EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN

Download Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iii. KATA PENGANTAR valuasi pelaksanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ( LP...

1 downloads 761 Views 17MB Size
EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (LP2B)

DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2015

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (LP2B)

DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2015 Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________i

Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Penanggungjawab

:

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam

Penyusun

:

Nono Rusono Anwar Sunari Zulfriandi Jarot Indarto Ali Muharam Noor Avianto Dini Maghfirra Puspita Suryaningtyas Tejaningsih Ifan Martino Susilawati Dian Hersinta

Editor

:

Ali Muharam Dini Maghfirra

Cover Buku

:

http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistimpengairan-irigasi-di-bali.html http://posronda.net/2014/08/18/selamatkan-lahan-pertanianpeneliti-kembangkan-teknologi-sawah-anti-theft/

Direktorat Pangan dan Pertanian,Bappenas Gedung 2A, Lantai 5 Jl.Taman Suropati No.2 Jakarta Pusat,10310 Phone: 021-319-34323 Fax:021-391-5404 Email: [email protected]

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ii

KATA PENGANTAR valuasi pelaksanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang dilaksanakan tahun ini bertujuan untuk melihat sejauhmana implementasi dari regulasi yang telah ditetapkan sejak tahun 2009 yang terdiri atas UU 41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta peraturanperaturan turunannya. Regulasi ini muncul pertama kali dari kekhawatiran banyaknya lahan-lahan pertanian yang berubah fungsi ataupun dimiliki oleh perusahaan asing.Evaluasi ini diharapkan dapat menghimpun informasi-informasi terbaru terkait pelaksanan LP2B di daerah, baik dari sisi perencanaan, penetapan, pengembangan, penelitian, pengawasan, pembiayaan, pengendalian, dan peran serta masyarakat terhadap pelaksanaan LP2B.Hasil evaluasi atas informasi-informasi pelaksanaan LP2B tersebut dapat dijadikan sebagai bahan dalam perumusan kebijakan LP2B sehingga kebijakan ini dapat operasional di tingkat lapangan.

E

Penyusunan hasil evaluasi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan.Oleh karena itu, masukan, kritik, ataupun saran bagi perbaikan tulisan sangat diharapkan.Terima kasih kami ucapkan pula kepada pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan evaluasi LP2B ini khususnya kepada pihak Bappeda dan Dinas Pertanian di lokasi-lokasi yang menjadi sampel kegiatan ini. Jakarta, Desember 2015 Direktur Pangan dan Pertanian

Nono Rusono

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iii

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iv

RINGKASAN EKSEKUTIF ektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Indonesia. Selain tenaga kerja yang terserap cukup besar, sektor ini juga masih mampu memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar bagi perekonomian nasional.Akan tetapi, permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.Lahan merupakan faktor utama dalam pengembangan pertanian.Oleh karena itu, pada tahun 2009 Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang No.41/2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).Undang-undang ini diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan nasional dan Indonesia memiliki lahan pertanian abadi.

S

Adapun tujuan dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah untuk: 1. mengidentifikasi perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B; 2. mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kebijakan LP2B; serta 3. menganalisis dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kebijakan LP2B serta rekomendasi kebijakan yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode survey dengan mengambil beberapa sampel kabupaten yang menjadi sentra pertanian padi di provinsinya masingmasing, yaitu Aceh Tamiang (NAD), OKU Timur (Sumsel), Lamongan (Jatim), Maros (Sulsel), Garut (Jabar), Sleman (DIY), Magelang (Jateng), Lombok Tengah (NTB), dan Tabanan (Bali). Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis ini didasarkan pada UU No. 41/2009 pasal 4, yaitu: a. Perencanaan dan Penetapan b. Pengembangan c. Penelitian d. Pemanfaatan e. Pembinaan f. Pengendalian g. Pengawasan h. Sistem Informasi i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani j. Pembiayaan k. Peranserta Masyarakat l. Dan ditambah dengan sanksi administrasi. Aspek-aspek di atas diukur dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan hasil implementasi dari undang-undang tersebut. Selanjutnya, untuk mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B digunakan Participatory System Analysis (PSA) yang memetakan berbagai faktor tersebut ke empat diagram, yaitu symptom, critical element, motor/leverage, dan buffer.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________v

Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun 2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian No 1.

Aspek LP2B Perencanaan dan Penetapan

2.

Pengembangan

3.

Penelitian

4. 5. 6.

Pemanfaatan Pembinaan Pengendalian

7. 8. 9. 10.

Pengawasan Sistem Informasi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Pembiayaan

11. 12.

Peranserta Masyarakat Sansi Administrasi

Pelakasanaan Tidak direncanakan secara matang, penetapan LP2B sebagian besar di RTRW bukan di RDTR Sebagian besar merupakan program rutin bukan LP2B 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum melaksanakan penelitian Bagian dari rutinitas bukan LP2B Bagian dari rutinitas bukan LP2B Insentif belum dikaitkan dengan program LP2B Belum ada sistem pelaporan LP2B Belum ada sistem informasi LP2B Cenderung program rutin bukan LP2B Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3 kabupaten, sumber APBD Belum terlibat Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan belum berjalan sebagaimana mestinya.Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang–undang tersebut.Berdasarkan seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan penelitian.Aspek perencanaan dan penetapan pun masih berada pada koridor yang tidak tepat karena ada beberapa kabupaten menempatkan LP2B di dalam RTRW, seharusnya LP2B dan Lahan Cadangan P2B ditempatkan di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Rekapitulasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di kabupaten sampel diuraikan pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________vi

Tabel 2. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B

No

Wilayah Studi

1.

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

2.

OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

3.

Lamongan, Provinsi Jawa Timur

4.

Tabanan, Provinsi Bali

5.

Sleman, Provinsi Yogyakarta

6.

Magelang, Provinsi Jawa Tengah

7.

Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

8.

Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

9.

Garut, Provinsi Jawa Barat

Kriteria Faktor yang Berpengaruh Critical Symptom Motor/Leverage Elements Regulasi daerah, Data pemilik petunjuk teknis lahan dan terkait LP2B, kerjasama sosialisasi LP2B, instansi basis data lahan, rendahnya kesadaran pelaku Hukum, Perkebunan kepemilikan lahan, rakyat dan dan sarana dan sosialisasi LP2B prasarana usaha tani Alih Fungsi Lahan Sumber air baku, dan Tataniaga jaringan irigasi, pupuk dan harga jual panen Alih Fungsi Lahan Sikap para petani serangan hama dan Kondisi Sosial terhadap LP2B penyakit Ekonomi dan dampak perubahan iklim Alih fungsi, tataniaga pupuk, dan harga jual panen Kelompok tani, anggaran terbatas, dan sarana dan prasarana usaha tani Rendahnya kepemilikan lahan, teknologi alternatif, dan nilai ekonomi pertanian

Buffer

Sumber air baku, jaringan irigasi, dan harga pupuk Pemetaan wilayah dan insentif dan disinsentif Peran serta masyarakat dalam LP2B, perkembangan pembangunan, dan hamparan sawah tersebar SDM Dinas

Regulasi LP2B

Anggaran, alih fungsi, dan investor Anggaran terbatas, alih fungsi, dan investor melirik Garut

Sosialisasi dan Koordinasi LP2B SDM terbatas, dan tidak ada wilayah acuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________vii

Berdasarkan tabel di atas telah dapat diidentifikasi bahwa tiap wilayah memiliki kriteria faktor-faktor yang berbeda.Perbedaan kriteria dari masing-masing wilayah tersebut disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya sosialisasi LP2B, LP2B bukan prioritas wilayah, koordinasi antar SKPD dan sebagainya. Berdasarkan hasil uraian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan, perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tidak didasarkan pada pendapat atau usulan dari masyarakat. Alasannya belum memiliki informasi yang cukup untuk mensosialisasikan LP2B ke masyarakat. 2. Luasan lahan LP2B yang ditetapkan masih pada luasan kabupaten dan paling kecil sampai pada tingkat kecamatan karena lebih aman jika terjadi perubahan lahan dikemudian hari 3. Ada satu wilayah telah menetapkan Peraturan Bupati tentang LP2B, yaitu Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun peraturan tersebut. 4. Ada 6 kabupaten telah melakukan penelitian terkait dengan LP2B dengan dana APBD dimana hasil penelitian tersebut digunakan untuk penyusunan perencanaan LP2B 5. Aspek pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, sampai dengan aspek sanksi belum diterapkan karena semua wilayah masih terfokus pada proses perencanaan dan penetapan LP2B 6. Permasalahan yang muncul terkait dengan LP2B adalah kurangnya sosialisasi LP2B baik dari pusat maupun provinsi, dan ketidakmampuan pihak kabupaten dalam mengontrol alih fungsi lahan dan alih fungsi komoditas Adapun rekomendasi yang dapat disarankan atas hasil kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya, Pemerintah Daerah (Pemda) penyusunan rencana LP2B terlebih dahulu sebelum ditetapkan di dalam Perda 2. Sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan LP2B. Kendala utama penyebab tidak jalannya pelaksanaan LP2B harus menjadi fokus perhatian sehingga permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan. 3. Evaluasi pasal-pasal yang ambigu dalam UU No. 41 Tahun 2009 beserta turunannya, terutama untuk membedakan perlakuan antara kegiatan reguler dengan kegiatan LP2B. 4. Sebaiknya dilakukan koordinasi kembali terkait LP2B, terutama di tingkat pusat, yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan fungsi masing-masing pada program LP2B 5. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait kegiatan LP2B antara lain: a. Kementerian Pertanian harus melakukan sosialisasi lebih intensif, b. Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah yang tidak sesuai dengan regulasi LP2B, c. Bappeda mengkoordinasikan pembentukan Tim LP2B di daerah, d. Pendataan petani by name by addres diperlukan sebagai salah satu instrumen pendukung pelaksanaan program LP2B yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BPS dan Kementerian Dalam Negeri.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________viii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. RINGKASAN KAJIAN .......................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR TABEL.................................................................................................... DAFTAR GAMBAR...............................................................................................

iii v ix xi xiii

PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Tujuan............................................................................................. 1.3. Sasaran............................................................................................ 1.4. Ruang Lingkup............................................................................... 1.5. Keluaran..........................................................................................

1 3 3 3 3

BAB 1

TINJAUAN KEPUSTAKAAN ……………………………………….. 2.1. Land Reform, Reformasi Agraria dan Kebijakan LP2B …………. 2.2. Alih Fungsi Lahan ……………………………………………….. 2.3. Hasil-hasil Penelitian Terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ……………………………………………………..

10

BAB 3

METODE KAJIAN ……………………………………………….......... 3.1. Kerangka Kajian ............................................................................. 3.2. Objek Kajian................................................................................... 3.3. Lokasi Kajian.................................................................................. 3.4. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 3.5. Metode Analisis..............................................................................

17 17 17 17 18 18

BAB 4

IDENTIFIKASI DAN ANALISA REGULASI……………………… 4.1. Identifikasi Regulasi dan Analisis Kritis Regulasi......................... 4.2. Analisis Regulasi LP2B..................................................................

23 23 30

BAB 5

GAMBARAN UMUM……….………………………………………… 5.1. Pemetaan Penetapan LP2B di dalam RTRW................................... 5.2. Gambaran Umum Luasan Sawah dan Produktivitas Padi di Wilayah Studi …………………………………………………….

39 39

BAB 2

BAB 6

EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN LP2B……….…………………………………………………………… 6.1. Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B..................................... 6.2. Aspek Pengembangan LP2B......................................................... 6.3. Aspek Penelitian LP2B................................................................. 6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B............................................................. 6.5. Aspek Pembinaan LP2B ...............................................................

5 5 7

44

47 47 56 59 61 63

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ix

6.6. 6.7. 6.8. 6.9. 6.10. 6.11. 6.12. 6.13. 6.14.

Aspek Pengendalian LP2B........................................................... Aspek Pengawasan LP2B............................................................. Aspek Sistem Informasi LP2B...................................................... Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani............................ Aspek Pembiayaan........................................................................ Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B.................................... Aspek Sanksi................................................................................. Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B ................. Pendapat Petani terhadap LP2B....................................................

65 66 67 68 71 72 72 73 75

PERMASALAHAN DAN FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PELAKSANAAN LP2B……………………….............. 7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B................................................... 7.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Atas Pelaksanaan LP2B.............

83 83 85

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………….......... 8.1. Kesimpulan ..................................................................................... 8.2. Rekomendasi ...................................................................................

97 97 97

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. LAMPIRAN .............................................................................................................

101

BAB 7

BAB 8

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________x

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. 3.1. 3.2. 4.1. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7. 6.8. 6.9. 6.10. 6.11. 6.12. 6.13. 6.14. 6.15. 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5. 7.6. 7.7. 7.8. 7.9. 7.10. 7.11.

Hal Kebijakan LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota Kajian …………… 11 Lokasi Kajian Evaluasi LP2B …………………………………………. 18 18 Variabel Analisis Evaluasi Implementasi LP2B………………………. 31 Analisis Undang-undang No. 41 Tahun 2009……………….................. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah 39 Data LP2B yang Melebihi dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit……… 40 Data LP2B yang kurang dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit………... 42 Identifikasi Wilayah Studi……………………………………………... 44 Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi…………………………... 48 Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RTDR…………………. 53 Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B……………. 57 Penilaian Aspek Penelitian P2B ……………………………………….. 60 Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B …………………………………... 62 Penilaian Aspek Pembinaan LP2B …………………………………….. 64 Aspek Pengendalian LP2B …………………………………………….. 65 Penilaian Aspek Pengawasan LP2B …………………………………… 67 Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B ……………………………… 68 Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ……………. 70 Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B …………………………………… 71 Penilaian Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B ………………….. 72 Penilaian Aspek Sanksi LP2B …………………………………………. 73 74 Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian … 76 Pendapat Petani Tentang LP2B ……………………………………….. 83 Permasalahan Pelaksanaan LP2B di Wilayah Studi …………………... Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh 86 Tamiang ……………………………………………………………….. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Oku 87 Timur …………………………………………………………………... Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten 87 Lamongan ……………………………………………………………… Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten 88 Tabanan ……………………………………………………................... Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten 89 Lombok Tengah ……………………………………………………….. 90 Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten 91 Maros …………………………………………………………………... Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten 92 Sleman …………………………………………………………………. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten 93 Magelang ………………………………………………………………. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B 95 Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. 2.2. 3.1. 3.2. 5.1. 5.2. 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5. 7.6. 7.7. 7.8. 7.9.

Segitiga Lokasi Weber ………………………………………………… Kurva Permintaan Losch dan Kerucut Permintaan …………………… Kerangka Kajian Implementasi Kebijakan LP2B …………………….. Contoh Diagram Participatory Sistem Analisis (PSA) ………………... Luasan Baku Sawah Wilayah Studi (Ha) ……………………………… Produktivitas Lahan Sawah Wilayah Studi (Ton/Ha) …………………. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang ……………………………………………... Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten OKU Timur ………………………………………………... Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lamongan …………………………………………………. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Tabanan …………………………………………………… Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lombok Tengah …………………………………………… Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut ………………………………………………………. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Maros ……………………………………………………... Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Sleman …………………………………………………….. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Magelang …………………………………………………..

Hal 8 9 17 22 45 46 86 87 88 89 90 91 92 93 94

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xiii

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang

Berbicara mengenai pertanian, tidak terlepas dari lahan. Lahan merupakan faktor utama dalam pengembangan pertanian. Sebagai negara agraris yang memiliki serapan tenaga kerja terbanyak dibandingkan sektor ekonomi lainnya, sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan pembangunan nasional, khususnya dalam penyediaan pangan. Pasokan pangan lokal menjadi tumpuan bagi penyediaan pangan nasional. Namun, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan aktivitas ekonomi, serta peningkatan kebutuhan pangan menyebabkan upaya mencapai ketahanan pangan nasional di masa mendatang menjadi semakin berat. Apalagi ditunjang dengan kenyataan bahwa penyediaan pangan lokal belum mampu memenuhi permintaan pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan dan turun naiknya produksi dan produktivitas pangan nasional. Dengan kata lain, produksi pangan sangat dipengaruhi iklim, apalagi sekarang ini pertanian dihadapkan pada fenomena iklim yang tidak menentu sebagai akibat terjadinya perubahan iklim (climate change). Tantangan berikutnya yang harus dihadapi oleh sektor pertanian adalah semakin tergerusnya lahan-lahan pertanian oleh aktivitas ekonomi manusia, terutama untuk permukiman, pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan, dan sebagainya), ataupun industri. Pembangunan yang terus dilaksanakan menyebabkan banyak lahan pertanian yang harus beralih fungsi menjadi non-pertanian. Alih fungsi lahan semakin masif terjadi di wilayah perkotaan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa selama periode Juni 1998-Juni 2003, terjadi konversi lahan sawah menjadi lahan bukan pertanian mencapai sekitar 12,7 ribu ha, sementara konversi dari lahan pertanian bukan sawah menjadi lahan non pertanian mencapai sekitar hampir 30 ribu ha. Harga lahan yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor pemicu para petani untuk melepas kepemilikan lahannya ke investor untuk dialihfungsikan. Artinya, motif ekonomi menjadi penyebab utama dari alih fungsi lahan. Adapun petaninya itu sendiri memanfaatkan hasil penjualan lahannya tersebut dalam berbagai keperluan, seperti pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, warisan, membeli lahan baru di wilayah yang jauh dari perkotaan, dan sebagainya. Akibatnya keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan terjadi penurunan produksi pangan, khususnya padi. Akibatnya, kemampuan produksi pangan lokal semakin tidak mampu memenuhi tekanan demand pangan yang cukup tinggi, selanjutnya pemerintah akan melakukan impor atas komoditas pangan. Dampak berikutnya adalah semakin besar anggaran pemerintah untuk pengadaan pangan impor atau terjadinya pengeluaran sumber daya kapital ke luar negeri (capital flight). Menyadari kondisi yang semakin mengkhawatirkan atas konversi lahan tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang No.41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Undang-undang ini diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 1

teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan nasional. Di samping itu, pemerintah akan memiliki lahan pertanian abadi dalam rangka penyediaan pangan karena di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lahan-lahan yang termasuk di dalam kategori lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) tidak dapat dialihfungsikan ke peruntukan lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak akan memberi rekomendasi alih fungsi atas tanah yang telah ditetapkan sebagai lahan LP2B. Dengan diterbitkannya undang-undang ini, pemerintah berharap dapat melindungi lahan-lahan pertanian pangan dari konversi lahan dan menjadikan lahan tersebut menjadi lahan abadi bagi pertanian. Namun, tentunya undang-undang ini tidak dapat berjalan dengan baik apabila petani sebagai pemilik lahan tidak mengetahui keberadaan dari undang-undang tersebut. Guna memperkuat kedudukan UU No.41/2009, selanjutnya pemerintah mengeluarkan peraturan perundangan yang berfungsi memperjelas fungsi dan kedudukan dari undangundang tersebut, yaitu (i) PP No.1/2011 Tentang Penetapan dan alih Fungsi Lahan Pertanian; (ii) PP No.12/2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan; (iii) PP No.25/2012 Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan (iv) PP No.30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan perundangan tentang alih fungsi lahan di lahan LP2B hanya dapat dilakukan untuk kepentingan publik saja sedangkan alih fungsi lainnya tidak diperkenankan. Peraturan tentang insentif dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan insentif kepada lahan pertanian yang terkena LP2B berupa perbaikan prasarana dan sarana serta bantuan input produksi sampai dengan pasca panen, misalnya jaminan harga. Sedangkan peraturan tentang sistem informasi LP2B dimaksudkan untuk memberikan arahan bahwa penetapan LP2B harus dapat diakses ataupun diinformasikan ke masyarakat. Adapun peraturan tentang pembiayaan pada dasarnya menjelaskan kegiatan-kegiatan LP2B yang didanai serta sumber pendanaannya. Peraturan perundangan terkait dengan LP2B ini masih dapat dikatakan relevan dengan prioritas Nawa Cita yang disebutkan di dalam RPJMN Tahun 2015-2019. Pada Nawa Cita ke-5 disebutkan bahwa “Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia”. Artinya, salah satu wujud dari peningkatan kualitas hidup adalah dengan peningkatan kesejahteraan penduduk. Peningkatan kesejahteraan hidup petani lebih dikaitkan pada penguasaan lahan pertanian. Oleh karena itu, prioritas ini masih memiliki relevansi dengan upaya perlindungan petani melalui LP2B. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu setelah ditetapkannya UU No. 41/2009 implementasi dari regulasi tersebut belum mampu mengimbangi alih fungsi lahan yang terus terjadi. Disisi lain, program pencetakan sawah baru yang menjadi salah satu tupoksi Kementerian Pertanian acap tidak mencapai target dan masih menyisakan berbagai permasalahan seperti ketersediaan sarana pendukungnya seperti petani, irigasi, dan juga akses usaha. Persoalannya adalah apakah informasi LP2B tersebut telah sampai pada masyarakat yang lahannya terkena LP2B. Apakah pemerintah daerah telah mengeluarkan peraturan perundangan daerah terkait dengan LP2B dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan suatu evaluasi atau assessment untuk melihat implementasi kebijakan LP2B dikaitkan dengan berbagai regulasi yang telah disusun selama ini. Evaluasi ini menitikberatkan pada amanat yang ditelah ditetapkan di dalam UU No.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 2

41/2009, yaitu dimulai pada saat perencanaan sampai dengan implementasi dari pelaksanaan LP2B tersebut.

1.2.

Tujuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) bertujuan bertujuan untuk: 1. mengidentifikasi perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B; 2. mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kebijakan LP2B; serta 3. menganalisis dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kebijakan LP2B serta rekomendasi kebijakan yang diperlukan.

1.3.

Sasaran

Adapun yang menjadi sasaran dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah: 1. Teridentifikasinya perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B dan permasalahan yang dihadapi, dan 2. Tersusunnya rekomendasi kebijakan percepatan pelaksanaan LP2B

1.4.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) meliputi: 1. Identifikasi peraturan perundangan; 2. Identifikasi dan evaluasi proses pelaksanaan; dan 3. Identifikasi permasalahan dan penyusunan rekomendasi kebijakan

1.5.

Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah tersusunnya sebuah laporan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan termasuk didalamnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 3

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 4

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1.

