FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Download Hipotesis 2 diuji dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan alat bantu SPSS 18. Data yang dibutuhkan menguji hipotesis 2 u...

0 downloads 472 Views 768KB Size
Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

ISSN: 1979-8164

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KERANJANG ANYAMAN BAMBU (Studi Kasus : Pengrajin Keranjang Anyaman Bambu, Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Utara,Kota Binjai) Rahma Sari Siregar Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Surel: [email protected] ABSTRACT The aim of this study was to determine the factors that influence the demand for baskets woven bamboo against income level artisans in the village of Jati Utomo, District Binjai Utara, Binjai, and to determine the factors that affect the supply baskets woven bamboo against income levels craftsmen in the Village Jati Utomo, District of North Binjai, Binjai. The sampling method for craftsmen using census method. The sample of this research was 15 craftsmen woven bamboo baskets and 30 baskets woven bamboo consumers. This research used regression multiplier liniear . the result show factors that affected the demand for bamboo wicker basket is the price of a basket of woven bamboo, another basket prices, and consumer income. The factors that affected the supply of woven bamboo baskets is the purchase price of bamboo, production costs, and profits. Keywords: Demand, Supply, Prices, Woven Bamboo PENDAHULUAN Di Indonesia terdapat 143 jenis bambu yang beranekaragam. Keanekaragaman ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan iklim, tanah, dan topografi. Tanaman bambu merupakan tanaman yang memiliki berbagai macam manfaat kerna batangnya kuat, kerat dan elastis sehingga membuat bambu menjadi tanaman multiguna. Bambu bisa diolah menjadi produk industri seperti lantai, papan liminating, papan partikel, dan tulang beton. Selain itu bambu juga diguanakan sebagai bahan konstruksi rumah seperti dinding, tiang, usuk, reng, pagar dan atap (Krisdianto,et,al, 2007). Ketersediaan kayu berkualitas di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan baik secara kualitas maupaun kuantitas.

Sementara kebutuhan akan kayu solid semakin mengalami peningkatan. Untuk menanggulangi masalah ini perlu adanya usaha alternatif sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan antara jumlah pasokan kayu dengan kebutuhan akan kayu. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan bahanbahan non kayu, seperti pemanfaatan bambu sebagai bahan baku utama (Malik, 2008). Tanaman bambu berpotensi menjadi solusi alternatif bagi sejumlah permasalahan lingkungan terutama dalam mengatasi pemilihan bahan alternatif pengganti kayu yang lebih ramah lingkungan. Dengan menggunakan bahan alternatif pengganti kayu, secara langsung membantu mengurangi penebangan hutan tropis. Cepatnya pertumbuhan bambu dibanding dengan pohon kayu,

62

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

membuat bambu dapat diunggulkan untuk menyelamatkan deforestasi. Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan CO2 di udara, selain juga merupakan tanaman yang cukup baik untuk memperbaiki lahan kritis. Bambu juga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif atau biofuel yang ramah lingkungan. Pohon bambu juga berfungsi sebagai penjernih air. Maka dari itu daerah bantaran sungai yang banyak pohon bambu, air sungai tersebut terlihat jernih (Widjaja, 2009). Menurut Widjaja, (2009) ada beberapa alasan mengapa bambu digunakan sebagai bahan alternatif pengganti kayu diantaranya adalah bambu mudah didapat, disamping itu harga bambu juga tergolong murah jika dibandingkan dengan material kayu, tahan gempa, kemudian material bambu memiliki nilai budaya dan estetika yang tinggi bisa memberikan nuansa alami bersahabat dengan alam. Selain dapat diaplikasikan untuk berbagai kebutuhan. Bambu juga dapat digunakan sebagai material untuk membuat bangunan, perabotan hingga kerajinan tangan sebagaimana kayu. Bambu juga dapat tahan hingga puluhan tahun sebagaimana kayu. Tentu saja dengan melalui proses pengawetan terlebih dahulu. Jatnika, (2006) juga berpendapat bahwa bambu sebagai bahan alternatif untuk bahan baku antara lain: 1. Serbaguna, bambu merupakan suberdaya alam yang telah digunakan selama bertahun-tahun oleh hampir separu lebih penduduk dunia seperti makanan, pelindung dan kontruksi yang sederhana. 2. Dapat diperbaharui, bambu merupakan sumber daya alam yang dapat di perbaharui. Bambu juga merupakan salah satu

