HUBUNGAN BEBAN KERJA TERHADAP SIKAP DAN MOTIVASI PERAWAT DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG Maria Yunita I.*, Ns. Friska Sinaga**, Dinda Betari Ayu***
ABSTRAK Beban kerja perawat adalah sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan setiap harinya. Beban kerja yang meningkat dapat mempengaruhi hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan dan mempengaruhi pada sikap dan motivasi. Studi pendahuluan, 6 orang perawat mengatakan bahwa rasio jumlah perawat dan pasien tidak seimbang, 50% perawat belum mendapatkan pelatihan khusus untuk di ruang intensif, dan perawat masih kurang bersemangat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan beban kerja terhadap sikap dan motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif melalui pendekatan Cross-sectional. Uji Chisquare digunakan untuk melihat hubungan dari tiap variabel. Instrumen menggunakan kuesioner dengan 40 pernyataan tertutup diberikan pada 55 perawat dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan beban kerja dan sikap, p value 0,030 < α = 0,05 dan tidak ada hubungan beban kerja dengan motivasi p value 0,529 > = α 0,05. Peneliti menyarankan agar rumah sakit dapat membuat suatu program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki dalam diri perawat. Daftar Pustaka: 8 buku, 11 jurnal (2004-2014) Kata Kunci: Beban Kerja, Sikap dan Motivasi
PENDAHULUAN Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara perseorangan dan menyediakan pelayanan rawat inap dan unit gawat darurat (Depkes, 2009). Salah satu bentuk pelayanan yang ada di rumah sakit adalah pelayanan intensif. Ruang intensif adalah salah satu ruangan yang ada di rumah sakit yang dilengkapi dengan tenaga serta peralatan khusus untuk menangani pasien
yang berada dalam keadaan kritis atau pasien yang membutuhkan observasi khusus (Kamus kesehatan dan Rabb, 2007). Masalah yang kemungkinan dapat ditemukan di ruang intensif adalah pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care, sehingga perawat yang bertugas di intensive care juga harus memiliki kemampuan khusus serta keahlian yang terampil. Keahlian dan 56
keterampilan khusus harus dimiliki oleh perawat intensif maka tidak semua perawat dapat berdinas di intensive care. Selain itu beban kerja perawat yang berdinas di ruang intensif lebih berat dibandingkan dengan perawat di ruang rawat biasa, dilihat dari jumlah pasien, tanggung jawab yang mesti dilaksanakan serta jumlah perawat yang berdinas tiap shift. Jumlah pekerjaan dan tanggung jawab yang harus diselesaikan dapat mempengaruhi hasil akhir dari pekerjaan. Hasil akhir yang tidak sesuai dapat menurunkan kualitas pelayanan yang diberikan yang selama ini sudah cukup baik, sehingga motivasi dalam individu diperlukan untuk meningkatkan prestasi kerja (Ahmad, 2010). Motivasi sendiri sering dikaitkan terhadap beban kerja yang tidak sesuai dengan kondisi fisik dan psikologisnya. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek, baik bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup (Sunaryo, 2004). Salah satu ciri perawat profesional adalah mampu bersikap atau berperilaku humanis terhadap pasien sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat (Nursalam, 2008). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan oleh Isra (2012) menunjukkan bahwa 39,6% menilai sikap yang dimiliki perawat masih kurang dan belum memuaskan serta 41,5% pasien menilai bahwa kecepatan perawat dalam membantu masih kurang Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care
Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan Stroke Unit-Intermediate Care (SU-IC), melalui wawancara dan angket dari 6 perawat mengatakan bahwa adanya rasio antara perawat dan pasien yang tidak seimbang dilihat dari jumlah perawat yang berdinas setiap shift. Perhitungan tenaga perawat mengacu pada Departemen Kesehatan (2005) ideal perbandingan perawat dengan pasien yang menggunakan ventilator adalah 1:1 sedangkan jumlah perawat untuk setiap shift tidak selalu 1:1, dilihat dari jumlah shift pagi 10 orang, shift siang 6 orang shift malam 5 orang. Jumlah pekerjaan yang harus dikerjakan juga tidak sedikit dan pembagian pekerjaan tidak sesuai dengan level yang dimiliki perawat. Selain itu juga, 50% perawat belum mendapatkan pelatihan khusus untuk di ruang intensif seperti pelatihan untuk ventilator, perawatan pada neonatus di ruang intensif dan pelatihan dasar di ruang intensif. Selain itu juga data BOR ( Bed Occupancy Ratio ) sejak tiga bulan terakhir di ICU sebesar 85,33% NICU/PICU 56,25% dan Stroke Unit 83,33%. Hasil angket menunjukkan bahwa 3 dari 6 perawat dapat menerima pekerjaannya dengan cara mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik serta mampu memotivasi diri sendiri, lalu 3 perawat terkadang masih kurang bersemangat. Hasil ini didukung dari adanya komplain yang didapat pada Bulan Januari 2015 bahwa perawat masih kurang ramah, dan kurang komunikatif. Perbedaan rasio dari jumlah perawat dan pasien, jumlah pekerjaan yang ada dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Pemberian kualitas pelayanan yang kurang baik dapat