Land Reform, Reformasi Agraria dan Kebijakan LP2B

Berdasarkan laporan dari Foley (2014) yang ditulis di dalam National Geographic edisi Mei 2014 bertopik “Masa Depan Pangan” menyebutkan bahwa lahan tanpa es yang terbagi atas dua hal, yaitu lahan yang belum tersentuh sebesar 46,5% dan lahan yang telah diubah manusia sebesar 53,5% dari total area permukaan bumi, termasuk air, seluas 509 triliun Km2. Luas bumi yang telah diusahakan oleh manusia terbagi atas dua hal, yaitu untuk pertanian seluas 50 triliun meter persegi (38,6%) dan lainnya seluas 19 triliun meter persegi (14,9%). Lahan pertanian dimanfaatkan untuk penggembalaan dan lahan tanam, sedangkan lahan lainnya terdiri dari lahan yang tergerus karena erosi, perumahan dan bisnis pedesaan, area perkotaan, hutan tanaman, pembalakan, dan pertambangan, tambang terbuka, jalanan, rel kereta api, penampungan air. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa lahan pertanian mendominasi area bumi saat ini. Artinya, seluruh lahan tersebut dimanfaatkan untuk penyediaan pangan bagi milyaran penduduk di muka bumi. Data tersebut dapat menjelaskan bahwa lahan pertanian sangat krusial bagi penghidupan penduduk dunia. Seperti diketahui bahwa tanah memiliki dua sisi perspektif, yaitu sebagai barang ekonomi, dan objek budaya yang memiliki nilai ikatan spiritual (Husein, 2014). Sebagai barang ekonomi, tanah atau lahan dapat dimanfaatkan secara langsung untuk penghidupan, baik untuk pertanian, permukiman, usaha, fasilitas publik dan sebagainya. Di sisi lainnya, lahan dapat dialihkan status kepemilikannya dari satu orang/lembaga ke orang/lembaga lainnya, atau dengan kata lain, lahan sebagai objek yang dapat diperjualbelikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena lahan sebagai objek yang dapat dialihkan statusnya atau diperjualbelikan, dan dapat dialihfungsikan dari pertanian ke non-pertanian, hal ini yang menjadi titik dasar terjadinya permasalahan pertanahan hampir di seluruh negara di dunia. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah kesenjangan dalam kepemilikan lahan. Orang-orang berkapital melakukan akuisisi atas lahan-lahan yang dimiliki oleh orang-orang yang tergolong miskin atau berketidakmampuan, sehingga terjadinya ketimpangan atas distribusi lahan. Hal ini menimbulkan gagasan di dunia untuk melakukan “Land Reform”. Sejarah Land Reform pertama kali dilakukan di jaman Yunani Kuno pada pemerintahan Solon, 594 tahun Sebelum Masehi (Heryanti, 2011). Selanjutnya, melalui tonggak-tonggak sejarah: “land reform” berhasil diterapkan di jaman Romawi Kuno (134 SM) oleh Tiberius Gracchus; gerakan pencaplokan tanah-tanah pertanian oleh peternak di Inggris, selama ±5 abad; dan Revolusi Perancis (1789 – 1799), maka sejak itu hampir semua negara-negara di Eropa melakukan “land reform”. Apalagi setelah Perang Dunia Kedua, terjadi pembaharuan pertanahan di dunia. Dalam perkembangannya reforma agraria mengalami perkembangan dan perubahan dimana ada negara yang berhasil dan membawa perubahan dalam perkembangan pembangunan dalam negaranya namun ada pula yang gagal.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 5

Selanjutnya, program land reform pertama kali dipopulerkan oleh Amerika Serikat melalui Bank Dunia, yang kemudian menyebar ke Asia,Afrika, dan Amerika Latin. Pengertian land reform menurut Cohen (1978) adalah redistribusi tanah sebagai upaya perbaikan struktur penguasaan dan kepemilikan lahan di tengah masyarakat sehingga kemajuan dapat diraih dan lebih menjamin keadilan. Adapun reformasi agraria adalah suatu upaya yang sistematik, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat dalam jangka waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial serta menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat “baru” yang demokratis dan berkeadilan yang mulai dengan langkah menata ulang penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya, kemudian disusul oleh sejumlah program pendukung lain untuk meningkatkan produktivitas petani khususnya dan masyarakat pada umumnya (Bachriadi, 2007). Berdasarkan kedua pengertian tersebut, terjadi perbedaan pengertian antara land reform dan reformasi agraria yang diterapkan di Indonesia. Reformasi agraria di Indonesia di mulai pada tahun 1948 dengan dibentuknya Panitia Agraria Yogyakarta melalui Penetapan Presiden No. 16 Tahun 1948. Selanjutnya, perjuangan untuk mensahkan regulasi tentang agraria terus dilakukan, dan akhirnya pada tahun 1960 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) disahkan menjadi Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria tanggal 24 September 1960. Baik land reform ataupun reformasi agraria lebih cenderung pada satu konsep, yaitu redistribusi penguasaan dan pemilikan tanah yang berkeadilan. Kaitan UUPA dengan pertanian, disebutkan pasal 7 dan 17 UUPA dimana terdapat pembatasan penguasaan dan pemilikan tanah, serta batas-batas maksimum pemilikan tanah. Pasal tersebut mendasari terbentuknya Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Pertanian dan Pembagian Ganti Rugi. Pada dasarnya undang-undang tersebut mengatur 3 masalah pokok, yaitu (1) penetapan luas maksimum penguasaan tanah, (2) gadai tanah, dan (3) luas maksimum tanah pertanian (Mungkasa, 2014). Akan tetapi, undang-undang landreform ini tidak dapat diterapkan di Pulau Jawa karena luas lahan yang akan dibagikan tidak cukup. Berdasarkan Heryanti (2001) disebutkan bahwa sejak tahun 1961 sampai dengan 2002, setidak-tidaknya sebanyak 840.227 hak tanah obyek landreform sudah didistribusikan kepada 1,328 juta lebih keluarga petani yang tersebar diseluruh Indonesia. Inti dari reformasi agraria ini adalah dalam rangka peningkatan produksi pertanian melalui redistribusi tanah dan peningkatan taraf hidup petani. Bagaimana halnya kaitan antara UUPA dan UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B. Kaitan keduanya adalah saling melengkapi dimana Reformasi Agraria menetapkan luasan kepemilikan dan penguasaan lahan, sedangkan UU LP2B lebih kepada upaya mempertahankan status luasan lahan pertanian produktif agar tidak terjadi konversi lahan ke non-pertanian, meskipun lahan tersebut dapat dialihkan status kepemilikan dan kepenguasaannya, namun fungsinya tetap sebagai lahan pertanian. Basisnya adalah bahwa pemerintah akan memagari lahan-lahan pertanian dan pangan agar tidak terjadi penyusutan lahan-lahan tersebut sebagai akibat adanya konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 6

2.2.

Alih Fungsi Lahan

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa lahan atau tanah memiliki dua perspektif, yaitu sebagai objek ekonomi dan objek budaya. Sebagai objek ekonomi, lahan menjadi barang yang dapat dialihkan status kepemilikan dan penguasaannya atau dapat diperjualbelikan karena memiliki nilai tukar. Tanah seringkali dijadikan sebagai barang tabungan karena nilai objek tersebut tidak pernah turun bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, perorangan yang memiliki lahan yang cukup luas berarti orang tersebut dapat dikatakan kaya. Teori yang berkaitan erat dengan alih fungsi lahan adalah teori lokasi. Dalam laporan ini, ada dua teori yang diungkap, yaitu teori Weber dan Losch. Kedua teori ini memiliki prinsip yang sama dalam penentuan lokasi adalah adanya biaya terkecil. Penentuan lokasi merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan pra- produksi sebab pemilihan lokasi yang salah akan berdampak pada ketidakberhasilan usaha pertanian bahkan bisa menimbulkan kebangkrutan pada usaha yang telah diinvestasikan. Untuk usaha agribisnis yang berskala kecil mungkin saja pemilihan lokasi bukan merupakan prioritas utama karena umumnya produksi dilakukan di daerah domisili para petani. Akan tetapi, jika usaha agribisnisnya berskala besar, seperti dalam bentuk perusahaan, yang dikelola oleh perusahaan dengan modal investasi yang cukup besar, maka aspek lokasi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan dan kesinambungan usaha. Pengambilan keputusan tentang penentuan lokasi usaha oleh perusahaan terkait dengan memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh terutama dalam meminimalisasi biaya produksi (cost of production) dan biaya transportasi. Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan lokasi, yaitu kemudahan dalam pengumpulan input produksi, proses produksi, dan pemasaran (Budiharsono, 1988). Pertama, pertimbangan kemudahan dalam input produksi lebih ditekankan pada kedekatan lokasi dengan sumber input produksi dan tenaga kerja. Ada dua sumber input produksi, yaitu input lokal dan input yang dapat ditransfer. Input lokal adalah semua barang dan jasa yang menjadi potensi sumberdaya dari lokasi tersebut. Input lokal ini tentunya didukung oleh faktor-faktor lain sehingga potensi sumberdaya tersebut berlimpah di daerah itu, seperti lahan, iklim, kualitas udara, kualitas air, keadaan lingkungan, infrastruktur jalan, telekomunikasi, kelistrikan, dan sebagainya. Selanjutnya, input yang dapat ditransfer adalah input produksi yang dapat ditransfer dari sumber-sumber di luar suatu lokasi atau dari lokasi tersebut ke luar lokasi. Dengan adanya input yang dapat ditransfer dari dan ke luar lokasi merupakan pencerminan adanya biaya transfer atau biaya transportasi. Kedua pertimbangan terhadap lokasi produksi didasarkan pada pertimbangan biaya terkecil. Pertimbangan lokasi produksi berdasarkan pada biaya terkecil dimaksudkan agar perusahaan dapat mengurangi biaya yang tidak perlu dikeluarkan. Seperti halnya di beberapa daerah di Indonesia, ongkos untuk pendirian usaha relatif cukup besar karena banyak sekali pungutan dan biaya diluar perijinan pendirian usaha, seperti biaya penghubung dan biaya percepatan perijinan. Di samping itu, perusahaan juga harus meminimalkan biaya transportasi dengan penentuan lokasi tersebut karena masih terdapatnya beberapa pungutan di jalan, baik atas nama PAD (penerimaan asli daerah) disuatu wilayah ataupun untuk kelancaran transportasi. Beberapa penelitian telah Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 7

membuktikan betapa besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendistribusikan barangnya ke wilayah lain. Bila kondisi ini terus dibiarkan dan bahkan dipelihara, maka akan banyak perusahaan yang hengkang dari lokasi tersebut bahkan banyak tidak akan memilih berinvestasi di lokasi itu karena pertimbangan tersebut di atas. Selain, biaya pembuatan perijinan yang murah, alternatif pemilihan lokasi juga ditentukan oleh biaya transportasi. Berdasarkan Alfred Weber yang dikutip oleh Budiharsono (1988) dan Richardson (1972) mengungkapkan bahwa pendekatan biaya terkecil sebagai salah satu alternatif pemilihan lokasi. Dasar Teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi untuk suatu usaha didasarkan atas biaya transportasi terkecil atau meminimumkan biaya transportasi. Weber mengemukakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi usaha, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi (terpusatnya industri yang memproduksi komoditas yang sama). Weber mengasumsikan bahwa biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh dan berat barang sehingga titik yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian adalah minimum. Weber menggambarkan teorinya dengan segitiga lokasi (lihat Gambar 2.1), di mana titik lokasi optimum (T) adalah titik keseimbangan antara sumber bahan-bahan mentah (M1 dan M2) dengan pasar (Mk). Untuk menunjukkan bahwa lokasi tersebut optimum terhadap sumber-sumber input produksi dengan pasar, Weber mengemukakan suatu indeks yang disebut dengan indek bahan (material index) yang dirumuskan sebagai berikut: Berat Bahan Mentah Lokal Indeks Bahan = Berat Produk Akhir X

Keterangan:

Mk

T M1 Y

= Lokasi usaha optimum

M1 & M2 = Sumber bahan mentah

a

b

T

Mk

= Pasar

cx,y,z

= bobot dari input atau output

a,b,c

M2= jarak antara lokasi input dengan pasar

Z

Gambar 2.1. Segitiga Lokasi Weber

Bila indeks bahan lebih dari satu (> 1) artinya bahwa perusahaan tersebut lebih berorientasi ke bahan mentah (material oriented). Sedangan bila nilai indeks bahannya kurang dari satu (< 1) berarti perusahaan tersebut lebih berorientasi kepada pasar (market oriented). Teori Weber tersebut mempunyai kelemahan sebagai berikut: Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 8

1. Diasumsikan bahwa biaya transportasi dan biaya produksi bersifat konstan, 2. Tidak memperhatikan faktor kelembagaan, seperti kebijakan pemerintah berupa pajak lokal, 3. Terlalu menekankan pada sisi input. Terlepas dari kelemahan teori tersebut, Teori Weber dapat dimanfaatkan dengan menggunakan asum-asumsi dari kelemahan teorinya. Ketiga pemilihan lokasi berdasarkan kedekatan dengan pasar. Pendekatan lokasi berdasarkan kedekatan dengan pasar diungkapkan oleh Losch yang menggunakan pendekatan Kerucut Permintaan yang diturunkan menjadi kurva permintaan. Teori Losch tersebut dikenal dengan teori Loschian Demand Curve atau kurva permintaan Losch (Gambar 2.2). Teori Losch memperbaiki Teori Weber dengan beberapa asumsi perbaikan sebagai berikut: 1. Penyebaran faktor input merata, seperti penyebaran bahan baku, tenaga kerja, dan modal, 2. Penyebaran/kepadatan penduduk merata, 3. Selera masyarakat diasumsikan sama, 4. Tidak ada ketergantungan lokasi antar perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Weber bahwa lokasi mempunyai kekuatan bila terjadi aglomerasi perusahaan. Harga

Kurva

F

Q Permintaan

S R P

S

P R Q F

O

Kuantitas/ Jumlah Barang (Q)

Gambar 2.2 Kurva Permintaan Losch dan Kerucut Permintaan

Pada kurva permintaan Losch diungkapkan bahwa pusat pasar adalah O sedangkan lokasi yang berdekatan dengan pasar adalah P. Harga persatuan barang adalah OP dengan permintaan sebesar PQ. Agak jauh dari pusat pasar, misalkan saja titik R, biaya pengangkutan menyebabkan harga persatuan barang meningkat menjadi OR dengan permintaan RS. Jauh dari pusat pasar, misalnya titik F, biaya pengangkutan menyebabkan harga per satuan barang menjadi sangat tinggi sehingga permintaan sama dengan nol.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 9

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa bila lokasi perusahaan tersebut dekat dengan sumber input produksi atau pasar, maka biaya pengangkutan dapat diminimalisasi oleh perusahaan. Tetapi bila lokasi perusahaan tersebut berjauhan dengan sumber input produksi atau pasar, maka biaya transportasipun akan meningkat dan biaya tersebut akan dibebankan pada produk yang dijual. Uraian di atas mencoba menggambarkan pemilihan lokasi lebih ditekankan pada minimalisasi biaya transportasi baik terhadap input produksi dan maupun terhadap penjualan output ke pasar. Oleh karena itu dapat disimpulkan beberapa hal yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi, yaitu: 1. Kedekatan dengan sumber input produksi, 2. Kedekatan dengan lokasi pemasaran, 3. Ketersediaan sumber tenaga kerja, baik dalam hal jumlah, spesifikasi, dan kualitas tenaga kerja. 4. Kebijakan mengenai upah regional, 5. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik penunjang, seperti transportasi, komunikasi, penerangan, pengairan, dan sebagainya. 6. Insentif wilayah dalam hal kemudahan birokrasi terutama dalam perijinan usaha. Berdasarkan kedua teori di atas dapat ditunjukkan pemilihan lokasi dalam rangka pengembangan usaha ditentukan berdasarkan kedekatan dengan sumber bahan baku produksi, pasar, dan biaya transfer. Hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan individu, kelompok, atau lembaga yang memiliki lahan dalam melepas status lahannya, terutama jika lahan tersebut memiliki nilai jual yang tinggi.

2.3.

Hasil-hasil Penelitian Terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pada bagian ini diuraikan beberapa hasil penelitian terkait dengan implemtasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Ada tiga fokus pembahasan yang dihasilkan oleh para peneliti sebelumnya, yaitu Implementasi Kebijakan LP2B, LP2B di dalam RTRW, pemetaan LP2B, dan tanggapan petani terhadap LP2B. Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan dari kebijakan LP2B seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Adapun penjelasan dari hasil-hasil penelitian terdahulu diuraikan di bawah ini: 1.

Pelaksanaan Kebijakan LP2B

Kebijakan LP2B yang telah diundangkan melalui UU No. 41 Tahun 2009 menjadi kajian menarik untuk diteliti. Salah satu peneliti yang membahas tentang pelaksanaan kebijakan LP2B di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dilakukan oleh Handari (2012) dan menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pelaksanaan kebijakan perlindungan LP2B di Kabupaten Magelang baru sebatas proses identifikasi lahan, dimana ditetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan adalah 42.079,00 hektar yang terdiri dari lahan sawah dan lahan kering dan tersebar di 21 kecamatan di dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Lahan Pertanian Pangan Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 10

2.

3.

2.

Berkelanjutan (LP2B) Bappeda Kabupaten Magelang. Hasil ini merupakan hasil identifikasi dari data sawah lestari dari Kementerian Pertanian, sebaran lahan sawah dari Badan Pertanahan Nasional, RTRW Kabupaten Magelang tahun 2010-2030, studi interprestasi citra satelit Kabupaten Magelang tahun 2010, dan hasil survey tahun 2012. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan LP2B, yaitu sosialisasi, petugas, dana, respon implementor, pemahaman terhadap kebijakan, peraturan pendukung, Standard Operating Procedure (SOP), koordinasi antar instansi, tingkat pendidikan, usia, kepemilikan lahan, alasan konversi, dukungan publik dan komitmen pelaksana, menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sebagaimana telah disimpulkan pada point 1 bahwa implementasi LP2B di Kabupaten Magelang baru sampai pada tahap identifikasi lokasi dan belum ada suatu peraturan daerah yang mengatur tentang hal tersebut. Hasil analisis Analytical Hyrarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa alternatif strategi yang menjadi prioritas dalam perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang adalah dari aspek ekologi. Hal ini sangat terkati erat dengan upaya pelestarian lingkungan dan kebijkaan LP2B mensyaratkan adanya upaya konservasi tanah dan air, karena dampak dari kerusakan tanah berakibat pada ketidakberlanjutan pertanian. Kesesuaian LP2B di dalam RTRW

Sesuai dengan amanat UU No. 41 Tahun 2009, kebijakan LP2B harus ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota. Berdasarkan hasil kajian dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian di tahun 2013 dan 2014 tentang Kajian Inventarisasi LP2B dihasilkan hal-hal sebagai berikut. Tabel 2.1. Kebijakan LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota Kajian

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 11

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 12

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 13

Berdasarkan kajian di atas, tidak ada penjelasan mengenai penetapan LP2B di dalam RTRW tersebut apakah sebelum ditetapkan LP2B tersebut disosialisasikan ke masyarakat atau tidak. Selanjutnya juga tidak dijelaskan apakah LP2B yang ditetapkan tersebut telah mengakomodasi usulan dari masyarakat yang terkena LP2B atau tidak. Kajian-kajian di atas lebih memfokuskan pada penetapan LP2B di RTRW dan kesesuaiannya dengan pemetaan sawah hasil audit 2012. 3.

Pemetaan LP2B

Kajian Pemetaan LP2B di Kabupaten Purworejo dilakukan oleh Sakti, dkk (2013). Pada penelitian ini dijelaskan bahwa terjadi alih fungsi lahan sawah ke non sawah dengan ratarata sebesar -0,0956% pertahun dari 2007–2011. Luas lahan sawah pada Tahun 2007 adalah 30.621,04 ha, namun di Tahun 2011 menjadi 30.504,02 ha atau terjadi penyusutan seluas 117,2 ha selama 5 tahun atau rata-rata 24 ha lahan sawah dikonversi per tahun. Adapun konversi pada lahan kering sebesar -0,0005% pertahun. Luas lahan kering di Tahun 2007 tecatat seluas 51.598,15 ha, sedangkan pada Tahun 2011 tercatat seluas 51.597,13 ha. Jadi, terjadi konversi lahan 1 hektar selama 5 tahun. Artinya, laju konversi lahan kering lebih lambat dibandingkan dengan lahan sawah. Di dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara hasil perhitungan peta present landuse (2010) (data primer) dengan luas dari Perda Pemkab Purworejo No. 27/2011, BPS (2010) dan BPN (2010). Total luas lahan pertanian hasil analisis peta present landuse adalah 38.561,82 ha; terdiri dari 27.850,18 ha lahan sawah (lowland) dan 10.711,00 ha lahan kering (upland). Pasal 52 ayat 2 Perda No. 27/2011 menyebutkan bahwa total kawasan pertanian pangan Purworejo 40.149 ha, terdiri dari 29.891 ha untuk lahan basah dan 10.258 ha lahan kering; sedangkan BPN Kabupaten Purworejo mencatat luas lahan sawah Tahun 2010 adalah 30.505,46 ha, dan menurut BPS (2010) seluas 30.626,99 ha. Adapun hasil analisis penentuan luas kawasan pertanian pangan yang dituangkan dalam bentuk peta LP2B dan LCP2B di Kabupaten Purworejo adalah total luas kawasan pertanian pangan adalah 38.562 ha terdiri dari lahan basah 27.850 ha dan lahan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 14

kering 10.712 ha. Perbedaan ini disebabkan berbedanya kriteria-kriteria yang diterapkan oleh masing-masing instansi ataupun yang melakukan penelitian. Kajian lainnya yang terkait dengan pemetaan LP2B, LCP2B, dan KP2B dengan menggunakan data citra penginderaan jauh dilakukan oleh Barus, dkk (2012) di Kabupaten Garut dan Bogor menghasilkan penelitian sebagai berikut: 1. Secara umum Kabupaten Garut termasuk yang surplus lahan sawah, sedangkan Kabupaten Bogor termasuk daerah yang defisit lahan sawah. 2. Hasil kajian ini berhasil mengidentifikasi bahwa penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan hanya mampu menyelamatkan lahan sawah sebesar 25% dari total area sawah yang teridentifikasi. 3. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian ini adalah: a. Penyebab lahan pangan belum terlindungi antara lain karena keterbatasan data yang tersedia untuk pengambilan keputusan. Ketersediaan data lain untuk penentuan lahan yang dilindungi bervariasi antar wilayah. Selain itu, keterlambatan penyelamatan lahan pangan juga terkait dengan pertimbangan ekonomi dan politis yang ada di kabupaten. b. Variabel yang selama ini digunakan untuk penentuan prioritas lahan pangan yang dilindungi perlu dijelaskan sampai proksi operasional yang spesifik. Pilihan proksi operasional harus mempertimbangkan karakteristik lokal wilayah yang sangat bervariasi. Oleh karena itu proksi ini tidak harus diseragamkan dalam bentuk aturan di level pusat. c. Upaya pembangunan basis data spasial harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat mengidentifikasi secara persis lokasi lahan pangan yang akan menjamin tercukupinya kebutuhan pangan masa depan. Dukungan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis akan mempermudah proses pemantauan dinamik penggunaan lahan, proses pembaruan dan analisis spasial yang dibutuhkan secara lebih cepat dan lebih akurat. 4.

Tanggapan Petani terhadap LP2B

Respons petani terhadap implementasi LP2B sangat penting diketahui karena masyarakat yang terkena LP2B, lahannya tidak dapat dialihfungsikan ke non pertanian pangan, namun lahannya dapat dijual dengan tetap status lahannya adalah lahan pertanian pangan. Penelitian tentang tanggapan petani atas kebijakan LP2B dilaksanakan oleh Rantini dan Prabatmodjo (2014) di Kabupaten Bandung dengan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Sebanyak 68,6% responden menyatakan tidak akan pernah mengalihfungsikan lahan sawah milik, meskipun sistem tumpang sari memungkinkan 52,4 % responden menanam komoditas selain padi di lahan sawah tersebut. 2. Pandangan responden atas kesediaan untuk memelihara jaringan irigasi, meningkatkan kesuburan tanah, mencegah kerusakan lahan, dan memelihara jalan usahatani menunjukkan kesediaan mereka untuk memeliharanya. 3. Pandangan mereka atas insentif terhadap LP2B (walaupun belum ada ketetapan insentif di lokasi penelitian) menunjukkan bahwa 80% responden membutuhkan insentif tersebut kecuali insentif yang berbentuk penghargaan terhadap petani berprestasi tinggi. Hanya 54,3% yang menyatakan memerlukan insentif atas petani berprestasi.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 15

4.