ISSN: 1979-8164

tanaman yang memiliki kemampuan tumbuh yang baik dan cepat. 3. Mudah didapat, karena kemampuan tumbuhnya yang cepat, akan bambu mudah didapat. Terutama di wilayah Indonesia yang didukung dengan iklim tropisnya. 4. Mudah dalam proses pengerjaanya. 5.Bambu tidak berkarat, tidak merusak, seperti pada bahan baku dari logam. Pembudidayaan bambu sendiri kurang diperhatikan pemerintah, tidak pernah dianggap serius, padahal pemerintah seharusnya dapat menyediakan lahan untuk pembudidayaan bambu juga untuk menanggulangi lahan kritis termasuk mengatasi banjir dan erosi. Pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya alam, sumber energi maupun sumber dana dalam pengembangan industri kecil selama ini masih kurang maksimal, karena selama ini masyarakat menganggapnya sebagai selingan untuk mengisi waktu luang. Melihat masih kecilnya minat masyarakat dalam pengembangan industri kecil, berupa pengolahan bambu menjadi produk kerajinan bambu lainnya baik berupa peralatan rumah tangga maupun produk kesenian yang mempunyai nilai jual tinggi, disamping keranjang bambu. (Widjaja, 2009). Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan tanaman bambu dapat meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi bahan baku industri perkayuan nasional melalui substitusi atau keanekaragaman bahan baku, mengingat potensi hutan kayu semakin langka sedangkan industri sudah telanjur ada dengan kapasitas besar, maka tuntutan pemenuhan bahan baku industri kehutanan menjadi agenda prioritas penyelamat 63

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

aset kehutanan nasional (Otjo dan Atmadja, 2006). Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas, mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Adapun pemanfaatan bambu yang dilakukan dengan mengunakan teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi diantaranya adalah: bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan dan handicraft, supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen bangunan dan rumah, sayuran dan bahan alat musik tradisional (Batubara, 2002). Konsumen barang-barang kerajinan bambu tidak hanya di dalam negeri. Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan kecantikannya. Hasil kerajinan bambu di Indonesia dapat dengan mudah kita peroleh karena kerajinan bambu banyak sekali dijajakan dikaki lima atau pinggir jalan, selain itu di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan. Aneka produk Bambu Berkah misalnya, dapat dijumpai di Plaza Indonesia di jantung kota Jakarta (Duryatmo, 2000).

ISSN: 1979-8164

Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat digolongkan, yaitu: 1. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang pada bangunan rumah sederhana. 2. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah, rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), simpit, kerajinan tangan dan lain sebagainya. 3. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja, dan lainlain. Seperti kita ketahui dengan adanya otonomi daerah-daerah di Indonesia berusaha menciptakan lapangan pekerjaan untuk mengatasi pengangguran, tidak hanya di daerah lain di Kota Binjai Propinsi Sumatera Utara mempunyai unit industri kerajinan bambu guna membantu menciptakan lapangan pekerjaan. Usaha kerajinan bambu di Kota Binjai dijalankan dalam skala industri kecil atau industri rumah tangga dan telah berkembang cukup lama. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Binjai Tahun 2010 menyatakan bahwa industri anyaman bambu memperoleh produksi unggulan nomor 2 (dua) terbesar setelah industri konveksi di Kota Binjai.

