GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME ... - USD Repository

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA. (ABAD XIX-XX). SKRIPSI. Diajukan Untuk ...... Indonesia. • Strat...

8 downloads 654 Views 3MB Size
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA (ABAD XIX-XX) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Nurmalitasari NIM : 121314009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA (ABAD XIX-XX) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Nurmalitasari NIM : 121314009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA (ABAD XIX-XX)

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN Sebagai ungkapan kasih, skripsi ini saya persembahkan kepada: 

Kepada Allah SWT.



Kepada orang tua yang saya cintai.



Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.



Sahabat-sahabat saya, Vega, Cimol, Tiwul, Lingga yang telah memberi semangat dan dukungan agar skripsi ini cepat selesai.



Pacar saya Gibran yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.



Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang telah berjuang bersama.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO Masa depan adalah milik mereka yang percaya akan keindahan impian-impian mereka. ( Eleanor Rosevelt)

Hidup adalah sebuah pulau, karangnya harapan, pepohonannya mimpi, bungabunganya kesepian, mata airnya semangat. Dan ia di tengah lautan sendiri dan kesepian. ( Kahlil Gibran)

Janganlah berdoa untuk hidup yang mudah, tetapi berdoalah untuk menjadi manusia yang tangguh. ( John F. Kennedy)

In order to succeed, we must believe that we can. (Michael Korda)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Juni 2016 Penulis

Nurmalitasari

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma Nama

: Nurmalitasari

Nomor Mahasiswa

: 121314009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA ( ABAD XIX-XX) Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkannya dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk

pangkalan

data,

mendistribusikannya

secara

terbatas,

dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 20 Juni 2016 Yang menyatakan

Nurmalitasari

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA ( ABAD XIX-XX) Oleh: Nurmalitasari Universitas Sanata Dharma 2016 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora; (2) dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda; (3) dampak gerakan Samin. Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-ekonomi dengan model penulisan deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya gerakan Samin merupakan akibat dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia termasuk di Blora terkait dengan penguasaan hutan. (2) Dinamika gerakan samin menunjukkan perkembangan pengikut yang semakin pesat dan ajaran-ajaran Samin Surosentiko yang merupakan hasil gagasan orisinalnya terhadap permasalahn terkait dengan keselamatan masyarakat Blora. (3) Dampak dari gerakan Samin, pada akhirnya melahirkan komunitas masyarakat yang hingga kini masih menghidupi prinsip Saminisme.

Kata Kunci : Samin, Kolonialisme, Belanda, Perlawanan Petani, Blora

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT SAMIN MOVEMENT AGAINST DUTCH COLONIALISM: FARMER RESISTANCE OF FOREST AREA IN BLORA ( ABAD XIX-XX) By: Nurmalitasari Universitas Sanata Dharma 2016 This aims the research is to describe and analyze three main topics, namely: (1) background of Samin movement against Dutch colonialism in Blora; (2) the dynamics of the Samin movement against Dutch colonialism; (3) the impact of Samin movement. This research used hitsorical factual methods. The stages of this method are: choosing the topics, collecting the sources, verivication, interpretation, and historiography. The approach used is a multidimensional approach, namely social sciences-economic. The type of the writing is descriptive analysis. The result of this research showed that (1) the emergenc of Samin movement is the result of policies implemented by the Dutch in Indonesia including in Blora related to forest tenure. (2) The dynamics of movement followers Samin shows the development of increasingly rapid and teachings Samin Surosentiko which is the result of the original idea of the problems related to public safety of people in Blora. (3) The impact of the Samin movement eventually led to communities that still support the Saminisme principle.

Keywords : Samin, Colonialism, The Netherland, Farmer Resistance, Blora

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gerakan Samin Melawan Kolonialisme Belanda: Perlawanan Petani Kawasan Hutan Di Blora ( Abad XIX-XX)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran, serta masukan selama penyusunan skripsi. 4. Drs, Y.R. Subakti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan kepada penulis selama proses studi. 5. Seluruh dosen dan sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Kedua orang tua penulis yang telah banyak memberi dorongan spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 7. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan, bantuan, serta insiprasi dalam menyelesaikan skripsi. 8. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang turut membantu penulis menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Yogyakarta, 20 Juni 2016 Penulis

Nurmalitasari

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ........................ .........................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................vi HALAMAN MOTTO .............................................................................................v LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...............................................................vii ABSTRAK

............................................................................................................viii

ABSTRACT ............................................................................................................ix KATA PENGANTAR ..............................................................................................x DAFTAR ISI ..........................................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN. ........................................................................................1 A. B. C. D. E. F. G. H.

Latar Belakang ...............................................................................................1 Rumusan Masalah ..........................................................................................6 Tujuan Penulisan ............................................................................................6 Manfaat Penulisan ..........................................................................................7 Tinjauan Pustaka ............................................................................................7 Landasan Teori ..............................................................................................13 Metodologi Penelitian ....................................................................................29 Sistematika Penulisan ....................................................................................33

BAB II LATAR BELAKANG GERAKAN SAMIN ............................................35 A. Penguasaan Hutan oleh Belanda di Jawa ......................................................35 B. Hukum Pengelolaan Hutan pada Masa Kolonial Belanda .............................41 xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Arti Penting Hutan bagi Masyarakat Blora ....................................................44 D. Faktor Ekonomi ..............................................................................................48 BAB III DINAMIKA GERAKAN SAMIN ..........................................................52 A. B. C. D.

Muncul dan Berkembangnya Gerakan Samin................................................52 Samin dan Ajaran Ketuhanan.................... ....................................................56 Gerakan Tanpa Kekerasan .............................................................................59 Bahasa sebagai Simbol Perlawanan ...............................................................65

BAB IV DAMPAK GERAKAN SAMIN ...............................................................69 A. Munculnya Masyarakat Samin ......................................................................69 B. Identitas Diri Masyarakat Samin....................................................................72 C. Moral Ekonomi Masyarakat Samin ...............................................................74 BAB V KESIMPULAN .........................................................................................77 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................80 LAMPIRAN ............................................................................................................84

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Peta Persebaran Gerakan Samin ...........................................................84 Lampiran 2 : Perangkat Pembelajaran ....................................................................85

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gerakan Samin muncul akibat semakin beratnya beban masyarakat akibat kekuasaan pemerintah Belanda ketika berkuasa di Randublatung, kabupaten Blora. Pihak kolonial berusaha menggali sumber daya alam sebanyak-banyaknya di daerah jajahan. Aktivitas yang demikian ini memunculkan kesengsaraan rakyat. Terjadinya berbagai penderitaan memunculkan gerakan protes masyarakat, termasuk di daerah Blora. Di daerah Blora, protes rakyat dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin mempertahankan kawasan hutan jati yang telah menjadi sendi kehidupan mereka. Memburuknya keadaan ekonomi masyarakat semakin mempercepat terjadinya aksi protes. Salah satu gerakan protes yang pernah terjadi di Blora adalah Gerakan Samin, sebuah gerakan protes petani yang anggotanya terdiri dari petani kaya maupun petani miskin. Perlawanan petani di Blora ini muncul seiring dengan menguatnya hegemoni1 kekuasaan Pemerintah Belanda terhadap kehidupan rakyat. Dalam kasus Blora, pemberlakuan pajak atas tanah serta alih fungsi hutan dari hutan rakyat menjadi hutan negara telah mempersempit akses petani terhadap hutan. 1

Chris Barker, Cultural Studies, Teori dan Praktik, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2000, hlm. 62. Kebudayaan dikonstruksikan beragam aliran yang mencakup idiologi dan bentuk kultural. Namun demikian, terdapat unsur makna yang dipandang sebagai induk dan bersifat dominan. Proses penciptaan, peneguhan, dan reproduksi makna dan praktik otoritatif disebut hegemoni. Hegemoni berarti situasi di mana suatu blok historis kelas berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui kombinasi antara kekuasaan dengan persetujuan.

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2

Seorang tokoh yang berperan penting dalam perlawanan petani Blora adalah Samin Surosentiko yang pada waktu itu merupakan pemimpin gerakan. Ia dilahirkan pada tahun 1859 di desa Ploso, Kediren, Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.2 Ayahnya bernama Raden Surowijoyo. Nama asli Samin sendiri adalah Raden Kohar, kemudian diubah menjadi Samin. Nama Samin dipilih karena lebih bernafaskan kerakyatan.3 Gerakan Samin secara historis muncul pada tahun 1889, ketika Samin mulai menentang kolonialisme Belanda di kabupaten Blora. Ia mampu mengumpulkan masa

untuk

sama-sama

melakukan perlawanan.

Samin

mengawali perlawanannya dalam bentuk tanpa kekerasan. Sebuah konsep penolakan terhadap praktek Belanda dan kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda pada abad ke-19 di Kabupaten Blora. Sebagai gerakan yang cukup besar, gerakan ini tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah yang digunakan untuk perluasan hutan jati. Ketika intervensi Belanda di dalam kehidupan desa menjadi langsung dan intensif pada akhir abad ke-19, gagasan perlwanan dengan bayangan gagasan millenarian nampak jelas. Van der Kroef mengkatagorikan gerakan Samin di antara lima gagasan mileniarisme.4 Kategori

2

Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm.18. -Titi Mumfangati dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004, hlm.22. 3 Andrik Purwasito, Agama....op.cit,hlm.18. 4 Gagasan Milenari adalah harapan akan datangnya pemimpin yang adil serta sebuah sistem kenegaraan yang adil yang dapat membuat ketentraman serta kemakmuran. Kelima kategori gagasan milenarian menurut van der Kroef adalah; (1) ramalan-ramalan Jayabaya, (2) Paswara Bali, (3) kompleks Erucakra-Ratu Adil-Mahdi, (4) gerakan Samin dan Samat, (5) aliran-aliran mesianik di Indonesia yang sudah merdeka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3

khusus atas gerakan Samin dimungkinkan karena perlawanan Samin dan pengikutnya memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh perlawanan yang lain. Tempat kelahiran Samin yakni di desa Ploso Kadiren, Randublatung, Blora memang merupakan penghasil kayu jati terbaik di Jawa. Struktur tanah yang berkapur dan kering menyebabkan tanah di Blora dan beberapa wilayah di seputar Karesidenan Rembang sangat cocok bagi jenis tanaman ini. Pada tahun 1920, proporsi luasan tanah yang dikuasai negara di kabupaten Blora mencapai 40% dari total wilayah kabupaten tersebut. Ini merupakan proporsi paling tinggi bagi setiap kabupaten di Jawa kala itu.5 Pada tahun 1903-1905 pengikut Samin berjumlah 772 orang yang tersebar di 34 desa di Kabupaten Blora. Pada waktu itu pula, Samin sebagai pemimpinnya sudah dapat menggerakkan anggotanya untuk bertindak melawan pemerintah kolonial atau pengawas desa dengan cara mengasingkan diri dan tidak tunduk pada aturan desa terutama dalam membayar pajak.6 Pada tahun 1907, pengikut Samin mencapai 5000 orang dan kekuatan mereka dianggap membahayakan pemerintah. Terlebih lagi, mereka akan membangun kekuatan untuk memberontak.7 Rumor tentang akan adanya pemberontakan Samin dan pengikutnya dihembuskan oleh Controleur.8 Pada

5

Harry J. Benda dan Lance Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen Tot De Taal Land-en Volkenkunde, 1969, hlm. 221. 6 Ibid, hlm. 19. 7 Ibid, hlm. 20. 8 Controleur merupakan pejabat terendah dari korps pangreh praja Eropa. Jabatan kewilayahan yang dipegang orang Eropa adalah Gubernur Jendral, Gubernur, asisten Residen, dan Controleur. Tugas dari Controleur adalah membantu Asisten Residen untuk mengawasi para Bupati serta memberikan laporan pengawasan kewilayahann ya tersebut kepada Asisten Residen untuk disampaikan kepada Residen. Lihat Hanis Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik, Pemerintahan dan Otonomi Daerah) Jakarta: Grasindo. hlm.132-134.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4

tahun itu pula Samin dinobatkan oleh pengikunya sebagai ratu adil dengan gelar Prabu Panembahan Surya Alam.9 Didengar kabar pada 1 Maret 1907 pengikut Samin akan mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Karena kabar ini, kontrolir Belanda melakukan penangkapan atas sejumlah pengikut Samin yang pada saat itu sedang mengadakan selametan salah satu keluarga di Kedungtuban. Selametan kerabat ini dianggap jika orang-orang Samin sedang melakukan persiapan perlawanan kepada kolonial Belanda. Saat itu Samin sendiri sedang berada di Rembang. Ketika tertangkap, Samin beserta delapan pengikutnya diinterogasi dan diasingkan ke Sumatera.10 Pada tahun 1911 sampai 1914, ajaran Samin meluas ke wilayah Grobogan dan Pati. Mereka menyosialisasikan gerakan dengan tidak membayar pajak bahkan melakukan aksi kekerasan melawan aparat kolonial Belanda, termasuk polisi dan lurah. Periode ini dianggap sebagai periode puncak gerakan Samin atau disebut geger Samin.11 Pada tahun 1916, pengikut Samin meluas ke wilayah Kudus. Ini diawali dengan kegagalan penyebaran ajaran itu di Tuban. Perluasan ajaran Samin terus berlangsung yang ditandai dengan kepemimpinan Pak Engkrek di wilayah

9

Ibid., hlm.19. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah,Yogyakarta, 2004, hlm.23. 11 Geger Samin terjadi karena Belanda menaikkan pajak yang semakin mencekik masyarakat. Di Grobogan, pengikut Samin tidak mau lagi menghormati Pamong Desa dan pemerintah kolonial Belanda. 10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5

Grobogan dan Mbah Engkrek di wilayah Blora. 12 Sejarah dari perjuangan oleh Mbah Engkrek inilah yang sampai sekarang masih menyisakan tradisi ajarannya. Setelah Samin ditangkap serta meninggal di Padang pada 1914, perlawanan masyarakat tidak berhenti. Pengikut maupun kerabat dekatnya meneruskan perlawan di beberapa daerah sekaligus menyebarkan ajaran Samin. Di Randublatung seorang bernama Samat telah menggantikan Samin dan mengumumkan datangnya dua Ratu Adil sekaligus, yang satu dari timur dan yang lain dari barat. Dalam perkembangannya, ajaran Samin mulai meluas dan berkembang hingga mampu menciptakan sebuah komunitas masyarakat atau yang lebih dikenal sebagai masyarakat Samin. Sebuah komunitas masyarakat yang sering menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya karena keluguan dan kepolosannya. Terlepas dari anggapan banyak orang, masyarakat Samin adalah komunitas masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan moral kehidupan yang lebih baik. Penelitian ini mencoba menguraikan hubungan antara Samin dan pengikutnya dengan hutan jati di Jawa abad XIX. Hubungan tersebut terutama antara penduduk dengan pengelola hutan jati saat itu yakni pemerintah kolonial Belanda. Dalam konteks sumber daya hutan, muncul berbagai peraturan hutan jati oleh pemerintah Belanda. Samin memiliki dua prinsip pemerintahan hutan yakni kelestarian serta dapat dimanfaatkan semua orang. Hipotesis awal dari penelitian ini adalah penerapan dari prinsip-prinsip Samin atas pengelolaan

12

Ibid., hlm.19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6

sumber daya alam yang terganggu oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah kolonial Belanda, sehingga muncul adanya perlawanan petani pengikut Samin.

B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1.

Apa saja latar belakang munculnya gerakan Samin dalam melawan kolonialisme Belanda di wilayah Blora?

2.

Bagaimana dinamika gerakan Samin dalam melawan kolonialisme Belanda di wilayah Blora?

3.

Apa dampak yang ditimbulkan dari gerakan Samin dalam melawan kolonialisme Belanda di wilayah Blora dan sekitarnya?

C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1.

Menjelaskan latar belakang munculnya Gerakan Samin melawan pemerintah kolonial Belanda.

2.

Mendeskripsikan dinamika Gerakan Samin pada masa kolonial Belanda.

3.

Menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari Gerakan Samin beserta pengikutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7

D. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : 1.

Bagi Universitas Sanata Dharma Membantu civitas akademika lainnya untuk melihat perjuangan masyarakat kecil di Indonesia yang selama kurun waktu belakangan masih kurang produktif. Perjuangan Samin dan pengikutnya sendiri masih dapat kita jumpai hingga saat ini.

2.

Bagi Dunia Keguruan dan Ilmu Pendidikan Memberikan sumbangan dalam menganalisa gerakan masyarakat bawah dalam menentang praktek kolonialisme di daerah mereka.

3.

Bagi penulis Membantu

penulis

memahami

bagaimana

Samin

dan

pengikutnya

memperjuangkan hidupnya di bawah tekanan kolonial hingga mampu eksis hingga sekarang. 4.

Bagi Masyarakat Luas Memperluas pengetahuan tentang dinamika rakyat kecil di Blora pada masa pemerintah kolonial Belanda. Selama ini sejarah orang-orang kecil jarang dibahas dalam buku-buku sejarah sekolah.

E. Tinjauan Pustaka Sebagai suatu ilmu yang mempelajari masa lalu umat manusia, studi sejarah menggunakan rekam peristiwa masa lalu sebagai sumber sejarah yang akan ditelitinya. Rekaman peristiwa masa lalu berupa buku dan media cetak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8

lainnya, digunakan dalam penulisan skripsi ini. Dikarenakan keterbatasan pengetahuan dalam menemukan sumber primer, maka sumber yang digunakan dalam penulisan ini adalah sumber sekunder, yaitu sumber yang berasal dari tangan kedua. Beberapa buku yang digunakan antara lain Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa13 karya Nancy Lee Peluso. Buku ini memberikan gambaran seputar politik kehutanan serta sikap resistensi masyarakat sekitar hutan dalam menanggapi perkembangan model penguasaan dan pengelolaan hutan jati di Jawa. Menurut Nancy, nilai-nilai masyarakat Samin berpusat pada akses hutan pertanian. Kebanyakan petani pengikut Samin adalah petani penggarap yang memiliki lahan. Banyak dari mereka adalah keturunan dari cikal bakal atau pendiri desa dan pembuka hutan.14 Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris15 karya Denys Lombard. Pada masa kerajaan sebelum kedatangan VOC tidak berarti belum ada peraturan perlindungan hutan. Pada masa pemerintahan Sultan Agung di kerajaan Mataram telah terdapat sejumlah cagar alam untuk melindungi buruannya dari pembabatan hutan. Menurut Lombard, pembabatan hutan dilakukan hanya jika diperlukan perluasan pemukiman dan lahan pertanian, itu saja masih kecil luasannya. Lazimnya, cagar alam hanya untuk hutan rimba, bukan hutan yang sering digunakan penduduk untuk mendukung kehidupan agrarisnya. 13

Nancy Lee Peluso,Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa,Jakarta,KOPHALINDO,2006. 14 Ibid., hlm.124. 15 Dennys Lombard,,Nusa Jawa Silang Budaya: Warisan kerajaan-kerajaan Konsentris,Jakarta: PT.Gramedia,2008.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9

Denys

Lombard

menambahkan,

sistem

pengetahuan

Samin

dan

pengikutnya terhadap keberadaan hutan berhubungan langsung dengan cerita pewayangan yang dianggap memiliki keterkaitan dengan tanah Jawa. Dalam cerita pewayangan , terdapat pemisahan yang jelas antara hutan dan cerang yakni tanah lapang atau pemukiman. Hutan, di satu sisi merupakan tempat yang penuh bahaya, dihuni oleh bangsa raksasa atau buta pemakan manusia. Namun di sisi lain hutan juga sebagai tempat tinggal sang resi yaitu tokoh yang penuh dengan kebajikan dan kesaktian. Buku Sistem Tanam Paksa di Jawa16 karangan Robert van Niel, menguraikan bagaimana pemerintah menerapkan sistem kolonial di Jawa pada abad ke-19. Buku ini menjelaskan tentang kajian sosial dan ekonomi modern yang dipraktikkan negara kolonial yang hidup berdampingan dengan sistem ekonomi tradisional. Kajian sosial dan ekonomi abad ke-19 menunjukkan bahwa ekonomi subsistensi17 mengalami gangguan yang serius akibat praktik-politik kolonial. Menurut pengarang, gerakan-gerakan protes petani di Jawa abad ke-19 mau tidak mau harus dikembalikan pada praktik kolonial yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa18 karya Sediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan

16

Robert van Niel, 2003, Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta, LP3ES. Umumnya tanah-tanah yang diperluas menjadi milik individu ini merupakan tanah-tanah yang selama masa awal Tanam Paksa tidak dikenakan beban sewa tanah atau dapat dikatakan merupakan tanah simpanan. Tanah ini kemudian diperluas menjadi milik individu karena tuntutan untuk peningkatan produksi Tanam Paksa 17 Suatu masyarakat primitif yang kegiatannya sangat terbatas dan setiap rumah tangga. 18 Sediono M.P Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa, Jakarta,Yayasan Obor Indonesia, 1994.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10

Wiradi menjelaskan tentang ekonomi desa di Jawa terkait dengan tanah sebagai sarana utama gerak ekonomi. Tanah sebagai sarana produksi pertanian memiliki pengaturan-pengaturan

dalam

pola

penguasaannya.