57
menimbulkan dampak yang tidak baik bagi perawat. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti mengenai hubungan beban kerja terhadap sikap dan motivasi perawat di ruang intensif rumah sakit Santo Borromeus Bandung. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif melalui pendekatan cross sectional. Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah beban kerja dan variabel independen yaitu sikap dan motivasi. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung yang berjumlah 60 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 55 orang dan 5 orang masuk dalam kriteria eksklusi. Teknik sampling yang digunkan adalah sampling jenuh. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan skala likert. Skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang dialaminya (Aziz Alimul , 2009). Jumlah kuesioner yang digunakan ada tiga jenis yaitu, kuesioner beban kerja, sikap dan motivasi. Uji validitas dilakukan dua kali di ruang intensif Rumah Sakit Immanuel Bandung. Peneliti menggunakan
kuesioner A tentang beban kerja, kuesioner B tentang sikap dan kuesioner C tentang motivasi sebanyak 47 butir pernyataan ( 20 pernyataan beban kerja, 10 pernyataan sikap, dan 15 pernyataan motivasi). Hasil validitas beban kerja pernyataan tidak valid sebanyak 4, 2 pernyataan di delete dan 2 pernyataan dimodifikasi. Sikap sebanyak 2 pernyataan tidak valid dan di delete. Motivasi sebanyak 4 pernyataan tidak valid, 3 pernyataan di delete dan 1 pernyataan dimodifikasi, kemudian dilakukan uji validitas kembali di ruang intensif Rumah Sakit Immanuel Bandung dan didapatkan semua pernyataan valid. Uji reliabilitas yang dilakukan peneliti pada pengolahan beban kerja, sikap dan motivasi didapatkan nilai Alpha Cronbach untuk beban kerja adalah 0,910 (sangat tinggi) , sikap 0,700 (tinggi) dan motivasi adalah 0,827 (sangat tinggi) dengan demikian instrumen ini masuk dalam syarat kategori reliabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, peneliti juga menampilkan karakteristik responden, analisa univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari tiap variabel dan analisa bivariat. Proses pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer. Karakteristik Responden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus bandung, Juni 2015 (n=55)
58
Usia (tahun) 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 Jumlah
Frekuensi 4 23 20 3 5 55
% 7 42 36 6 9 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden dikategorikan dari usia 17-65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (42%) di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung berada pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak 23 orang. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Jenis Kelamin Frekuensi % Perempuan 47 86 Laki-laki 8 14 Jumlah 55 100 Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (86%) di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung berjenis kelamin perempuan sebanyak 47 orang. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung Juni,2015 (n=55) Pendidikan Frekuensi % D3Kep 48 87 S1Kep 4 7 SPK 3 6 Jumlah 55 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (87%) di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung memiliki tingkat pendidikan D3 Keperawatan sebanyak 48 orang. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Kerja Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Lama Kerja Frekuensi % (tahun) 1-5 11 20 10-15 24 44 16-20 12 22 21-25 1 2 26-30 2 3 31-40 5 9 (Depnaker, 2012) Jumlah 55 100 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (44%) di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung memiliki lama kerja di rentang 10-15 tahun sebanyak 24 orang. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Level Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Level Frekuensi % Level 1 23 42 Level 2 13 23 Level 3 17 31 Level 4 2 4 Jumlah 55 100
59
Tabel 5 menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (42%) di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung berada pada level 1 sebanyak 23 orang.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (81,8) memiliki sikap yang mendukung sebanyak 45 orang dan sebagian kecil responden (18,2%) memiliki sikap yang tidak mendukung sebanyak 10 orang.
