euthanasia dalam perspektif hukum pidana dan etika kedokteran

A. Latar Belakang. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia kadang- kadang dihadapkan pada kebutuhan hidup yang mendesak untuk mempertahankan sta...

11 downloads 606 Views 225KB Size
EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN ETIKA KEDOKTERAN Oleh : Syamsul Hadi, SH., M.H.* Abstract Euthanasia is a dead issue requests from patients suffering from a disease that can not be addressed again. To date, whether or not euthanasia should be done is still a debate. Because, euthanasia is not only a moral issue but only for legal, religious, ethical, and human rights. Euthanasia is generally divided into two kinds, namely active euthanasia and passive euthanasia. Active euthanasia is prohibited whether it be setting the criminal law and codes of medical ethics (because there is an element of killing), whereas passive euthanasia is possible to do. Keywords: euthanasia, right to life, criminal law, and the code of medical ethics. pelaku yang menimbulkan gangguan A. Latar Belakang Dalam

tersebut.1 kebutuhan

Sejak dari permulaan manusia

kadang-kadang

memang selalu dihadapkan berbagai

dihadapkan pada kebutuhan hidup yang

tantangan dan rintangan sebagai masalah

mendesak

dalam

sehari-hari,

statusnya.

memenuhi manusia

untuk

mempertahankan

Kebutuhan

Manusia

harus

ini

berusaha untuk menjawab tantangan dan

seringkali harus dapat dipenuhi dengan

menyelesaikan masalah-masalah yang

segara, sehingga tanpa pemikiran yang

dihadapinya

matang orang tersebut telah melakukan

kelangsungan hidupnya. Usaha untuk

perbuatan

menanggulangi

yang

semacam

hidupnya.

dapat

merugikan

demi

dan

mempertahankan

menyelesaikan

lingkungan maupun manusia lainnya.

masalah-masalah serta pengembangan

Akibat dari perbuatan tersebut suasana

potensi-potensi

kehidupan menjadi tidak nyaman dan

melahirkan suatu peradaban. Tantangan-

masyarakat menjadi terganggu, yang hal

tantangan dan masalah-masalah yang

ini harus dipertanggungjawabkan oleh

dihadapi manusia itu tidak akan pernah

manusia

tersebut

berakhir, bahkan semakin meningkat. 1

* Dosen dan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Anny Isfandyarie, Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hlm 1.

Oleh karena itu, peradaban senantiasa

akan pernah berhenti. Oleh karena itu,

mengalami

yang

perkembangan

perkembangan

mengikuti

tantangan-tantangan

harus

diperhatikan

implikasi-implikasi

2

tadi.

(dampak

adalah negatif)

dari perkembangan ilmu pengetahuan Usaha untuk menjawab suatu

tantangan

dan

menyelesaikan

dan teknologi itu sendiri, yang tidak jarang sulit untuk mengantisipasinya.3

suatu

permasalahan hidup yang dilakukan

Di

antara

sekian

banyak

manusia itu, telah melahirkan suatu

penemuan-penemuan teknologi tersebut,

perkembangan dalam ilmu pengetahuan

tidak kalah pesatnya perkembangan

dan teknologi. Sehingga, dengan adanya

teknologi di bidang medis. Melalui ilmu

ilmu pengetahuan dan teknologi yang

pengetahuan dan teknologi yang sangat

semakin maju (modern) akan lebih

maju di bidang kedokteran ini, diagnosa

mudah untuk mengatasi tantangan dan

terhadap suatu penyakit dapat lebih

masalah-masalah yang dihadapi, serta

sempurna untuk dilakukan. Pengobatan

kebutuhan hidup pun relatif akan cepat

penyakit pun dapat berlangsung secara

terpenuhi.

lebih

Dengan

munculnya

efektif.

