FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH

Download dalam 72 – 95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif (Manuaba, 2007). B...

0 downloads 384 Views 476KB Size
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI RUANG CAMAR II RSUD ARIFIN ACHMAD TAHUN 2015 Syukrianti Syahda Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia ABSTRACT Premature rupture of membranes is a spontaneous rupture of membranes that happened to any gestation before labor begins. Data from Arifin Achamad show cases premature rupture of membranes at birth mothers increased from year to year, where in 2012 there were 4.08% of the cases, in 2013 (5.425) cases, and in the year 2014 (14.45%) cases , The aim of this study was to determine whether the factors associated with the incidence of premature rupture of membranes in newborn infants in Space Camar II Arifin Achmad 2014. This research method is quantitative analytical research using case control design. The sample consisted of 238 cases of mothers who have premature rupture of membranes and 238 used is the analysis of univariate and bivariate analysis using Chi-square test, measuring instruments used are sheet checklist and use of computerized data processing. The results showed an association between age and premature rupture of membranes (p value 0.000 POR = 5947), Parity early (p value 0.000 POR = 2,227), Gameli (p value 0.000 POR = 14 322, Presentation (p value 0.000 POR = 14 008), Preeclampsia (p value 0.000 POR = 4,059). Expected Arifin Achmad particularly space Camar II can have service standards and instructions technical in dealing with premature rupture of membranes. It is expected for the mother to be pregnant at age <20 years and> 35 years old. And it is recommended for mothers to check that the pregnancy is detected early maternal complications during pregnancy and can anticipate and plan for things that may happen during childbirth. Keywords

: Age, Parity, infections, Gameli, layout disorder, Pre eclampsia, Premature rupture of membranes, maternal Bibliography : 34 (2006-2015)

PENDAHULUAN Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar dinegara berkembang. Kematian ibu di dunia 99% terjadi di negara berkembang. Kematian dalam persalinan menjadi faktor utama (Oktavianisya, 2014) Menurut Kadour 2008 didalam Oktavianisya 2015 Kematian ibu disebut juga mortalitas maternal, yaitu

Kematian perempuan hamil atau kematian dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa mempertimbangkan umur dan jenis kehamilan. Kematian ibu dapat disebabkan komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau diperberat oleh kehamilan dan manajemen kehamilan, tetapi bukan karena kecelakaan. Menurut laporan WHO tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI)

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 20

Syukrianti Syahda

di dunia yaitu 289.000 jiwa (Rohfiin, 2015). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Target MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk mecapainya (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Secara global kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25%, biasanya perdarahan pasca salin), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab – sebab lain (8%) (Prawirohardjo, 2014). KPD merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis (Sari, 2014). Kejadian ketuban pecah dini sekitar 5 – 8%. Lima persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5 – 6 jam, sekitar 95% diikuti persalinan dalam 72 – 95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif (Manuaba, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh di ruang RSUD M. Yunus kota Bengkulu tahun

2011, angka kejadian dengan persalinan dengan ketuban pecah dini merupakan kejadian tertinggi terdapat 321 (27,82%) kasus dari 1155 persalinan. Pada tahun 2010, angka kejadian persalinan dengan ketuban pecah dini terdapat 295 (23,48%) kasus dari 1040 persalinan. Tahun 2009 angka kejadian persalinan dengan ketuban pecah dini 242 (15,10%) kasus dari 1602 persalinan. Tahun 2008, angka kejadian persalinan dengan ketuban pecah dini terdapat 195 (14,04%) kasus dari 1936 persalinan (Yuniwati, 2014) Di RSUD Arifin Achmad kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) mengalami peningkatan 1,34% Tahun 2013 menjadi 9,03% Tahun 2014 (Register Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad, 2012 - 2014). Berdasarkan Survei lapangan yang saya lakukan di ruang Camar II didapatkan dibuku register tahun 2014 beberapa penyebab yang sering terjadi pada ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini adalah umur, paritas, kehamilan ganda, kelainan letak dan preeklamsia. Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan dimulai (Maryunani, 2013). Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimulasi infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 21