Analisa Univariat Analisis univariat pada penelitian ini menganalisis beban kerja dan sikap serta motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung.
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Motivasi Perawatdi Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Motivasi Frekuensi % Rendah 35 63,6 Tinggi 20 36,4 Jumlah 55 100
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Beban Kerja Perawat di Ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Beban Kerja Frekuensi % Rendah 0 0 Sedang 0 0 Tinggi 2 3,6 Sangat 53 96,4 Tinggi Jumlah 55 100 Tabel 6 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden (96,4%) memiliki beban kerja yang sangat tinggi sebanyak 53 orang dan hampir tidak ada responden (3,6 %) memiliki beban kerja yang tinggi sebanyak 2 orang. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Sikap Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Sikap Frekuensi % TidakMendukung 10 18,2 Mendukung 45 81,8 Jumlah 55 100
Tabel 8 menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (36,4%) memiliki motivasi yang tinggi sebanyak 20 orang dan lebih dari setengah responden (63,6%) memiliki motivasi yang rendah sebanyak 35 orang.
Analisis Bivariat Setelah melakukan analisis univariat, tahap selanjutnya adalah melakukan analisa bivariat. Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel independen dengan variabel dependen. Hubungan yang akan dicari yaitu hubungan beban kerja terhadap sikap dan hubungan beban kerja terhadap motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung dengan menggunakan uji chi square.
60
Tabel 9 Analisis Hubungan Beban Kerja terhadap Sikap Perawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55) Beban Kerja
Tinggi
Sikap Perawat
Total
Tidak Mendukung Mendukung F % F % 2 100 0 0,0
F 2
Pvalue
% 100 0,030
Sangat Tinggi
8
15,1
45
84,9
53 100
Total
10
18,2
45
81,8
55 100
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan hasil bahwa beban kerja tinggi dan sikap yang tidak mendukung sebanyak 2 orang (100%) sedangkan beban kerja tinggi dengan sikap yang mendukung tidak ada (0%). Hasil dari beban kerja sangat tinggi dengan sikap yang tidak mendukung sebanyak 8 orang (15,1%) dan beban kerja sangat tinggi dengan sikap yang mendukung sebanyak 43 orang (84,9%). Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p value lebih kecil dari α (0,05) yaitu 0,030 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat hubungan antara beban kerja terhadap sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Tabel 10 Analisis Hubungan Beban Kerja terhadap Motivasi di Ruang Intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Juni 2015 (n=55).
Beban Kerja Tinggi
Motivasi Perawat Rendah F % 2 100
Tinggi F % 0 0
Total F 2
Pvalue
% 100 0,529
Sangat Tinggi
33 62,3 20 37,7 53 100
Total
35 63,6 20 36,4 55 100
Tabel 10 menunjukkan hasil bahwa beban kerja tinggi dengan motivasi rendah sebanyak 2 orang (100%) sedangkan beban kerja tinggi dengan motivasi tinggi tidak ada (0%). Hasil dari beban kerja sangat tinggi dengan motivasi rendah sebanyak 33 orang (62,3%) dan beban kerja sangat tinggi dengan motivasi tinggi sebanyak 20 orang (37,7%). Hasil uji statistik chi-square didapatkan nilai p value lebih besar dari α (0,05) yaitu 0,529 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya bahwa tidak terdapat hubungan beban kerja terhadap motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Pembahasan Analisa Univariat a) Beban kerja Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya (96,4%) memiliki beban kerja yang sangat tinggi dan hampir tidak ada (3,6%) memiliki beban kerja yang tinggi. Beban meningkat karena jumlah pekerjaan yang meningkat, perawat juga selalu dituntut untuk selalu siap mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keahliannya. Sehingga semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh perawat maka akan semakin besar beban kerja
61
yang harus ditanggung oleh perawat tersebut (Wandi,2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2013) di RSUD Kabupaten Semarang didapatkan bahwa beban kerja perawat sebagian besar adalah tinggi. Hasil angket menunjukkan bahwa beban kerja meningkat dikarenakan jumlah perawat dan jumlah pasien tidak seimbang. Perawat di ruang intensif memegang 2 pasien yang artinya memiliki perbandingan 1:2, sementara menurut Departemen Kesehatan (2005) perbandingan yang benar adalah 1:1 yang artinya 1 orang perawat memegang 1 pasien. Hal kedua yang menyebabkan beban kerja meningkat karena perawat selalu dituntut untuk selalu siap mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keahliannya serta pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan level yang dimilikinya. Hasil angket menunjukkan bahwa perawat harus mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan level yang dimilikinya, perawat harus mengambil keputusan yang semestinya dilakukan oleh level yang lebih tinggi. Komposisi level di ruang intensif juga belum merata sehingga pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuannya.