Secara

umum

pola

penguasaan tanah di Jawa abad XIX dapat digolongkan menjadi dua yakni tanah individual (tanah pribadi) dan komunal (tanah milik bersama). Buku karangan James. C. Scott dengan judul Perlawanan Kaum Tani19, mencatat bahwa buruh tani yang masih berakar pada dusun menganut ikatan guyub dimana daya swakarsa perorangan atau kolektif mampu mempertahankan ketahanan mereka. Keterlibatan buruh tani di luar dusun umumnya tidak terlepas dari perantaraan patron baru. Gotong royong petani Jawa disimpulkan oleh Scott sebagai bentuk resistensi sekaligus tindakan bertahan hidup atas tekanan dari pihak luar. Moral ekonomi petani mengandaikan kolektifitas kebertahanan hidup melalui praktek-praktek seperti sistem bagi hasil dan selamatan yang dilakukan oleh petani kaya sebagai tanda pembagian rezeki. Pemberontakan Petani Banten menjadi sumber penulisan yang dipakai selanjutnya. Tesis karya Sartono Kartodirdjo20 ini menjelaskan dinamika protes petani di Banten sebagai reaksi atas kolonisasi yang pernah terjadi. Tujuan pertama studi ini adalah membahas aspek-aspek dari gerakan sosial yang melibatkan lapisan-lapisan luas rakyat biasa di Indonesia. Studi kasus mengenai gerakan-gerakan sosial ini tidak hanya bertujuan menyampaikan informasi faktual mengenai pemberontakan petani di Banten pada 1888, melainkan juga dimaksudkan sebagai sumbangsih kepada usaha-usaha untuk menjelaskan proses 19 20

James. C. Scott, Perlawanan Kaum Tani, Yayasan Obor Indonesia,1993. Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, Pustaka Jaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11

sosial umumnya di Indonesia pada abad XIX. Menurut Sartono, pemahaman mengenai hakikat gerakan-gerakan sosial di masa lampau sering kali dapat diterapkan kepada studi mengenai gerakan-gerakan di masa sekarang dan masa yang akan datang. Potret kehidupan petani Indonesia merupakan sebuah kajian yang menarik dari masa ke masa. Banyak penulis maupun peneliti mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan dinamika kehidupan petani. Syahrul Kirom dalam tesisnya berjudul Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika: Relevansinya Bagi Pengembangan Bangsa21 memberikan suatu analisa mengenai dinamika kehidupan petani Samin dalam melawan kolonialisme Belanda dan juga dampak dari ajaran Samin Surosentiko bagi masyarakat Blora. Syahrul mengatakan, masyarakat Samin merupakan salah satu komunitas tertentu yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Masyarakat Samin yang ada di Jawa merupakan warisan dari nilai-nilai luhur budaya Nusantara. Buku Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger22 karya Dr.Andrik Purwasito, DEA, menjelaskan tentang komunitas masyarakat Samin dan Tengger. Kedua komunitas ini menurut Andrik merupakan potret masyarakat yang memiliki semangat revolusioner. Apa yang dilakukan masyarakat Samin pada mulanya merupakan sebuah perlawanan terhadap penguasa

21

Belanda

yang

dianggapnya

telah

menginjak-injak

martabat

Syahrul Kirom, Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika:Relevansinya Bagi Pengembangan Bangsa,Yogyakarta,Universitas Gadjah Mada,2011, hlm.9. 22 Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger,Yogyakarta,LkiS, 2003.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12

kemanusiaan. Masyarakat Samin melawan dengan joke-joke dan perilaku yang sangat cerdas. Mereka sangat kuat memegang identitas dan kemandiriannya. Suripan Sadi Hutomo dalam studinya tentang Samin dan Ajaranajarannya23 menjelaskan mengenai ajaran-ajaran Samin. Temuan Suripan ini sangat penting untuk melihat beberapa segi seputar nilai-nilai kehidupan masyarakat Samin. Selain itu, temuan Suripan yang sangat penting adalah lima kitab yang disebut Jamuskalimasada yang berisi ajaran-ajaran Samin Surosentiko perihal konsep ketuhanan, etika kehidupan, etika politik, dan lain-lain. Menurut Suripan, kaitan antara Samin dan kehutanan tidaklah sesederhana bentuk-bentuk reaksi sosial yang lain sebagai tanggapan atas penetrasi kolonial. Penetrasi yang begitu kuat dalam bidang ekonomi namun tidak menyinggung sistem sosial masyarakat, kemungkinan tidak menimbulkan reaksi sosial berupa perlawanan. Tergganggunya sistem-sistem sosial yang terdapat di kalangan masyarakat justru yang memicu munculnya perlawanan Samin. Skripsi karya Agus Budi Purwanto dengan judul Samin dan Kehutanan Abad XIX24, menguraikan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Samin dan pengikutnya dalam melestarikan hutan jati. Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana kehidupan masyarakat Samin pada abad ke-19 dimana masyarakatnya masih menjunjung nilai-nilai spiritual. Menurut Agus, dalam hubungannya dengan hutan, Samin dan pengikutnya memiliki sistem pengetahuan yang pada intinya menyatakan bahwa tanah Jawa termasuk di dalamnya ciptaan Tuhan yang dititipkan Pandawa kepada orang Jawa sekaligus Samin dan pengikutnya. Ciptaan 23

Suripan Sadi Hutomo, Samin dan Ajaran-ajarannya, Semarang,Citra Almamater,1996,. Agus Budi Purwanto, 2011, Samin dan Kehutanan Abad XIX, Yogyakarta: Perpustakaan Sanata Dharma. 24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13

Tuhan tersebut tidak boleh dikuasai atas pemanfaatannya. Terganggunya kepercayaan masyarakat pengikut Samin atas dominasi hutan jati oleh Belanda yang pada akhirnya memunculkan perlawanan dalam rangka melestarikan hutan jati di kabupaten Blora.

F. Landasan Teori Penggunaan landasan teori dalam penelitian ilmu-ilmu sosial menjadi hal penting dalam mendekati sebuah pokok persoalan. Realitas sosial sehari-hari memiliki ragam yang tidak terhitung sekaligus berserakan antara satu dengan lainnya. Penggunaan teori-teori sosial dalam penelitian sejarah masih sangat relevan diajukan. Teori-teori sosial menuntut peneliti sejarah untuk berfikir teoritis historis dalam menemukan genealogi fakta sejarah dan menunjukkan gerak sejarah seperti apa yang terjadi. Menjelaskan fenomena gerakan Samin abad XIX-XX dengan menggunakan teori sosial dimungkinkan tidak hanya dalam konteks tersebut di atas, namun juga dalam usaha penyusunan sejarah gerakan Samin yang lebih memperhatikan gerak sejarah dari dalam. Penelitian ini menggunakan beberapa konsep sebagai dasar landasan teori. Konsep-konsep tersebut antara lain adalah petani, kehutanan, kolonialisme, dan gerakan petani. 1.

Petani Petani adalah orang yang bergerak di bidang pertanian dengan cara

melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman. Tujuan bertani adalah memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14

digunakan sendiri ataupun dijual kepada orang lain. Menurut Mubyarto, petani merupakan komponen terpenting dalam membicarakan politik pertanian. Dua komponen terpenting adalah petani dan pemerintahan. Di satu pihak ada petani penggarap dan pengelola tanah, di lain pihak ada pemerintahan yang mengatur dan mengusahakan suasana dan iklim segar agar pertanian dapat berkembang dan terus-menerus mengalami kemajuan.25 Sedangkan menurut Thomas Stamford Raffles dalam karyanya History of Java, politik pertanian adalah prinsip untuk mendorong rakyat di Jawa dalam mengolah dan memperbaiki tanah, dengan merangsang minat mereka pada hasil yang dapat diperoleh dari pekerjaan itu, hanya dapat diharapkan bila ada perubahan mendasar dari keseluruhan sistem pemilikan dan penguasaan tanah. 26 Menurut Mubyarto dalam karyanya yang berjudul Pengantar Ekonomi Pertanian, pertanian dalam arti luas meliputi pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit, perkebunan (termasuk di dalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, dan perikanan. Fokus perhatian berhubungan dengan seluruh kegiatan ekonomis yang berorientasi pada perkebunan dalam sejarah ekonomi Indonesia.27 Menurut Gilarso, ilmu ekonomi mempelajari persoalan-persoalan yang berhubungan dengan usaha manusia untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidupnya.28 Gilarso menyebutkan dalam usaha untuk mencari nafkah

25

Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta, Penerbit Sinar Harapan, 1983, hlm. 17. 26 Sir Thomas Stamford Raffles, The History of Java, London, John Murray, 1877, edisi kedua, 1830, hlm.170. 27 Mubyarto,op.cit., hlm.16. 28 T. Gilarso, Ekonomi Indonesia Sebuah Pengantar I, Yogyakarta, Kanisius, hlm 17.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15

dan memenuhi kebutuhan sangat luas meliputi konsumsi dan produksi, perdagangan, uang dan pasar, ekspor, impor, pajak, investasi.29 Terdapat perbedaan status sosial antara penguasa dan kaum tani pada masa kolonial. Di sisi lain, kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh penguasa kolonial. Kebijakan-kebijakan produk kolonial seperti sistem tanam paksa dan land rent,30 semakin menempatkan posisi petani pada lapisan terbawah yang tidak memiliki akses apapun untuk memperbaiki nasibnya.31 Keadaan yang semakin buruk, ternyata belum cukup untuk membuat petani melawan dan memberontak. Sifat yang terbiasa hidup dalam kesusahan membuat mereka tertempa untuk dapat mempergunakan berbagai cara untuk mempertahankan tingkat subsistensi mereka.32 Eksploitasi yang dilakukan secara berkelanjutan dengan kualitas terus meningkat, pada akhirnya menyebabkan kemerosotan ekonomi bagi kehidupan petani di Indonesia. Nasib petani yang memprihatinkan tersebut merupakan produk dari sistem sosial dan politik yang telah hidup dalam masyarakat. Sisa-sisa konsep pandangan feodalisme masih terasa pengaruhnya dalam kehidupan masyarakatnya. Petani meskipun sebagai motor kehidupan dari suatu masyarakat agraris, namun peranan mereka dalam sejarah belum banyak diketahui orang. Hal ini didasarkan oleh

29

Ibid, hlm. 18 Sistem sewa tanah dan wajib pajak yang harus diberikan kepada pemerintah kolonial. 31 Desi Rahmawati, Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil, 2003, hlm.332. Dalam jurnal Ilmu sosial dan politik volume 6, Nomor 3 bulan Maret 2003. 32 Mochamad Fadjrin, Dinamika Gerakan Petani: Kemunculan dan Kelangsungannya, Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2011, hlm10. 30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16

pemikiran yang bersifat konvensional dimana petani dilihat sebagai sumber energi yang tidak memiliki hak untuk berperan dalam sejarah.33 2.

Kehutanan Hutan sebagai salah satu komunitas biologi memberikan kontribusi besar

bagi kehidupan. Selain sebagai tempat tinggal berbagai flora dan fauna, hutan juga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sebagai sebuah ekosistem, hutan terbentuk oleh beberapa komponen yang tidak dapat terpisahkan satu dan lainnya. Hutan oleh beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut: Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999, hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.34 Sedangkan menurut Arifin Arief, hutan merupakan kumpulan tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di pemukiman tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis.35 Helms berpendapat jika hutan adalah sebuah ekosistem yang bercirikan oleh penutupan pohon-pohon yang cukup rapat dan luas, sering kali terdiri dari tegakan-tegakan yang beraneka ragam sifat, seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang berhubungan. Hutan mencakup pula bentuk

33

A. Kardiyat Wiharyanto, Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme,Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2005, hlm. 144. 34 Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167. 35 Indrayanto, Ekologi Hutan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2012,hlm.4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17

khusus, seperti hutan industri, hutan milik non industri, hutan tanaman, hutan publik, hutan lindung, dan hutan kota.36 Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia karena dapat memberikan sumbangan berupa hasil alam. Selain itu, hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kawasan hutan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya baik berupa kayu, binatang liar, pangan, rumput, lateks, maupun obat-obatan. Keberadaan hutan yang selama ini menjadi paru-paru dunia diharapkan mampu memberi manfaat bagi umat manusia. Sebagai sebuah ekosistem, hutan berperan sebagai penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup binatang dan tanaman, juga sebagai pencegah pemanasan global. Bahkan hutan merupakan sumber daya alam yang diharapkan sebagai leading sector37

bagi

pembangunan.

Hutan

yang

diharapkan

dapat

membantu

perekonomian sebuah negara mempunyai fungsi yaitu: Undang-undang No. 41 Tahun 1999 pasal 638 menyebutkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yakni fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Pertama, Fungsi Konservasi yakni hutan dicadangkan untuk keperluan pengawetan

keanekaragaman

hayati

dan

ekosistemnya.

Sebagai

fungsi

konservatif, hutan dibagi menjadi dua golongan yakni kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Kedua pengertian fungsi hutan ini sama-sama memiliki fungsi pengawetan keanekaragaman satwa, tumbuhan dan ekosistemnya. Kedua, Fungsi Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan yang mengatur tata air, 36

www.academia.edu/8201808/HUTAN. Sektor potensial yang dapat berperan sebagai penggerak bagi sektor lainnya. 38 Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167. 37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18

pencegah banjir, pengendalian erosi, pencegah intrusi air laut39, dan pemelihara kesuburan tanah.40 Hutan lindung mempunyai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Ketiga, Fungsi Produksi yaitu hutan dimaksudkan untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian negara dan masyarakat. Hasil utama dari hutan produksi adalah berupa kayu sedangkan hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang meliputi rotan, bambu, rumput, tumbuhan obat, biji, kulit kayu, daun, lateks, resin, dan zat ekstrasif lainnya. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Manfaat langsung yang dapat diperoleh adalah kayu serta hasil hutan lainnya. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah hutan sebagai pengaturan tata air, rekreasi pendidikan, sumber udara yang bersih, mencegah banjir dan lainnya. Rimbawan41 berusaha menggolongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia mengenali hutan secara tepat. Berdasarkan proses terjadinya, hutan dibedakan menjadi dua yakni hutan asli (primer) dan hutan buatan (sekunder) . Hutan asli adalah hutan yang terjadi secara alami dan belum terkena campur tangan manusia. Hutan rimba

39

Intrusi air laut adalah menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa disebabkan oleh pemompaan yang berlebihan, kekuatan air tanah ke laut, serta fluktuasi air tanah di daerah pantai. 40 Arifin Arif, Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1994, hlm.14. 41 Rimbawan merupakan seseorang yang mempunyai profesi pengelolaan hutan atau orang yang sering memainkan peran dalam pengelolaan hutan ke arah kelestarian.rimbawan juga dapat dikatakan sebagai pengawas kekayaan negara yang berupa sumber daya alam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19

adalah jenis hutan asli. Sedangkan hutan buatan adalah hutan yang pernah ditebang dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun. Hutan ini dapat tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau karena kerusakan yang cukup luas.42Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder terlihat lebih pendek dan kecil. Sedangkan berdasarkan status kepemilikannya, hutan dibagi menjadi hutan negara dan hutan rakyat. Hutan negara merujuk pada hutan yang statusnya dimiliki oleh negara. Hutan ini berada di atas tanah negara yang tidak dibebani hak atas tanah. Segala bentuk penguasaan dan pengelolaan harus seijin negara.43 Sedangkan hutan rakyat adalah hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat. Kebanyakan berada di atas tanah milik rakyat. Hutan rakyat kini telah banyak yang dikelola dengan orientasi komersil yaitu untuk pemenuhan kebutuhan pasar komoditas.44 Dulunya sekitar tahun 1980an, kebanyakan hutan rakyat berorientasi subsisten yaitu untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri. Dalam sejarah Indonesia, hutan telah banyak mengalami perubahan terutama dalam hal kepemilikan. Hutan yang awalnya merupakan hutan rakyat, lambat laun beralih fungsi menjadi hutan milik negara. Selama ini model penguasaan hutan yang dilakukan oleh negara telah membawa pengaruh dalam pola kebijakan pengelolaannya. Ini berarti bahwa keberadaan sumber daya alam tersebut diharapkan mampu menunjang arah dan tujuan yang ditetapkan dalam setiap perencanaan pembangunan di Indonesia. Jika menengok sekilas tentang sejarah penguasaan sumber daya hutan di Jawa, maka pengelolaan hutan di Jawa merupakan pengelolaan hutan tertua di 42

Indrayanto., op.cit,hlm.56. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. 44 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hutan 43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20

Indonesia. Dimulai ketika VOC 45 berlabuh di Indonesia pada 1602, hutan di Jawa mulai dimanfaatkan untuk tujuan perdagangan. Pohon jati pada abad ke-15 sangat melimpah dan VOC melihat hal ini sebagai sumber penghasilan yang potensial bagi mereka.46 Terlihat mulai adanya motivasi ekonomi dari pihak kolonial Belanda. Pada tahun 1808 didirikan Boschwezen (jawatan kehutanan) yang merupakan cikal bakal lahirnya Perum Perhutani milik pemerintah Indonesia saat ini. Jawatan kehutanan banyak didirikan di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam perkembangannya, jawatan kehutanan dirubah statusnya menjadi Perusahaan Negara Perhutani mulai tahun 1963.47 Namun sejak 1972 dirubah lagi menjadi Perum Perhutani dan wilayah kelolanya diperluas hingga Jawa Barat. Sistem yang digunakan oleh Perum Perhutani pada saat itu hingga menjelang Orde Baru berakhir, adalah kebijakan yang menguntungkan Perum Perhutani sendiri. Perum Pehutani mencoba menginisiasikan program Prosperity Approach.48 Program ini kemudian disempurnakan menjadi PMDH (Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan). Kebijakan pengelolaan hutan yang demikian membawa implikasi bagi masyarakat desa kawasan hutan. Masyarakat hutan hanya menjadi penonton saja atas segala kekayaan hutan yang ada di sekitarnya.

45

Verenigdee Oost Indische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang memonopoli perdagangan di Asia. 46 Sulistyaningsih, Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis Pengetahuan Lokal, Yogyakarta: Kreasi Wacana,2013,hlm.3. 47 Sulistianingsih., op.cit.hlm.4. 48 Program kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan subsidi saprotan dan saran air bersih, program Mantri-Lurah. Program ini dimulai oleh Perum Perhutani pada 1972 dengan perubahan pengelolaan dari pendekatan keamanan ke pendekatan kesejahteraan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21

Model penguasaan sumber daya hutan sebelum reformasi adalah model penguasaan yang sangat sentralistik dan konvensional. Semua rencana yang menyangkut tentang kebijakan kehutanan dibuat oleh Perum Perhutani Pusat di Jakarta.49 Kebijakan ini diambil tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal. Pada model konservatif, biasanya pesanggem50 hanya menggarap lahan selama 2-3 tahun dan sesudahnya mereka harus meninggalkan lahan garapannya. Kondisi ini dirasa tidak adil dengan jerih payah yang telah dilakukan mereka baik tenaga, waktu, dan uang. Menurut Bachtiar51, model pengelolaan hutan yang konvensional dan sentralistik menimbulkan berbagai persoalan. Pertama, perlakuan Perum Perhutani, baik secara individual maupun institusional, kepada masyarakat banyak menimbulkan konflik antara masyarakat desa hutan dan Perum Perhutani. Perlawanan dan pembangkangan dilancarkan oleh masyarakat dengan berbagai cara baik secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka. Kedua, maraknya penebangan liar dan penebangan resmi yang dilakukan di hutan Jawa menimbulkan deforestasi yang memprihatinkan. Ketiga, dari sisi kenegaraan hayati, berbagai jenis binatang liar dan tumbuhan yang pernah menjadi ciri khas Pulau Jawa mulai sulit ditemukan, bahkan beberapa telah punah seperti harimau. 3.

