HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN

Download Kata Kunci: konsep diri, pola asuh orang tua, konformitas santri. ABSTRACT. This research aims to identify the relationship between self co...

0 downloads 464 Views 255KB Size
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONFORMITAS SANTRI Awaludin Mufti Efendi Program Studi Magister Sains Psikologi Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura, Surakarta (57127) [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara konsep diri dan pola asuh orang tua dengan konformitas santri. Konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang dibentuk melalui berbagai pengalaman yang diperoleh dari interaksi individu lingkungan. Pola asuh adalah suatu cara yang digunakan oleh orang tua dalam memperlakukan anak, berkomunikasi dan mendisiplinkan, serta melakukan monitoring dan memberikan dukungan kepada mereka. Konformitas dalam penelitian ini adalah sikap mengalah seseorang pada tekanan sosial yang dibayangkan dan yang nyata. Sampel penelitian ini adalah santri yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Atas di Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo dengan jumlah 170 Santri. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan angket, yakni skala konsep diri, skala pola asuh orang tua, dan skala konformitas santri. Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan signifikan antara konsep diri dan pola asuh orang tua secara bersamasama dengan konformitas santri. Kata Kunci: konsep diri, pola asuh orang tua, konformitas santri. ABSTRACT This research aims to identify the relationship between self concept and parent nurturing pattern and santri (Islamic boarding school students) conformity. Self concept is a picture owned by somebody about him or herself which formed by experiences gained from individual interaction to the environment. Whereas the parent nurturing pattern is the way parent used in treating, communicating, making discipline, monitoring and supporting children. Whereas conformity is called as a change in behavior or belief as a result of social pressure either imaginary or real. The sample of this research is 170 santris of Modern Boarding School of Imam Syuhodo Muhammadiyah Blimbing Branch Sukoharjo. The data collection technique is conducted by using questionnaire consisting of three scales, they are self concept, parent nurture pattern and conformity scale. From the data analysis, it indicates that there is significant relationship between self concept and parent nurturing pattern altogether to the santri conformity. Keywords: self concept, parent nurture pattern, santri conformity.

Hubungan Antara Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua ... (Awaludin Mufti Efendi)

1

PENDAHULUAN Santri, menurut Johns yang dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier dalam Islam in Shouth Asia bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti ‘guru ngaji’. Adapun menurut C. C Berg adalah istilah santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti ‘orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu’. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti ‘buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan’ (Nasir, 2005). Dengan demikian, santri adalah orang yang mempelajari buku-buku suci, agama maupun ilmu pengetahuan. Santri dikategorikan sebagai remaja yang berumur sekitar 12-20 tahun (Effendi dan Ernawati, 2005). sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional untuk mempersiapkan diri memasuki masa dewasa dan masa depan. Adapun yang berkaitan dengan perubahan sosio-emosional ini, santri harus menyesuaikan diri dengan orang di luar keluarganya, seperti teman sebaya atau significant other lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan Hurlock (1980) bahwa karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan temanteman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Kelompok teman sebaya atau kelompok apapun yang diikuti oleh santri biasanya memiliki dua hal yang secara umum juga dimiliki oleh kelompok-kelompok lainnya, yaitu norma berupa aturanaturan yang diterapkan ke semua anggota dari sebuah kelompok dan peran yang merupakan posisi tertentu dalam sebuah kelompok yang dibuat berdasarkan aturan-aturan dan harapan-harapan (Santrock, 2007). Hal ini menyebabkan santri mendapatkan tekanan untuk merubah sikap maupun tingkah laku sesuai dengan norma dan peran pada kelompok sebaya tersebut, yang kemudian hal ini disebut konformitas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas menurut Baron dan Byrne (2005), yaitu kohesivitas yaitu derajat ketertarikan yang dirasa oleh individu terhadap suatu kelompok, ukuran kelompok, dan norma sosial deskriptif dan injungtif. Dalam konteks sosial terdapat aturan-aturan yang mengatur bagaimana sebaiknya bertingkah laku, yang disebut norma sosial (Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, 2009). Aturan-aturan yang berlaku ini menuntut remaja untuk menyesuaikan diri agar dapat berperilaku dan bertindak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, remaja harus menemukan apa yang mereka yakini, sikap, dan nilai-nilai idealnya yang dapat memberikan suatu peran dalam kehidupan sosialnya (Marheni dalam Soetjiningsih, 2004). Ketika remaja mengetahui dirinya dan apa yang ia lakukan, maka ia akan mengetahui peranya di dalam masyarakat. Fits (dalam Agustiani, 2009) menyatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Hal ini menunjukan bahwa konsep diri yang dimiliki remaja membantunya untuk berperilaku dan bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku. Adapun peran lingkungan sosial tempat remaja tumbuh dan berkembang, tidak bisa diabaikan dalam proses pemahaman remaja terhadap nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Sherif (dalam Santoso, 2010), lingkungan sosial adalah situasi yang memberikan rangsangan kepada individu untuk bertingkah laku, situasi dalam hal ini adalah proses pengasuhan. Dalam proses tersebut remaja melakukan proses sosialisasi terhadap nilai, norma, dan peran dari orang tua sebagai acuan bagi dirinya untuk memasuki lingkungan yang lebih luas. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh 2