5.

6.

Tanggapan responden atas lahan-lahan mereka yang telah masuk di dalam LP2B, namun telah dialihfungsikan, maka mereka menjawab 74,3% responden tidak sanggup mengganti infrastruktur pertanian yang telah diinvestasikan oleh pemerintah. Di samping itu, sebanyak 79,1% responden juga menyatakan tidak akan sanggup mengganti sawah seluas 3 kali lipat sawah yang telah dialihfungsikan. Hasil temuan lainnya dari penelitian ini adalah sekitar 80% responden mengatakan bahwa jika di daerah mereka industri semakin berkembang seperti saat ini, maka kemungkinan besar mereka harus mengalihfungsikan lahan sawah milik mereka atau bahkan menjualnya, karena cepat atau lambat sawah mereka akan terkontaminasi oleh limbah pabrik yang mengakibatkan tidak lagi layak ditanami padi atau tanaman lainnya. Dengan menjual lahan sawahnya tersebut, harapan petani adalah memberikan keuntungan kepada mereka dengan membeli lahan lebih luas dibandingkan yang mereka miliki sekarang di tempat yang lain atau dengan kata lain, petani dapat memperoleh keuntungan besar dengan menjual lahannya. Tanggapan petani terhadap pemberlakuan disinsentif atas sanksi pengalihfungsian lahan adalah sebanyak 64,8% menolak diberlakukannya sanksi pidana terhadap petani yang melakukan alih fungsi lahan karena sawah sepenuhnya merupakan hak petani pemilik lahan.

.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 16

BAB 3 METODE KAJIAN 3.1.

Kerangka Kajian

Kerangka kajian Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kebijakan tersebut diterapkan di daerah karena kebijakan ini telah diterbitkan pada 6 tahun yang lalu melalui UU No. 41 Tahun 2009. Kajian evaluasi ini juga sekaligus untuk mengetahui berbagai hambatan atas pelaksanaan dari LP2B tersebut. Adapun kerangka pikir dari kajian ini adalah seperti pada Gambar 3.1. Penetapan Lokasi Evaluasi

Identifikasi Peraturan Perundangan LP2B

Inventarisasi Faktor-Faktor Evaluasi terkait dengan Pelaksanaan LP2B

Studi Literatur tentang LP2B

Pengumpulan Data di Pusat dan Lokasi

Evaluasi Implementasi LP2B

Analisis Data dan Informasi

Gambar 3.1 Kerangka Kajian Implementasi Kebijakan LP2B

3.2.

Objek Kajian

Ada dua objek kajian yang menjadi bahan bagi evaluasi pelaksanaan kebijakan LP2B adalah Instansi Pemerintah khususnya Dinas Pertanian/Tanaman Pangan dan Bappeda di tingkat kabupaten, serta Kelompok Tani.

3.3.

Lokasi Kajian

Adapun lokasi yang menjadi tujuan dari penelitian ini didasarkan pertimbangan sebagai bahwa lokasi kajian di tingkat kabupaten merupakan sentra-sentra tanaman pangan, khususnya padi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka disusunlah lokasi kajian seperti pada tabel berikut ini Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 17

Tabel 3.1. Lokasi Kajian Evaluasi LP2B

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Provinsi Aceh Sumatera Selatan Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Daerah Istimewa Yogyakarta Sulawesi Selatan Bali

3.4.

Teknik Pengumpulan Data

Kabupaten/Kota Kabupaten Aceh Tamiang Kabupaten OKU Timur Kabupaten Magelang Kabupaten Lamongan Kabupaten Garut Kabupaten Lombok Tengah Kabupaten Sleman Kabupaten Maros Kabupaten Tabanan

Keterangan Sentra padi Sentra padi Sentra padi Sentra padi Sentra padi Sentra padi Sentra padi Sentra padi Sentra padi

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung berdasarkan hasil wawancara ataupun melalui Focus Group Discussion (FGD). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian, seperti Dinas Tanaman Pangan Kabupaten, BPS Kabupaten, BPS, dan Kementerian Pertanian.

3.5.

Metode Analisis

Variabel Evaluasi LP2B Aspek-aspek evalusi yang menjadi dasar analisis pada kajian ini didasarkan pada UndangUndang No. 41 Tahun 2009. Atas dasar undang-undang tersebut, ada 12 variabel yang dianalisis pada evaluasi implementasi LP2B, seperti pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Variabel Analisis Evaluasi Implementasi LP2B

No

Variabel Evaluasi

1.

Perencanaan dan Penetapan

2.

Pengembangan

Uraian Evaluasi • Perencanaan: 1). lahan yang direncanakan itu adalah kawasan P2B, lahan P2B, dan lahan cadangan P2B; 2). Usulan LP2B didesiminasikan ke masyarakat • Penetapan: 1). Ditetapkan dalam peraturan daerah kabupaten (Bupati); 2). LP2B tercantum di dalam RTRW kabupaten • Intensifikasi: peningkatan kesuburan, bibit, teknologi, diversifikasi, HPT, penyuluhan, modal, inovasi , irigasi • Ekstensifikasi: cetak sawah, lahan pertanian menjadi LP2B, dan alih fungsi lahan dari nonKegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 18

No

Variabel Evaluasi

Uraian Evaluasi

3.

Penelitian



4.

Pemanfaatan





5.

Pembinaan



6.

Pengendalian



7. 8.

Pengawasan Sistem informasi

• •

9.

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani





10.

Pembiayaan



pertanian menjadi LP2B Penelitian atas LP2B terutama evaluasi lahan LP2B yang telah ditetapkan dan lahan cadangan untuk ditetapkan menjadi LP2B Pemda melakukan perlindungan dan pelestarian sumber daya lahan dan air; pengelolaan kualitas lahan dan air; pengendalian pencemaran Pemilik lahan: 1). Memanfaatkan lahan sesuai peruntukkan; 2). Mencegah kerusakan irigasi; 3) menjaga kesuburan; 4). Mencegah kerusakan lahan; 5) Memelihara kelestarian lingkungan Koordinasi, sosialisasi, surpervisi dan konsultasi, pendidikan dan pelatihan, diseminasi informasi Insentif (keringanan pajak PBB, pengembangan infrastruktur, pengembangan benih unggul, dan kemudahan akses dan informasi, penyediaan sarana dan prasarana pertanian; penerbitan sertifikat lahan; penghargaan; dan disinsentif (diatur dalam PP 30/2012 pasal 20-22) Pelaporan, pemantauan, dan evaluasi Ketersediaan data yang dapat diakses oleh masyarakat yang meliputi kawasan P2B ditetapkan dalam RTRW, LP2B ditetapkan dalam RTRW, Lahan cadangan P2B ditetapkan oleh Bupati, dan tanah terlantar dan subyeknya Perlindungan: 1). Jaminan harga, sarana dan prasarana, serta pemasaran hasil pertanian, pengutamaan hasil pertanian pangan untuk kebutuhan dalam negeri, dan ganti rugi gagal panen; 2). Jaminan sosial bagi petani kecil melalui jaminan sosial nasional Pemberdayaan: penguatan kelembagaan, penyuluhan dan pelatihan, fasilitas sumber pembiayaan, bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian, pembentukan bank bagi petani, fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi rumah tangga petani, aksesibilitas terhadap informasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan Seluruh kegiatan ruang lingkup LP2B (diatur dalam PP 30/2012)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 19

No

Variabel Evaluasi

11.

Peran Serta Masyarakat

12.

Sanksi Administrasi

Uraian Evaluasi • Meliputi perencanaan, pengembangan, penelitian, pengawasan, pemberdayaan petani, dan pembiayaan • Yang dimaksud dengan sanksi administrasi di sini adalah setiap orang yang melanggar kewajiban atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 45, Pasal 50 ayat (2), Pasal 57 ayat (2), pasal 70

Ke dua belas variabel di atas dianalisis sesuai berdasarkan hasil dan informasi yang diperoleh dari lapangan dengan menggunakan panduan kuesioner. Selanjutnya, analisis difokuskan pada terlaksana atau tidak terlaksananya kegiatan terhadap LP2B tersebut di lapangan, serta hambatan atau permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan LP2B.

Participatory Sistem Analysis (PSA) Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di kabupaten dilakukan dengan metode Participatory Sistem Analysis (PSA). Metode ini adalah metode diskusi terfokus yang digunakan untuk mendapatkan faktor-faktor penting yang terkait dengan pelaksanaan LP2B berdasarkan hasil masukan dari informan (Herweg and Steiner, 2002). Metode ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu 1.

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

2.

Tahap pertama adalah penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B. Selanjutnya, seluruh faktor tersebut diseleksi dan dipilih yang sangat berpengaruh saja, setelah itu faktor tersebut didefinisikan, seperti dapat dilihat pada matrik di bawah ini. Faktor

Definisi Faktor

Setelah itu dilanjutkan dengan penentuan hubungan antar faktor. Penentuan hubungan antar faktor ini guna melihat korelasi antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya. Kekuatan hubungan dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: a. Nilai 2 : Berpengaruh kuat Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 20

b. c. d.

Nilai 1 Nilai 0,5 Nilai 0,1

: Berpengaruh sedang : Berpengaruh lemah : Berpengaruh sangat lemah

Penilaian kekuatan hubungan antar faktor dituangkan dalam bentuk matriks berikut. Faktor

A

B

C

D

E

F

G

H

Degree of Active Sum I Interrel. (AS(AS) PS)

A B C D E F G H I Pasive Sum (PS) Active Ratio (AS/PS)

Cara pengisian kolom dapat dilakukan dua cara, yaitu dengan melihat perbaris atau perkolom. Misalnya, pada baris ke-1: Faktor A  B: Ini berarti bahwa faktor A berpengaruh terhadap B berapa besar? ATAU pada kolom ke-1: Faktor A  B: Ini berarti bahwa faktor A berpengaruh terhadap B berapa besar?. Tahapan tersebut terus dilakukan sampai semua kolom atau baris terisi oleh nilai.

3.

Setelah itu, kemudian dianalisis untuk mengetahui rasio aktivitas (activity ratio) dan derajat hubungan antar faktor dengan menjumlahkan untuk setiap baris (Active Sum = AS) atau kolom (Pasive Sum = PS). Kemudian, untuk menentukan derajat hubungan antar faktor (degree of interrelation) digunakan AS – PS atau jumlah AS dikurangi PS pada masing-masing faktor. Sedangkan untuk menentukan Rasio Aktivitas ditentukan dengan AS/PS atau jumlah AS dibagi PS pada masing-masing faktor. Selanjutnya, disusun dalam matrik sebagai berikut:

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 21

No

Faktor

Activity Ratio

Degree of Interrelation

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4.

Berikutnya, hasil penetapan activity ratio dan degree of interrelation digunakan untuk menentukan faktor-faktor mana yang masuk dalam kuadran Symptom, Buffer, Critical Elements, dan Motor/Lever. Kuadran Symptom (Gejala) adalah faktor-faktor yang sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya dan tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah sistem. Kuadran Buffer (Penyangga) adalah faktor-faktor yang tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya. Kuadran Critical Elements (Elemen Kritis) adalah faktor-faktor sebagai akselerator dan katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktuwaktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. Terakhir, kuadran Motor/Lever (Pengungkit) adalah faktor-faktor yang diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya. Selanjutnya, sebagai contoh dari diagram PSA dapat dilihat antar kuadran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Symptom

Critical Element

Buffer

Motor/Leverage

Gambar 3.2 Contoh Diagram Participatory Sistem Analisis (PSA)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 22

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS REGULASI 4.1.

Identifikasi Regulasi

Antisipasi Pemerintah Indonesia dalam rangka mempertahankan produksi pertanian pangan lokal tercermin dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan, program-program, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pertanian dan pangan. Salah satu kebijakan yang sangat mendasar dengan program pangan dan pertanian adalah lahan. Pada tahun 2009 diterbitkan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diikuti oleh peraturan turunan lainnya, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 4. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2009, beberapa hal penting yang menjadi dasar dari peraturan ini, yaitu: 1.

Ruang Lingkup LP2B. Ruang lingkup LP2B berdasarkan pasal 4, UU No. 41 Tahun 2009 terdiri dari: a. Perencanaan dan Penetapan b. Pengembangan c. Penelitian d. Pemanfaatan e. Pembinaan f. Pengendalian g. Pengawasan h. Sistem Informasi i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani j. Pembiayaan k. Peranserta Masyarakat

2.

Perlindungan dan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. a. Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai LP2B adalah lahan beririgasi, lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak), dan/atau lahan tidak beririgasi (Pasal 5, UU No. 41/2009). Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 23

b. Disamping itu, penetapan dan perlindungan LP2B dapat dilakukan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau diluar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik yang berada di kawasan perdesaan dan/atau kawasan perkotaan di wilayah kabupaten/kota (Pasal 7 ayat 1, UU No. 41/2009). c. Lahan Pertanian Pangan yang Dilindungi. Perlindungan LP2B dilakukan pada Lahan Pertanian Pangan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berada di dalam atau di luar kawasan pertanian pangan (Pasal 6, UU No. 41/2009). 3.

Perencanaan LP2B. Perencanaan LP2B terdiri dari: a. Dilakukan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal 9 ayat 2, UU No. 41/2009). b. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diawali dengan penyusunan usulan perencanaan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota (Pasal 14 ayat 1, UU No. 41/2009) c. Perencanaan usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan berdasarkan: inventarisasi; identifikasi; dan penelitian (Pasal 14 ayat 2, UU No. 41/2009). d. Usulan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disebarkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran perbaikan (Pasal 15 ayat 1, UU No. 41/2009). e. Tanggapan dan saran perbaikan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pertimbangan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal 15 ayat 2, UU No. 41/2009). f. Usulan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat diajukan oleh masyarakat untuk dimusyawarahkan dan dipertimbangkan bersama pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten/kota (Pasal 15 ayat 3, UU No. 41/2009).

4.

Penetapan LP2B. Penetapan perlindungan LP2B dilakukan pada kawasan pangan pertanian berkelanjutan; Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal 18, UU No. 41/2009). Adapun uraian dari masing-masing a. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 19 ayat 1, UU No. 41/2009). b. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 20 ayat 1, UU No. 41/2009). c. Penetapan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 21 ayat 1, UU No. 41/2009).

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 24

d. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Pasal 23 ayat 1, UU No. 41/2009). e. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi/kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota (Pasal 23 ayat 2 dan 3, UU No. 41/2009). 5.

Pengembangan LP2B. Pengembangan LP2B dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi (Pasal 27 ayat 1, UU No. 41/2009). a. Intensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan (Pasal 28, UU No. 41/2009): (i) peningkatan kesuburan tanah; (ii) peningkatan kualitas benih/bibit; (iii) pendiversifikasian tanaman pangan; (iv) pencegahan dan penanggulangan hama tanaman; (v) pengembangan irigasi; (vi) pemanfaatan teknologi pertanian; (vii) pengembangan inovasi pertanian; (viii) penyuluhan pertanian; dan/atau (ix) jaminan akses permodalan. b. Ekstensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dilakukan dengan (Pasal 29 ayat 1, UU No. 41/2009): (i) pencetakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (ii) penetapan lahan pertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan/atau (iii) pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Menurut Pasal 29 ayat 3, Pengalihan fungsi lahan non-pertanian dapat dilakukan terhadap Tanah Telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6.

Penelitian LP2B. Penelian LP2B diterangkan sebagai berikut: a. Penelitian dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota (Pasal 30 ayat 2, UU No. 41/2009), dan Lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi berperan serta dalam penelitian (Pasal 30 ayat 4, UU No. 41/2009). b. Penelitian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya meliputi (Pasal 30 ayat 3, UU No. 41/2009): (i) pengembangan penganekaragaman pangan; (ii) identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan; (iii) pemetaan zonasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (iv) inovasi pertanian; (v) fungsi agroklimatologi dan hidrologi; (vi) fungsi ekosistem; dan (vii) sosial budaya dan kearifan local

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 25

7.

Pemanfaatan LP2B. Pemanfaatan LP2B terdiri dari: a. Pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan menjamin konservasi tanah dan air (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009). b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan konservasi tanah dan air, yang meliputi (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009): (i) perlindungan sumber daya lahan dan air; (ii) pelestarian sumber daya lahan dan air; (iii) pengelolaan kualitas lahan dan air; dan (iv) pengendalian pencemaran. c. Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berkewajiban (Pasal 34 ayat 1, UU No. 41/2009): (i) memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan (ii) mencegah kerusakan irigasi. d. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan serta dalam: 4. menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah; 5. mencegah kerusakan lahan; dan 6. memelihara kelestarian lingkungan.

8.

Pembinaan LP2B. Pembinaan LP2B wajib dilakukan oleh pemerintah yang meliputi (Pasal 35 ayat 1 dan 2, UU No. 41/2009): a. Koordinasi Perlindungan b. sosialisasi peraturan perundang-undangan c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi d. pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat e. penyebarluasan informasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;dan/atau f. peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

9.

Pengendalian LP2B. Pengendalian LP2B terdiri dari: a. Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui pemberian (Pasal 37, UU No. 41/2009): (i) insentif; (ii) disinsentif; (iii) mekanisme perizinan; (iv) proteksi; dan (v) penyuluhan. b. Insentif diberikan kepada petani berupa (Pasal 38, UU No. 41/2009): (i) keringanan Pajak Bumi dan Bangunan; (ii) pengembangan infrastruktur pertanian; (iii) pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul; (iv) kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi; (v) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian; (vi) jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik; dan/atau (vii) penghargaan bagi petani berprestasi tinggi.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 26

Catatan: Di dalam PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan LP2B, dijelaskan dalam Pasal 5–7 bahwa pemberian insentif untuk semua jenjang pemerintahan secara keseluruhan sama, kecuali untuk Pemerintah Pusat dan Provinsi tidak terdapat insentif tentang keringanan Pajak Bumi dan Bangunan. Selanjutnya, pasal demi pasal menjelaskan ke 7 komponen dari insentif tersebut. Pada PP No. 12/2012, dijelaskan: (i) Pasal 30 menjelaskan tatacara pemberian insentif oleh pemerintah, yaitu Perencanaan, Pengusulan, dan Penetapan. (ii) Kewajiban Petani penerima insentif: memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya; menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah; mencegah kerusakan lahan; dan memelihara kelestarian lingkungan c. Disinsentif berupa pencabutan insentif dikenakan kepada petani yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 42, UU No. 41/2009). Selanjutnya, mengenai mekanisme pencaputan insentif dijelaskan dalam PP No 12/2012, yaitu: (i) Pasal 44, Pencabutan Insentif dilakukan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal: Petani tidak memenuhi kewajiban perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Petani tidak mentaati norma, standar, prosedur, dan kriteria pemberian insentif; dan/atau Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah dialihfungsikan. (ii) Pasal 45, Pengenaan pencabutan Insentif dilakukan melalui tahap:  pemberian peringatan pendahuluan;  pengurangan pemberian Insentif; dan  pencabutan Insentif. 10. Alih Fungsi LP2B. Alih fungsi LP2B adalah sebagai berikut: a. Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Juga diperkuat oleh PP No. 1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 1 b. Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Selanjutnya, dijelaskan dalam PP No. 1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 2, dan Pasal 36 ayat 1 dan 2, yaitu:  Pasal 35, ayat 2: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka: a. pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau terjadi bencana  Pasal 36, ayat 1-2: Ayat 1: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang meliputi: a. jalan umum; b. waduk; c. bendungan; d. irigasi; e. saluran air minum atau air bersih; f. drainase dan sanitasi; g. bangunan pengairan; h. pelabuhan; i. bandar udara; j. stasiun dan jalan kereta api; k. terminal; l. fasilitas keselamatan umum; m. cagar alam; dan/atau n. pembangkit dan jaringan listrik. Ayat 2: Selain kepentingan Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 27

umum alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat dilakukan untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang ditentukan oleh undang-undang c. Pemberian ganti rugi akibat dari LP2B berupa: (i) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat bencana (Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya diterangkan pada Pasal 46, ayat 1 dijelaskan bahwa: Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf d dilakukan atas dasar kesesuaian lahan, dengan ketentuan sebagai berikut:  paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan beririgasi;  paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan  paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan tidak beririgasi. (ii) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan dilakukan dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya dijelaskan pada PP No. 1/2011, Pasal 38, ayat 1-2 bahwa lahan pengganti disediakan oleh pihak yang mengalihfungsikan, sedangkan jika terjadi bencana, pemerintah wajib menyediakan lahan pengganti. (iii) Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang mengalihfungsikan wajib mengganti nilai investasi infrastruktur (Pasal 45, UU No. 41/2009). Hal ini dijelaskan pula di dalam PP No. 1/2011, pada Pasal 50, ayat 1-7. (iv) Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang mengakibatkan musnahnya dan/atau rusaknya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara permanen, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan penggantian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai kebutuhan (Pasal 48, UU No. 41/2009). Selanjutnya pada PP 12/2012, Pasal 43 ayat 2, dijelaskan bahwa lahan pengganti adalah:  Pembukaan lahan baru pada lahan cadangan P2B  pengalihfungsian lahan dari bukan pertanian ke Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan terutama dari tanah terlantar dan/atau tanah bekas kawasan hutan; atau  penetapan lahan pertanian pangan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan d. Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum (Pasal 50, UU No. 41/2009). 11. Pengawasan LP2B. Pengawasan LP2B terdiri dari: a. Untuk menjamin tercapainya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan pengawasan terhadap kinerja (Pasal 54 ayat 1, UU No. 41/2009): (i) perencanaan dan penetapan; (ii) pengembangan; Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 28

(iii) pemanfaatan; (iv) pembinaan; dan (v) pengendalian. b. Pengawasan meliputi (Pasal 55, UU No. 41/2009): (i) pelaporan (ii) pemantauan; dan (iii) evaluasi 12. Sistem Informasi LP2B. Sistem Informasi LP2B terdiri dari: a. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat (Pasal 58 ayat 1, UU No. 41/2009). b. Sistem informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya memuat data lahan tentang (Pasal 58 ayat 3, UU No. 41/2009): (i) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (ii) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (iii) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan (iv) Tanah Telantar dan subyek haknya. c. Di dalam PP No. 25 Tahun 2012, Pasal 5 ayat 1-5 dijelaskan bahwa: (i) Bupati/walikota bertanggung jawab untuk melakukan inventarisasi Data Dasar pertanian pangan berkelanjutan. (ii) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada gubernur. (iii) Gubernur melakukan kompilasi dan verifikasi Data Dasar pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk disampaikan kepada Menteri. (iv) Menteri/pimpinan lembaga terkait menyampaikan kompilasi dan verifikasi Data Dasar Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Menteri. (v) Inventarisasi Data Dasar yang disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait atau gubernur disampaikan melalui Pusat Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 13. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LP2B. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LP2B terdiri dari: a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 61 dijelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani, serta asosiasi petani. b. Pasal 62 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan petani berupa pemberian jaminan: (i) harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan; (ii) memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian; (iii) pemasaran hasil pertanian pangan pokok. (iv) pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; dan/atau (v) ganti rugi akibat gagal panen. c. Pasal 62 ayat 2 menjelaskan bahwa Perlindungan sosial bagi petani kecil merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem jaminan sosial nasional yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 29

d. Pasal 63 dijelaskan yang dimaksud dengan pemberdayaan petani meliputi: (i) penguatan kelembagaan petani; (ii) penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia; (iii) pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan; (iv) pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian; (v) pembentukan Bank Bagi Petani; (vi) pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani; dan/atau (vii) pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. 14. Pembiayaan LP2B. Pembiayaan LP2B terdiri dari: a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 66 ayat 1 dijelaskan bahwa Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. Pada ayat 2 dijelaskan juga bahwa Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan selain bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha. b. Pada PP No. 30 Tahun 2012, Pasal 5 dijelaskan bahwa kegiatan LP2B yang dibiayai meliputi: (i) perencanaan dan penetapan; (ii) pengembangan; (iii) penelitian; (iv) pemanfaatan; (v) pembinaan; (vi) pengendalian; (vii) pengawasan; (viii) sistem informasi; dan (ix) perlindungan dan pemberdayaan Petani. 15. Peran Serta Masyarakat LP2B. Peran Serta Masyarakat LP2B terdiri dari: a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 67 ayat 3 dijelaskan bahwa peran serta dapat dilakukan dalam tahapan: (i) perencanaan; (ii) pengembangan; (iii) penelitian; (iv) pengawasan; (v) pemberdayaan petani; dan/atau (vi) pembiayaan.