Tabel 1. Produksi Unggulan Industri Kota Binjai Tahun 2010 No Jenis Usaha Industri Jumlah Industri 1 Industri Konveksi 36 2 Industri Anyaman Bambu 25 3 Industri Tahu/Tempe 18 4 Industri Kerupuk 16 5 Industri Tepung/Terasi 4 6 Industri Sepatu/Selop 2 7 Industri Kecap 2 Sumber: Dinas Perindustrian dan PerdaganganKota Binjai, 2010

64

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai. Kota ini dipilih secara sengaja (Pursposive sampling). Alasan memilih lokasi penelitian tersebut karena di daerah penelitian ini memiliki jumlah pengrajin keranjang anyaman bambu dan berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Binjai Tahun 2010 menyatakan bahwa industri anyaman bambu merupakan produksi unggulan nomor 2 (dua) terbesar setelah industri konveksi di Kota Binjai. Sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi (Mudrajad, 2003 : 103). Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap mewakili populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah pengrajin yang membuat dan mengolah keranjang anyman bambu yang dijumpai di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan diperoleh 15 pengrajin di Kelurahan Jati Utomo, sehingga sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 pengrajin keranjang anyaman bambu dimana keseluruhan populasi dijadikan sampel. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Metode sensus adalah metode yang mengambil dari keseluruhan populasi menjadi sampel penelitian. Hal ini sesuai dengan literatul Arikunto (2002) dimana dinyatakan bahwa jika jumlah sampel yang terdapat dalam lokasi penelitian

ISSN: 1979-8164

berjumlah ≤ 100 maka akan dihitung semua sebagai sampel. Metode pengambilan sampel untuk konsumen keranjang anyaman bambu dilakukan dengan metode pursposive sampling (secara sengaja), yang digunakan adalah konsumen dari pengrajin keranjang anyaman bambu dengan jumlah 30 konsumen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara kepada pengrajin dengan menggunakan daftar pertanyaan (Kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh langsung dari lembaga atau instansi terkait seperti Kantor Kelurahan Binjai Utara, Badan Pusat Statistik dan literatur serta sumber pendukung lainnya. Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran keranjang anyaman bambu terhadap di Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai dengan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda adalah pengembangan dari analisis regresi sederhana. Kegunaannya yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila variabel bebas minimal dua atau lebih (Riduan dan Akdon, 2009:142). Sejalan dengan hal tersebut menurut Sugianto (2004:195), analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh lebih dari satu variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif untuk memprediksi nilai variabel dependen apabila mengalami kenaikan dan penurunan. Pada penelitian ini terdapat dua hipotesis yang diuji dengan 65

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

menggunakan analisis regresi linier berganda dengan alat bantu SPSS 18. Data yang dibutuhkan untuk mengetahui faktor yang mempengaruh permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomoadalah harga keranjang anyaman bambu, harga keranjang lain, pendapatan konsumen, sehingga model persamaannya adalah : Y1 = b0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + e Dimana : Y1

=

b0 = X1 = X2 = X3 = e

=

Jumlah permintaan keranjang anyaman bambu (unit) Konstanta Harga keranjang anyaman bamboo (Rp/Bln) Harga keranjang anyaman lain (Rp/Bln) Pendapatan konsumen (Rp) error

Hipotesis 2 diuji dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan alat bantu SPSS 18. Data yang dibutuhkan menguji hipotesis 2 untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo adalah harga beli bambu, biaya produksi dan keuntungan. Sehingga model persamaannya adalah : Y2 = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + e Dimana : Y1 = Jumlah penawaran keranjang anyaman bambu (unit) b0 = Konstanta X1 = Harga beli bambu (Rp/unit) X2 = Biaya produksi (Rp) X3 = Keuntungan (Rp/Bln) e = error HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda dengan

