WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Problem Solving pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta The Relationship Between Emotional Stability and Problem Solving on Students in Psychology Program of Sebelas Maret University Surakarta Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, Nugraha Arif Karyanta Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Mahasiswa dalam perkembangannya memasuki masa remaja akhir yang merupakan masa penuh konflik karena terjadi perubahan bentuk tubuh, pola perilaku, dan peran sosial. Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut sering menimbulkan masalah. Diperlukan suatu tahapan dan keterampilan penyelesaian masalah atauproblem solving untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Problem solving dipengaruhi oleh faktor-faktor personal pada diri mahasiswa. Emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas problem solving. Kondisi emosi yang stabil akan mempengaruhi pikiran dan tindakan individu. Kestabilan emosi menuntun individu untuk menghasilkanreaksiemosi yang tepatdantidakberlebihandalammenghadapimasalah yang munculdalamkehidupansehari-hari yangakanmengarahpadatercapainyaproblem solving yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dengan problem solving pada mahasiswa. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif yang signifikan antara kestabilan emosi dengan problem solving pada mahasiswa.Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswaProgram Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 3 kelas dengan jumlah 105 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive cluster sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan Skala Problem Solving(r =0,336-0,685; α = 0,920) dan Skala Kestabilan Emosi(r =0,394-0,728; α = 0,922). Hasil analisis teknik korelasi product moment Pearsondiperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,705; p = 0,00 (p<0,01). Berdasarkan hasil tersebut berarti bahwa terdapat hubungan yang positifdansignifikanantara kestabilanemosidengan problem solving pada mahasiswa Program StudiPsikologiUniversitasSebelasMaret Surakarta. Nilai R2 (R Square) sebesar 0,496 artinya bahwa dalam penelitian ini kestabilan emosi memberi sumbangan efektif sebesar 49,6% terhadapproblem solving.
Kata Kunci : Problem Solving, Kestabilan Emosi, Mahasiswa.
PENDAHULUAN
menyatakan bahwa masalah dapat muncul saat
Manusia merupakan individu kompleks timbul hambatan dalam mencapai tujuan. yang memiliki dinamika interaksi psikis dengan
Masa remaja merupakan masa yang
lingkungan keluarga, lingkungan teman dan penuh masalah, karena masa ini adalah periode lingkungan
masyarakat
umum.Dalam terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran
berinteraksi pada kehidupan sehari-hari tidak yang diharapkan oleh kelompok sosial, serta jarang manusia menghadapi permasalahan yang merupakan masa pencarian identitas untuk kompleks.Masalah timbul ketika ada peristiwa mengangkat
diri
yang tidak dapat diatasi dengan perilaku rutin individu.Seringkali
sendiri masa
remaja
sebagai dianggap
(Rakhmat, 2001). Sejalan dengan pernyataan sebagai periode “badai dan tekanan” dimana tersebut, Chauhan (dalam Cahyono, dkk., 2002) terjadi banyak perubahan yang secara mendadak dan cepat pada masa remaja, baik secara emosi 121
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
maupun mental (Hurlock, 2006).Dengan adanya dalam pengerjaannya sehingga hasilnya dapat perubahan tersebut remaja sering mengalami dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Namun kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil untuk memenuhi tuntutan tersebut tidaklah (Cole dalam Rahman, 2008).
mudah dikarenakan ada hambatan-hambatan
Mahasiswa pada umumnya berumur yang harus dihadapi. Mahasiswa yang mampu antara 17 hingga 24 tahun. Pada usia tersebut mengatasi hambatan-hambatan tersebut akan individu berada pada masa remaja akhir dan dengan
baik
melalui
masa
perkuliahan.
dewasa awal (Hurlock, 1997). Artinya bahwa Sedangkan mahasiswa yang tidak mampu mahasiswa berada pada periode perkembangan mengatasi hambatan-hambatan akan cenderung sebagai remaja akhir yang tidak luput dari untuk berbagai
permasalahan.Permasalahan
melakukan
kecurangan
demi
yang mendapatkan nilai yang baik. Kecurangan yang
terjadi pada mahasiswa dikarenakan adanya sering terjadi dan bahkan sudah menjadi hambatan
dalam
memenuhi
tugas kebiasaan adalah perilaku mencontek. Hasil
perkembangannya. Havighurst (dalam Papalia, penelitian Halida (2007) di enam kota besar di 2008) mengemukakan tugas perkembangan Indonesia
(Makasar,
pada mahasiswa yaitu memperluas hubungan Bandung,
Yogyakarta,
Surabaya,
Jakarta,
dan
Medan),
dan komunikasi interpersonal, memperoleh menyebutkan hampir 70% responden menjawab peranan sosial, menerima keadaan tubuhnya, pernah melakukan praktek mencontek ketika memperoleh kebebasan emosional dari orang masih sekolah maupun kuliah, artinya mayoritas tua dan orang dewasa lainnya, mencapai responden kemandirian,
mempersiapkan
penelitian
pernah
melakukan
pekerjaan, kecurangan akademik berupa mencontek.