Kolonialisme Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan

sebuah negara atas

wilayah dan manusia di luar batas negaranya dan seringkali untuk mencari 49

Sulistianingsih., op.cit.hlm 11. Petani yang menggarap sebagian lahan di kawasan hutan selepas tebang dengan ditanami padi atau aneka palawija. 51 Irfan Bachtiar, Hutan Jawa Menjemput Ajal, makalah dalam semiloka Temu inisiatif DPRD seJawa-Madura,Yogyakarta: Biro Penerbit Arupa, 2001,hlm.5. 50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22

dominasi ekonomi dan sumber daya.52 Kolonialisme juga dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang digunakan negara dalam rangka menjalankan politik pendudukan atau jajahan terhadap negara lain. Berbicara mengenai masa kolonialisme Belanda, masalah yang seringkali menjadi pembahasan pokok dalam setiap kajian sejarah adalah masalah ekonomi. Khusus di Jawa, kolonialisme ekonomi Belanda lebih menekankan pada sektor pertanian. Pemerintah kolonial membidik tanah Jawa sebagai lahan yang subur bagi usaha-usahanya dalam memperoleh keuntungan ekonomi. Seperti diketahui, pemerintah kolonial Belanda melihat tanah jajahan di Jawa memiliki potensi ekonomi yang luar biasa menguntungkan, dalam artian Jawa memiliki sumber daya manusia yang dapat dimanfaatkan. Seperti telah diketahui, sejak kongsi dagang Belanda yaitu VOC, menancapkan kekuasaannya di Nusantara tahun 1602, arah dan tujuan Belanda telah nampak jelas yaitu mencari keuntungan ekonomi sebesar-besarnya. Bahkan ketika kongsi ini harus dibubarkan pada tahun 1798 dan diambil alih oleh pemerintah Belanda sendiri, tujuan penjajahan tetap berlanjut.53 Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan ekonomi telah menjadi suatu pola utama bagi setiap periode penjajahan di berbagai belahan dunia. Penjajahan berbasis

ekonomi akan memberikan dampak tersendiri bagi wilayah yang

dijajahnya. Dari segi positif mungkin dampak penjajahan akan menghasilkan suatu penemuan baru. Di Indonesia terlihat jika dampak kolonialisme lebih kepada dampak negatif. Jika dilihat dari konteks historisnya, kecenderungan 52

http://irman.edi.blogspot/com/kolonialisme. Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid V, Jakarta, PN.Balai Pustaka. 1984, hlm.1. 53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23

keuntungan sepihak tetap dimiliki oleh pihak penjajah, sedangkan yang menjadi korban adalah masyarakat pribumi.54 Bagi Indonesia sendiri, masa kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa tersulit.

Kondisi

sosial

dan ekonomi

pada

masa 1800-an mengalami

ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya sistem kolonial yang cenderung memaksa55. Kondisi masyarakat Jawa tidak semakin baik tetapi semakin miskin dan mengalami pembodohan yang dilakukan oleh pemerintah demi mencapai keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa hanya sekedar dimanfaatkan sebagai sumber penyedia tenaga kerja murah serta memiliki tanah sangat potensial. 56 4. Gerakan Petani Gerakan petani merupakan suatu bentuk perlawanan yang sengaja dilakukan oleh sekelompok petani yang terorganisir untuk menciptakan terjadinya perubahan dalam pola interaksi atau keadilan untuk petani di dalam masyarakat.57 Gerakan tersebut memiliki ciri-ciri seperti halnya gerakan sosial yaitu, (1) gerakan sosial merupakan satu bentuk perilaku kolektif, (2) senantiasa memiliki tujuan untuk membuat perubahan sosial atau mempertahankan sebuah kondisi, (3) tidak identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam perebutan kekuasaan, (4) merupakan perilaku kolektif yang terorganisir, (5) lahir dari kondisi masyarakat

54

Ibidem. Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm.5. 56 Ibid. 57 Sadikin, 2005, Perlawanan Petani, Konflik Agraria, dan Gerakan Sosial.Yayasan Akatiga, hlm.24. 55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24

yang berkonflik, (6) aktivitas dan gerakannya terus menurus.58 Kemunculan gerakan ditandai adanya kegelisahan akibat kesenjangan antara nilai-nilai harapan dan kenyataan hidup sehari-hari. Kelompok masyarakat menginginkan tatanan hidup yang baru dengan membentuk sebuah gerakan yang terorganisir. Sepanjang abad 19 sampai awal abad 20, dikatakan oleh Sartono Kartodirdjo, sejarah Indonesia ditandai dengan meledaknya gejolak atau protes sosial di kalangan pribumi. Kesemuanya ini dapat dimaklumi sebagai akibat konflik yang terjadi antara rakyat dan pemerintah kolonial.59 Gerakan sosial yang terjadi juga dilakukan oleh para petani untuk menentang pemerintah kolonial. Sartono dalam bukunya Ratu Adil menjelaskan bahwa ada beberapa gerakan petani. Macam-macam gerakan tersebut adalah: a. Gerakan Millenarianisme Gerakan millenarianisme merupakan gerakan yang didasarkan pada keyakinan (ramalan) akan datangnya suatu abad keemasan. Ketidakadilan akan diakhiri dan keharmonisan akan dipulihkan. Gerakan millenarianisme tentang kebahagiaan dan perdamaian dipercaya akan ditandai dengan bencana alam, dekadensi

moral,

dan

kemelaratan

di

kalangan

masyarakat.

Gerakan

millenarianisme merupakan gerakan petani yang mengharapkan kehidupan lebih baik pada masa akan datang. Mereka yakin gerakannya akan berhasil, perdamaian dan kebahagiaan sempurna akan tercipta. Gerakan millenaristis kaum tani ini tidak dapat dipisahkan dari pikiran keagamaan tradisional yang masih memainkan

58

Kasmanto Sunarto, 2004, Pengantar Sosiologi,Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hlm.47. 59 Sartono Kartodirdjo,Pemberontakan....op.cit. hlm.207.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25

peranan penting dalam politik pedesaan.60 Gerakan-gerakan millenaristis tradisional tumbuh subur bersama dengan gerakan sekuler modern dan gerakangerakan keagamaan. Gerakan-gerakan itu pada dasarnya dapat dianggap sebagai dinamika intern masyarakat lokal atau regional dan merupakan sejarah mikro yang sering menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah kolonial.61 Masyarakat lokal mengalami berbagai macam tekanan dari luar. Pandangan millenarian telah menimbulkan dorongan di dalam gerakan rakyat untuk memberontak dan kadangkadang orang mencari perlindungan fisik dari kejadian-kejadian yang merupakan bencana besar.62 Ideologi

milleniarian

mengandung

unsur-unsur

keakhiratan

yang

merupakan faktor yang mempercepat gerakan perlawanan. Peralihan dari situasi yang ada dibayangkan berlangsung secara radikal dan revolusioner.63 Orang-orang yang percaya dan mengharapkan dapat selamat dari bencana alam dianjurkan supaya mematuhi petunjuk pemimpin dalam melakukan kegiatan perlawanan. Dari sini kemudian muncul seorang pemimpin yang dianggap sebagai Mesias atau sering disebut sebagai Ratu Adil. b. Gerakan Mesianisme Gerakan mesianisme merupakan gerakan rakyat yang timbul atas kepercayaan bahwa seseorang tokoh yang akan datang untuk membebaskan orang dari segala penderitaan. Studi tentang gerakan-gerakan keagamaan selama zaman

60

Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, Jakarta, Sinar Harapan, hlm. 84. Ibid. hlm.12. 62 Ibid. hlm.15. 63 Ibid.,hlm.16. 61

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26

kolonial dapat memanfaatkan sumber-sumber materi yang cukup dan diperoleh dari para pejabat kolonial yang diserahi tugas untuk mengurus pergolakanpergolakan yang ada. Gerakan-gerakan bercorak Ratu Adil merupakan ancaman potensial bagi rezim kolonial. Gerakan Ratu Adil di Jawa, walaupun kelihatannya semata-mata bersifat keagamaan dan tidak berbau politik, pada praktiknya dipandang sebagai provokasi berbahaya terhadap pemerintah yang ada.64 Ratu Adil secara sederhana diartikan sebagai pemimpin yang menjadi pemegang kekuasaan serta melaksanakan kekuasaannya secara adil. Ratu Adil merupakan manusia terpilih yang memiliki hubungan khusus dengan Tuhan, sehingga sosoknya dianggap memiliki sifat bijaksana, taat ibadah, dan mampu membawa rakyat keluar dari penderitaan. Gerakan Ratu Adil sebagai gerakan sosial menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku. Gerakan ini ditandai oleh kejengkelan moral untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang mempunyai hak istimewa. Radikalisme menjadi suatu bagian dari Gerakan Ratu Adil yang bersifat revolusioner. Keanggotaan gerakan sosial seperti itu terbatas pada strata sosial rendah, kaum tertindas, dan orang-orang kurang mampu.65 Kebudayaan tradisional Jawa diliputi oleh suatu keyakinan yang kuat akan hal-hal gaib. Kehidupan manusia berwujud di dalam suatu yang saling berkaitan dengan waktu dan ruang kudus.66 Kaum petani dengan sangat mudah dipengaruhi oleh kepercayaan akan kekuatan gaib dan ramalan-ramalan tentang Ratu Adil. Orang-orang yang percaya dan mengharapkan dapapt selamat dari bencana alam 64

Sartono Kartodirdjo, Ratu,...op.cit.,hlm. 11. Ibid.,hlm. 38. 66 Ibid.,hlm. 42. 65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27

dianjurkan supaya mematuhu petunjuk pemimpin gerakan dalam melakukan pemberontakan. Ketidakberdayaan politik membuatnya tertarik akan unsur-unsur kekuatan gaib. c. Gerakan Nativisme Gerakan nativisme merupakan gerakan petani yang menginginkan bangkitnya kejayaan hidup yang sesuai dengan alam lingkungannya dimasa lampau dengan dipimpin oleh raja yang adil dan memperhatikan kesejahteraan rakyat. Gerakan ini menginginkan tampilnya pribumi sebagai penguasa adil seperti yang terjadi sebelum masa penjajahan. Para nativis mengharapkan secara khusus dengan membayangkan kedatangan suatu masyarakat di mana orang kulit putih akan terusir dan sekutu-sekutu pribumi mereka akan digulingkan.67 Gerakan-gerakan sosial kepribumian kerap kali menyatakan keinginan untuk menghidupkan kembali keadaan prajajahan dengan memproklamasikan kembalinya sebuah kerajaan kuno. Kepribumian menambahkan suatu unsur politik yang kuat terhadap pernyataan kepercayaan Ratu Adil dengan menghubungkan kemerosotan martabat, khususnya dengan kekuasaan asing dan pembantu-pembantunya serta kepada korupsi nilai-nilai dan patokan tradisional yang diakibatkannya.68 Terdapat karakteristik umum dari perbedaan-perbedaan gerakan protes yang terjadi di Jawa abad ke-19. Ekspresi perlawanan para petani pedesaan itu terhadap otoritas kolonial memiliki akar kuat dalam masyarakat tradisional. Kehadiran kolonial Belanda dianggap merusak tatanan nilai yang telah ada dalam 67 68

Ibid. Ibid.,hlm. 61.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28

masyarakat tradisional mereka. Kehadiran kuasa kolonialisme di pedesaan Jawa telah membawa perubahan sosial yang tak tertahankan, serta meningkatkan potensi konflik.69 Penolakan radikal secara ideologis terjadi atas segala perubahan yang dibawa modernitas kolonial lewat perambahan lahan-lahan yang menjadi sumber kehidupan petani. Baik dilakukan secara sistematik atau paksaan, perubahanperubahan itu telah menaikkan posisi ide-ide keagamaan, magis, dan ritual-ritual gaib dalam masyarakat petani pedesaan yang akhirnya bermuara pada gerakangerakan protes.70 Semuanya itu bagi masyarakat pedesaan Jawa merupakan suatu perlawanan terhadap pengaruh asing. Perlawanan yang dilakukan oleh kaum tani dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Bentuk perlawanan yang dilakukan tidak sampai pada tahap pembangkangan secara terbuka dengan melakukan pemberontakan secara fisik dan dilakukan secara kolektif. Bentuk perlawanan ini antara lain dengan mencuri kecil-kecilan, pura-pura tidak tahu, mengumpat di belakang, membakar, dan melakukan sabotase. Bentuk perlawanan ini sedikit sekali yang membutuhkan koordinasi atau perencanaan, dan secara cerdas menghindari setiap konfrontasi simbolis langsung dengan pihak-pihak penguasa.71 Karena nasibnya hampir selalu kalah, maka pemberontakan yang besar sama sekali tidak taktis untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Pertarungan yang sabar dan diam-diam, dilakukan dengan tekad kuat oleh masyarakat desa 69

Sartono Kartodirdjo,Protest Movements in Rural Java: A Study Of Agrarian Unrests in The Nineteenth and Twentieth Centuries, Oxford University Press, 1973 ,hlm.186. 70 Ibid., hlm.187. 71 James C Scott, Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah, Bentuk Perlawanan Sehari-Hari Kaum Tani. Jakarta,Yayasan Obor Indonesia, 2000, hlm. 40.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29

selama bertahun-tahun akan lebih banyak mendatangkan hasil. Para petani pedesaan biasanya melakukan perlawanan pada malam hari dan dilakukan secara diam-diam. Perlawanan petani tidaklah dimaksudkan untuk mengubah dominasi secara langsung,72 namun yang menjadi titik pijakan dari perlawanan ialah bagaimana untuk tetap bisa bertahan hidup. Masyarakat Jawa sebagian besar merupakan masyarakat agraris yang memandang tanah sebagai aset penting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan tanah merupakan sumber daya alam yang diolah untuk keperluan hidup. Tanah bagi masyarakat agraris berfungsi sebagai aset produksi

untuk dapat

menghasilkan komoditas hasil pertanian. Pada masa kolonial dikenalkan tanah partikelir73 sebagai hasil penjualan oleh Belanda.74 Di tanah-tanah milik swasta itu, pemilik memperoleh hak untuk menarik pajak dari para petani. Hal tersebut tentu memberatkan para petani hingga akhirnya menimbulkan gejolak. Perlawanan yang munculpun banyak dipimpin oleh tokoh-tokoh lokal, baik ulama ataupun bangsawan lokal.

G. Metodologi Penelitian Sebagai sebuah studi sejarah, penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dalam konteks penulisan ini adalah proses menganalisa secara rekaman dan peninggalan masa lalu. Tulisan ini merupakan sebuah kajian pustaka, sehingga metode yang akan dilakukan dalam penulisan ini adalah

72

Ibid, hlm.2. Tanah partikelir adalah tanah yang dimiliki orang-orang swasta Belanda dan orang pribumi yang mendapat hadiah tanah karena dianggap telah berjasa kepada pemerintah Belanda. 74 James C Scott, Senjatanya....op.cit, hlm.123. 73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30

mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik primer maupun sekunder. Akan tetapi, karena keterbatasan dalam menemukan dan menggunakan sumber primer, maka penulisan ini lebih banyak menggunakan sumber sekunder dan tersier. Secara metodologis, penelitian ini mendasarkan diri pada tahapan penelitian sejarah secara umum. Menurut Kuntowijoyo 75, penelitian sejarah mempunyai lima tahapan, yakni: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verivikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), interpretasi berupa analisis dan sintesis, dan yang terakhir adalah penulisan atau historiografi. 1.

Pemilihan Topik Pemilihan topik merupakan langkah pertama dalam penulisan sejarah.

Sebagaimana dengan hal tersebut, topik penelitian ini adalah “Gerakan Samin Melawan Kolonialisme Belanda: Perlawanan Petani Kawasan Hutan di Blora Abad XIX-XX”. Perkembangan sektor pertanian tradisional sangat menarik untuk dibahas. Sektor ini mengalami perubahan seiring dengan kedatangan bangsa Barat yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian untuk memenuhi permintaan pasar Eropa. Topik yang dipilih memiliki nilai perjuangan

tentang dinamika

masyarakat kecil yang tetap mempertahankan resistensi mereka di bawah tekanan para penguasa. Perjuangan mereka pada akhirnya mampu menciptakan sebuah masyarakat yang dapat hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.

75

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2001, hlm.91.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31

2.

Heuristik atau Pengumpulan Sumber Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan

sumber-sumber sejarah (heuristik). Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka data-data diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang gerakan Samin dan tentang politik kehutanan kolonial. Laporan-laporan tersebut terdapat dalam buku, jurnal-jurnal, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan sumber di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari sumber-sumber terkait di perpustakaan lain. 3.

Verifikasi atau Kritik Sumber. Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah

pengumpulan data. Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber. Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah untuk mendapatkan obyektivitas suatu kejadian.76 Umumnya kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini meliputi verivikasi sumber, yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber tersebut. Dalam metode sejarah ada dua jenis kritik sumber, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.77 Kritik eksternal adalah kritik yang dilakukan untuk mengetahui keaslian sumber.78 Kritik ini dilaukan dengan cara meneliti bahan yang digunakan, sifat bahan, gaya penulisan, bahasa tulisan, dan jenis huruf yang digunakan, apakah membuktikan sumber yang didapat asli atau tidak. Sedangkan ktirik internal ditujukan terhadap isi dari sumber sejarah. Apakah isi dari sumber yang dipakai 76

Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu,2010, hlm.35. Ibid.,hlm. 103. 78 https://id.m.wikipedia.org/wiki/kritik_sejarah 77

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32

dapat dipercaya atau tidak. Untuk itu yang harus dilakukan adalah dengan membandingkan kesaksian antar berbagai sumber. Sumber yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku-buku yang membahas tentang gerakan Samin dan ajaran yang dihasilkannya. Teknik yang dilakukan peneliti adalah studi teks yang didukung dengan studi pustaka. Sehingga data yang dipergunakan dalam penulisan adalah berupa sumber tertulis. Sumber tertulis yang digunakan adalah tulisan dari para peneliti lain yang juga pernah meneliti tentang gerakan Samin di Blora. Selain sebagai sumber penulisan, teks tersebut juga untuk membandingkan penelitian terkait gerakan Samin yang telah ada sebelumnya, dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Selain itu, penulisan ini juga menggunakan majalah yang pernah memuat tulisan terkait gerakan Samin. Data yang diperoleh dibandingkan dengan data lain yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini. 4.

Interpretasi Interpretasi data juga sering disebut penafsiran data. Interpretasi data harus

berdasarkan argumen yang memiliki landasan yang relevan. Terdapat dua macam interpretasi yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta yang diperoleh melalui sumber kemudian diinterpretasikan menjadi rangkaian peristiwa yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data menjadi kuat karena berdasarkan data yang relevan. Pendekatan sosial-ekonomi dipakai dalam memahami Gerakan Samin dan pengikutnya serta dampaknya bagi masyarakat sekitar. Pendekatan sosialekonomi dipilih karena tujuan pokok dari kolonialisme Belanda adalah eksploitasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33

ekonomi negara jajahan. Dari permasalahan ekonomi tersebut kemudian ditarik ke dalam permasalahan sosial masyarakat. 5.

Historiografi atau Penulisan Sejarah Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penulisan ini berdasarkan

data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan. Dalam penulisan, penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang berurutan, penyusunan berbagai kejadian sesuai urutan waktu, hal yang berhubungan dengan sebab akibat dari suatu peristiwa, daya pikir untuk menciptakan sesuatu yang ada di pikirannya berdasarkan pengalaman H. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini dituangkan dalam tulisan dengan sistematika sebagai berikut: Bab I

Berupa pendahuluan memuat latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II

Membahas latar belakang Gerakan Samin dan pengikutnya dalam melawan pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Praktek kolonialisme Belanda di Blora merupakan faktor munculnya gerakan ini.