ISSN: 1979-8164

bantuan perangkat lunak SPSS18. Uji Regresi Linier Berganda dilakukan untuk menganalisis apakah variabel terikat berpengaruh atau tidak terhadap variabel bebas. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo sebagai variabel terikat jumlah permintaan keranjang anyaman bambu (Y) dan sebagai variabel bebas adalah harga keranjang anyaman bambu (X1), harga keranjang lain (X2), dan pendapatan konsumen (X3). 1. Permintaan Keranjang Anyaman Bambu (Y) Konsumen dengan permintaan keranjang anyaman bambu terendah di Kelurahan Jati Utomo sebanyak 12 unit/bulan keranjang anyaman bambu dengan permintaan keranjang anyaman bambu tertinggi sebanyak 28/bulan keranjang anyaman bambu dan permintaan rata – rata keranjang anyaman bambu adalah antara 14unit/bulan sampai dengan 24 unit/bulan dengan persentase rata – rata 33.33%. Konsumen rata-rata yang membeli keranjang anyaman bambu hanya untuk dikonsumsi sendiri, yang menggunakan keranjang anyaman bambu adalah konsumen dengan pekerjaan sebagai pedagang dan petani, dimana mereka membutuhkan dan menggunakan keranjang anyaman bambu untuk tempat untuk dagangannya dan hasil pertanian. 2. Harga Keranjang Anyaman Bambu (X1) Berdasarkan dari hasil data yang diperoleh bahwa harga keranjang anyaman bambu bervariasi. Harga keranjang anyaman bambu terendah adalah antara Rp 17.000 dan harga keranjang anyaman bambu tertinggi adalah sebesar Rp 20.000, serta rata – rata harga keranjang anyaman bambu adalah antara Rp 18.000 sampai dengan Rp 19.000 dengan persentase 56 %.

66

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

Hal ini juga dinyatakan konsumen bahwa harga keranjang anyaman bambu juga berubah dengan jangka waktu tertentu tertentu seperti menjelang musim panen, dan musim buah, bahwa harga keranjang anyaman bambu meningkat mencapai harga lebih tinggi dari biasanya. 3. Harga Keranjang Lain (X2) Sama halnya dengan harga keranjang anyaman bambu, harga keranjang lain juga bervariasi. Keranjang lain yang digunakan adalah keranjang rotan dan keranjang plastik, dimana keranjang rotan dan keranjang plastik merupakan subtitusi dari keranjang anyaman bambu yang memiliki kegunaan yang sama. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa harga keranjang lain yang terendah adalah Rp 18.000 dan harga keranjang lain tertinggi adalah Rp 25.000 dan rata – rata harga keranjang lain yaitu sebesar Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000 dengan persentase 17 %. 4. Pendapatan konsumen (X4) Berdasarkan dari hasil data yang diproleh bahwa pendapatan konsumen keranjang anyaman bambu juga bervariasi. Pendapatan konsumen keranjang anyaman bambu terendah adalah Rp 2.000.000 dan pendapatan tertinggi konsumen keranjang anyaman bambu adalah sebesar Rp 6.000.000 dan pendapatan rata – rata konsumen keranjang anyaman bambu adalah sebesar Rp 3.000.000 sampai dengan Rp 4.000.000 dengan persentase 63.33 %. Untuk menganalisa faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan anyaman bambu di kelurahan jati utomo maka dilakukan uji analisis regresi linier berganda. Uji signifikansi serempak parameter dugaan (uji F) digunakan untuk menunjukkan semua variabel bebas yang dimasukan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel terikat.

ISSN: 1979-8164

Angka R Square atau koefesien determinasi sebesar 0,927 nilai ini menunjukan bahwa kontribusi ketiga variabel bebas yaitu variabel harga keranjang anyman bambu, harga keranjang lain dan Pendapatan konsumen terhadap variabel terikat yaitu permintaan keranjang anyaman bambu secara simultan adalah 92,7 % sementara itu 7,3 % sisanya merupakan kontribusi dari faktor – faktor lain selain ketiga variabel bebas terhadap permintaan keranjang anyaman bambu. Berdasarkan hasil uji Anova atau F test adalah sebesar 109,694 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α) 0,005 atau 5 %. Hal ini berarti model regresi linier berganda bisa dipakai untuk memprediksi faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo atau bisa dikatakan bahwa variabel harga keranjang anyaman bambu, harga keranjang lain dan pendapatan konsumen secara serempak bersama – sama berpengaruh terhadap permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo. Berdasarkan hasil persamaan regersi linier berganda untuk melihat faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo adalah Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel independen. Pada tabel koefisien dapat dilihat pada kolom signifikansi bahwa ketiga variabel harga keranjang anyaman bambu, harga keranjang lain dan pendapatan konsumen secara serempak berpengaruh terhadap permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo, dengan model persamaan regresi sebagai berikut : Y = -108,288 + 6,432X1 + 0.262X2 + 0.013X3 Uji ini membandingkan t-hitung dengan t-tabel. engan asumsi terima 67