mempersiapkan diri membentuk keluarga, dan
Menurut Dickinson (dalam Santrock,
membentuk sistem nilai-nilai moral dan falsafah 2005) kebanyakan individu mulai berpacaran hidup. Sejalan dengan Flett, dkk (1996) yang pada masa remaja. Pada masa ini remaja mulai mengemukakan bahwa mahasiswa mengalami merasakan permasalahan yang berhubungan masalah dalam hidup terutama meliputi masalah dengan berpacaran seperti putus cinta dan hal pendidikan,
finansial,
kehidupan sosial.
kemandirian
dan ini terkadang mempengaruhi semangat belajar mereka. Hasil penelitian Soetjiningsih (1993)
Dalam hal pendidikan, dibandingkan menunjukkan
bahwa
mayoritas
remaja
dengan masa sekolah, mahasiswa di universitas melakukan hubungan seksual pertama kali saat dituntut untuk lebih aktif dalam pengembangan di bangku SMA, yaitu pada usia antara 15-18 wawasan.Kemampuan berpikir ilmiah yang tahun. Perilaku seksual pranikah remaja adalah sistematis dan berdasar pada fakta-fakta dan segala tingkah laku seksual yang didorong oleh teori-teori merupakan syarat mutlak yang harus hasrat seksual lawan jenisnya, yang dilakukan dimiliki oleh mahasiswa.Tugas-tugas kuliah dan oleh remaja sebelum mereka menikah. Hal ini skripsi menuntut adanya kemampuan tersebut diperkuat dengan data penelitian pada 2005 – 122
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
2006 di kota-kota besar mulai Jabodetabek, tawuran besar yang terjadi di Indonesia, dimana Medan, Bandung, Surabaya hingga Makassar, dalam beberapa kejadian tersebut menyebabkan dimana 47% remaja mengaku melakukan beberapa mahasiswa tewas. Tawuran yang hubungan seks sebelum nikah. Sebuah survei terjadi tidak hanya antar kampus, pada tanggal yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan 19 Januari 2012 bahkan terjadi tawuran internal tahun 2008 melaporkan bahwa 63% remaja di mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah Pendidikan Universitas Khairun Ternate. Hal ini melakukan hubungan seksual di luar nikah dan sejalan dengan penelitian
yang dilakukan
21% di antaranya melakukan aborsi. Beberapa D’Zurilla dkk (2003) bahwa lemahnya problem mahasiswa
juga
terlibat
dalam
kasus solving
dapat
menimbulkan
agresivitas
pemerkosaan, seperti yang terjadi di Makasar seseorang. pada
Oktober
memperkosa
2012
seorang
seorang siswi
mahasiswa
SMA
Berbagai permasalahan tersebut tentu
(Anjar, menuntut suatu penyelesaian agar tidak menjadi
2012).Secara umum survei itu mengindikasikan beban yang dapat mengganggu perkembangan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin selanjutnya mengkhawatirkan
(BKKBN,
(Hurlock,
2001).Besar,
kecil,
2009). ringan, berat suatu permasalahan tergantung
Permasalahan lain yang dilakukan remaja yaitu dari bagaimana keterampilan individu dalam penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan catatan menyikapi
suatu
permasalahan
Polda Metro Jaya, selama 2011 hingga 2012, keterampilannya dalam
dan
memecahkan suatu
kasus narkoba yang menyeret mahasiswa makin permasalahan yang dihadapi. Menurut Chaplin meningkat. Pada 2011 mahasiswa terlibat ada (2001) problem solving adalah proses yang 98 kasus, dan 2012 naik 77% atau sebesar 174 mencakup dalam usaha menemukan urutan yang kasus. Tidak hanya sebagai pengguna saja, benar dari alternatif jawaban mengarah pada dengan keuntungan yang menggiurkan dalam satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal. mengedarkan narkoba membuat mahasiswa Sedangkan Edward ( dalam Cahyono, dkk. terjerumus untuk melakukan hal tersebut.Pada 2002) menyatakan bahwa problem solving Pebruari 2012 seorang mahasiswa salah satu adalah
kemampuan
untuk
berfikir
secara
perguruan tinggi di Jakarta ditangkap kepolisian langsung dan terarah dalam mencapai suatu karena di dalam mobilnya ditemukan 598 butir tujuan.Mahasiswa yang sedang menghadapi pil happy five yang termasuk narkoba. Mahasiswa perkembangannya,
dalam seringkali
masalah,
idealnya
membutuhkan
suatu