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 1-8

Tholib (2010) bahwa pengasuhan orang tua memberikan kontribusi utama terhadap proses sosialisasi anak, independensi, kematangan, kontrol diri, kemandirian, keingintahuan, persahabatan, orientasi berprestasi, dan nilai-nilai prososial. Dengan mengetahui nilai dan norma yang berlaku pada akhirnya remaja akan mengetahui tingkah laku mana yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Hal ini menunjukan bahwa pola asuh orang tua membantu remaja dalam proses sosialisasi remaja terhadap nilai dan norma yang berlaku sehingga remaja akan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang diharapkan oleh masyarakat. Namun, ketika para santri harus kembali ke masyarakat tempat ia tinggal, mereka mengalami kesulitan dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma sosial dan aturan yang berlaku di masyarakat karena terdapat perbedaan dengan norma dan aturan yang berlaku di pesantren. Hal ini menyebabkan santri yang tidak mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar masyarakat, merasa rendah diri, dan menarik diri dari sosialnya. Peneliti melakukan survey terhadap 30 alumni Pondok pesantren Modern Imam Syuhodo tahun pelajaran 2007/2008 sampai 2009/2010 untuk mengetahui tingkat konformitas santri berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konformitas, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sears, Freedman, dan Peplau (1985) yaitu informasi, rasa takut terhadap celaan sosial, kekompakan kelompok, kesepakatan kelompok, ukuran kelompok dan keterikatan pada penilaian bebas. Berdasarkan survey tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat konformitas santri setelah lulus dari Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo menunjukan penurunan sehingga menyulitkan mereka untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial serta harapan masyarakatnya. Survey tersebut menunjukkan rendahnya tingkat konformitas santri, padahal seorang santri dididik mandiri di pesantrennya dan diharapkan mampu berperan dalam menangani masalah-masalah sosial di lingkunganya. Bahkan diharapkan menjadi orang yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang keislaman dan dapat mengajarkan serta menerapkannya dalam kehidupan masyarakat di mana para santri kembali setelah selesai menamatkan pelajarannya di pesantren (Fathani dalam Hamidi dan Luthfi, 2010). Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin melihat hubungan antara konsep diri dan pola asuh orang tua dengan konformitas santri. Manfaat dari penelitian ini memberikan informasi pentingnya pengaruh konsep diri dan pola asuh orang tua terhadap konformitas santri. Menurut Baron dan Byrne (2005), konformitas merupakan suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Matsumoto mendefinisikan konformitas sebagai sikap mengalah seseorang pada tekanan sosial baik yang nyata maupun yang dibayangkan (Matsumoto dalam Mulyanto, et al., 2006). Konformitas juga merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan (Kiesler dan Kiesler dalam Rakhmat, 2009). Adapun aspek konformitas, sebagaimana yang dikemukakan Sears (Sears, Freedman, dan Peplau, 1985), yaitu aspek perilaku, aspek penampilan dan aspek pandangan. Pengertian konformitas dalam penelitian ini adalah sikap mengalah seseorang pada tekanan sosial yang riil dan yang dibayangkan agar sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku.

Hubungan Antara Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua ... (Awaludin Mufti Efendi)