Bab III

Membahas dinamika Gerakan Samin dan pengikutnya sebagai bentuk perlawanan masyarakat yang terkena dampak dari intervensi Belanda di wilayah Blora.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34

Bab IV Berisi dampak yang muncul dari gerakan Samin dan pengikutnya melawan pemerintah kolonial Belanda. Bab V

Menyajikan kesimpulan yang berisi pernyataan penulis mengenai hasil penelitian sekaligus jawaban atas permasalahan yang ada pada pendahuluan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II LATAR BELAKANG GERAKAN SAMIN

A. Penguasaan Hutan oleh Belanda di Jawa Eksploitasi hutan di Jawa dimulai pada masa VOC abad ke-17 yakni ketika VOC membidik pulau Jawa sebagai sumber penghasilan yang potensial. Pada tahun 17431, ketika kerajaan Mataram mulai melepaskan daerahnya di wilayah pantai utara dan timur Jawa (Rembang, Pekalongan, Weleri, dan Jepara), hutan diambil alih oleh pihak penguasa. VOC mendapat hak-hak hutan dari raja Jawa termasuk hasil hutan berupa getah,damar, dan rotan. VOC dan kerajaan Mataram juga melakukan sejumlah perjanjian, salah satunya adalah perjanjian antara Jacobus Courper dan susuhan Amangkurat I yang akan mengijinkan VOC untuk membuat pusat pembuatan kapal di Rembang. Dalam perjanjian tersebut juga diterangkan bahwa VOC memperoleh sejumlah hak atas tenaga kerja guna menebang kayu. Perjanjian biasanya disertai dengan pengiriman hadiah-hadiah untuk penguasa kerajaan berupa barang-barang dari Eropa misalnya kain renda, bahan sandang, air mawar, dan barang mewah lainnya.2 Sebagai kongsi dagang, VOC mengeksploitasi hutan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kerusakan yang ditimbulkannya. Menjelang akhir abad ke-18, kekuatan VOC di Jawa mulai menurun. Kondisi keuangan VOC mengalami masalah akibat korupsi yang merajalela dan akhirnya mengalami kebangkrutan. Pada tahun 1816 pemerintah Belanda 1

Hasanu Simon, Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, hlm.54. Nancy Lee Peluso, Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasaan Sumber Daya dan Perlawanan Di Jawa, KOPHALINDO, 2006, Hlm.53. 2

35

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36

mengambil alih kekuasaan VOC di Jawa. Pemrintah Belanda mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya adalah yang dilakukan oleh gubernur Jendral Vand der Capellen. Ia mengeluarkan kebijakan yang menjamin orang Jawa untuk menggunakan hasil tanah mereka secara bebas, tetapi tetap dengan kewajiban untuk membayar sewa tanah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Eropa dalam usaha proses produksi komoditi ekspor. Selain itu, kebijakan ini bertujuan untuk memperlancar setoran sewa dari petani. Namun kebijakan ini tidak dapat bertahan lama karena pengeluaran keuangan pemerintah Belanda dengan skala besar untuk biaya Perang Jawa tahun 1825-1830 serta merosotnya harga komoditi ekspor di pasaran Eropa. Keinginan pemerintah Belanda untuk menguasai pulau Jawa tetap menjadi tujuan mereka. Mereka melihat bahwa pulau Jawa memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang dapat dimanfaatkan. Salah satu daerah yang dilirik oleh pemerintah Belanda adalah kabupaten Blora yang kaya akan hasil hutan berupa kayu jati. Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan kayu jati di daerah jajahannya untuk pembuatan kapal serta arsitektur. Mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan kayu jati yang berlimpah, termasuk diantaranya dengan penebangan hutan milik rakyat, maupun perampasan secara paksa. Terkait potensi kayu jati di Jawa serta pengurangan luasan hutan akibat eksploitasi VOC, Dirk van Hogendrop (pegawai VOC) abad ke-18 yang dikutip Raffles dalam bukunya The History of Java menyebutkan bahwa: “...hutan di Jawa memiliki kayu jati yang cukup banyak untuk bahan kapal-kapal yang bagus yang dalam waktu singkat, seperti kapal-kapal dagang yang sangat mereka butuhkan ... Mereka ini memperoleh kayu jati tanpa harus susah payah...Hal itu mudah dibayangkan bagaimana

36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37

ketamakan dari para lintah darat dalam memanfaatkan hutan dan berusaha mengambil semuanya apa yang ada di hutan. Meskipun demikian, hutan di Jawa itu tidak akan habis-habisnya jika hutan dipelihara dan dirawat dengan baik...”3 Sebelum VOC datang di Jawa, penguasaan hutan masih berada di bawah raja-raja Jawa, dan penebangan kayu dilakukan hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan keraton. Pada waktu itu kayu jati belum diusahakan untuk diperdagangkan atau dikembangkan untuk industri perkapalan dalam skala besar. Di Jawa sebelum kedatangan VOC, banyak pemukiman penduduk di dalam dan sekitar hutan jauh dari kendali sehari-hari yang efektif oleh istana raja.4 Hal ini terutama berlaku bagi pemukiman di luar pusat wilayah istana yang tidak terhubung dengan tanah hak milik kerajaan atau kawasan keagamaan.5 Klaim raja Jawa atas kepemilikan tanah tidaklah sama dengan konsepsi Eropa tentang hak milik pada masa itu. Meskipun dalam teorinya semua tanah termasuk hutan merupakan milik raja, namun dalam kenyataanya penduduk bebas mengambil dan memanfaatkan hutan.

6

Terlebih lagi, pada waktu itu belum ada

pegawai kerajaan yang khusus mengawasi hutan. Sampai akhir abad ke-18 kondisi hutan jati di Jawa mengalami degradasi serius, sehingga mengancam kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan kapal kayu yang mengandalkan pasokan kayu dari hutan. Karena itu, ketika pemerintah kolonial Belanda mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur

3

Nancy Lee Peluso, Hutan Kaya, Rakyat Melarat:Penguasaan Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa, KOPHALINDO, 2006,hlm. 63. 4 Ibid,hlm. 4. 5 Wilayah-wilayah pusat di dalam ranah kekuasaan Mataram di Jawa disebut Negaragung. Wilayah-wilayah luarnya disebut Pasisiran , wilayah luar negara disebut Mancanegara 6 Warto, Blandong: Kerja Wajib Eksploitasi Hutan di Rembang Abad ke-19, Pustaka Cakra,Surakarta, 2001, hlm.87.

37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38

Jendral di Hindia Belanda, tepatnya pada tanggal 14 Januari 1808, salah satu tugas yang dibebankan adalah merehabilitasi kawasan hutan.7 Agar Daendels dapat melaksanakan amanat itu dengan baik, maka sebelum berangkat ke Jawa, dia ditugaskan untuk belajar ke Jerman guna mencari tahu bagaimana membangun hutan tanaman yang baik. Pada abad ke-17, Jerman sudah dikenal di seluruh Eropa sebagai negara yang paling berhasil membangun hutan tanaman monokultur yang dikenal sebagai timber management.8 Sepulang belajar dari Jerman, Daendels menuju Jawa dan memulai babak baru dalam pengelolaan hutan Jawa meniru model pengelolaan hutan monokultur di Jerman.9 Pada tanggal 28 Mei 1808, Daendels mengeluarkan Peraturan Pemangkuan Hutan di Jawa yang memuat prinsip sebagai berikut: 1. Pemangkuan hutan sebagai domein Negara dan semata-mata dilakukan untuk kepentingan Negara. 2. Penarikan pemangkuan hutan dari kekuasaan Residen dan dari juridiksi wewenang Mahkamah Peradilan yang ada yakni Dienst van het Boschwezen (Jawatan Kehutanan). 3. Penyerahan pemangkuan hutan kepada dinas khusus di bawah Gubernur Jenderal, yang dilengkapi dengan wewenang administratif dan keuangan serta wewenang menghukum pidana. 4. Areal hutan pemerintah tidak boleh dilanggar, dan perusahaan dengan eksploitasi secara persil dijamin keberadaannya, dengan kewajiban melakukan reforestasi dan pembudidayaan lapangan tebangan. 5. Semua kegiatan teknis dilakukan rakyat desa, dan mereka yang bekerja diberikan upah kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Kayu-kayu yang ditebang pertama-tama harus digunakan untuk memenuhi keperluan Negara, dan kemudian baru untuk memenuhi kepentingan perusahaan swasta. 7

Ibid., hlm.38. Suatu proses pengelolaan lahan hutan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga secara berkesinambungan dapat terus menerus memberikan produksi dan jasa serta bisa menimbukan efek lingkungan dan sosial yang tidak diinginkan. Pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dimana pengelolaan hutan lestari bertujuan untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan. 9 Hasanu Simon, Aspek Sosio-Teknis Pengelolaan Hutan Jati di Jawa, Yogyakarta, Pustaka Belajar, 2004, hlm. 33. 8

38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39

7. Rakyart desa diberikan ijin penebangan kayu menurut peraturan yang berlaku. 10 Dasar-dasar pengelolaan kehutanan ilmiah yang diletakkan Daendels di hutan Jawa bertumpu pada tiga hal yaitu penguasaan tanah, spesies, dan tenaga kerja.11 Pertama, terkait dengan penguasaan tanah, pernyataan bahwa semua hutan adalah ranah negara sebagaimana prinsip pertama di atas memiliki konsekuensi pada penghapusan seluruh eksploitasi hutan oleh swasta, dan negara tentu saja akan memonopoli perdagangan serta pengangkutan kayu. Hal ini berarti bahwa seluruh penyewaan desa dan hutan yang kayu jatinya akan ditebang untuk pengusaha swasta dibatalkan. Kedua, terkait dengan spesies, kelestarian produksi kayu jati harus diusahakan jika Belanda menginginkan keuntungan berkesinambungan dari hutan jati. Dalam usaha tersebut, ia bahkan meminta Inspektur Jenderal bawahannya untuk bersumpah “tidak akan berkomplot diam-diam dengan pedagang kayu, menghadiahi mereka kayu, atau ia sendiri mencuri kayu”.12 Daendels juga menunjuk seorang pengawas hutan untuk mengawasi pembalakan, penanaman kembali, pengumpulan benih jati, dan pengupasan melingkar kulit batang pohon. Pengawas hutan harus bertanggungjawab terhadap segala kegiatan eksploitasi dan keamanan hutan, serta diperintahkan agar hutan yang telah ditebang segera ditanami bibit jati baru. Dalam setahun, Jawatan Kehutanan harus menanam sedikitnya 100.000 bibit jati.13 Secara umum dalam usaha mengelola spesies utama dalam hutan yakni kayu jati, Daendels 10

I Nyoman Nurjana., op.cit., hlm.67-68. Nancy Lee Peluso,....op.cit, hlm. 93. 12 Ibid,hlm.68. 13 Warto. op.cit., hlm.76. 11

39

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40

menyerahkan urusan tersebut pada lembaga kehutanan yang dibentuknya yakni Jawatan Kehutanan atau Boschwezen. Sementara itu, Boschganger merupakan bawahan dari Jawatan Kehutanan. Ketiga, terkait dengan penguasaan tenaga kerja. Sistem kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan kehutanan waktu itu dinamakan Blandongdiensten, dari kata dasar blandong yang berarti penebang pohon. Sebenarnya, jauh sebelum masa pemerintahan Daendels, blandong sudah lama ada. Tugasnya tetaplah sama yakni buruh tebang. Para penebang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak orang dan pajak tanah. Orang blandong menerima upah berupa tanah sawah bebas pajak.14 Daendels berusaha melakukan perbaikan nasib orang blandong dengan menghapus pajak kayu dan penyerahan wajib lainnya yang dituntut dari para bupati. Daendels biasanya mengambil tenaga kerja kehutanan dari desa-desa di dalam hutan. Selain itu, mereka juga mendapatkan gaji sekitar 1,5 kilogram beras setiap harinya dan sedikit garam.15 Upaya Daendels untuk melaksanakan reforestasi dan membatasi penebangan kayu jati di Jawa dan Madura tidak dapat berlanjut dan mencapai hasil optimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan tenaga kerja kehutanan, keterbatasan pengetahuan dan teknologi kehutanan yang dikuasai petugas-petugas Jawatan Kehutanan.

14 15

Warto. op.cit., hlm.68. Ibid., hlm 68.

40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41

B. Hukum Pengelolaan Hutan Pada Masa Kolonial Belanda Peraturan hukum mengenai pengelolaan hutan Jati di Jawa dan Madura untuk pertama kali dikeluarkan pada tahun 1865, dan dinamakan Boschordonantie voor Java en Madoera 1865 (Undang-Undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura 1865), dan kemudian

disusul

dengan peraturan agraria

yang disebut

Domeinverklaring 1870, mengklaim bahwa setiap hutan yang tidak dapat dibuktikan adanya atas hak di atasnya maka menjadi domain pemerintah.16 Untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan dengan menggunakan pengetahuan dan teknologi modern, maka pada tahun 1873 Jawatan Kehutanan membentuk organisasi teritorial kehutanan. Berdasarkan Staatsblad No.25 maka kawasan hutan di Jawa dibagi menjadi 13 Daerah Hutan yang masing-masing mempunyai luas 70.000 sampai 80.000 hektar untuk daerah hutan di kawasan hutan non jati.17 Ketiga belas daerah hutan tersebut adalah: Karesidenan Banten dan Kabupaten Cianjur, Karesidenan Priangan, Kerawang, dan Cirebon, Karesidenan Tegal dan Pekalongan, Karesidenan Jepara. Kabupaten Rembang dan Blora, Karesidenan Surabaya, Madura, dan Pasuruan, Karesidenan Probolinggo, Besuki, dan Banyuwangi, Karesidenan Kediri, Karesidenan Madiun, Kabupaten Ngawi, dan Karesidenan Surakarta.18 Berdasarkan Staatsblad No. 2 Tahun 1855 ditegaskan bahwa Gubernur Jenderal harus memberi perhatian dan memfokuskan tugasnya pada pengelolaan

16

I Nyoman Nurjana, op.cit., hlm 38. Ibid., hlm.39. 18 Ibid 17

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42

hutan jati, dan kawasan hutan jati yang belum diserahkan pengelolaannya kepada pihak lain dijaga dan dipelihara dengan baik. Karena itu, pengelolaan hutan pada tahun-tahun selanjutnya cenderung lebih difokuskan pada kegiatan reforestasi dalam kawasan hutan jati; pertama karena kayu jati mempunyai nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan kayu non jati; dan kedua karena industri-industri kapal kayu hanya menggunakan kayu jati sebagai bahan baku utamanya. Selanjutnya, pada tahun 1890 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Perusahaan Hutan Jati untuk mengintensifkan pengelolaan hutan jati di Jawa dan Madura.19 Pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa peraturan kehutanan tahun 1865 mengandung banyak kekurangan. Keluhan terutama muncul mengenai pembatasan penyediaan kayu bagi penduduk pribumi yang digunakan untuk membangun rumah, membuat kapal, perkakas, kayu bakar, dan sebagainya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap laranganlarangan yang tidak ditetapkan sanksinya, sehingga hutan jati menjadi sasaran hebat pencurian kayu. Untuk menjawab ancaman ini akhirnya dilakukan penyempurnaan dengan dikeluarkan Reglemen hutan tahun 1874 dan berlaku mulai 1 Mei 1875. Prinsipprinsip utama dari peraturan ini adalah sebagai berikut: 1. Hutan dibagi menjadi hutan jati dan kayu hutan. 2. Hutan jati berada di bawah pengelolaan teratur, dan berlaku juga di sebagian hutan kayu liar. 3. Eksploitasi hutan dilakukan seperti yang ditentukan dalam peraturan 1865, melalui pengusaha swasta dengan dua cara: pertama, dengan wewenang bebas atas kayu oleh penguasaha dengan pembayaran yang telah disepakati; kedua, dengan penyetoran kayu kepada pemerintah dengan sejumlah pembayaran tertentu kepada pihak swasta sebagai 19

I Nyoman Nurjana, op.cit., hlm.40.

42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43

upah penebangan, penyaradan, dan pengangkutan yang dihitung per m3.20 Perbaikan-perbaikan manajemen pengusahaan hutan jati di Jawa terus dilakukan. Pada tahun 1897 muncul kembali Reglemen kehutanan baru menggantikan Reglemen 1874. Dalam aturan baru ini disusun suatu rencana pengelolaan hutan meliputi: 1. Perencanaan perusahaan sementara. 2. Rencana perusahaan tetap, rencana penjarangan, rencana tanaman, teresan, dan rencana penebangan. 3. Kewajiban Direktur Departemen Dalam Negeri memberi instruksi penebangan oleh pemerintah sendiri.21 Setelah reglemen ini berlangsung beberapa tahun, dirasa telah terjadi eksploitasi hutan berlebihan, karena rencana pengelolaan banyak ditolak oleh pengontrak kayu, yang sebelumnya mendapatkan untung besar. Di sisi lain pencurian kayu semakin meningkat, bahkan melibatkan aparat desa. Hal ini diperparah lagi oleh adanya krisis perdagangan kayu. Peraturan-peraturan tentang pertanahan yang berhubungan erat dengan kehutanan adalah Undang-Undang Agraria tahun 1870. Dalam undang-undang tersebut termuat Domein Verklaring yang mengklaim bahwa tanah hutan yang tidak dibebani hak menjadi domain Negara.22 Dalam Domein Verklaring antara

20

Reglemen tahun 1874 terutama ditujukan pada hutan di luar wilayah Vortenlanden. Karena pada wilayah Vortenlanden, kewenangan pemerintah terbatas. Lebih lengkapnya lihat Desak Made Oka Purnawati, Hutan Jati Madiun: Silvikultur di Karesidenan Madiun 1830-1913, Semarang, Intra Pustaka Utama, 2004, hlm.48-49. 21 I Nyoman Nurjana, op.cit., hlm.39. 22 Nancy Lee Peluso, op.cit., hlm 74.

43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44

lain termuat ketetapan tentang batas-batas kawasan hutan, yang terpisah jelas dengan kawasan pemukiman dan kawasan pertanian. Penetapan batas yang jelas tersebut cukup meyakinkan pejabat kehutanan Belanda kala itu tentang cita-cita besar Daendels untuk menjadikan hutan jati di Jawa menuju pengelolaan modern. Menurut masyarakat Randublatung yang merupakan tempat Samin dan pengikutnya tinggal, leluhur mereka dipaksa membayar pajak pada pemerintah Hindia Belanda serta dipaksa ikut mblandongan23. Kalau mereka menolak, mereka akan didatangi pamong desa dan polisi pemerintah Belanda. Mereka akan ditangkap dan disiksa juga tanah pertanian mereka dirampas oleh pemerintah Belanda untuk kemudian ditanami pohon jati. Perlakuan pemerintah kolonial Belanda tersebut mengakibatkan masyarakat mengalami kekurangan makanan. Mereka tidak mempunyai keberanian untuk melawan pemerintah kolonial sebab mereka belum mempunyai semangat maupun senjata. C. Arti Penting Hutan bagi Masyarakat Blora Bagi masyarakat Randublatung, hutan adalah tempat tumbuhnya pohonpohon seperti jati. Bagi mereka tidak ada larangan untuk mengambil hasilnya jika membutuhkan. Adapun yang diambil bukan kayu bahan, namun hanya kayu semak-semak. Samin dan pengikutnya sangat berhati-hati dalam bertindak maupun pemanfaatan hutan dalam kehidupan sehari-hari. Penduduk membuka hutan serta membersihkannya untuk keperluan produksi pertanian, dan terkadang dijadikan padang rumput yang dapat menarik hewan buruan untuk dimakan.

23

Istilah yang digunakan bagi para kuli penggarap tanah yang merupakan kewajiban kerja bakti kepada bekel, patuh kepada raja. Pekerjaan ini adalah untuk memotong dan mengangkut kayu di hutan milik raja. Biasanya kayu yang diambil dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas masjid, makam, gedung kerajaan, atau rumah baru di kalangan kerajaan.

44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45

Selain itu, warga kelompok elit memerlukan kayu untuk membuat tempat tinggal, istana kuda, lumbung dan gudang, juga bangunan lainnya.24 Praktek-praktek kehutanan masyarakat Blora dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka terbiasa mengambil kayu bakar, kayu perkakas untuk memperbaiki rumah, menggembalakan sapi dan ternak, lahan tegalan untuk palawija, semua dilakukan dalam kawasan hutan. Hutan menjadi milik bersama dan siapa saja boleh memanfaatkannya selama belum dibuka atau dirubah keberfungsiannya menjadi lahan pertanian. Prinsip lemah podho duwe, banyu podho duwe, kayu podho duwe25 mengisyaratkan tiga kebutuhan dasar bagi Samin beserta pengikutnya di akhir abad XIX dan seterusnya26. Tiga kebutuhan dasar tersebut sangat relevan diutarakan oleh Samin apabila dikaitkan dengan tempat lahirnya di Ploso Kediren, Randublatung serta tempat pertama kali Samin berpidato di tanah lapang. Nilainilai ajaran Samin berpusat pada akses hutan dan pertanian. Kebanyakan pengikut awal Samin adalah petani penggarap yang memiliki banyak lahan. Banyak dari mereka adalah keturunan dari cikal bakal pendiri desa. Samin dan pengikutnya menghormati

tanah

dan

peran

manusia

dalam

mengolahnya.

Mereka

berpandangan bahwa peran mereka dalam merubah alam menjadi pangan atau merubah lahan belukar menjadi tanah terolah, yakni hakekat kehidupan, menyebabkan mereka memiliki status yang setara dengan pihak-pihak yang mengklaim hak mengatur dan menguasai akses hutan.27

24

Nancy Lee Peluso, ....,op.cit. hlm. 44. Prinsip yang mengatakan bahwa tanah, air dan kayu adalah milik bersama. 26 Ibid. 27 Nancy Lee Peluso, ....op.cit. 104. 25

45

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46

Pemanfaatan hutan oleh Samin dan pengikutnya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka terbiasa mengambil kayu bakar, kayu perkakas untuk membuat serta memperbaiki rumah, menggembalakan sapi dan ternak, lahan tegalan untuk tanaman palawija. Semuanya dilakukan dalam kawasan hutan. Hutan menjadi milik bersama dan siapa saja boleh memanfaatkannya. Hutan yang telah diolah menjadi lahan pertanian, hanya dapat diwariskan dan tidak dapat dijual. Sistem pengetahuan Samin dan pengikutnya terhadap keberadaan hutan berhubungan langsung dengan cerita pewayangan yang oleh Samin dianggap memiliki keterkaitan dengan tanah Jawa. Dalam pidato Samin di Bapangan jelas terlihat bahwa Jawa dititipkan Pandawa kepada keturunannya yakni Samin dan pengikutnya28. Dalam cerita pewayangan, terdapat pemisahan yang jelas antara hutan dan cerang29. Yang menarik , hubungan keduanya bertentangan sekaligus melengkapi. Hutan di satu sisi sebagai tempat yang penuh bahaya, dihuni oleh bangsa raksasa atau buta pemakan manusia, namun di sisi lain juga sebagai tempat tinggal sang resi tokoh yang penuh dengan kebijaksanaan dan kesaktian.30 Identifikasi Samin dan pengikutnya sebagai keturunan Pandawa serta keturunan masyarakat Jawa bisa menjadi penunjuk bahwa setiap sistem pengetahuan kultural Samin dan pengikutnya terhadap hutan tidaklah berbeda dengan leluhurnya.