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matrix degrading enzym” (Prawirohardjo, 2014). Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun, paritas, dan riwayat KPD sebelumnya (Tahir, 2013). Sedangkan menurut Huda (2013) penyebab ketuban pecah dini antara lain preeklamsi dan gameli. Faktor-faktor penyebab Ketuban Pecah Dini (KPD) diantaranya adalah umur yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sejalan dengan penelitian Tahir (2013) di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa menunjukan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsi lebih besar pada ibu dengan paritas <1 atau >3 yaitu 99 orang (78,0%) dibandingkan dengan jumlah ibu yang jumlah paritasnya 2-3 yaitu 28 orang (22,0%). Dan ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil (11,0%) pada ibu yang hamil kembar dibandingkan ibu yang tidak hamil kembar (89,0%) Hal ini juga disebabkan karena responden yang dijadikan yang dijadikan sampel pada kasus jumlahnya memang lebih sedikit yang mengalami hamil kembar. Namun demikian, nilai OR yang diperoleh mempunyai pengaruh bermakna karena batas antara nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko KPD.

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. H Soewondo Kabupaten kendal bulan januari-desember 2012, didapatkan ibu bersalin kelainan letak dengan letak lintang/ sungsang 2,4%, letak normal 97,6% (Lestari, 2013). Dan Menurut hasil penelitian Goldenberk dkk (2008) didalam Huda (2013) menyatakan bahwa preeklampsia menjadi penyebab ketuban pecah dini di banyak negara-negara maju. Frekuensi kelahiran dengan ketuban pecah ini adalah sekitar 12-13% di Amerika Serikat dan 5-9% dibanyak negara-negara berkembang lainnya. Kelahiran yang mengikuti persalinan dengan ketuban pecah dini dianggap sebagai syndrom akibat berbagai penyebab termasuk infeksi atau peradangan, penyakit pembuluh darah dan overdistension rahim. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ibu Bersalin di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015. METODE Jenis penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan desain case control yaitu untuk membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan 17 Oktober 2015 – 20 Oktober 2015.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 22

Syukrianti Syahda

Sample kasus adalah seluruh ibu yang mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD) yang berjumlah 238 kasus di Ruangan camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2014. Sample kontrol adalah seluruh ibu yang tidak mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD) berjumlah 1408 kasus di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2014. Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan data sekunder. Analisa data yang digunakan adalah univariat dan bivariat. HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Hasil analisa univariat variable variabel faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin dapat diketahui bahwa dari 238 responden yang mengalami ketuban pecah dini sebanyak 163 responden ketuban pecah dini (78%) yang berada pada kategori umur bersiko (<20 tahun dan >35 tahun), 142 responden ketuban pecah dini (59,9%) beresiko dengan paritas multipara dan grandemultipara, 173 responden ketuban pecah dini (83,4%) beresiko dengan kehamilan presentasi bokong dan bahu, 166 responden ketuban pecah dini (83,4%) beresiko dengan kehamilan ganda, dan terakhir 163 responden ketuban pecah dini (66,3%) beresiko pada ibu preeklamsi dengan tekanan darah >140/90 mmHg dan proteinuria >(+2). Analisa Bivariat Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh analisis bivariat dapat diketahui

dari 238 responden yang mengalami ketuban pecah dini, 163 responden (78.0%) berada pada kategori umur beresiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan 75 responden (28.1%) berada pada kategori umur tidak beresiko (20 – 35 tahun). Sedangkan dari 238 responden yang tidak mengalami ketuban pecah dini, 46 responden (22%) pada kategori umur beresiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan 192 responden (71.9%) berada pada kategori umur tidak beresiko (20 – 35 tahun). Dari uji statistik chi-square diperoleh p value = 0,000 dimana p value lebih kecil dari (0,05) dengan demikian Ho diterima, hal ini menunjukan bahwa ada hubungan signifikan umur dengan ketuban pecah dini di ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2014. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai OR = 5.947 (95% CI = 5.947 - 13.837) artinya ibu bersalin dengan umur beresiko <20 tahun dan >35 tahun berpeluang 5,9 kali akan mengalami ketuban pecah dini dari pada ibu yang berusia 20 – 35 tahun. PEMBAHASAN 1. Hubungan Umur dengan Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015 Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Pada usia ini, alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi kehamilan pada