3

Menurut Baron dan Byrne, konsep diri adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri (Baron dan Byrne, 2005). Menurut William D. Brooks, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita, persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologis, sosial, dan fisik (Brooks dalam Rakhmat, 2009). Konsep diri juga didefinisikan sebagai kesadaran seseorang mengenai siapa dirinya (Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, 2009) yang terbentuk melalui pengalamanya dengan lingkungan, interaksinya dengan significant other (orang lain yang memiliki arti penting) dan atribusi tentang perilakunya sendiri (Muijs dan Reynolds, 2008). Oleh karena itu, konsep diri merupakan representasi diri yang mencakup identitas diri yakni karakteristik personal, pengalaman, peran, dan status sosial (Thalib, 2010). Konsep diri individu meliputi aspek Identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral ethical self, personal self, dan family self (Fits dalam Agustiani, 2009). Jadi, konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang dibentuk melalui berbagai pengalaman yang diperoleh dari lingkungan dan dari interaksi individu dengan orang lain yang memiliki arti penting serta atribusi seseorang tentang perilakunya sendiri. Pola asuh adalah cara orang tua dalam memperlakukan, berkomunikasi, mendisiplinkan, memonitor, dan mendukung anak (Lestari, 2008). Pengasuhan orang tua sebagai proses interaksi antara anggota keluarga, berhubungan dengan keterampilan dalam menerapkan pengawasan (monitoring) penggunaan disiplin dan hukum yang efektif, pemberian dorongan atau penguatan yang mendukung perkembangan keterampilan pemecahan masalah (Patterson dalam Thalib, 2010). Pola asuh atau pengasuhan merupakan istilah yang merangkum sejumlah perilaku yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup, reproduksi, perawatan dan sosialisasi (Thalib, 2010). Pengasuhan orang tua sebagai proses interaksi antara anggota keluarga, berhubungan dengan keterampilan dalam menerapkan pengawasan (monitoring) penggunaan disiplin dan hukum yang efektif, pemberian dorongan atau penguatan yang mendukung perkembangan ketrampilan pemecahan masalah (Patterson dalam Thalib, 2010). Pelaksanaan pola asuh mencakup dua aspek penting yaitu responsiveness (ketanggapan) yang diwujudkan melalui penerimaan dan dukungan dan demandingness (tuntutan) yang ditunjukan oleh orang tua dalam perilaku kontrol dan supervisi (Baumrind dalam Lestari, 2008) . Jadi, pola asuh adalah suatu cara yang digunakan oleh orang tua dalam memperlakukan anak, berkomunikasi dan mendisiplinkan, melakukan monitoring, dan memberikan dukungan kepada mereka. Menurut Santrok, setiap kelompok sosial, memiliki dua hal yang perlu diketahui, yaitu norma berupa aturan-aturan yang diterapkan ke semua anggota dari sebuah kelompok dan peran yang merupakan posisi tertentu dalam sebuah kelompok yang dibuat berdasarkan aturan-aturan dan harapan-harapan (Santrock, 2007). Hal ini menyebabkan remaja mengalami tuntutan-tuntutan baru untuk penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, terutama berkaitan dengan nilai dan norma serta peran yang berlaku di dalamnya. Cara penyesuaian diri yang tepat adalah dengan melakukan tindakan yang sesuai dan diterima secara sosial (Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, 2009) sehingga remaja mampu berperan sesuai nilai dan norma sosial yang berlaku dan harapan masyarakatnya. Menurut Marheni, tuntutan-tuntutan psikososial ini menempatkan remaja pada suatu keadaan yang disebut dengan krisis identitas yang merupakan suatu tahapan untuk membuat keputusan terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan dengan pertanyaan tentang identitas dirinya (Marheni dalam Soetjiningsih, 2004). Pertanyaan tentang identitas diri ini disebut dengan konsep

4

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 1-8

diri. Hal ini menunjukan bahwa konsep diri dapat membantu individu untuk memahami lingkungan sosial dan pedoman tingkah laku masa depan (Cahyani dan Sugiyanto, 2008). Menurut Fits (dalam Agustiani, 2009), konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dengan pemahaman terhadap lingkungan sosial yang baik, remaja akan menyesuaikan diri dengan aturan maupun norma yang berlaku di dalamnya serta berperan sesuai dengan harapan sosialnya sehingga remaja mampu melakukan konformitas dengan baik. Keberhasilan remaja dalam memahami hal-hal yang boleh dan seharusnya dilakukan dan halhal yang tidak boleh dan tidak harus dilakukan pada lingkungan sosialnya, tidak lepas dari peran besar dari orang tua dalam proses pengasuhannya. Menurut Darling dkk., (dalam Thalib, 2010) pengasuhan orang tua merupakan suatu mekanisme yang secara langsung membantu anak mencapai tujuan sosialisasi dan secara tidak langsung mempengaruhi internalisasi nilai-nilai sehingga anak lebih terbuka terhadap upaya sosialisasi melalui berbagai bentuk kompetensi interaksi sosial. Dengan pola pengasuhan yang baik pada sisi responsibilitas dan tuntutan yang diterapkan orang tua kepada remaja, maka mereka akan memiliki skil sosial yang baik dan akhirnya dapat memahami norma dan nilai yang berlaku serta mampu berperilaku sesuai dengan harapan masyarakatnya. Sebaliknya, bila pengasuhan orang tua lemah pada kedua sisi tersebut, maka remaja akan memiliki kompetensi sosial yang rendah dan menghadapi kesulitan dalam bertingkah laku yang sesuai dengan harapan masyarakatnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya norma dan nilai serta peran yang berlaku di masyarakat, memberikan konsekuensi bagi remaja untuk menemukan konsep dirinya agar mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Tidak terkecuali juga peran orang tua dalam proses pengasuhan yang lebih mengedepankan sisi responsibilitas dan tuntutan yang seimbang agar remaja yang berada di bawah pengasuhanya, mampu memahami nilai dan norma yang berlaku dan pada akhirnya, remaja bisa bertindak sesuai dengan harapan masyarakat tempat ia tinggal. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan subjek seluruh santri yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Atas di Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo. Dengan ketentuan subjek (1) umur 16 hingga 18 tahun (2) klasifikasinya berdasarkan jenis kelamin, dan (3) keseluruhan santri berada di asrama pondok. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan angket. Angket dalam penelitian ini terdiri dari skala konsep diri, skala pola asuh orang tua, dan skala konformitas santri. Adapun teknik analisis data menggunakan analisis regresi ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis melalui regresi ganda diperoleh nilai menunjukan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara variabel independen, dalam hal ini konsep diri dan pola asuh orang tua secara bersamaan dengan variabel dependen, yaitu konformitas santri di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo. Semakin tinggi konsep diri santri maka semakin tinggi

