HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) DI RUANG RAWAT INAP BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) RUMAH SAKIT KONAWE TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: IRFAN BANDA F1D311120
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penelitian ini banyak hambatan yang penulis dapatkan. Namun, atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada henti-hentinya disertai harapan yang optimis sehingga dapat mengatasi semua masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Bapak Pitrah Asfian S.Sos., M.Sc. sebagai pembimbing I dan Bapak Abdul Rahim Sya’ban S,K.M.,M.Sc. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan hasil ini. Ucapan terima kasih penulis persembahkan pula kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Dema Banda M,Si dan Ibunda Suharni, S.Pd yang telah membina, mendidik, memberikan semangat, serta do’a restu yang tak terhingga
v
kepada penulis selama menempuh pendidikan. Tak lupa kepada kakakku Freni Oktiani Banda S.ST.,M.Kes dan Ulfa Ultriani Banda Amd. Keb atas waktunya dalam menemani penulis melakukan penelitian serta untuk kasih sayang, do’a, dan dukungannya kepada penulis. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 3. Ketua Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 4. Seluruh dosen pengajar yang dengan sepenuh hati memberikan banyak pengetahuan selama perkuliahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis, serta kepada Staf pengelola Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 5. Bapak Dr. Yusuf Sabilu, M.Si. Ibu arum dian pratiwi, S.K.M., M.Sc. dan Bapak Syawal K Saptaputra, S.K.M., M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini. 6. Bapak Drs.Djaeludin selaku kabag. Tata usaha BLUD Rumah Sakit Konawe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak membantu demi terlaksananya penelitian ini. 7. Sahabat-sahabatku yang tak terlupakan: Ramadhan, Aguslan, Irfan Yudiawan,Dimas Reza Prayoga, Aril Genezaret, Erit Eripin, Alwi, Hasmar Noe, Fahmi, Herlan, Azrin, Vivi, Desi, Riri, Saban, Rani, Indah, yang
vi
telah memberikan banyak warna dalam hidupku, selalu ada dalam suka dan duka, serta kerjasamanya yang tidak tergantikan sampai kapanpun. 8. Teman-teman peminatan KLKK 2011: Ramadan, Alwi, Aguslan, Fahmi, Aril Genezaret, Erit Eripin, Hasmar Noe, Dimas Reza Prayoga, dan lainnya, salut atas kerjasama, kekompakan, dan bantuannya selama ini. 9. Teman-teman dari keluarga besar ENVISION, HAC, Epid.Com, HealthProz, kakak-kakakku angkatan 2005–2010, adik-adikku angkatan 2012–2014, teman-teman kelompok 11 PBL Desa Tomba Watu dan teman-teman di Sanggar Iqo Art Management (IAM) yang telah memberikan
motivasi
kepada
penulis
serta
membantu
dalam
menyelesaikan penelitian. Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan berkahNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program S1 di Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa, negara, dan agama. Amin Ya Rabb. Kendari,
September 2015
Irfan banda
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGAJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH DAFTAR LAMBANG ABSTRAK ABSTRAC I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Ruang Lingkup Penelitian F. Definisi Dan Istilah G. Organisasi Penelitian
Halaman i ii iii iv v viii x xii xiii xiv xvi xvii xviii 1 3 3 4 4 5 6
II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Umum K3 B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri C. Tinjauan Tentang Perilaku D. Tinjauan Tentang Kepatuhan E. Kerangka Konsep F. Hipotesis
7 13 21 31 34 37
III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian B. Lokasi Dan Waktu C. Populasi dan Sampel D. Instrumen pengumpulan data E. Teknik Pengumpulan Data F. Defenisi Operasional G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
39 39 39 39 40 41 45
viii
IV.
IIV.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian B. Hasil Penelitian C. Pembahasan
47 55 66
PENUTUP A. Simpulan B. Saran
78 79
DARTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Teks
Halaman
1.
Fasilitas tempat tidur BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
53
2.
Distribusi Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Pendidikan Tahun 2015
54
3.
Distribusi Responden menurut jenis kelamin di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe
56
4.
Distribusi Responden menurut kelompok umur di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
56
5.