masa perencanaan dan pengelolaan aktivitas yang memberikan baik, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,
reaksi emosional yang berlebihan terhadap suatu sehingga dapat memecahkan masalah dengan masalah.Hal menimbulkan
seperti
itu
terjadinya
yang taawuran
sering mudah dan cepat. antar
Dalam menyelesaikan masalah yang
mahasiswa. Nurfuadah (2012) mencatat ada 7 dihadapi, faktor-faktor personal pada diri remaja 123
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
berpengaruh
pada
pemilihan
alternatif dialaminya tidak mengganggu aktivitas yang
penyelesaian
masalah.Stevens
(1996) lain. Sementara itu, individu dengan kondisi
mengemukakan
hambatan
dalam
usaha emosi yang tidak stabil memiliki kecenderungan
memecahkan masalah yaitu persepsi, ekspresi, perubahan yang cepat dan tidak diduga dalam inteligensi dan emosi.Tidak semua orang dapat reaksi emosinya (Chaplin, 2001). mengendalikan emosinya dengan baik setiap saat.Emosi
setiap
individu
dapat
Sumal,
dkk
(dalam
Aleem,
2005)
berubah mengemukakan bahwa kestabilan emosi sebagai
dengan cepat.Emosi dapat dipengaruhi oleh pengendali moralitas seseorang. Artinya bahwa faktor lingkungan dan faktor dari diri individu individu yang mempunyai kestabilan emosi sendiri.Namun bukan berarti emosi seseorang akan bertindak berdasarkan moral. Kestabilan tidak bisa menjadi stabil.Ketika emosi yang emosi berperan sebagai pengendali perilaku, bergerak dengan cepat menyesuaikan antara diri supaya reaksi emosional baik positif atau dengan
lingkungan
tanpa
menunjukkan negatif yang dihasilkan tidak berlebihan dan
ketegangan emosi, maka kestabilan emosi sesuai dengan situasi dan kondisi. Apabila mungkin dapat tercapai (Guilford, 1959).
individu memiliki kestabilan emosi yang baik,
Holyoak (dalam Halim dkk, 2011) maka mereka akan menghasilkan reaksi emosi mengemukakan
bahwa
individu
dengan yang tepat, tidak berlebihan dalam menghadapi
kestabilan emosi yang baik mampu untuk masalah yang muncul dalam kehidupan seharimengelola situasi yang tidak terduga dan hari dan akan mengarah pada tercapainya mempunyai
problem
efektif.Individu
solving
yang
rendah
yang pemecahan masalah yang ideal. kestabilan
Kemampuan
mahasiswa
dalam
emosinya mungkin tidak hanya menjadi pesimis melakukan pemecahan masalah atau problem tentang apakah masalah dapat diselesaikan solving akan menuntun mahasiswa menjadi tetapi juga mungkin membuat atribusi emosi pribadi yang dewasa dan berkualitas. Kualitas negatif, individu tersebut melihat masalah mahasiswa dalam akademik dan kepribadian sebagai krisis bukan sebagai tantangan yang berperan penting dalam tahapan kehidupan harus diatasi (Watson dkk. dalam Kammeyer- selanjutnya baik dalam hal pekerjaan maupun Mueller &Judge and Scott, 2009). Irma
(2003)
dalam
menjelaskan
kehidupan
sosial.
Terutama
pada
bahwa mahasiswa psikologi, dituntut untuk dapat
kestabilan emosi menunjukkan emosi yang memiliki kemampuan problem solving yang tetap, tidak mengalami perubahan atau tidak baik.
Sesuai
dengan
tujuan
didirikannya
cepat terganggu meskipun dalam keadaan Program Studi Psikologi Universitas Sebelas menghadapi
masalah.
Seseorang
mempunyai
kestabilan
emosi
yang Maret Surakarta, yaitu memberikan pelayanan mampu jasa psikologi kepada masyarakat dalam rangka
mengekspresikan emosi dengan tepat, tidak pemberdayaan pemandirian dan penyehatan berlebihan,
sehingga
emosi
yang
sedang masyarakat. Pelayanan jasa psikologi yang 124
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
dimaksud
adalah
psikologi
dan
berupa
jasa
penyediaan
konseling.
tes kecemasan yang lebih rendah.Problem solving
Mahasiswa dapat
dilakukan
dengan
insight
atau
psikologi yang nantinya akan berperan sebagai pemahaman, Widayatun (1999) menyatakan konselor,
tentu
problem
solving
membutuhkan yang
baik
kemampuan problem solving sebagai suatu proses berpikir, untuk
dapat belajar,
mengingat
membantu menyelesaikan masalah yang sedang merespon dihadapi oleh klien.