31

Bahwa interaksi antara Samin dan pengikutnya terhadap

hutan memiliki makna kultural tersendiri, yakni sebagai tempat pencarian 28

Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm.132-133 29 Cerang yakni tanah lapang atau pemukiman 30 Denys Lombard, Nusa...op.cit. hlm.133. 31 Ibid., hlm.139..

46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47

kebijaksanaan serta penaklukan terhadap hal-hal yang tidak baik. Pembatasan interaksi antara Samin dan pengikutnya dengan hutan dikemudian hari, menimbulkan gejolak tersendiri. Bila dilihat dari faktor sosial-ekonomi, banyak peneliti bersepakat bahwa kemunculan ajaran dan gerakan Samin itu dipicu oleh dua faktor utama. Pertama, kebijakan pemerintah Belanda menjadikan hutan sebagai perusahaan Negara yang menyebabkan petani sekitar hutan tidak lagi memiliki akses untuk memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan mereka.32 Faktor pertama inilah yang menjelaskan mengapa gerakan Samin banyak berkembang di daerah-daerah di sekitar

hutan.

Kedua,

pengenalan

sistem

perekonomian

modern

yang

menggunakan uang sebagai alat tukar ke seluruh masyarakat pedesaan Jawa tanpa ada pengecualian, memperparah beban kehidupan petani di pedesaan Jawa.33 Mayoritas peneliti Samin menyatakan bahwa komunitas Samin adalah komunitas yang tertutup, tidak mau berbaur dengan masyarakat di luar Samin.34 Eksklusifitas pengikut Samin tidak berarti mencerminkan individualitas dalam pengerjaan lahan pertanian masing-masing. Sama halnya dengan masyarakat Jawa lainnya, prinsip-prinsip gotong-royong dalam pengerjaan lahan pertanian berlaku dalam sistem masyarakatnya. Gotong-royong petani Jawa disimpulkan oleh James Scott sebagai bentuk resistensi sekaligus tindakan bertahan hidup atas tekanan

32

Amrih Widodo, Samin in the New Order: The Politic of Encounter and Isolation, Ohio University Press, 1997, hlm.268. 33 A. Pieter E. Korver, The Samin Movement and Millenarism, BKI, dell 129, 1976, hlm.256. 34 Pada tahun 1905 masyarakat pengikut Samin tidak mau lagi menyetor padi ke lumbung desa dan tidak mau membayar pajak, serta menolak untuk mengandangkan sapi dan kerbau mereka di kandang umum bersama-sama dengan orang-orang desa lainnya yang bukan pengikut Samin. Hal ini sering disimpulkan secara tergesa-gesa untuk menyatakan kebertutupan masyarakat pengikut Samin dari masyarakat luar pengikut Samin.

47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48

dari pihak luar. Moral ekonomi petani mengandaikan kolektifitas kebertahanan hidup melalui praktek-praktek seperti bagi hasil dan selamatan yang dilakukan oleh petani kaya sebagai tanda pembagian rezeki, serta konsep share proverty sebagai bentuk implikasi dari praktek revolusi hijau pada awal abad XX.35 D. Faktor Ekonomi Harry J. Benda dan Lance Castles menyatakan, penyebab gerakan Samin berlatarbelakang faktor ekonomi. Penyebab pertama dan utama gerakan Samin awal adalah beban pajak dan intervensi pemerintah kolonial dalam bidang kehutanan melalui peraturan kehutanan.36 Melihat tempat kelahiran Samin di wilayah Randublatung, Blora yang memiliki konstruksi tanah batu berkapur, serta penyebaran ajaran Samin di sekitar wilayah tersebut yang memiliki kondisi alam relatif sama, maka hal tersebut mencirikan tingkat kesejahteraan petani yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Fakta tentang semakin beratnya beban ekonomi yang ditanggung Samin dan pengikutnya disebutkan misalnya ketika pemerintah Belanda mendatangkan kerbau dari Bangladesh, masyarakat diharuskan menyerahkan uang 5 sampai 10 gulden, dan masyarakat diminta untuk menyerahkan tenaganya untuk bekerja bagi pemeliharaan sapi tanpa dibayar. Hal ini mengurangi waktu bekerja masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama

35

James C. Scott. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta, LP3ES, 1983. 36 Harry J.Benda dan Lances Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen tot de Taal-, Landen Volkenkund, 1969, hlm. 219.

48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49

untuk mengolah sawahnya. Selain itu, di beberapa desa dilakukan pengurangan luasan terhadap tanah-tanah komunal yang dikerjakan bergilir oleh para petani.37 Benda dan Castles menyimpulkan bahwa penyebab gerakan Samin adalah konflik antara pengikut Samin dengan otoritas di atasnya (struktural pemerintahan) yang merupakan perwujudan resistensi dari tekanan ekonomi yang dialami, terutama terkait dengan kenaikan pajak, tanah, air, dan akses kayu jati. Menurut Benda dan Castles, meski tidak menjadi kausalitas tunggal, namun faktor ekonomi menjadi kausalitas utama dalam Gerakan Samin.38 Faktor ekonomi yang mendorong meletusnya gerakan Samin harus ditempatkan dalam konteks struktur sosial masyarakat Jawa, khususnya soal diferensiasi status kehidupan masyarakat pedesaan saat itu. Terdapat semacam pergantian poros kekuasaan sosial politik. Pada gilirannya status sosial politik tersebut harus berkurang seiring peraturan pemerintah tahun 1906 yang menempatkan kepala desa sebagai satu-satunya pejabat pengambil keputusan.39 Penerapan pajak yang terlalu menekan, perampasan tanah milik rakyat menjadi tanah pemerintah yang dijadikan hutan jati ikut mempengaruhi keadaan ini. Gerakan itu sendiri bisa pecah akan lebih ditentukan oleh sekelompok petani kaya pemilik tanah, seperti Samin yang merasa nilai kehormatannya terganggu. Persaingan dan perongrongan status inilah yang merupakan casus belli, masalah pajak dan masalah perampasan tanah rakyat yang kemudian menjadi dasar ikatan

37

http//AGUSBUDIPURWANTO.WORDPRESS.COM/2010/09/22/KAUSALITAS-GERAKANSAMIN/ Harry J. Benda dan Castles, op.cit., hlm.219. 39 Ibid. 38

49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50

rakyat petani yang lebih miskin.40 Gerakan itu tidak muncul dari kepahitan pengalaman bersama, tapi adalah dimulai dari kekecewaan elit dalam masyarakat petani, dan rakyat banyak kemudian menjadi pengikut gerakan. Dalam bidang perpajakan, penolakan atas berbagai tekanan pajak tidak juga dimotivasikan semata-mata karena status Samin dan pengikutnya yang memiliki lahan milik wajib pajak, namun prinsip keikhlasan serta proporsionalitas dalam pemanfaatan uang pajaklah yang menjadi perhatian utama.41 Bagi Samin dan pengikutnya, pemberian pajak kepada pemerintah kolonial Belanda tidaklah tepat.Menolak membayar pajak dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan, namun juga dapat diartikan sebagai aktualisasi nilai-nilai kehidupan bahwa mengeluarkan pajak harus berdasarkan keikhlasan, keyakinan akan memberi, serta tidak ada penentuan sepihak atas jumlah yang harus dibayar. Demikian halnya dengan mencuri kayu sebagaimana telah diketahui bahwa tradisi hubungan antara masyarakat Jawa dan hutan, baik dalam ikatan spiritualitas maupun ekonomi, telah ada jauh sebelum peraturan kehutanan muncul.42 Menebang kayu untuk kebutuhan hidup adalah sebuah tradisi, memandang hutan sebagai ciptaan Tuhan adalah sebuah keyakinan spiritual. Berhubungan dengan hutan tetap dan akan terus dilakukan, dengan atau tanpa pelarangan dari pemerintah kolonial Belanda. Kiranya ini bukanlah semata soal perlawanan atau segi-segi kepentingan ekonomi, status sosial, atau sekedar gerakan millenarisme. Melampaui itu,

40

Emmanuel Subangun, Tidak Ada Mesias Dalam Pandangan Hidup Jawa. Dalam Januari 1997, no.1.Jakarta. 41 Harry J. Benda dan Castles, op.cit., hlm. 218. 42 Agus Budi Purwanto, Samin....op.cit., hlm. 105.

50

Prisma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51

gerakan Samin adalah eksistensi kultural dan politis masyarakat Jawa pedalaman yang ingin mempertahankan dan mengembangkan peradabannya.43 Gerakan Samin merupakan perwujudan peran warga negara dalam mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari negara yang ideal sesuai dengan prinsip-prinsip mereka. Kausalitas gerakan Samin kiranya adalah nilai-nilai kehidupan Samin dan pengikutnya serta praktek-praktek yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Tanpanya, gerakan Samin tidak akan pernah ada. Persinggungan dengan pemerintah Belanda merupakan wujud tanggapan atas penetrasi kolonial yang ditempatkan sebagai tantangan bagi usaha menghidupi tradisi yang diyakini.44

43

Ibid., hlm.106. Onghokham, Peranan Rakyat dalam Politik. Dalam Prisma, Agustus 1979, no 9, Jakarta, hlm.48. 44

51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III DINAMIKA GERAKAN SAMIN

A. Munculnya dan Berkembangnya Gerakan Samin Gerakan Samin muncul pada 7 Februari 1889 yaitu ketika Samin Surosentiko (pemimpin gerakan) untuk pertama kali berbicara di depan pengikutnya di tanah lapang. Pada tanggal tersebut, Samin mengumpulkan pengikutnya di sekitar Bapangan dan mengkampayekan gerakan berdirinya kerajaan Jawa.1 Banyak dari masyarakat setempat kemudian menjadi pengikutnya. Di desa Tapelan, Samin Surosentiko dikenal sebagai petani, sesepuh, guru kebatinan dan pemimpin pergerakan melawan pemerintah kolonial. Pihak pemerintah kolonial belum tertarik pada ajaran Samin karena dianggap sebagai ajaran yang penuh dengan kekuatan gaib. Dalam kurun waktu 4 tahun, jumlah pengikut Samin berkembang semakin pesat. Terbukti pada 1903 jumlah pengikutnya mencapai 772 orang yang tersebar di 34 desa di kabupaten Blora bagian selatan hingga ke Bojonegoro.2 Mereka giat mengembangkan ajaran Samin, terutama ajaran tentang tidak adanya kewajiban membayar pajak kepada pemerintah Belanda. Orang-orang desa penganut ajaran Samin mulai mnegubah tata-cara hidup mereka dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mulai enggan menyetor padi ke lumbung desa, tidak membayar pajak, serta menolak untuk mengandangkan sapi mereka di kandang umum bersamasama dengan desa lainnya yang bukan pengikut Samin. 1

Agus Budi Purwanto,Samin dan Kehutanan Abad XIX, Yogyakarta, Perpustakaan Sanata Dharma, 2011, hlm. 74. 2 Suripan Sadi Hutomo, Samin dan Ajaran-ajarannya dalam Basis edisi Januari 1985.

52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53

Empat tahun kemudian yakni pada 1907, jumlah pengikut Samin mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai 5.000 orang. Di tahun ini pula, Samin diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil atau Ratu Adil Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Mereka menganggap Samin berjasa dalam gerakan dengan tujuan untuk menentang pihak kolonial yang telah mengganggu kehidupan masyarakat, terutama atas pemberlakuan pajak yang dibebankan kepada rakyat. Bertambahnya jumlah pengikut Samin membuat pemerintah kolonial mulai khawatir. Pada tanggal 1 Maret 19073, kontrolir Belanda sempat menyebarkan isu akan adanya pemberontakan Samin dan pengikutnya. Isu tersebut didasarkan pada alasan bahwa Samin dan pengikutnya berkumpul di desa Kedungtuban untuk menghadiri acara selametan. Dengan rencana berkumpulnya begitu banyak pengikut Samin, pemerintah Belanda merasa khawatir terhadap kemungkinan akan adanya perlawanan. Sikap yang demikian membuat pamong desa geram dan jengkel, hingga membuat banyak dari mereka membenci pengikut Samin. Empat puluh hari setelah pengukuhan Ratu Adil tersebut, Samin ditangkap oleh Raden Pranolo (Asisten Wedana) di Randublatung. Ia ditahan di bekas tobong pembakaran batu gamping. Kemudian ia dibawa ke Rembang untuk proses introgasi. Kemudian ia bersama pengikutnya yakni Kartogolo, Renodikromo, Soerjani, Soredjo, Singo Tirto dibuang ke Sawahlunto hingga akhirnya meninggal.4

3

Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta, Lkis, 2003, hlm.19. 4 Agus Budi Purwanto, ....,op.cit. hlm 77.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54

Penangkapan Samin tidak lantas membuat perlawanan terhenti. Pada 1908 sejumlah pengikut Samin giat mengembangkan ajaran Samin ke berbagai daerah sekaligus. Seperti Wangsarejo yang menyebarkan ajaran Samin hingga distrik Jiwan, Madiun, Samat di daerah Pati, serta Karsiyah dan mbah Engkrek di daerah Grobogan. Di sini orang-orang desa dihasut untuk tidak membayar pajak pada pemerintah kolonial Belanda. Gerakan Samin mencapai puncaknya pada tahun 1914 atau dikenal sebagai Geger Samin. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibebankan kepada warga semakin tinggi. Pajak yang kian mencekik membuat masyarakat makin menaruh kebencian terhadap pemerintah Belanda. Pamong desa dan pemerintah Belanda semakin tidak dihormati lagi. Di desa Larangan, kabupaten Blora pengikut Samin mulai menyerang lurah dan polisi. Penyerangan ini membuat pemerintah Belanda mulai khawatir akan adanya perlawanan yang lebih besar. Untuk mengantisipasi pertumbuhan pengikut Samin, pemerintah Belanda menyerang dan membakar desa-desa pusat pertahanan pengikut Samin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Banyak pengikut Samin terbunuh, sedangkan yang selamat tercerai berai. Selanjutnya, Belanda melarang ajaran Samin dan mengancam masyarakat yang menyembunyikan para pengikut Samin yang masih selamat.

Untuk

lebih

menghancurkan

komunitas

tersebut,

Belanda

mendeskreditkan5 pengikut Samin sebagai kaum perampok dan penjahat, sehingga pada akhirnya masyarakat Jawa menolak keberadaan pengikut Samin.

5

Usaha untuk menjelekkan atau memperlemah kewibawaan seseorang atau pihak tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55

Setelah gerakan mencapai puncaknya pada 1914, bukan berarti perlawanan berhenti. Salah satu pengikut Samin yakni Pak Engkrek (menantu Samin) pada 1917 mulai meningkatkan perlawannya terhadap pemerintah kolonial Belanda. Di desa Larangan, kabupaten Blora, orang-orang Samin menolak membayar pajak, menyerang kepala desa dan menantang pasukan polisi yang datang untuk menghadapi orang-orang itu. Beberapa orang mengalami luka-luka dan para penyerangnya ditangkap dan dipenjarakan di Pati.6 Dalam bentrokan itu, tidak satu orang pun tewas. Perlawanan yang sempat membuat jengkel pihak pemerintah kolonial ini akhirnya berhasil dipadamkan dan pada 1930 perlawanan mulai tampak terhenti dikarenakan tidak ada lagi pemimpin yang tangguh. Dapat dilihat strategi dari gerakan ini adalah sebagai berikut: a.

Pola Pengorganisasian, yaitu pola gerakan Samin berpusat pada seorang pemimpin (mesiastik). Dalam arti, pemimpin tersebut merupakan perintis dari gerakan Samin itu sendiri yaitu Samin Surosentiko (1859-1914). Pada akhirnya dia diangkat secara aklamasi7 oleh pengikutnya sebagai pemimpin informal gerakan Samin.

b.

Metode Operasi Gerakan, yaitu metode non-konvensional. Dalam arti, gerakan Samin menggunakan saluran alternatif (disobidience)  identik dengan segolongan masyarakat yang tidak kooperatif, tidak mau bayar pajak, tidak mau ikut ronda, suka membangkang, suka menentang, bahkan ateis.

66

Andrik Purwasito, Agama...op.cit.,hlm.19. Aklamasi adalah pertemuan maupun pemilihan umum dan/atau mengakui hasil pemilihan umum dalam bentuk penegasan yang dengannya seseorang dengan tepuk tangan dan sorak sorai ataupun pekikan penghargaan dinyatakan terpilih. Dalam kasus ini pemungutan suara tidak dilakukan (sumber wikipedia.com) 7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56

c.

Target Gerakan, yaitu simbol-simbol kekuasaan atau kemapanan. Dalam hal ini, sasaran atau target mereka sangat jelas yaitu para mandor hutan (antek Belanda) dan pejabat pemerintah Belanda atau aparat birokrasi kolonial.

d.

Metode Pembiayaan, yaitu pembiayaan yang dilakukan secara kolektif. Artinya, gerakan Samin dibiayai oleh warga pengikutnya sendiri. Atau mungkin lebih tepatnya mereka tidak mebutuhkan biaya signifikan mengingat gerakan mereka berbasis tradisi dan terlembaga dalam kultur nasyarakat yang tidak memerlukan aksi-aksi tertentu.

e.

Medium Gerakan, yaitu bersifat terbuka. Mereka langsung berhadapan dengan pemerintah kolonial Belanda.

f.

Corak Gerakan adalah gerakan kultural di mana gerakan Samin menggunakan siasat budaya, yaitu menggunakan bahasa Jawa Ngoko kepada mandor-mandor atau pengelola hutan. 8

B. Samin dan Ajaran Ketuhanan Buku-buku peninggalan ajaran Samin yang masih ada di desa Tapelan Jawa Timur disebut Serat Jamuskalimasada. Buku ini berisi tentang pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi, nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebersamaan, keadilan, dan kerja keras.9 Mereka menganggap semua orang adalah saudara. Sehingga mereka harus hidup rukun dan harmonis dengan orang

8

Dalam jurnal yang berjudul Samin Si Lugu yang Bergerak: Diskiursus Kearifan Lokal Dalam Kajian Gerakan Politik diterbitkan oleh Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Juni 2007, hlm 10-11. 9 Ibid., hlm.4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57

lain. Mereka menolak dipimpin oleh eksternalitas karena mereka dianggap bukan orang Jawa dan keberadaan mereka tidak mendatangkan keuntungan apa-apa. Semua ajaran Samin adalah demi hidup yang lebih baik. Ia memiliki pemahaman

sendiri

mengenai

konsep

ketuhanan

atau

sering

disebut

Manunggaling Kawula Gusti. Hal ini diartikan sebagai “dari mana manusia berasal, apa dan siapa dia pada masa kini, dan kemana tujuan hidup yang dijalani dan dituju”.10 Ajaran tersebut oleh beberapa peneliti disebut sebagai Agama Adam atau The Religion of Adam.11 Menurut Samin, perihal Manunggaling Kawula Gusti itu dapat diibaratkan sebagai “rangka umajining curiga” atau tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya. Lebih jelasnya diterangkan sebagai berikut: “Rangka umajining curiga punika ngibarating ngilmi anendahaken pamoring kawula Gusti ingkan sejati. Sinarning kawula, jumeneng Gusti balaka. Ageng wesi aji, punika sanepa pamor netepaken bilik kados mekaten punika dipun wastani pamoring kawula Gusti. Sejatosipun gesang punika namung kaling-kalingan wuwujudan kita piyambak. Inggih gesang panjenengan inggih ingkang anggesangaken badan kita punika nunggil pancer. Gesang sejati punika inggih agesangi sagung dumados” “Tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya mengibaratkan ilmu ketuhanan. Hal ini menunjukkan pamor atau percampuran mahkluk dengan Khaliknya. Senjata tajam merupakan ibarat campuran yang menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran mahkluk dan Khaliknya. Sebenarnya yang disebut hidup hanyalah terhalang oleh adanya badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging, dan tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah sama-sama menjadi pokok kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal yang ada di alam semesta.”12

10

Kata pengantar Pasudi Suparlan pada buku Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa karangan Clifford Geertz (Pustaka Jaya, Jakarta) 11 Bagi orang Samin, Adam bukanlah nama nabi sebagaimana orang Islam menyebutnya. Menurut pemahaman orang Samin, Adam adalah suara sehingga di dalam bersuara membutuhkan Hawa (udara) 12 Suripan Sadi Hutomo, Samin....,op.cit, hlm.11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58

Keyakinan akan adanya Tuhan, Samin menganggap bahwa Tuhan hanya sebatas ucapan. Ia beranggapan yang berkuasa itu adalah dirinya sendiri karena dirinya sendirilah yang dapat mengusahakan kebutuhan yang mereka inginkan. Pengikut Samin juga meyakini bahwa Tuhan akan menguasai menurut kehendak manusia, manusia menghendaki kebaikan, maka Tuhan akan memberikan kebaikan, jika manusia menghendaki kejelekan, maka Tuhan juga akan memberikan kejelekan. Meskipun Samin sering memakai istilah-istilah Arab, namun kepercayaan ini tidak bertalian langsung dengan agama Islam. Terdapat semacam kompleksitas dari ajaran Samin di mana cakupan ajaran menjangkau berbagai segi kehidupan dari pengikutnya, baik dalam bidang spiritual, kekerabatan, ekonomi dan politik. Ricklefs berpendapat bahwa ajaran Samin merupakan doktrin yang tidak jelas. “.....ajaran Samin lebih merupakan suatu kumpulan doktrin-doktrin etika dan agama yang tidak jelas. Menitikberatkan pada mistik, kekuatan seksual, perlawanan, dan keutamaan keluarga. Mereka menolak perekonomian uang, struktur-struktur, dan segala bentuk kekuasaan.”13 Gerakan Samin juga merupakan tradisi Abangan di Jawa.14 Samin mengaku menganut agama Adam. Tentang agama yang dianutnya, mereka menegaskan bahwa: “Agama niku gaman, Adam pangucape, man gaman lanang”. Tetapi Samin tidak membedakan agama yang ada, mereka menganggap semua agama baik, dan mereka merasa memilikinya.