Hubungan Antara Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua ... (Awaludin Mufti Efendi)

5

tingkat konformitasnya, begitu pula semakin tinggi pola asuh orang tua mereka, maka semakin tinggi pula tingkat konformitasnya. Hasil penelitian tersebut berarti bahwa semakin positif konsep diri santri, maka santri semakin konformitas terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sebaliknya, semakin negatif konsep diri santri, maka santri semakin nonkonformitas terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat. Adapun pola asuh orang tua, semakin autoritatif pengasuhan orang tua, maka santri semakin konformitas terhadap norma sosial yang berlaku, sebaliknya, semakin keterlibatan orang tua dalam pengasuhan itu rendah, maka santri semakin nonkonformitas terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat. Konformitas santri dipengaruhi oleh konsep dirinya. Dalam sistem kehidupan sosial, terdapat nilai atau norma yang harus ditaati dan berfungsi untuk mengarahkan perilaku anggotanya agar sesuai dengan harapan masyarakatnya. Menurut Santrock, kelompok teman sebaya atau kelompok apapun yang diikuti oleh remaja biasanya memiliki dua hal yang secara umum juga dimiliki oleh kelompokkelompok lainya yaitu norma berupa aturan-aturan yang diterapkan ke semua anggota dari sebuah kelompok dan peran yang merupakan posisi tertentu dalam sebuah kelompok yang dibuat berdasarkan aturan-aturan dan harapan-harapan (Santrock, 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka ketika remaja menjadi anggota masyarakat, mereka mendapatkan tekanan untuk merubah sikap maupun tingkah laku sebagaimana yang berlaku di masyarakat. Untuk itu tugas utama remaja, yaitu membangun pemahaman baru mengenai identitas ego, yaitu sebuah perasaan tentang siapa dirinya dan apa tempatnya di tatanan sosial yang lebih besar (Crain, 2007). Pertanyaan remaja tentang siapa dirinya dan tempatnya di masyarakat disebut juga dengan konsep diri. Meskipun mendapatkan tekanan, dengan konsep diri yang dimiliki, remaja mempunyai kemampuan untuk memahami lingkungan sosial, yang dalam hal ini memahami aturan sosial yang berlaku di dalam masyarakat sehingga memudahkan remaja untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma serta tuntutan sosial yang ada dalam kelompoknya. Pemahaman akan konsep diri membantu individu untuk memahami lingkungan sosial dan pedoman tingkah laku masa depan (Cahyani dan Sugiyanto, 2008). Pada dasarnya konsep diri memainkan peranan penting dalam berbagai tingkah laku (Agustiani, 2009). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Jiang bahwa perkembangan konsep diri dan percaya diri yang positif akan berpengaruh positif terhadap perkembangan sosial, siswa yang memiliki konsep diri yang positif menjadi (1) tidak cemas dalam menghadapi situasi baru, (2) mampu bergaul dengan teman-teman seusianya, (3) lebih koperatif, dan (4) mampu mengikuti aturan dan norma-norma yang berlaku (Jiang dalam Thalib, 2000). Ciri konsep diri remaja positif yang dikemukakan Jiang tersebut menunjukan bahwa ketika konsep diri yang dimiliki remaja, dalam hal ini santri, adalah konsep diri yang positif, maka mereka mudah untuk melakukan konformitas di masyarakatnya. Konformitas santri juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, dalam hal ini adalah pola pengasuhan orang tua yang diterima remaja di lingkungan keluarga. Dalam proses ini, remaja mempelajari norma dan nilai masyarakat tempat ia tinggal dari kedua orang tuanya sebelum memasuki lingkungan masyarakatnya. Mempelajari norma dan nilai ini dikenal dengan proses sosialisasi. Tujuan sosialisasi tidak hanya mengerti nilai dan norma, tetapi juga agar bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku (Soekanto, 2007). Pengasuhan orang tua sebagai suatu mekanisme yang secara langsung membantu anak mencapai tujuan sosialisasi dan secara tidak langsung mempengaruhi internalisasi nilai-nilai sehingga anak lebih 6