Dengan

peralatan

tantangan

kedokteran yang modern, rasa sakit

dan rintangan baru, manusia semakin

seseorang yang menderita suatu penyakit

terdorong dan kreatif untuk menciptakan

dapat diperingan. Hidup seorang pasien

(mengembangkan)

pengetahuan

pun dapat diperpanjang untuk jangka

dan teknologi yang semakin up to date

waktu tertentu, yaitu dengan memasang

dan canggih. Namun demikian, ilmu

sebuah respirator. Bahkan, perhitungan

pengetahuan dan teknologi juga tetap

saat kematian seseorang yang menderita

melahirkan

penyakit tertentu, dapat dilakukan secara

ilmu

tantangan

baru

yang

lebih akurat.4

membutuhkan suatu jawaban. Dapat dikatakan

antara

tantangan

(baru)

Selain

untuk

memperpanjang

dengan perkembangan ilmu pengetahuan

kehidupan pasien, perlengkapan medis

dan teknologi terus berpacu dalam

pun dapat digunakan untuk mempercepat

“hubungan sebab akibat” yang tidak 3 2

Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Media Presindo, Bandug, 2001, hlm 1.

ibid., hlm 2. Djoko Prakoso, Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm 10. 4

kematian pasien, yaitu dengan cara

Sedangkan

bagi

memberikan obat secara berlebihan atau

bertempat

tinggal

racun yang sangat mematikan. Dengan

perlengkapan medisnya lebih memadai

adanya berbagai macam pengobatan

dari pada di desa, isu euthanasia malah

alternatif di bidang medis ini, pasien pun

menjadi bahan perdebatan.

dapat memilih pengobatan seperti apa

masyarakat

Permasalahan

di

yang

kota

yang

euthanasia

ini

yang baik untuk dirinya. Dalam hal ini,

memang sampai sekarang masih menjadi

tidak menutup kemungkinan pasien

suatu perdebatan yang sulit diselesaikan

tersebut

meminta kepada dokternya

dalam waktu singkat. Para etikawan pun

untuk mempercepat kematian pasien itu

tidak seragam dalam menyikapi soal

sendiri.

mati

euthanasia ini (pro dan kontra). Yang

tersebut dikarenakan tidak adanya obat

pro salah satu alasannya yang paling

yang

atau

kerap dikemukakan adalah bahwa pasien

mengurangi suatu penyakit yang diderita

memiliki hak untuk mati. Menurut

oleh pasien. Hal ini dikenal dengan

mereka, jika pasien sudah sampai akhir

istilah euthanasia.

hidupnya, ia berhak meminta mati agar

Adanya

dapat

permintaan

mengantisipasi

Euthanasia

masyarakat

penderitaannya segera diakhiri. Sebab

awam termasuk suatu permasalahan

beberapa hari yang tersisa dari hidup si

yang

pasien

masih

bagi

asing.

Kebanyakan

pasti

penuh

penderitaan.

masyarakat awam belum tahu apa itu

Euthanasia hanya sekedar mempercepat

euthanasia,

sampai

kematiannya, sehingga memungkinkan

mengetahui bagaimana hukumnya kalau

pasien mengalami “kematian yang baik”

euthanasia

tanpa penderitaan yang tidak perlu.

apalagi

untuk

tersebut

dilakukan.

Permasalahan euthanasia masih sangat

Sedangkan

asing untuk didengar masyarakat yang

mengemukakan salah satu alasan, bahwa

bertempat

euthanasia

tinggal

di

desa

yang

ini

bisa

yang

kontra

disalahgunakan.

perlengkapan medisnya masih sangat

Kalau

terbatas. Dengan ketidaktahuan tentang

larangan membunuh, bisa-bisa cara ini

permasalahan

digunakan juga terhadap orang-orang

tersebut,

bagaimana

masyarakat di desa dapat mengetahui hukumnya jika euthanasia itu dilakukan.

ada

mereka

pengecualian

terhadap

cacat, lanjut usia, atau orang yang

(hak Allah), bukan hak manusia “haqqul

dianggap tidak berguna lagi.5

adam”.

Euthanasia ini merupakan situasi

memang

yang sering menjadi masalah bagi para

dirinya,

dokter,

perawat,

pasien.