13

M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta,Gadjah Mada University Press, 1991,hlm.254. 14 Titi Mumfangati, dkk, , Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Yogyakarta,Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004, hlm. 45.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59

C. Gerakan Tanpa Kekerasan Gerakan Samin baik secara panduan ideologis gerakan maupun cara-cara pergerakannya nyaris disandarkan pada pengetahuan lokal tentang konsep kekuasaan tanah Jawa serta mitologi pewayangan warisan tradisi leluhur Jawa melalui pujangga-pujangga keraton.15 Keyakinan bahwa mereka adalah keturunan Pandawa membuat mereka berusaha menjaga warisan leluhur mereka, yakni Jawa dan seisinya adalah milik mereka dan tidak boleh ada yang menguasai. Keyakinan bahwa mereka adalah keturunan Pandawa dapat dilihat dari Serat Punjer Kawitan. “Gur tameh eling bilih sira kabeh horak sanes turun Pandawa, lan huwis nyipati kabrokalan krandhah Majapahit sakeng kakrage wadya musuh. Mula sakuwit liyen kala nira Puntadewa titip tanah Jawa marang hing Sunan Kalijaga. Hiku maklumat tuwila kanjantaka”. “ Ingatlah bahwa kalian itu tak lain dan tak bukan adalah keturunan Pandawa, yang sudah mengetahui kehancuran keluarga Majapahit yang disebabkan oleh serangan musuh. Maka dari itu sejak peristiwa tersebut, Puntadewa menitipkan tanah Jawa pada Sunan Kalijaga. Itulah yang menyebabkan kesengsaraan dan penderitaan”.16 Atas dasar itulah, Samin mengajak pengikutnya untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Tanah Jawa bukan milik Belanda. Tanah Jawa adalah milik orang Jawa. Oleh karena itulah, tarikan pajak tidak dibayarnya. Pohon-pohon jati di hutan ditebang, sebab pohon jati yang ditanam oleh Belanda, juga dianggap miliknya, yaitu warisan Pandawa. Perlawanan yang dilakukan oleh Samin dan pengikutnya memang berbeda dengan perlawanan lain yang terjadi di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan sebagai perlawanan tanpa menggunakan kekerasan sebagaimana dilakukan oleh

15

Salah satu pujangga keraton yang menjadi referensi Samin Surosentiko yakni Ronggowarsito. Lihat Suripan Sadi Hutomo, “Samin Surosentiko dan Ajaran-ajarannya” dalam Basis Februari 1985, hlm.63. 16 Suripan Sadi Hutomo, Samin....,op.cit. hlm. 61.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60

Gandhi (1869-1948) di India. Walaupun apa yang dilakukan Samin dan pengikutnya adalah gerakan tanpa kekerasan, namun apa yang mereka lakukan adalah gerakan yang radikal. Gerakan yang mereka lakukan adalah gerakan yang prinsipal dimana mereka tetap pada pendirian untuk tidak membayar pajak, menolak mengandangkan sapi, maupun melawan dengan kata-kata. Semua itu menunjukkan ketidakpatuhan masyarakat terhadap kelompok yang berkuasa saat itu yakni pemerintah Belanda. Dengan demikian ciri tersebut sangat berkaitan dengan nilai-nilai yang menjadi acuan masyarakat Randublatung pada saat itu. Gerakan tanpa kekerasan yang dijalankan Samin dan pengikutnya misalnya pembangkangan melalui kata-kata. Seperti halnya contoh berikut ini: Bulan Desember 1914, dilaporkan oleh wartawan Jawa yang kemudian dimuat dalam De Locomotif Semarang, bahwa Rembang terdapat persidangan kasus pajak. Berikut ini salah satu sesi tanya jawab seorang Patih yang menginterogasi salah satu pengikut Samin dalam persidangan: “Kamu masih berhutang 90 kepada negara” “Saya tidak hutang kepada negara” “Tapi kamu mesti bayar pajak” ”Wong Sikep tidak mengenal pajak” “Apa kamu gila atau pura-pura gila” “Saya tidak gila atau pura-pura gila” “Kamu biasanya bayar pajak, kenapa sekarang tidak?” “Dulu itu dulu, sekarang itu sekarang. Kenapa negara tak habis-habis minta uang?” “Negara mengeluarkan uang juga untuk penduduk pribumi. Kalau negara tak cukup uang, tak mungkin merawat jalan-jalan dengan baik.” “Kalau menurut kami, keadaaan jalan-jalan itu mengganggu kami, kami akan membetulkannya sendiri.” “Jadi kamu tak mau bayar pajak?” “Wong Sikep tak kenal pajak”17 17

Harry J. Benda, dan Lance Castles,The Samin Movement, Dalam Bijdragen tot de Taal, Land-en Volkenkunde, Vol.125, hlm 225.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61

Setelah proses interogasi di pengadilan berjalan cukup sengit, sang Patih akhirnya memutuskan: “Pengadilan Distrik memerintahkan anda untuk membayar utang anda kepada negara. Jika selama 8 hari, anda tidak membayar, maka harta benda anda akan disita. Pergi!”. Pengikut Samin tersebut pergi. Delapan hari telah berlalu, dan pengikut Samin tersebut tetap tidak mau membayar pajak, akhirnya barang-barangnya disita oleh pemerintah Belanda dan tidak ada perlawanan apapun. Pada tanggal 8 Januari 1914, barang-barang sitaan tersebut dijual dan dilelang oleh pemerintah kolonial. Uangnya hendak diserahkan kembali kepada pengikut Samin tersebut. Namun, pengikut Samin tersebut menolak dengan berkata: “Sepanjang yang saya ketahui, saya tidak pernah menyewakan apapun.” Perdebatan antara salah satu orang Samin dengan Patih tersebut memperlihatkan bentuk pembangkangan melalui kata-kata. Para petani dalam gerakan Samin mempertanyakan mengapa mereka harus membuat jalan-jalan yang mereka tidak lalui. Kalaupun mereka memerlukan jalan atau memperbaiki jalan, maka dengan sendirinya mereka akan membuat atau memperbaikinya sendiri. Para petani juga mempertanyakan mengapa mereka harus membayar pajak. Kalau pemerintah kolonial memerlukan, mereka akan memberikan namun para petani yang mementukan sendiri jumlahnya.18 Munculnya perlawanan dengan kata-kata bukan tanpa maksud. Selain melawan dengan cara halus, perlawanan dengan kata-kata dapat menunjukkan sikap-sikap kultural dan politik Samin dan pengikutnya. Misalnya untuk 18

Onghokham, “Peranan Rakyat dalam Politik”, dalam Prisma. Agustus 1979 no.9, Jakarta., hlm.43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62

menyebut mati/meninggal, masyarakat akan mengatakan salin sandhang (berganti baju). Karena tubuhnya ini hanyalah baju dari roh kita.19 Hal tersebut dapat dilihat misalnya: 1. Jenengmu sinten mbah? 1.a Jenengku lanang pangaran Samin 2. Mpun pinten taun teng mriki? 2.a Nggih mboten ngetung taune 3. Umure pinten? 3.a Setunggal kangge selawase. 4. Anake pun disekolahake? 4.a Mpun kulo sekolahake dhewek. Sekolah macul. 5. Mbah, sampean kedah suntik ben larane enggal saras 5.a Kula pun gadhah suntikan dhewek. 6. Lembune pinten mbah? 6.a lanang kalih wedok 7. Pinten etunge? 7.a Sekawan. Terjemahan 1. Nama anda siapa? 1.a Nama saya laki-laki, punya sebutan Samin. 2. Sudah berapa lama di sini? 2.a Ya tidak menghitung tahunnya. 3. Umurnya berapa? 3.a Satu untuk selamanya. 4. Anaknya sudah disekolahkan? 4.a Sudah saya sekolahkan sendiri (dididik sendiri). Sekolah mencangkul. 5. Mbah, anda harus disuntik (periksa dokter) biar cepat sembuh. 5.a Sya sudah punya alat suntik sendiri. 6. Sapinya berapa mbah? 6.a Jantan dan betina. 7. Berapa hitungannya? 7a. Empat. Dialog no 1, 2, dan 3 memperlihatkan falsafah kehidupan masyarakat pengikut Samin. Terutama pada jawaban atas pertanyaan umur yang menyatakan

19

Suripan Sadi Hutomo, “Bahasa dan Sastra Lisan Orang Samin” dalam Basis edisi Januari 1985.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63

“Satu untuk selamanya”. Menurut mereka, umur manusia itu satu. Umur ialah hidup. Hidup ialah roh dan nyawa.20 Manusia hanya memiliki umur satu. Dan selamanya dibawa. Lahir dan mati. Oleh karena itulah orang yang meninggal disebut salin sandhang. Sementara itu, dalam dialog no 4, 5,6, dan 7 menunjukkan bahasa politik. Bahasa politik ialah bahasa yang berisi politik. Dalam bidang politik, pengikut Samin pernah berurusan dengan pemerintah kolonial. Mereka anti dengan Belanda. Oleh karena itu, apa saja yang berbau Belanda mereka tolak. Menolak dengan cara halus, yakni dengan cara berbahasa yang lazim disebut bahasa Sangkak atau bahasa Sangka.l21 Misalnya menolak untuk menyekolahkan anaknya dengan perkataan “Saya sudah sekolahkan sendiri (dididik sendiri). Sekolah mencangkul”. Kemudian soal permintaan untuk memeriksa kesehatan ke petugas kesehatan pemerintah Belanda, mereka secara halus mengatakan “ Saya sudah punya alat suntik sendiri”. Dalam konteks lain, pembangkangan dengan kata-kata juga digunakan untuk memperlihatkan posisi serta prinsip masyarakat terhadap kehidupan yang dipaksakan oleh pemerintah kolonial. Misalnya masalah membayar pajak, pelarangan pemanfaatan hutan, serta pemakaian air untuk pertanian. Pemaksaan tata kehidupan bernegara dengan beban pajak tersebut telah bersinggungan dengan tata kehidupan yang dibangun dengan nilai-nilai masyarakat pengikut Samin. Terlebih lagi, keyakinan bahwa tanah Jawa merupakan warisan dari Pandawa yang diwariskan kepada mereka semakin bertentangan dengan 20 21

Agus Budi Purwanto, Samin....,op.cit, hlm. 85. Ibid., hlm 86.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64

pengakuan dan pemaksaan perluasan areal hutan jati yang diterapkan oleh pemerintah Belanda.22 Terkait dengan masalah perhutanan, mereka menolak berbicara dengan para pejabat hutan dengan menggunakan bahasa krama ( Jawa halus). Misalnya beberapa pengikut Samin membaringkan diri di atas tanah mereka ketika ada penataan ulang tanah komunal. Mereka bilang “Kanggo” (tanah ini masih saya pakai). Karena penataan ulang tanah komunal pada tahun 1914 berujung pada pengurangan atau bahkan memintakan paksa tanah-tanah tersebut untuk dijadikan hutan jati atau keperluan pemerintah Belanda yang lain.

23

Kekuasaan kolonial

dan ketertiban masyarakat kolonial mulai terganggu, hingga berujung pada penangkapan Samin pada tahun 1914. Pada prinsipnya, Samin dan pengikutnya merasa heran, ketika ada sekelompok entitas bernama pemerintah Belanda mengklaim diri sebagai penguasa sekaligus pemilik tanah kehutanan seluas itu, yang di dalamnya termuat segala hal yang diperlukan bagi masyarakat agraris. Peraturan-peraturan kolonial pada abad XIX hingga awal abad XX telah menyasar petani hingga ke pelosok-pelosok pedesaan. Persentuhan petani dengan peraturan kolonial selalu berimplikasi dalam dua hal: pertama jika peraturan tersebut dipatuhi, maka politik pertanian, perkebunan, dan kehutanan dapat berjalan dengan lancar, petani mendapatkan insentif berupa uang tunai, terutama pada masa liberalisasi dimulai. Kedua, jika peraturan kolonial tidak dipatuhi oleh petani, maka politik pertanian, perkebunan, dan kehutanan kolonial tidak dapat

22 23

Ibid., Agus Budi Purwanto, Samin....op.cit.hlm. 89.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65

berjalan lancar. Sementara itu petani harus menerima konsekuensi berupa sankisanksi. Karena itu, tidak melaksanakan peraturan berarti melanggar peraturan.24 D. Bahasa sebagai Simbol Perlawanan Samin Surosentiko menganjurkan kepada pengikutnya untuk tidak tunduk pada Belanda. Hal tersebut dapat terlihat dari semangat yang dikandung dalam ajarannya yang terdapat dalam serat Punjer Kawitan yang menekankan pengertian bahwa bumi Jawa adalah warisan Pandawa.25 Dengan demikian, tidak ada hak bagi Belanda untuk memerintah dan memungut penghasilan dari orang-orang Jawa.Pada prinsipnya ada empat pokok yang menjadi penolakan terhadap pemerintah Belanda, yaitu: (1) penolakan membayar pajak, (2) penolakan memperbaiki jalan, (3) penolakan jaga malam, (4) penolakan kerja paksa.26 Ujaran yang terkenal berkaitan dengan tindakan penolakan terhadap Belanda adalah sebagai berikut: “Dhek jaman Londo niku njaluk pajek mboten trimo sak legane nggih mboten diwenehi, bebas mboten seneng. Ndandani ratan nggih bebas, nek gelem wes dibebasake. Kenek jaga ya ono, nyang jaga omahe dewe. Nyengkah ing negara telung tahun dikenek kerja paksa”. (Pada jaman Penjajahan Belanda, kalau dipungut pajak akan diberi seikhlasnya, kalau tidak mau malah tidak akan dibayar, terserah kalau Belanda tidak suka. Memperbaiki jalan juga tidak usah. Tidak perlu juga jaga malam, lebih baik jaga rumahnya sendiri. Menolak kerja paksa selama tiga tahun).27 Dalam ujaran tersebut terlihat jika Samin dan pengikutnya tidak patuh terhadap peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Mereka lebih senang 24

Onghokham, Peranan...., op.cit., hlm.43. Bagi orang Jawa, wayang tidak hanya sekedar produk seni. Tetapi lebih jauh dan intens pemahaman dan pemaknaannya. Wayang adalah ikon budaya Jawa yang mengandung ajaran dan perlambang. Bahkan tidak jarang, wayang dianggap sebagai pusaka dan menjadi sumber rujukan perilaku yang menempati kedudukan tertinggi dalam kehidupan manusia. 26 Andrik Purwasito, Agama dan Tradisional: Potret Kearifan Hiudp Masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm. 51. 27 Ibid., hlm.52. 25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66

jika pajak yang harus diberikan kepada pemerintah Belanda diberikan secara ikhlas dan mereka sendiri yang menentukan jumlahnya. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka sebagai keturunan Pandawa. Mereka juga menolak kerja paksa karena hal tersebut hanya menguntungkan bagi pemerintah Belanda. Mereka lebih suka mengerjakan apa yang memang menjadi pekerjaan mereka, yaitu sebagai petani. Masyarakat Blora yang bukan pengikut Samin, menganggap jika Samin dan pengikutnya merupakan orang yang jujur dan konsisten memegang teguh prinsip hidupnya. Pada dasarnya sikap yang diperlihatkan adalah sebagai wujud halus perlawanan terhadap Belanda.28 Mereka menggunakan metode perlawanan nonfisik seperti itu karena mereka tidak mampu menghadapi Belanda. Maka, perlawanan dimodifikasi ke dalam bentuk sikap dan penggunaan bahasa yang dibuat sedemikian dalam aktivitas perilaku kehidupan. Perlawanan Samin dan pengikutnya yang bersifat kultural tersebut, di mana tidak menunjukkan secara terbuka perlawanan fisiknya, tetapi semua perilaku, sikap, dan ucapan yang terungkap mencerminkan penolakan terhadap Belanda di Jawa. Semangat dan gaya perlawanan yang demikian ini dapat disejajarkan dengan model perlawanan Ahimsa-nya Mahatma Gandhi.29

28

Syahrul Kirom, Ajaran Moral Masyarakat Samin Dalam Perspektif Etika, Yogyakarta, Perpustakaan Gadjah Mada, 2011, hlm. 6. 29 Seperti diketahui bahwa Gandhi memimpun gerakan perlwanan terhadap kolonialisme Inggris di India dengan menggunakan pendekatan humanisme-kultural melalui seruannya untuk melakukan gerakan Swadesi, yaitu gerakan boikot produk Inggris. Ia menganjurkan orang India untuk menggunakan produk sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ahimsa adalah semangat tidak memancing gerakan represif dan pembersihan dari koloniolis, dan Satyagraha yang merupakan komitmen moral terhadap perjuangan pembebasan kolonialisme berdasarkan cinta sesama dan cinta tanah air. Ajaran Gandhi tersebut disosialisasikan dan dihayati oleh sebagian besar masyarakat India serta dilaksanakan dengan penuh disiplin dan konsisten, sehingga membuat Inggris berlaku akomodatif dan responsif terhadap kepentingan masyarakat India.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67

Samin dan pengikutnya dalam menggunakan bahasa khususnya bahasa Jawa memiliki gaya sendiri. Gaya bahasa tersebut berkaitan dengan sikap dan pilihan hidup Samin dan pengikutnya, yaitu sikap dan pilihan hidup dalam menentang pemerintah Belanda. Untuk berbicara dengan pihak Belanda, mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko. Gaya berbahasa tesebut merupakan ekspresi perlawanan tetapi tidak mengingkari sifat dan sikap jujur. Mereka berpendapat semua harta dan kekayaan adalah milik pribadi sehingga tidak perlu dipajaki dalam konteks setor pajak kepada pemerintah Belanda. Sehingga, mereka selalu mencari cara agar dapat membayar pajak sekecil mungkin. Dengan demikian, mereka selalu memberi jawaban dengan keterangan yang mengesankan jika harta milik mereka hanya sedikit. Seperti terlihat dalam contoh berikut: “ Berapa sapimu?” “ Dua”30 Padahal kenyataanya sapi mereka banyak. Mereka merasa tidak berbohong sebab yang dimaksud dengan jawaban “dua” adalah ternak mereka terdiri dari dua jenis, yakni jantan dan betina. Mereka juga tidak mengenal tingkat bahasa Jawa, seperti Jawa Kromo, Jawa Madya, dan Jawa Ngoko. Semuanya dianggap sama. Manusia hidup memiliki kedudukan dan tingkatan yang sederajat.31 Dalam pergaulan sehari-hari dengan siapa saja, mereka menyebut yang lain sebagai sedulur. Walaupun terhadap priyayi (bangsawan) sekalipun. Karena itulah dalam pergaulan dengan sesama saudara, mereka menggunakan bahasa

30 31

Andrik Purwasito, Agama...., op.cit. hlm.53. Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68

Jawa Ngoko namun dengan sikap tetap menghormati. Hal ini menunjukkan kesamaan derajat yang kental.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV DAMPAK GERAKAN SAMIN

A. Munculnya Masyarakat Samin Gerakan Samin pada akhirnya mampu menciptakan sebuah komunitas masyarakat baru di kabupaten Blora yang dikenal dengan masyarakat Samin. Masyarakat Samin sering dilihat sebagai sebuah komunitas berbasis tradisi yang muncul sebagai akibat dari adanya sebuah ketokohan kharismatik. Ialah Samin Surosentiko yang pada tahun 1889 mulai menyebarkan ajarannya dalam Serat Jamus Kalimasada kepada orang-orang di wilayah Bojonegoro dan Blora. Ajaran ini pada intinya adalah ajakan untuk menjalani hidup dengan sederhana, sekaligus juga merupakan wujud dari sikap Samin yang mengajak masyarakat di sekitarnya untuk tidak tunduk terhadap pemerintah kolonial pada masa itu karena telah merugikan dan menindas kaum pribumi dengan kenaikan pajak dan penguasaan kawan hutan. Ajaran Samin sebenarnya mencakup berbagai pranata hidup, diantaranya menyangkut dasar-dasar kebajikan, kebijaksanaan, tata pergaulan, ketuhanan, tradisi perkawinan, hingga tentang prinsip kemandirian negara. Ajaran ini kemudian melembaga, dan pada perkembangannya menyebar ke daerah Pati, Kudus, Brebes, dan Lamongan.1 Masyarakat Samin kemudian menyebut diri sebagai Sedulur Sikep2, yang tetap melestarikan ajaran samin dengan prinsip

1

Ahmad Sahal, Terjerat dalam Rumah Kaca: Masih Meyakinkankah Nasionalisme?, dalam Jurnal Kalam Edisi 3. Jakarta: Yayasan Kalam, 1994, hlm. 6 2 Sekelompok masyarakat yang berusaha menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Samin.