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 1-8

terbuka terhadap upaya sosialisasi melalui berbagai bentuk kompetensi interaksi sosial (Thalib, 2010). Dengan keberhasilan remaja melakukan proses sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma yang berlaku ke dalam dirinya, maka akan memudahkan remaja untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin positif konsep diri santri, semakin konformitas terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sebaliknya, semakin negatif konsep diri santri, maka santri semakin nonkonformitas terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat. Adapun pola asuh orang tua, semakin autoritatif pengasuhan orang tua, maka santri semakin konformitas terhadap norma sosial yang berlaku, tetapi sebaliknya, semakin keterlibatan orang tua dalam pengasuhan itu rendah, maka santri semakin nonkonformitas terhadap norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pondok Pesantren diharapkan mampu untuk menerapkan pendidikan yang menjadikan para santrinya menemukan dan memiliki konsep diri yang baik dengan mengembangkan kedelapan aspek pada konsep diri dengan baik. Dalam konteks pengasuhan, diharapkan orang tua dan dewan asatidz selalu menerima semua keadaan santri dengan memenuhi semaksimal mungkin kebutuhan santri dan memberikan dukungan bagi aktivitas-aktivitas santri yang bermanfaat bagi perkembanganya disertai dengan tuntutan berupa batasan yang diajukan orang tua atau dewan asatidz pada santri agar berperilaku matang dan bertanggung jawab. Bagi peneliti selanjutnya, karena sumbangan pengaruh konsep diri dan pola asuh orang tua terhadap konformitas santri hanya 51,1% dan masih menyisakan 48,9% yang perlu untuk diteliti adalah variabel-variabel lain yang mempengaruhi konformitas santri agar penelitian ini lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitanya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja). Edisi Kedua. Bandung: PT Refika Aditama. Baron, Robert A. and Byrne, Donn. 2005. Social Psychology. Tenth Edition (Terj. Ratna Djuwita, Melania Meitty Parman, Dyah Yasmina, dan Lita P. Lunata). Edisi kesepuluh. Jakarta: Penarbit Erlangga. Cahyani, Estu Dwi dan Sugiyanto. 2008. “The Influence of Peer Group Interaction and Academic Self-Concept on Academic Achievement”. Anima Indonesian Psychologycal Journal. Vol. 23, no. 4 Juli 2008, [email protected]/[email protected], p. 308 Effendi dan Ernawati. 2005. Profil Organisasi Santri. Jakarta: Fajar Gemilang Hamidi, Jazim dan Luthfi Mustofa. 2010. Entrepreneurship Kaum Sarungan. Jakarta: Khalifa. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Psychology a Live Span Approach. Fifth edition (terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo). Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hubungan Antara Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua ... (Awaludin Mufti Efendi)

7

Lestari, Sri. 2008. “Pengasuhan Orang Tua dan Harga Diri Remaja: Studi Meta Analisis”. Anima Indonesian Psychologycal Journal. Vol. 24, No.1, Oktober. 2008, [email protected]/ [email protected], p. 18. Muijs, Daniel dan Reynolds, David. 2008. Efective Teaching Teori dan Aplikasi (Terj. Helly P Rajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasir, Ridwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Edisi Keduapuluhtujuh. Bandung: Rosda. Santrock, John W. 2007. Adolescence. Eleventh Edition (terj. Benedictine Widyasinta). Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Santoso, Slamet. 2010. Teori-Teori Psikologi Sosial. Edisi Pertama. Bandung: Refika Aditama. Sears, David O., Freedman, Jonathan L., dan Peplau, L. Anne. 1994. Social Psychology. Fifth edition. (Terj. Michael Adryanto). Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Soekanto, Soejono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Baru. Jakarta: Rajawali Press. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto. Thalib, Syamsul Bachri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana. Tim Penulis Psikologi UI. 2009. Psikologi Sosial. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Humanik.

8

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 1-8