Euthanasia

dilema

yang

seseorang

lahiriyah

tampak tetapi

jelas

seseorang menguasai

sebenarnya

manusia

maupun

keluarga

bukanlah pemilik penuh atas dirinya

sering

menjadi

tersebut. Sebab manusia hanya tunduk

mendorong

pada aturan-aturan tertentu yang di

cenderung

mencari

sepragmatis

Secara

jalan

percayainya sebagai aturan Allah.8

pintas

mungkin

untuk

Berdasarkan atas,

mencekam.

permasalahan euthanasia ini berdasarkan

adalah

membantu

tugas

dokter

mempertahankan

kehidupan

setiap

insan

memerlukan

pertolongan.

peraturan-peraturan

yang

mengetahui

ingin

di

membebaskan diri dari keadaan yang Sementara

penulis

uraian-uraian

mengkaji

yang ada untuk

suatu

kebenaran

dan

Meskipun

kepastian hukum tentang euthanasia dari

alasan melakukan euthanasia tersebut

sudut pandang hukum pidana dan etika

demi belas kasihan, tetap akan terancam

kedokteran.

oleh pasal 344 KUHPidana dengan B. Rumusan Masalah

ancaman penjara selama-lamanya dua

Berdasarkan berbagai uraian di

belas tahun.6 Dengan demikian, konsep

atas, masalah yang akan diteliti adalah

kematian dalam dunia kedokteran masa

sebagai berikut:

kini dihadapkan pada kontradiksi antara

1. Bagaimana pengaturan euthanasia

etika, moral dan hukum.7

dalam hukum pidana ?

Selain permasalahan di atas,

2. Bagaimana tindakan seorang dokter

euthanasia juga mendapat tanggapan dari pakar-pakar

keagamaan.

dalam

Kematian

menangani

permasalahan

euthanasia jika dilihat dari etika

seseorang jika dipandang dari sisi agama

keprofesiannya?

Islam adalah merupakan “haqqullah” 5

“Euthanasia”,http://www.sahabatsurgawi.net/bina% 20iman/euthanasia.html. 24 Maret 2007. 6 Petrus Yoyo Karyadi, Op.Cit. hlm 12. 7 Chrisdiono M. Achadiat, “Euthanasia yang (semakin)Kontraversial”,http://www.tempo.co.id/me dika/arsip/012002/top-1.htm. 11 Maret 2007.

8

Masdar F. Mas’udi, “Euthanasia adalah Refleksi KegagalanJaminanKesehatan”,http://islamlib.com/id/ index.php?page=article&id=772. 11 Maret 2007.

menghentikan

C. Pembahasan

medis

I. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Pidana Pengaturan euthanasia terdapat

XIX

tentang

kejahatan

Dalam Pasal 344 KUHPidana kalau dicermati ada beberapa

“Barangsiapa

menghilangkan

unsur yang terkandung di

nyawa orang atas permintaan sungguh-sungguh

orang

dalamnya yaitu:

itu

- perbuatan: menghilangkan

sendiri, dipidana dengan pidana selama-lamanya

nyawa

dua

- objek: nyawa orang lain

belas tahun.”

- atas permintaan orang itu secara

umum

sendiri

dibedakan menjadi dua macam,

- yang

yaitu: -

dinyatakan

Unsur-unsur di atas harus

Yang dimaksud euthanasia aktif suatu

langsung

tindakan

dari

dokter

dapat

secara

keluarga

untuk

itu

mempercepat

penderitaan

untuk

merupakan

tindakan

euthanasia. Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut harus

kematian pasien, agar terlepas dari

dipenuhi

menyatakan suatu perbuatan

atas

persetujuan pasien atau pihak

dapat dibuktikan guna untuk

yang

memastikan

berkepanjang. -

jelas

dengan sungguh-sungguh.9

Euthanasia aktif

yaitu

tidak

a) Euthanasia Aktif

yang berbunyi:

Euthanasia

dianggap

pasien.

terhadap nyawa orang, Pasal 344

penjara

upaya

memberikan perubahan terhadap

dalam KUHPidana buku ke-dua Bab

yang

segala

perbuatan

itu

memang merupakan tindakan

Euthanasia pasif

euthanasia.