Distribusi Responden menurut pendidikan terakhir di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
57
6.
Distribusi Responden menurut lama kerja di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
58
7.
Distribusi Responden menurut kepatuhan perawat dalam menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
59
8.
Distribusi Responden menurut pengetahuan perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
60
9.
Distribusi Responden menurut sikap perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
61
10.
Distribusi Responden menurut tindakan perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
62
x
11.
Hubungan pengetahaun perawat BLUD Rumah Sakit Konawe dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP Rumah Sakit Tahun 2015
62
12
Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
64
13
Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
65
xi
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
KerangkaTeori
34
2.
KerangkaKonsep
36
xii
DAFTAR LAMPIRAN
NO
Lampiran
1
Informed Consent
2
Kuisioner
3
Master Tabel
4
Output SPSS
5
Dokumentasi
6
Surat Izin Penelitian
7
Surat Telah Melakukan Penelitian
xiii
DAFTAR ISTILAH Singkatan
Arti/Keterangan
WHO
World Health Organization
K3
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Depkes
Departemen Kesehatan
RI
Republik Indonesia
ILO
International Labour Organization
RSU
Rumah Sakit Umum
Dinkes
Dinas Kesehatan
APD
Alat Pelindung Diri
Menkes
Menteri Kesehatan
UK
United Kingdom
Pemda
Pemerintahan Daerah
Per
Peraturan
Perda
Peraturan Daerah
Permenkes
Peraturan Menteri Kesehatan
BLUD
Badan Layanan Umum Daerah
AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome
X
Variabel Bebas
xiv
Y
Variabel Terikat
UU
Undang-undang
SDM
Sumber Daya Manusia
SK
Surat Keputusan
SMA
Sekolah Menengah Atas
SMP
Sekolah Menengah Pertama
SD
Sekolah Dasar
SPSS
Statistical Package For Social Sciences
BBM
Bahan bakar Minyak
OSHA
Occupational Safety And Health Administration
SOP
Standard Operating Procedure
S-O-R
Stimulus-orgisme-respon
PAD
Pendapatan Asli Daerah
SS
Sangat Setuju
S
Setuju
TS
Tidak Setuju
STS
Sangat Tidak Setuju
xv
DAFTAR LAMBANG
LAMBANG
Arti/Keterangan
=
Samadengan
-
Pengurangan
+
Penambahan
/
Pembagian
<
Kurangdari
≥
Lebihbesaratausamadengan
%
Persentase
xvi
HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) DI RUANG RAWAT INAP BLUD RUMAH SAKIT KONAWE TAHUN 2015 Oleh: Irfan Banda F1D3 11 120 ABSTRAK Penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk digunakan ketika sedang bekerja di rumah sakit. penggunaan APD harus sesuai standar operasional prosedur (SOP). Untuk mencegah masalah kecelakaan kerja atau resiko bahaya yang dapat muncul ketika sedang melakukan pekerjaan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross sectional study. Sampel pada penelitian ini berjumlah 52 responden yang bekerja pada ruang rawat inap. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan metode sampling jenuh. Hasil penelitian menunjukkan hasil statistik pada tingkat signifikan α < 0,05 diperoleh ada hubungan yang kuat antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,024), ada hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value =0,027), dan tidak ada yang bermakna antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,100), di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015.
Kata Kunci: APD, SOP, Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Kepatuhan
xvii
ASSOCIATION BETWEEN NURSE BEHAVIOR AND PURSUANCE OF NURSES IN UTILIZING SELF PROTECTION DEVICE (APD) APPROPRIATELY BASED ON STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) IN INPATIENT CARE ROOM OF BLUD HOSPITAL KONAWE IN 2015
BY: Irfan Banda F1D3 11 120 ABSTRACT Utilization of Self Protection Device (APD) is considered essential when working in hospital. The using of APD should be appropriate with the standard operating procedure (SOP) to prevent potential accident or hazard that might be exposed while working in the hospital. This study aimed to understand the association between knowledge, attitude, practice and pursuance of nurses in utilizing APD appropriately according to the Standard Operating Procedure (SOP) at BLUD Hospital of Konawe in 2015. This study was observational analytic through cross sectional study method. The number of samples was 52 respondents who worked at inpatient care room. The sampling technique was made by saturated sampling technique. The results of the study demonstrating statistic test result at significance level α < 0.05 indicated that there was a significant association between knowledge of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0.024), there was significant association between attitude of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0.027), and there was no significant association between practice of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0,100) in inpatient care room at BLUD Hospital of Konawe regency in 2015.
