrastruktur untuk penampung air sebagai suber energi yang akan di bangkitkan, namun hal tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit terutama untuk pembangkit listrik di pedesaan. Maka diperlukan pembangkit yang mudah dalam pemasangan serta tidak diperlukan penampung air seperti pada pembangkitpembangkit yang ada. Pembangkit listrik picohydro 100 watt yang telah ada dipasaran adalah TC60 yang telah diaplikasikan di Laos, Kamboja vietnam, cina serta indonesia, namun harga sekarang berkisar 300 USD untuk head 3 m dan debit pada 10l/s (Chiaradia, 2008), sehingga masih cukup mahal terutama untuk masyarakat desa. Pikohidro merupakan jenis pembangkit pemanfaatan energi air skala kecil yaitu dibawah 5kW. Klasifikasi pembangkit yang memanfaatkan energi air/hidro dapat dibedakan berdasarkan kapasitas daya yang dibangkitkan (Kamaruzzaman Sopian and Juhari Ab. Razak, 2009), seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi powerhydro Klasifikasi

Daya

Large Hydro

> 100 MW

Medium Hydro

15-100MW

Small Hydro

1-15 MW

Mini Hydro

100kW-1000kW

Micro Hydro

5kW- 100kW

Pico Hydro

< 5kW

Menurut studi yang di publikasikan world Bank (ESMAP, 2007) untuk biaya proyek pembangkitan energy dibawah 5kW untuk beberapa jenis pembangkit, picohydro merupakan pembangkit dengan pembiayaan pembangkitannya paling kecil yaitu sekitar 10-18 US cent/kWh (lihat pada Gambar 1). Perbedaan yang sangat besar

138

antara pembangkit diesel dengan pikohidro, sehingga dapat di korelasikan dengan saat sekarang di daerah yang terpencil atau tempat-tempat yang belum terjangkau aliran listrik akan menggunakan generator diesel atau bahan bakar fosil sedangkan potensi pembangkit picohydro melimpah.

Gambar 1. Grafik biaya pembangkitan listrik dibawah 5kW pada tahun 2015 (ESMAP, 2007)

Pada sistem tenaga listrik Pikohidro merupakan jenis pembangkit listrik dengan daya maksimum 5 kW yang biasanya ditemukan di daerah pedesaan dan berbukit (N. Smith and G. Ranjitkhar, 2000) (A. Williams, 2007). Aliran air sekitar daerah perumahan dipedesaan memiliki potensi energi alternatif untuk membangkitkan listrik, namun meskipun daya yang dihasilkan sangat terbatas. Selain itu, potensi energi yang dapat dikonversikan dari aliran air disetiap daerah sangat bervariasi. Hal ini disebabkan fakta bahwa laju aliran air dan head yang dapat dimanfaatkan, berbeda-beda disetiap daerah pedesaan. Jadi, kedua parameter tersebut yaitu tekanan pasokan air yang mewakili head (jatuh air) dan laju aliran air sangat penting untuk ditentukan pada tahap awal untuk estimasi daya output potensial (H. Zainuddin1,et all, 2008). Perekayasaan pembangkit listrik untuk daerah dipedesaan sangat diperlukan menimbang selain daerah yang belum teraliri listrik juga sumber energi yang melimpah. Namun perlu diperhatikan bahwa pembangkit yang dirancang harus terjangkau untuk masyarakat. Kemudian dari hasil perancangan diperlukan pengujian untuk mengetahui performa pembangkit untuk mengetahui parameterparameter performa pembangkit, seperti efisiensi dan daya yang dapat dihasilkan untuk beberapa variasi sudut sudu turbin

Jurnal Riset Industri Vol. 7 No. 2, 2013, Hal. 137-146

terhadap beberapa variasi debit air dari sumber yang ada. Pada perancangan pembangkit pikohidro dibatasi untuk sumber air dengan ketinggian 2 meter yang biasanya dapat diperoleh pada pancuran atau aliran air di pedesaan. Untuk dapat menentukan daya yang dapat dibangkitkan harus diperkirakan efisiensi pembangkit yang akan dihasilkan. Energi air untuk sumber air yang ada, dapat dihitung pada persamaan dibawah ini (Frank M. White, 2008) : (1) dengan: ρ = massa jenis air (1000 kg/m3) 2 g = konstanta gravitasi (m/s ) h = tinggi jatuh air / Head (m) Q = debit air (m3/s) η = efisiensi Daya yang keluar dari generator dapat diperoleh dari perkalian efisiensi turbin dan generator dengan daya yang keluar secara teoritis. Sebagaimana dapat dipahami dari rumus tersebut di atas, daya yang dihasilkan adalah hasil kali dari tinggi jatuh dan debit a i r, o l e h k a r e n a i t u b e r h a s i l n y a pembangkitan tenaga air tergantung daripada usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis (Grant Ingram, 2007). Persamaan diatas merupakan daya sumber air yang bisa dibangkitkan namun harus dikalikan dengan efisiensi turbin sehingga didapatkan daya turbin maksimun yang dibangikitkan oleh turbin itu sendiri. Pada grafik dapat dilihat Efisiensi Turbin air jenis propeler maksimun 90% (Kaldellis at all, 2005) pada aliran turbin/aliran rancangan sama dengan 1 sedangkan dibawah 1 menghasilkan efisiensi yang cenderung menurun, sehingga turbin jenis propeler efisiensi sangat dipengaruhi oleh perbandingan aliran pada turbin dan desainnya .

Gambar 2. Efisiensi small turbin air. (Kaldellis at all, 2005)

Secara umum efisiensi dapat dihitung dengan persamaan berikut: (2) Perancangan turbin air Jenis turbin air dipengaruhi oleh beberapa aspek diantaranya berdasarkan head dan debit air. Pada grafik (Penche and Minas, 1998) dapat dilihat bahwa untuk head yang rendah dan debit yang reandah sangat cocok digunakan turbin kaplan/propeler.

Gambar 3. Diagram Pemilihan Jenis Turbin (Penche and Minas, 1998)

Turbine kaplan/propeler mempunyai komponen-komponen seperti sudu turbin (runner), sudu pengerah (guide vane),poros dan genarator, seperti terlihat pada skema turbin kaplan pada Gambar 4. Sudu Pengarah

Perancangan sudu pengarah, meliputi menentukan diameter dan tinggi sudu pengarah. Sudu pengarah dihitung menggunakan persamaan (Grant Ingram, 2007): 139

Perekayasaan Pembangkit Listrik ..… (Tito Shantika)

Ns= kecepatan spesifik P = Daya turbin (HP) H = tinggi air jatuh N = Kecepatan turbin(rpm)

Sudu turbine/runner Sudu turbin kaplan atau propeller (kaplan runner) merupakan sudu turbin yang menjadi sumber penggerak poros dan menggerakan generator untuk menghasilkan listrik. untuk menghitung dimensi runner digunakan persamaan seperti dibawah.

Gambar 4. Skema Pembangkit Listrik jenis Turbin Kaplan (Feedinfra, 2012) Degv 

60kug 2gH N

Vfgv  k fg 2gH Q   D egv B gv V

fgv

Degv= Diameter Sudu pengarah (m) Vfgv=kecepatan air pada sudu pengarah(m/s) H = Ketinggian (Head) kug = Konstanta 2 g= gravitasi (9,81 m/s ) kfg= koefisien 3 Q= Laju aliran (m /s) B= tinggi sudu pengarah (m)

Gambar 6. Sudu turbin air jenis kaplan

Q  k f 2 gH

 2 2 Drunner  Dhub K bladebockage 4



2 2 Q  Q factor H Drunner  Dhub



Gambar 5. Grafik Kecepatan spesifik terhadap (Grant Ingram, 2007)

dihitung dengan mengetahui terlebih dahulu kecepatan spesifik turbin ( ) kemudian didapatkan dari memplotkan di grafik (Grant Ingram, 2007).

Ns 

140

N P H

5

4

Gambar 7. Grafik kecepatan spesifik turbin terhadap Q factor (Grant Ingram, 2007)

Jurnal Riset Industri Vol. 7 No. 2, 2013, Hal. 137-146

Segitiga kecepatan

Gambar 8. Segitiga kecepatan untuk Kaplan aliran aksial (Grant Ingram, 2007) Persamaan euler untuk mesin-mesin turbin untuk daya output adalah (Grant Ingram, 2007):

P = m˙w(R3mV3q−R2mV2q)

P = Daya output α1 = sudut masuk stator (sudu pengarah) α2 = sudut keluar stator β2 = sudut masuk rotor β3 = sudut keluar rotor Q = laju aliran R2m dan R3m = jari-jari pada stasion 2 dan 3( jarijari sudu pengarah dan sudu runner) b2 dan b3 = ketinggian sudu pada stator (sudu pengarah) dan sudu runner turbin propeller ω = kecepatan sudut mesin Dimana: ω =

V2θ = V2x.tgα2=

.tgα2

V3θ = ω.R3m + V3x.tg β3 V3x = METODE Pembuatan pikohidro diawali dengan Proses perancangan yaitu menghitung parameter-parameter dimensi dan ukuran serta bahan yang akan digunakan sesuai dengan data sumber energi air yang telah di survey. Selanjutnya proses pembuatan

yang sesuai dengan perancangan serta mencari bahan dengan memanfaatkan material dan komponen generator yang banyak dipasaran dan mudah disusun maupun dibuat. Kemudian generator diuji untuk mengetahui karakteristik atau performa dari pembangkit. Pengujian dilakukan untuk memvariasikan sudut sudu turbin terhadap beberapa variasi debit, sehingga didapatkan parameter-parameter seperti tegangan, arus, dan debit air yang masuk ke sistem pembangkit yang selanjutnya dapat diketahui performan turbin seperti efisiensi dan daya yang dihasilkan. Pengukuran tegangan dan arus dilakukan langsung dari generator dengan beban lampu 15 Watt. Sudut sudu turbin yang dipakai dalam pengujian yaitu 20o, 30o, o o 40 dan 50 serta debit yang terukur pada tiga sumber air adalah 2,2 liter/s, 3,7 liter/s dan 6,2 liter/s. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Perancangan Tahap perancangan merupakan tahap dalam menetukan dimensin, ukuran dan bahan yang akan digunakan. Tahapan perancangan picohydro seperti pada flowchart dibawah. Dari hasil perancangan diperoleh prototipe pembangkit listrik tenaga pikohydro yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu pipa saluran (penstock), turbin air jenis Propeler, housing dan generator, serta poros penghubung turbin ke generator, seperti pada Gambar 3. Komponen-komponen yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen picohydro menggunakan bahan yang relatif murah serta pembuatan yang rekatif mudah. Dari penelitian ini biaya yang dikeluarkan sekitar dibawah 1 juta rupiah. A n a l i s i s Te g a n g a n dengan menggunakan Finite elemen Software telah dilakukan pada komponen sudu turbin dan poros yang menunjukan hasil perancangan masih dalam batas aman yaitu tegangan maksimum sebesar 1,31 Mpa dan daerah tekukan sudu turbin sekitar 3.5 MPa. Bahan yang digunakan adalah plat aluminium dengan tegangan bahan sebesar 70-260

141

Perekayasaan Pembangkit Listrik ..… (Tito Shantika)

Mpa (Myer Kutz, 2002), sehingga masih aman untuk dipakai. Analisis tegangan yang menunjukan distribusi tegangan akibat asumsi beban yang diberikan, seperti terlihat pada Gambar 11.

Gambar 9. Flowchart perancangan picohydro Tabel 2. Komponen-komponen Pembangkit Listrik Tenaga Pikohydro Komponen poros rumah generator

Gambar 10. Rancangan Pembangkit Listrik Pikohydro

142

generator sudu pengarah dudukan bearing Bearing poros Sudu turbin sambungan rumah poros penstok Penyearah arus Battre Inverter

Bahan poros arm motor Cap PVC 4 in & 5 in sebanyak 2 buah Magnet permanen motor Reduser PVC 1x 2 in Sambungan PVC 1 in 3 buah Bearing 6001 (2 buah) Plat aluminium 2 mm Pipa PVC 4 in & 5 in Pipa PVC 1 in Tee PVC 4 in Dioda Aki kering 12 Volt AC 220 Volt - ˜ DC 12 Volt 300 Watt

Jurnal Riset Industri Vol. 7 No. 2, 2013, Hal. 137-146

Gambar 12. hasil pembuatan sudu turbin

Agar air melewati sudu turbin, maka dibuat sudu pengarah menggunakan reducer PVC 1 x 2 in dengan cara proses driling secara bertahap yang dilakukan untuk delapan bagian. Hasil perancangan, perakitan dan pembuatan sudu pengarah seperti terlihat pada Gambar 13. Proses pembuatan rumah bearing dudukan generator dilakukan dengan cara pemotongan biasa dengan menggunakan gergaji besi dan pisau cutter.

Gambar 11. Analisis Tegangan pada Sudu Turbin dan Poros

Proses Pembuatan Sudu turbin dirancang agar dapat dibuat dengan mudah. Bahan sudu adalah plat alumunium dengan ketebalan 3,5 mm, sehingga mudah dibentuk seperti terlihat pada Gambar 12. Pembuatan sudu turbin diawali dengan membuat mal yang diperoleh dari Gambar teknik, kemudian membuat lubang untuk poros, pasak dan lubang untuk batas pemotongan. Selanjutnya pembuatan profil bulat dengan menggunakan kikir baja serta memotong menjadi empat bagian dengan menggunakan gergaji besi. Setelah proses tersebut didapatkan beberapa plat, kemudian proses selanjutnya yaitu memekuk sudu sesuai dengan besarnya sudut yaitu sudut 20°,30°, 40° dan 50°. Pada proses penekukan sudu dlakukan dengan berlahan karena untuk menghindari bahan yang retak dan kemungkinan sobek, namun dengan dengan adanya empat lubang pembatas kemungkinan retak menjadi berkurang

Gambar 13. Rancangan CAD 3D, perakitan dan hasil pembuatan sudu pengarah

Bahan poros merupakan poros untuk arm sepeda motor, sehingga diperlukan pembuatan dengan pemesinan.. poros tersebut dilakukan pembuatan alur untuk pasak magnet dan pasak turbin dengan cara membuat lubang pada daerah pasak yang nantinya pasak berupa baja silindris dimasukan dan mengunci magnet dengan porosnya. Penggabungan komponen dilakukan dengan cara manual, yang diawali dengan pemasangan rumah bearing, rumah generator bagian bawah dan sudu pengarah dengan menggunakan lem pipa. Langkah selanjutnya pemasangan dudukan stator/spull dengan menggunakan enam baut yang dipasang pada rumah generator. Proses selanjutnya adalah pemasangan bearing, serta pemasangan poros, magnet

143

Perekayasaan Pembangkit Listrik ..… (Tito Shantika)

dan rotor, kemudian mengunci dengan pasak dan selanjutnya dikencangkan dengan baut. Setelah bagian dalam turbin terpasang maka selanjutnya pemasangan dudukan untuk penstok dan saluran keluar turbin dengan menggunakan lem pipa maka turbin air dengan bahan dasar PVC sudah dapat dipergunakan dan di tes. Hasil proses pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro Portable yang telah dijelaskan diatas seperti terlihat pada Gambar 14.

Pada perancangannya pembangkit didesain untuk menghasilkan daya output generator 100 Watt, dan pada penelitian ini dilakukan juga pengujian untuk mengetahui performa dengan laju aliran air maksimum 6,2 liter/s, seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 16. Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Piko hidro Portable

Dari hasil pengukuran didapatkan karakteristik pembangkit seperti pada grafik dibawah ini. Dari Gambar 9 dapat di lihat bahwa daya yang paling besar adalah pada sudut sudu turbin 30 derajat, hal tersebut dikarenakan pada arah aliran air tersebut merupakan paling efektif menumbuk sudu turbin. Pada sudut sudu turbin 50 derajat Gambar 14. Hasil Pembuatan Pembangkit Listrik daya yang dihasilkan paling kecil, hal ini Tenaga Piko hidro Portable disebabkan aliran air yang menumbuk sudu Proses Pengujian turbin tidak seluruhnya mengenai sudu, Pengujian alat pembangkit listrik sehingga pada sudut tersebut air energi air tenaga pikohidro ini menggunakan tidak terkonversikan menjadi gaya pada beberapa alat ukur, seperti bola lampu yang sudu turbin. berfungsi sebagai pengujian berbeban, dan Sudut sudu turbin 20 derajat menghasilkan menggunakan baterai yang dihubungkan daya dibawah sudut turbin 30 derajat, hal ini dengan inverter yang berfungsi sebagai diakibatkan karena luas keluar air lebih kecil penyearah arus listrik, seperti terlihat pada sehingga memungkinkan pada outlet cross Gambar 15. Alat yang digunakan adalah section sudu terjadi aliran dengan multitester untuk mengukur arus dan kecepatan lebih tinggi yang mengakibatkan tegangan, stopwatch dan ember untuk kerugian gesekan menjadi lebih besar. mengetahui debit air, serta tachometer untuk mengetahui kecepatan putar poros turbin.