Yang dimaksud euthanasia pasif yaitu suatu tindakan secara tidak langsung persetujuan pihak

dari dari

dokter

atas

pasien

atau

keluarga

untuk

9

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 102.

Seperti yang sudah diuraikan

- Sudah ada pengaturannya

sebelumnya

permintaan

adalah

terlebih dahulu

berupa

- adanya perbuatan

pernyataan kehendak yang

- perbuatan

ditujukan pada orang lain,

memang

agar orang lain itu melakukan

hukum

perbuatan

bagi

- adanya kesalahan, dan

orang

yang

- dapat

meminta. Adapun bagi orang diminta,

memutuskan

Dalam

perbuatan

untuk

menghilangkan nyawa (orang

kehendaknya,

lain) terdapat tiga syarat yang

apakah permintaan korban

harus dipenuhi yaitu:

yang jelas dan dinyatakan

- adanya wujud perbuatan

dengan sungguh-sungguh itu

- adanya suatu kematian

akan dipenuhi atau tidak. Apabila

10

- adanya hubungan sebab

seorang

dan

akibat

(causal

dokter menyetujui apa yang

verband) antara perbuatan

diminta

dan akibat kematian.11

oleh

(permintaan

pasiennya

mati)

secara

Selain

langsung maka, dokter dapat

juga

dikenakan

ketentuan

Pasal

KUHPidana.

344

Tindakan

dibuktikan sebelumnya dan

berbunyi:

pun

dokter

melanggar Kode

Etik

Kedokteran Indonesia, sesuai dengan

itu

itu,

sudah

tersebut tentunya sudah dapat

perbuatan

Pasal

“Seorang

sudah

10,

yang

dokter

harus

terjadi serta tindakan dokter

senantiasa mengingat akan

tersebut

kewajiban

telah

syarat-syarat

memenuhi

melindungi

hidup makhluk insani.”

pemidanaan

seperti: Ibid., hlm103.

dipertanggung

jawabkan

terdapat

kebebasan

10

melanggar

tertentu

kepentingan

yang

tersebut

11

Ibid., hlm 57.

Jadi,

diakhiri.12

jelas

berdasarkan uraian di atas

keluarga

euthanasia aktif dilarang di

dokter

Indonesia. Maka, terhadap

euthanasia

pelaku

keluarga

(dokter)

dapat

Jika tetap

untuk

pihak mendesak

melakukan

maka

pihak

dapat

dituntut

dimintai pertanggungjawaban

berdasarkan uitlokking Pasal

pidana dan dapat dituntut

55 KUHPidana.13 Uitlokking

sesuai

344

merupakan bahasa Belanda

hukuman

yang sama artinya dengan

penjara selama-lamanya dua

flaterry dalam bahasa Inggris

belas tahun.

yang

dengan

KUHP

Pasal

dengan

Permasalahaneuthan asia

di

atas

berarti

bujukan.14

Adapun bunyi dari Pasal 55

merupakan

KUHPidana, yaitu:

semata-mata permintaan dari

Dihukum seperti pelaku dari

pasien kepada dokter. Jadi,

suatu perbuatan yang dapat dihukum:

bagaimana

jika

pasien

- Orang yang melakukan,

tersebut dalam keadaan tidak

yang

sadarkan diri (koma), apakah

melakukan atau yang turut

pihak

melakukan perbuatan itu.

mewakili

keluarga

dapat

pasien

tersebut

menyuruh

- Orang yang memberikan

dalam mengambil keputusan?

upah,

Berdasarkan aksioma

perjanjian,

salah

memakai kekuasaan atau

bahwa “naluri terkuat dari

martabat,

setiap mahluk hidup selalu

paksaan,

ingin

tipu

mempertahankan

memakai ancaman

karena

atau

memberi

hidupnya”, maka walaupun

kesempatan, ikhtiat atau

pasien dalam keadaan koma,

keterangan,

tetap pasien

diasumsikan tersebut

menginginkan

dengan

bahwa tidak hidupnya

12

Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Media Pressindo, Jakarta, 2001, hlm 59. 13 Ibid hlm 60. 14 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Jakarta, 1977.

sengaja menghasut supaya

dalam

perbuatan itu dilakukan.