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

Ho jika t-hitung < t-tabel atau tolak Ho jika t-hitung > t-tabel. Jika tingkat signifikansi < 0.005 maka Ho ditolak dan tingkat signifikansi > 0.005 maka Ho diterima. 1. Harga Keranjang Anyaman Bambu (X1) Koefisien harga keranjang anyaman bambu (X1) untuk variabel harga keranjang anyaman bambu sebesar 6.432 yang artinya setiap penambahan tingkat harga keranjang anyaman bambu karena tanda Negatif (+) maka permintan terhadap keranjang anyaman bambu akan naik sebesar 6.432. Hasil dari uji analisa regresi harga keranjang anyaman bambu terhadap permintaan diproleh persamaan : Y = -108.288 + 6.432 X1 Setiap penambahan tehadap keranjang anyaman bambu sebesar Rp 1.000, maka permintaan terhadap keranjang anyaman bambu akan bertambah sebanyak 6 unit keranjang anyaman bambu. Hasil uji t diperoleh t-hitung untuk variabel harga keranjang anyaman bambu sebesar 10.274 yang lebih besar dari t-tabel yaitu 1.690 jika t-hitung lebih besar dari t-tabel maka H0 ditolak H1 diterima. Secara persial harga keranjang anyaman bambu memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan keranjang anyaman bambu. Hal ini disebabkan karena variabel harga barang lain lebih mahal di bandingkan dengan harga keranjang anyaman bambu, selain itu tempat yang mudah dijangkau konsumen anyaman bambu. 2. Harga Keranjang Lain (X2) Koefisien harga keranjang lain (X2) yang merupakan subtitusi keranjang rotan. Berdasarkan hasil data yang telah diolah konsumen memilih keranjang rotan sebagai subtitusi bambu, harga keranjang lain sebesar 0.262 yang artinya setiap penambahan tingkat harga keranjang lain karena tanda positif (+) maka permintaan terhadap keranjang lain

ISSN: 1979-8164

akan naik sebesar 0.262. Hasil dari uji analisa regresi harga keranjang lain terhadap permintaan diproleh persamaan: Y = -108,288 + 0.262 X2 Setiap harga keranjang lain bertambah sebesar Rp 1.000 maka permintaan terhadap keranjang anyaman bambu akan mengalami panambahan 1 unit Hasil uji t diproleh t-hitung untuk variabel harga keranjang lain sebesar 1.294 yang lebih kecil dari ttabel yaitu 1,690 jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka H0 diterima H1 ditolak. Secara persial Harga keranjang lain memberikan pengaruh tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga keranjang rotan relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga keranjang anyaman bambu. 3. Pendapatan Konsumen (X4) Koefisien pendapatan konsumen (X4) untuk variabel tingkat pendapatan konsumen sebesar 0.013 yang artinya setiap penambahan tingkat pendapatan konsumen pada permintaan bambu ( karena tanda + ) maka permintaan terhadap keranjang anyaman bambu akan naik sebesar 0.013. Hasil dari uji analisa regresi pendapatan konsemen terhadap permintaan keranjang anyaman bambu diperoleh persamaan : Y = -108.288 + 0.013 X4 Setiap pendapatan konsumen mengalami kenaikan Rp 1.000 maka untuk permintaan terhadap keranjang anyaman bambu tidak memberikan pengaruh terhadap permintaan keranjang anyaman bambu. Hasil uji t diperoleh t-hitung untuk variabel pendapatan konsumen sebesar 0.164 yang lebih kecil dari t-tabel yaitu sebesar 1,690, jika t-hitun < t-tabel maka H0 diterima H1 ditolak. Secara persial Pendapatan memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap permintaan keranjang anyaman bambu. Hal ini disebabkan karena 68