Gambar 15. Skema Pengujian

144

Gambar 17. Grafik Debit VS Daya

Jurnal Riset Industri Vol. 7 No. 2, 2013, Hal. 137-146

Pada sudut 30 derajat dapat dilihat bahwa dari debit 3,7 liter/s sampai 6,2 liter/s ada peningkatan daya yang signifikan, sehingga sudut sudu tersebut kebih cocok pada debit 6,2 liter/s. Serta pada debit tersebut efisiensinya lebih besar dibanding pada debit yang lain seperti pada Gambar 10. Efisiensi bertambah besar dengan bertambahnya debit yang terjadi, sehingga turbin air ini masih dapat menerima debit yang lebih besar, akan tetapi jika dilihat dari kecenderungan kurva yang menurun seiring bertambahnya debit, maka pada suatu titik debit akan mengalami penurunan efisiensi.

dipasaran. Dimensi dari pikohidro ini yaitu 127mm x 150mm x 300mm dengan berat 1,2 kg. Daya Pembangkit pikohidro yang telah diuji pada head 2 meter menghasilkan daya yang tidak sesuai dengan rancangan yaitu, maksimal sebesar 96 Watt, namun mendekati daya target yang dicapai. Daya maksimum didapatkan pada sudut sudu o 3 30 , dan debit 0,0062 m /s (6,2 liter/s). Efisiensi maksimum yang diperoleh adalah 36%. Saran Pembangkit listrik ini perlu dikembangkan untuk dapat dikomersialkan namun diperlukan pembuatan serta material yang baik. Diperlukan penelitian lanjutan yaitu mengenai analisis CFD pada Sudu turbin, untuk mendapatkan sudut sudu yang optimum. UCAPAN TERIMAKASIH

Gambar 10. Grafik Debit VS Efisiensi

Efisiensi yang dihasilkan masih cukup kecil dibandingkan pembangkit listrik sejenis sekitar 80-90%. Namun dibandingkan dengan sumber energi yang melimpah serta kebutuhan listrik untuk penerangan sangat diperlukan maka untuk daerah pedesaan cukup memadai untuk dipergunakan. Merujuk dari pembangkit sejenis yang ada dapat bahwa harga per kWh listrik sekitar Rp85/kWh dalam satu tahun (Tim Chiaradia, 2008) jika dihitung pemakaian 14 jam sehari. Sedangkan pembangkit dengan menggunakan bahan PVC ini hanya sekitar Rp. 12 /kWh dalam satu tahun. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian ini didapatkan pembangkit pikohidro porTabel dengan bahan yang mudah didapat yaitu dari pipa dan sambungan (tee) PVC dan generator dari alternator motor yang banyak dijual

Terimakasih kami ucapkan kepada LP2M ITENAS yang telah mendanai penelitian ini kepada kepala Lab. Konstruksi ITENAS yang telah menyediakan tempat penelitian, kepada kepala Lab. Konversi ITENAS yang telah menyediakan tempat pengujian serta kepada kepala Lab. Produksi ITENAS yang telah menyediakan tempat dan peralatan lab. DAFTAR PUSTAKA H. S. Patil, 2011.” Experimental work on horizontal axis PVC turbine blade of power wind mill”, International Journal of Mechanical Engineering. ISSN : 2277-7059 Volume 2 Issue 2. Tim Chiaradia, 2008 “Principle of a small hydropower installation” Consolidation of Pico Component of MHPP 2007 - 2008 Kamaruzzaman Sopian And Juhari Ab. Razak, 2009. ”Pico Hydro: Clean Power From Small Streams”. Proceedings of the 3rd WSEAS Int. Conf. on Renewable Energy Sources. ISSN: 1790-5095. ESMAP, 2007. "Technical and Economic Assessment of Off, Mini-grid and Grid Electrification Technologies". ESMAP Technical Paper 121/07.

145

Perekayasaan Pembangkit Listrik ..… (Tito Shantika)

N. Smith and G. Ranjitkhar, 2000. “Nepal Case Study–Part One: Installation and performance of the Pico Power Pack,” Pico Hydro Newsletter. A. Williams, 2007. “Pico hydro for costeffective lighting”, Boiling Point Magazine, pp. 14-16. H. Zainuddin1,et all, 2008. “Investigation on the Performance of Pico-hydro Generation System Using Consuming Water Distributed to Houses”. Frank M. White, 2008. Fluid Mechanics, Sixth Edition, McGrawHill Grant Ingram, 2007. “Very Simple Kaplan Tu r b i n e D e s i g n ” . S c h o o l o f Engineering. Durham University. Kaldellis, J.K., Vlachou, D.S. & G. Korbakis, 2005,”Techno-economic evaluation of small hydro power plants in Greece: a complete sensitivity analysis”, Energy Policy, Vol. 33. Celso Penche and Ingeniero de Minas, 1998. “on how to develop a small hydro site Layman's Handbook second edition,Europian Small Hydropower Assosiation. Myer Kutz, 2002. “Handbook of Materials Selection” John Wiley & Sons, New York. Feedinfra, 2012 How Hydro Power Plant Works. Http://www.feedinfra.com/archives/39 58 [13 Pebruari 2013]

146

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KELESTARIAN PRODUKSI PLTA WAY BESAI DI PROVINSI LAMPUNG (Land Use Change and Sustainable Production of Way Besai Hydropower in Lampung Province) 1

2

2

Bambang Soeharto , Cecep Kusmana , Dudung Darusman , Didik Suharjito 1

3

Sekolah Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan IPB, Bogor e-mail: [email protected] 2 Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 3 Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Kampus Dramaga Bogor Naskah masuk : 21 Maret 2011; Naskah diterima : 8 Februari 2012

ABSTRACT

Forest conversion to other land use systems will affect to water supply, both in quantity and quality due to environment services function. Based on the land use change scenario had also been quantified to know land use composition in Sumberjaya which provide the maximum hydropower income. Total hydropower income in Sumberjaya Sub-district, West Lampung District, Lampung Province is affected by land use system composition. Simulation based on land use change scenarios (scenario 1: 13% monoculture coffee; scenario 2: 61% agroforestry base on coffee; scenario 3: 23% forest; scenario 4: 30% forest and scenario 5: 84% forest) were done to predict total hydropower income in different type composition. Sustainable total hydropower income occurres when 61% of total area covered by coffee based agroforestry, but the lowest income occurres when 84% of area covered by forest. In opposite, reforestation in Sumberjaya sub-district areas, except paddy field, horticulture land and settlement will decrease 13.5% of total income. Keywords: Agroforestry, coffee, hydropower income, scenario ABSTRAK

Alih guna lahan hutan menjadi sistem penggunaan lainnya akan menimbulkan masalah terhadap suplai air sebagai fungsi penyedia jasa lingkungan secara kuantitas maupun kualitas Skenario perubahan penggunaan lahan juga dikuantifikasikan untuk mengetahui komposisi penggunaan lahan di Sumberjaya yang memberikan pendapatan maksimum bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Total PLTA di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dipengaruhi oleh komposisi penggunaan lahan. Simulasi didasarkan pada skenario perubahan penggunaan lahan (skenario 1: 13% monokultur; skenario 2: 61% agroforestri berbasis kopi; skenario 3: 23% hutan; skenario 4: 30% hutan dan skenario 5: 84% hutan) untuk memprediksi total pendapatan PLTA yang berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total pendapatan PLTA yang memberikan keberlanjutan terjadi ketika 61% total area ditutupi oleh agroforestry berbasis kopi dan total pendapatan terendah terjadi ketika total areal ditutupi 84% hutan. Sebaliknya penghutanan seluruh areal di Kecamatan Sumberjaya kecuali lahan padi, hortikultur dan perumahan akan menurunkan total pendapatan PLTAsebesar 13,5%. Kata kunci : Agroforestry, kopi, pendapatan PLTA, skenario

25

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.9 No.1, Maret 2012, 25 - 34

I. PENDAHULUAN

Pertambahan penduduk di Kecamatan Sumberjaya, baik yang terjadi karena pertumbuhan maupun migrasi dari daerah lain menuntut tersedianya lahan garapan untuk usaha tani dan pemukiman. Alih guna lahan hutan menjadi sistem pertanian intensif merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan petani, sehingga telah terjadi pembukaan lahanlahan secara besar-besaran di daerah tersebut (terutama membaiknya harga kopi dunia periode 1970 an dan 1980 an) seperti kopi monokultur, kopi naungan sederhana maupun agroforestry berbasis kopi (Budidarsono dan Wijaya, 2004). Lajunya tingkat penurunan tutupan hutan hingga 50% antara tahun 1970-an hingga 2000-an (Verbist et al., 2005) telah menurunkan tingkat kualitas lingkungan hidup, kondisi tersebut terjadi karena adanya ketidak harmonisan antara aktifitas ekonomi dengan keterbatasan kapasitas sumberdaya alam yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya semakin besar potensi dan eksploitasi sumberdaya alam tersebut, dampaknya terhadap degradasi kualitas lingkungan juga cenderung meningkat menurut dimensi ruang (lokal, regional dan global) dan waktu (jangka panjang) terhadap lingkungan (Tietenberg, 1992). Alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lain telah disadari banyak pihak akan menimbulkan beberapa masalah lingkungan, antara lain hilangnya fungsi jasa lingkungan dari hutan terutama sebagai pengatur tata air, pengatur iklim, pengatur keseimbangan hama/ penyakit dan pengatur dalam proses regenerasi tanaman (Millenium Ecosystem Assessment, 2005). Namun demikian, sampai saat ini keberadaan hutan dianggap kurang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat yang membutuhkan lahan garapan. Konflik kepentingan antara kelestarian sumberdaya alam (kelestarian ekologis) dengan kebutuhan ekonomi telah terjadi di Kecamatan Sumberjaya, Lampung. Oleh karena itu mencari jalan tengah melalui penataan kawasan hutan untuk menghasilkan komposisi tutupan lahan yang optimal sebagai penyedia jasa lingkungan (sumberdaya air) sekaligus menjaga kelestarian produksi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Way Besai perlu dilakukan untuk mencapai keberlanjutan sosial, ekonomi dan ekologi dari ekosistem hutan di daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji komposisi sistem

26

penggunaan lahan yang mampu menjamin kelestarian produksi PLTA dengan pendapatan yang maksimal. II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Sumberjaya yang mencakup areal seluas 54.200 hektar dan berada di sub daerah aliran sungai (Sub-DAS) Way Besai, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Secara geografis lokasi penelitian berada antara 04o98' LS - 05o07' LS dan 104o23' BT - 104o34' BT (Gambar 1). B. Metode Penelitian 1. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain: (1) luasan tutupan lahan yang diklasifikasikan sebagai hutan, agroforestry berbasis kopi (kopi ditanam bersama pohon kayu dan buah-buahan), kopi naungan sederhana (kopi ditanam dengan tanaman penaung seperti gamal dan dadap), kopi monokultur, horikultura, sawah, belukar dan pemukiman; (2) curah hujan; (3) intensitas hujan; (4) infiltrasi air; (5) aliran permukaan; (6) harga jual listrik per Kwh dari PLTA ke masyarakat pemakai listrik dan (7) kapasitas turbin pembangkit listrik. 2. Penentuan Penentuan Skenario Perubahan Penggunaan Lahan Penentuan skenario perubahan penggunaan lahan didasarkan atas kondisi aktual yang terjadi di Kecamatan Sumberjaya saat ini, seperti terlihat pada Gambar 2, Skenario yang dikembangkan mampu memberikan pendapatan optimal bagi PLTA(Tabel 1). Adapun kelima skenario tersebut adalah: a. Skenario 1 Skenario ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi lahan semak belukar terhadap total pendapatan masyarakat jika dilakukan penanaman kopi monokultur. Luas lahan kopi monokultur 9% dan semak belukar 4% dari total luas lahan pada kondisi aktual yang diubah menjadi kopi monokultur, adapun luas lahan hutan, kopi naungan sederhana dan agroforestry berbasis kopi tetap sehingga luas lahan kopi monokultur pada skenario 1 menjadi 13%.

Perubahan Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besai di Provinsi Lampung Bambang Soeharto, Cecep Kusmana, Dudung Darusman, Didik Suharjito

Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian (Map of research location)

Gambar (Figure) 2. Penggunaan lahan aktual di Kecamatan Sumberjaya (Actual landuse in Sumberjaya sub-district) b. Skenario 2 Skenario dilakukan dengan mengubah lahan kopi monokultur dan semak belukar menjadi lahan agroforestri berbasis kopi adalah untuk mengetahui kontribusi agroforestri berbasis kopi terhadap pendapatan total masyarakat. Lahan tanaman kopi

monokultur 9% dan semak belukar 4% dari total luas lahan pada kondisi aktual diubah menjadi agroforestry berbasis kopi, luas lahan hutan dan kopi naungan sederhana tetap tidak berubah sehingga luas lahan agroforestri berbasis kopi pada skenario 2 menjadi 61%.

27

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.9 No.1, Maret 2012, 25 - 34

Tabel (Table) 1. Kondisi aktual dan skenario penggunaan lahan di lokasi penelitian (Actual condition and landuse scenario in research location) Tipe tutupan lahan Kopi Monokultur Semak Belukar Hutan Kopi Naungan Sederhana Agroforestri berbasis kopi Hortikultura Sawah Pemukiman Total(%)

Aktual (%) 9 4 10 13 48 3 10 3 100

1 13 0 10 13 48 3 10 3 100

c. Skenario 3 Skenario ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi agroforestry berbasis kopi terhadap total pendapatan masyarakat dengan meningkatnya luas penggunaan hutan. Luas lahan kopi monokultur 9% dan semak belukar 4% dari total luas lahan pada kondisi aktual diubah menjadi hutan, adapun luas lahan kopi naungan sederhana dan agroforestri berbasis kopi tetap tidak berubah, sehingga luas hutan pada skenario 3 menjadi 23%. d. Skenario 4 Skenario ini dilakukan untuk mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu ruang terbuka hijau minimal 30% dari total luasan. Luas lahan kopi monokultur 9%, semak belukar 4% dan agroforestri berbasis kopi 7% dari total luas lahan pada kondisi aktual diubah menjadi hutan, sedangkan agroforestri berbasis kopi menjadi 41% sehingga luas lahan hutan pada skenario 4 menjadi 30%. e. Skenario 5 Skenario ini hutan merupakan daerah yang tidak dapat diganggu dan sumber pendapatan masyarakat hanya bersumber pada lahan hortikultur dan persawahan.. Luas lahan kopi monokultur 9%, semak belukar 4%, kopi naungan sederhana 13% dan agroforestri berbasis kopi 48% dari total luas lahan pada kondisi aktual diubah menjadi hutan sehingga luas lahan hutan pada skenario 5 menjadi 84%. 3. Penghitungan DebitAir Debit sungai merupakan komponen yang diperlukan untuk yaitu menjalankan turbin sehingga PLTA dapat memproduksi listrik yang dapat dijual dan menghasilkan pendapatan. Besarnya debit air pada setiap skenario

28

S k e n a r i o ( % luas penggunaan lahan) 2 3 4 0 0 0 0 0 0 10 23 30 13 13 13 48 41 61 3 3 3 10 10 10 3 3 3 100 100 100

5 0 0 84 0 0 3 10 3 100

komposisi penggunaan lahan dihitung dengan menggunakan model Aliran Sungai Generik (GenRiver). Model ini dikembangkan oleh World Agroforestry Centre berdasarkan proses hidrologi (process based model). Simulasi model GenRiver menggunakan Stella sebagai software yang dihubungkan dengan file microsoft excel. Input utama dari model ini adalah curah hujan, tingkat penutupan lahan dan sifat fisik tanah dengan keluaran utama berupa aliran sungai skala DaerahAliran Sungai (DAS) (Gambar 3). Komponen utama pada model GenRiver dan proses-proses yang terlibat di dalamnya adalah sebagai berikut: a. Curah hujan harian Curah hujan untuk skala sub-DAS diambil dari data empiris atau menggunakan data bangkitan dari pembangkit data acak (random generator ) yang mempertimbangkan pola temporer atau model yang mempertimbangkan korelasi ruang (spatial correlation) dari hujan pada waktu tertentu. b. Intensitas hujan dan waktu untuk infiltrasi Intensitas hujan dihitung dari rata-rata data empiris intensitas hujan (mm/jam) dengan mempertimbangkan koefisien variasi dari kumpulan data tersebut. Lamanya hujan menentukan waktu yang tersedia untuk proses infiltrasi, parameter ini dapat dimodifikasi dengan mempertimbangkan intersepsi oleh kanopi dan lamanya penetesan air dari kanopi (dripping phase) dengan penetapan awal. (default) 30 menit. c. Intersepsi Kapasitas penyimpanan air terintersepsi merupakan fungsi linier dari luas area daun dan ranting dari berbagai tipe penutupan lahan.