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 23

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

usia muda (<20 tahun) sering terjadi penyulit/komplikasi bagi ibu maupun janin. Hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, di mana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada ibu dengan usia > 35 tahun juga memiliki risiko kesehatan bagi ibu dan bayinya, karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi. Sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (Manggiasih, 2014). Hasil penelitian ini sama dengan Manggiasih (2014) di kota Sidoarjo yang berjudul Hubungan Umur Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Ditinjau Dari Paritas Ibu di Rumah Sakit Rahman Rahim Sidoarjo. Pada penelitian tesebut menunjukan adanya hubungan yang bermakna dari variabel umur terhadap kejadian Ketuban pecah dini dengan p = 0,021. Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa umur merupakan salah satu faktor terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada ibu hamil dengan umur <20 tahun alat reproduksi belum matang secara sempurna sehingga dalam pembentukan selaput plasenta menjadi kurang sempurna sehingga mudah mengalami robekan yang dapat mengalami kejadian ketuban pecah dini, sedangakan pada umur >35 tahun bisa terjadi penyulit dan

komplikasi pada ibu dan janin dikarenakan otot – otot panggul yang sudah tidak elastis lagi. Tetapi pada usia 20 - 35 tahun adalah usia yang aman untuk hamil dan persalinan dikarenakan alat reproduksi sudah matang. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini dalam kategori umur tidak beresiko (20 – 35 tahun) tetapi mengalami ketuban pecah dini berjumalah 75 responden (28,1%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti gangguan kolagen sesuai dengan Arvan (2009) menyatakan bahwa Kolagen yang merupakan unsur penting pada membrana amnion ini adalah jaringan ikat yang berisi makromolekul mayor yang memiliki rantai α berbagai jenis. Satu rantai α berisi rangkaianrangkaian tiga asam amino yang panjang dengan asam amino yang sama pada akhir setiap satu rangkaian tersebut. Asam amino ketiganya adalah glisin, salah satu asam amino esensial. Sedangkan dua lainnya adalah asam amino residu. Sehingga susunan asam aminonya menjadi Gly-X-Y untuk setiap urutan. Inhibitor terhadap kolagenase ini juga merupakan salah satu kontrol terhadap degradasi kolagen Ruptur membran juga berkaitan dengan proses biokimia, termasuk gangguan kolagen dalam matriks ekstraseluler amnion dan korion dan kematian terprogram sel-sel pada membran janin. Seiring dengan perkembangan teknik biomolekuler, akhir-akhir ini banyak dilakukan penelitian mengenai selaput amnion dan khorion dilihat dari aspek biomolekuler. Sehingga banyak

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 24

Syukrianti Syahda

diungkapkan bagaimana proses terjadinya kerapuhan selaput ketuban baik pada pasien dengan ketuban pecah sebelum waktunya maupun proses pecahnya selaput ketuban pada saat persalinan. Selaput ketuban dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara pembentukan dan degradasi kolagen ekstraseluler. Faktor risiko terjadinya KPD diantaranya malnutrisi, dan kelainan jaringan ikat yang berhubungan dengan kelemahan selaput ketuban. Hal ini sejalan dengan penelitian Arvan (2009) di di Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr.M.Djamil Padang terhadap wanita hamil aterm dengan ketuban pecah dini dan tanpa ketuban pecah dini, selama periode 1 Desember 2008 sampai 30 April 2009. 2. Hubungan Paritas dengan ketuban Pecah dini pada Ibu Bersalin di Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015 Hasil penelitian yang didapatkan sama dengan teori bahwa Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang. Bagian terendah janin belum masuk PAP juga berpengaruh. Hal ini disebabkan primipara bagian terendah janin turun ke rongga panggul masuk ke PAP pada akhir minggu 36 kehamilan, sedangkan pada multipara terjadi saat mulai persalinan. Sehingga pada multipara tidak ada bagian terendah janin yang menutupi PAP, yang dapat mengurangi terhadap membran bagian bawah (Cunningham, 2005). Pada multipara, grandemultipara, kejadian KPD semakin besar hal ini bukan disebabkan oleh