Key Words: APD, SOP, Knowledge, Attitude, Practice, and Pursuance
xviii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di lingkungan kerja. Sedangkan menurut catatan World Health Organization (WHO) dari jumlah tenaga kerja sebesar 35% sampai 50% di dunia terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi (Milyandra, 2010). Dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian upaya kesehatan yang dilakukan merupakan serangkaian kegiatan terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat (Depkes RI, 2009). Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, laboratorium dan
1
2
sebagainya), dan yang menjadi subjek dari kesehatan kerja adalah pekerja dan masyarakat sekitar tempat kerja tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat menurut konsep paradigma sehat, ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka kedua hal tersebut juga menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja (Notoatmodjo, 2007). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan (Hiperkes Bandung, 2008). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015 bahwa ditemukan masih banyaknya perawat yang kurang perhatian dan kesadaran/kepatuhan dalam menggunakan APD seehingga perawat memiliki potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan data pada tahun 2013, terdapat kejadian kecelakaan kerja baik ringan sebanyak 16 kasus atau sekitar 25%, seperti kecelakaan tertusuk jarum suntik dan terkena pecahan botol suntik dll, dan untuk kecelakaan berat sebanyak 13 kasus atau sekitar 22%, seperti kecelakaan terjatuh, tertindis alat kerja (Profil BLUD Rumah Sakit Konawe, 2013).
3
Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul, “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe. b. Untuk
mengetahui
hubungan
sikap
perawat
dengan
kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe.
4
c. Untuk
mengetahui hubungan tindakan
perawat
dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepala BLUD Rumah Sakit Konawe agar memperhatikan kesehatan pekerja 2. Manfaat Ilmiah Untuk menambah wawasan ilmiah serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 3. Manfaat bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan serta lembar observasi. Penelitian ini hanya mengambil tiga
5
variabel yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Adapun variabel lain tidak diteliti/dilakukan dikarenakan masalah waktu, biaya dan tenaga peneliti. F. Defenisi dan Istilah 1. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV. 2. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. 3. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit. 4. Hepatitis B virus adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. 5. Hepatitis C virus adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C. 6. Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.
6
G. Organisasi Penelitian Tugas akhir ini berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015”. Penyusunan tugas akhir ini dibimbing oleh Bapak Pitrah Asfian, S.Sos., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak Abdul Rahim Sya’ban, S.K.M.,M.Sc selaku pembimbing II serta para dewan Penguji I, Penguji II dan penguji III.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Milyandra, 2010) 1. Kesehatan Kerja Pasal 23 Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja, disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja (Haryono, 2007). Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggitingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
7
8
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a.
Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaankecelakaaan akibat kerja.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c.
Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
d.
Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja.
e.
Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.
f.
Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan. Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan
9
kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungannya (Harrianto, 2010). 2. Keselamatan Kerja Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat tertentu (Johny, 2000). Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan di tempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary, keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara manusia-mesin-media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem kerja manusia–alat-bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri (Lukmannul, 2004) Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Modul K3 ITB, 2009).
10
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1993). Menurut
Undang-Undang
Keselamatan
Kerja,
syarat-syarat
keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenisjenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur, 1993). Indikator penyebab keselamatan kerja adalah: a.
Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi: 1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya. 2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak 3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b.
Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: 1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik pengaturan penerangan.
3. Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Balai K3 Bandung, 2010).