KUHPidana.

Mengenai perbuatanperbuatan

itu

menyangkut perbuatan

hanyalah

Jika bahwa

diasumsikan

keluarga

perbuatan-

mendesak

disengaja

melakukan

yang

55

pasien

dokter

untuk

euthanasia

telah digerakkannya untuk

tersebut telah disertai dengan

dilakukan oleh orang lain,

keterangan-keterangan.

beserta akibat-akibatnya.

Misalnya keterangan keadaan

Untuk

pasien

adanya

uitlokking,

yang

harus memenuhi dua syarat:15

sembuh

- Bahwa

ekonomis,

telah

perbuatan digerakkan

yang

tidak

dapat

kembali, atau

alasan merasa

untuk

kasihan melihat penderitaan

dilakukan oleh orang lain

pasien yang berkepanjangan.

itu

Maka

harus

menghasilkan

dengan

suatu voltooid delict atau

pemberian

suatu delik yang selesai,

tersebut,

atau menghasilkan suatu

dapat

strafbaar suatu

keterangan keluarga

pasien

dianggap

telah

atau

melakukan uitlokking kepada

percobaan

yang

dokter untuk menghilangkan nyawa orang lain (pasien).

- Bahwa tindak pidana yang telah

segala

poging

dapat dihukum.

dilakukan

oleh

Di

samping

itu,

dokter sendiri dalam keadaan

seseorang itu disebabkan

toerekeningsvatbaar.

karena

berdasarkan uraian di atas

tergerak

15

Pasal

orang oleh

tersebut

Jadi,

suatu

bahwa

terhadap

uitlokking yang dilakukan

pasien

yang

oleh orang lain dengan

dapat dituntut berdasarkan

menggunakan salah satu

Pasal 55 KUHPidana. Kedua

cara yang telah disebutkan

syarat

Petrus Yoyo Karyadi, Op. Cit., hlm 61.

keluarga

bersangkutan

untuk

adanya

uitlokking tersebut di atas

“Barangsiapa

telah terpenuhi juga.16

mendorong orang lain untuk

Sedangkan

dokter

sendiri

dapat

(pelaku)

bunuh

diri,

sengaja

menolongnya

dalam perbuatan itu atau

dituntut berdasarkan Pasal

memberikan

338 KUHPidana, karena telah

kepadanya untuk itu, diancam

menghilangkan nyawa orang

dengan pidana penjara paling

lain (pasien). Dalam hal ini

lama

berarti

orang tersebut jadi bunuh

tidak

ada

unsur

perencanaan terlebih dahulu pada

diri

dokter

dokter,

melakukan euthanasia

itu

tahun

kalau

diri.”

karena

sendiri

empat

sarana

Seorang

dokter

dalam

dalam melakukan tindakan

tindakan

pembunuhan terhadap pasien,

atas

dasar

jika

tanpa

adanya

unsur

desakan dari keluarga pasien.

permintaan dari pasien atau

Jadi, keluarga pasien dapat

keluarganya,

dipenjara

pembunuhan tersebut adalah

lima

selama-lamanya

belas

seperti

tahun,

pelakunya

maka

sama

pembunuhan biasa. Dokter

sendiri

atau pelaku dapat dikenakan

(dokter).17

Pasal 338 KUHPidana yang

Apabila

dalam

berbunyi:

melakukan euthanasia justru

“Barangsiapa

seorang

yang

nyawa orang lain, diancam

atau

karena pembunuhan dengan

memberi dorongan kepada

pidana penjara paling lama

pasien

lima belas tahun.”

dokter

mempunyai

atau

inisiatif

keluarganya,

maka dokter tersebut dapat dikenakan

Pasal

345

KUHPidana yang berbunyi:

Dan

merampas

jika

pembunuhan tersebut juga diawali adanya perencanaan terlebih dahulu oleh pelaku

16 17

Ibid. Ibid. hlm 62.

maka ia pun dapat dikenakan

Pasal 340 KUHPidana yang

merupakan permintaan dari

berbunyi:

pasien sendiri.