Perubahan Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besai di Provinsi Lampung Bambang Soeharto, Cecep Kusmana, Dudung Darusman, Didik Suharjito

Evaporasi dari air yang terintersepsi (interseption-evaporation) mempunyai prioritas sesuai dengan kebutuhan transpirasi tanaman. d. Infiltrasi dan aliran permukaan Proses infiltrasi dihitung berdasarkan nilai minimum dari: a) Kapasitas infiltrasi harian dan waktu yang tersedia untuk infiltrasi (ditentukan oleh intensitas hujan dan kapasitas penyimpanan lapisan permukaan tanah). b) Jumlah air yang dapat disimpan oleh tanah pada kondisi jenuh dan jumlah air yang dapat memasuki zona air tanah pada rentang waktu satu hari. Jika kondisi pertama yang terjadi maka Model akan menghasilkan aliran permukaan yang dibatasi oleh infiltrasi (infiltrasi limited runoff), sedangkan pada kondisi kedua aliran permukaan yang terjadi merupakan aliran jenuh permukaan (saturation overland flow). e. Evapotranspirasi Total evapotranspirasi yang digunakan dalam model ini mengikuti evapotranspirasi potensial Penman-Monteith dengan faktor koreksi yang dipengaruhi oleh: a) Air yang terintersepsi oleh kanopi b) Kondisi tutupan lahan yang terkait dengan sensitifitas setiap jenis penutupan lahan terhadap kekeringan c) Faktor pembobot pada evapotranspirasi potensial harian yang mengikuti fenologi dan pola tanam d) Relatif potensial evapotranspirasi (bulanan) untuk setiap tipe penutupan lahan f. Redistribusi air tanah Selama kejadian hujan tanah dapat mencapai kondisi jenuh air, namun sehari setelah hujan

kondisi akan kembali pada kapasitas lapang (kondisi air tanah setelah 24 jam dari kejadian hujan lebat). Perbedaan antara kondisi jenuh dan kapasitas lapang dipengaruhi oleh: a) transpirasi b) adanya aliran air ke zona bawah c) adanya aliran air ke sungai sebagai aliran cepat air tanah (soil quick flow) apabila air yang ada melebihi kapasitas lapang g. Pelepasan air Tanah menuju ke sungai (melalui aliran bawah tanah) h. Jarak (routing distance) Jarak titik pengamatan atau outlet DAS ditentukan dari titik pusat masing-masing subDAS. Waktu tempuh (routing time) dari masingmasing sub-DAS dapat diturunkan dari data jarak dan asumsi rata-rata kecepatan aliran air. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan penggunaan lahan telah menyebabkan perubahan jumlah debit sungai yang dihasilkan. Pada skenario penggunaan lahan hutan sebanyak 84 % dari total luas lahan memberikan jumlah debit sungai yang paling kecil dibandingkan skenario yang lain sedangkan jumlah debit sungai terbesar dihasilkan pada skenario lahan monokultur sebanyak 13 %, hutan 10% dan agroforestri berbasis kopi sebanyak 48 %. Total pendapatan PLTA Way Besai terbanyak dihasilkan pada skenario penggunaan lahan monokultur sedangkan terendah pada pola penggunaan lahan hutan seluas 84 %. Tabel 2 menyajikan debit sungai, produksi listrik dan total pendapatan PLTA dari hasil simulasi pada berbagai skenario.

Tabel (Table) 2. Debit sungai, produksi listrik dan total pendapatan PLTA pada berbagai skenario penggunaan lahan di lokasi penelitian (River debit, electricity production and total hydropower income of landuse scenarios at research location) Skenario perubahan lahan Aktual Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 Standar deviasi*)

Jumlah Debit (m3/th) 7.395,3 7.438,3 7.241,8 7.089,0 6.977,4 6.354,0

Produksi listrik (Mwatt/th) 282.299,1 283.881,0 276.671,6 270.455,6 265.747,1 241.300,3

Pendapatan (juta Rp/th) 359.106,73 361.085,82 352.252,00 345.094,00 339.916,00 310.717,00 18.498,47

Keterangan (Remarks):*) Standar deviasi dihitung dari total pendapatan untuk semua skenario (Standard deviation is calculated from the total revenue for all scenarios)

29

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.9 No.1, Maret 2012, 25 - 34

Gambar (Figure) 3. Diagram alur proses hidrologi pada GenRiver (Flowchart diagram of hidrology process at GenRiver) (Van Noordwijk, et.al. 2003).

Penurunan debit air yang digunakan untuk menjalankan turbin berakibat pada penurunan produksi listrik dan akhirnya pada nilai pendapatan PLTA. Meskipun pada skenario lainya, yaitu 2, 3 dan 4 juga mengalami penurunan debit air bila dibandingkan dengan skenario 1, tetapi penurunannya tidak nyata berdasarkan standar deviasinya. Demikian pula dengan produksi listrik dan pendapatan PLTA. Bila dibandingkan dengan kondisi aktual, skenario 1 terjadi kecenderungan peningkatan debit akibat perubahan dari belukar sebanyak 4% menjadi kopi monokultur. Kopi monokultur relatif bersih dari tumbuhan bawah bila dibandingkan dengan belukar yang didominasi tumbuhan bawah. Dengan demikian pembukaan belukar memicu terjadinya aliran permukaan sehingga apabila terjadi hujan maka aliran permukaan akan meningkat dan meningktkan debit air sungai. Jumlah debit air, produksi listrik dan pendapatan PLTA pada tiap-tiap skenario perubahan penggunaan lahan adalah: Skenario 1: Penggunaan lahan tanaman kopi monokultur MMerubah semak belukar seluas 2.168 ha (4%) dari total lahan (aktual) di Kecamatan Sumberjaya menjadi kopi monokultur. Dengan demikian, pada skenario 1, luas kopi monokultur menjadi 7.046 ha (13%), yaitu 4.878 ha (9%)

30

yang ada saat ini ditambah 2.168 ha (4%) konversi dari semak belukar. Komposisi untuk luas penggunaan lahan lainnya tetap, yaitu hutan 5.420 ha (10%), kopi naungan sederhana 7.046 ha (13%), Agroforestri berbasis kopi 26.016 ha (48%), hortikultura 1.626 ha (3%), persawahan 5.420 ha (10%) dan pemukiman 1.626 ha (3%). Perubahan penggunaan lahan dengan mengubah semak belukar seluas 2.168 ha (4%) menjadi kopi monokultur menghasilkan debit rata-rata sungai di Sub-DAS Way Besai sebesar 6.846,00 3 m /detik yang digunakan oleh PLTA untuk menggerakkan kedua turbinnya dan menghasilkan produksi listrik sebanyak 261.655,50 MW (mega watt). Jika menggunakan harga jual listrik sebesar Rp 1,38,- per watt, maka pada skenario 1 diperoleh pendapatan PLTA Way Besai sebesar Rp 361.085.000.000,00. Skenario 2: Penggunaan Lahan berupa Agroforestri berbasis kopi Skenario 2 adalah mengubah penggunaan lahan dari kondisi aktual yaitu lahan kopi monokultur seluas 4.878 ha (9%) dan semak belukar seluas 2.168 ha (4%) menjadi Agroforestry berbasis kopi, sehingga total luas lahan agroforestri berbasis kopi bertambah dari seluas 26.016 ha (48%) menjadi seluas 33.062 ha (61%). Luas lahan untuk penggunaan lainnya tetap yaitu hutan seluas 5.420 ha (10%), kopi naungan sederhana seluas 7.046 ha (13%), horti-

Perubahan Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besai di Provinsi Lampung Bambang Soeharto, Cecep Kusmana, Dudung Darusman, Didik Suharjito

kultura seluas 1.626 ha (3%), persawahan seluas 5.420 ha (10%) dan pemukiman seluas 1.626 ha (3%). Hasil simulasi dengan penggunaan lahan agroforestry berbasis kopi seluas 33.062 ha (61%), maka debit rata-rata sungai di Sub-DAS 3 Way Besai sebesar 6.670,00 m /detik dan digunakan oleh PLTA untuk menggerakkan kedua turbin sehingga menghasilkan produksi listrik sebanyak 255.255,20 MW (mega watt). Dengan menggunakan harga jual listrik sebesar Rp 1,38 per watt, maka dengan skenario 2 diperoleh pendapatan PLTA Way Besai sebesar Rp 352.252.000.000,00. Skenario 3: Penggunaan lahan hutan seluas 12.466 ha (23%) Skenario 3 adalah mengubah penggunaan lahan dari kondisi aktual dari kopi monokultur seluas 4.878 ha (9%) dan semak belukar seluas 2.168 ha (4%) menjadi hutan, sehingga total luas lahan hutan bertambah dari seluas 5.420 ha (10%) menjadi luas 12.466 ha (23%) seperti pada Tabel 9. Penggunaan lahan lainnya tetap yaitu kopi naungan sederhana seluas 7.046 ha (13%), agroforestry berbasis kopi seluas 7.046 ha (48%), hortikultura seluas 1.626 ha (3%), persawahan seluas 5.420 ha (10%) dan pemukiman seluas 1.626 ha (3%). Beradasarkan skenario 3 dengan penggunaan lahan hutan seluas 12.446 ha (23%) menghasilkan debit rata-rata sungai di Sub-DAS Way Besai sebesar 6.546,40 m3/detik yang digunakan PLTA untuk menggerakkan kedua turbinnya dan menghasilkan produksi listrik sebanyak 250.068,20 MW (mega watt). Dengan menggunakan harga jual listrik sebesar Rp 1,38 per watt, maka pada skenario 3 diperoleh pendapatan PLTA Way Besai sebesar Rp 345.094.000.000,00. Skenario 4: Penggunaan lahan hutan Seluas 30% Skenario 4 adalah mengubah penggunaan lahan dari kondisi aktual yaitu kopi monokultur seluas 4.878 ha (9%) dan semak belukar seluas 2.168 ha (4%) menjadi hutan, dan mengurangi luas penggunaan agroforestri berbasis kopi seluas 4.878 ha (7%), yaitu dari seluas 26.016 ha (48%) menjadi seluas 21.138 ha (41%), sehingga total luas lahan hutan bertambah dari 5.420 ha (10%) menjadi seluas 16.260 ha (30%). Penggunaan lahan lainnya yaitu kopi naungan sederhana seluas 7.046 ha (13%), hortikultura seluas 1.626 ha (3%) persen, persawahan seluas 5.420 ha (10%) dan pemukiman seluas 1.626 ha (3%).

Dari skenario 4 dengan penggunaan lahan hutan seluas 16.260 ha (30%) menghasilkan debit rata-rata sungai di Sub-DAS Way Besai sebesar 6.466,70 m3/detik yang digunakan PLTA untuk menggerakkan kedua turbinnya dan menghasilkan produksi listrik sebanyak 246.316,30 MW (mega watt). Dengan menggunakan harga jual listrik sebesar Rp 1,38 per watt, maka pada skenario 4 diperoleh pendapatan PLTA Way Besai sebesar Rp 339.916.000.000,00. Skenario 5: Penggunaan lahan semua hutan seluas 84 % Skenario 5 adalah mengubah penggunaan lahan dari kondisi aktual berupa kopi monokultur seluas 4.878 ha (9%), semak belukar seluas 2.168 ha (4%), kopi naungan sederhana 7.046 ha (13%), agroforestri berbasis kopi 26.016 ha (48%) menjadi hutan, sehingga luas hutan menjadi 45.528 ha (84%) seperti pada Tabel 9. Sedangkan penggunaan lahan untuk hortikultura seluas 1.626 ha (3%), persawahan seluas 5.420 ha (10%) dan pemukiman seluas 1.626 ha (3%) tetap tidak berubah. Skenario 5 dengan penggunaan lahan hutan seluas 45.528 ha (84%) menghasilkan debit rata-rata sungai di Sub-DAS Way Besai sebesar 5.928,40 m3/detik yang dipakai PLTA untuk menggerakkan kedua turbinnya dan menghasilkan produksi listrik sebanyak 225.156,90 MW (mega watt). Dengan menggunakan harga air sebagai faktor produksi sebesar Rp 1,38 per watt, maka pada skenario ini didapatkan pendapatan PLTA Way Besai sebesar Rp 310.717.000.000. Apabila dibandingkan antara kondisi aktual dengan skenario 1, 2, 3, 4 dan 5 maka total pendapatan PLTA Way Besai di Kecamatan Sumberjaya berbeda nyata antara aktual dengan skenario 5, Skenario 1 dengan 5 dan Skenario 2 dengan 5 (Tabel. 3). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik pendapatan PLTAWay Besai pada penggunaan lahan aktual, skenario 1 dan skenario 2 lebih besar dibandingkan pada skenario 5. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada Skenario 1 dengan 13% dari total luas lahan (semak belukar diubah menjadi kopi monokultur) total pendapatan PLTA Way Besai di Kecamatan Sumberjaya, Lampung adalah yang paling tinggi sebesar Rp 361.085,82 juta per tahun. Apabila dibandingkan antara kondisi aktual dengan skenario 1 sampai dengan 5 maka total pendapatan PLTA Way Besai berbeda nyata antara aktual dengan skenario 5, skenario 1

31

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.9 No.1, Maret 2012, 25 - 34

Tabel (Table) 3. Matrik perbedaan total pendapatan PLTA pada tiap-tiap skenario perubahan penggunaan lahan (matric of difference hydropower income on landuse change scenarios) Skenario perubahan lahan Aktual Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5

Skenario Aktual

1 0

1.979,09 0

2

3

6.854,73 8.833,82 0

14.012,73 13.991,82 7.158,00 0

4 19.190,73 21.169,82 12,336,00 5.178,00 0

5 48.389,73 a) 50.368,82 b) 41.535,00 c) 34.377,00 29.199,00 0

Keterangan (Remarks): Nilai yang a), b) dan c) menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan standar deviasi (Value a), b) and c) indicate significant differences based on the standard deviation)

dengan skenario 5 dan skenario 2 dengan skenario 5. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan pada aktual, skenario 1 dan skenario 2 dibandingkan dengan skenario 5 berbeda jumlahnya secara statistik. Sedangkan antara aktual dengan skenario 1, skenario 2, skenario 3 dan dengan skenario 4 tidak berbeda nyata, dengan demikian tingkat pendapatan PLTA Way Besai tidak menunjukkan berbeda jumlahnya secara statistik (Tabel 3). Skenario 2 agroforestri berbasis kopi memberikan total pendapatan PLTA Way Besai sebesar Rp 339.095.140.000 per tahun. Pada tingkat sistem penggunaan lahan, agroforestri berbasis kopi lebih menguntungkan secara ekologis dibandingkan dengan kopi monokultur. Manfaat ekologi tersebut, antara lain berperan dalam mengatur fungsi tata air, pengatur iklim lokal dan pelestari keanekaragaman hayati. Agroforestri berbasis kopi memiliki berbagai jenis serasah dengan tingkat pelapukan yang berbeda, sehingga berperan menghambat limpasan permukaan dan erosi (Hairiah et al., 2004; Dariah et al., 2004). Sistem monokultur yang diadopsi petani dalam jangka panjang akan mengakibatkan menurunnya fungsi tata air (Suyamto et al., 2004). Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi besarnya debit sungai Way Besai. Pada skenario 5 dengan 84% tutupan lahan berupa hutan, rata-rata tahunan debit sungai cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada lahan hutan dengan struktur dan komposisi yang beragam serta seresah yang terdapat di lantai hutan akan mempengaruhi siklus hidrologi. Vegetasi berupa pepohonan di hutan berperan dalam pemindahan (transfer) air hujan ke tanah melalui proses penahanan sementara air hujan oleh tajuk pohon, aliran batang dan air lolos serta sebagai media pemindahan air dari dalam tanah ke vegetasi dan