11
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998). Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut penelitian bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action (Anizar, 2009). a. Unsafe Action Unsafe Action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut : 1) Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu : a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah b) Cacat fisik c) Cacat Sementara d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu 2) Kurang Pendidikan a) Kurang pengalaman b) Salah pengertian terhadap suatu perintah c) Kurang terampil d) Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure), sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan
12
b. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura d. Mengangkut beban yang berlebihan e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja b. Unsafe Condition Unsafe condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut: 1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai 2) Ada api di tempat bahaya 3) Pengamanan gedung yang kurang standar 4) Terpapar bising 5) Terpapar radiasi 6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan 7) Kondisi suhu yang membahayakan 8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan 9) Sistem peringatan yang berlebihan 10) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya. Menurut
Notoatmodjo
(2007)
terjadinya
kecelakaan
kerja
disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.
13
B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD) Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal 108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD. Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui UndangUndang No.1 tahun 1970. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan APD adalah antara lain :
14
1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada para pekerja. 2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tahap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional (Anizar, 2009). 1. Program Penggunaan APD Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang-
15
undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah disediakan (Anizar, 2009). 2. Pemilihan dan Persyaratan APD Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal protective devices). APD harus memenuhi persyaratan (Suma’mur, 2009) : 1. Enak (nyaman) dipakai; 2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan 3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi. Menurut Anizar (2009) APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan di mana APD harus 1) Enak dan nyaman dipakai; 2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja; 3) Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi bahaya; 4) Memenuhi syarat estetika;
16
5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD; dan 6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan harga terjangkau. 3. Jenis-Jenis APD Menurut Anizar (2009) aneka alat pelindung diri adalah sebagai berikut : a. Masker Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain : 1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis. 2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap. 3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia. 4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara. Jenis-jenis masker dan penggunaannya (Anizar, 2009): 1) Masker penyaring debu Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan dari serbuk-serbuk logam, atau serbuk lainnya. 2) Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti karena filternya telah teBLUD Rumah Sakitmbat oleh debu.
17
3) Masker Bertabung Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan. b. Kacamata Salah satu masalah di BLUD Rumah Sakit dalam pencegahan kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana jumlah kecelakaan demikian besar. Orang-orang merasa enggan memakai kacamata karena ketidaknyamannya sehingga dengan alasan tersebut pekerja merasa mengurangi kenikmatan kerja. Sekalipun kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan demikian banyaknya. Banyak upaya harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin, atau
melalui pendidikan dan
penggairahan, agar
tenaga
kerja
memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa risiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak akan mau memakainya (Anizar, 2009). Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata pelindung diperlakukan. Sebagai misal, pekerjaan dengan kemungkinan adanya risiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan kacamata
18
dengan lensa kokoh, sedangkan bagi pengelasan diperlukan lensa penyaringan sinar las yang tepat (Anizar, 2009). c. Sepatu Pengaman Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan. d. Sarung Tangan Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya. Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk pengerjaan listrik.
19
e. Topi Pengaman (helmet) Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini. Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan ditutup oleh penutup kepala. f. Pelindung Telinga Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam, pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal protective devices. g. Pelindung Paru-Paru (Respirator) Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraannya buruk
20
seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar-pencemar yang berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja. h. Pakaian Pelindung Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasanperhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahanbahan dapat meledak oleh aliran listrik statis. Menurut Suma’mur (2009), alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut : 1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala. 2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles) 3. Muka : Pelindung muka (face shields) 4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa (gloves); pelindung telapak tangan (hand pad), dan
21
sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve). 5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes). 6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan. 7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga. 8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya. 9. Lainnya : Sabuk pengaman. C. Tinjauan Tentang Perilaku Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organismerespon). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut (Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni : 1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku tersebut terselubung (covert behaviour).
22
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ‘over behaviour’. a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana, 2009). Faktor
predisposisi
(predisposing
factor).
Faktor
yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai, norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi. Faktor pendorong (enabling factors). Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan tokoh masyarakat.
23
b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD 1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat,
tingkat
pendidikan,
tingkat
sosial
ekonomi
dan
sebagainya (Mulyanti, 2008). a) Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu
objek
tertentu.
Pengetahuan
atau
kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :
24
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007). b) Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat,
tetapi
hanya
dapat
ditafsirkan.