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

konsumen membeli keranjang anyaman bambu sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan atau yang digunakan oleh konsumen selain itu tinggi atau rendahnya harga keranjang anyaman bambu tidak memberikan perubahan permintaan terhadap keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda dengan bantuan perangkat lunak SPSS18. Uji regresi linier berganda dilakukan untuk menganalisis apakah variabel terikat berpengaruh atau tidak terhadap variabel bebas. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo sebagai variabel terikat yaitu penawaran keranjang anyaman bambu (Y), dan sebagai variabel bebas yaitu harga beli bambu (X1), biaya produksi (X2), dan keuntungan (X3). 1. Penawaran Keranjang Anyaman Bambu (Y) Pengrajin dengan penawaran keranjang anyaman bambu terendah di Kelurahan Jati Utomo adalah 130 unit/bulan dan dengan penawaran keranjang anyaman bambu tertinggi adalah 390 unit/bulan dan penawaran rata – rata keranjang anyaman bambu adalah antara 234 unit/bulan sampai dengan 350 unit/bulan dengan persentase 53%. 2. Harga Beli Bambu (X1) Harga beli beli bambu yang dibeli oleh pengrajin bervariasi. Dari data yang diperoleh bahwa harga rata-rata beli bambu yang dibeli pengrajin adalah sebesar Rp 7.000/batang dengan persentase 73.33%, harga beli bambu tertinggi sebesar Rp 8.000/batang, dan harga beli terendah sebesar Rp7.000/batang. 3. Biaya Produksi (X2) Biaya produksi rata – rata keraanjang anyaman bambu adalah sebesar Rp 3.200.000 dengan

ISSN: 1979-8164

persentase 53.33% , biaya produksi tertinggi sebesar Rp 4.200.000 , dan biaya produksi terendah sebesar Rp 1.600.000. 4. Keuntungan (X3) Keuntungan keranjang anyaman bambu bervariasi. Dari data yang diperoleh bahwa keuntungan ratarata keranjang anyaman bambu adalah sebesar Rp 2.400.000 sampai Rp 3.700.000 dengan persentase 53%, keuntungan pengrajin tertinggi sebesar Rp 5.300.000, dan keuntungan pengrajin terendah Rp 1.700.000. Untuk menganalisa faktor – faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo maka dilakukan uji analisis regresi linier berganda. Uji signifikansi serempak parameter dugaan (uji F) digunakan untuk menunjukkan semua variabel bebas yang dimasukan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel terikat. Angka R Square atau koefesien determinasi sebesar 0.963 nilai ini menunjukan bahwa kontribusi ketiga variabel bebas yaitu variabel keuntungan, variabel biaya produksi, vaariabel harga bali bambu, terhadap variabel terikat yaitu penawaran keranjang anyaman bambu secara simultan adalah 96,3% sementara itu 3,7 % sisanya merupakan kontribusi dari faktor – faktor lain selain keempat variabel bebas terhadap penawaran keranjang anyaman bambu. Berdasarkan dari hasil uji Anova atau F test pada tabel 14 dapat dilihat, di dapat adalah sebesar 94,719 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α) 0,005 atau 5 %. Hal ini berarti model regresi linier berganda bisa dipakai untuk memprediksi faktor – faktor yang mempengaruhi penawaran kerananjang anyaman bambu atau 69

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

bisa dikatakan bahwa variabel keuntungan, biaya produksi, harga beli bambu, secara serempak bersama – sama berpengaruh terhadap penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo. Berdasarkan hasil persamaan regersi linier berganda untuk melihat faktor – faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu adalah Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel independen. Dari tabel koefisien dapat dilihat pada kolom signifikansi bahwa ketiga variabel harga beli bambu, variabel biaya produksi, dan variabel keuntungan secara serempak berpengaruh terhadap penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo. Pembahasan masing – masing variabel adalah sebagai berikut : Y = 100.806 – 14.132X1 + 2,929X2 + 5,428X3 Uji ini membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Dengan asusmsi terima Ho jika t-hitung < t-tabel atau tolak Ho jika t-hitung > t-tabel. Jika tingkat signifikansi < 0.005 maka Ho ditolak dan tingkat signifikansi > 0.005 maka Ho diterima. 1. Harga Beli Bambu (X1) Koefisien harga beli bambu (X1) untuk variabel harga beli bambu sebesar -14.132 yang artinya setiap pengurangan tingkat harga beli bambu karena tanda negatif (-) maka penawaran terhadap keranjang anyaman bambu akan turun sebesar (-14,132). Hasil dari uji analisa regresi harga beli bambu terhadap penawaran diproleh persamaan : Y = 100,806 14.132X1. setiap pengurangan harga beli bambu sebesar Rp 1.000 maka penawaran terhadap keranjang anyaman bambu akan turun sebanyak 14 unit keranjang anyaman bambu. Hasil uji t diperoleh t-hitung untuk variabel harga beli bambu