32

ke atmosfer melalui evapotranspirasi akan mengalami perubahan. Butir-butir air hujan yang jatuh ditahan oleh tajuk pohon sebagian dialirkan perlahanlahan melalui batang yang disebut sebagai aliran batang (stem flow), sebagian jatuh langsung dari tajuk atau melalui penetesan dari daun dan cabang-cabang pohon yang disebut sebagai air lolos (through fall) dan sebagian lagi tertahan sementara oleh tajuk kemudian diuapkan kembali ke udara yang disebut sebagai air intersepsi (Pudjiharta dan Sallata, 1985). Bruijnzeel (1990), menyatakan bahwa intersepsi di hutan hujan tropis berkisar antara 10-35% dari curah hujan total. Pola penggunaan lahan tanaman kopi monokultur maupun agroforestri berbasis kopi dilihat dari sisi jumlah maupun komposisi vegetasi lebih sedikit dibandingkan dengan vegetasi yang ada di hutan, dengan demikian tingkat evapotranspirasi di lahan berhutan lebih tinggi dibandingkan di lahan tanaman kopi karena tajuk tanaman yang menahan air hujan dan akan menguapkan kembali ke atmosfir lebih rapat serta air yang sampai ke lantai hutan lebih sedikit sehingga jumlah debit rata-rata per tahun semakin berkurang dengan semakin luasnya lahan yang berhutan. Hal ini terlihat dengan semakin bertambahnya tutupan lahan berupa hutan maka jumlah debit rata-rata per tahun semakin menurun. Sementara jika membandingkan penelitian tentang intersepsi pada hutan tidak terganggu dan hutan tebangan yang dilakukan oleh Asdak et al. (1998) di Kalimantan Tengah ternyata menunjukkan bahwa besarnya intersepsi meningkat dengan rapatnya tajuk vegetasi, dalam hal ini 0,7% di lokasi tanpa tajuk, serta meningkat menjadi 4,5% dan 15% masing-masing di lokasi dengan penutupan tajuk sedang dan penutupan tajuk rapat. Dengan kata lain semakin kecil

Perubahan Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besai di Provinsi Lampung Bambang Soeharto, Cecep Kusmana, Dudung Darusman, Didik Suharjito

2000

Debit (mm/hari)

1500

1000

Aktual Monokultur Agroforestri berbasis kopi Hutan luas 23%

500

Hutan 30% Hutan 84% 0

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Curah hujan (mm/hari)

Gambar (Figure) 4. Besaran debit sungai yang dihasilkan pada berbagai skenario pola penggunaan lahan (Magnitude of river discharge is produced on various scenarios of land use patterns) penutupan tajuk vegetasi sebagai akibat perubahan penggunaan lahan, semakin besar air lolos yang akan sampai ke permukaan tanah dan dengan demikian menurunkan jumlah air terintersepsi yang pada gilirannya akan meningkatkan debit aliran. Hasil simulasi dari lima skenario terlihat bahwa tingkat debit terendah dihasilkan pada skenario 5 (hutan 84%) sedangkan debit tertinggi dihasilkan pada skenario 1 (monokultur). Gambar 1 menampilkan besarnya debit pada beberapa skenario pola penggunaan lahan. Dengan demikian skenario penggunaan lahan agroforestri berbasis kopi memberikan total pendapatan yang lestari bagi PLTA Way Besai dengan mengurangi tambahan biaya yang harus dikeluarkan dengan adanya pengurangan sedimentasi di waduk bendungan sedangkan total pendapatan tidak mengalami perubahan yang berbeda nyata. Tampubolon (2007) penelitian yang dilakukan di DAS Citarum, Jawa Barat menemukan bahwa penurunan pendapatan (kerugian) PLTA Saguling sebesar Rp 138,617 miliar setiap tahun yang disebabkan oleh peningkatan besarnya kehilangan kesempatan produksi, baik sebagai akibat penurunan volume air masuk lokal, peningkatan sedimentasi di waduk maupun peningkatan frekuensi pemeliharaan alat utama produksi (turbin dan cooler). Sedangkan Vieth et al. (2001) kehilangan produksi listrik yang diakibatkan perubahan penggunaan lahan di daerah hulu DAS Mahaweli di Sri Lanka pada tahun 1993 sebesar $ 288.720.

IV. KESIMPULAN 1. Perubahan penggunaan lahan telah menyebabkan perubahan debit sungai yang dihasilkan. Pola penggunaan dengan skenario 5 (lahan hutan seluas 84 %) mengasilkan debit sungai yang paling rendah sedangkan debit sungai tertinggi dihasilkan pada skenario 1 (monokultur). 2. Pola penggunaan lahan yang dapat memberikan kelestarian total pendapatan PLTA Way Besai adalah skenario 2 (agroforestry berbasis kopi) dapat dicapai dengan memanfaatkan semak belukar seluas 4% dan mengubah kopi monokultur seluas 9% yang saat ini masih ada menjadi agroforestry berbasis kopi. 3. Menghutankan seluruh areal yang saat ini ditanami kopi (agroforestri berbasis kopi, naungan sederhana, kopi monokultur) dan semak belukar akan menurunkan total pendapatan PLTA Way Besai hingga 13,5%.

DAFTAR PUSTAKA Asdak, C., P.G. Jarvis, P. Van Gardingen. dan A. Fraser. 1998. Rainfall Interception Loss in Unlogged and Logged Forest Areas of Central Kalimantan, Indonesia. J.Hydrol. (206):234-244.

33

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.9 No.1, Maret 2012, 25 - 34

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogjakarta. Bruijnzeel, L.A. 2004. Hydrological Functions of Tropical Forests: Not Seeing the Soil for the Trees? Agriculture, Ecosystems and Environment. Dariah, A, F. Agus., S. Arsyad, Sudarsono, dan Maswar. 2004. Erosi dan Aliran Permukaan pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Agrivita 26(1): 52-60 Hairiah, K., Widianto, D. Suprayogo, R.H Widodo, P. Purnomosidhi., S. Rahayu, dan M. van Noordwijk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. World Agroforestry Centre (Icraf). Bogor. Millennium Ecosystem Assessment. 2005. Ecosystems and Human Well-being: Synthesis. O'Connor,T., S. Rahayu, dan M. van Noordwijk. 2005. Burung pada Agroforestry Kopi di Lampung: World Agroforestry Centre (Icraf), Bogor. Bogor Pudjiharta, A. dan M.K. Sallata. 1985. Aliran Batang, Air Lolos dan Intersepsi Curah Hujan pada Tegakan Pinus merkusii di Daerah Hutan Tropik Cikole, Lembang, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor. Buletin Penelitian Hutan (471):49-62 Suyamto, D.A., M. van Noordwijk, dan B. Lusiana. 2004. Respon Petani Kopi

34

terhadap Gejolak Pasar dan Konsekuensinya terhadap Fungsi Tata Air: Suatu Pendekatan Pemodelan. Agrivita 26(1): 108-130 Tampubolon, R. 2007. Pengaruh Kualitas Lingkungan terhadap Biaya Eksternalitas Pengguna Air Citarum. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Tietenberg, T. 1992. Environmental and Natural Economics. 3rd edition. Haper Collin Publisher Inc. New York Verbist, B., A.N. Ekadinata, and S. Budidarsono. 2005. Factors Driving Land Use Change: Effects on Watershed Functions in a Coffee Agroforestry System in Lampung, Sumatra. Agricultural Systems 85: 254270 Van Noordwijk, M., A. Farida, A.B. Verbist, dan T. Tomich. 2003. Agroforestry and Watersheed Fuctions of Tropical Land Use Mosaics. Proceeding 2nd Asia Pasific Training Workshop on Ecohydrology. Cibinong, July 21-26, 2003. Bogor. Van Noordwijk, M., S. Rahayu, K. Hairiah,Y.C Wulan, A. Farida, dan B. Verbist. 2002. Carbon Stock Assessment for a Forestto-Coffee Conversion Landscape in Sumberjaya (Lampung, Indonesia): from allometric equation to Land Use Change Analysis. Sciene in China 45: 75-86 Vieth, G. R., H. Gunatilake, and L.J. Cox. 2001. Economic of Soil Conservation: The Upper Mahaweli Watershed of Sri Lanka. Journal of Agricultural Economic 52: 139152.

ISSN 1978 - 2365

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

RANCANG BANGUN MODUL PENGKONDISI SINYAL & ANTAR MUKA UNTUK KONTROLER TEGANGAN DIJITAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) Estiko Rijanto dan Anwar Muqorobin Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (Puslit TELIMEK) - LIPI Jl.Cisitu No.21/154D, Tel.022-2503055, Bandung 40135 [email protected]

ABSTRAK Saat ini masih banyak PLTA yang beroperasi menggunakan kontroler tegangan analog. Beberapa komponen pentingnya semakin sulit ditemukan sehingga mengancam keberlangsungan operasi PLTA yang bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun sebuah kontroler tegangan dijital yang dapat dipakai pada PLTA berkapasitas 9 MVA dengan metoda reverse engineering dan updating. Tujuan makalah ini adalah melaporkan hasil rancang bangun tersebut khususnya terkait modul pengkondisi sinyal dan antar muka. Karena algoritma kontrol direalisasikan memakai DSP, maka diperlukan pembuatan modul pengkondisi sinyal ADC dan DAC. Modul antara muka pengeset tegangan operator dan pemonitor driver dibuat memakai mikrokontroler 8 bit. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa: modul pengkondisi sinyal ADC dan DAC yang dibuat berfungsi dengan baik, modul pengeset tegangan mampu memproses perintah secara tepat, dan modul pemonitor driver mampu mendeteksi pulsa penyalaan dan memberikan indikator status berupa: normal, terlalu panjang, dan terlalu pendek. Kata Kunci: Pengkondisi sinyal, antara muka, kontroler tegangan dijital, DSP, mikrokontroler, pembangkit listrik tenaga air

ABSTRACT

Currently, there are still many hydro electrical power plants (HEPPs) operated using analog voltage controllers. Some important components are becoming difficult to find that threatens the operation sustainability of such HEPPs. The objective of this research is to develop a digital voltage controller that can be applied to a 9 MVA HEPP using the reverse engineering and updating method. The aim of this paper is to report some results of the development especially concerning signal conditioner and interface modules. Since controller algorithm is realized using a DSP, ADC and DAC, signal conditioner modules are required to be developed. The interface modules of operator command interpreter and driver monitoring are realized using an 8 bit microcontroller. Experimental results show that: the ADC and DAC signal conditioner modules can work well, the command interpreter can process the command signal appropriately, and the driver monitoring module can detect the firing pulses providing operating status of: normal, too long, and too short. Key Words: signal conditioner, interface, digital voltage controller, DSP, micro controller, hydro electrical power plant.

Naskah diterima: 14 Oktober 2010, dinyatakan layak muat : 14 Desember 2010

61

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

62

PENDAHULUAN

sehingga dipilih rancang bangun

Latar Belakang

tegangan versi dijital.

Energi listrik perlu dipasok dengan mutu listrik yang memadai agar tidak merusak peralatan listrik. Mutu listrik ditentukan oleh dua variabel penting yaitu frekuensi dan tegangan

listrik

yang

stabil

pada

nilai

nominalnya. Di Indonesia, spesifikasi frekuensi dalam keadaan normal adalah tidak kurang dari 49,5 Hz dan tidak lebih dari 50,5Hz, sedangkan spesifikasi tegangan listrik misalnya untuk jaringan nominal 20kV adalah +5% dan -10%, seperti ditentukan di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2007 [1]

kontroler

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun kontroler tegangan dijital yang dapat dipakai pada PLTA berkapasitas 9MVA untuk menggantikan kontroler analog yang sudah berumur tua. Tujuan makalah ini adalah melaporkan hasil rancang bangun kontroler tegangan dijital tersebut, khususnya hasil rancang bangun modul pengkondisi sinyal dan antar muka untuk kontroler dijital tersebut.

METODOLOGI

. Untuk memenuhi standar yang ada, pada

Metodologi dalam penelitian ini adalah

setiap pembangkit listrik diperlukan kontrol

reverse engineering dan grade up. Reverse

frekuensi dan kontrol tegangan.

engineering dalam hal ini mengacu pada

Untuk

turut

kelangsungan

kontroler yang telah ada, sedangkan grade up

operasi beberapa PLTA yang telah berumur tua

adalah mengimplementasikan algoritma dalam

di Indonesia, perlu dibangun kemampuan

prosesor dijital sebagai pengganti operational

rancang bangun sistem kontrol PLTA. Sampai

amplifier. Dalam penelitian ini kegiatan yang

saat ini masih banyak PLTA yang beroperasi

dilakukan adalah rancang bangun kontroler

dengan menggunakan teknologi analog. Salah

tegangan

satu contohnya adalah sebuah PLTA yang

dilakukan pengujian di laboratorium dengan

beroperasi di Indonesia sejak tahun 1995

menggunakan simulator PLTA.

menggunakan

menjaga

generator sinkron 9MVA,

digital

pada

PLTA,

kemudian

Untuk mencapai tujuan penelitian ini,

6,3kV, 50Hz dengan kecepatan putar 500 rpm,

tahapan yang dilakukan adalah:

jumlah kutub 12 dan faktor daya 0,9 [2].

1) Analisis terhadap kontroler analog yang

Analisis terhadap kontroler analog yang telah

dirancang

bangun

oleh

Estiko

[2]

pernah dirancang bangun oleh Estiko[2] dengan tujuan untuk memahami struktur

dilakukan dengan tujuan untuk memahami

kontroler,

struktur kontroler, elemen-elemen penyusun

kontroler

kontroler dan fungsi masing-masing elemen.

elemen.

Komponen-komponen kontroler analog yang selama ini digunakan semakin sulit ditemukan,

elemen-elemen dan

fungsi

penyusun

masing-masing

2) Merancang kontroler tegangan versi dijital, termasuk:

struktur

kontroler,

elemen

penyusun, peranti keras, dan peranti lunak.

Rancang Bangun Modul Pengkondisi Sinyal & Antar Muka Untuk Kontroler Tegangan Dijital Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Dalam

proses

perancangnan

ini

7) Modul rangkaian pemonitor regulator sudut

diidentifikasi jenis peranti keras yang

penyalaan

cocok untuk fungsi-fungsi tertentu.

mikrokontroler 8 bit.

3) Pembuatan peranti keras dan peranti lemah untuk

masing-masing

elemen,

dan

pengujian fungsi masing-masing elemen. 4) Integrasi seluruh elemen ke dalam satu

63

(FARMON),

memakai

AVR digital ini terdiri atas rangkaian dijital yang dilengkapi rangkaian analog. Rangkaian analog terdiri atas rangkaian antar muka

untuk

masukan

sinyal,

logika

kesatuan sistem, dan pengujian sistem

pengkondisi aktif, pengeset parameter, dan

keseluruhan di laboratorium.

pengubah sinyal digital ke analog (DAC) serta

Pada tahap ke-2 sampai ke-4 diterapkan

modul regulator sudut penyalaan (Firing Angle

ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah

Regulator, FAR). Rangkaian digital terdiri atas

dikuasai, dan juga mengadopsi referensi terbaru

dua

terkait permasalah yang ada

[3, 4, 5, 6, 7]

.

prosesor.

Prosesor

untuk

adalah [3]

mikrokontroler 8 bit digunakan

pertama (ATMEL)

yang

mengimplementasikan

algoritma yang sederhana. Prosesor kedua

Deskripsi AVR Dijital

berupa Pengolah Sinyal Digital (Digital Signal

Pada gambar 1 ditunjukkan diagram

Processor, DSP) dari Texas Instrument[4] yang

kotak kontroler tegangan dijital otomatik

digunakan

untuk

mengimplementasikan

(Automatic Voltage Regulator / AVR) yang

algoritma yang lebih kompleks.

dirancang bangun pada penelitian ini. Modul

Untuk menyalurkan sinyal analog dari

rangkaian utama sistem kontrol tegangan dijital

sistem ke dalam DSP digunakan ADC yang

ini adalah:

memiliki kisaran inputan 0 s.d. 3 V. Pada

1) Modul antar muka voltage setter 1 (VS1),

sistem AVR dijital ini, sinyal analog yang masuk ke DSP memiliki kisaran berbeda-beda

memakai mikrokontroler 8 bit. 2) Modul penjumlah voltage setter 2 (VS2),

diperlukan

memakai peranti lunak di DSP. 3) Modul rangkaian pendeteksi terminal

generator

(VD),

pengkondisi

sinyal

ADC.

tegangan

Sebaliknya,

memakai

analog dari DSP dipakai DAC sinyal PWM

rangkaian analog. 4) Regulator tegangan (VR), memakai peranti lunak di DSP. 5) Penguat penyesuai, memakai peranti lunak di DSP. 6) Modul regulator sudut penyalaan memakai rangkaian analog.

mencakup -10 s.d. 10 V, oleh karena itu untuk mengeluarkan tegangan

dengan level logika 0 - 3 V. Frekuensi PWM ≥ 2.5 kHz, signal-of-interest berupa sinusoid 50 Hz atau sinyal DC yang diperbaharui setiap 50 Hz. Oleh karenanya diperlukan pengkondisi sinyal DAC untuk memfilter input PWM dan menyesuaikan

tegangan

output

yang

diinginkan. Modul pemonitor kerja regulator sudut penyalaan menerima 6 kanal pulsa

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

64

keluaran modul regulator sudut penyalaan.

regulator sudut penyalaan. Jika deretan pulsa

Fungsi modul pemonitor ini adalah memonitor

tidak sesuai spesifikasi, maka modul pemonitor

deretan pulsa yang dikeluarkan oleh modul

akan mengaktifkan indikator kesalahan.