69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70

kesederhanaan dan sikap pembangkangan terhadap pemerintah dengan kebiasaan tidak mengikuti sejumlah aturan yang dibuat oleh pemerintah. Hingga saat ini, masyarakat Samin masih berdiam di wilayah Pati dan Blora dengan tradisi yang terus dilestarikannya. Hal ini menyebabkan muncul semacam stereotip dari msyarakat bahwa warga Samin adalah sekumpulan masyarakat terbelakang, lugu, dan tidak lebih dari sebuah masyarakat tradisional yang bersikap puritan.3 Kebiasaan masyarakat Samin ditandai oleh sikap dan perilaku tidak mengikuti adat-istiadat desa atau masyarakat yang mereka tempati. Hal semacam ini diawali oleh Samin dan pengikutnya terdahulu dalam menentang pemerintah kolonial. Oleh sebab itu, pengaruh dari tindakan Samin dulu dilakukan juga oleh masyarakat setelahnya. Dalam hal kekerabatan masyarakat, Samin memiliki persamaan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah Kakek atau Nenek. Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan, masyarakat Samin memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.4 Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat 3

Titi Mumfangati, dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah, 2004, Yogyakarta: Jarahnitra, hlm.22. 4

Sutamat Arybowo, Orang Samin dan Pandangan Hidupnya, Kompas edisi kamis, 10 Mei 2007, hlm.36.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71

dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yang cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar di samping rumah. Namun disisi lain, adanya konsep sedulur, kemudian mempengaruhi pada terhalangnya pembentukan ruang pribadi atau eksklusif.5 Sebagai

masyarakat

yang

mewarisi

tradisi

peninggalan

Samin,

persebarannyapun juga semakin meluas. Persebaran dimulai di wilayah kelahiran Samin, yakni di desa Ploso kecamatan Randublatung. Karena pengikutnya semakin bertambah, Samin mencari tempat yang lebih luas, yakni di desa Bapangan kecamatan Menden.6 Selanjutnya meluas hingga daerah Sambong, Jiken, Blora, Tunjungan Ngawen, Todanan, Kunduran, Bangreja, dan Doplang. Persebaran masyarakat Samin membawa konsekuensi makin merasa bersatu yang diikat oleh ikatan persaudaraan, dan orang Samin menyebutnya seduluran.7 Di samping itu, mereka juga terikat oleh persamaan adat-istiadat yang wajib mereka laksanakan. Misalnya adat-istiadat perkawinan dan kematian, tidak boleh berdagang, tidak boleh menerima sumbangan, dan ajaran tolong menolong yang semuanya disosialisasikan sendiri oleh Samin Surosentiko. Pada akhirnya masyarakat Samin menjadi bagian dari budaya Indonesia yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai bagian dari budaya Indoensia,

5

Ibid. Ibid., hlm. 32. 7 Ibid., hlm.33. 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72

mereka telah memiliki pandangan hidup mereka sendiri. Ajaran moral yang berisi wejangan, khotbah, dan peraturan dimaksudkan agar masyarakat menjalankan kehidupan mereka dengan lebih baik. Walaupun Samin memiliki ajaran sendiri namun sejak kemerdekaan RI, orang Samin sudah merasa menjadi bagian dari negara Indonesia. Tidak ada perbedaan dengan warga negara yang lain. Menjadi jelas kiranya jika Indonesia semakin kaya akan budaya. B. Identitas Diri Masyarakat Samin Simbol identitas ini menunjukkan kekhasan masyarakat, sehingga tampak ciri-ciri yang berbeda dengan kelompok masyarakat lain. Identitas diri dapat menimbulkan rasa persatuan diantara anggota masyarakatnya. Begitu pula identitas diri masyarakat Samin yakni: 1. Bahasa orang Samin Orang Samin yang tinggal di mana pun menggunakan bahasa Jawa lugu yakni bahasa Jawa sederhana. Mereka tidak mengenal tingkatan dalam berbahasa karena mereka menganggap semua sama derajatnya. Karena itulah dalam pergaulan sehari-hari, terutama dengan sedulur, orang Samin menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dahulu bahasa inilah yang digunakan dalam menentang pemerintah kolonial. Situasi sekarang tidaklah sama dengan situasi zaman kolonialisme Belanda. Masyarakat juga mengalami perubahan. Mereka pada umumnya menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar yang tinggal dalam satu komunitas. Namun, ajaran yang ditinggalkan oleh Samin tetap mereka pertahankan seperti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73

misalnya tidak boleh menyakiti, harus berbudi luhur, jangan membuat orang kecewa, dan yang lainnya.8 Apabila bertemu dengan orang lain yang bukan orang Samin, mereka menggunakan bahasa Jawa Kromo Madya.9 Dapat dilihat dari contoh percakapan berikut: “ Sami seger waras?” “ Waras” “ Badhe tindak pundi?” “ Ngalor rono” “ Geh monggo” Bahasa Jawa yang terlihat dalam contoh percakapan di atas tidak membedakan kedudukan atau status sosial dari masyarakat. Walaupun lawan bicara lebih tua, namun bahasa yang digunakan bukan bahasa Jawa Kromo Inggil seperti yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Bahasa yang demikian mencerminkan kesamaan derajat yang kental diantara orang Samin tersebut. 2. Upacara Perkawinan dan Kematian Sebelum perkawinan, bagi orang Samin cukup dihadiri oleh beberapa kerabat dan direstui oleh sesepuh.10 Perkawinan disaksikan oleh kedua orang tua masing-masing mempelai. Seorang laki-laki yang akan meminang perempuan Samin akan bekerja dan mengabdi beberapa waktu pada keluarga calon mempelai

8

Titi Mumfangati, Kearifan....op.cit. hlm 37. Secara sistematis ragam krama madya dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya rendah.meskipun demikian, jika dibandingkan dengan ngoko alus, krama madya menunjukkan kehalusan yang lebih tinggi. 10 Andrik Purwasit0, Agama Tradisional: Potret Kearifan Lokal Masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta, Lkis, 2003, hlm.77. 9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74

puteri.11 Nyuwito12 dilakukan bila kedua calon mempelai belum cukup umur, tetapi bila sudah cukup umur keduanya bisa langsung menikah. Upacara perkawinan masyarakat Samin sangat sederhana. Pengantin lakilaki dan perempuan cukup diarak sampai depan rumah kepala desa dan masyarakat sekitar cukup menyaksikannya. Hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa mereka telah sah menjadi pasangan suami-istri. Jika nantinya terjadi ketidakcocokan dalam membina rumah tangga, maka mereka dapat berpisah. Untuk upacara kematian, jika di masa lalu dalam mengubur mayat dikenal istilah gelundung semprong (orang yang telah meninggal dikubur apa adanya), artinya jika ada seseorang meninggal maka akan dikubur tanpa dibungkus apapun, hanya dibungkus dengan pakaian yang dipakai ketika masih hidup. Semenjak terjadi penetrasi informasi keagamaan, perlakuan atas jenazah sudah berubah. Jenazah akan diperlakukan secara islami yakni, dimandikan, dikafani, disolatkan, dan dikubur sesuai syariat islam yang berlaku.13 C. Moral Ekonomi Masyarakat Samin Keberadaan hutan di Blora memiliki nilai ekonomi yang penting bagi masyarakat sekitarnya. Seharusnya hutan memberi peluang ekonomi pada masyarakat. Akan tetapi dilihat dari situasi yang ada, masyarakat masih hidup miskin, banyak penagngguran, kekurangan lahan untuk bercocok tanam, dan belum mampu memanfaatkan potensi hutan.

11

Ibid., hlm 60. Dalam sistem perkawinan di masa lalu calon mempelai pria harus menginap terlebih dahulu di calon wanita, atau lebih sering dikenal dengan istilah nyuwita sampai beberapa bulan bahkan tahunan, namun sekarang sudah tidak dijalankan lagi karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam. 13 Andrik Purwasito, Kearifan....op.cit, hlm.78. 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75

Nampaknya ingatan masa lalu atas salah satu bentuk perlawanan dengan pencurian kayu hutan, masih dapat dijumpai. Menurut mereka, hal ini bukan pencurian kayu karena mereka masih merasa bahwa kayu jati adalah warisan dari leluhur mereka yakni Samin dan pengikutnya. Pencurian kayu secara besarbesaran terjadi setelah mereka merasa dibodohi oleh Polisi Kehutanan. Polisi Kehutanan yang seenaknya mengambil hasil hutan terutama kayu jati untuk kepentingan pribadi.14 Selain itu, alasan mereka mencuri kayu adalah perbuatan mereka masih dapat diterima oleh masyarakat lainnya. Permasalahan lain yang masih sering dilakukan oleh masyarakat Samin adalah dengan tidak membayar pajak. Ini merupakan wujud pelembagaan ajaran pembangkangan Samin yang terlanjur dibawa hingga pasca pemerintah kolonial. Mereka berasumsi bahwa seharusnya pemerintah mengakomodasi kepentingan semua pihak, namun karena pemerintah tidak dapat melaksanakan itu, maka tidak perlu mengikuti pemerintah.15 Argumen yang terbangun bahwa tidak membayar pajak bukan sematamata sebagai wujud perlawanan terhadap pemerintah saja, namun sebenarnya mereka tidak mengetahui apa yang dipersoalkan mengingat mereka telah menempati tanah tersebut dalam waktu yang lama, sehingga tidak perlu adanya pajak.16 Baru pada tahun 1990 ditandai dengan pengaspalan dan listrik masuk desa, mereka mulai mengerti apa itu PBB dan mulai bersedia untuk membayar pajak karena untuk kebutuhan instalasi listrik. 14

Erna Apit Firmanti, Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian di Suku Samin Desa Klopodhuwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora, Semarang, Perpustakana UNES, 2009, hlm.49. 15 http://rinangxu.wordpress.com/2006/12/07/samin-anarchy-rebel-budaya 16 Dalam jurnal yang berjudul Samin Si Lugu yang Bergerak: Diskiursus Kearifan Lokal Dalam Kajian Gerakan Politik diterbitkan oleh Perpustakaan universitas Gadjah Mada Juni 2007, hlm 13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76

Kini masyarakat Samin sudah lebih terbuka terhadap dunia luar dan tidak lagi curiga terhadap tamu dari manapun. Sebelumnya para tamu selalu dicurigai sebagai utusan yaksa dawana atau mata-mata pemerintah.17 Sikap isolasi diri lambat laun mulai terkikis, mereka tidak lagi berfokus sebagai petani, tetapi mata pencaharian lain seperti berdagang dan peternak. Mereka juga sudah mulai mengenal tulisan dan bahasa Indonesia. Terlepas dari pengalaman masa lalu, masyarakat Samin tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat yang memiliki kearifan lokal dengan tetap mengutamakan sifat-sifat baik warisan leluhur mereka. Selalu jujur dan berbuat baik telah melekat dalam diri orang Samin. Keberadaan mereka juga menambah kekayaan budaya yang ada di Indonesia.

17

Ibid., hlm.12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari bab II sampai bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.

Intervensi pemerintah kolonial dalam sistem kehidupan masyarakat pinggir hutan, serta tekanan-tekanan dari pemerintah berupa kerja wajib, hukum pengelolaan kehutanan dan kenaikan pajak membuat kehidupan masyarakat mulai

terganggu. Masyarakat

Randublatung

kabupaten Blora,

yang

merupakan tempat tinggal Samin dan pengikutnya merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh pemerintah kolonial karena telah merampas hak mereka terhadap pemanfaatan hutan dengan penerapan berbagai peraturan kehutanan. Selama ini hutan telah menjadi sumber kehidupan masyarakatnya. Bagi Samin dan pengikutnya, hutan adalah milik mereka yang merupakan warisan dari leluhur sehingga tidak boleh ada yang menguasai. Munculnya gerakan Samin juiga tidak dapat terlepas dari faktor geografis. Kawasan Randublatung sendiri merupakan tanah kapur yang membuat pohon jati tumbuh subur di sana. 2.

Dalam rangka mempertahankan nilai-nilai kehidupan dan mengambil kembali akses mereka terhadap hutan, Samin dan pengikutnya melakukan perlawanan. Perlawanan yang dilakukan bukan merupakan perlawanan fisik, melainkan perlawanan tanpa menggunakan kekerasan. Mereka menunjukkan penolakan terhadap keberadaan pemerintah kolonial dengan menggunakan bahasa Jawa

77

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78

ngoko (mengumpat) serta penolakan terhadap pembayaran pajak. Mereka menyadari perlawanan menggunakan senjata maka semakin memperburuk keadaan karena mereka pasti kalah dalam hal persenjataan serta mereka tidak merasa memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Meskipun bukan perlawanan fisik, namun apa yang mereka lakukan menunjukkan perlawanan yang sangat radikal karena mereka mempunyai prinsip hidup sendiri yang kesemuanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap pemerintah yang berkuasa saat itu. Prinsip hidup Samin beserta ajarannya, dapat diterima oleh pengikutnya bahkan terus mengalami peningkatan yang sangat pesat hingga ke berbagai daerah. 3.

Salah satu dampak dari gerakan Samin adalah lahirnya sebuah komunitas baru atau sering dikenal sebagai masyarakat Samin. Mereka inilah yang masih tetap melestarikan ajaran Samin dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun terdapat perubahan seiring perkembangan zaman, namun ajaran kebaikan dari Samin telah menjadi kearifan lokal masyarakat Blora. Mereka kini taat membayar pajak, berbahasa santun dan hidup dengan penuh kejujuran. Prinsip hidup jujur Samin telah diamini oleh pengikutnya, artinya resiko hidup jujur yang berakibat hidup sulit tidak menjadi masalah bagi kehidupan mereka selanjutnya. Hal ini yang membuat masyarakat Samin dianggap sebagai masyarakat yang polos dan lugu. Meskipun kerap menjadi cemohan orang, namun masyarakat Blora tetap bangga menjadi keturunan Samin. Sikap yang demikian menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79

perjuangan leluhur mereka. Kearifan lokal ini dapat menjadi contoh bagi kita untuk tetap berbuat kebaikan agar kehidupan kita menjadi lebih baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80

DAFTAR PUSTAKA Agus Budi Purwanto. 2011. Samin dan Kehutanan Abad XIX. Yogyakarta. Ahmad Sahal. 1994.Terjerat dalam Rumah Kaca: Masih Meyakinkankah Nasionalisme?. Jakarta: Yayasan Kalam. Amrih Widodo.1997. Samin in the New Order: The Politic of Encounter and Isolation, Ohio University Press. Andrik Purwasito. 2003. Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger. Yogyakarta: LKIS Arif Arifin. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Barker, Chris. 2000. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Benda, Harry J. dan Lance Castles. 1969. The Samin Movement. Dalam Bijdragen Tot De Taal Land-en Volkenkunde, Desak Made Oka Purnawati. 2004. Hutan Jati Madiun: Silvikultur di Karesidenan Madiun 1830-1913.Semarang:Intra Pustaka Utama. Desi Rahmawati. 2003. Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil. Erna Apit Firmanti. 2009. Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian di Suku Samin Desa Klopodhuwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Semarang. Hanis Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik, Pemerintahan dan Otonomi Daerah) Jakarta: Grasindo. Hasanu Simon. 2004. Aspek Sosio-Teknis Pengelolaan Hutan Jati di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Indrayanto. 2012. Ekologi Hutan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. I Nyoman Nurjana. Sejarah Hukum Pengelolaan Hutan di Indonesia. Malang. Irfan Bachtiar. 2001. Hutan Jawa Menjemput Ajal. Yogyakarta: Biro Penerbit Arupa Kardiyat Wiharyanto A. 2005. Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81

Korver, A. Pieter E. 1976. The Samin Movement and Millenarism, BKI. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2001. Lombard, Dennys. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya: Warisan kerajaan-kerajaan Konsentris. Jakarta: PT.Gramedia. Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Jilid V. Jakarta: PN.Balai Pustaka. Mochamad Fadjrin.2011. Dinamika Kelangsungannya. Bogor.

Gerakan

Petani:

Kemunculan

dan

Mubyarto. 1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan Niel, Robert van. 2003. Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta: LP3ES. Peluso, Nancy Lee. 2006. Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa. Jakarta:KOPHALINDO Raffles ,Sir Thomas Stamford. 1830. The History of Java. London: John Murray. Ricklefs, M.C.1991. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Sartono Kartodirdjo. 1888. Pemberontakan Petani Banten. Pustaka Jaya. 1973. Protest Movements in Rural Java: A Study Of Agrarian Unrests in The Nineteenth and Twentieth Centuries, Oxford University Press. Ratu Adil, Jakarta: Sinar Harapan. Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000. Senjatanya Orang-Orang yang Kalah, Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sediono Tjondronegoro M.P dan Gunawan Wiradi. 1994. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82

Jakarta:Yayasan Obor IndonesiaTiti Mumfangati. dkk. 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Suhartono Pranoto .W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sulistyaningsih. 2013. Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis Pengetahuan Lokal. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Suripan Sadi Hutomo. 1996. Almamater

Samin dan Ajaran-ajarannya. Semarang: Citra

Sutamat Arybowo. 2007.Orang Samin dan Pandangan Hidupnya. Jakarta: PT.Gramedia. Syahrul Kirom. 2011. Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika: Relevansinya Bagi Pengembangan Bangsa. Yogyakarta T. Gilarso, Ekonomi Indonesia Sebuah Pengantar I. Yogyakarta:Kanisius. Warto. 2001. Blandong: Kerja Wajib Eksploitasi Hutan di Rembang Abad ke-19. Surakarta: Pustaka Cakra.

Sumber Internet

Dampak gerakan Samin, http//AGUSBUDIPURWANTO.WORDPRESS.COM// 2010/09/22/KAUSALITAS-GERAKANSAMIN. Diakses 23 November 2015. Manfaat Hutan, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hutan. Diakses 28 April 2016. Pengertian Kehutanan, www.academia.edu/8201808/HUTAN. Diakses 28 April 2016.

Sumber Majalah Hutomo Suripan Sadi, “Bahasa dan Sastra Lisan Orang Samin” dalam Basis edisi Januari 1985 “Samin Surosentiko dan Ajaran-Ajarannya” dalam Basis edisi Januari 1985.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83

Onghokham.“Peranan Rakyat dalam Politik”. Prisma. Agustus 1979 no.9, Jakarta. Emmanuel, Subangun, Tidak Ada Mesias Dalam Pandangan Hidup Jawa. Prisma Januari 1997, no.1.Jakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Peta Persebaran Gerakan Samin

84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SILABUS Mata Pelajaran

: Sejarah Indonesia

Kelas

: XI

Kompetensi Inti

:

1.

Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2.

Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif, dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

3.

Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahhuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengethuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk menyelesaikan masalah.

4.

Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keimuan. 85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kompetensi Dasar

Materi Pokok

Pembelajaran

Penilaian

Alokasi Waktu 2 x 45 menit.

3.1 Menganalisis  Strategi perubahan, dan perlawanan keberlanjutan bangsa Indonesia dalam peristiwa terhadap sejarah pada penjajahan masa Bangsa Barat di penjajahan Indonesia asing hingga sebelum dan proklamasi sesudah abad kekemerdekaan 20. Indonesia.  Latar belakang gerakan Samin  Dinamika gerakan Samin  Dampak gerakan Samin

Observasi: Mengamati:  Mengamati  Membaca buku kegiatan peserta teks, browsing didik dalam internet dan proses berdiskusi dengan mengumpulkan teman di samping data, dan tentang gerakan pembuatan Samin melawan laporan tentang kolonialisme di latar belakang, Blora abad XIXdinamika, dan XX dampak gerakan Samin. Menanya:  Tanya jawab, berdiskusi, dan memberi komentar tentang materi gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora

86

Portofolio:  Menilai laporan makalah peserta didik tentang latar belakang, dinamika, dan dampak gerakan Samin

Sumber Belajar 





I Wayan Badrika.2006. Sejarah Untuk SMA Kelas XI Program Pengetahuan Ssosial, Jilid 2.Jakarta: Erlangga. Andrik Purwasito DEA.2003. Agama Tradisional: Potret Kaerifan Masyarakat Samin dan Tengger.Yogyakarta: LKIS. Titi Mumfangati, dkk. 2004.Kearifan Lokal Masyarakat Samin, Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah.Yogyakarta: Kementrian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

abad XIX-XX Tes Terulis:  Menilai kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi tentang latar belakang, dinamika, dan dampak gerakan Samin.