4.2.

Analisis Regulasi LP2B

Analisis atas regulasi UU No. 41 Tahun 2009 ditujukan untuk melihat tidak berjalannya implementasi undang-undang ini di daerah. Analisis ini hanya sebagai bahan masukan bagi pemangku kebijakan untuk melihat kembali atau mengevaluasi regulasi tersebut. Oleh Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 30

karena LP2B telah menjadi kebijakan pemerintah dan memiliki kandungan positif bagi pertanian Indonesia, pelaksanaan regulasi ini menjadi sangat penting. Berkurangnya lahan pertanian menjadi permukiman, infrastruktur, dan aktivitas ekonomi lainnya sebagai akibat tumbuhnya perekonomian di wilayah. Dengan perkembangan perekonomian tersebut, banyak lahan-lahan pertanian yang beralih fungsi ataupun beralih komoditas. Kondisi ini tidak dapat dihindari karena berbagai alasan yang menyebabkan para petani melepas aset lahan pertanian mereka. Melihat kondisi itulah, pemerintah berupaya keras untuk melindungi lahan-lahan pertanian produktif agar tidak beralihfungsi ataupun alih komoditas. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, pelaksanaan atas regulasi ini sangat lambat. Salah satu yang perlu dievaluasi adalah regulasinya itu sendiri. Asumsi yang digunakan untuk menganalisis regulasi LP2B adalah meninjau regulasi ini dari sisi petani, yaitu petani yang lahannya akan menjadi bagian dari LP2B. Jika petani tersebut berpartisipasi dalam program ini, banyak konsekuensi yang akan diterima petani tersebut, baik itu insentif maupun disinsentif. Asumsi berikutnya yang digunakan untuk menganalisis regulasi ini adalah pemerintah itu sendiri sebagai fasilitator dan katalisator. Adapun analisis atas regulasi ini diuraikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Analisis Undang-undang No. 41 Tahun 2009

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 31

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 32

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 33

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 34

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 35

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 36

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 37

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 38

BAB 5 GAMBARAN UMUM 5.1.

Pemetaan Penetapan LP2B di dalam RTRW

Kebijakan LP2B merupakan kebijakan yang telah ditetapkan di dalam UU No. 41 Tahun 2009. Regulasi ini telah berjalan selama kurang lebih 6 tahun. Akan tetapi bagaimana implementasi dari LP2B tersebut, hal inilah yang menarik untuk dievaluasi. Evaluasi ini ditujukan untuk mengetahui pelaksanaan dari LP2B tersebut di daerah dan permasalahan dari implementasinya. Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian telah melakukan identifikasi di beberapa daerah yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW. Hasil identifikasi ditujukan pada tabel rekap di bawah ini. Tabel 5.1. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah

Wilayah

Provinsi Kabupaten Kota

Jumlah Perda RTRW

25 329 84

Jumlah Perda yang Menetapkan LP2B 4 174 18

Luas Lahan LP2B (Ha)*)

2.410.299,89 5.482.338,34 20.172,25

Luas Sawah

2.389.078,00 4.306.406.76 29.774,76

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementan (2015) Keterangan *) = Tidak semua Perda RTRW mencantumkan : - Berapa luas LP2B dari existing sawah - Berapa luas LP2B dan Lahan Cadangan

Berdasarkan data di atas, hanya 25 provinsi yang telah mengeluarkan Perda RTRW, namun dari 25 provinsi tersebut hanya ada 4 provinsi yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-nya. Di samping itu, hanya 174 kabupaten yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-nya sedangkan di tingkat kota baru 18 kota yang telah menetapkan. Ini berarti, provinsi ataupun kabupaten/kota yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRWnya kurang dari 50%. Hal ini menunjukkan respons daerah di dalam menetapkan LP2B masing sangat kurang. Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan juga telah mengidentifikasi kabupaten/kota yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-nya yang melebihi data baku sawah dari data baku sawahnya, seperti terlihat pada tabel di bawah.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 39

Tabel 5.2. Data LP2B yang Melebihi dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit

NO PROVINSI

NO. KAB/ KOTA

KABUPATEN/KOTA

NO. PERDA

LUAS LP2B (HA)

LUAS BAKU LAHAN LP2B LEBIH SAWAH BESAR (HASIL (HA) AUDIT) (HA)

1

Aceh

1

Aceh Barat

Perda No. 1 Tahun 2013

22,190.00

11,886.00

2

Bali

2

Jembrana

Perda No. 11 Tahun 2012

7,498.12

7,057.00

10,304.00 441.12

3

Karang Asem

Perda No 17 Tahun 2012

29,543.00

7,115.00

22,428.00

4

Gianyar

Perda No. 16 Tahun 2012

14,667.00

14,540

127.00

3

Banten

5

Pandeglang

Perda No. 3 Tahun 2011

53,951.00

47,153.00

6,798.00

4

Bangka Belitung

6

Belitung Timur

Perda No. 13 Tahun 2014

3,042.00

931.00

2,111.00

5

Jambi

7

Kerinci

Perda No. 24 Tahun 2012

33,022.00

16,064.00

16,958.00

8

Batang Hari

Perda No. 16 Tahun 2013

18,103.00

8,256.00

9,847.00

9

Sarolangun

Perda No. 2 Tahun 2014

48,145.00

4,918

43,227.00

10

Merangin

Perda No. 4 Tahun 2014

43,213.71

11,034

32,179.71

11

Tanjung Jabung Barat

Perda No. 12 Tahun 2013

54,879.00

19,197

35,682.00

12

Tebo

Perda No. 6 Tahun 2013

36,162.00

4,394

31,768.00

6

Jawa Barat

13

Sukabumi

Perda No. 22 Tahun 2012

64,077.00

55,338.00

8,739.00

7

Jawa Tengah

14

Boyolali

Perda No. 9 Tahun 2010

45,000.00

36,776.97

8,223.03

15

Kebumen

Perda N0. 23 Tahun 2012

44,986.00

42,119.00

2,867.00

16

Banyumas

Perda No. 10 Tahun 2011

36,616.00

30,646.53

5,969.47

17

Purworejo

Perda No. 27 Tahun 2011

30,092.00

29,794.24

297.76

18

Pekalongan

Perda No. 2 Tahun 2011

24,195.00

23,131.49

1,063.51

19

Banjarnegara

Perda No. 11 Tahun 2011

12,147.00

12,094.50

52.50

20

Brebes

Perda No. 2 Tahun 2011

101,827.00

60,827.79

40,999.21

21

Pemalang

Perda No. 3 Tahun 2011

37,615.00

32,109.53

5,505.47

22

Magelang

Perda No. 5 Tahun 2011

42,070.00

36,800.45

5,269.55

23

Tegal

Perda No. 10 Tahun 2012

41,296.00

39,814.74

1,481.26

24

Pati

Perda No. 5 Tahun 2011

85,750.00

69,026.31

16,723.69

25

Purbalingga

Perda No. 5 Tahun 2011

22,616.00

18,274.00

4,342.00

26

Kudus

Perda N0. 16 Tahun 2012

25,865.00

22,197.26

3,667.74

27

Batang

Perda No. 7 Tahun 2011

27,514.00

19,384.00

8,130.00

28

Kota Tegal

Perda No. 4 Tahun 2012

1,060.00

753.00

307.00

29

Kota Pekalongan

Perda No. 30 Tahun 2011

1,045.00

788.00

257.00

30

Bayuwangi

Perda No. 8 Tahun 2012

61,841.00

50,336.64

11,504.37

31

Bondowoso

Perda No. 12 Tahun 2011

47,293.10

42,485.24

4,807.86

32

Kediri

Perda No. 14 Tahun 2011

42,291.00

38,928.83

3,362.17

33

Trenggalek

Perda No. 15 Tahun 2012

13,056.00

9,629.54

3,426.46

34

Tulungagung

Perda No. 11 Tahun 2012

26,000.00

24,612.86

1,387.14

35

Sumenep

Perda No. 12 Tahun 2013

20,860.20

20,650.00

210.20

36

Blitar

Perda No. 5 Tahun 2009

28,403.32

25,274.00

3,129.32

37

Lumajang

Perda No. 2 Tahun 2013

32,323.00

31,929

394.00

38

Kotabaru

Perda No. 11 Tahun 2012

19,513.00

9,860.00

9,653.00

39

Barito Kuala

Perda N0. 6 Tahun 2012

120,000.00

99,147.00

20,853.00

40

Sukamara

Perda No. 16 Tahun 2012

2,384.00

1,932.00

452.00

41

Tana Tidung

Perda No. 16 Tahun 2012

6,400.00

955.00

5,445.00

42

Nunukan

Perda No. 19 Tahun 2013

125,982.00

6,789

119,193.00

43

Bulungan

Perda No. 4 Tahun 2013

16,504.00

11,856

4,648.00

44

Kutai Kertanegara

Perda No. 9 Tahun 2013

48,110.00

24,068.00

24,042.00

45

Penajam Paser Utara

Penajem Paser Utara

12,534.00

11,721

813.00

8

9

Jawa Timur

Kalimantan Selatan

10 Kalimantan Tengah 11 Kalimantan Utara

12 Kalimantan Timur

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 40

Tabel 5.2. Lanjutan LUAS BAKU LAHAN SAWAH (HASIL AUDIT) (HA)

NO PROVINSI

NO. KAB/ KOTA

13 Lampung

46

Lampung Selatan

Perda No. 15 Tahun 2012

121,825.00

39,288.00

82,537.00

47

Lampung Tengah

Perda No. 1 Tahun 2012

142,755.00

74,284.00

68,471.00

48

Tanggamus

Perda No. 16 Tahun 2010

20,000.00

17,956.00

2,044.00

49

Tulang Bawang Barat

Perda No. 2 Tahun 2012

17,323.00

10,907.00

6,416.00

14 Maluku

50

Maluku Barat Daya

Perda No. 1 Tahun 2013

51,565.00

4.00

51,561.00

15 Maluku Utara

51

Halmahera Tengah

Perda No. 1 Tahun 2012

3,609.25

934.00

2,675.25

52

Halmehera Utara

Perda No. 12 Tahun 2012

4,034.00

1,238.00

2,796.00

53

Pulau Morotai

Perda No. 3 Tahun 2012

24,000.00

358.00

23,642.00

54

Halmahera Barat

Perda No. 6 Tahun 2012

16,109.00

572.00

15,537.00

55

Halmahera Selatan

Perda No. 7 Tahun 2012

21,789.00

720.00

21,069.00

56

Sumba Tengah

Perda No. 8 Tahun 2011

5,100.00

4,099.00

1,001.00

57

Sabu Raijua

Perda No. 3 Tahun 2011

15,574.00

589.00

14,985.00

58

Nagekeo

Perda No. 1 Tahun 2011

9,936.00

7,707.00

2,229.00

59

Alor

Perda No 2 Tahun 2013

9,435.00

482.00

8,953.00

60

Waropen

Perda No.1 Tahun 2012

117,849.00

103.00

117,746.00

61

Yahukimo

Perda No. 2 Tahun 2011

125.00

-

125.00

62

Fak-fak

Perda No. 7 Tahun 2012

450.00

-

450.00

63

Raja Ampat

Perda No. 3 Tahun 2012

42,693.00

68.00

42,625.00

64

Teluk Bintuni

Perda No. 4 Tahun 2012

496,608.00

818.00

495,790.00

65

Teluk Wondama

Perda No. 11 Tahun 2012

49,010.00

-

49,010.00

66

Manokwari

Perda No. 19 Tahun 2013

4,500.00

2,105.00

2,395.00

67

Maybrat

Perda No. 2 Tahun 2012

55,000.00

-

55,000.00

68

Sidenreng Rapang

Perda No. 5 Tahun 2012

63,671.00

43,934.00

19,737.00

69

Takalar

Perda No. 6 Tahun 2012

35,044.00

16,262.00

18,782.00

70

Kepulauan Selayar

Perda No. 5 Tahun 2012

3,522.00

3,022.00

500.00

71

Bulukumba

Perda No. 21 Tahun 2012

68,628.00

22,617.00

46,011.00

72

Pinrang

Perda No. 14 Tahun 2012

49,190.00

48,614.00

576.00

73

Janeponto

Perda No. 1 Tahun 2012

27,234.00

17,931.00

9,303.00

74

Bantaeng

Perda No. 2 Tahun 2012

15,480.00

7,674.00

7,806.00

75

Bone

Perda No. 2 Tahun 2013

119,216.00

89,709.00

29,507.00

76

Buol

Perda No. 4 Tahun 2012

9,196.00

5,443.00

3,753.00

77

Donggala

Perda No. 1 Tahun 2012

14,216.00

78

Tojo Una-Una

Perda No. 47 Tahun 2011

5,078.00

1,216.00

3,862.00

79

Banggai

Perda No. 10 Tahun 2012

88,055.00

21,859.00

66,196.00

80

Bolaang Mongondow Utara Perda No. 3 Tahun 2013

13,724.00

5,731.00

7,993.00

81

Kepulauan Sangihe

Perda No 1 Tahun 2014

500.00

9.00

491.00

82

Minahasa Selatan

Perda No. 3 Tahun 2014

11,144.00

5,391.00

5,753.00

83

Muara Enim

Perda No. 13 Tahun 2012

36,539.00

28,475

8,064.00

84

Kota Lubuk Linggau

Perda No.1 Tahun 2012

2,128.00

1,959.00

169.00

85

Natuna

Perda No. 10 Tahun 2012

4,928.00

389.00

4,539.00

16 Nusa Tenggara Timur

17 Papua 18 Papua Barat

19 Sulawesi Selatan

20 Sulawesi Tengah

21 Sulawesi Utara

22 Sumatera Selatan 23 Kepulauan Riau

KABUPATEN/KOTA

NO. PERDA

LUAS LP2B (HA)

LP2B LEBIH BESAR (HA)

10,601

3,615.00

86

Lingga

Perda No. 2 Tahun 2013

5,205.00

149.00

5,056.00

24 Sulawesi Barat

87

Majene

Perda No. 12 Tahun 2012

2,513.00

760.00

1,753.00

25 Sulawesi Tenggara

88

Konawe Utara

Perda No 20 Tahun 2012

5,500.00

1,414.00

4,086.00

89

Konawe Selatan

Perda No 19 Tahun 2013

45,618.00

16,201.00

29,417.00

90

Kolaka Utara

Perda No. 6 Tahun 2012

9,466.69

1,596.00

7,870.69

91

Wakatobi

Perda No. 12 Tahun 2012

24,551.00

-

24,551.00

92

Bombana

Perda No. 20 Tahun 2013

54,510.00

10,977.00

43,533.00

93

Kolaka

Perda No. 16 Tahun 2012

50,318.00

17,921.00

32,397.00

94

Buton

Perda No. 1 Tahun 2014

16,618.00

1,426.00

15,192.00

95

Konawe

Perda No 9 tahun 2014

35,469.00

26,623.00

8,846.00

96

Solok Selatan

Perda No. 8 Tahun 2012

9,570.00

9,490.00

80.00

97

Dharmasraya

Perda No. 10 Tahun 2012

14,643.00

7,977

6,666.00

98

Batubara

Perda No. 10 Tahun 2013

26 Sumatera Barat 27 Sumatera Utara

TOTAL

17,032.00

14,108

2,924.00

3,719,477.39

1,694,304.91

2,025,172.48

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, 2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 41

Berdasarkan Tabel 5.2 luasan lahan LP2B yang ditetapkan di RTRW lebih besar dibandingkan luas baku lahan sawah hasil audit Kementerian Pertanian. Kemungkinan hal ini disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah belum mengertinya kabupaten/kota tersebut terhadap regulasi LP2B atau penetapan RTRW belum mengakomodir regulasi LP2B. Selain wilayah yang menetapkan LP2B melebihi luas baku lahan sawah, ada juga yang kurang dari luas baku lahan sawah, seperti terlihat pada tabel di bawah. Tabel 5.3. Data LP2B yang kurang dari Luas Baku Lahan Sawah Hasil Audit Lahan

NO PROVINSI

1

2

Aceh

Bali

NO. KAB/ KOTA

KABUPATEN/KOTA

NO. PERDA

LUAS LP2B (HA)

LUAS BAKU LAHAN SAWAH (HASIL AUDIT) (HA)

SELISIH SAWAH LP2B (HA)

1

Aceh Tamiang

Perda No. 14 Tahun 2013

4,508.00

17,878.00

13,370.00

2

Aceh Besar

Perda No. 4 Tahun 2013

14,202.55

26,785.00

12,582.45

3

Bener Meriah

Perda No. 4 Tahun 2013

3,197.50

3,911.00

713.50

4

Aceh Timur

Perda No. 10 Tahun 2013

7,475.00

31,861.00

24,386.00

5

Pidie Jaya

Perda No. 4 Tahun 2014

7,739.21

8,762.00

1,022.79

6

Tabanan

Perda No 11 Tahun 2012

18,831.00

21,432.00

2,601.00

7

Klungkung

Perda No. 1 Tahun 2013

3,496.00

4,003

507.00

8

Buleleng

Perda No. 9 Tahun 2013

9,250.00

10,930

1,680.00 292.50

9

Bangli

Perda No. 11 Tahun 2013

2,461.50

2,754

10

Kota Denpasar

Perda No.27 Tahun 2011

1,560.00

2,458.00

898.00

13,121.00

49,543.00

36,422.00 22,571.00

3

Banten

11

Serang

Perda No. 10 Tahun 2011

4

D.I Yogyakarta

12

Gunung Kidul

Perda No. 6 Tahun 2011

5,500.00

28,071.00

5

Jambi

13

Tanjung Jabung Timur

Perda No. 11 Tahun 2012

17,000.00

26,403.00

9,403.00

14

Sumedang

Perda No. 2 Tahun 2012

17,317.00

30,358.00

13,041.00

15

Garut

Perda No.29 Tahun 2011

44,028.00

45,842.56

1,814.56

16

Ciamis

Perda No. 15 Tahun 2012

17,815.00

47,854.89

30,039.89

17

Cirebon

Perda No. 17 Tahun 2011

40,000.00

54,271.95

14,271.95

18

Kuningan

Perda No. 26 Tahun 2011

11,706.00

29,103.06

17,397.06

19

Indramayu

Perda No. 1 Tahun 2012

92,370.00

118,767.22

26,397.22

20

Purwakarta

Perda No. 11 Tahun 2012

4,972.00

19,848.01

14,876.01

21

Bekasi

Perda No. 3 Tahun 2011

35,244.00

62,901.55

27,657.55

22

Bandung Barat

Perda No. 2 Tahun 2012

1,026.00

16,481.02

15,455.02

23

Majalengka

Perda No. 11 Tahun 2011

39,190.00

50,962.00

11,772.00

24

Kota Sukabumi

Perda No. 11 Tahun 2012

321.00

1,618.45

1,297.45

25

Sragen

Perda No. 11 Tahun 2011

41,082.00

48,583.00

7,501.00

26

Blora

Perda No. 18 Tahun 2011

58,414.00

71,174.85

12,760.85

27

Semarang

Perda No. 6 Tahun 2011

22,896.00

23,911.00

1,015.00

28

Kendal

Perda No. 20 Tahun 2011

22,666.00

26,177.29

3,511.29

29

Cilacap

Perda No. 9 Tahun 2011

65,050.00

65,507.45

457.45

30

Grobogan

Perda No. 7 Tahun 2012

71,948.00

90,929.08

18,981.08

31

Karanganyar

Perda No. 1 Tahun 2013

23,618.00

26,789.94

3,171.94

32

Klaten

Perda No. 11 Tahun 2011

32,541.00

32,800.01

259.01

33

Demak

Perda No. 11 Tahun 2011

56,610.00

60,207.04

3,597.04

34

Rembang

Perda No. 14 Tahun 2011

39,143.00

40,305.00

1,162.00

35

Sukoharjo

Perda No. 14 Tahun 2011

23,742.00

24,185

443.00

36

Kota Semarang

Perda No. 14 Tahun 2011

3,056.00

3,281.00

225.00

37

Kota Salatiga

Perda No. 4 Tahun 2011

274.00

631.00

357.00

38

Kota Magelang

Perda No. 4 Tahun 2012

120.00

213.00

93.00

39

Kota Surakarta

Perda No. 1 Tahun 2012

111.00

182.00

71.00

6

Jawa Tengah

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 42

Tabel 5.3. Lanjutan

NO PROVINSI

7

Jawa Timur

NO. KAB/ KOTA

KABUPATEN/KOTA

NO. PERDA

LUAS LP2B (HA)

LUAS BAKU LAHAN SAWAH (HASIL AUDIT) (HA)

SELISIH SAWAH LP2B (HA)