ISSN: 1979-8164

sebesar -1.042 yang lebih kecil dari t-tabel yaitu 1.753 jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka H0 diterima H1 ditolak. Secara persial Harga beli bambu memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap penawaran keranjang anyaman bambu. Berdasarkan rekap persentase data yang telah diolah harga beli bambu terendah adalah Rp 7.000/batang dan harga beli bambu tertinggi adalah Rp 8.000/batang dan rata – rata harga beli bambu adalah sebesar Rp 7.000/batang dengan persentase rata – rata 54,28%. Hal ini disebabkan karena persediaan keranjang anyaman bambu oleh konsumen masih ada, sehingga penawaran kerannjang anyaman bambu turun. Harga beli bambu juga mengalami peningkatan pada waktu tertentu seperti waktu panen buah atau sayur. 2. Biaya Produksi (X2) Koefisien biaya produksi keranjang anyaman bambu pengrajin tertinggi sebesar Rp. 4.200.000, dan biaya produksi terendah sebesar Rp. 1.600.000. Biaya produksi (X2) memiliki pengaruh yang positif terhadap jumlah penawaran keranjang anyaman bambu dengan koefisien sebesar 2,929. Hal ini berarti bahwa kenaikan biaya produksi maka penarawan akan naik sebesar 2,929. hasil dari analisa regresi biaya produksi terhadap penawaran keranjang anyaman bambu diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = 100.806+ 2,929X2 Setiap biaya produksi mengalami kanaikan sebesar Rp 1.000, maka penawaran terhadap keranjang anyam bambu akan naik sebanyak 2 unit Hasil uji t diproleh t-hitung untuk variabel biaya produksi sebesar 2,638 yang lebih besar dari t-tabel yaitu 1.735 jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak H1 diterima. Secara persial Biaya produksi memberikan 70

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

pengaruh tidak signifikan terhadap penawaran karena setiap kenaikan biaya produksi maka penawaran terhadap keranjang anyaman bambu akan meningkat. Hal ini disebabkan karena kenaikan biaya produksi akan mempengaruhi produksi yang di tawarkan. 3. Keuntungan (X3) Keuntungan keranjang anyaman bambu bervariasi, dari data yang diperoleh bahwa keuntungan ratarata keranjang anyaman bambu adalah sebesar Rp 2.500.000 sampai Rp 3.800.000 dengan persentase ratarata 53%, dan keuntungan tertinggi sebesar Rp 5.300.000, kemudian untuk keuntungan pengrajin keranjang anyaman bambu terendah sebesar Rp 1.700.000. dari hasil uji regresi keuntungan terhadap penawaran keranjang anyaman bambu diperoleh persamaan : Y = 100,806 + 5,428X3. Setiap keuntungan mengalami kenaikan sebesar Rp 1.000, maka penawaran terhadap keranjang anyaman bambu akan mengalami kenaikan sebanyak 5 unit keranjang anyaman bambu. Untuk uji t diperoleh t-hitung untuk variabel keuntungan sebesar 5,327 yang lebih besar dari t-tabel yaitu sebesar 1.753 jika t-hitung > ttabel maka H0 ditolak H1 diterima. Secara persial hal ini menjelaskan bahwa keuntungan memberikan pengaruh signifikan terhadap penawaran keranjang anyaman bambu, dimana setiap peningkatan penawaran keranjang anyaman bambu bertambah maka keuntungan pengrajin anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo juga akan semakin bertambah. Hal ini juga disebabkan karena keranjang anyaman bambu memilki harga yang relatif murah dibandingkan dengan keranjang rotan yang harganya jauh lebih mahal,karena keranjang anyaman bambu merupakan barang yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga penawaran terhadap