b) Sikap Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung menunjukkan bahwa sebagian besar responden (81,8%) memiliki sikap yang mendukung dan sebagian kecil responden (18,2%) memiliki sikap yang tidak mendukung. Hasil dari distribusi frekuensi didapat bahwa sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung adalah sikap yang mendukung. Sikap yang mendukung kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu (Wawan, 2010) Hasil analisa angket menunjukkan bahwa perawat di ruang intensif bisa menerima pekerjaannya. Perawat di ruang intensif menerima setiap pekerjaan yang diberikan dan berusaha untuk melakasanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Perawat juga mampu menyelesaikan setiap masalah yang muncul, tidak memutuskan sendiri tetapi mendiskusikannya. Selain itu juga, hasil angket menunjukkan bahwa perawat mampu untuk merespon dan bertanggung jawab. Sebagai contoh, perawat mampu menjawab dengan baik dan tepat pertanyaan yang diajukan oleh pasien maupun keluarga pasien dan jawaban yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan.
62
Sikap mendukung lainnya yaitu perawat mampu bertanggung jawab atas segala pilihannya dan berani mengambil serta menerima resikonya. Perawat di ruangan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Perawat juga mampu menyelesaikan masalah dengan baik cara mendiskusikan kepada kepala bagian. c) Motivasi Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (36,4%) memiliki motivasi yang tinggi dan lebih dari setengah responden (63,6%) memiliki motivasi yang rendah. Motivasi terbentuk dari sikap individu dalam menghadapi situasi kerja di tempat kerja. Sikap dan mental individu yang positif terhadap situasi kerja yang memperkuat motivasinya (Mangkunegara, 2005). Setiap individu memiliki tipe motivasi, yaitu motivasi intrinstik dan ekstrinstik. Motivasi intrinstik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang. Sementara itu, motivasi ekstrinsik merupakan bagian dari luar diri seseorang yang diperoleh melalui pengamatan sendiri, ataupun saran, anjuran dan dorongan orang lain (Singgih, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan Atik (2009) menunjukkan bahwa motivasi
intrinsik dan ekstrinsik yang dimiliki oleh perawat berpengaruh dengan kinerja. Perawat dengan motivasi rendah cenderung akan menghasilkan kinerja yang rendah. Hasil angket menunjukkan bahwa tidak semua perawat mendapat dukungan dari rekan kerja yang membuat dirinya termotivasi dalam bekerja. Hal ini membuat motivasi dari dalam diri perawat menjadi kurang sehingga lama kelamaan membuat motivasi menjadi turun. Perawat juga tidak selalu bersemangat dalam mengerjakan tugas yang dikerjakan sehari-hari. dan rasa semangat serta percaya diri dalam dirinya yang selalu naik turun yang membuat kemauan dalam dirinya juga menjadi menurun. Pembahasan Analisa Bivariat a) Hubungan beban kerja terhadap sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Hasil penelitian bivariat tentang hubungan beban kerja terhadap sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung diperoleh dari p value = 0,030 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara beban kerja terhadap sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Beban kerja adalah kemampuan yang harus diemban oleh seseorang dalam menerima dan menjalankan pekerjaannya.