“Barangsiapa

sengaja

dengan berencana dahulu

dan

terlebih

merampas

nyawa

orang lain, diancam karena pembunuhan berencana

dengan dengan

pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama

Euthanasia pasif merupakan pemberhentian upaya

Menurut

Petrus

Yoyo Karyadi dalam hal pembunuhan ini, Pasal 388 di

atas

merupakan landasan hukum yang jelas untuk euthanasia aktif tanpa sikap dari pasien dan Pasal 338 yang dibarengi

aktif

tanpa

Dari beberapa urain di atas jelas bahwa euthanasia aktif dilarang di Indonesia, itu

perbuatan menghilangkan

ada

dianggap

tidak

membantu

dapat

meringankan

penderitaan pasien. Untuk kepastian

hukum serta mempermudah dalam mengkaji euthanasia pasif ini, maka euthanasia pasif ini dibedakan terlebih dahulu

ke

dalam

tiga

pasif

atas

kelompok: 1. Euthanasia

permintaan pasien Euthanasia

pasif

atas permintaan pasien ini, berkaitan erat dengan

permintaan dari pasien.

karena

yang

karena upaya-upaya tersebut

dengan Pasal 340 merupakan euthanasia

medis

seluruh

mendapatkan

dua puluh tahun.”

KUHPidana

b) Euthanasia Pasif

merupakan yang nyawa

manusia meskipun mati itu

hak-hak

pasien

seperti

terdapat

dalam

Undang-undang

Nomor

yang

29 Tahun 2004 Pasal 52 yang berbunyi: Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktek

kedokteran,

mempunyai

peduli

hak: -

Mendapatkan

Dalam secara

dokter

tentang

kompeten

tindakan

medis

melakukan

lagi untuk

pengobatan

terhadap

dimaksud dalam pasal

Walaupun pasien yang

45 ayat 3.

bersangkutan

Meminta

pendapat atau

pasiennya.

segera

meninggal dunia setelah

dokter

dilakukan

euthanasia

gigi.

pasif, dokter tetap bebas

Mendapatkan

dari sesuai

dengan

kebutuhan

permintaan pasien

isi

Euthanasia

Apabila

pasien

meminta

dokter

untuk

dokter

sendirilah

euthanasia pasif, tanpa

atas

melakukan

pengobatan.

Biasanya dokter dalam

menjalankan

melakukan

haknya, yaitu hak untuk

euthanasia

pasif terdorong

menghentikan

karena

anggapan dokter bahwa

Dengan pasien

yang

berinisiatif untuk berbuat

melakukan pasif

pasif

tanpa permintaan, berarti

dirinya, maka berarti ia

demikian,

pada

18

2. Euthanasia pasif tanpa

rekam medis.

pengobatan.

terdapat

tindakan

Mendapatkan

telah

tidak

strafbaarfeit

medis, dan

euthanasia

hukum,

dirinya.

Menolak

telah

tuntutan

karena

medis.

-

ini,

sebagaimana

pelayanan

-

hal

tidak

lengkap

dokter

-

resiko

kematiannya.

penjelasan

-

dengan

tindakan

yang

bersangkutan sudah tidak 18

Ibid., hlm 67.

medik

yang

akan dilakukan terhadap

terhadap

pasiennya sudah tidak ada

diancam dengan pidana

gunanya lagi.

penjara …”

Apabila dapat

dokter

membuktikan

Pasal

306

(2)

bahwa tindakan medik

“Apabila

yang akan dilakukan itu

perbuatan

sudah tidak ada gunanya

menyebabkan orang itu

lagi, maka dokter bebas

meninggal,

dari

dihukum

tuntutan

hukum.

salah

satu tersebut

maka

ia

dengan

Sebaliknya apabila dokter

hukuman penjara selama-

tidak dapat membuktikan

lamanya

bahwa tindakan medik

tahun.”