serta
dalam
menjawab
bentuk
atau
pengambilan
keputusan.D’Zurilla & Maydeu-Olivares (1995) mendefinisikan
DASAR TEORI
problem
solving
yaitu
pengarahan diri individu pada proses perilaku
A. Problem Solving
kognitif yang melibatkan kesadaran, pemikiran
Masalah selalu ada dalam setiap jengkal rasional, dan aktivitas dalam usahanya untuk kehidupan manusia baik pada masa kanak- mengidentifikasi atau menemukan cara-cara kanak, masa remaja, masa dewasa maupun masa yang efektif atau adaptif dalam mengatasi tua. Dengan permasalahan-permasalahan yang permasalahan yang ditemui dalam kehidupan ada dan dihadapi akan membuat manusia sehari-hari. Individu yang memiliki satu tujuan semakin berupaya untuk mengembangkan daya akan menghadapi persoalan, dengan demikian pikir maupun mengembangkan semua potensi individu tersebut menjadi terangsang untuk yang dimilikinya. Masalah didefinisikan oleh mencapai
tujuan
itu
dan
mengusahakan
D’Zurilla, dkk (1989) sebagai situasi atau tugas sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat yang menuntut respon terhadap fungsi adaptif diatasi. namun tidak segera tersedianya respon efektif
Selain memahami masalah, menemukan
karena adanya beberapa hambatan. Hambatan solusi atau jalan keluar yang ideal merupakan itu sendiri dapat berupa masalah fisik, ekonomi, substansi penting dalam problem solving. maupun
sosial.
Setiap
individu
pasti Seperti yang dikemukakan oleh Solso (1995)
menginginkan keluar dari masalah tersebut dan problem solving merupakan pemikiran langsung segera menemukan penyelesaian ideal terhadap terhadap permasalahan khusus yang meliputi masalah yang menghambat dirinya.
respon-respon terhadap permasalahan yang
Problem solving merupakan penilaian timbul, sehingga diperoleh cara yang tepat menyeluruh individu mengenai kemampuan untuk mencapai suatu tujuan. Chauhan (1987) khusus dalam pemecahan masalah yang terjadi menambahkan
bahwa
problem
solving
dalam hidupnya (Heppner dalam MacNair and menghendaki adanya prediksi, analisis, dan Elliot, 1992). Neal dan Heppner (dalam Salami fakta-fakta
serta
prinsip-prinsip
dan Oyesoji, 2006) mengungkapkan bahwa mengembangkan hubungan sebab akibat pada individu masalahnya
yang
mampu
dengan
efektif
menyelesaikan fenomena yang terjadi. mempunyai
MacNair & Elliot (1992) menjelaskan
kemampuan sosial yang lebih baik dan tingkat karakeristik individu dengan problem solving 125
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
yang efektif antara lain memiliki kontrol suasana hati, sifat karakteristik orang yang internal yang baik, membuat sedikit atribusi memiliki kontrol emosi yang baik. Kontrol emosi untuk menyalahkan diri sendiri, memiliki merupakan usaha di pihak individu untuk konsep diri yang positif dan berpikir secara mengatur dan menguasai emosi sendiri atau emosi dan orang lain. Sedangkan ketidakstabilan emosi satu kecenderungan untuk aktivitas kognitif lainnya, terkait dengan banyak merupakan rasional,
menikmati
proses
berpikir
kebiasaan belajar dan sikap yang adaptif, menunjukkan perubahan yang cepat dan tidak dapat diduga-duga atau diramalkan dalam memiliki kepercayaan diri dalam mengambil emosionalitas. keputusan, dan memiliki harapan yang tinggi Morgan (1986) menjelaskan bahwa, dan tujuan yang jelas. kestabilan emosi merupakan suatu keadaan emosi Menurut D’Zurilla & Maydeu-Olivares seseorang yang apabila mendapat rangsangan (1995), aspek dalamproblem solving, yaitu secara emosional dari luar tidak menunjukkan orientasi positif pada masalah (positive problem gangguan emosional seperti depresi dan orientation), orientasi negatif pada masalah kecemasan. Sementara itu, Sharma (2006) (negative problem orientation), pemecahan menjelaskan bahwa, kestabilan emosi berarti masalah secara rasional (rational problem kondisi yang benar-benar kokoh, tidak mudah solving), gaya impulsif (impulsive style), dan berbalik atau terganggu, memiliki keseimbangan gaya menghindari masalah (avoidance style) Faktor-faktor
yang baik dan mampu untuk menghadapi segala
yang
mempengaruhi sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau kemampuan pemecahan masalah meliputi sama. Senada dengan pernyataan tersebut, inteligensi, kreativitas, usia, pengalaman, Smitson (dalam Aleem, 2005) menyebutkan tingkah laku coping, tingkat pendidikan, faktor bahwa kestabilan emosi merupakan proses dimana situasional,
faktor
biologis,
motivasi, kepribadian secara berkesinambungan berusaha
kepercayaan dan sikap yang tepat, fleksibilitas, mencapai kondisi emosi yang sehat dan selaras dalam jiwa dan raga.