63
Beban kerja dapat berupa beban kerja secara fisik maupun psikologis. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja dibagi menjadi dua fakor yang internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal diantaranya adalah sikap, kondisi kerja dan tugas yang diberikan serta tingkat pekerjaan. Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widyatun,T.R, 2009). Kondisi kerja yang meliputi lingkungan fisik dan sosial yang menjamin dan akan mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam bekerja. Selain itu, adanya seorang pemimpin yang melakukan pengawasan dengan baik penuh perhatian yang akan mempengaruhi sikap dari karyawannya (Anlek, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martini (2007) di RSUD Kota Salatiga menunjukkan bahwa kecenderungan perawat dapat bersikap baik terhadap pelaksanaan tugas yang diberikan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Elisabeth (2014) di RSUP.Prof.Dr.R.D Kandou Manado menunjukkan bahwa sebagian besar perawat menunjukkan kinerja yang baik dengan intensitas beban kerja yang tinggi, hal ini disebabkan karena pengawasan dari kepala ruangan,
kerja sama antar sesama perawat, dan adanya tanggung jawab yang tinggi dari setiap perawat dalam melaksanakan tugas. Penelitian ini juga didukung oleh Ramli (2010) di RSU Haji Makassar bahwa perawat memiliki kinerja yang baik dengan beban kerja yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deny (2012) di RSUD Blambangan Banyuwangi bahwa perawat memiliki kinerja yang baik dalam melaksanakan pekerjaannya karena perawat menyadari bahwa itu adalah bagian dari tanggung jawab yang harus diselesaikan. b) Hubungan beban kerja terhadap motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung Hasil penelitian bivariat didapat p value = 0,529 maka Ho diterima Ha ditolak yang artinya tidak terdapat hubungan antara beban kerja terhadap motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Motivasi diartikan sebagai kebutuhan psikologis yang telah memiliki arah atau corak dalam kehidupan diri seseorang yang harus dipenuhi agar kehidupannya dapat mencapai keadaan yang nyaman. (Wirahmihardja,2006). Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan. Oleh sebab itu, motivasi kerja dapat dikatakan sebagai
64
pendorong semangat kerja (Anoraga, 2006). Salah satu hal yang mendasari sifat profesionalisme kerja perawat adalah motivasi kerja. Dalam dunia keperawatan sangat dibutuhkan motivasi yang tinggi dalam melakukan suatu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Perawat yang memiliki motivasi kerja yang tinggi cenderung tidak akan mengalami burnout dalam bekerja, namun sebaliknya jika perawat memiliki motivasi kerja yang rendah maka ia akan mengalami burnout dalam bekerja sehingga akan membuat perawat tersebut malas dalam melakukan aktivitas yaitu melayani dan merawat pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan (Anoraga, 2006). Mc Clelland menjelaskan dalam teori motivasinya bahwa jika individu yang memiliki perasaan menggebu-gebu untuk meraih prestasi terbaik, maka akan sangat bergairah dan termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya, sebaliknya jika tidak ada niat yang kuat untuk meraih prestasi maka akan tertinggal jauh dibandingkan dengan orang yang termotivasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Emanuel (2008) di RSUP Panti Wilasa menunjukkan bahwa responden yang memiliki motivasi rendah, memiliki proporsi kinerja klinis yang kurang baik. Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya motivasi
dalam diri seseorang selain beban kerja adalah kejenuhan akan rutinitas yang sama setiap harinya, sehingga membuat seseorang menjadi pasif dan cenderung menyerah dalam kehidupan sehariharinya. Ayu (2012) di Rumah Sakit Baptis Kediri mengenai tingkat kejenuhan, bahwa lama kerja 1-5 tahun belum ditemukan tingkat kejenuhan. Muslihudin (2009) mengemukakan bahwa tingkat kejenuhan berat sering ditemui pada masa kerja lebih dari 10 tahun akibat adanya kelelahan fisik, dan adanya rutinitas yang dialami oleh seseorang, sehingga menyebabkan demotivasi yang dapat mempengaruhi terhadap kemauan seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden (44%) mempunyai masa kerja diantara 10-15 tahun sehingga menyebabkan demotivasi yang dapat mempengaruhi terhadap kemauan seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) di Panti Wreda Surakarta bahwa ada faktor internal dan ekternal yang mempengaruhi kinerja perawat dalam bekerja. Selain itu hasil penelitian lain yang dilakukan di RS Panti Wilasa Semarang oleh Emanuel (2008) bahwa lama kerja dan pengalaman kerja yang dimiliki membuat mereka menjadi nyaman terhadap apa yang mereka tekuni.