Mengeksplorasi:  Di dalam kelompok, siswa mengumpulkan informasi terkait latar belakang, dinamika, dan dampak gerakan Samin melalui bacaan matau internet. Mengasosiasikan:  Menganalisis informasi dan data-data yang didapat dari bacaan maupun sumber-sumber terkait untuk mendapatkan kesimpulan tentang latar belakang, dinamika, dan 87





Kebudayaan dan Pariwisata. Harry J. Benda dan Lance Castles.1969. The Samint Movement. Nancy Lee Peluso. 2006. Hutan Kaya: Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa.Yogyakarta: KOPHALINDO.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dampak gerakan Samin. Mengkomunikasikan:

 Hasil analisis kemudian dilaporkan dalam bentuk tulisan berisikan latar belakang, dinamika, dan dampak gerakan Samin.

Yogyakarta, 20 Juni 2016 Mengetahui, Kepala Sekolah

Guru Mata Pelajaran

Candra Wijaya, S.Pd

Nurmalitasari

88

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan

: SMA N 117 YOGYAKARTA

Mata Pelajaran

: Sejarah Indonesia

Kelas/Semester

: XI/1

Materi Pokok

: Strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Bangsa Barat di Indonesia sebelum dan sesudah abad ke-20

Pertemuan Ke-

:2

Alokasi Waktu

: 2 x 45 menit

A. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan

Kompetensi Dasar

Indikator

1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan 1.1.1. Menunjukkan dan keinginan bersatu dalam sikap syukur perjuangan pergerakan nasional kepada Tuhan menuju kemerdekaan bangsa Yang Maha Esa sebagai karunia Tuhan Yang Maha atas kemerdekaan Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia dari Indonesia. tangan penjajah dengan belajar tekun. 2.1 Mengembangkan nilai dan 2.1.1. Menunjukkan sikap dan perilaku perilaku mempertahankan harga cinta tanah air diri bangsa dengan bercermin pada dalam kehidupan kegigihan para pejuang dalam sehari-hari. melawan penjajah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90

dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah 4. Mengolah,

3.1 Menganalisis strategi perlawanan

3.1.1. Mendeskripsikan

bangsa Indonesia terhadap

latar belakang

penjajah sebelum dan sesudah

gerakan Samin

abad ke-20 khususnya perjuangan

melawan

Samin Surosentiko dalam melawan

kolonialisme

kolonialisme Belanda di Blora.

Belanda di Blora abad XIX-XX . 3.1.2. Mendeskripsikan dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. 3.1.3. Menganalisis dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

4.1 Mengolah informasi tentang

4.1.1. Melaporkan hasil

menalar, dan

peristiwa sejarah pada masa

tulisan mengenai

menyaji dalam

penjajahan Bangsa Barat di

latar belakang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91

ranah konkret dan

Indonesia berdasarkan konsep

dinamika, dan

ranah abstrak

perubahan dan keberlanjutan, dan

dampak gerakan

terkait dengan

menyajikannya dalam bentuk

Samin melawan

pengembangan dari

cerita sejarah.

kolonialisme

yang dipelajarinya

Belanda di Blora

di sekolah secara

abad XIX-XX.

mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Sikap Spiritual a. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun. 2. Kompetensi Sikap Sosial b. Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para pejuang melawan penjajah. c. Menunjukkan sikap tanggungjawab dan peduli di sekolah. d. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas. e. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari. f. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas. 3. Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Ketrampilan Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik dapat:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92

a. Menjelaskan latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. b. Menjelaskan dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. c. Menjelaskan dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. d. Mempresentrasikan dan melaporkan latar belakang, dinamika, dan dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

C. Materi Ajar 1. Latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. 2. Dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. 3. Dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

D. Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran

: Diskusi, ceramah, presentasi, tanya jawab

Pendekatan Pembelajaran

: Saintifik

Model Pembelajaran

: Cooperative Learning

E. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan

Deskripsi

Alokasi Waktu

1. Pendahuluan

10’

a. Guru mengucapkan salam. b. Guru mengabsen siswa. c. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang

berkaitan

dengan

materi.

Misalnya: Apakah ada yang mengenal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93

sosok Samin?. d. Guru menuliskan tujuan pembelajaran. 2. Kegiatan Inti

A. Mengamati Guru menayangkan video tentang masyarakat Samin. B. Menanya Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa untuk bertanya berkaitan dengan g gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. C. Menalar Guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok yang beranggotakan 5-6 orang. Kemudian setiap kelompok mendapatkan tugas yang berbeda. 1 dan 3 Menjelaskan latar belakang gerakan Samin. 2 dan 4 menjelaskan dinamika gerakan Samin 3 dan 6 menjelaskan dampak gerakan Samin D. Mencoba Menganalisis informasi dan data yang didapat dari bacaan maupun internet untuk mendapatkan kesimpulan tentang materi gerakan Samin. E. Membangun Jejaring Peserta didik mengkomunikasikan hasil diskusi dan presentasi sehingga dapat menyimpulkan materi yang telah

70’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94

dipelajari. 3. Penutup

a. Guru menyimpulkan materi yang dipelajari hari ini. b. Guru melakukan evaluasi untuk mengukur ketercapaian tujuan belajar. c. Peserta didik menyampaikan nilainilai yang diperoleh hari ini. d. Informasi rencana pembelajaran yang akan datang. e. Mengucapkan salam

10”

F. Alat dan Sumber Belajar 1. Alat dan Bahan

: Papan tulis, LCD, power point, spidol.

2. Sumber Belajar

:

Sumber Buku 

I Wayan Badrika.2006. Sejarah Untuk SMA Kelas XI Program Pengetahuan Ssosial, Jilid 2.Jakarta: Erlangga.

 Andrik Purwasito DEA.2003. Agama Tradisional: Potret Kaerifan Masyarakat Samin dan Tengger.Yogyakarta: LKIS.  Titi Mumfangati, dkk. 2004.Kearifan Lokal Masyarakat Samin, Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah.Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.  Harry J. Benda dan Lance Castles.1969. The Samint Movement.  Nancy Lee Peluso. 2006. Hutan Kaya: Rakyat Melarat: Penguasa

Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa.Yogyakarta: KOPHALINDO.

G. Penilaian 1. Kompetensi Sikap Spiritual a. Teknik Penilaian

: Observasi

b. bentuk Instrumen

: Lembar observasi

c. kisi-kisi

:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95

No.

Butir Nilai (Sikap)

Indikator

Jumlah Butir Instrumen

1.

Mengahayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun.

1

c. Intrumen : Lihat lampiran I A d. Petunjuk Penentuan nilai: Lihat lampiran I B 2. Kompetensi Sikap Sosial a. Teknik Penilaian

: Observasi

b. Bentuk Instrumen

: Instrumen observasi

c. Kisi-kisi

:

No. 1.

2.

3.

Butir Nilai (Sikap) Mengembangkan nilai dan perilaku mempertahankan harga diri bangsa dengan bercermin pada kegigihan para pejuang dalam melawan penjajah Meneladani perilaku, kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang dalam mewujudkan cita-cita mendirikan Negara dan bangsa Indonesia dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang untuk meraih kemerdekaan

Indikator

Butir Instrumen

Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para pejuang dalam

1

melawan penjajah

Menunjukkan sikap bertanggungjawab dan peduli di sekolah

1

Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan di kelas

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96

dan menunjukkanya dalam kehidupan sehatri-hari Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berperilaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas dari pembelajaran sekjarah.

4.

5.

Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari

1

Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam

1

mengerjakan tugas dan pembelajaran sejarah.

d. instrumen

: Lihat lampiran 2 A untuk sikap santun dan 2 C

untuk sikap peduli. e. Penentuan Skor

: Lihat lampiran 4.

3. Kompetensi Pengetahuan a. Teknik Penilaian

: Tes lisan

b. Bentuk Instrumen : Tes uraian c. Kisi-kisi No.

: Indikator

Jumlah Butir

Nomor

Instrumen

Butir Soal

1.

Menjelaskan latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

1

1

2.

Menjelaskan sosok Samin Surosentiko

1

2

3.

Menjelaskan dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

1

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97

4. 5.

Menjelaskan ajaran-ajaran kehidupan yang diajarkan Samin kepada pengikutnya. Menjelaskan dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX. Jumlah

d. Instrumen

1

4

1

5

5

: Lihat lampiran 3A

e. Petunjuk (Rubru]Ik) Penentuan Skor: Lihat Lampiran 3B 4. Kompetensi Ketrampilan a. Teknik Penilaian: 1) Penialian Produk 2) Observasi b. Bentuk Instrumen 1) Rubrik Penilaian Produk 2) Lembar Observasi c. Kisi-kisi No. 1.

Indikator

Butir Instrumen

Menulis sejarah tentang gerakan Samin melawan

1

kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

d. Instrumen : Lihat lampiran 4A, 4 C dan 4 E. e. Petunjuk Penentuan Skor: Lihat lampiran 4 B, 4 D, dan 4 F.

Yogyakarta, 20 Juni2016 Kepala Sekolah

Guru Mata Pelajaran

Candra Wijaya S.Pd

Nurmalitasari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98

LAMPIRAN 1 A INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI SPIRITUAL (LEMBAR OBSERVASI) A. Petunjuk Umum 1) Instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi. 2) Instrumen diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3,2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati. C. Lembar Observasi LEMBAR OBSERVASI Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai katrunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia.

Indikator Sikap`

: Contoh: Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas ekemrdekaan Indonesia dari tangan para penjajah dengan belajar tekun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99

Skor Indikator Sikap Spiritual

Nama Peserta didik

Indikator 1

Indiaktor 2

Jumlah Perolehan Skor

1.

Angga Pratama

4

3

7

2.

Anisa Rahma

2

2

4

No.

3.

Skor Akhir (7:8)x4 =3,5 (4:8)x4 =2

Dst...

4. 5.

Yogyakarta, 20 Juni 2016 Guru Mata Pelajaran

Nurmalitasari

Tuntas/ Tidak Tuntas Tuntas Tidak tuntas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100

LAMPIRAN 1 B PETUNJUK PENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal Skor Maksimal = Banyaknya indikator x 4 2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Pemendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101

LAMPIRAN 1C INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SPIRITUAL (LEMBAR PENILAIAN DIRI) A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Penilaian Diri 2. Instrumen ini diisi oleh peserta didik untuk menilai dirinya sendiri. B. Petunjuk Pengisian 1. berdasarkan perilaku kalian selama dua minggu terakhir, nilailah sikap diri kalian sendiri dengan memberi tanda centang (√) pada kolom skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar Penilian Diri dengan ketentuan sebagai berikut: 4- apabila selalu melakukan perilaku yang dinyatakan. 3-apabila sering melakukan perilaku yang dinyatakan. 2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang dinyatakan.. 1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang dinyatakan. 2. Kolom skor ketuntasan diisi oleh guru. C. Lembar Penilaian Diri Lembar Penilaian Diri

Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai katrunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia.

Indikator Sikap`

: Contoh: Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas ekemrdekaan Indonesia dari tangan para penjajah dengan belajar tekun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102

No.

Pernyataan 1

1.

Skor 2 3

4

Perolehan Skor

Skor Akhir

Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun. Jumlah

Peserta didik,

Tuntas /tidak tuntas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103

LAMPIRAN 1 D PETUNJUK PENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL

1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal Skor Maksimal = Banyaknya indikator x 4 2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104

LAMPIRAN 2A INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SOSIAL (SANTUN) (LEMBAR OBSERVASI) A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati..

C. Lembar Observasi Lembar Observasi

Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: 1.Mengembangkan mempertahankan

nilai harga

diri

dan

perilaku

bangsa

dengan

bercermin pada kegigihan para pejuang dalam melwan penjajah 2. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang dalam mewujudkan citacita mendirikan Negara dan bangsa Indonesia dan menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105

3. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang untuk meraih kemerdekaan dan menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari. 4. meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. 5.Berlaku

jujur

dan

tanggungjawab

dalam

mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah. Indikator Sikap`

: Contoh:

1. Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para pejuang dalam melawan penjajah. 2. Menunjukkan sikap bertanggungjawab dan peduli di sekolah. 3. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas 4. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari. 5. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah.

Skor Indikator Sikap Spiritual

Nama Peserta didik

Indikator 1

Indiaktor 2

Jumlah Perolehan Skor

1.

Angga Pratama

4

3

7

2.

Anisa Rahma

2

2

4

No.

3.

Skor Akhir (7:8)x4 =3,5 (4:8)x4 =2

Tuntas/ Tidak Tuntas Tuntas Tidak tuntas

Dst... Yogyakarta, 20 Juni 2016 Guru Mata Pelajaran

Nurmalitasari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106

LAMPIRAN 2 B PETUNJUK PENGHITUNGAN NILAI KOMPETENSI SIKAP SOSIAL

1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal Skor Maksimal = Banyaknya indikator x 4 2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A Tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107

LAMPIRAN 2C INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SOSIAL (LEMBAR OBSERVASI) A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah kompetensi sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati..

C. Lembar Observasi Lembar Observasi

Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: 1.Mengembangkan mempertahankan

nilai harga

diri

dan

perilaku

bangsa

dengan

bercermin pada kegigihan para pejuang dalam melwan penjajah 2. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang dalam mewujudkan citacita mendirikan Negara dan bangsa Indonesia dan menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108

3. Meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang untuk meraih kemerdekaan dan menunjukkanya dalam kehidupan sehari-hari. 4. meneladani perilaku kerjasama, tanggungjawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. 5.Berlaku

jujur

dan

tanggungjawab

dalam

mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah. Indikator Sikap`

: Contoh:

1. Menunjukkan sikap dan perilaku menghargai terhadap kegigihan para pejuang dalam melawan penjajah. 2. Menunjukkan sikap bertanggungjawab dan peduli di sekolah. 3. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas 4. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari. 5. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas dari pembelajaran sejarah.

No.

Nama Peserta didik

Skor Indikator Sikap Spiritual Indikator 1

Indiaktor 2

Jumlah Perolehan Skor

1.

Angga Pratama

4

3

7

2.

Anisa Rahma

2

2

4

3.

Skor Akhir

Tuntas/ Tidak Tuntas

(7:8)x4 =3,5 (4:8)x4 =2

Tuntas

Dst... Yogyakarta, 20 Juni 2016 Guru Mata Pelajaran

Nurmalitasari

Tidak tuntas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109

LAMPIRAN 2 D PETUNJUK PENENTUAN NILAI SIKAP SOSIAL (PEDULI)

1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal Skor Maksimal = banyaknya indikator x 4 2. Kategori Skor Sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110

LAMPIRAN 3 A INSTRUMEN PENILAIAN PENGETAHUAN (SIOAL URAIAN) D. Petunjuk Umum 3. Instrumen penilaian pengetahuan ini berbentuk soal uraian. 4. soal ini dikerjakan oleh peserta didik. E. Petunjuk Pengisian Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas! F. Soal No. 1. 2. 3. 4.

Butir Pertanyaan Jelaskan latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX! Jelaskan sosok Samin Surosentiko sebagai pemimpin gerakan! Jelaskan dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX! Jelaskan dampak gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX!

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111

LAMPIRAN 4 A INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETRAMPILAN (PENILAIAN PRODUK) Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: Menulis sejarah tetang gerakan Samin yang berjuang melawan penjajahan kolonial Barat.

Indikator

: Contoh: Melaporkan dan berdiskusi latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX!

Rubrik Penilaian Produk (Kompilasi) No.

Nama

1. 2.

Angga Pratama

Kelayakan Bahasa (1-4) 3

Kelayakan Isi (1-4)

Sistemtika (1-4)

Jumlah Skor

4

4

11

3. 4.

Keterangan Tabel a. Kompilasi menunjuk pada kemampuan peserta didik untuk menyajikan hasil laporannya mengenai latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX yang diperoleh dari berbagai sumber. b. Kelayakan bahasa adalah kemampuan membuat kompilasi dilihat dari penggunaan bahasa yang baik dan benar. c. Kelayakan isiberkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam membuat kompilasi, materinya sudah sesuai dengan materi yang ada dalam KD. d. Kelayakan sistematika adalah kemampuan peserta didik dalam membuat kompilasi disajikan sesuai dengan sistematika yang telah ditentukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112

LAMPIRAN 4 B PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN (PENILAIAN PRODUK) 4. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor : 3 Skor Maksimal = banyaknya indikator x 4 5. Kategori Skor Ketrampilan peserta didik didasarkan pada Pemendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113

LAMPIRAN 4 C INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETRAMPILAN (DISKUSI) A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian sikap spiritual ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati.. C. Lembar Observasi Lembar Observasi

Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: Menulis sejarah tentang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

Indikator Sikap`

: Contoh: Melaporkan dan berdiskusi latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114

Lembar Observasi Kompetensi Ketrampilan (Diskusi) No.

Nama

1. 2.

Angga Pratama

Mengkomu nikasikan (1-4) 3

Mendengar kan (1-4)

Berargum entasi (1-4)

Berkontri busi (1-4)

Jumlah Skor

4

4

4

15

3. 4.

Keterangan Tabel a. Berdiskusi : Mengacu pada ketrampilan mengolah fakta dan menalar yakni membandingkan fakta yang telah diolahnya dengan konsep yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan dan atau ditemukannya sebuah prinsip penting. Ketrampilan berdiskusi meliputi ketrampilan mengkomunikasikan, mendengarkan, ketrampilan berargumentasi, dan ketrampilan berkontribusi. b. Ketrampilan mengkomunikasikan adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan atau menyampaikan ide atau gagasan dengan bahasa lisan yang efektif. c. Ketrampilan mendengarkan dipahami sebagai kemampuan siswa untuk tidak menyela, memotong, atau menginterupsi pembicaraan seseorang ketika sedang mengungkapkan gagasannya. d. Kemampuan berargumentasi menunjukkan kemampuan siswa dalam mengemukakan argumentasi logis ketika ada pihak lain yang bertanya atau mempertanyakan gagasannya. e. Kemampuan berkontribusi dimaksudkan sebagai kemampuan siswa memberikan gagasabn-gagasan yang mendukung atau mengarah ke penarikan kesimpulan termasuk di dalamnya menghargai perbedaan pendapat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115

LAMPIRAN 4 D PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN (DISKUSI) 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor : 4 2. Kategori Skor Ketrampilan (diskusi) peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33< skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116

LAMPIRAN 4 E INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETRAMPILAN (PRESENTASI) A. Petunjuk Umum 1. Instrumen penilaian kompetensi ketrampilan ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4,3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut: 4- apabila selalu melakukan perilaku yang diamati. 3-apabila sering melakukan perilaku yang diamati. 2- apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati. 1- apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati.. C. Lembar Observasi LEMBAR OBSERVASI KOMPETENSI KETRAMPILAN (PRESENTASI)

Kelas

:

Semester

:

Tahun Pelajaran

:

Periode Pengamatan

:

Butir Nilai

: Menulis sejarah tentang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

Indikator Sikap`

: Contoh: Melaporkan dan berdiskusi latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora abad XIX-XX.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117

No.

Nama

1. 2.

Angga Pratama

Kemampuan Presentasi (1-4) 3

Kemampuan Bertanya (1-4) 4

Kemampuan Menjawab(14) 4

Jumlah Skor 11

3. 4.

Keterangan Tabel a. presentasi menunjuk pada kemampuan peserta didik untuk menyajikan hasil temuanya mulai dari kegiatan mengamati,

menanya, mencoba, dan

mengasosiasi sampai pada kesimpulan. Presentasi terdiri dari 3 aspek penilaian yakni ketrampilan menjelaskan/presentasi, memvisualisasikan, dan merespon atau memberi tanggapan. b. ketrampilan bertanya berkaitan dengan kemampuan peserta didik untuk mengungkapkan pertanyaan seunik mungkin, semenarik mungkin, atau sekreatif mungkin. c. ketrampilan menjawab adalah kemampuan peserta didik menyampikan tanggapan atas pertanyaan, bertahan, sanggahan dari pihak lain secara empirik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118

LAMPIRAN 4 F PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN (PRESENTASI) 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor : 3 2. Kategori Skor Ketrampilan (diskusi) peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119

LAMPIRAN 4 G PETUNJUK PPENGHITUNGAN SKOR KOMPETENSI KETRAMPILAN 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir =

(Jumlah Perolehan Skor + Skor Penilaian Diskusi + Skor Penilaian Presentasi) : 3

2. Kategori Skor Kompetensi Ketrampilan peserta didik didasarkan pada Permendikbud No. 81A tahun 2013 yaitu: Sangat Baik (SB) : Apabila memperoleh skor akhir 3,33 < skor akhir ≤ 4,00 Baik (B)

: Apabila memperoleh skor akhir 2,33 < skor akhir ≤ 3,33

Cukup (C)

: Apabila memperoleh skor akhir 1,33 < skor akhir ≤ 2,33

Kurang (K)

: Apabila memperoleh skor akhir. Skor akhir ≤ 1,33