Gambar 1. Diagram kotak AVR digital yang dirancang bangun Pada bagian berikut akan dijelaskan

diperlukan. Opamp pertama (U1A) digunakan

perancangan peranti keras dan peranti lunak

sebagai unity-gain buffer, dapat dikonfigurasi

terkait pengkondisi sinyal ADC, pengkondisi

menjadi

sinyal DAC, modul VS1 dan modul pemonitor

inverting. Opamp kedua (U1B) digunakan

kerja regulator sudut penyalaan.

sebagai inverting unity-gain buffer, dengan

Pada gambar 2 ditunjukkan rangkaian antarmuka ADC DSP yang dirancang dengan menggunakan Operating Amplifier (Opamp)[7] sebagai komponen utama. Kisaran input lebih besar daripada kisaran output, sehingga gain diperlukan

berupa

inverting

maupun

non-

bias. Bias diperlukan untuk menggeser nilai nol

Perancangan Peranti Keras

yang

bersifat

redaman.

RS1

merupakan VR untuk mengatur redaman yang

dari sinyal input menjadi nilai nol untuk ADC (yaitu setengah dari full-scale). RS3 merupakan VR untuk mengatur nol ini. Opamp kedua bersifat inverting. Di setiap opamp digunakan kapasitor

umpan

meningkatkan

balik

kestabilan

(C2,

C3)

frekuensi

untuk tinggi.

Dengan pemasangan kapasitor ini gain pada

Rancang Bangun Modul Pengkondisi Sinyal & Antar Muka Untuk Kontroler Tegangan Dijital Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

65

frekuensi tinggi akan turun sampai ke nol,

DAC yang dirancang bangun. Bagian pertama

sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya

dari rangkaian ini adalah Sallen-Key 2nd-order

osilasi dan pengaruh derau.

low pass filter.

Pada gambar 3 ditunjukkan rangkaian dan nilai komponen modul pengkondisi sinyal

VCCA

Res1 5R6

R3

Res1 10K

C2

VEEA

Res1 5R6

R2

Res1 10K

C1 Cap 10n INA

RS1 GAIN R4 100K Res1 10K

C4 Cap 10n

4 3 2 1

3 2 1

JP1 Header 4

JP3 Header 3

C3

Cap 100pF

2

1

1

3

U1A NE5532P R5

6

Res1 10K

5

Cap 100pF

JP6 <--INV NON-->

7

2

VCCA

RS3 ZERO 10K

3 2 1

OUTA GND GND INA

V-

R17

R1

VGND V+

V+

U1B NE5532P R6 OUTA Res1 C5 1K Cap 100pF

Gambar 2. Rangkaian skematik pengkondisi sinyal ADC.

R10

Res1 39K

Res1 39K

-3dB frequency: 1/f = 2pi * R * C 39k - 47n --> 87 Hz

3 C10 Cap 47n

VGND V+

OUTB GND GND INB 4 3 2 1

3 2 1

V-

JP4 Header 3

1

1

2

NE5532P

R11

6

Res1 10K

5

Res1 10K

2

R8

C8

Cap 100pF 7

U3B NE5532P R12

2

Res1 10K

3

Res1 10K

Cap 100pF 1

1

C9

U3A NE5532P R13 Res1 10K

V+

JP2 Header 4

Cap 47n U2A

R15 Res1 5R6

R16 Res1 5R6

3 2 1

INB

R9

R7

RS2 GAIN 100K C7

C6

VCCB

VEEB

JP5 <-INV NON->

C12 Cap 10n

6 5

RS4 ZERO 10K

Cap 100pF 2

VCCB

7

U2B NE5532P R14 OUTB Res1 C11 1K Cap 100pF

VEEB C13 Cap 10n

Gambar 3. Rangkaian skematik pengkondisi sinyal DAC Bagian kedua dari pengkondisi sinyal merupakan

inverting

gain-block,

sebagai inverting unity-gain buffer, untuk

untuk

membalik polaritas sinyal. Opamp keempat

menaikkan range tegangan dari 0 s.d. 3 V

(U2B) digunakan untuk menggeser nilai zero

menjadi kisaran yang diinginkan. Gain diatur

dari sinyal. Input untuk opamp keempat (U2B)

pada resistor umpan balik RS2 yang merupakan

dapat dipilih menggunakan jumper JP5. Bila

VR/trimpot. Opamp ketiga (U3A) berfungsi

jumper terpasang pada 1-2, input dipilih dari

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

66

U3B (polaritas sinyal terbalik), sehingga

Digunakan clock dari oscillator crystal dengan

keseluruhan sistem menjadi non-inverting; dan

frekuensi

jika terpasang 2-3 terjadi sebaliknya.

perancangan ditunjukkan pada gambar 4.

Modul

VS1

dan

regulator sudut penyalaan dalam

mikrokontroler

modul

pemonitor

diimplementasikan Atmel

ATMega8.

Sedangkan

12.000 pada

MHz. gambar

Diagram 5

kotak

ditunjukkan

perancangan detil modul VS1 dan pemonitor regulator sudut penyalaan.

Gambar 4. Blok diagram modul VS1 dan pemonitor regulator sudut penyalaan C03

2 3

IC01-LM358A LM358N 1 1

Cap 470n

6

R01

R02

Res1 1K

Res1 1K

5

R16 RPot 50K

1 2

1 2 2 C07

1

Cap 22p

C06

X01 12MHz

J1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Header 9

IC04-TLP521A

Res1 4K7

R10

IC04-TLP521B

Res1 4K7

R11

PB0 (ICP) PB1 (OC1A) PB2 (SS/OC1B) PB3 (MOSI/OC2) PB4 (MISO) PB5 (SCK) PB6 (XTAL1/TOSC1) PB7 (XTAL2/TOSC2)

2 3 4 5 6 11 12 13

PC0 (ADC0) PC1 (ADC1) PC2 (ADC2) PC3 (ADC3) PC4 (ADC4/SDA) PC5 (ADC5/SCL) PC6 (RESET)

PD0 (RXD) PD1 (TXD) PD2 (INT0) PD3 (INT1) PD4 (XCK/T0) PD5 (T1) PD6 (AIN0) PD7 (AIN1)

VCC AVCC AREF GND GND

23 24 25 26 27 28 1

L-U L-V L-W L-X L-Y L-Z RST

VCC 7 20 21

R15 Res1 10K C09 Cap Pol1 1u/50V

22 8

IC05-TLP521B

Res1 4K7 IC06-TLP521A

Res1 4K7 IC06-TLP521B

Res1 4K7

JP01-ISP 2 4 6 8 10 ISP

1 3 5 7 9

MOSI RST SCK MISO

J5 9 8 7 6 5 4 3 2 1

PD MD ND HV+

Res1 82K/2W

J2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Header 9

Res1 82K/2W

R08 TLP521

VCC

U V W X Y Z VS1 DOWN4 X12D

R07 TLP521

R14

ATmega8-16PU

Res1 82K/2W

R06 TLP521

R13

Res1 82K/2W

R05 TLP521

VCC

Res1 82K/2W

R04

IC05-TLP521A

Res1 4K7

R12

HV+ R03

TLP521

C04 Cap 470n

IC03-MEGA8

14 PWM 15 16 MOSI 17 MISO 18 SCK 19 9 10

UP1 UP2 UP3 UP4 DOWN1 DOWN2 DOWN3 528 #27D

R09

TLP521

JP02-FAULT JP03-START

Cap 22p

VCC

IC01-LM358B LM358N 7 2

Res1 82K/2W

VCC

C01 Cap 100n

C02 Cap 100n

C05 Cap 100n

MD VCC

Header 9

Gambar 5. Rangkaian lengkap modul VS1 dan pemonitor sudut penyalaan Input dari regulator sudut penyalaan

transistor darlington open collector. Untuk

(pulsa UVW-XYZ) merupakan pulsa +86 volt

mengisolasi

yang tidak direferensi terhadap GND dari

optocoupler. Dari optocoupler, pulsa masuk ke

mikrokontroler

digunakan

Rancang Bangun Modul Pengkondisi Sinyal & Antar Muka Untuk Kontroler Tegangan Dijital Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

67

dalam mikrokontroler. Input ‘USE’ digunakan

pada AVR. Modul ADC digunakan untuk

untuk menyalakan modul pemonitor dan me-

membaca

reset bila terjadi fault. Output ‘FAULT’

pengesetan parameter kontrol pada AVR

memberikan sinyal kesalahan dari modul

digital. Selain itu, logika input dibaca untuk

pemonitor.

Jumper

USE_LEVEL

sinyal

masukan

analog

dan

dan

membedakan pemilihan mode kontrol yang

FAULT_LEVEL digunakan untuk memilih

dipakai dalam AVR digital. Masing-masing

antara active low atau active high.

blok penyusun AVR digital dijalankan menurut

Bagian VS1 terdiri atas input ‘RAISE’

urutan

yang

telah

ditentukan.

Keluaran

dan ‘LOWER’, serta output PWM. Input

program berupa sinyal PWM. Sinyal PWM

‘RAISE’ dan ‘LOWER’ merupakan input dari

digunakan sebagai sinyal masukan bagi modul

penekanan tombol oleh operator, bersifat

DAC.

active-low. DAC pada VS1 diimplementasikan dengan PWM (5,69 Hz) yang dimasukkan ke dalam filter low-pass [6, 7]. low-pass

Filter

diimplementasikan

dengan opamp dalam bentuk Sallen-Key dengan frekuensi cutoff 8.6 Hz. Kisaran tegangan

output

menggunakan

dapat

trimpot/VR

di-trim

dengan

pada

rangkaian

lunak

dilakukan

opamp. Pembuatan Piranti Lunak Pembuatan

piranti

dengan menggunakan Code Composer Studio untuk DSP dan CodeVision AVR untuk mikro kontroler. Modul dalam DSP yang digunakan adalah modul ADC, modul GPIO, dan modul PWM. Sedangkan modul yang digunakan dalam mikrokontroller adalah modul ADC, modul Timer, modul GPIO, dan modul PWM. Diagram alir program AVR dijital

Gambar 6. Diagram alir program AVR digital di dalam DSP Diagram alir program modul VS1 dan

di

modul pemonitor regulator sudut penyalaan di

dalam DSP ditunjukkan pada gambar 6.

dalam mikrokontroler ditunjukkan pada gambar

Variabel yang diinisialisasi adalah variabel

7. Main loop digunakan untuk mengirim sinyal

untuk hasil pembacaan ADC, siklus tugas

fault dengan memeriksa dua flag yaitu deficient

modul PWM, kondisi logika input/output, dan

dan too long. Program Voltage Setter (1)

variabel untuk penghitungan algoritma kontrol

dijalankan pada timer1_ovf_isr() setiap 21.8

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

68

ms.

Program FARMON dijalankan pada

timer2_comp_isr() setiap 33.3 μs. Operator

menaikkan

dimasukkan ke dalam FAR_buff, kemudian dipisah menjadi FAR_uvw dan FAR_xyz.

nilai

tegangan

Semua variabel diset pada mode static,

referensi dengan cara menekan secara terus

sehingga

menerus tombol “RAISE”, dan menurunkan

pemanggilan

nilai tegangan referensi dengan cara menekan

dijalankan setiap Timer/Counter2 Compare

secara terus menerus tombol “LOWER”. Ada 3

Interrupt. Di sini dipakai prescaler 8 dan

kondisi yang diproses di dalam software yaitu:

OCR2 = 49, sehingga interrupt terjadi setiap

(1) jika “RAISE” ditekan dan sebelumnya

33.3ms .

“LOWER” tidak ditekan, maka naikkan nilai 68

nilainya

dipertahankan

ISR

Spesifikasi

berikutnya.

sinyal

untuk Program

regulator

sudut

tegangan referensi, (2) jika “LOWER” ditekan

penyalaan bila

dan sebelumnya “RAISE” tidak ditekan maka

interrupt

turunkan nilai tegangan referensi, (3) jika

count_xyz) ditunjukkan pada Tabel 1. Pada

“RAISE” dan “LOWER” tidak ditekan maka

program pemonitor regulator sudut penyalaan

nilai

tegangan

terjadi

(count_uvw

dan

tetap.

Tegangan

ada dua parameter (konstanta) yang digunakan

setiap

174.4ms

yaitu def dan too. def menyatakan jarak antar

menggunakan

pulsa maksimum agar tidak fault, sedangkan

Timer/Counter0 over flow interrupt. Sinyal

too menyatakan panjang pulsa maksimum agar

keluaran VS1 berupa PWM yang diubah

tidak fault. Kedua parameter ini dinyatakan

menjadi sinyal analog oleh pengkondisi sinyal

dalam

DAC.

pengujian sesuai dengan input dari rangkaian

referensi (5,734Hz)

referensi

yang

dinyatakan dalam jumlah

diperbaharui dengan

counts

dan

di-trim

pada

bagian

Program untuk pemonitor regulator sudut

pemonitor. Dari hasil pengujian penalaan

penyalaan memeriksa masukan urutan pulsa

diperoleh nilai rancangan sebagai berikut: def =

UVW dan XYZ masing-masing dalam dua IF

117 = 3896.1 μs = 70°; too = 25 = 832.5 μs =

yang saling bebas. Pertama-tama nilai PIN

15°.

Gambar 7. Diagram alir VS1 dan pemonitor regulator sudut penyalaan

Rancang Bangun Modul Pengkondisi Sinyal & Antar Muka Untuk Kontroler Tegangan Dijital Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

69

Tabel 1. Spesifikasi sinyal regulator sudut penyalaan Spesifikasi

Fase

Pada f=50 Hz

Dengan resolusi 33.3μs

Jarak antar pulsa

60°

3.33ms

100 count

Lebar pulsa minimum

10°

555.6μs

17 count

Lebar pulsa maksimum

15°

833.3μs

25 count

Hasil Rancang Bangun

bertujuan untuk mengecek fungsi semua modul

Pada gambar 8 ditunjukkan photo PCB

rangkaian yang telah dirancang bangun. Pada

pengkondisi sinyal ADC (sebelah kiri) dan

makalah ini dilaporkan hasil eksperimen

pengkondisi sinyal DAC (sebelah kanan) yang

sebagai berikut:

telah buat.

a. Modul pengkondisi sinyal ADC. b. Modul pengkondisi sinuyal DAC. c. Modul VS1 (rangkaian pengeset tegangan referensi). d. Modul

Gambar 8. Pengkondisi sinyal ADC dan pengkondisi sinyal DAC yang telah dibuat Pada gambar 9 ditunjukkan photo PCB modul antar

muka

VS1

dan

pemonitor

regulator sudut penyalaan yang telah dibuat.

pemonitor

regulator

sudut

penyalaan. Pengujian pengkondisi sinyal ADC pada sinyal

keluaran

pendeteksi

tegangan

ditunjukkan pada gambar 11. Dimana terlihat bahwa sinyal keluaran tidak menunjukkan adanya

riak

frekuensi

sinyal

AC

dan

mempunyai level tegangan sesuai dengan masukan DSP, yaitu sebesar 2,73V (kurang dari tegangan maksimum untuk ADC DSP Gambar 9. Modul VS1 dan pemonitor regulator

sebesar 3V).

sudut penyalaan yang telah dibuat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada gambar 10 ditunjukkan photo perangkat uji coba saat eksperimen dilakukan. Di

bawah

ini

ditunjukkan

hasil-hasil

eksperimen dan pembahasannya. Pada semua gambar hasil eksperimen, sumbu horisontal menunjukan

waktu

dan

sumbu

vertikal

menunjukkan sinyal pengukuran. Eksperimen

Gambar 10. Perangkat eksperimen

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

70

x=79,77ms,o=7929µs,xo=-71,84ms o

V 20

x

16 12

menggunakan resistor 8 kΩ dan kapasitor 47nF.