peningkatan aktivitas uterus melainkan dari kelemahan intrinksik uterus yang disebabkan oleh trauma sebelumnya pada serviks khusunya pada tindakan riwayat persalinan pervaginam, dilatasi serviks dan kuratase. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya dilatasi serviks tanpa rasa nyeri dalam trmester II dan III kehamilan yang disertai dengan prolapsus membran amnion lewat serviks dan penonjolan membran tersebut dalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin immatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal (Sari, 2014) Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Lestari (2013) di kota Ungaran yang berjudul Hubungan paritas dan kelainan letak dengan kejadian ketuban pecah dini (KPD pada ibu bersalin di RSUD Dr.H.Soewondo Kendal Kabupaten Kendal Tahun 2012. Pada penelitian tesebut menunjukan adanya hubungan yang bermakna dari variabel paritas terhadap kejadian ketuban pecah dini dengan p = 0,000 Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa paritas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada ibu bersalin dengan paritas primipara karena bagian terendah janin belum masuk ke rongga panggul masuk PAP pada akhir 36 kehamilan. Sedangkan multipara terjadi pada saat persalinan sehingga pada multipara terjadi saat persalinan. Sehingga pada multipara tidak ada bagian terendah janin yang menutupi PAP, yang dapat mengurangi terhadap membran

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 25

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

bagian bawah yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini dalam kategori umur tidak beresiko (primipara) tetapi mengalami ketuban pecah dini berjumalah 96 responden (40,2%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti pekerjaan sesuai dengan penelitian Nurhadi (2006) di BP RSUD Kraton Pekalongan yang berjudul Faktor Resiko Ibu Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini, dimana hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/minggu dapat meningkatkan resiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat. Hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian Ratnawati (2010) yang menyatakan bahwa aktivitas berat (43,75%) merupakan faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini. 3. Hubungan Gameli dengan Ketuban Pecah Dini pada Ibu bersalin di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2014 Hasil penelitian yang didapatkan sama dengan teori bahwa ibu dengan kehamilan gameli merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Kehamilan ganda ialah satu

kehamilan dengan dua janin atau lebih (Sakti, 2013). Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami KPD. Hal ini disebabkan tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) (Maryunani, 2013). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Tahir (2013) di RSUD Syekh Yusuf kabupaten Gowa yang berjudul Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Pada penelitian tersebut menunjukan menunjukan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil (11,0%) pada ibu yang hamil kembar dibandingkan ibu yang tidak hamil kembar (89,0%). Hasil Uji statistik menunjukan nilai Odds ratio (OR) = 3,0 tingkat kepercayaan (CI) 95% yaitu 1.30 - 7,01. Oleh karena nilai LL dan Ul tidak mencakup nilai 1, maka kehamilan kembar merupakan faktor resiko terhadap KPD, dimana resiko KPD pada ibu yang kehamilan kembar resiko tinggi adalah 3,0 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu kehamilan kembar resiko rendah. Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa gameli merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada kehamilan gameli ini terjadi peregangan pada uterus secara berlebihan sehingga menyebabkan terjadi ketuban pecah dini. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini dalam kategori umur tidak beresiko (tidak kehamilan gameli) tetapi mengalami

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 26

Syukrianti Syahda

ketuban pecah dini berjumalah 72 responden (26,0%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti infeksi sesuai dengan Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan ketuban pecah dini. Menurut Chapman 2006 menyatakan pecah ketuban sebelum persalinan pada preterm dapat berubungan dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi dan mendapatkan komplikasi dari infeksi. 4. Hubungan Presentasi dengan Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015 Letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut tegak lurus dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali bahu terletak diatas PAP, malposisi ini disebut juga presentasi bahu. Bayi bener – bener melintang terhadap perut ibu atau miring dengan kepala atau bokong di fossa iliaca. Umumnya bokong lebih tinggi dari kepala. Penunjuknya adalah scapula (Sc), tempat kepala menentukan posisinya yaitu kiri dan kanan, sedangkan punggung menunjukan kedudukan anterior atau posterior. Jadi LScP berarti letak lintang, kepala disebelah kiri ibu dan punggung janin di belakang. Bagian yang benar – benar ada di atas PAP mungin bahu, punggung , perut, dada atau sisi badan janin. Insidensi letak lintang adalah 1 : 5000. Keadaan ini merupakan malposisi yang

gawat dan tidak dapat dibiarkan begitu saja (Oxorn, 2010). Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah yang menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD) (Nugroho, 2011). Komplikasi letak lintang terjadi oleh karena bagian terendah tidak menutupi PAP, ketuban cendrung pecah dini dan dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali pusat. Keduanya merupakan komplikasi yang gawat dan memerlukan tindakan segera (Oxorn, 2010). Ketuban pecah dini yang disertai kelainan letak akan mempersulit persalinan yang dilakukan ditempat fasilitas yang memadai (Jannah, 2012). Hasil penelitian ini sama dengan Leihitu (2010) di kota Yogyakarta yang berjudul faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Sleman Yogyakarta. Pada penelitian tesebut menunjukan adanya hubungan yang bermakna dari variabel presentasi terhadap kejadian ketuban pecah dini dengan p = 0,171. Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa presentasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Presentasi yang menjadi penyebab ketuban pecah dini adalah presentasi bokong dan bahu. Presentasi bokong menyebabkan tejadi ketuban pecah dini dikarenakan tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 27