Sikap
merupakan
kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
25
‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) : 1) Menerima (Receiving) Menerima,
diartikan
bahwa
orang
(subyek)
mau
dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4) Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara
26
tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. c) Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua, saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan (practice) yaitu: 1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua. 3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai tindakan tingkat ketiga. 4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah
27
dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003). 2) Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan
sampah,
tempat
pembuangan
tinja,
ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008). a) Ketersediaan Fasilitas Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Johny, 2000). Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008) keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga
turut
menjamin
adanya
suasana
kerja
yang
menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan. Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. Menurut penelitian Hakim (2004)
28
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas APD dengan penggunaan APD b) Kenyamanan Fasilitas Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda (Budiono dkk., 2003). Pemakaian APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington dkk., 2003). 3) Faktor penguat (Reinforcing Factors). Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturanperaturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. a) Pola Pengawasan Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Notoatmodjo, 2007).
29
Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiry, 2003). Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari (Johny, 2000). b. Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Tietjen, 2004). APD meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun, kap, apron dan alas kaki. APD yang sangat efektif terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan cairan lain untuk menembusnya (Tietjen, 2004).
30
1) Sarung Tangan Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat). Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu: a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien.. b) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien. c) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro organisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain. 2) Masker Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan. 3) Pelindung Mata Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata. 4) Gaun Penutup Pemakaian utama dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin kotor.
31
5) Kap (penutup rambut) Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh lainnya. 6) Apron Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau cairan tubuh akan tumpah. 7) Alas Kaki Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya. D. Tinjauan Tentang Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996). Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley, 2007).
32
Menurut Stanley (2007), kepatuhan seseorang sangat berhubungan dengan : 1.
Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman.
2.
Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang
3.
Kepercayaan yang ada sebelumnya. Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku
yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu. 2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah
33
kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu mengadakan fasilitas itu semua,
maka
dengan
terpaksa
menggunakan air kali, makan seadanya. 3. Faktor-faktor
penguat
mendorong atau
(Reinforcing
Factors)
adalah
faktor
yang
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang
meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para tokoh masyarakat. Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health
related
behavior) sebagai
berikut: 1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi. 2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi
penyakit,
penyebab penyakit
serta
usaha
mencegah penyakit. 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
34
E. Kerangka Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. Alat Pelindung Diri (APD) yaitu alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009). Dalam pelaksaannya ketika sedang bekerja sorang petugas seharusnya selalu menggunakan Alat Pelindung Diri yang tepat, dimana dalam penggunaannya seorang petugas harus mengetahui betapa pentingnya menggunakan APD ketika sedang bekerja atau ketika sedang berada di dalam laboratorium kesehatan. Perilaku para petugas dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap serta tindakan yang selalu menggunakan APD. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Perilaku
Pengetahuan Sikap Tindakan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Fisik Kimia Biologi Psikologi Ergonomi
35
Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman seseorang tentang berbagai hal. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga yaitu melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal. Jadi pengetahuan tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan melalui berbagai proses dan tergantung dari banyak faktor, seperti halnya tingkat kemampuan intelektual seseorang, kemauannya dalam mencari sumber pengetahuan, adanya dukungan dari lingkungan sekitar dan sebagainya. Demikian juga dengan cara bersikap dan tindakan para perawat yaitu selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (ADP). Hal ini membantu para petugas dalam bekerja serta akan mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat terjadi karena sikap kerja yang salah ketika bekerja. Penggunaan APD sangat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya yaitu pengetahuan, bagaimana bersikap serta bertindak yang benar ketika berada dalam lingkungan kerja. Sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja.
36
Faktor perilaku Pengetahuan Sikap Tindakan
Faktor Fisik Faktor Kimia Faktor Biologi Faktor Psikologi Faktor Ergonomi
Kepatuhan Menggunakan (APD) sesuai SOP K3
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan: : Variabel terikat (Denpenden Variable) : Variabel bebas (indenpenden Variable) : Variabel tidak diteliti
37
F. Hipotesis Penelitian 1.
H0 :
Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
ρ value > α
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Ruang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe.
H1 :
Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
ρ value < α
kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe.
2.
H0 :
Tidak ada hubungan antara sikap perawat dengan
ρ value > α
kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe.
H1 :
Ada hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan
ρ value < α
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe.
38
3.
H0 :
Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
ρ value > α
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe.