8 4 0

V 10

-4

8 6

-8

4

-12

2 0

-16 0

10

20

30

40

50 60 07Jul2010 10:49

70

80

90

-2

-20 100 ms

-4 -6 -8

(a). Sinyal keluaran pendeteksi tegangan

0

1

2

3

4

5 07Jul2010 11:15

6

7

8

-10 10 ms

9

(a)Siklus tugas 0% V 5

x=79,77ms,o=7929µs,xo=-71,84ms o

x

4

x=297,7µs,o=197,4µs,xo=-100,3µs o

V 10

x

3

8 6

2

4

1

2 0

0

-2

-1

-4 -6

-2

-8

-3

0,1

0,2

0,3

0,4

-4 0

10

20

30

40

50 60 07Jul2010 10:50

70

80

90

-5 100 ms

0,5 0,6 07Jul2010 11:24

0,7

0,8

-10 1,0 ms

0,9

(b)Siklus tugas 25%

(b).Sinyal keluaran pengkondisi sinyal ADC

x=390,1µs,o=789,8µs,xo=399,6µs x

V 10

o

Gambar 11. Hasil eksperimen pengkondisi

8 6

sinyal ADC

4 2 0 -2 -4 -6

Hasil pengujian pengkondisi sinyal DAC

-8 0,1

ditunjukkan pada gambar 12 sampai dengan

0,2

0,3

0,4

0,5 0,6 07Jul2010 11:17

0,7

0,8

0,9

-10 1,0 ms

(c)Siklus tugas 50%

gambar 14. Pada gambar 12 ditunjukkan sinyal PWM masing-masing dengan nilai siklus tugas:

V 10

x=568,4µs,o=269,1µs,xo=-299,3µs

(a)0%, (b)25%, (c)50%, (d)75%, dan (e)100%.

o

x

8 6

Pada gambar 13 ditunjukkan sinyal keluaran

4 2 0

pengkondisi sinyal DAC saat diberi masukan

-2 -4 -6

sinyal PWM masing-masing sesuai dengan

-8 0,1

0,2

gambar 12. Dari hasil ini disimpulan bahwa

0,3

0,4

0,5 0,6 07Jul2010 11:22

0,7

0,8

0,9

-10 1,0 ms

(d)Siklus tugas 75%

pengkondisi sinyal DAC berfungsi dengan baik. Pada gambar 14 ditunjukkan sinyal

V 10

keluaran saat siklus tugas PWM berubah-ubah

8 6

terhadap waktu. Frekuensi cut off penapis yang

4

digunakan adalah 423 Hz, dibuat dengan

-2

2 0

-4 -6 -8 0

1

2

3

4

5 07Jul2010 11:16

6

7

8

9

-10 10 ms

Rancang Bangun Modul Pengkondisi Sinyal & Antar Muka Untuk Kontroler Tegangan Dijital Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

71

(e)Siklus tugas 100%

V 10

Gambar 12. Sinyal PWM dengan siklus tugas:

6

0%, 25%, 50%, 75% dan 100%.

0

8

4 2

-2 -4 -6 -8 V 10

0

1

2

3

4

5 07Jul2010 11:16

6

7

8

9

-10 10 ms

8

(e)Siklus tugas 100%

6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 0

1

2

3

4

5 07Jul2010 11:13

6

7

8

9

Gambar 13. Keluaran pengkondisi sinyal DAC untuk PWM dengan siklus tugas: 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%.

-10 10 ms

(a)Siklus tugas 0%

Uji coba di laboratorium terhadap modul VS1 V 10

x=568,4µs,o=269,1µs,xo=-299,3µs o

x

8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 0,1

0,2

0,3

0,4

0,5 0,6 07Jul2010 11:24

0,7

0,8

0,9

-10 1,0 ms

(b)Siklus tugas 25%

dilakukan

untuk

mengecek

fungsi

pengesetan oleh operator dari 0 sampai 30%. Pada gambar 15 ditunjukkan hasil uji coba laboratorium modul VS1 yang telah dibuat. Nilai tegangan referensi diatur oleh operator dengan cara menekan tombol naik dan tombol turun serta tombol reset. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa operator dapat menurunkan nilai

V 10

x=390,1µs,o=789,8µs,xo=399,6µs x

o

8 6 4 2 0 -2 -4

referensi sampai batas minimal 0 Volt dan dapat menaikkan nilai referensi sampai batas maksimal 2,73 Volt (setara 30%).

-6 -8 0,1

0,2

0,3

0,4

0,5 0,6 07Jul2010 11:19

0,7

0,8

0,9

-10 1,0 ms

pengukuran

(c)Siklus tugas 50% V 10

o

8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 0,1

0,2

0,3

0,4

0,5 0,6 07Jul2010 11:21

0,7

0,8

(d)Siklus tugas 75%

gambar

16 ditunjukkan hasil

sinyal

pada

regulator

sudut

penyalaan kanal U. Garis abu-abu adalah sinyal

x=390,1µs,o=789,8µs,xo=399,6µs x

Pada

0,9

-10 1,0 ms

kontrol, garis merah adalah sinyal gergaji, dan garis biru adalah pulsa keluaran. Pada gambar ini tercatat pulsa pertama menyala saat sudut 45 derajat listrik, lebar pulsa 15 derajat listrik, jarak antara pulsa pertama dan pulsa kedua 60 derajat, dan jarak antara pulsa pertama siklus pertama dan siklus berikutnya adalah 360 derajat listrik. Keluaran

regulator

sudut

penyalaan

sebanyak 6 kanal (U,V,W,X,Y,Z) secara paralel dikirim ke rangkaian trasnformer pulsa

72

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

dan ke modul pemonitor. Transformer pulsa

regulator sudut penyalaan dan mengeluarkan

menyalurkan pulsa penyalaan ke gerbang

sinyal peringatan jika terjadi ketidak normalan

thyristor pada masing-masing thyristor di

(misalnya ada pulsa yang terlalu lebar atau ada

jembatan thyristor. Modul pemonitor berfungsi

pulsa yang hilang).

memonitor pulsa yang dihasilkan oleh modul x=88,53ms,o=54,77ms,xo=-33,75ms o

V 5

x

4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 0

20

40

60

80

100 120 16Jul2010 14:41

140

160

180

-5 200 ms

Gambar 14. Keluaran pengkondisi sinyal DAC dengan siklus tugas PWM bervariasi

Gambar 15. Keluaran modul VS1

Rancang Bangun Modul Pengkondisi Sinyal & Antar Muka Untuk Kontroler Tegangan Dijital Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

73

Gambar 18. Deteksi pulsa terlalu panjang pada Gambar 16. Sinyal pada modul regulator sudut

modul pemonitor

penyalaan Pada gambar 17, 18, dan 19 ditunjukkan hasil eksperimen fungsi modul pemonitor yang telah dibuat. Pada gambar 17 ditunjukkan hasil eksperimen saat lebar pulsa yang dikeluarkan oleh modul regulator sudut penyalaan dalam kondisi normal. Garis merah menunjukkan pulsa keluaran modul regulator sudut penyalaan

Gambar 19. Deteksi pulsa hilang pada modul

dan garis biru menunjukkan status operasi

pemonitor.

dalam keadaan normal (high).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil eksperimen pada penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Modul pengkondisi sinyal ADC yang telah dirancang bangun dapat bekerja dengan Gambar 17. Deteksi pulsa normal pada modul

baik. Sinyal keluaran modul ADC tidak

pemonitor

menunjukkan adanya riak frekuensi sinyal

Pada

gambar

18

dan

gambar

19

ditunjukkan hasil eksperimen pulsa keluaran abnormal. Garis merah menunjukkan bentuk pulsa sedangkan garis biru menunjukkan status operasi. Pada gambar 18, saat pulsa terlalu panjang maka status berubah dari normal (high) menjadi abnormal (low). Sedangkan pada gambar 19, saat pulsa hilang (terlalu pendek) maka status berubah dari normal (high) menjadi ab-normal (low).

AC dan mempunyai level tegangan sebesar 2,73V yang sesuai dengan DSP (kurang dari tegangan maksimum untuk ADC DSP sebesar 3V) b. Modul pengkondisi sinyal DAC yang dicirikan oleh Low Pass Filter Sallen-Key orde 2 dengan nilai resistor 8 kΩ dan kapasitor 47nF mampu memproses sinyal keluaran

PWM

dari

modul

pengeset

tegangan di dalam mikrokontroler dengan

74

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 10 No. 1 Juni 2011 : 61 - 74

signal-of-interest berupa sinyal arus searah

Daya Mineral Nomor 3 Tahun 2007,

yang diperbaharui setiap 50Hz.

Jakarta, 29 Januari.

c. Modul antar muka pengeset tegangan

[2] Estiko Rijanto, 2009, Rancang Bangun

referensi dapat bekerja menaikan dan

Kontroler

menurunkan tegangan pada kisaran 0 V s.d.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

2,73 V sesuai perintah operator.

dengan Generator Sinkron 3 Fasa Kapasitas

d. Modul pemonitor pulsa keluaran regulator sudut penyalaan dapat bekerja dengan baik

Tegangan

Analog

untuk

9MVA, jurnal INKOM, pp.72-85, Vol.3, No.1-2, ISSN: 1979-8059.

peringatan:

[3] Atmel Corporation, 2007, 8-bit AVR with

normal, pulsa terlalu panjang, dan pulsa

8K bytes In-System Programmable Flash,

terlalu pendek,

ATMega8/ATMega8L

dan

mengeluarkan

sinyal

sesuai spesifikasi: lebar

pulsa maksimum 15° dan jarak antar pulsa

Datasheet

rev.

2486S - 08/07. [4] Texas Instrument, 2009, “TMS320F28235,

maksimum 70°. Kesimpulan akhir makalah ini adalah

TMS320F28234, TMS320F28232 Digital

bahwa modul pengkondisi sinyal ADC dan

Signal Controllers (DSCs) Data Manual,

DAC yang dibuat memakai rangkaian analog,

Literature Number: SPRS439F, Texas

serta antar muka pengeset tegangan referensi

Instrument, www.ti.com, ( Diakses April).

operator dan modul pemonitor pulsa regulator sudut

penyalaan

yang

dibuat

memakai

mikrokontroler 8 bit dapat bekerja dengan baik.

[5] National Semiconductor, 2002, Op Amp Circuit Collection, National Semicondutor Application Note 31, September.

Oleh karena itu modul-modul yang telah dibuat

[6] David M. Alter, 2008, Using PWM Output

tersebut dapat digunakan untuk rancang bangun

as a Digital-to-Analog Converter on

kontroler tegangan dijital berbasis DSP yang

TMS320F280x Digital Signal Controller,

dipakai pada PLTA sesuai tujuan penelitian ini.

Texas

Instruments

Application Report

SPRAA88A, September.

Saran Disarankan agar hasil ini diaplikasikan pada pembuatan kontroler tegangan dijital berbasis DSP untuk PLTA yang menjadi tujuan penelitian ini. DAFTAR ACUAN [1] Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 2007, Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali, Peraturan Menteri Energi dan Sumber

[7] Thomas Kugelstadt, Active Filter Design Technique, Texas Instruments Literature Number SLOA088.

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

ISSN 1978-2365

RANCANG BANGUN REGULATOR TEGANGAN MANUAL DENGAN FITUR INTERLOCK UNTUK PLTA KAPASITAS 9MVA DESIGN OF MANUAL VOLTAGE REGULATOR WITH INTERLOCK FEATURE FOR 9 MVA HEPP Estiko Rijanto Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (Puslit TELIMEK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl.Cisitu No.21/154D, Tel.022-2503055, Bandung 40135 [email protected]

ABSTRAK Beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Indonesia yang telah dioperasikan lebih dari satu dekade masih memakai kontroler tegangan analog yang diimpor dari luar negeri. Berhentinya produksi kontroler tersebut mengancam kesinambungan operasi PLTA yang bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun sebuah unit regulator tegangan manual (manual voltage regulator: MVR) yang memiliki fitur interlock menggunakan rangkaian elektronik analog untuk sistem eksitasi statik pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 9MVA. Fungsi interlock ini adalah untuk memuluskan perubahan mode operasi dari mode otomatik memakai automatic voltage regulator (AVR) ke mode manual memakai MVR atau sebaliknya. Kontroler ini tersusun oleh beberapa modul utama yaitu: (a) pengeset arus medan, (b) sensor arus medan, (c) regulator arus medan, (d) penguat penyesuai, (e) unit gerbang penyalaan jembatan thyristor, (f) pemonitor pulsa dan (g) rangkaian interlock. Unit MVR analog hasil rancang bangun telah diujicoba pada eksperimen simulasi dan dapat bekerja dengan baik memenuhi spesifikasi. Kata Kunci: PLTA, regulator tegangan manual, regulator arus medan, interlock. ABSTRACT Some hydro electrical power plants (HEPP) which have been operated in Indonesia for more than one decade still use analog voltage controllers imported from abroad. Production discontinuity of such controllers threatens those hydro electrical power generation plants’ operation. The aim of this paper is to develop a manual voltage regulator (MVR) using analog electronic circuit for static excitation system used in power generation plants with capacity of 9MVA. The developed analog manual voltage regulator consists of some main electronic modules such as: (a) reference current setter, (b) field current sensor, (c) field current regulator, (d) matching amplifier, (e) gate unit, (f) pulse monitoring and (g) interlock circuit. The developed manual voltage regulator has been tested using experimental simulator and it is proved working well satisfying the specification. Keywords:

HEPP,

manual

voltage

regulator,

field

current

Diterima redaksi : 16 Januari 2012, dinyatakan layak muat : 30 Mei 2012

regulator,

interlock.

11

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

PENDAHULUAN

sistem eksitasi statik biasanya mensyaratkan

Latar Belakang

full/semi full upgrade sistem eksitasinya yang

Energi listrik perlu dipasok dengan daya

mungkin

memerlukan

biaya

mahal

dan

listrik sesuai dengan kebutuhan dan dengan

menuntut perubahan kebiasaan kerja operator

mutu listrik yang memadai agar tidak merusak

dan tenaga pemeliharaan. Oleh karenanya,

peralatan listrik. Mutu listrik ditentukan oleh

penggunaan kontroler tegangan analog yang

dua variabel penting yaitu frekuensi listrik yang

mempertahankan konfigurasi awal tanpa harus

stabil dan tegangan listrik yang stabil pada nilai

melakukan full/semi full upgrade kadang kala

nominalnya. Di Indonesia, spesifikasi frekuensi

masih menjadi pilihan yang lebih rasional.

dalam keadaan normal adalah tidak kurang dari

Pada prakteknya di sebuah PLTA perlu

49,5 Hz dan tidak lebih dari 50,5Hz, sedangkan

dipasang MVR dan AVR bersamaan dimana

spesifikasi tegangan listrik misalnya untuk

MVR berfungsi sebagai cadangan dengan satus

jaringan nominal 20kV adalah +5% dan -10%,

“siap siaga”. Jika tiba-tiba terjadikegagalan

seperti ditentukan di dalam Peraturan Menteri

operasi kartu AVR maka kartu MVR dapat

Energi dan Sumber Daya Mineral tahun

mengambil

alih

operasi

dengan

mulus.

2007 . Untuk memenuhi standar yang ada,

Sebaliknya perubahan mode operasi dari kartu

pada setiap pembangkit listrik diperlukan

MVR ke kartu AVR juga harus berjalan mulus.

kontrol frekuensi dan kontrol tegangan.

Untuk menjamin kemulusan perubahan mode

[1]

Pembangkit listrik di Indonesia yang dibangun akhir-akhir ini sudah memakai sistem

operasi antara “mode otomatik” dan “mode manual” diperlukan fitur interlock.

eksitasi statik dengan teknologi dijital pada sistem kontrol tegangannya. Beberapa kontroler tegangan

dijital

yang

tersedia

di

pasar

internasional misalnya produk-produk dari Basler

[2][3]

, ABB

[6]

[4]

, VA Tech GmbH [7]

[5]

,

Tujuan Tujuan

makalah

ini

adalah

untuk

melaporkan rancang bangun regulator tegangan manual memakai rangkaian analog untuk PLTA yang menggunakan generator sinkron 3

[8]

Alstom , GE Energy , dan Hitachi . Namun, banyak PLTA di Indonesia yang

fasa. Regulator tegangan manual ini dirancang

dibangun lebih dari satu dasa warsa lalu masih

bangun agar memiliki fungsi dan spesifikasi

beroperasi

sesuai kebutuhan. Fungsi dan spesifikasi dicek

menggunakan teknologi analog

untuk sistem kontrol tegangannya yang diimpor

melalui ujicoba di laboratorium.

dari luar negeri. Berhentinya produksi kontroler

Kemampuan rancang bangun dalam

tegangan tersebut di luar negeri mengancam

negeri perlu ditingkatkan untuk meningkatkan

kesinambungan

kemandirian teknologi kelistrikan nasional.

bersangkutan

operasi

PLTA

yang

[9][10]

.

Mengganti kontroler tegangan analog tersebut menjadi kontroler tegangan dijital pada 12

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

METODOLOGI

Jembatan

Objek Penelitian

memiliki 2 kuadran karena tegangan lilitan

thyristor

gelombang

penuh

ini

Objek dari penelitian ini adalah regulator

medan dapat bergerak ke arah positif dan ke

tegangan terminal generator yang memakai

arah negatif yang memungkinkan gerakan

sistem eksitasi statik. Generator yang dikontrol

tegangan terminal generator cepat. Untuk

teganganya berupa generator sinkron (GS)

jembatan thyristor gelombang penuh, tegangan

8889 kVA, 6,3kV/50Hz. Perputaran 500 rpm,

lilitan medan diberikan oleh persamaan (1)

jumlah kutub 12 dan faktor daya 0,9.