Sembilan

Selain

Pasal

di

sudah tidak ada gunanya

atas, Pasal 531 KUHP

lagi, maka dokter dapat

juga

dijerat dengan Pasal 304

perbutan dokter tersebut.

jo 306 (2) KUHP.19

Pasal 531 menyatakan:

Pasal 304 menyatakan:

“Barangsiapa

“Barangsiapa

menyaksikan bahwa ada

sengaja

dengan

menempatkan

atau

membiarkan

dapat

orang

ketika

sedang

menghadapi maut, tidak memberi

sengsara,

yang

padahal

menjerat

yang

seseorang dalam keadaan

pertolongan

dapat

diberikan

menurut

hukum

yang

padanya tanpa selayaknya

berlaku

baginya

atau

menimbulkan

bahaya

karena persetujuan, dia

bagi dirinya atau orang

wajib

lain,

kehidupan, atau Ibid., hlm 67-68.

itu,

menyatakan:

yang akan dilakukannya

19

orang

memberikan perawatan pemeliharaan

diancam

kemudian

orang

meninggal dunia …”

jika itu

3. Euthanasia pasif tanpa

keduanya

sikap pasien

tidak

ada

perbedaan yang prinsipil

Seperti

yang

pula.

sudah dikatakan di atas, bahwa euthanasia pasif yang dilakukan dokter, biasanya

berdasarkan

pertimbangan

bahwa

pengobatan sudah tidak ada

gunanya.

“tanpa

Adapun

sikap”

pasien

adalah apabila keadaan pasien sudah dalam tak sadarkan diri (koma). Hal itu berarti tanpa diketahui apa kehendak pasien yang sebenarnya. Tanpa sikap ini dapat juga berarti bahwa

pasien

masih

dalam

keadaan

sadar.

Akan tetapi, ia sendiri tidak dapat menentukan

prinsipnya

pengertian

“tanpa

permintaan”

dengan

“tanpa

sikap”

pasien

hampir

sama.

Dengan

demikian, akibat hukum yang ditimbulkan antara 20

Ibid., hlm 70.

Etik Kedokteran yaitu: a. Euthanasia aktif merupakan suatu tindakan yang dilarang sesuai

dengan

Kode

Etik

Kedokteran Indonesia Pasal 10 yang berbunyi: “Seorang dokter

harus

senantiasa

mengingat

akan

melindungi

hidup

kewajiban makhluk

insani.” b. Euthanasia pasif dibolehkan jika dapat dibuktikan dengan tepat

dan

akurat

berbagai

ketentuan yang ada. Sebagai contoh

seperti:

penyakit

tersebut memang tidak dapat disembuhkan

lagi

(upaya

medis tidak ada gunannya lagi

sikapnya.20 Pada

II. Euthanasia dilihat dalam Kode

jika

pengobatan

itu

diteruskan). D. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penulis yaitu perlunya merumuskan kembali Pasal 344 KUHPidana, karena Pasal 344 KUHPidana masih terdapat kekurangan

yang perlu diatur lebih lanjut. Di

Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam

antaranya adalah sebagai berikut:

Perspektif Hak Asasi Manusia,

1. Dalam Pasal 344 KUHPidana hanya

Media Presindo, Bandug, 2001.

berlaku untuk euthanasia aktif saja. 2. Tidak ada penjelasan siapa saja subyek hukum yang terdapat dalam Pasal 344 KUHPidana. Apabila Pasal 344 KUHPidana tetap dipakai maka dapat dimungkinkan akan

menimbulkan

menerapkannya

kesulitan

dan

dalam

mengadakan

tuntutan berdasarkan ketentuan tersebut. Oleh

karena

itu,

hal

ini

perlu

diperhatikan lagi untuk kepentingan bagi semua pihak agar terjamin kepastian hukum.

Daftar Pustaka Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Anny Isfandyarie, Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006. Djoko

Prakoso,

Djaman

Andhi

Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Jakarta.