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

terhadap membrane bagian bawah. Dan presentasi bahu menyebakan terjadinya ketuban pecah dini karena bagian terendah tidak menutupi PAP. Sedangkan presentasi kepala tidak mengalami ketuban pecah dini karena ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul sehingga tidak terjadi ketuban pecah dini. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini dalam kategori umur tidak beresiko (tidak presentasi bahu dan bokong) tetapi mengalami ketuban pecah dini berjumalah 65 responden (24,5%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti polihidramnion atau hidramnion. Hal ini sesuai dengan Maryunani (2013) yang menyatakan bahwa hidramnion dapat menyebabkan tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) yang menjadi faktor predisposisi dari ketuban pecah dini. Dari hasil penelitian Huda (2013) menyatakan bahwa hidramnion merupakan penyebab terjadinya ketuban pecah dini sebesar (4,9%) 5. Hubungan Preeklamsi dengan Ketuban Pecah Dini pada ibu Bersalin di ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015 Preeklamsia ringan memiliki gejala klinis seperti : (1) Hipertensi : sistolik / diastolic “140/90 mmHg, (2) Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2), (3) Edema pada pretibia, dinding abdomen lumbosacral, wajah atau tangan, dan (4) timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda

tanda preeklamsia berat (Nugroho, 2011) Preeklamsia berat memiliki gejala klinis seperti : (1) tekanan darah sistolok atau sama 160 mmHG atau diastolic lebih atau sama dengan 110 mmHg, tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah rawat baring dirumah sakit, (2) proteinuria 5 gram atau lebih per 24 jam atau kualitatif positif 3 atau 4, (3) oliguria yaitu produksi urin kurang 24 jam disertai dengan kenaikan kreatinin plasma (Nugroho, 2011). Pada ibu bersalin yang mengalami pre eklamsi menurut Manuaba (2007) menyatakan bahwa akibat pre eklamsia yang utama adalah vasokonstriksi arterial yang menyebabkan kenaikan tekanan darah dan menurunnya pasokan darah yang efektif pada banyak organ serta jaringan tubuh, termasuk plasenta. Plasenta dapat mengalami infark sehingga membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi bayi. Retardasi intrauteri dapat terjadi dan keadaan hipoksia dapat membuat janin tidak mampu untuk menahan stres persalinan yang normal yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Goldenberk dkk (2008) didalam Huda (2011) menyatakan bahwa preeklampsia menjadi penyebab ketuban pecah dini di banyak negara-negara maju. Frekuensi kelahiran dengan ketuban pecah ini adalah sekitar 12-13% di Amerika Serikat dan 5-9% dibanyak negara-negara berkembang lainnya. Kelahiran yang mengikuti persalinan dengan ketuban pecah dini

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 28

Syukrianti Syahda

dianggap sebagai syndrom akibat berbagai penyebab termasuk infeksi atau peradangan, penyakit pembuluh darah dan overdistension rahim. Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa preeklamsi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada ibu bersalin dengan preeklamsi terjadi penyumbatan pada pembuluh arteri yang menyebabkan kenaikan tekanan darah dan menurunnya pasokan darah pada plasenta yang dapat mengalami kematian jaringan pada plasenta sehingga membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi janin. Hal ini mengakibatkan janin sangat kurang oksigen dan tidak mampu menahan stres persalinan yang normal yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini dalam kategori umur tidak beresiko (primipara) tetapi mengalami ketuban pecah dini berjumalah 75 responden (32,6%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (Nugroho, 2011). Coitus saat hamil dengan frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus suami diatas, dan penetrasi penis yang sangat dalam merupakan faktor resiko terjadinya KPD sebesar 37,50%.

1.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

Arief, Z.R, Weni. K. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika

2.

3.

4.

5.

Ada hubungan antara Umur dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000). Ada hubungan antara paritas dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000). Ada hubungan antara gameli dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000). Ada hubungan antara presentasi dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000). Ada hubungan antara preeklamsi dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000).