ISSN: 1979-8164

keranjang anyaman bambu akan bertambah. tinggi atau rendahnya keuntungan pengrajin keranjang anyaman bambu akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penawaran keranjang anyaman bambu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo secara serempak berpengaruh positif adalah harga keranjang anyaman bambu, harga keranjang lain, dan pendapatan konsumen. Secara persial harga keranjang anyaman bambu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan keranjang anyaman bambu hal ini disebabkan karena perbedaan harga keranjang anyaman bambu dengan keranjang lainnya yaitu rotan, dimana keranjang anyaman bambu lebih murah dibandingkan dengan keranjang rotan. Hal ini dapat dilihat dari t-hitung 10.274 yang lebih besar dari t-tabel 1,690. 2. Faktor − faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo secara serempak berpengaruh positif adalah harga beli bambu, biaya produksi, dan keuntungan. Secara persial keuntungan keranjang anyaman bambu memberikan pengaruh signifikan terhadap penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo. Hal ini dapat dilihat dari t-hitung 5,327 lebih besar dari t-tabel 1.753 Saran 1. Pengrajin keranjang anyaman bambu meningkatkan kualitas dan difersivikasi produk dan 71

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

meluaskan pemasaran dari keranjang anyaman bambu untuk meningkatkan pendapatan 2. Secara umum pemerintah lebih memperhatikan kerajinan kerajinan menengah kebawah serta membangun koperasi untuk membantu modal para pengusaha atau pengrajin khususnya keranjang anyaman bambu. 3. Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap menentukan faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo dan meneliti mengenai variabel – variabel lain seperti jumlah penduduk, harapan harga produksi dimasa mendatang, teknologi, dan jumlah produsen. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka. Asmidah, 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Jeruk Manis di Pasar Tradisional Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Http://Library.Usu.Ac.Id. /Download //p/Hutan-Ridwan4/Pdf [22 Juli 2008]. Berlian, N. Dan Estu Rahayu. 1995. Jenis Dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya.Jakarta. Bishop, CE dan WD Toussaint. 1986. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Alih bahasa oleh Drs Wisnuadji, Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

ISSN: 1979-8164

Departemen Perindustrian, 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Peraturan Perusahaan Industri dalam menjalankan Industri. Downey dan Erickson. 1990. Manajemen Agrobisnis. Erlangga. Jakarta.Alih bahasa oleh Rohidayat Ganda dan Anfonsus Sirait. Firdaus, Muhammad. 2006, Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara. Kuncoro, Mudrajad, 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga. Jakarta. Kusumo, 1995. Hubungan Pendapatan dengan Kemiskinan, Erlangga. Jakarta. Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Rahardja dan Mandala. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Samuelson, Paul, A dan Nordhaus D, William,2002, Ekonomi, Edisi 12 Jilid 2. Penerbit Erlangga, Jakarta. Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian : Teori dan Aplikasi.PT Raja GrafindoPersada. Jakarta. Sukirno, sadono. 2003. Mikro ekonomi. Pt raja grafindo persada. Jakarta. Sukirno, Sadono. 2005. Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukirno, Sadono. 2008. Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudarman, Ari. 2000. Teori Ekonomi Mikro:Buku I. BPFE. Yogyakarta. Sudarsono, 1985. Pengantar mikro. LP3ES. Jakarta.

ekonomi

Sudjana, 2001. Metode Statistika Edisi Revisi Cetakan Ke-6. Tarsito. Bandung Syafi’ah, 2010. Analisis Penawaran Salak Pondoh (Sallaca edullis) di Kabupaten Sleman. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

72

Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol. 4 No. 1/Juli 2016

ISSN: 1979-8164

Turner J Housing, 1971. Tovard Autonomy in Building Environtments, London;Marion Boyars Publisher Ltd

Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistik Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Zuhriyah, Amanatuz, 2010. Analisis Permintaan dan Penawaran Susu Segardi Jawa Timur.Skripsi Agribisnis Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo.

Widjaja, H. 2009. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC. 128 hlm.

73