danemosi. Kneeland
(2001)
mengemukakan
6
Kestabilan emosi adalah keadaan dimana
tahapan dalam proses pemecahan masalah, yaitu seseorang dapat menampilkan reaksi yang menyadari adanya permasalahan, tidakberlebihan atas rangsangan yang diterima, relevan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah. mendefinisikan permasalahan, mengembangkan Kestabilan emosi ini merupakan suatu tahapan yang harus dicapai oleh seseorang untuk lebih pilihan-pilihan solusi, memilih solusi terbaik tenang dalam menghadapi segala permasalahan, dan menerapkan solusi. mencakup kemampuan untuk mengungkapkan B. Kestabilan Emosi emosi dengan melakukan kendali yang tidak Menurut Chaplin (2001), kestabilan emosi berlebihan terhadap gejala-gejala yang muncul. (emotional stability) ialah terbebas dari sejumlah Kestabilan emosi berperan penting dalam besar variasi atau perselang-selingan dalam pembentukan kepribadian, seperti yang 126 mengumpulkan
fakta-fakta
yang
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
dikemukakan Gerungan (1978) bahwa kestabilan a.Problem Solving emosi merupakan kematangan emosional yang
Problem solving adalah pengarahan diri
berdasarkan kesadaran yang mendalam terhadap individu pada proses perilaku kognitif yang kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, cita- melibatkan kesadaran, pemikiran rasional, dan cita dan alam perasaannya serta pengintegrasian aktivitas dalam usahanya untuk semuanya itu ke dalam suatu kepribadian yang mengidentifikasi atau menemukan cara-cara bulat dan harmonis. yang efektif atau adaptif dalam mengatasi Menurut
Aleem
(2005)
karakteristik
kestabilan emosi meliputi mampu merespon perubahan situasi dengan baik, mampu menunda respom, terutama respon negatif, bebas dari rasa takut yang tidak beralasan dan mau mengakui kesalahan tanpa merasa malu. Aspek-aspek
kestabilan
emosi
dikemukakan oleh Schneiders (1991) yaitu kontrol emosi yang meliputi pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau
permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. b.Kestabilan Emosi Kestabilan emosi adalah suatu kondisi emosi yang tetap, tidak mudah berubah, tidak labil, memiliki kontrol emosi yang baik dan tidak mudah mengalami gangguan emosional dan mampu mengendalikan emosi secara tepat ketika menghadapi kondisi yang menyenangkan
situasi dan standar dalam diri individu yang ataupun ketika menghadapi masalah dalam berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita, serta hidup.
Populasi, Sampel, prinsip, bentuk respon emosi yang dipilih dan 2. ditampilkan seseorang saat menghadapi situasi Pengambilan Sampel tertentu, dan kematangan emosi yaitu kemampuan
Populasi
seseorang untuk melakukan reaksi emosi sesuai penelitian dengan
tingkat
perkembangannya
ini
yang adalah
dan
Teknik
digunakan seluruh
dalam
mahasiswa
yang Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
diindikasikan dengan adanyakemampuan untuk Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sampel menyesuaikan diri terhadap stres, tidak mudah yang digunakan dalam penelitian ini adalah khawatir, tidak mudah cemas dan tidak mudah mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas marah.
Kedokteran METODE PENELITIAN
1.Variabel Penelitian
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta angkatan 2010-2012 dengan kriteria berusia 18-21 tahun. Teknik pengambilan
Variabel dalam penelitian ini adalah sampel yang digunakan pada penelitian ini problem solving sebagai variabel tergantung dan adalah purposive cluster sampling. kestabilan emosisebagai variabel bebas. Definisi 3. Alat Ukur operasional dari masing-masing variabel Alat yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut : ini adalah skala psikologi yang terdiri atas skala problem solving dan skala kestabilan emosi. Skala dalam penelitian ini merupakan skala 127
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
model Likert, yang terdiri atas pernyataan- disimpulkan bahwa data pada variable problem pernyataan dengan menggunakan empat pilihan solving
dankestabilan
emosi
berdistribusi
jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), normal. tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). b. Uji Linearitas Penilaian aitem favorable bergerak dari skor 4
Uji
linearitas
dalam
penelitian
ini
(sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1 menggunakan Test for Linearity dengan taraf (sangat tidak sesuai), sedangkan penilaian aitem signifikansi
0,05.