Saran Bagi Ibu diharapkan ibu tidak hamil diusia <20 tahun dan tidak hamil di usia >35 tahun, tetapi ibu dianjurkan pada ibu untuk hamil di usia 20-35 tahun. Diharapkan ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi yang berfungsi untuk mencegah kehamilan pada paritas ≥3 (multipara) dan ≥5 (Grandemultipara). Bagi peneliti selanjutnya, jika meneliti hal yang sama penelitian ini, dapat menambah variabel yang tidak ada pada penelitian ini seperti : gangguan kolagen, infeksi, trauma, pekerjaan dan hidramnion, serta menggunakan desain yang berbeda dalam penelitian selanjutnya seperti : kohort. DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 29

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

Chapmen, V. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Cetakan I. Jakarta: EGC Endraningtyas, Dwi. 2011. Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Letak sungsang Pada Janin Di Desa Karangtengah Kota Dan Desa Margomulyo Kecamatan Ngawi Pada Bulan Juli – September 2011. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Feryanto, F.A. 2012. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A.A. 2007. Metode Peneltian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika __________. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Huda, N. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jannah, N. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset Kemenkes RI. 2014. Mother`s Day. Jakarta Selatan: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI Lestari, V. A. 2013. Hubungan Paritas dan Kelainan Letak Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Kabupaten Kendal Tahun 2012. Ungaran: STIKes Mudi Waluyo

Manggiasih, V.A. 2014. Hubungan Umur Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Ditinjau Dari Paritas Ibu di Rumah Sakit Rahman Rahim Sidoarjo. Volume 7. No.1. Sidoarjo: Akbid Mitra Sehat Sidoarjo Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Cetakan I. Jakarta: EGC Manuaba, dkk. 2008. GawatDarurat-Obstetri-Ginekologi Dan Obstetri-Ginekologi SosialUntuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC Maryunani, A, Eka. P. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Cetakan I. Jakarta: KDT Mose, J.C, Alamsyah.M. 2014. Asuhan Kebidanan. Cetakan 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Mulyatno, C.K. 2015. Pemeriksaan Darah Rutin. Diakses di www.itd.unair.ac.id/ ../pemeriksaan%20darah. Muntoha, dkk. 2013. Hubungan Antara Riwayat Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil di RSUD Dr.H.Soewondo Kendal. Volume 12. No.01. jurnal tidak diterbitkan Norma. G.N, Mustika. D.S. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus Dilengkapi Contoh Askeb. Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika Norwitz, E, John. S. 2006. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Erlangga Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 30

Syukrianti Syahda

Nugroho, Taufan. 2011. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan Kedua. Yogyakarta : Nuha Medika Oktavianisya. 2014. Menganalisis Pengaruh Kualitas ANC (Antenatal Care) dan Rujukan Terhadap Morbiditas Maternal di Kabupaten Sidoarjo. Sidoarjo: Universitas Erlangga Oxorn, H. William R.F. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset Prawirohardjo. 2014. Ilmu Kebidanan. Cetakan 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Qodratillah, MT, 2008. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa Ramlis, R. 2014. Hubungan Kelainan Letak Janin Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Ruang Kebidanan RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu Tahun 2013. Bengkulu: STIKes Dehasen. Rohfin, D. 2015. Trans Persalinan. Diakses di hhtp://www.academia.edu/ 9825392/minikti_transpersali nan Sakti, K.M.G, Akmal Taher. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan

Rujukan. Edisi I. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Sari, E.K, Henni. J. 2014. Paritas dan Kelainan Letak Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini. Surabaya: Akademi Kebidanan Gria Husada Siregar, F.A. 2011. FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidempuan. Sumatera Utara: USU Susilowati, E, Astuti. L.D. 2010. Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2009. Volume 1. No.1, Semarang: Akbid Panti Wilasa Syamsuddin, K.A. 2014. Asuhan Kebidanan. Cetakan 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Tahir, S, dkk. 2013. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Makasar: Akademi Kebidanan Muhammadiyah UNICEF Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta Yuniwati, Ismiati. 2014. Pengaruh Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Kesejahteraan Bayi Baru Lahir Di RSUD dr. M.Yunus Beengkulu Tahun 2013. Bengkulu : Poltekes Kemenkes Bengkulu

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 31