Dimana:

yang mulai beroperasi pada tahun 1995 dan

E f : Tegangan lilitan medan (Volt)

teknologi

kontroler tegangannya

akhir

1980-an

untuk

[9][10]

.

Sebuah trafo daya berkapasitas 120 kVA dipakai untuk menurunkan tegangan keluaran

.

(1)

�� = 1,35�� cos (�)

Generator ini digunakan pada sebuah PLTM memakai

[12]

ES : Tegangan RMS line to line lilitan sekunder transformer eksitasi (Volt).

a : sudut penyalaan (Radian).

dilewatkan melalui lilitan reaktor pada masing-

Tegangan lilitan medan �� dapat dikontrol

masing

jembatan thyristor gelombang penuh.

GS dari 6,3 kV ke 100 V. Tegangan AC ini ke

dengan mengatur nilai sudut penyalaan � pada

jembatan thyristor sebagai sumber daya AC.

Setelah melalui transformasi koordinat

fasanya

sebelum

dimasukkan

transform

memakai

tegangan keluaran GS dari 6,3/ 3 kV ke 100/

linearisasi model dinamika memakai metoda

3 V. Tegangan ini dimasukkan ke regulator

Taylor’s expansion, diperoleh fungsi alih dari

tegangan manual untuk digunakan sebagai sinyal sinkronisasi bagi pengaturan pulsa Sebuah current transformer (CT) dipakai mengukur

Transformer

dan

ke tegangan

tegangan lilitan medan ��

terminal generator sinkron tiga fasa �� seperti

pada persamaan (2) [13].

penyalaan thyristor. untuk

metoda

Park’s

Tiga buah trafo digunakan untuk menurunkan

arus

lilitan

medan.

ini

memiliki

instrumentasi

spesifikasi 1000A/1A. Sinyal dari CT ini dibaca oleh rangkaian sensor arus medan untuk dipakai sebagai sinyal umpan balik oleh MVR.

���

���

� � ����� ��������

� = �� ��

��

� ��

��

� ��

� ����

(2)

Sebuah regulator tegangan otomatik (AVR : automatic voltage regulator) dapat dirancang bangun dengan mengukur sinyal tegangan terminal generator sebagai sinyal umpan balik, dan mengatur nilai tengangan lilitan medan untuk mengontrol generator agar

Rancang Bangun MVRl. Pada penelitian ini digunakan jembatan

sesuai dengan nilai yang diinginkan[14][15].

thyristor gelombang penuh yang menggunakan 6

buah

thyristor

sebagai

penyearah[11].

13

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

Sebuah regulator tegangan manual (MVR:

manual

voltage

regulator)

perlu

dirancang bangun agar sistem dapat juga dioperasikan secara manual. MVR membaca arus lilitan medan sebagai sinyal umpan balik dan mengatur sudut penyalaan thyristor untuk mengontrol tegangan lilitan medan. Hubungan arus lilitan medan dan tegangan lilitan medan diberikan oleh fungsi alih pada persamaan (3). �� (�)

�� (�)

=�



(3)

� ����

Dari (2) dan (3) dapat dilihat bahwa dengan

Gambar 1 menunjukkan diagram kotak sistem kontrol tegangan memakai MVR pada

nilai

listrik �� ke lilitan medan generator sinkron

(LMGS).

Arus

lilitan

medan

dimonitor

memakai sensor arus medan (SAM) yang mengkonversi arus lilitan medan �� (Ampere) ke sinyal umpan balik arus ��� (Volt). Pengeset

arus medan (PAM) mengkonversi nilai arus lilitan medan yang dimasukkan oleh operator ��

(Ampere) menjadi sinyal arus referensi ��

(Volt). Tabel 1 menunjukkan spesifikasi nilai sinyal

untuk perancangan sistem kontrol

memakai MVR pada makalah ini. Tabel 1. Spesifikasi nilai sinyal. α

��



�∗

Ket. �� maks.

(Rad.)

(V)

(V)

(V)

0

1,35��

0

-10

0

-5

0

-1,35��

-10

10

Π a

menentukan

sinkron (GS) dengan cara mengalirkan arus

0,5π

makalah ini.

yang

tegangan terminal �� (Volt) dari generator

mengontrol arus lilitan medan maka tegangan terminal generator dapat dikontrol.

�� (Volt)

medan

�� nol

�� min.

Fungsi alih sensor arus medan diberikan oleh persamaan (4).

Gambar 1. Sistem kontrol memakai MVR. Penguat penyesuai (PP) menyesuaikan level sinyal kontrol � ∗ (Volt) keluaran Field

Current Regulator (FCR) agar dapat diproses

oleh unit gerbang (UG). Unit gerbang merubah sinyal kontrol � (Volt) menjadi informasi sudut

penyalaan α (Radian) relatif terhadap sinyal sinkronisasi yang berasal dari jaringan untuk menyalakan thyristor pada jembatan thyristor (JT). Keluaran JT berupa tegangan lilitan 14

��� (�) =

��� (�) �� (�)

�,���

= �����

(4)

Dimana: � melambangkan gain sensor arus dan �� melambangkan konstanta waktu rangkaian filter pada sensor arus.

Pada makalah ini FCR diberikan oleh

fungsi alih pada persamaan (5). ��� (�) =

�∗(�) �(�)

= ��� + �����(�)

(5)

Dimana: �� adalah gain proporsional, ��

adalah gain integral, dan � (Volt) adalah nilai selisih antara �� dan ��� .

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

Dari persamaan (1), (3), (4) dan (5),

fungsi alih dari sinyal referensi arus ke

dengan asumsi konstanta waktu rangkaian filter

tegangan lilitan medan generator sinkron

sensor arus relatif kecil dan memperhatikan

seperti pada persamaan (6).

spesifikasi nilai � pada tabel 1, maka diperoleh

(6)

�� (�) ��

= (�)

��

��,����� ����� � � ���� ������� ������� �

� � ���

� ��,����� �,����� ���(�,����� �� �,���)

Modul rangkaian PAM, SAM, FCR, PP dan UG dibuat dalam sebuah kartu elektronik dan untuk kemudahan penamaan kartu tersebut dipanggil kartu MVR. Pada prakteknya kartu MVR dipasang bersamaan dengan kartu AVR di sebuah PLTA sebagai cadangan dengan status “siap siaga”. Jika tiba-tiba terjadi kegagalan operasi kartu AVR maka kartu MVR dapat mengambil alih operasi dengan mulus.

Gambar 2. Diagram kotak MVR dengan Interlock.

Sebaliknya perubahan mode operasi dari kartu MVR ke kartu AVR juga harus berjalan mulus. Untuk menjamin kemulusan perubahan

Pada saat sistem dioperasikan pada “mode manual”, status sinyal keluaran AND dari Interlock selalu Low (“L”),

Manual

mode operasi antara “mode otomatik” dan

setelah melalui inverter menjadi High (“H”),

“mode manual”, pada kartu MVR ditambahkan

sehingga modul pengeset arus medan (PAM)

sebuah

modul

interlock.

Gambar

2

menunjukkan diagram kotak kartu MVR

dapat

memproses

nilai

referensi

yang

dimasukkan oleh operator dan mengeluarkan sinyal referensi arus �� ke modul regulator arus

dilengkapi dengan modul interlcok. Untuk

medan (FCR). Modul regulator arus medan

memonitor fungsi kartu MVR dilengkapi

juga menerima sinyal arus medan ��� dari

dengan modul pemonitor pulsa keluaran unit

modul pendeteksi arus medan (SAM) yang berasal dari sensor

arus

gerbang UGMon. Jika kartu MVR berfungsi

interlock

sinyal

normal maka UGMon mengeluarkan sinyal Low (“L”) dan jika tidak normal maka UGMon

pendeteksi tegangan �� di AVR sebagai sinyal

mengeluarkan sinyal High (“H”) ke indikator.

yang dikirim ke modul pengeset tegangan di

menerima

medan.

Modul

dari

modul

referensi tegangan dan sinyal dari modul pengeset tegangan ��, dan memproduksi pulsa 15

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

ditekan (”H”), counter akan menghitung

AVR untuk menurunkan dan menaikkan tegangan �� agar diperoleh �� = �� . Dengan

cara demikian perubahan dari mode manual ke

jumlah pulsa naik dari generator pusla.

[Kasus operator menurunkan nilai referensi:] Jika kanal inputan turun dari interlock ”L”

mode otomatik dapat berjalan mulus.

dan jika pembatas bawah lebih dari 0

Pada saat sistem dioperasikan pada

maka: jika kanal inputan turun dari

“mode otomatik”, tegangan terminal generator

operator ditekan (”H”), counter akan

dikontrol oleh kartu AVR sedangkan modul-

menghitung

modul pada kartu MVR yang efektif bekerja adalah PAM, SAM dan Interlock. Sinyal yang masuk ke PAM dari antar muka operator dipull-up agar

selalu High (“H”).

sebagai sinyal referensi arus dan sinyal �� dari PAM. Modul Interlock memproduksi pulsa sehingga keluaran AND Manual dari Interlock

pulsa

turun

dari

1024 = 22 ,8 Hz 45 detik

Modul

interlock menerima sinyal ��� dari modul SAM

jumlah

generator pulsa.

{ {

yang masuk ke PAM berupa pulsa untuk menurunkan

atau

menaikkan

�� secara

(a) Modul antar muka

otomatik agar diperoleh �� = ��� . Dengan cara demikian perubahan dari mode otomatik ke mode manual dapat berjalan mulus.

Modul rangkaian PAM tersusun oleh modul antar muka dan modul penjumlah seperti diilustrasikan pada gambar 3. Modul antar muka memiliki generator pulsa, 2 kanal inputan dari operator (naik dan turun), 2 kanal inputan dari interlock (naik dan turun), pembatas atas, (b) Modul penjumlah.

pembatas bawah, rangkaian sintesa logika

Gambar 3. Ilustrasi rangkaian PAM.

sinyal (inputan, generator pulsa, pembatas), reversible counter 10 bit, dan D/A converter 10 bit. Modul antar muka bekerja dengan logika

Kecepatan naik atau turunnya nilai referensi

sebagai berikut.

dapat

[Kasus operator menaikkan nilai referensi:]

generator pulsa. Misalnya: diinginkan nilai

16

diatur

dengan

mengatur

frekuensi

Jika kanal inputan naik dari interlock ”L”

referensi naik dari 0 sampai 1024 selama 45

dan jika pembatas atas kurang dari 1024

detik, maka frekuensi generator pulsa diset agar

maka: jika kanal inputan naik dari operator

22,8 Hz. Sinyal dijital keluaran counter

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

dikonversi oleh D/A converter menjadi sinyal

modul penguat penyesuai. Sebagai contoh

analog 0 sampai -10 (V).

sinyal

Modul

penjumlah

menerima

sinyal

analog referensi operator dari modul antar muka lalu menjumlahkannya dengan sinyal

keluaran

modul

FCR

dibatasi



−6,7(�) ≤ � ≤ 6,7(�).

referensi dasar. Nilai tegangan referensi total berkisar 0V sampai dengan 10V. Modul rangkaian SAM tersusun oleh current transformer (CT), penyearah, dan pengkondisi sinyal. Rangkaian ini dibuat agar memenuhi

persamaan

(4).

Gambar

4

menunjukkan rangkaian SAM. Gambar 5. Rangkaian FCR. Pada saat sistem beroperasi pada mode manual,

sinyal

dari

AVR

terputus

dan

rangkaian algoritma menerima sinyal �� dan ��� untuk diproses dan dikeluarkan sebagai

sinyal �∗ . Gain proporsional dan gain integral

Gambar 4. Rangkaian SAM.

dapat

Modul rangkaian regulator arus medan FCR merupakan modul yang merealisasikan persamaan (5).

Seperti ditunjukkan pada

gambar 5, modul ini memiliki 3 bagian yaitu: (1)bagian penjumlahan, (2) bagian algoritma, dan (3) bagian pembatas nilai sinyal keluaran. Bagian penjumlahan menerima sinyal referensi arus medan dan sinyal umpan balik dari rangkaian pendeteksi arus medan kemudian menghitung selisih antara dua sinyal tersebut. Sinyal selisih ini diproses memakai rangkaian algoritma

kontrol

umpan

balik

untuk

menghitung sinyal kontrol yang dikeluarkan ke

diatur

masing-masing

memakai

potensiometer ��. Pembatas atas (6,7 (V)) dan pembatas bawah (-6,7 (V)) masing-masing dapat diatur memakai potensiometer ��. Pada saat sistem beroperasi pada mode otomatik,

sinyal �� dan ��� terputus, dan sinyal dari

AVR diteruskan secara langsung (bypass) ke sinyal �∗ tanpa melewati rangkaian algoritma.

Modul rangkaian penguat penyesuai PP

direalisasikan oleh rangkaian pada gambar 6. Rangkaian ini memetakan spesifikasi nilai sinyal pada tabel 1 yaitu dari �∗ ke � seperti

diberikan oleh persamaan (7). � = −0,5�∗ − 5

(7)

17

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

integral, (2) pembanding yang membandingkan sinyal kontrol � dengan sinyal gergaji untuk

membangkitkan pulsa, (3) pemroses pulsa untuk membuat pulsa ganda, (4) penguat pulsa yang menguatkan daya pulsa untuk dikeluarkan ke Gambar 6. Rangkaian penguat penyesuai.

rangkaian

transformer

pulsa

lalu

menyalakan jembatan thyristor. Pulsa penyalaan keluaran modul UG

Modul rangkaian unit gerbang UG

memiliki lebar pulsa 10 derajat sampai 15

memetakan sinyal kontrol � ke sudut penyalaan

derajat listrik dengan jarak antar dua pulsa 60

thyristor α (Radian) relatif terhadap sinyal

derajat listrik.

sinkronisasi untuk meralisasikan spesifikasi

Parameter

fungsi

integral

pada

nilai sinyal pada tabel 1. Sudut 0 sampai

pembangkit sinyal gergaji diset tetap agar nilai

dengan kurang dari 0,5π (Rad.) berarti

absolut maksimum sinyal gergaji 10V pada

tegangan lilitan medan (tegangan eksitasi)

frekuensi 50 Hz. Jika frekuensi naik lebih dari

bernilai positif, sudut 0,5π (Rad.)

berarti

50 Hz nilai maksimum akan melebihi 10 V, dan

tegangan eksitasi bernilai nol, dan sudut lebih

sebaliknya jika frekuensi turun di bawah 50 Hz

dari 0,5π (Rad.) sampai π (Rad.) berarti

nilai maksimum akan kurang dari 10V.

tegangan eksitasi bernilai negatif.

Pengoreksi

Gambar

7

menunjukkan

frekuensi

dibuat

untuk

skema

mengkompensasi agar nilai maksimum sinyal

rangkaian unit gerbang UG beserta pengoreksi

gergaji tetap 10 (V) meski terjadi perubahan

frekuensi. Unit gerbang tersusun oleh: (1)

frekuensi.

pembangkit sinyal gergaji yang memiliki fungsi Sinyal Kontrol Sinyal Gergaji Sinyal Sinkronisasi

{

Pembanding Pulsa

Pulsa Ganda

Penguat U1

U

T

S

R

Z

Z1

V

V1

X

X1

W

W1

Y

Y1

M Pulsa mati jika “L”

Gambar 7. Skema rangkaian unit gerbang dengan pengoreksi frekuensi.

18

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

Gambar 8 menunjukkan kartu MVR

Tabel 2. Rangkuman sinyal input dan ouput.

yang telah dibuat. Kartu MVR ini telah

Sinyal

Keterangan

diujicoba memakai simulator pengujian di

Tombol naik (DI)

Sinyal dijital masuk ke modul

laboratorium. Konfigurasi simulator pengujian

Tombol turun (DI)

PAM dari operator.

adalah sbb: (1) kartu MVR (objek uji coba), (2)

Tombol naik (DI)

Sinyal dijital masuk ke modul

Tombol turun (DI)

PAM dari modul interlock.

Indikator pembatas

Sinyal dijital keluaran dari

referensi ( 2 DO)

modul PAM.

sinyal masukan dijital (on/off), (3) transformer

Sinyal indicator

Sinyal analog keluaran modul

sinkronisasi pulsa penyalaan thyristor, (4) catu

referensi (AO)

PAM.

daya, (5) tombol naik dan tombol turun untuk

Sinyal indicator

Sinyal dijital keluaran modul

referensi (DO)

PAM.