Hasil
uji
linearitas
unfavorable bergerak dari skor 1 (sangat menunjukkan bahwa antara problem solving sesuai), 2 (sesuai), 3 (tidak sesuai), 4 (sangat dankestabilan tidak sesuai). Uji
emosi
menghasilkan
nilai
signifikansi pada linearity sebesar 0,000. Nilai validitas
menggunakan
dalam
korelasi
penelitian
product
ini signifikansi tersebut kurang dari 0,05; maka
moment, dapat disimpulkan bahwa antara variabel bebas
sedangkan uji reliabilitas dalam penelitian ini dan variabel tergantung terdapat hubungan yang menggunakan formula Alpha Cronbach, yang linear. akan diolah menggunakan program Statistical 2. Hasil Uji Hipotesis Product and Service Solution (SPSS) versi
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,
16for Windows.
diperoleh koefisien Pearson correlationadalah
4.Teknik Analisis Data
sebesar 0,705 dengan nilai Sig. 0,000 (p<0,05).
Teknik analisis data yang digunakan Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah analisis korelasi diterima, sehingga dapat dinyatakan bahwa ada product moment Pearson. Penghitungan data hubungan yang signifikan antara kestabilan dilakukan dengan
menggunakan program emosi dengan problem solving. Nilai r yang
Statistical Product and Service Solution (SPSS) positif menunjukkan arah hubungan yang versi 16for Windows.
bersifat positif. PEMBAHASAN
HASIL- HASIL 1. Hasil Uji Asumsi Dasar
Hasil analisis data yang diperoleh dari
a. Uji Normalitas
penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan
Uji normalitas dalam penelitian ini positif antara kestabilan emosi denganproblem menggunakan teknik Kolmogorov Smirnov Test solving. Hal ini menunjukkan hipotesis yang dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara hasil penghitungan, pada kolom Kolmogorov- kestabilan emosi dengan problem solving pada Smirnov diketahui bahwa nilai signifikansi mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas problem solving sebesar 0,200 dan kestabilan Sebelas Maret Surakarta diterima. Kekuatan emosi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,181. hubungan antara kedua variabel penelitian Oleh karena nilai signifikansi untuk seluruh ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R) variabel
lebih
besar
dari
0,05;
dapat 128
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
sebesar 0,705 dengan p<0,01. Berdasarkan pada yang berpengaruh dalam proses kognisi dalam pedoman
untuk
koefisien
korelasi
memberikan oleh
interpretasi usaha
Sugiyono
menyelesaikan
masalah
(problem
(dalam solving).
Priyatno, 2010), kekuatan hubungan kedua
Berdasarkan nilai koefisien determinasi
variabel dalam penelitian ini termasuk kuat. (R²), diketahui besarnya sumbangan efektif Kedua variabel memiliki hubungan positif yang kestabilan emosi terhadap problem solving, menunjukkan
hubungan
keduanya
searah, yaitu sebesar 0,496. Hal tersebut menunjukkan
artinya semakin tinggi tingkat kestabilan emosi, bahwa sebesar 49,6% variabel problem solving semakin tinggiproblem solving. Begitu pula dipengaruhi oleh variabel kestabilan emosi, sebaliknya, semakin rendah tingkat kestabilan sedangkan sisanya sebesar 50,4% dijelaskan emosi, maka akan semakin rendah pula tingkat atau problem solving.
dipengaruhi
oleh
faktor
lain
selain
kestabilan emosi. Hal ini dimungkinkan terkait
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan bagaimana kondisi responden penelitian. pendapat yang dikemukakan oleh Holyoak Selain kestabilan emosi, problem solving juga (dalam Halim dkk, 2011) yang mengemukakan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu bahwa individu dengan kestabilan emosi yang usia dan pengalaman (Mappiare, 1982), tingkah tinggi mampu untuk mengelola situasi yang laku coping dan tingkat pendidikan (Andayani tidak terduga dan mempunyai problem solving dan
Afiatin,
1991).
Sedangkan
menurut
yang efektif. Watson dkk. (dalam Kammeyer- Rakhmat (2011), faktor situasional, faktor Mueller & Judge and Scott, 2009) juga biologis
dan
mengemukakan bahwa kestabilan emosi yang (kebudayaan)
faktor yang
sosiopsikologis
meliputi
motivasi,
tinggi membuat individu melihat suatu masalah kepercayaan dan sikap yang tepat dan kebiasaan sebagai suatu tantangan dan peluang untuk merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
mengembangkan diri sehingga individu menjadi terjadinya problem solving pada seseorang. optimis akan terselesaikannya suatu masalah.