40

Bangkalan

Perda No. 10 Tahun 2009

12,161.76

43,062.98

30,901.22

41

Bojonegoro

Perda No. 26 Tahun 2011

65,351.40

77,390.76

12,039.36

42

Gresik

Perda No. 8 Tahun 2011

10,346.00

36,195.70

25,849.70

43

Jombang

Perda No. 21 Tahun 2009

31,569.36

42,897.07

11,327.71

44

Lamongan

Perda No. 15 Tahun 2011

45,841.00

84,734.66

38,893.66

45

Malang

Perda No. 3 Tahun 2010

33,110.30

45,523.93

12,413.63

46

Mojokerto

Perda No. 9 Tahun 2012

27,535.00

29,709.79

2,174.79

47

Nganjuk

Perda No. 2 Tahun 2011

38,486.00

41,214.61

2,728.61

48

Ngawi

Perda No. 10 Tahun 2011

41,523.00

46,029.58

4,506.58

49

Pamekasan

Perda No. 16 Tahun 2012

12,306.00

26,003.37

13,697.37

50

Ponorogo

Perda No. 1 Tahun 2012

25,000.00

33,816.43

8,816.43

51

Probolinggo

Perda No. 3 Tahun 2011

38,692.00

48,784.57

10,092.57

52

Sampang

Perda No. 7 Tahun 2012

33,445.00

45,779.81

12,334.81

53

Tuban

Perda No. 9 Tahun 2012

23,000.00

52,814.69

29,814.69

54

Situbondo

Perda No 9 Tahun 2013

30,032.00

37,171.00

7,139.00

55

Magetan

Perda No. 15 Tahun 2012

19,084.00

21,627.00

2,543.00

56

Kota Batu

Perda No. 7 Tahun 2011

1,252.00

2,888.82

1,636.82

57

Kota Blitar

Perda No. 12 Tahun 2011

677.00

797.35

120.35

58

Kota Kediri

Perda No. 1 Tahun 2012

500.00

1,733.06

1,233.06

59

Kota Madiun

Perda No. 6 Tahun 2011

444.00

816.08

372.08

60

Kota Pasuruan

Perda No. 1 Tahun 2012

605.00

1,336.00

731.00

61

Kota Mojokerto

Perda No. 4 Tahun 2012

104.25

376.00

271.75

62

Banjar

Perda No. 3 Tahun 2013

41,828.00

58,548.00

16,720.00

63

Hulu Sungai Utara

Perda No. 12 Tahun 2012

23,359.00

27,056

3,697.00

64

Malinau

Perda No. 11 Tahun 2012

3,916.00

4,062

146.00

65

Lampung Timur

Perda No. 4 Tahun 2012

50,553.00

56,510.00

5,957.00

66

Way Kanan

Perda No. 11 Tahun 2011

8,479.00

17,166.00

8,687.00

67

Pesawaran

Perda No. 4 Tahun 2012

8,452.00

13,447.00

4,995.00

68

Mesuji

Perda No. 6 tahun 2012

13,169.00

22,558.00

9,389.00

69

Pringsewu

Perda No. 2 Tahun 2012

6,494.00

13,255.00

6,761.00

70

Halmahera Timur Dompu

Perda No. 11 Tahun 2012 Perda No 48 Tahun 2011

2,128.00 15,985.00

4,936.00 17,987.00

2,808.00

Sumbawa Barat Manggarai Timur

Perda No. 2 Tahun 2012 Perda No. 6 Tahun 2012

7,750.00 4,500.00

9,141.00 12,286.00

Manggarai Barat

Perda No. 9 Tahun 2012

16,000.00

16,787.00

7,786.00 787.00

75

Barru

Perda No. 4 Tahun 2012

11,448.00

13,498.00

2,050.00

76

Sinjai

Perda No. 11 Tahun 2012

13,593.00

14,380.00

787.00

77

Luwu

Perda No. 6 Tahun 2011

25,516.00

37,143.00

11,627.00

78

Luwu Utara

Perda No. 2 Tahun 2011

20,314.00

20,578.00

264.00

79

Toraja Utara

Perda No. 3 Tahun 2012

10,960.00

15,233.00

4,273.00

80

Gowa

Perda No. 25 Tahun 2012

22,192.00

36,173.00

13,981.00

81

Enrekang

Perda No. 14 Tahun 2011

4,969.71

9,460.00

4,490.29

82

Maros

Perda No. 4 Tahun 2012

20,222.00

24,715.00

4,493.00

83 84

Pangkajene Kepulauan Kota Pare-pare

Perda No. 8 Tahun 2012 Perda No. 10 Tahun 2011

14,934.00 476.00

16,375.00 834.00

1,441.00 358.00

85

Morowali

Perda No. 2 Tahun 2012

5,278.00

10,948.00

5,670.00

86

Toli-Toli

Perda No. 16 Tahun 2012

5,502.00

12,570.00

7,068.00

16 Sulawesi Utara

87

Minahasa

Perda No 1 Tahun 2014

2,500.00

7,577.00

5,077.00

17 Sumatera Selatan

88

Ogan Komering Ilir

Perda No. 9 Tahun 2013

11,500.00

125,296.00

113,796.00

18 Sulawesi Barat

89

Polewali Mandar

Perda No. 12 Tahun 2012

15,870.00

16,611.00

741.00

90

Mamuju Utara

Perda No. 1 Tahun 2014

3,030.00

3,226.00

196.00

91

Lima Puluh Kota

Perda No. 7 Tahun 2012

3,200.00

23,771

20,571.00

92

Tanah Datar

Perda No. 2 Tahun 2012

17,809.66

22,260

4,450.34

93

Kota Padang

Perda No. 5 Tahun 2012

4,934.00

6,587

1,653.00

94

Kota Pariaman

1,505.00

2,523

8

Kalimantan Selatan

9

Kalimantan Utara

10 Lampung

11 Maluku Utara 12 Nusa Tenggara Barat 13 Nusa Tenggara Timur 14 Sulawesi Selatan

15 Sulawesi Tengah

19 Sumatera Barat

71 72 73 74

TOTAL

Perda No. 21 Tahun 2012

1,783,033.20

2,002.00 1,391.00

2,641,876.61

1,018.00 858,843.41

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, 2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 43

Tabel di atas menunjukkan beberapa kabupaten/kota yang menetapkan LP2B di bawah baku lahan sawah hasil audit. Kemungkinan, pemerintah daerah tersebut telah menginventaris kecepatan alih fungsi lahan diwilayahnya sehingga mereka menetapkan LP2B di bawah baku lahan sawah. Selain itu, mereka mengantisipasi akan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang kemungkinan akan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi industri, infrastruktur, permukiman, ataupun bangunan lainnya. Berdasarkan data di atas, wilayah studi yang menjadi sampel pada kegiatan evaluasi ini dapat diidentifikasi seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 5.4. Identifikasi Wilayah Studi

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Wilayah Studi Aceh Tamiang OKU Timur Lamongan Tabanan Lombok Tengah Garut Maros Sleman Magelang

Teridentifikasi oleh Kementan Sudah Belum √ √ √ √ √ √ √ √ √

Dari sembilan wilayah studi yang dievaluasi, terdapat 4 kabupaten yang belum teridentifikasi oleh Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, yaitu Kabupaten OKU Timur, Lombok Tengah, Garut, dan Sleman. Artinya, informasi ini akan menjadi masukan bagi Kementan untuk menambah informasi terkait dengan penetapan LP2B di dalam RTRW.

5.2.

Gambaran Umum Luasan Sawah dan Produktivitas Padi di Wilayah Studi

Kajian evaluasi pelaksanaan LP2B di daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program LP2B. Evaluasi LP2B termasuk dalam kategori aspek penelitian dan pengawasan. Hasil evaluasi ini dapat memberikan masukan atas pelaksanaan LP2B di daerah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aspek yang dievaluasi adalah keseluruhan aspek yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, sampai pada peran serta masyarkat di dalam LP2B. Jadi, tidak hanya melihat bahwa LP2B telah ditetapkan di dalam RTRW ataupun RDTR namun melihat bagaimana mekanisme penetapan, pelaksanaan, dan sebagainya. Jika di dalam proses penetapan LP2B hanya dilakukan secara sepihak oleh pemerintah daerah, berarti perencanaan tersebut dapat dikatakan benar karena harus disetujui oleh petani yang lahannya masuk dalam kategori LP2B.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 44

Pada evaluasi ini telah ditetapkan 9 kabupaten yang menjadi wilayah studi, yaitu Kabupaten Aceh Tamiang (Nanggroe Aceh Darussalam), OKU Timur (Sumatera Selatan), Lamongan (Jawa Timur), Tabanan (Bali), Lombok Tengah (NTB), Garut (Jawa Barat), Maros (Sulawesi Selatan), Sleman (Yogyakarta), dan Magelang (Jawa Tengah). Gambaran umum wilayah studi difokuskan pada dua hal, yaitu luasan baku sawah dan produktivitas. Dari 9 wilayah studi tersebut, Kabupaten OKU Timur memiliki luas lahan sawah yang terluas, disusul oleh Kabupaten Lamongan dan Lombok Tengah. Sedangkan yang memiliki luas baku lahan yang terkecil adalah Kabupaten Tabanan. Hal ini wajar mengingat banyak lahan yang berubah menjadi hotel, restoran ataupun bangunan lainnya karena wilayah ini masuk dalam kategori wilayah wisata sehingga alih fungsi lahan tidak dapat dihindari.

Gambar 5.1. Luasan Baku Sawah Wilayah Studi (Ha) (Sumber: BPS kabupaten, 2014)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 45

Gambar 5.2 Produktivitas Lahan Sawah Wilayah Studi (Ton/Ha) (Sumber: BPS kabupaten, 2014)

Dilihat dari sisi produktivitas, Kabupaten Maros memiliki rata-rata produktivitas yang tertinggi dibanding wilayah lainnya, yaitu sebesar 7,1 Ton/Ha (lihat Gambar 5.2). Kemampuan produktivitas yang tinggi tersebut karena di wilayah ini sungai mengalir sepanjang tahun sehingga memungkinkan petani untuk menanam padi sampai IP 300. Di samping itu, pengelolaan usaha tani sawah yang cukup baik yang dilakukan oleh para petani di Kabupaten Maros menjadi bagian penting dalam peningkatan produktivitas lahan. Produktivitas rendah diperlihatkan oleh Kabupaten Aceh Tamiang, yaitu hanya sebesar 4,2 Ton/Ha. Hal ini wajar karena seluruh lahan disana dikategorikan sebagai lahan tadah hujan. Padahal di kabupaten ini terdapat Sungai Aceh Tamiang yang mengelilingi persawahan, namun tidak adanya irigasi teknis menyebabkan para petani rata-rata hanya menanam padi di musim hujan saja.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 46

BAB 6 EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN LP2B Regulasi terkait dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan telah diundangkan sejak tahun 2009. Akan tetapi sejauh ini belum ada evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan undang-undang tersebut. Yang dimaksud dengan evaluasi menyeluruh adalah penilaian terhadap semua aspek yang diamanatkan di dalam regulasi tersebut. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 2009, ada 12 aspek penting di dalam penilaian atas pelaksanaan LP2B. Adapun hasil evaluasi atas pelaksanaan LP2B di 9 (sembilan) lokasi kajian adalah sebagai berikut:

6.1.

Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B

Perencanaan LP2B. Di dalam Undang-undang No. 41 tahun 2009 ditegaskan bahwa di dalam perencanaan LP2B sebelum ditetapkan memiliki kekuatan hukum, terlebih dahulu harus direncanakan. Perencanaan tersebut diawali oleh penyusunan usulan perencanaan di tingkat pemerintah, selanjutnya usulan tersebut disebarluaskan kepada masyarakat untuk memperoleh tanggapan, khususnya masyarakat yang lahannya akan dijadikan sebagai LP2B. Jika proses tersebut berjalan dengan baik, maka usulan LP2B tersebut ditetapkan dan memiliki kekuatan hukum. Adapun hasil survey di beberapa wilayah atas aspek perencanaan dan penetapan LP2B adalah seperti pada Tabel 6.1.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 47

Tabel 6.1. Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 48

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 49

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 50

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Dari 9 kabupaten yang dikunjungi, hanya ada dua kabupaten yang memiliki tim LP2B. Tim ini bertugas menyusun Raperda LP2B di tahun 2015, yaitu Kabupaten Garut dan Maros. 2. Usulan rencana LP2B tidak dibahas secara khusus di dalam rapat pemerintah kabupaten, namun menjadi bagian dalam pembahasan RTRW 3. Seluruh pemerintah kabupaten yang menjadi wilayah kajian, tidak menyusun usulan LP2B secara spesifik. Beberapa hal yang menyebabkan tidak dibahasnya secara khusus adalah kurang koordinasi antar SKPD, kurangnya sosialisasi tentang LP2B di tingkat SKPD, dan tidak adanya anggaran khusus untuk LP2B. 4. Dari 9 kabupaten yang di survey, hanya ada 3 kabupaten yang telah mensosialisasikan LP2B di tingkat kelompok tani, yaitu Kabupaten Tabanan di tahun 2010, Kabupaten Garut di tahun 2014, dan Kabupaten Maros di tahun 2014. Sosialisasi LP2B di Kabupaten Tabanan, Bali bertepatan dengan ditetapkannya sistem subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO. 5. Disamping itu, ada satu kabupaten yang telah mengeluarkan Perda LP2B, yaitu Kabupaten Tabanan di tahun 2012, sedangkan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun Raperda LP2B dengan dana dari APBD.

Penetapan Kawasan P2B dan LP2B. Sebagaimana dalam amanat UU No. 41 Tahun 2009, penetapan kawasan pertanian berkelanjutan harus ditetapkan di dalam RTRW kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 18-19), sedangkan penetapan LP2B dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan dalam rencana rinci/detail tata ruang (RDTR) kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 20-21). Adapun uraian dari penetapan Kawasan P2B, LP2B dan Cadangan P2B pada beberapa lokasi kajian seperti pada Tabel 6.2. Berdasarkan tabel tersebut dapat dapat diidentifikasi hal-hal sebagai berikut: 1. Seluruh kabupaten yang dikunjungi telah memiliki RTRW kabupaten, namun tidak ada satupun yang telah menyusun RDTR. 2. Dari RTRW yang telah disusun, yang menyebutkan KP2B di dalam RTRW-nya terdapat di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang (tetapi tidak menyebutkan luasannya), Kabupaten Garut dengan luasan 44.028 ha, dan Kabupaten Maros dengan luasan 20.222 ha. 3. Adapun kabupaten-kabupaten yang mencantumkan LP2B di dalam RTRW kabupaten adalah Kabupaten Aceh Tamiang dengan luasan 4.508,17 ha dan ditetapkan per kecamatan saja, Kabupaten Tabananan seluas 18.831 ha dan perkecamatan saja, Kabupaten Magelang seluas 42.070 ha namun tidak ditetapkan secara detail, Kabupaten Lombok Tengah tetapi tidak disebutkan luasannya, dan Kabupaten Garut juga tidak disebutkan luasannya 4. Sedangkan yang mencantumkan lahan cadangan P2B hanya ada satu kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang namun tidak disebutkan luasannya. Adapun wilayah lainnya belum mencantumkan kawasan P2B ataupun LP2B di dalam RTRW-nya memiliki alasan sebagai berikut: 1. Belum jelasnya aturan detail dari pelaksanaan LP2B 2. Tidak adanya pedoman dalam penerapan LP2B Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 51

3. 4.

Tidak berani mencantumkan LP2B di dalam regulasi karena belum siap dengan mekanisme insentif dan disinsentif. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 masih rancu terutama dalam penetapan insentif atas lahan-lahan yang masuk kategori LP2B. Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang terkena LP2B mirip dengan kegiatan reguler dari Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten tersebut sehingga tidak ada bedanya antara masyarakat petani yang terkena LP2B dengan yang tidak terkena LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 52

Tabel 6.2. Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RDTR

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 53

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 54

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 55

6.2.

Aspek Pengembangan LP2B

Pengembangan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (kawasan P2B) dan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) difokuskan pada kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi. Program intensifikasi yang harus dikembangkan di dalam Kawasan P2B dan LP2B meliputi: 1. Peningkatan kesuburan tanah 2. Peningkatan kualitas bibit 3. Diversifikasi tanaman pangan 4. Pencegahan dan penanggulangan HPT 5. Pengembangan irigasi 6. Pemanfaatan teknologi pertanian 7. Pengembangan inovasi pertanian 8. Penyuluhan pertanian 9. Jaminan akses permodalan Sedangkan Program Ekstensifikasi meliputi kegiatan: 1. 2. 3.

Pencetakan LP2B Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B

Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian atas aspek pengembangan yang menitikberatkan pada program intensifikasi dan ekstensifikasi pada kawasan P2B dan LP2B di wilayah-wilayah studi secara spesifik belum dilakukan. Namun, program intensifikasi seperti yang disebutkan diatas merupakan kegiatan reguler dari Pemerintah Pusat/Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah, baik yang daerah yang telah menetapkan LP2B di dalam peraturan daerah maupun yang belum menetapkannya. Dengan kata lain, program intensifikasi menjadi bagian rutinitas dari program daerah. Sedangkan program ekstensifikasi yang terkait dengan program kawasan P2B dan LP2B belum dilakukan. Walaupun ada program cetak sawah, namun bukan merupakan bagian dari kegiatan pertanian pangan berkelanjutan. Adapun rincian hasil survey dari lokasi yang menjadi wilayah kajian adalah seperti pada tabel berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 56

Tabel 6.3. Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B

Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B

Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B

Pencetakan LP2B

Jaminan akses permodalan

Penyuluhan pertanian

Program Ekstensifikasi

Pengembangan inovasi pertanian

Pemanfaatan teknologi pertanian

Pengembangan irigasi

Pencegahan dan penanggulangan HPT

Diversifikasi tanaman pangan

Kabupaten

Peningkatan kualitas bibit

No

Peningkatan kesuburan tanah

Program Intensifikasi

1.

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

2.

OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

3.

Lamongan, Provinsi Jawa Timur

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

4.

Tabanan, Provinsi Bali

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

5.

Sleman, Provinsi Yogyakarta

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Keterangan

Program intensifikasi sebagai program rutin dan bukan dalam konteks Pengan Pertanian Berkelanjutan Program intensifikasi sebagai program rutin dan bukan dalam konteks Pengan Pertanian Berkelanjutan Program intensifikasi sebagai program rutin dan bukan dalam konteks Pengan Pertanian Berkelanjutan Program intensifikasi sebagai program rutin dan bukan dalam konteks Pengan Pertanian Berkelanjutan Program intensifikasi sebagai program rutin dan bukan dalam konteks Pengan Pertanian

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 57

Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B

Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B

Pencetakan LP2B

Jaminan akses permodalan

Penyuluhan pertanian

Program Ekstensifikasi

Pengembangan inovasi pertanian

Pemanfaatan teknologi pertanian

Pengembangan irigasi

Pencegahan dan penanggulangan HPT

Diversifikasi tanaman pangan

Kabupaten

Peningkatan kualitas bibit

No

Peningkatan kesuburan tanah

Program Intensifikasi

6.

Magelang, Provinsi Jawa Tengah

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

7.

Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

8.

Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

9.

Garut, Provinsi Jawa Barat

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Keterangan

Berkelanjutan Program tersebut merupakan program rutin, dan belum diterapkan secara spesifik untuk LP2B Program tersebut merupakan program rutin, dan belum diterapkan secara spesifik untuk LP2B Tidak ada program pengembangan yang dikhususkan untuk LP2B Program tersebut merupakan program rutin, dan belum diterapkan secara spesifik untuk LP2B

Keterangan: x = tidak ada kegiatan khusus untuk Kawasan P2B dan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 58

6.3.

Aspek Penelitian LP2B

Penelitian merupakan salah satu aspek yang ditetapkan di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2009. Penelitian menjadi salah satu dukungan bagi pangan pertanian berkelanjutan. Beberapa kriteria penilaian dari aspek penilitian adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan penganekaragaman pangan 2. Identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan 3. Pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan 4. Inovasi pertanian 5. Fungsi agroklimatologi dan hidrologi 6. Fungsi ekosistem 7. Sosial budaya dan kearifan lokal Kriteria penilaian tersebut nantinya akan dijadikan sebagai sumber informasi bagi penetapan lahan-lahan mana yang akan dijadikan kawasan P2B, LP2B, dan Cadangan P2B. Selain penetapan lahan, penelitian tersebut dapat juga merekomendasikan pemilik lahan yang mana lahannya akan dijadikan sebagai LP2B. Adapun Aspek Penelitian P2B yang dilakukan oleh wilayah-wilayah studi seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 59

Tabel 6.4. Penilaian Aspek Penelitian P2B

Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya beberapa wilayah saja yang melakukan penelitian P2B dalam rangka mendukung kegiatan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Wilayahwilayah yang melakukan penelitian LP2B adalah Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Garut dengan dana yang disediakan berasal dari APBD. Akan tetapi, wilayah yang melakukan penelitian LP2B Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 60

tidak mengetahui kriteria apa saja yang harus diteliti atas aspek penelitian tersebut, padahal di dalam UU No. 41 Tahun 2009 pasal 30 ayat 3 telah dijelaskan kriterianya.

6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahanlahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih fungsi menjadi lahan non pangan. Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 61

Tabel 6.5. Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 62

Atas dasar Tabel 6.5 bahwa kewajiban pemerintah dalam hal melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran secara langsung ataupun tidak langsung telah menjadi bagian rutin Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya dibidang pengairan. Bidang pengairan mempunyai kewajiban untuk menjaga hal tersebut diatas dengan mengelola bendungan dan irigasi teknis yang menjadi tugas dari pemerintah pusat. Sedangkan pemilik lahan pertanian, sebelum ataupun sesudah adanya UU No. 41 Tahun 2009, para pemilik lahan pada umumnya, yaitu: 1.

2.

3.

4.

6.5.

Memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, baik untuk lahan padi ataupun tanaman pangan lainnya. Namun, pada kondisi tertentu di mana pemilik lahan tidak memiliki modal untuk usaha ataupun hal lainnya, ataupun hak bagi waris bagi keluarganya, maka kondisi pemanfaatan lahan tidak dapat dipertahankan karena setelah beralih kepemilikan akan sangat ditentukan oleh pemilik lahan baru. Petani ataupun kelompok tani memiliki tanggung jawab yang besar dalam memelihara irigasi karena irigasi merupakan bagian penting di dalam sistem pertanian. Berdasarkan hasil survey disebutkan bahwa para petani membentuk kelompok tani untuk pengaturan air, seperti di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dan Kabupaten Tabanan Bali. Bahkan, di Bali dikenal dengan sebutan Subak yaitu kelompok pengatur air. Secara otomatis karena penghidupan petani berasal dari lahan, maka para petani akan menjaga kesuburan tanahnya dan mencegah kerusakan lahan, baik dengan pemupukan, pengapuran ataupun kegiatan lainnya dalam menjaga kesuburan dan menjaga kerusakan tanah Menjaga kelestarian lingkungan menjadi salah satu kriteria kewajiban dari pemilik lahan. Menjaga kelestarian lingkungan ini sangat sulit dikontrol karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Fokus dari kelestarian lingkungan ini adalah konservasi sumber daya lahan dan air. Khusus untuk menjaga sumber daya air, sangat sulit dikontrol terutama mencegah penebangan hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Atau mungkin juga banyak petani yang mencari kayu bakar di hutan tanpa mengindahkan kondisi kedepan, sehingga banyak sungai-sungai dan sumber mata air menjadi berkurang akibat gundulnya hutan akibat penebangan tersebut. Aspek Pembinaan LP2B

Sebagian besar petani akan mempertahankan lahan mereka untuk kegiatan pertanian, khususnya bagi petani yang mata pencaharian pokoknya adalah pertanian. Upaya pembinaan atas petani telah banyak dilakukan dan menjadi tugas rutin dari Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah. Khusus untuk kegiatan LP2B, pemerintah memberikan porsi yang berbeda bagi pembinaan para petani yang masuk dalam LP2B. Pembinaan yang dimaksud disini lebih pada upaya pengembangan LP2B. Hasil evaluasi atas aspek pembinaan LP2B di daerah menunjukkan sebagai berikut, seperti pada Tabel 6.6. Berdasarkan tabel tersebut sangat jelas memperlihatkan bahwa pemerintah daerah belum pernah melakukan sosialisasi atas LP2B. Koordinasi perlindungan P2B pun jarang dilakukan. Koordinasi terkait LP2B cenderung dibicarakan di tingkat Badan Koordinasi Tata Ruang (BKTR) dalam rangka penetapan ruang pertanian. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 63

Tabel 6.6. Penilaian Aspek Pembinaan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 64

6.6.