65
Selain lama kerja, faktor yang sangat mempengaruhi motivasi seseorang adalah usia. Djiwandono (2002) dalam buku psikologi memaparkan teori Erikson mengenai perkembangan manusia, bahwa pada rentang usia 21-30 tahun disebut dengan young adult yang mempunyai ciri termotivasi untuk berhasil dalam proses belajar maupun bekerja. Hurlock (dalam Suryani 2002) mengatakan bahwa usia 20-30 tahun merupakan usia produktif dimana pada usia ini seseorang akan berusaha untuk tetap mempertahankan kestabilan pekerjaannya yang mereka tekuni, motivasi bekerja yang sangat tinggi sangat diperlukan untuk mendukung keinginan mereka. Gibson (2000) menyatakan bahwa usia berpengaruh positif terhadap kinerja seseorang dalam bekerja Hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa sebagian kecil responden berada pada rentang usia 26-35 tahun (42%). Hasil penelitian lain yang dilakukan di RS Panti Wilasa Semarang oleh Emanuel (2008) bahwa usia mempengaruhi motivasi seseorang karena pada usia dewasa awal motivasi bisa berubah dari tinggi menjadi sedang dikarenakan rasa puas terhadap hasil kerja yang didapatkan. Selain itu kondisi yang dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja adalah adanya penghargaan yang diberikan. Selain penghargaan motivasi
perawat dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pengakuan atau pujian terhadap kinerja staf, memberikan feedback secara verbal maupun ucapan. (Ramondang,2011). Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Royani dkk (2015) di STIKes Banten bahwa sistem penghargaan berpengaruh terhadap kinerja perawat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan yang didapat pada penelitian ini adalah a) Beban kerja yang dialami oleh perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung didapatkan hasil hampir seluruhnya responden memiliki beban kerja yang sangat tinggi dan hampir tidak ada yang memiliki beban kerja yang tinggi. b) Sikap yang dimiliki oleh perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang mendukung dan sebagian kecil responden memiliki sikap yang tidak mendukung. c) Motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung didapatkan hasil bahwa kurang dari setengah responden memiliki motivasi yang tinggi dan lebih dari setengah responden memiliki motivasi yang rendah. d) Hubungan beban kerja terhadap sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus
66
Bandung didapatkan p value = 0,030 yang artinya ada hubungan antara beban kerja terhadap sikap perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. e) Hubungan beban kerja terhadap motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung didapat p value = 0,529 yang artinya tidak ada hubungan antara beban kerja terhadap motivasi perawat di ruang intensif Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan saran bagi beberapa pihak, diantaranya: a) Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung Bagi Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung diharapkan agar memberikan pelatihan yang sesuai seperti pelatihan ventilator, pelatihan mengenai neonatus di ruang intensif setiap tiga bulan dan diagendakan bergiliran bagi para perawat agar pembagian kerja merata sesuai dengan level yang dimiliki. b) Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk peneliti selanjutnya mengenai pengalaman perawat sesuai dengan levelnya untuk meningkatkan motivasi dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA Atik.(2009).Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Senopati Bantul.dalam jurnal.ugm.ac.id di upload 29 Januari Jam 21:20 Ayu,Maharani.(2012). Kejenuhan Kerja (Burnout) dengan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Kkeperawatan. Dalam puslit2.petra.ac.id/ejourna di upload 28 Juni 2015 jam 20:15 Deny.(2012).Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Blambang Banyuwangi.dalam repository.unej.ac.id di upload 28 Juni 2015 jam 21:00 Elisabeth.(2015). Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap C1 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.dalam ejournal.unsrat.ac.id upload 27 Juni 2015 Jam 20.00. Hadju dkk.(2010).Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Perawat di Ruang ICU RS Stella Maris Makkasar.dalam http://pasca.unhas.ac.id di upload28 Januari 2015 jam 20.00 Hidayat, A.Aziz Alimul.(2009).Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.Jakarta:Salemba Medika. Indar.(2010).Hubungan Karakteristik Individu dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat di Ruang Instalasi Rawat Inap RSU Haji
67
Makassar.dalamjournal.unhas.ac.id di upload 29 Juli 2015 jam 22.00. Manuaba, A. (2005). Ergonomi Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dalam Wigny Osvebroto, S & Wiranto, SE, Eds, Procendings Seminar Nasional Ergonomi. Surabaya: PT Guna Widya. Pakudek, H.Krisna dkk.(2011).Hubungan Motivasi Perawat Dengan Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap C RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado.dalam ejournal.unsrat.ac.id di upload 24 Januari 2015 jam 22.23 Vensi Hasmoko Emanuel. (2008).”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Klinis Perawat Berdasarkan Penerapan Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang”.Semarang: Universitas Diponegoro. Di Upload 28 Juni 2015 jam 23.10
68