Problem solving pada mahasiswa di
Problem solving terkait dengan proses Program Studi Psikologi Universitas Sebelas berpikir dan usaha individu dalam penyelesaian Maret Surakarta secara umum tergolong sedang. suatu masalah. Indvidu dengan tingkat problem Hal tersebut berdasarkan hasil kategorisasi yang solving yang tinggi cenderung menikmati proses memperlihatkan
bahwa
53,33%
responden
berpikir dan kegiatan kognitif lainnya serta memiliki skor problem solving sedang dan memiliki harapan yang tinggi serta tujuan yang 46,67% jelas
selama
selama
proses
lainnya
memiliki
skor
problem
penyelesaian solvingtinggi, dengan mean empirik sebesar
masalah. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat 116,73.Hal ini terkait dengan pernyataan yang kestabilan
emosi
pada
individu.
Hal
ini dikemukakan oleh Mappiare (1982) bahwa usia
didukung oleh pernyataan Stevens (1996) yaitu dan
pengalaman
mempengaruhi
problem
kestabilan emosi merupakan salah satu variabel solving seseorang. Mahasiswa rata-rata berusia 129
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
17-22 tahun yang termasuk dalam masa remaja. perhitungan
atas
Dalam usia yang tergolong muda, mahasiswa respondenlaki-laki banyak mengalami kondisi-kondisi yang belum menunjukkan
kestabilan
emosi
antara
dengan perempuan juga
tidak
ada
perbedaan
yang
penelitian
dapat
pernah dialami sebelumnya, sehingga belum ada signifikan antara keduanya. coping terhadap suatu masalah, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Andayani dan Afiatin (1991).
PENUTUP 1. Kesimpulan
Kestabilan emosi pada mahasiswa di
Berdasarkan
hasil
Program Studi Psikologi Universitas Sebelas disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif Maret Surakarta secara umum tergolong sedang. yang
signifikan
antara
kestabilan
Hal tersebut berdasarkan hasil kategorisasi yang emosidenganproblem solving pada mahasiswa memperlihatkan memiliki
bahwa
skor
61,9%
kestabilan
responden Program Studi Psikologi Universitas Sebelas
emosisedang, Maret Surakarta.
dan38,1%memiliki skor kestabilan emositinggi, dengan
mean
empirik
sebesar 2. Saran
108,18.Berdasarkan data tersebut, maka dapat Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat diketahui Psikologi
bahwa
mahasiswaProgram
Universitas
Sebelas
Studi diberikan saran antara lain: Maret 1.Bagi mahasiswa diharapkan dapat menjadikan
Surakartamemiliki tingkat kestabilan emosi bahan
pertimbangan
sedang. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa kestabilan
emosi
untuk
dalam
meningkatkan
upaya
mencapai
faktor, seperti yang dikemukakan oleh Morgan kemampuan problem solving yang efektif dalam dan King (dalam Ekawati, 2001) meliputi menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kondisi fisik, pembawaan dan steaming atau kehidupan. suasana
hati.
Sedangkan
Young
(dalam 2.Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk
Ekawati, 2001) menambahkan beberapa faktor mengangkat tema yang sama yang mempengaruhi kestabilan emosi antara
a.
Diharapkan
dapat
mengembangkan
lain faktor lingkungan, faktor pengalaman dan
variabel-variabellain di luar variabel
faktor individu.
yang telah digunakan dalam penelitian
Analisis
tambahan
ini
ini yang juga turut mempengaruhi
dilakukan untuk mengetahui perbedaan pada
problem solvingsehingga dapat dilihat
masing-masing variabel antara mahasiswa laki-
sumbangan
laki
tersebut.
dengan
dalam
perempuan.
penelitian
Berdasarkan
perhitunganatas nilai total problem solving,
b.
masing-masing
Diharapkan
variabel
mampumelakukan
didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan
penelitian
di
tempat
yang signifikan antara tingkat problem solving
memperluas
responden laki-laki dengan perempuan. Hasil
memperbanyak responden, agar ruang
populasi
berbeda, dan
130
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
lingkup dan generalisasi penelitian menjadi lebih luas serta meningkatkan
Journal of Behavior Therapy. Vol 26 page 409-432.