Aspek Pengendalian LP2B

Dalam rangka pengendalian LP2B, pemerintah memberikan poin khusus didalam aspek pengendalian. Aspek pengendalian dibagi atas 3 hal, yaitu insentif, disinsentif, dan alih fungsi. Insentif yang diberikan pemerintah kepada para petani yang lahannya masuk kategori LP2B, yaitu perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan varietas unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan prasarana dan sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah, penghargaan bagi petani berprestasi, dan keringanan pajak bumi dan bangunan. Adapun disinsentif diberikan jika petani melanggar aturan LP2B, dan alih fungsi LP2B. Hasil evaluasi atas aspek ini adalah seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 6.7. Aspek Pengendalian LP2B

6. 7. 8. 9.

Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan

5.

Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi

4.

Bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas tanah pada LP2B

3.

Penyediaan prasaran dan sarana produksi pertanian

2.

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan Lamongan, Provinsi Jawa Timur Tabanan, Provinsi Bali Sleman, Provinsi Yogyakarta Magelang, Provinsi Jawa Tengah Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat Garut, Provinsi Jawa Barat Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi

1.

Kabupaten

Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul

No

Pengembangan infrastruktur pertanian

Insentif

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x



x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x



x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Disintensif

Alih fungsi LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 65

Tabel di atas menunjukan bahwa pemerintah daerah tidak melakukan pengendalian LP2B karena masih sebatas pada penetapan LP2B dalam RTRW kabupaten. Dengan demikian, penerapan atas insentif, disinsentif, serta alih fungsi lahan P2B tidak dilaksanakan. Beberapa faktor belum diterapkannya aspek pengendalian ini antara lain: 1. Pemerintah daerah masih belum memahami insenstif yang akan diberikan kepada petani. 2. Jenis insentif yang diberikan sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 tidak menarik petani 3. Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus memberikan insentif kepada petani LP2B Hasil survey juga menunjukkan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur telah menetapkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke Non Pertanian. Berdasarkan Perda tersebut disebutkan bahwa alih fungsi lahan sawah irigasi dan non irigasi dapat dilakukan, namun harus mendapatkan izin dari Bupati. Apabila izin tersebut telah diterbitkan, maka pada proses alih fungsi tersebut dikenakan biaya retribusi. Alih fungsi lahan sawah dapat diberikan untuk usaha jasa, industri/pabrik, rumah walet, dan perdagangan dengan biaya retribusi ditetapkan sebesar Rp 10 juta, sedangkan untuk permukiman dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 7,5 juta. Adapun untuk alih fungsi lahan non irigasi untuk kepentingan usaha jasa, industri/pabrik, rumah walet, dan perdagangan ditetapkan retribusi sebesar Rp 7,5 juta, dan untuk permukiman dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 5 juta. Perda alih fungsi ini berarti tidak sejalan dengan UU No. 41 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa tidak boleh alih fungsi lahan bagi LP2B. Oleh sebab itu, perlu menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah setempat untuk merevisi Perda tersebut. Khusus untuk Kabupaten Sleman, pemerintah daerah telah mengeluarkan Perda No. 11 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan Pasal 8 ditetapkan bahwa: 1. Tarif pajak untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan sebesar 0,01% dari nilai NJOP 2. Tarif pajak untuk lahan pertanian non berkelanjutan adalah: a) luas lahan sampai 1000 m2 ditetapkan sebesar 0,01% dari nilai NJOP; b) 1000 m2 sampai 5000 m2 ditetapkan sebesar 0,02% dari nilai NJOP; dan c) di atas 5000m2 ditetapkan sebesar 0,03% dari nilai NJOP. Perda ini merupakan salah satu insentif yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sleman jika LP2B telah ditetapkan di dalam peraturan daerah. Namun, sampai saat ini Perda tentang LP2B belum dikeluarkan.

6.7.

Aspek Pengawasan LP2B

Pengawasan merupakan salah satu aspek dari manajemen. Pengawasan dilakukan untuk mengevaluasi atas apa yang sedang atau telah dilaksanakan agar program/kegiatan yang sedang atau telah dilaksanakan dapat diperbaiki dengan segera. Berkaitan dengan Aspek Pengawasan LP2B, pengawasan dalam hal ini dititikberatkan pada pelaksanaan LP2B di daerah. Namun dari hasil survey menunjukkan bahwa kegiatan ini belum dilaksanakan mengingat banyak daerah yang belum menerapkan LP2B di dalam peraturan daerah. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 66

Otomatis, pelaksanaan kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi LP2B belum dijalankan (lihat tabel di bawah). Tabel 6.8. Penilaian Aspek Pengawasan LP2B

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

6.8.

Kabupaten

Mekanisme pelaporan LP2B

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan Lamongan, Provinsi Jawa Timur Tabanan, Provinsi Bali Sleman, Provinsi Yogyakarta Magelang, Provinsi Jawa Tengah Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat Garut, Provinsi Jawa Barat Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

Aspek Pengawasan Pemantauan Evaluasi LP2B LP2B

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x x

x x

x x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Aspek Sistem Informasi LP2B

Sistem informasi merupakan salah satu paket di dalam UU No. 41 Tahun 2009 yang ditujukan untuk memberikan gambaran yang seluas-luasnya terkait dengan LP2B. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa di dalam sistem informasi harus meliputi informasi terkait dengan kawasan P2B, LP2B, Cadangan P2B, tanah terlantar dan subjeknya, fisik alamiah, fisik buatan, kondisi SDM dan sosial ekonomi, status kepemilikan dan penguasaan lahan, lahan dan lokasi lahan, serta jenis komoditasnya. Hasil survey di beberapa daerah seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 67

Tabel 6.9. Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B

Hasil wawancara dengan pihak Bappeda ataupun Dinas Pertanian/Tanaman Pangan menyebutkan bahwa pada umumnya mereka belum mengetahui harus dibentuknya sistem informasi LP2B. Kalaupun harus ada sistem informasi LP2B, disarankan agar sistem informasi tersebut ditempatkan di Bappeda supaya tidak terjadi tumpang tindih. Bahkan sebaiknya digabung dalam BKPRD yang ada di Bappeda karena wadah tersebut merupakan badan koordinasi untuk penanganan tata ruang wilayah.

6.9.

Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Aspek berikutnya yang menjadi penilaian evaluasi perkembangan pelaksanaan LP2B di daerah adalah aspek perlindungan dan pemberdayaan petani. Dalam aspek ini, pemerintah berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan kepada petani yang lahannya masuk kategori LP2B. Adapun hasil evaluasi terhadap beberapa wilayah yang menjadi sampel kajian evaluasi ini adalah seperti pada Tabel 6.10 di bawah. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 68

Apabila aspek perlindungan dan pemberdayaan petani dikaitkan dengan LP2B, maka kegiatan perlindungan tersebut semuanya tidak dilakukan karena belum jelasnya para petani yang terkena LP2B. Akan tetapi, jika kegiatan perlindungan dan pemberdayaan petani dalam konteks di luar LP2B, maka pemerintah telah melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan melalui berbagai program dan kegiatan. Beberapa hal perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan pemerintah di luar konteks LP2B adalah sebagai berikut: 1. Jaminan harga komoditas pangan pokok. Walaupun tidak seluruh harga komoditas mendapat jaminan dari pemerintah, namun untuk penentuan harga dasar gabah, pemerintah ikut campur tangan karena beras merupakan komoditas yang sangat strategis yang memiliki nilai politis yang tinggi 2. Jaminan memperoleh sarana dan prasarana produksi. Sejak jaman orde baru sampai saat ini, pemerintah terus berupaya agar para petani mendapatkan prasarana dan sarana produksi pertanian, seperti irigasi dan bantuan alat dan mesin pertanian. 3. Jaminan pemasaran hasil pertanian pangan pokok. Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) memberikan jaminan pemasaran padi dengan harga dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 4. Jaminan penguatan hasil pertanian pangan dalam negeri. Salah satu program penguatan yang dilakukan pemerintah untuk pertanian tanaman padi adalah bantuan alat perontok padi agar jumlah gabah yang hilang dapat diminimalisir. 5. Jaminan ganti rugi akibat gagal panen. Pemerintah telah melaksanakan ganti rugi kepada petani yang gagal panen akibat serangan hama ataupun bencana alam melalui pemberian bantuan puso atau sekarang ini diinisiasi melalui program asuransi pertanian. 6. Jaminan perlindungan sosial yang menjadi bagian dari sistem jaminan sosial. Dalam konteks jaminan sosial, kebanyakan petani belum mampu mengakses sistem jaminan sosial yang diluncurkan pemerintah karena kurangnya informasi kepada petani.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 69

Tabel 6.10. Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 70

6.10. Aspek Pemanfaatan LP2B Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahanlahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih fungsi menjadi lahan non pangan. Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.11. Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 71

6.11.

Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B

Pelibatan masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan merupakan salah satu ciri dari penerapan good governance. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan sangat perlu dilakukan mengingat yang menjadi objek pembangunan adalah masyarakat itu sendiri. Hal ini serupa juga dilakukan pada kegiatan LP2B ini, dimana di dalam UU No. 41 Tahun 2009 diamanatkan untuk melibatkan masyarakat di dalam LP2B. Hasil evaluasi atas aspek peran serta masyarakat dalam LP2B dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh kabupaten belum melibatkan masyarakat di dalam kegiatan LP2B. Bahkan, saat wawacara langsung dengan kelompok tani (yang umumnya diwakili oleh pengurus kelompok) disebutkan bahwa mereka belum mengetahui tentang kegiatan LP2B. Dengan demikian, aspek peran serta masyarakat ini pada LP2B belum maksimal dilaksanakan. Tabel 6.12. Penilaian Aspek Peran Serta Masyarakat pada LP2B

6.12.

Pengawasan

Pemberdayaan petani

Pembiayaan

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan Lamongan, Provinsi Jawa Timur Tabanan, Provinsi Bali Sleman, Provinsi Yogyakarta Magelang, Provinsi Jawa Tengah Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat Garut, Provinsi Jawa Barat Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

Penelitian

1.

Kabupaten

Pengembangan

No

Perencanaan

Aspek Peran Serta Masyarakat

x

x

x

x

x

x

x x √ x x x √ x

x x x x x x x x

x x x x x x x x

x x x x x x x x

x x x x x x x x

x x x x x x x x

Aspek Sanksi

Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dirumuskan juga pasal-pasal yang berkenaan dengan sanksi. Yang dimaksud dalam sanksi disini adalah sanksi administrasi. Sanksi menjadi salah satu aspek di dalam kegiatan LP2B. Sanksi diberikan kepada orang yang melanggar ketentuan LP2B, baik itu petani LP2B ataupun pejabat pemerintah. Sanksi yang paling ringan diberikan adalah sanksi administrasi. Sanksi yang lebih berat adalah sanksi jika permasalahan LP2B telah masuk dalam ranah pidana. Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dijelaskan dengan rinci yang dimulai dari pasal 72-74 bahwa pidana penjara dan denda. Pidana penjara dan denda minimal yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut adalah

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 72

pidana penjara minimal 1 (satu) tahun dan denda Rp 1 milyar. Adapun hasil evaluasi terhadap pelaksanaan sanksi LP2B seperti terlihat pada di bawah ini.

Tabel 6.13. Penilaian Aspek Sanksi LP2B

6.13.

Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B

Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun 2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 73

Tabel 6.14. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian No 1.

Aspek LP2B Perencanaan dan Penetapan

2.

Pengembangan

3.

Penelitian

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Pemanfaatan Pembinaan Pengendalian Pengawasan Sistem Informasi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Pembiayaan

11. 12.

Peranserta Masyarakat Sansi Administrasi

Pelakasanaan Tidak direncanakan secara matang, penetapan LP2B sebagian besar di RTRW bukan di RDTR Sebagian besar merupakan program rutin bukan LP2B 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum melaksanakan peneltian Bagian dari rutinitas bukan LP2B Bagian dari rutinitas bukan LP2B Insentif belum dikaitkan dengan program LP2B Belum ada sistem pelaporan LP2B Belum ada sistem informasi LP2B Cenderung program rutin bukan LP2B Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3 kabupaten, sumber APBD Belum terlibat Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang–undang tersebut. Berdasarkan seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu meregulasi LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan melakukan penelitian. Catatan atas penempatan LP2B di dalam RTRW kabupaten, saat ini masih pada tingkatan luasannya saja (numerik). Detail dari luasan tersebut yang berupa data spasial belum terakomodasi sehingga hal ini bisa membawa permasalahan berikutnya, yaitu jika aturan tersebut diterapkan. Perbedaan data luasan lahan sawah antara citra satelit yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian PU, BPS, dan Bappeda kabupaten/kota menjadi salah satu kendala tersendiri atas penetapan luasan lahan tersebut. Oleh karena itu, hal yang penting dilakukan adalah melakukan internalisasi baik di tingkat pusat ataupun daerah atas data luasan tersebut sehingga diperoleh luasan lahan sawah yang sama untuk seluruh instansi. Program pendataan petani by name by address menjadi salah satu solusi untuk mengidentifikasi dan memetakan luasan lahan pertanian dari masingmasing petani ditingkat daerah. Dengan adanya data tersebut, pemerintah dapat merencanakan program dengan target yang jelas karena informasi atas by name by address telah menggambarkan kondisi yang terjadi dengan luasan lahan pertanian di Indonesia. Selanjutnya adalah ada beberapa daerah yang telah melakukan penelitian atas LP2B dengan dana yang dianggarkan dari APBD. Hal ini telah menjadi salah satu bukti nyata atas dukungan daerah dalam pelaksanaan LP2B. Akan tetapi, hasil penelitian ini belum dapat diterapkan karena mengingat aspek lain yang belum dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, misalnya insentif, disinsentif, dan sebagainya karena ketidakjelasan pedoman ataupun petunjuk pelaksanaan. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 74

6.14.

Pendapat Petani terhadap LP2B

Untuk memperoleh informasi yang seimbang tentang program LP2B, dilakukan wawancara dengan para petani yang menjadi target dari program LP2B. Wawancara dilakukan secara terbuka dan berdiskusi secara terfokus berkaitan dengan program tersebut. Wawancara langsung dilakukan melalui para pengurus kelompok tani di beberapa lokasi kajian guna memperoleh informasi sejauhmana program LP2B diinfomasikan ataupun dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani tentang program LP2B dan pendapat mereka tentang program tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 75

Tabel 6.15. Pendapat Petani Tentang LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 76

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 77

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 78

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 79

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 80

Atas dasar tabel sebelumnya, maka pendapat petani atas program LP2B yang dicanangkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi LP2B ke tingkat petani belum dilakukan mengingat belum jelasnya aturan ataupun pedoman atas pelaksanaan LP2B tersebut. Hanya Kabupaten Tabanan, Bali saja yang telah mensosialisasikan kegiatan LP2B karena hal ini sejalan dengan program UNESCO yang menempatkan wilayah Kabupaten Tabanan sebagai Warisan Budaya Dunia dengan sistem Subaknya 2. Oleh karena tidak adanya sosialisasi LP2B ke masyarakat, secara otomatis usulan rencana LP2B dari masyarakat petani menjadi belum dilakukan, kecuali di Kabupaten Tabanan. Beberapa kelompok Subak bersepakat untuk menetapkan Kecamatan Penebal menjadi wilayah LP2B dan telah ditetapkan oleh aturan Bupati Kabupaten Tabanan. 3. Secara keseluruhan, para petani yang dikunjungi setuju dengan adanya program dari pemerintah, LP2B. Mereka akan mendukung program tersebut sejauh program tersebut bermanfaat bagi petani. 4. Akan tetapi setelah diberikan penjelasan singkat tentang LP2B, terdapat persepsi yang lain terkait pelaksanaan tersebut, seperti: a. Jika lahan pertanian petani ditetapkan sebagai LP2B, keseluruhan kelompok masih ragu atas keputusan tersebut karena mengingat konsekuensi logis yang harus diterima petani atas program LP2B dimana lahan tidak dapat dialihfungsikan dan alih komoditaskan. Apabila petani melakukan hal tersebut, harus mengganti atas alih fungsi dan komoditas tersebut ke pertanian awal. b. Secara keseluruhan, para petani setuju dengan adanya insentif yang diberikan karena dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas. Akan tetapi, mereka tidak setuju adanya disinsentif dan alih fungsi lahan karena tidak sesuai dengan program pemerintah yang harus mendukung masyarakat kecil, dalam hal ini petani. c. Para petani tidak setuju dengan tidak bolehnya alih fungsi lahan karena aset yang dimiliki petani hanya sawah, maka jika terjadi hal-hal diluar dugaan, maka aset tersebut akan dijual atau dilepas atau akan menjadi rumah untuk anak-anak. d. Petani tidak setuju dengan adanya sanksi yang diterapkan jika petani ikut dalam program LP2B namun tidak memenuhi syarat dan ketentuan program tersebut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 81

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 82

BAB 7 PERMASALAHAN DAN FAKTORFAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM LP2B 7.1.

Permasalahan Pelaksanaan LP2B

Kegiatan evaluasi LP2B di beberapa wilayah kajian telah menghasilkan banyak informasi yang penting sebagai bahan kebijakan. Informasi yang diperoleh salah satunya adalah bagaimana proses penetapan LP2B di dalam RTRW ataupun di dalam Perda Kabupaten. Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pelaku di daerah, seperti Bappeda kabupaten, Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten, dan kelompok tani, maka diidentifikasi berbagai permasalahan yang timbul. Secara umum, permasalahan lebih didominasi dari proses perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW ataupun Perda. Adapun beberapa permasalahan spesifik dari masing-masing wilayah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B di Wilayah Studi

No

Kabupaten

1

Aceh Tamiang

2

OKU Timur

Permasalahan Lahan pertanian seluruhnya merupakan lahan tadah hujan Tidak ada irigasi, padahal ada sungai Aceh Timur yang dapat dimanfaatkan untuk pengairan Alih fungsi komoditas dari padi ke sawit tidak dapat dihindarkan karena merupakan pilihan hidup petani Alih fungsi lahan tidak dapat dikontrol karena Aceh Timur sedang membangun Belum ada sosialisasi terhadap regulasi LP2B Terjadi perbedaan data baku lahan sawah antara Dinas PU, Dinas Pertanian, dan BPS Kesulitan penetapan LP2B karena sawah milik petani Alih fungsi lahan menjadi bangunan tidak dapat dihindari Kepemilikan lahan sawah selalu berubah cepat Belum ada sosialisasi LP2B dari pusat ataupun provinsi Alih fungsi komoditas dari padi ke karet tidak dapat dihindarkan karena tergantung dari petani itu sendiri untuk memutuskan komoditasnya Karakter dan budaya petani yang sulit menerima program, apalagi jika lahan tersebut tidak dapat dialihfungsikan menjadi Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 83

No

Kabupaten

3

Lamongan

4

Tabanan

5

Lombok Tengah

6

Garut

7

Maros

8

Sleman

Permasalahan bangunan Bahan untuk sosialisasi masih kurang terutama masalah insentif yang akan diberikan Tidak ada anggaran sosialisasi LP2B Belum dilaksanakannya sosialisasi LP2B karena belum dapat menjawab insentif dan jaminan pemerintah Kesulitan dalam mengendalikan alih fungsi lahan Terdapat perbedaan data baku lahan sawah antara Dinas Pertanian dan Kehutanan dengan Dinas PU Terjadi kegamangan atas pelaksanaan LP2B karena tidak jelasnya SKPD yang menjadi leader dalam LP2B Belum memiliki RDTR LP2B tidak menjadi bahasan pokok dalam BKPRD namun hanya merupakan bagian dari pembahasan utama di BKPRD Terjadi perbedaan data baku lahan sawah antara dinas pertanian dan PU Belum memiliki benchmark atas pelaksanaan LP2B sehingga tidak ada yang dapat dijadikan contoh Sosialisasi LP2B dari pusat dilakukan tidak secara terus menerus dan berkesinambungan Banyak petani yang memiliki lahan sempit sehingga sulit untuk pelaksanaan LP2B Lombok Tengah sedang berkembang sehingga alih fungsi lahan sulit dihindarkan Zonasi lahan pertanian yang tersebar menyebabkan sulitnya mendeteksi alih fungsi lahan Lahan-lahan pertanian yang produktif dan subur berada di perkotaan karena adanya Sungai Cimanuk yang melintasi kota. Alih fungsi lahan sawah tidak dapat dihindarkan terutama sawahsawah yang berada di kota Penetapan LP2B dalam Perda perlu waktu karena harus berkoordinasi dengan lintas sektoral dan masyarakat Pembangunan infrastruktur jalan tol yang rencananya akan dibangun pemerintah, banyak yang mengorbankan lahan sawah Anggaran terbatas termasuk tidak adanya anggaran untuk petugas yang bekerja dilapangan untuk sosialisasi ataupun diseminasi program LP2B Koordinasi antar SKPD yang kurang terutama tidak adanya informasi LP2B ke pihak Bappeda Sosialisasi LP2B diperoleh berdasarkan informasi sepihak, tidak secara utuh Belum adanya sosialisasi LP2B, baik dari pusat maupun provinsi Anggaran terbatas terutama untuk mendanai petugas pelaksana Alih fungsi lahan tidak dapat dihindari karena Kabupaten Maros sebagai penyangga bagi Kota Makasar, terlebih wilayah ini telah terdapat Bandara Internasional Hasanudin dan telah terhubungnya Kota Makasar dan Kabupaten Maros dengan Jalan Tol Masih ragu-ragu menerapkan LP2B karena belum jelasnya aturan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 84

No

9

7.2.

Kabupaten

Magelang

Permasalahan tersebut Jika petani seluruhnya setuju dengan LP2B, maka diperkirakan harus disediakan materai sebesar Rp 2 milyar yang akan dibubuhkan di dalam perjanjian. Penyediaan dana tersebut tidak dapat disediakan dalam APBD karena terbatas Belum jelasnya insentif dan disinsentif dan tidak memiliki anggaran untuk pemberian insentif ke petani LP2B Kejelasan fungsi dan tanggung jawab pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terhadapa LP2B Banyak petani di Sleman berlahan sempit dan berpendapatan rendah dan lahan dijadikan sebagai aset jika terjadi kondisi tertentu di keluarganya Data lahan dan peruntukkan tidak sama antara BPN dan Pemda Kesulitan dalam penentuan insentif dan disinsentif Penerapan Perda RTRW tidak konsisten dan banyak yang tidak diindahkan, seperti membangun rumah di wilayah hijau namun masih memperoleh ijin Alih fungsi lahan sulit dideteksi dan dikontrol Perijinan sebagai pengendali tidak berfungsi dengan baik

Faktor-faktor yang Berpengaruh Atas Pelaksanaan LP2B

Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan LP2B di wilayah studi menggunakan metode PSA (Participatory Sistem Appraisal). Seperti yang telah dikemukakan pada Bab 3, terdapat beberapa langkah dalam penentuan faktor tersebut. Penentuan faktor ditentukan berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku, khususnya pihak Dinas Pertanian ataupun Bappeda. Berdasarkan hasil identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di wilayahnya masing-masing dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Selanjutnya, faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan PSA, yang hasilnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikutnya. Kabupaten Aceh Tamiang Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang, terdapat 7 (tujuh) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 85

Tabel 7.2. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang No 1.

Faktor Regulasi Daerah

2.

Petunjuk Teknis LP2B

3.

Sosialisasi LP2B

4. 5.

Data Base Lahan Data Pemilik Lahan Rendahnya kesadaran pelaku

6. 7.