Arus medan (AI)

Masuk ke modul SAM dari CT.

Sinyal AVR (AI)

Sinyal analog keluaran kartu

panel berisi potensiometer dan switch untuk mensimulasikan sinyal masukan analog dan

menaikkan dan menurunkan arus referensi.

AVR masuk modul FCR. Sinyal untuk testing

Sinyal analog untuk pengetesan

( AI)

fungsi FCR.

Auto/Manual (DI)

Sinyal pilihan mode “ otomatik” atau “manual”. Masuk ke FCR, UG dan UGMon serta Interlock.

Sinyal sinkronisasi

Masuk ke modul UG.

(6AI)

Gambar 8. Kartu MVR yang telah dibuat. Analog input, dijital input, analog ouput dan

Pulse (6 DO).

Keluaran modul UG.

Sinyal indikator gagal

Keluaran modul UGMon untuk

pulsa (DO).

indikasi pulsa normal/abnormal.

Pilihan interlock

Pilihan Use/No Use masuk ke

(DI).

modul Interlock.

Dijital output (DO).

Indikator balance dari Interlock.

Analog ouput (AO).

Indikator balance dari Interlock.

dijital ouput pada kartu MVR ini dirangkum

Catatan: DI= dijital input, DO= dijital ouput,

pada tabel 2. Dari tabel diketahui bahwa

AI= analog input, AO= analog output.

regulator tegangan manual ini memiliki 6 kanal sinyal masukan dijital, 9 kanal sinyal masukan analog, 11 kanal sinyal keluaran dijital, dan 2 kanal sinyal keluaran analog.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar

9

menunjukkan

skema

eksperimen yang dilakukan untuk menguji fungsi regulator tegangan manual (MVR) yang telah dirancang bangun. Elemen utama dari skema ini adalah MVR, osiloskop dijital dan Laptop. Osiloskop dan Laptop difungsikan 19

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

sebagai perekam sinyal dengan cara mengukur

menaikkan sinyal arus referensi saat tombol

sinyal tegangan memakai test point sesuai

turun atau tombol naik ditekan oleh operator.

tempat yang dibutuhkan. Terdapat tombol bagi

Saat mencapai nilai maksimal keluaran D/A

operator untuk menaikkan dan menurunkan

converter sebesar -10 (V) dan saat mencapai

nilai arus referensi, dan tersedia sinyal masukan

nilai minimal sebesar 0 (V). Berdasarkan hasil

arus medan. Transformer berfungsi untuk

pengukuran

mensimulasikan sinyal sinkronisasi 6 kanal dari

dioperasikan pada daya 8,9MW 50Hz, sinyal

sumber tegangan AC 3 fasa. Untuk mengecek

referensi dasar pada modul penjumlahan telah

fungsi interlock disediakan simulasi sinyal

diset sebesar -0,67 (V) dan sinyal keluaran

masukan dari AVR.

modul antar muka telah diset -5,35 (V). Modul

saat

PLTA

objek

penelitian

penjumlahan mengeluarkan sinyal 6,27 (V). Berarti nilai gain modul penjumlahan diperoleh -1,04.

{

Berdasarkan hasil pengukuran saat PLTA objek penelitian dioperasikan pada daya 8,9MW 50Hz, telah disimulasikan sinyal masukan � ke modul SAM sebesar 4,64 (V). Potensiometer telah diset sehingga modul SAM Gambar 9. Skema eksperimen

mengeluarkan sinyal -6,56 (V) ke modul FCR. Berarti diperoleh nilai gain modul SAM

Di bawah ini ditunjukkan hasil-hasil

sebesar -1,4.

eksperimen regulator tegangan manual berikut

Uji coba di laboratorium terhadap modul

pembahasannya. Eksperimen di laboratorium

FCR

dilakukan untuk mengecek fungsi semua modul

algoritma

rangkaian yang telah dirancang bangun. Pada

Pengecekan dilakukan dengan pengujian step

makalah ini dilaporkan hasil eksperimen

response secara lup terbuka. Gambar 10

modul-modul sebagai berikut:

menunjukkan sinyal keluaran modul FCR saat

1) Rangkaian pengeset arus medan (PAM).

dilakukan uji coba

2) Rangkaian pendeteksi arus medan (SAM).

memasukkan sinyal step 0 (V) ke 1 (V) pada

3) Rangkaian regulator arus medan (FCR).

inputan testing.

4) Rangkaian unit gerbang (UG) beserta pengoreksi frekuensi.

Dari hasil eksperimen diketahui bahwa

20

dapat

mengecek

fungsi

Proportional

Integral

(PI).

step response dengan

Dari persamaan (5) dan gambar 10 dapat hasil pengukuran.

6) Modul interlock. PAM

untuk

dilakukan analisis memakai persamaan (8) dan

5) Modul pemonitor UGMon.

modul

dilakukan

menurunkan

atau



� ∗ (�) = ��� �(�) � �� � �(�)�� ∗(

+� 0)



(8)

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

Dari pengukuran diketahui:

sinyal

netral

pembentuk

�(�; �� < 40,06) = 0,

0

(V).

menentukan

Sedangkan tinggi

sinyal

tegangan

maksimum sinyal gergaji. Sinyal pembentuk

�(�; �� � 40,06) = 1, ∗(

� �; �0 � � < 40,06) = −0,99,

�∗ (40,06) = −2,29,

� ∗ (�, �� � 44,61) = −8,63.

Oleh karena itu diperoleh nilai gain �� = 1,3

dan �� = 2,3.

Uji coba modul rangkaian penguat

memiliki pembagi tegangan agar bisa diatur nilainya dan berasal dari modul pengoreksi frekuensi. Gambar 11 s.d. gambar 13 adalah hasil pengukuran

fasa

pengukuran 5

fasa

U,

sedangkan

lainnya

hasil

(V,W,X,Y,Z)

penyesuai di laboratorium dilakukan untuk

masing-masing memiliki bentuk yang sama

mengecek

Dengan

dengan fasa U. Pada gambar 11(a), 12(a) dan

mengeset gain -0,5 dan bias -5 (V) pada

13(a) garis warna biru adalah sinyal input

gambar 6 telah diperoleh fungsi pemetaan yang

kontrol UG dan garis warna merah adalah

memenuhi persamaan (7).

sinyal gergaji. Pada gambar 11(b), 12(b) dan

fungsi

pemetaannya.

13(b) garis warna biru adalah pulsa ouput UG dan garis warna merah adalah sinyal gergaji.

(a)Input kontrol UG dan sinyal gergaji. Gambar 10. Step response modul FCR. Uji coba modul UG dilakukan untuk mengecek fungsi pemetaan rangkaian UG. Sinyal gergaji dibentuk berdasarkan 2 sumber sinyal yaitu sinyal sinkronisasi dan sinyal pembentuk. Pada saat uji coba dilakukan, sinyal sinkronisasi dimasukkan ke 6 kanal inputan (U,V,W,X,Y,Z). Sinyal sinkronisasi menentukan sudut fasa

pembentukan sinyal

gergaji yaitu: 0 sampai dengan � berupa sinyal

gergaji, dan antara � sampai dengan 2� berupa

(b)Pulsa output UG dan sinyal gergaji. Gambar 11. Input dan output modul UG (saat sinyal kontrol -1,72 (V))

21

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

(a)Input kontrol UG dan sinyal gergaji.

(a)Input kontrol UG dan sinyal gergaji.

(b)Pulsa output UG dan sinyal gergaji.

(b)Pulsa output UG dan sinyal gergaji.

Gambar 12. Input dan output modul UG

Gambar 13. Input dan output modul UG

(saat sinyal kontrol -5 (V))

(saat sinyal kontrol -8,3 (V))

Ketika sinyal kontrol dirubah menurut urutan [-1,72; -5,0; -8,3] (V) telah diperoleh � � �

Hasil

uji

coba

modul

UGMon

ditunjukkan pada gambar 14 dan gambar 15.

sudut pulsa penyalaan [ � ; � ; � �]. Dari hasil ini

Pada masing-masing gambar, sinyal pulsa yang

pulsa a seperti pada persamaan (9).

yang diukur pada basis transistor modul UG

� (Volt) ke sudut

ditunjukkan pada bagian bawah adalah sinyal

Dari hasil pengukuran pada gambar 11

modul UG), sedangkan sinyal pada bagian atas

s.d. gambar 13 juga diperoleh: frekuensi sinyal

adalah sinyal di dalam modul UGMon yang

gergaji 49,75Hz dan 50 Hz, periode antara 2

masuk ke komparator pertama UGMon (yang

pulsa yang berdekatan 3,3 mili detik, dan lebar

merefleksikan sinyal keluaran UGMon).

diperoleh hasil pemetaan � = �0,1��

(9)

pulsa 0,7 dan 0,8 mili detik.

22

(yang merefleksikan sinyal pulsa keluaran

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

Gambar 14. Pulsa masukan ke UGMon dan sinyal dalam UGMon (saat normal).

Gambar 15. Pulsa masukan UGMon dan sinyal dalam UGMon (saat keluaran UG kanal Y hilang). Dari gambar 14 diketahui bahwa pada saat pulsa keluaran modul UG tidak ada yang

sinyal indikator ”H” (lebih dari 8 Volt) yang berarti ”tidak normal”.

hilang maka sinyal dalam sebelum komparator

Dari hasil uji coba modul interlock telah

di UGMon tidak ada yang melebihi 7,5 (V).

dikonfirmasi bahwa modul interlock pada

Dari hasil pengukuran dikonfirmasi UGMon

prinsipnya berfungsi sebagai regulator yang

mengeluarkan sinyal indikator ”L” (0 Volt)

mengatur nilai setting agar mengikuti nilai

yang berarti ”normal”.

15

pengukuran. Modul interlock memiliki dua

diketahui bahwa pada saat pulsa keluaran

rangkaian yaitu algoritma umpan balik dan

modul UG ada yang hilang maka sinyal dalam

pembangkit pulsa dengan fitur dead-band.

sebelum komparator di UGMon ada yang

Algoritma umpan balik diberikan oleh formula:

Dari gambar

melebihi 7,5 (V), dan UGMon mengeluarkan

�� = ��� ��� � ��� �; �� = ��� � �� 23

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 1 Juni 2012 : 11 - 26

Dimana:

��

adalah

selisih

antara

nilai

pengukuruan ��� dan nilai pengesetan �� , ��

adalah gain proporsional yang diatur nilainya agar �� = 0,5, dan �� adalah sinyal kontrol umpan balik interlock. Sinyal kontrol umpan balik interlock mengontrol kerja pembangkit pulsa naik dan pulsa turun berdasarkan logika di bawah ini. Jika �� > 1(�) maka kanal keluaran pulsa naik aktif

sinyal -6,56 (V) ke modul FCR, berarti diperoleh gain modul SAM sebesar -1,4. 4. Modul

penguat

penyesuai

memetakan

sinyal masukan ke sinyal keluaran sesuai dengan persamaan � = −0,5�∗ − 5.

5. Modul regulator arus medan memiliki gain �� = 1,3 dan gain �� = 2,3.

6. Modul unit gerbang memetakan sinyal masukan

ke

sinyal

keluaran

sesuai

Ketika

sinyal

(Low) dan keluaran pulsa turun pasif (High).

persamaan

Jika �� < −1(�) maka keluaran pulsa naik pasif

masukan dirubah menurut urutan [-1,72; -

(High) dan keluaran pulsa turun aktif (Low).

Jika −1(�) ≤ �� ≤ 1(�) maka keluaran pulsa naik

pasif dan keluaran pulsa turun pasif.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil eksperimen pada penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Semua modul rangkaian pada MVR yang telah dirancang bangun berfungsi dengan baik dan memenuhi spesifikasi. 2. Pada modul pengeset arus medan, nilai maksimal keluaran D/A converter sebesar 10 (V) dan nilai minimal sebesar 0 (V). Berdasarkan hasil pengukuran saat PLTA objek penelitian dioperasikan pada daya 8,9MW 50Hz, sinyal referensi dasar telah diset sebesar -0,67 (V) dan sinyal keluaran

5,0; -8,3] (V) telah diperoleh sudut pulsa �

penyalaan [ � ;

7. Modul



�]. Frekuensi sinyal

pemonitor

pulsa

memproduksi

sinyal dalam kurang dari 7,5 (V) dan mengeluarkan sinyal indikator Low saat pulsa

keluaran

unit

gerbang

normal,

sebaliknya ia memproduksi sinyal lebih dari 7,5 (V) dan mengeluarkan sinyal indikator High saat pulsa keluaran unit gerbang abnormal. 8. Modul interlock memiliki gain umpan balik 0,5 dan area dead band -1 (V) s.d. 1 (V). Jika sinyal kontrol umpan balik interlock �� lebih dari 1 (V) maka mengeluarkan

mengeluarkan

diset sehingga modul SAM mengeluarkan



;

antara 0,7 dan 0,8 mili detik.

Modul penjumlahan mengeluarkan sinyal

SAM sebesar 4,64 (V), dan potensiometer



berdekatan 3,3 mili detik, dan lebar pulsa

pulsa

3. Telah diketahui sinyal masukan ke modul



gergaji 50 Hz, periode antara 2 pulsa yang

modul antar muka telah diset -5,35 (V). 6,27 (V), berarti nilai gain diperoleh -1,04.

24

� = −0,1�.

naik,

jika

pulsa

−1 (�) ≤ �� ≤ 1(�)

mengeluarkan pulsa.

�� < −1(�) turun,

maka

dan

maka jika tidak

Rancang Bangun Regulator Tegangan Manual Dengan Fitur Interlock Untuk PLTA Kapasitas 9MVA

[8] Hitachi Ltd., 2010, Hitachi Excitation

Saran Disarankan

agar

regulator

tegangan

System

VCS-6000,

[Brosur

online],

manual hasil rancang bangun yang telah diuji di

www.mdaturbines.com [upload May 2010,

laboratorium ini dipasang di PLTA yang

diunduh 14 Januari 2012].

memiliki generator sinkron dan sistem eksitasi

[9] Anonim, 1987, Three Line Diagram (1) Power

sesuai spesifikasi pada makalah ini.

Unit

W410157,

Fuji

Electric

Co.Ltd., Tokyo.

DAFTAR PUSTAKA

[10] Anonim,

Instruction

1987,

Manual:

[1] Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Thyristor Direct Exciting System, Manual

Republik Indonesia, 2007, Aturan Jaringan

control and automatic following up CDJ

Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali,

UIPVX(Y), Fuji Electric Co.Ltd., Tokyo.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber

[11] Anonim,

2007,

Application

of

static

Daya Mineral Nomor 3 Tahun 2007,

excitation systems for pilot and rotating

Kementrian ESDM RI, Jakarta 29 Januari.

exciter

[2] Basler Electric, 2011, ECS2100 Excitation Control

Systems,

[online],

www.basler.com [diunduh 7 Juli 2011]. [3] Basler Electric, 2011, DECS-400 Digital Excitation

Control

Systems,

[online],

www.basler.com [diunduh 7 Juli 2011]. [4] ABB Switzerland Ltd., 2010, Unitrol 6800 Excitation

replacements,

Basler

Electric

Company, Illinois USA. [12] Denkigakkai, 2000, Power Electronics Circuit (bahasa Jepang), Ohmsha, Tokyo. [13] Estiko

Rijanto,

2009,

Perancangan

Regulator Tegangan Generator Sinkron 3 Fasa Berbasis Model Matching, Jurnal Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, Vol.8, No.1, halaman 1-11.

Systems,

[online],

[upload

28/10/2010,

[14] Estiko Rijanto, 2009, Rancang Bangun

[5] VA Tech Sat GmbH & Co., 2011, Neptun,

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

www.abb.com,

diunduh 7/7/ 2011]. [Brosur

online],

www.andritz.com

[diunduh 7 Juli 2011]. [6] Alstom, 2012, Alspa ControGen HX Generator Control and Excitation System, [Brosur online], www.alstom.com/power/ resources/brochure/alspa-controgen-hxgenerator-control/ [diunduh 14 Jan. 2012]. [7] GE Energy, 2012, EX2100 Excitation System: Total Control Solutions with OEM Expertise,

[Brosur

online],

www.ge-

Kontroler dengan

Tegangan Generator

Analog Sinkron

untuk 3

Fasa

Kapasitas 9MVA, Jurnal INKOM, Vol.III, No.1-2, halaman 76-89. [15] Estiko Rijanto dan Anwar Muqorobin, 2011,

Rancang

Bangun

Modul

Pengkondisi Sinyal & Antar Muka untuk Kontroler

Tegangan

Dijital

Pada

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Jurnal

Ketenagalistrikan

dan

Energi

Terbarukan, Vol.10, No.1, halaman 61-74.

energy.com [diunduh 14 Januari 2012]. 25