D’Zurilla, T. J., Chang, E. C., & Sanna, L. J. 2003. Self-Esteem and Social Problem Lebih terampil dan cermat dalam Solving of Aggression in College Students. Journal of Social and Clinical menyusun skala penelitian, agar skala Psychology. Vol 22 No.4 page 424-440. yang digunakan dapat mengungkap kualitas penelitian.
c.
atribut psikologis responden secara Flett, G. L., Hewitt, P. L., & Blankstein, K. R. 1996. Perfectionism, Social Problem lebih mendalam, sehingga hasil Solving Ability and Psychological Distress. Journal of Rational-Emotive & penelitian yang diperoleh lebih Cognitive-Behavior Therapy. Vol 14 No. komprehensif. 4 page 245-274. DAFTAR PUSTAKA
Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Aleem, S. 2005. Emotional Stability among College Youth.Journal of Indian Guillford, J. P. 1959. Personality. New York: Academy of Applied Psychology, 31, McGraw Hill Books Company. 100-102. Halida, M. 2007. Hubungan antara Konsep Diri Andayani, B dan Afiatin, T. 1991. Konsep Diri, dengan Penyesuaian Sosial pada Harga Diri dan Kepercayaan Diri Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Remaja. Jurnal 4. No.2 Hal 23-30. Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Halim, F. W., dkk. 2011. Emotional Stability BKKBN. 2009. Pergaulan Remaja Makin and Conscientiousness as Predictors Mengkhawatirkan. Diperoleh dari towards Job Performance. University http://bkkbn.go.id. Diakses 11 Januari Putra Malaysia Press Vol 19 page 1392010. 145. Heppner, P. P., & Petersen, C. B. 1981. A Cahyono, R. T, Iriani, N dan Lestari, S. 2002. Personal Problem Solving Inventory. Kecenderungan Somatisasi Ditinjau dari Los Angeles: American Psychological Sense of Humor dan Kemampuan Association. Menyelesaikan Masalah. Jurnal Ilmiah Hurlock, E. B. 2006. PsikologiPerkembangan: Berkala Psikologi. Vol 6, No. 2, Hal SuatuPendekatanSepanjangRentangKehi 159-167. Surakarta: Fakultas Psikologi dupan. Jakarta: Erlangga. UMS. Irma, A. Chaplin, C. P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi 2003.PerbedaanKestabilanEmosiRemaja (Alih bahasa : Kartono, K). Edisi 1 yangShalatnyaTeraturdenganKestabilan Cetakan ke-2. Jakarta: Raja Grafindo EmosiRemaja yang Persada. ShalatnyaTidakTeratur.JurnalPsikologi Islam, 3, 83-93. Chauhan, S. S. 1987. Advanced Educational Psychology. New Delhi: Vikas Publising Kammayer-Mueller, J. D., Judge, T. A., & House. Scott, B. A. 2009. The Role of Core Self-Evaluations in The Coping Process. D’Zurilla, T. J. & Maydeu-Olivares, A. 1995. Journal of Applied Psychology. Vol 94 Conceptual and Methodological Issue In No. 1 page 177-195. Social Problem-Solving Assessment. 131
WIDANTI, HARDJAJANI, KARYANTA / HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN
Kneeland, S. 2001. Essentials: Solving Problem. Solso, R.L. 1995. Cognitive Psychology.4th Jakarta: Gramedia. edition. Boston: Allyn& Bacon. MacNair, R. R., & Elliot, T. R. 1992. Self- Stevens, M. 1996. How To Be A Better Problem Perceived Problem Solving Ability, Solver. London: Kopan Page. Stress Appraisal, and Coping Over Widayatun, T. R. 1999. Ilmu Perilaku. Jakarta: Time. Journal of Research in CV Agung Seto. Personality 26 page 150-164. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Morgan, C. T. 1986. Introduction to Psychology 7th Edition. New York: McGraw Hill Book Company Inc. Nurfuadah, R. N. 2012. BentrokMahasiswaSepanjang 2012. Internet.http://www.okezone.com. Diaksestanggal 25 Mei 2013 Papalia, D.E., 2008.Human Development, 10th ed., Boston: McGraw-Hill. Rahman, S. 2008. PerkembanganSosialRemajaDalamAspe kKemandirian.Jurnal Insight Vol. 1 No. 2, 128-131. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset. Salami, S danOyesoji, A. 2006.Relationship between Problem–Solving Ability and Study Behaviour among school-going Adolescents in Southwestern Nigeria.Electrinic Journal of Research in Educational Psychology.No.8, Vol 4(1). Nigeria. University of Ibadan. Santrock, J. W. 2005. Adolescence (Perkembangan Remaja) edisi 6. Jakarta: Erlangga. Schneiders, A. 1991.Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart and Winston. Soetjiningsih, C. H. 1993. Perkembangan Remaja Suku Jawa dan Cina. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UGM.
132