Kerjasama instansi

Definisi Faktor Peraturan daerah terkait dengan LP2B Petunjuk teknis terkait dengan LP2B sehingga pemerintah setempat dapat menjalankan LP2B Sosialisasi aturan perundangan serta konsekuensi penerapan LP2B di Pemda Data terkait dengan lahan pertanian Data terkait dengan pemilik lahan pertanian serta luasannya Kesadaran para pemangku kepentingan (khususnya pemerintah) terhadap implementasi peraturan LP2B Kerjasama antar instansi terkait dengan pelaksanaan LP2B serta kejelasan tupoksi di dalam LP2B

Adapun hasil analisis PSA atas faktor-faktor di atas dapat dilihat di bawah ini.

Sympton

Buffer

Critical Element

Motor/Lever

Gambar 7.1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Kabupaten OKU Timur Hasil identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten OKU Timur, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 86

Tabel 7.3. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten OKU Timur No 1. 2. 3. 4. 5.

Faktor Payung Hukum/Regulasi Kepemilikan Lahan Perkebunan rakyat Sosialisasi Sarana dan prasarana usaha tani

Definisi Faktor Belum jelasnya aturan terkait LP2B Perubahan kepemilikan lahan sawah dalam setiap tahunnya Alih fungsi lahan sawah ke perkebunan Perlu ada sosialisasi secara bertahap Sarana dan prasarana yang tersedia belum semuanya dapat menunjang usaha tani

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA, hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sympton

2

Critical Element

3

1 5

Buffer

4

Motor/Lever

Gambar 7.2. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten OKU Timur

Kabupaten Lamongan Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Lamongan, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.4. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lamongan No 1. 2. 3. 4. 5.

Faktor Sumber Air Baku Jaringan Irigasi Alih fungsi lahan Tataniaga pupuk Harga jual panen

Definisi Faktor Kondisi waduk dan rawa Kondisi jaringan irigasi belum memadai Perubahan lahan pertanian menjadi bangunan Harg pupuk mahal dan barangnya tidak tersedia setiap saat Harga jual panen belum mencerminkan biaya produksi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 87

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA yang menghasilkan peta PSA seperti pada gambar berikut.

Sympton

Critical Element

4 3

1 2

Buffer

5

Motor/Lever

Gambar 7.3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lamongan

Kabupaten Tabanan Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Tabanan, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.5. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Tabanan No 1. 2. 3. 4.

Faktor Alih fungsi lahan Sikap para petani Dampak Perubahan Iklim Serangan hama penyakit

5.

Kondisi Sosial Ekonomi

Definisi Faktor Lahan sawah berubah menjadi bangunan Sikap petani terhadap LP2B Kekeringan menjadi kendala Hama penyakit menjadi kendala pertanian Penghidupan dari pertanian tidak cukup menopang kehidupan rumah tangga

Adapun hasil analisis faktor dengan menggunakan PSA dapat dilihat pada gambar berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 88

Sympton

Critical Element

1

3

2

5

4

Buffer

Motor/Lever

Gambar 7.4. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Tabanan

Kabupaten Lombok Tengah Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Lombok Tengah, terdapat 7 (tujuh) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.6. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lombok Tengah No

2.

Faktor Peran serta masyarakat dalam LP2B Regulasi LP2B

3.

Perkembangan pembangunan

4.

Rendahnya kepemilikan lahan Hamparan lahan sawah tersebar

1.

5. 6.

Teknologi Alternatif

7.

Nilai ekonomi pertanian

Definisi Faktor Keikutsertaan masyarakat petani atas program LP2B Peraturan daerah tentang LP2B Perkembangan pembangunan di wilayah Lombok Tengah dapat menyebabkan alih fungsi lahan Rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya 0,3 ha Tidak ada lahan sawah dalam bentuk hamparan luas tetapi tersebar Teknologi pembibitan harus dapat diimplementasikan di petani Belum maksimalnya nilai ekonomi di usaha tani

Adapun hasil analisis PSA dengan menggunakan diagram 4 kuadran yang menggambarkan masing-masing kriteria faktor dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 89

Sympton

Critical Element

7 1

4 6

2

3

5

Motor/Lever

Buffer

Gambar 7.5. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Garut Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Garut, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.7. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut No 1.

Faktor SDM dinas terbatas

2.

Anggaran Terbatas

3.

Alih Fungsi

4.

Investor Melirik Garut

5.

Tidak ada wilayah acuan

Definisi Faktor Staf lapangan terbatas Anggaran dinas tanaman pangan dan hortikultura terbatas untuk kegiatan LP2B Tingginya alih fungsi sawah di perkotaan Banyak investor dari luar daerah berinvestasi pada industri dan wisata Tidak adanya wilayah yang jadi acuan LP2B

Adapun hasil analisis PSA dengan menggunakan 4 kuadran yang mencerminkan kriteria dari masing-masing faktor dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 90

Sympton

Critical Element

3 1

Buffer

5

2 4 Motor/Lever

Gambar 7.6. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut

Kabupaten Maros Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Maros, terdapat 4 (empat) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.8. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Maros No 1. 2.

Faktor SDM dinas Anggaran

3.

Sosialisasi LP2B

4.

Koordinasi LP2B

Definisi Faktor Staf lapangan terbatas Anggaran dinas pertanian terbatas untuk kegiatan LP2B Kurangnya sosialisasi dari pusat sehingga LP2B hanya dikerjakan oleh Dinas Pertanian Kurangnya koordinasi instansi khususnya di LP2B

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA yang menghasilkan gambar sebagai berikut.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 91

Sympton

Critical Element

1

3

Buffer

4

2

Motor/Lever

Gambar 7.7. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Maros

Kabupaten Sleman Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Sleman, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.9. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Sleman No 1. 2. 3. 4.

Faktor Sumber air baku Jaringan irigasi Alih fungsi lahan Tataniaga pupuk

5.

Harga jual panen

Definisi Faktor Kurangnya sumber air baku karena harus dibagi untuk permukiman Jaringan irigasi belum optimal Sosialisai tentang alih fungsi belum dilakukan Kurangnya koordinasi instansi sehingga pupuk sering telat Harga jual panen sangat tergantung pada musim. Pada musim panen raya, harga pertanian akan turun.

Adapun hasil analisis PSA yang memetakan posisi masing-masing dari faktor-faktor di atas di dalam kuadran PSA dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 92

Sympton

4

Critical Element 3 1 2 5

Buffer

Motor/Lever

Gambar 7.8. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Sleman

Kabupaten Magelang Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Magelang, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7.10. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Magelang No 1.

Faktor Pemetaan wilayah sawah

2.

Insentif dan Disinsentif

3. 4.

Anggaran Terbatas Kelompok Tani Sarana dan prasarana usaha tani

5.

Definisi Faktor Pemetaan sawah-sawah di Kabupaten Magelang Belum mampunya daerah untuk memberikan insentif ataupun disinsentif Pemakaian air Sosialisasi ke kelompok tani masih terbatas Sarana dan prasarana usaha tani yang belum maksimal terutama irigasi

Gambaran posisi dari masing-masing faktor di atas diidentifikasi dengan menggunakan diagram PSA seperti pada gambar berikutnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 93

Sympton

Buffer

3 5

4

Critical Element 2

1

Motor/Lever

Gambar 7.9. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Magelang

Hasil-hasil penentuan faktor di atas, selanjutnya direkapitulasi dalam tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 94

Tabel 7.11. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B

No

Wilayah Studi

1.

Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

2.

OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

3.

Lamongan, Provinsi Jawa Timur

4.

Tabanan, Provinsi Bali

5.

Sleman, Provinsi Yogyakarta

6.

Magelang, Provinsi Jawa Tengah

7.

Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

8.

Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

9.

Garut, Provinsi Jawa Barat

Kriteria Faktor yang Berpengaruh Critical Symptom Motor/Leverage Elements Regulasi daerah, Data pemilik petunjuk teknis lahan dan terkait LP2B, kerjasama sosialisasi LP2B, instansi basis data lahan, rendahnya kesadaran pelaku Hukum, Perkebunan kepemilikan lahan, rakyat dan dan sarana dan sosialisasi LP2B prasarana usaha tani Alih Fungsi Lahan Sumber air baku, dan Tataniaga jaringan irigasi, pupuk dan harga jual panen Alih Fungsi Lahan Sikap para petani serangan hama dan Kondisi Sosial terhadap LP2B penyakit Ekonomi dan Dampak Perubahan Iklim Alih fungsi, Sumber air baku, tataniaga pupuk, jaringan irigasi, dan harga jual dan harga pupuk panen Kelompok tani, Pemetaan wilayah anggaran terbatas, dan insentif dan dan sarana dan disinsetif prasarana usaha tani Rendahnya Peranserta kepemilikan lahan, masyrakat dalam teknologi alternatif, LP2B, dan nilai ekonomi Perkembangan pertanian Pembangunan, dan Hamparan sawah tersebar SDM Dinas Anggaran, alih fungsi, dan investor Anggaran terbatas, alih fungsi, dan investor melirih Garut

Buffer

Regulasi LP2B

Sosialisasi dan Koordinasi LP2B SDM terbatas, dan tidak ada wilayah acuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 95

Berdasarkan tabel di atas telah dapat diidentifikasi bahwa tiap wilayah memiliki kriteria faktor-faktor yang berbeda. Perbedaan kriteria dari masing-masing wilayah tersebut disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya sosialisasi LP2B, LP2B bukan prioritas wilayah, koordinasi antar SKPD dan sebagainya. Penjelasan lebih rinci dari faktor-faktor di masing-masing wilayah dapat dilihat pada lampiran.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 96

BAB 8 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan, perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tidak didasarkan pada pendapat atau usulan dari masyarakat. Alasannya belum memiliki informasi yang cukup untuk mensosialisasikan LP2B ke masyarakat. 2. Luasan lahan LP2B yang ditetapkan masih pada luasan kabupaten dan paling kecil sampai pada tingkat kecamatan karena lebih aman jika terjadi perubahan lahan dikemudian hari 3. Ada satu wilayah telah menetapkan Peraturan Bupati tentang LP2B, yaitu Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun peraturan tersebut. 4. Ada 6 kabupaten telah melakukan penelitian terkait dengan LP2B dengan dana APBD yang mana hasil penelitian tersebut digunakan untuk penyusunan perencanaan LP2B 5. Aspek pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, sampai dengan aspek sanksi belum diterapkan karena semua wilayah masih terfokus pada proses perencanaan dan penetapan LP2B 6. Permasalahan yang muncul terkait dengan LP2B adalah kurangnya sosialisasi LP2B baik dari pusat maupun provinsi, dan ketidakmampuan pihak kabupaten dalam mengontrol alih fungsi lahan dan alih fungsi komoditas

8.2.

Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat disarankan atas hasil kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya, Pemda penyusunan rencana LP2B terlebih dahulu sebelum ditetapkan di dalam Perda 2. Sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan LP2B. Kendala utama penyebab tidak jalannya pelaksanaan LP2B harus menjadi focus perhatian sehingga permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan. 3. Evaluasi pasal-pasal yang ambigu dalam UU No. 41 Tahun 2009 beserta turunannya, terutama untuk membedakan perlakuan antara kegiatan reguler dengan kegiatan LP2B. 4. Sebaiknya dilakukan koordinasi kembali terkait LP2B, terutama di tingkat pusat, yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan fungsi masing-masing pada program LP2B 5. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait kegiatan LP2B antara lain: Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 97

a. Kementerian Pertanian harus melakukan sosialisasi lebih intensif, b. Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah yang tidak sesuai dengan regulasi LP2B, c. Bappeda mengkoordinasikan pembentukan Tim LP2B di daerah, d. Pendataan petani by name by addres diperlukan sebagai salah satu instrumen pendukung pelaksanaan program LP2B yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BPS dan Kementerian Dalam Negeri.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 98

DAFTAR PUSTAKA Bachriadi, Dianto. 2007. Reformasi Agraria untuk Indonesia. Pandangan Kritis tentang Pembaruan Agraria Nasional atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY. Kerta Kerja Diskusi di Fakultas Hukum, Universitas Bengkulu. Bengkulu. Barus, B., D.R. Panuju, K. Munibah, LS Iman, B.H Trisasongko, N. Widiana, dan R. Kusumo. 2012. Model Pemetaan Sawah dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan dengan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Seminar dan Ekspose Hasil Kegiatan dan Penelitian P4W LPPM-IPB, Tema: Pengembangan Metodologi Penelitian Bidang Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB ICC. Bogor Budiharsono, Sugeng. 1988. Dasar-dasar Perencanaan Pembangunan Wilayah. Universitas Nusa Bangsa. Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang. 2014. Aceh Tamiang Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang Badan Pusat Statistik Kabupaten Oku Timur. 2014. Ogan Komering Ulu Timur Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Ogan Komering Ulu Timur Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. 2014. Kabupaten Lamongan Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Lamongan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. 2014. Kabupaten Tabanan Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. Tabanan Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2014. Garut Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. Garut Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. 2014. Maros Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Maros Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah. 2014. Lombok Tengah Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah. Lombok Tengah Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2014. Sleman Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. Sleman Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. 2014. Magelang Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. Magelang Cohen, Sulaeman I. 1978. Agrarian Structures and Agrarian Reform: Exercise in Development Theory and Policy. Martinus Nijhoff Social Science Division. Leiden and Boston. USA Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2013. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Majalengka, Purbalingga, Gunung Kidul, Madiun, Gowa, Aceh Tamiang, Ngawi, dan Donggala. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 99

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2015. Quo Vadis Implementasi Regulasi LP2B. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta Foley, Jonathan. 2014. Rencana Lima Langkah untuk Mencukupi Pangan Dunia. National Geographic, volume 10, No. 5, edisi Mei 2014 tentang Masa Depan Pangan. Handari, Anita Widhy. 2012. Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Semarang Herweg, K. & Steiner, K. 2002. Impact Monitoring and Assessment: Instrument for Use in Rural Development Projects with a Focus on Sustainable Land Management. World Bank. Washington, D.C. Heryanti. 2011,.Sejarah Reforma Agraria Dunia dan Pengaruhnya terhadap Reforma Agraria di Indonesia. webheryanti.blogspot.com. Husein, Uke Mohammad. 2014. Pertanahan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Buletin Agraria Indonesia, edisi 1, 2014. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional. Jakarta. Mungkasa, Oswar. 2014. Reformasi Agraria: Sejarah, Konsep, dan Implementasinya. Buletin Agraria Indonesia. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional. Jakarta. Richardson, Harry W. 1972. Regional Economics.: Location Theory, Urban Structure, and Regional Change. Praeger Publisher. New York. Rantini, R.R., dan Hastu Prabatmodjo. 2014. Tanggapan Petani terhadap Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Di Kabupaten Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Volum 3, No. 2. Bandung. Sakti, Melulosa Adhytya., Bambang H. Sunarminto, Azwar Maas, Dikdik Indradewa, dan Bambang D. Kertonegoro. 2013. Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Purworejo. Sains Tanah-Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi, Vol. 10 No. 1. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Peraturan Perundangan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 100

LAMPIRAN

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 101

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 102

Lampiran 1. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh Darussalam Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pemekaran dari Kabupaten Langsa pada Tahun 2002. Kabupaten ini sebagai pintu gerbang pertama karena langsung berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini terdiri dari 12 kecamatan (Bandar Mulia, Bandar Pusaka, Kejuruan Muda, Kota Kualasimpang, Rantau, Sekerak, Seruay, Tamiang Hulu, Tenggulung, Mayak Payed, Bendahara, dan Karang Baru). Wilayah kabupaten ini memiliki luas 1.957,02 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 286.226 jiwa. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di kabupaten ini. Komoditas-komoditas yang menjadi unggulan di sektor pertanian adalah padi, kelapa sawit, dan karet. Luas lahan pangan yang tersedia di Kabupaten Aceh Tamiang didominasi oleh tanaman padi seperti yang terlihat di bawah ini.Pada Tahun 2013, luasan lahan untuk tanam padi seluas 28,2 ribu hektar (7,08% dari Provinsi Aceh) dengan tingkat produksi padi hampir mencapai 120 ribu ton dengan tingkat produktivitas 4,24 ton/hektar.

Gambar 1 Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013 Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2014

Gambar 2 Provitas Padi di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

Adapun luas lahan untuk komoditas pangan lainnya, seperti jangung dan sayur-sayuran masing-masing memiliki luas tanam seluas 5.023 hektar dan 1.125 hektar (lihat Tabel 1). Dibandingkan dengan tanaman padi dan sayur-sayuran, tingkat produktivitas tanaman jagung lebih produktif dibandingkan dengan kedua tanaman tersebut. Hal ini menunjukkan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 103

bahwa komoditas jagung memiliki peranan yang cukup penting dalam sektor pangan di kabupaten ini. Tabel 1. Luas Tanam, Produksi, dan Provitas Tanaman Jagung dan Sayur-sayuran Tahun 2013 Komoditas Pangan Luas Tanam (ha) Produksi (Ton) 5.023 22.182 Jagung 1.125 5.057 Sayur-sayuran Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2014

Provitas (Ton/Ha) 5,03 4,40

Seiring dengan perkembangan pembangunan yang dilaksanakan oleh kabupaten ini, hal sangat kentara yang terjadi dengan lahan pertanian, khususnya tanaman padi adalah adanya alih fungsi lahan dan komoditas. Khusus untuk alih komoditas, para petani di kabupaten ini dapat mengalihfungsikan lahan mereka dari padi ke sawit ataupun ke komoditas yang menguntungkan lainnya. Di sisi lain, alih fungsi lahan tanaman padi menjadi lahan untuk penggunaan selain sektor pertanian menjadi tidak terelakkan lagi seiring dengan proses pembangunan di Aceh Tamiang. Berdasarkan data BPS Aceh Tamiang menunjukkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian seluas 1.216 ha dari tahun 2010 ke 2013 (lihat Tabel 2). Dengan kata lain, alih fungsi lahan yang terjadi pada setiap tahunnya seluas 405 ha. Berdasarkan pengamatan, lahan pertanian tanaman padi berubah menjadi kedai ataupun hotel terutama yang berada di sepanjang jalan nasional Tabel 2. Luasan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dari 2010 ke 2013 Tahun Luas Tanam (Ha) 2010 29.400 28.184 2013 Alih Fungsi 1.216 Sumber: BPS Aceh Tamiang Tahun 2010 dan 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang Sebagai wilayah yang dijadikan Benchmark bagi pelaksanaan LP2B didasarkan pada hasil kajian LP2B yang dilaksanakan oleh Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (2013), maka wilayah ini menjadi tujuan awal dari evaluasi ini. Adapun hasil evaluasi dari direktorat tersebut secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3. Dibandingkan dengan wilayah kajian lainnya, Kabupaten Aceh Tamiang telah menetapkan luas lahan LP2B sampai ke tingkat kampung dengan luasan yang telah ditetapkan.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 104

Tabel 3. Luasan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan RTRW NO 1.

LOKASI Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh

Perda RTRW Perda 14/2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 20122032

Pasal dan Ayat LP2B Pasal 34, ayat 5

Luasan dan Penetapan Kawasannya Luas LP2B yang ditetapkan adalah 885,31 ha dan kawasannya: a. Kecamatan Manyak Payed meliputi Kampung Pahlawan, Kampung Kasih Sayang, Kampung Meurandeh, Kampung Meunasah Paya, Kampung Mesjid seluas 476,43 Ha; b. Kecamatan Manyak Payed meliputi Kampung Lueng Manyo, Kampung Matang Cincin seluas 211,12 Ha; dan c. Kecamatan Bendahara meliputi Kampung Rantau Pakam seluas 196,83 Ha

Akan tetapi, hasil evaluasi lapangan yang didasarkan pada 11 variabel yang telah ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 105

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 106

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 107

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 108

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 109

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 110

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang, maka dapat diidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1.

Faktor Regulasi Daerah

2.

Petunjuk Teknis LP2B

3.

Sosialisasi LP2B

4. 5.

Data Base Lahan Data Pemilik Lahan Rendahnya kesadaran pelaku

6. 7.

Kerjasama instansi

Definisi Faktor Peraturan daerah terkait dengan LP2B Petunjuk teknis terkait dengan LP2B sehingga pemerintah setempat dapat menjalankan LP2B Sosialisasi aturan perundangan serta konsekuensi penerapan LP2B di Pemda Data terkait dengan lahan pertanian Data terkait dengan pemilik lahan pertanian serta luasannya Kesadaran para pelaku di pemerintahan terhadap implementasi peraturan LP2B Kerjasama antar instansi terkait dengan pelaksanaan LP2B serta kejelasan tupoksi di dalam LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 6. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 111

Tabel 6. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

5

6

7

Activive Sum (AS)

Degree of Interr (PS*AS)

1,0

1,0

0,1

2,0

0,5

2,0

6,6

53,5

1,0

0,1

0,1

1,0

0,5

4,7

24,4

0,5

0,5

2,0

1,0

9,0

90,0

2,0

0,5

0,1

3,8

42,0

2,0

2,0

10,0

61,0

1,0

5,1

40,8

9,0

59,4

1

Regulasi Daerah

2

Petunjuk Teknis LP2B

2,0

3

Sosialisasi LP2B

1,0

2,0

4

Data Base Lahan

0,1

0,1

1,0

5

Data Pemilik Lahan Rendahnya kesadaran pelaku Kerjasama instansi

1,0

1,0

2,0

2,0

2,0

0,1

1,0

0,5

0,5

2,0

1,0

2,0

1,0

1,0

2,0

Passive sum (PS)

8,1

5,2

10,0

4,2

6,1

8,0

6,6

Activity ratio (AS/PS)

0,8

0,9

0,9

0,9

1,6

0,6

1,4

6 7

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Sympton

Buffer

Critical Element

Motor/Lever

Gambar 3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 112

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah regulasi daeah, petunjuk teknis terkait LP2B, sosialisasi LP2B, data base lahan, rendahnya kesadaran pelaku. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah data pemilik lahan dan kerjasama instansi. Faktor ini adalah faktor yang mengakselerasi dan sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. Adapun yang masuk dalam kategori ini adalah data pemilik lahan dan kesadaran para pelaku. Data pemilik lahan dan kesadaran pelaku menjadi kunci dari kebehasilan penerapan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 113

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 114

Lampiran 2. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan Komering Ulu Selatan tanggal 18 Desember 2003. Berdasarkan regulasi tersebut, maka resmilah terjadinya pemekaran kabupaten baru dari Kabupaten Ogan Ilir. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur beribu kota di Martapura dan memiliki wilayah seluas 341.015 ha atau 3,41 km2. Kabupaten ini merupakan salah satu lumbung beras bagi Provinsi Sumatera Selatan. Produksi tanaman pangan khususnya padi dan perkebunan menjadi komoditas unggulan bagi Kabupaten OKU Timur. Hal ini didukung dengan adanya Bendungan Belitang (peninggalan kolonial Belanda) dan Bendungan Perjaya yang dibangun oleh pemerintah. Kedua bendungan ini memiliki peran yang cukup penting di dalam pengembangan pertanian. Luasan lahan sawah, produksi dan produktivitas dari tanaman padi di Kabupaten OKU Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut diperlihatkan bahwa luas lahan sebesesar 122.864 ha dengan luas tanam 144.586 ha. Dengan demikian, sistem pertanian sawah di kabupaten ini hanya memiliki IP = 1,2. Artinya, tanaman padi hanya dilakukan penanaman satu kali dalam satu tahun, padahal wilayah ini memiliki bendungan yang cukup baik untuk mengaliri sawah sepanjang tahun. Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten OKU Timur Luas, Produksi, dan Provitas Luas Lahan Sawah (ha) Luas Tanam (ha) Produksi Padi (ton GKP) Rata-rata Provitas (ton/ha) Sumber: BPS Kabupaten OKU Timur, 2014

Jumlah 122.864 144.586 726.017 5,5

Evaluasi LP2B di Kabupaten Oku Timur Sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B, Kabupaten Oku Timur merupakan sentra produksi beras bagi Sumatera Selatan. Pentingnya LP2B pada daerah sentra-sentra padi agar lahan-lahan pertanian tidak tergerus oleh alih fungsi lahan pertanian yang terus meningkat sepanjang tahun. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten OKU Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 115

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten OKU Timur

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 116

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 117

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 118

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 119

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Oku Timur, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1.

Faktor Payung Hukum/Regulasi

Definisi Faktor Belum jelasnya aturan terkait LP2B

2.

Kepemilikan Lahan

3. 4.

Perkebunan rakyat Sosialisasi Sarana dan prasarana usaha tani

5.

Perubahan kepemilikan lahan sawah dalam setiap tahunnya Alih fungsi lahan sawah ke perkebunan Perlu ada sosialisasi secara bertahap Sarana dan prasarana yang tersedia belum semuanya dapat menunjang usaha tani

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

5

Activive Sum (AS)

2,0

1,0

1,0

2,0

6,0

42,0

1,0

1,0

2,0

6,0

42,0

2,0

1,0

9,0

63,0

1,0

7,0

20,0

4,0

24,0

1

Payung Hukum/Regulasi

2

Kepemilikan Lahan

2,0

3

Perkebunan rakyat

2,0

2,0

4

Sosialisasi Sarana dan prasarana usaha tani Passive sum (PS)

2,0

2,0

2,0

1,0

1,0

1,0

1,0

7,0

7,0

7,0

5,0

6,0

Activity ratio (AS/PS)

0,9

0,9

1,3

1,4

0,7

5

Degree of Interr (PS*AS)

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 120

Sympton

2

Critical Element

3

1 5

Buffer

4

Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten OKU Timur Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah hukum, kepemilikan lahan, dan sarana dan prasarana usaha tani Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah perkebunan rakyat dan sosialisasi LP2B. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 121

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 122

Lampiran 3. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Lamongan merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan yang terbagi menjadi 3 karakteristik daratan berdasarkan aliran sungai bengawan solo yaitu bagian tengah selatan merupakan daratan rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu, kemudian bagian utara dan selatan yang merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan kesuburan sedang meliputi Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro serta bagian tengah utara yang merupakan daerah rawan banjir meliputi Kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun, Glagah. Kabupaten Lamongan dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur, di mana kabupaten ini mampu memproduksi padi sebesar 967.497 ton Gabah Kering Giling di tahun 2014. Dengan kata lain, (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Tabahan, 2014). Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Lamongan Jawa Timur Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah Luas Lahan Sawah (ha) 87.499 Luas Tanam (ha) 150.064 Produksi Padi (ton GKG) 967.497 Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,45 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam BPS Kabupaten Lamongan, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan Kabupaten Lamongan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra padi sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 123

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 124

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 125

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 126

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 127

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Lamongan Jawa Timur, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1. 2. 3. 4. 5.

Faktor Sumber Air Baku Jaringan Irigasi Alih fungsi lahan Tataniaga pupuk Harga jual panen

Definisi Faktor Kondisi waduk dan rawa Kondisi jaringan irigasi belum memadai Perubahan lahan pertanian menjadi bangunan Harg pupuk mahal dan barangnya tidak tersedia setiap saat Harga jual panen belum mencerminkan biaya produksi

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 128

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

5

Activive Sum (AS)

1.0

2.0

2.0

0.5

5.5

27.5

2.0

2.0

0.5

5.5

27.5

1.0

0.5

5.5

49.5

0.5

3.5

56.0

8.0

16.0

1

Sumber Air Baku

2

Jaringan Irigasi

1.0

3

Alih fungsi lahan

1.0

1.0

2.0

4

Tataniaga pupuk

1.0

1.0

1.0

5

Harga jual panen Passive sum (PS)

2.0

2.0

2.0

2.0

5.0

5.0

9.0

7.0

2.0

Activity ratio (AS/PS)

1.1

1.1

0.6

0.5

4.0

Degree of Interr (PS*AS)

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Sympton

Critical Element

4 3

1 2

Buffer

5

Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lamongan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 129

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Alih Fungsi Lahan dan Tataniaga pupuk. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sumber air baku, jaringan irigasi, dan harga jual panen. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktuwaktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 130

Lampiran 4. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Tabanan, salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Badung, sebelah selatan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jembrana dan Buleleng. Kabupaten Tabanan terletak pada ketinggian 0 – 2.276 m di atas permukaan laut (dpl), dimana lahan tertinggi berada di puncak Gunung Batukaru. Topografi wilayah Kabupaten Tabanan memiliki tiga karakteristik yang berbeda. Bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia merupakan dataran rendah dengan topografi yang relatif datar, di bagian tengah bergelombang, dan di bagian utara merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana terdapat beberapa gunung yaitu Gn. Batukaru (2.276 m), Gn. Sangiyang (2.097 m), Gn. Pohen (2.055 m) dan Gn. Adeng (1.811 m). Kabupaten Tabanan dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Bali, di mana kabupaten ini mampu memproduksi padi sebesar 214.203 ton Gabah Kering Giling di tahun 2014. Dengan kata lain, Kabupaten Tabanan sebagai wilayah surplus beras dimana produksi beras di tahun 2014 sebesar 111.394 ton sedangkan kebutuhan berasnya sebesar 56.322 ton, sehingga surplus berasnya sebanyak 49.440 ton (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Tabahan, 2014). Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Tabanan Bali Luas, Produksi, dan Provitas Luas Lahan Sawah (ha) Luas Tanam (ha) Produksi Padi (ton GKG) Rata-rata Provitas (ton/ha)

Jumlah 21.962 32.600 214.203 5,81

Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dalam BPS Kabupaten Tabanan, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan Kabupaten Tabanan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena memiliki sistem yang dikenal ke seluruh dunia, yaitu sistem subak. Sistem ini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia dan hal ini sejalan dengan program LP2B Pemerintah. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 131

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan, Bali

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 132

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 133

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 134

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 135

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Tabanan Bali, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1. 2. 3. 4. 5.

Faktor Alih fungsi lahan Sikap para petani Dampak Perubahan Iklim Serangan hama penyakit Kondisi Sosial Ekonomi

Definisi Faktor Lahan sawah berubah menjadi bangunan Sikap petani terhadap LP2B Kekeringan menjadi kendala Hama penyakit menjadi kendala pertanian Penghidupan dari pertanian tidak cukup menopang kehidupan rumah tangga

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4. Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 136

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

5

Activive Sum (AS)

Degree of Interr (PS*AS)

0,1

0,5

0,1

2,0

2,7

16,2

1,0

1,0

1,0

5,0

15,5

1,0

0,1

5,1

20,9

1,0

3,1

7,9

3,6

14,8

1

Alih fungsi lahan

2

Sikap para petani

2,0

3

Dampak Perubahan Iklim

1,0

1,0

4

Serangan hama penyakit

1,0

1,0

0,1

5

Kondisi Sosial Ekonomi Passive sum (PS)

2,0

1,0

0,5

0,1

6,0

3,1

4,1

2,2

4,1

Activity ratio (AS/PS)

0,5

1,6

1,2

1,4

0,9

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Alih Fungsi Lahan dan Kondisi Sosial Ekonomi. Hal ini berarti bahwa kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya dan tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sikap para petani terhadap LP2B dan Dampak Perubahan Iklim. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. 3. Sedangkan faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah serangan hama penyakit. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 137

Sympton

Critical Element

1

3

2

5

4

Buffer

Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Tabanan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 138

Lampiran 5. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Lombok merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten ini memiliki posisi koordinat bumi antara 116°05’ sampai 116°24’ Bujur Timur dan 8°24’ sampai 8°57’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Lombok Tengah mencapai 1.208,39 km² (120.839 ha). Dari segi letak geografis, Kabupaten Lombok Tengah diapit oleh dua kabupaten lain yakni Kabupaten Lombok Barat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Lombok Timur di sebelah timur dan utara, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Kabupaten Lombok Tengah dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten ini mampu surplus beras dan menjadi salah satu lumbung padi. Adapun luasa dan produksi padi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat

Luas, Produksi, dan Provitas Luas Lahan Sawah (ha) Luas Tanam (ha) Produksi Padi (ton GKG) Rata-rata Provitas (ton/ha)

Jumlah 54.326 93.578 465.150 5,2

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan dalam BPS Kabupaten Lombok Tengah, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah Kabupaten Lombok Tengah sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena sebagai sentra padi di Provisi NTB Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 139

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 140

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 141

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 142

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 143

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Faktor Peran serta masyarakat dalam LP2B Regulasi LP2B Perkembangan pembangunan Rendahnya kepemilikan lahan Hamparan lahan sawah tersebar Teknologi Alternatif Nilai ekonomi pertanian

Definisi Faktor Keikutsertaan masyarakat petani atas program LP2B Peraturan daerah tentang LP2B Perkembangan pembangunan di wilayah Lombok Tengah dapat menyebabkan alih fungsi lahan Rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya 0,3 ha Tidak ada lahan sawah dalam bentuk hamparan luas tetapi tersebar Teknologi pembibitan harus dapat diimplementasikan di petani Belum maksimalnya nilai ekonomi di usaha tani

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 144

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

5

6

7

Activive Sum (AS)

0,5

1,0

0,5

1,0

1,0

2,0

6,0

25,2

0,1

0,1

0,1

0,1

0,1

0,6

1,7

0,1

0,1

1,0

2,0

4,7

21,6

0,5

1,0

2,0

4,6

26,9

0,5

1,0

5,6

12,9

1,0

2,4

11,0

7,5

60,8

6

Peran serta masyarakat dalam LP2B Regulasi LP2B Perkembangan pembangunan Rendahnya kepemilikan lahan Hamparan lahan sawah tersebar Teknologi Alternatif

7

Nilai ekonomi pertanian

2,0

1,0

1,0

2,0

0,5

1,0

Passive sum (PS)

4,2

2,8

4,6

4,8

2,3

4,6

8,1

Activity ratio (AS/PS)

1,4

0,2

1,0

1,0

2,4

0,5

0,9

1 2 3 4 5

0,1 0,5

1,0

0,5

0,1

0,5

1,0

0,1

1,0

2,0

0,1

0,1

1,0

0,1

0,1

Degree of Interr (PS*AS)

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 145

Sympton

Critical Element

7 1

4 6

2

3

5

Motor/Lever

Buffer

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lombok Tengah Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Rendahnya kepemilikan lahan, teknologi alternatif, dan nilai ekonomi pertanian. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Peranserta masyarakat dalam LP2B, Perkembangan Pembangunan, dan Hamparan sawah tersebar. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. 3. Sedangkan faktor yang termasuk dalam kategori Bufffer adalah Regulasi LP2B. Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 146

Lampiran 6. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra pertanian di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut memiliki karakteristik wilayah yang unik dari sisi geografi. Daerah sebelah Utara, Timur dan Barat secara umum merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan kondisi alam daerah sebelah Selatan, sebagian besar permukaan tanahnya memiliki kemiringan yang relatif cukup curam. Corak alam di daerah sebelah Selatan ini diwarnai oleh iklim Samudra Indonesia dengan segenap potensi alam dan keindahan pantainya. Kabupaten Garut dengan memiliki iklim tropis, curah hujan yang cukup tinggi, hari hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan banyaknya aliran sungai baik yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai utara jawa hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan pertanian. Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Garut, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Garut Jawa Barat Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah Luas Lahan Sawah (ha) 48.541 Luas Tanam (ha) 136.405 Produksi Padi (ton GKG) 941 933 Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,91 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Garut, 2014 Evaluasi LP2B di Kabupaten Garut Kabupaten Garut sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Sejak tahun 2014, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan serius memetakan lahan-lahan sawah di Kabupaten Garut. Kemudian, keseriusan untuk memetakan lahan-lahan yang akan di LP2B kan dilanjutkan di tahun 2015, yaitu dengan melibatkan seluruh SKPD, kepala desa/lurah, penyuluh dan petugas lapang untuk mendata by name by address para pemilik lahan sawah dan menanyakan keikutannya jika lahannya di-LP2B-kan. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Garut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 147

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Garut, Jawa Barat

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 148

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 149

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 150

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 151

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Garut Jawa Barat, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1.

Faktor SDM dinas terbatas

2.

Anggaran Terbatas

3.

Alih Fungsi

4.

Investor Melirik Garut

5.

Tidak ada wilayah acuan

Definisi Faktor Staf lapangan terbatas Anggaran dinas tanaman pangan dan hortikultura terbatas untuk kegiatan LP2B Tingginya alih fungsi sawah di perkotaan Banyak investor dari luar daerah berinvestasi pada industri dan wisata Tidak adanya wilayah yang jadi acuan LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 152

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

5

Activive Sum (AS)

Degree of Interr (PS*AS)

2,0

0,5

0,1

0,5

3,1

8,4

0,1

0,1

1,0

3,2

7,4

2,0

0,1

2,3

6,2

0,1

2,3

1,8

0,8

1,4

1

SDM dinas terbatas

2

Anggaran Terbatas

2,0

3

Alih Fungsi

0,1

0,1

4

Investor Melirik Garut

0,1

0,1

2,0

5

Tidak ada wilayah acuan Passive sum (PS)

0,5

0,1

0,1

0,1

2,7

2,3

2,7

2,3

1,7

Activity ratio (AS/PS)

1,1

1,4

0,9

1,0

0,5

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Sympton

Critical Element

3 1

Buffer

5

2 4 Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 153

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah anggaran terbatas, alih fungsi, dan investor melirih Garut. Faktor ini diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya. 2. Faktor yang termasuk buffer adalah SDM terbatas, dan tidak ada wilayah acuan. Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 154

Lampiran 7. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Maros merupakan salah satu sentra pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Maros memiliki karakteristik wilayah yang unik dari sisi geografi karena wilayah ini ada dataran tinggi dan dataran rendah. Di samping itu, dengan adanya jalan tol yang menghubungkan Kota Makasar dengan Kabupaten Maros serta adanya Bandara Internasional Hasanudin membuat kabupaten ini telah bermetamorfosa menjadi wilayah pertumbuhan. Dengan menggeliatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur maka akan tumbuh permukiman-permukiman baru. Tentunya, dengan pertumbuhan tersebut akan semakin mempersempit lahan-lahan terutama pertanian. Alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan sudah tidak dapat dielakkan lagi. Walaupun Kabupaten Maros sebagai lumbuh padi Sulawesi Selatan Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Maros, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah Luas Lahan Sawah (ha) 26.002 Luas Tanam (ha) 51.807 Produksi Padi (ton GKG) 367.754 Rata-rata Provitas (ton/ha) 7,1 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Maros, 2014 Evaluasi LP2B di Kabupaten Maros Kabupaten Maros dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian di Sulawesi Selatan sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Maros dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 155

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 156

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 157

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 158

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 159

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Pertanian, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1. 2.

SDM dinas Anggaran

Faktor

3.

Sosialisasi LP2B

4.

Koordinasi LP2B

Definisi Faktor Staf lapangan terbatas Anggaran dinas pertanian terbatas untuk kegiatan LP2B Kurangnya sosialisasi dari pusat sehingga LP2B hanya dikerjakan oleh Dinas Pertanian Kurangnya koordinasi instansi khususnya di LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 160

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

1

SDM dinas

2

Anggaran

2.0

3

Sosialisasi LP2B

0.5

0.1

4

Koordinasi LP2B Passive sum (PS)

0.5

0.5

1.0

3.0

1.6

5.0

4.1

Activity ratio (AS/PS)

1.7

3.8

0.1

0.5

1.0

(AS)

Degree of Interr (PS*AS)

Activive Sum

2.0

2.0

5.0

15.0

2.0

2.0

6.0

9.6

0.1

0.7

3.5

2.0

8.2

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Sympton

Critical Element

1

3

Buffer

4

2

Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Maros

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 161

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah anggaran, alih fungsi, dan investor melirih Maros. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Faktor yang termasuk buffer adalah Sosialisasi dan Koordinasi LP2B. Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya. 3. Faktor yang termasuk critical adalah SDM Dinas. Faktor ini sebagai akselelator dan katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 162

Lampiran 8. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Sleman merupakan sebagai kabupaten penyangga atas Yogyakarta yang menjadi pusat kegiatan wisata. Di samping itu, kabupaten ini juga menjadi salah satu objek kunjungan wisata mancanegara dan local karena terdapat beberapa candi yang terkenal, salah satunya Candi Borobudur. Oleh karena itu, salah satu sector unggulan di kabupaten ini adalah sector pariwisata. Di samping itu, sector pertanian masih menjadi andalan kabupaten ini. Komoditas pertanian yang dihasilkan di kabupaten ini, selain padi juga menghasilkan hortikultura. Seiring dengan berkembangnya kabupaten ini menjadi tujuan wisata, maka tumbuh pula hotel dan restoran. Hal ini akan menggerus lahan-lahan pertanian untuk dialihfungsikan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan sudah tidak dapat dielakkan lagi. Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Sleman, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Sleman Yogyakarta Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah Luas Lahan Sawah (ha) 22.659 Luas Tanam (ha) 48.584 Produksi Padi (ton GKG) 306.201 Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,3 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Sleman, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian di Yogyakarta sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 163

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 164

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 165

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 166

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 167

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Pertanian, Kabupaten Sleman Yogyakarta, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No

Faktor

1.

Sumber air baku

2. 3. 4.

Jaringan irigasi Alih fungsi lahan Tataniaga pupuk

5.

Harga jual panen

Definisi Faktor Kurangnya sumber air baku karena harus dibagi untuk permukiman Jaringan irigasi belum optimal Sosialisai tentang alih fungsi belum dilakukan Kurangnya koordinasi instansi sehingga pupuk sering telat Harga jual panen sangat tergantung pada musim. Pada musim panen raya, harga pertanian akan turun.

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No

Elements

1

2

3

4

Activive Sum (AS)

1.0

2.0

2.0

5.0

15.0

2.0

2.0

6.0

9.6

0.1

0.7

3.5

2.0

8.2

1

Sumber air baku

2

Jaringan irigasi

2.0

3

Alih fungsi lahan

0.5

0.1

4

Tataniaga pupuk

0.5

0.5

1.0

5.

Harga jual panen Passive sum (PS)

3.0

1.6

5.0

4.1

Activity ratio (AS/PS)

1.7

3.8

0.1

0.5

Degree of Interr (PS*AS)

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 168

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Sympton

4

Critical Element 3 1 2 5

Buffer

Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Sleman Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah alih fungsi, tataniaga pupuk, dan harga jual panen. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sumber air baku, jaringan irigasi, dan harga pupuk. Faktor-faktor tersebut sebagai akselelator dan katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 169

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 170

Lampiran 9. Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B Di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah Kondisi Umum Lahan Pangan Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Walaupun bukan sebagai kabupaten yang memberikan produksi padi yang besar, tetapi kabupaten ini sebagai salah satu penghasil beras di Jawa Tengah. Dilihat dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah, wilayah Kabupaten Magelang memiliki posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai arah. Secara geoekonomis, Kabupaten Magelang merupakan daerah perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purworejo dan SemarangMagelang-Yogyakarta-Solo. Wilayah Kabupaten Magelang terletak ditengah-tengah Provinsi Jawa Tengah, dan apabila dilihat dari titik koordinatnya, Kabupaten Magelang terletak diantara 1100 01’ 51” sampai dengan 1100 26’ 28” Timur dan antara 70 19’ 13” sampai dengan 70 42’ 16” Lintang Selatan. Dengan batas administrasi wilayah Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kab. Temanggung dan Kab. Semarang 2. Sebelah Timur : Kab. Semarang dan Kab. Boyolali 3. Sebelah Selatan : Kab. Purworejo dan D.I Yogyakarta 4. Sebelah Barat : Kab. Temanggung dan Kab. Wonosobo 5. Di Tengah wilayah Kabupaten Magelang terdapat Kota Magelang Penggunaan lahan di Kabupaten Magelang berdasarkan interpretasi citra satelit terdiri dari penggunaan lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun/perkebunan, hutan, semak belukar, tegal/lading, rumput/tanah kosong, pemukiman, tubuh air dan jalan. Penggunaan lahan terluas berupa kebun/perkebunan sebesar 35.854,47 Ha yang tersebar merata di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang. Sedangkan penggunaan lahan terkecil berupa tubuh air seluas 916,50 Ha yang tersebar disetiap kecamatan di Kabupaten magelang kecuali di Kecamatan Tempuran. Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Magelang, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Magelang Jawa Tengah Luas, Produksi, dan Provitas Luas Lahan Sawah (ha) Luas Tanam (ha) Produksi Padi (ton GKG) Rata-rata Provitas (ton/ha)

Jumlah 28.801 59.364 354.997 5,98

Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan dalam Kabupaten Magelang, 2015

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 171

Evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang Kabupaten Magelang dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah pertanian di Jawa Tengah sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 172

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 173

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 174

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 175

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Magelang Jawa Tengah, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B No 1. 2.

Faktor Pedoman LP2B Insentif dan Disinsentif

3. 4.

Peta Dasar Sosialisasi LP2B

5.

Koordinasi LP2B

6.

Kelembagaan LP2B

Definisi Faktor Pemetaan sawah-sawah di Kabupaten Magelang Belum mampunya daerah untuk memberikan insentif ataupun disinsentif Pemakaian air Sosialisasi ke kelompok tani masih terbatas Sarana dan prasarana usaha tani yang belum maksimal terutama irigasi

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 176

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No 1

Elements

1

2

3

4

5

6

Activive Sum (AS)

Degree of Interr (PS*AS)

2.0

2.0

2.0

2.0

2.0

10.0

100.0

0.1

2.0

1.0

1.0

6.1

40.3

1.0

2.0

1.0

8.1

69.7

2.0

2.0

10.0

80.0

2.0

10.0

80.0

5.0

6.3

Pedoman LP2B Insentif dan Disinsentif

2.0

3

Peta Dasar

2.0

0.1

2.0

4

Sosialisasi LP2B

2.0

2.0

2.0

5.

Koordinasi LP2B

2.0

2.0

2.0

2.0

6.

Kelembagaan LP2B Passive sum (PS)

2.0

0.5

0.5

1.0

1.0

10.0

6.6

8.6

8.0

8.0

8.0

Activity ratio (AS/PS)

1.0

0.9

0.9

1.3

1.3

10.0

2

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1. 1 Sympton

3

4

5

Critical Element

2

6

Buffer

Motor/Lever

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Magelang

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 177

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Insentif dan disinsentif serta peta dasar. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem. 2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sosialisasi dan koordinasi LP2B. Faktor ini sebagai akselelator dan katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. 3. Satu faktor berada di antara critical element dan symptom, yaitu Pedoman LP2B. Faktor ini bisa berpengaruh ataupun sebagai akselertor dan katalisator bagi sistem 4. Faktor yang masuk kategori motor/lever adalah kelembagaan LP2B. Faktor ini diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 178