H1 :
Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
ρ value < α
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe.
III.
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe pada bulan Juli tahun 2015. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe yang berjumlah 52 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono, 2011) .jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Teknik pengambilan total sampling yaitu teknik penerapan sampel dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 52 orang (Arikunto, 2010). D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Kuisioner yaitu instrumen pengumpulan data dengan menggunakan lembaran pertanyaan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner
39
40
yang digunakan pada penelitian ini adalah angket. Angket yaitu kuesioner yang langsung diisi oleh responden sendiri (Notoatmodjo, 2010). 2. Lembar observasi (chek list) yaitu pengumpulan data dengan menggunakan lembaran pertanyaan, agar observasi terarah dan dapat memperoleh data yang benar-benar diperlukan, maka sebaiknya di dalam melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2010). 3. Dokumentasi yaitu pengambilan data yang akan didokumentasikan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian. 4. Komputer yaitu untuk memudahkan pengumpulan data dan analisis secara deskriptif. 5. Selain itu menggunakan kalkulator untuk mengolah angket penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang langsung diambil atau diperoleh dari responden baik dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) maupun wawancara langsung kepada responden. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Dalam hal ini data yang diperoleh dari BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe.
41
F. Defisini Operasional dan Kriteria Objektif Dalam penelitian ini, definisi operasional dan kriteria objektif yang diteliti sebagai berikut : 1. Pengetahuan Pengetahuan tentang penggunaan APD yaitu apa yang diketahui perawat tentang penggunaan APD serta risiko bila tidak menggunakan pada saat bekerja. Pengukuran pengetahuan berdasarkan skala Guttman untuk pertanyaan positif dengan jawaban “benar” diberi skor 1 dan untuk jawaban “salah” diberi skor 0. Untuk pertanyaan negatif pemberian skor dibalik dengan jawaban “benar” diberi skor 0 dan untuk jawaban “salah” diberi skor 1 (Riduwan, 2008). Jumlah Pertanyaan untuk tingkat pengetahuan : 10 Nilai jawaban responden
: 1 dan 0
Skor tertinggi
: 1 X 10 = 10 (100%)
Skor terendah
: 0 X 10 = 0 (0%)
Range = 100% - 0% = 100%, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2008) : I=
Keterangan : I = Interval R = Range/kisaran K = jumlah kategori (2)
42
I=
100 − 0 2
I = 50
Batas atas
= Skor tertinggi = 100%
Batas bawah = (Batas atas – I ) = (100 – 50) = 50% Sehingga kriteria objektifnya : a. Cukup : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor ≥ 50% dari total skor maksimal. b. Kurang : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor < 50 % dari total skor maksimal. 2. Sikap Sikap adalah reaksi atau respon perawat mengenai penggunaan APD. Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 10 (sepuluh) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai : Skor tertinggi : 10 X 1 = 10 (100%) Skor terendah : 10 X 0 = 0 (0%) Kemudian diukur menggunakan rumus : =
=
= 50 %
%
%
43
Keterangan: I = interval R = range/ kisaran (100%-0% = 100%) K = jumlah kategori Maka interval kelasnya adalah 50 % Batas atas
= Skor tertinggi
= 100 %
Batas bawah
= (Batas atas – I) = 50%
Kriteria Objektif : a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai ≥ 50 %. b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%. 3. Tindakan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah responden mampu untuk menggunakan APD. Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 8 (delapan) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai : Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%) Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%) Kemudian diukur menggunakan rumus : =
=
%
%
= 50 %
44
Keterangan: I = interval R = range/ kisaran (100%-0% = 100%) K = jumlah kategori Maka interval kelasnya adalah 50 % Batas atas
= Skor tertinggi
= 100 %
Batas bawah
= (Batas atas – I) = 50%
Kriteria Objektif : a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai ≥ 50 %. b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%. 4. Kepatuhan Kepatuhan adalah patuh dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tugas dan kewajibannya. Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan menggunakan observasi langsung pada saat peneliti melakukan penelitian. Kriteria obyektif: a. Cukup : Patuh menggunakan APD apabila responden menggunakan semua APD yang dibutuhkan dan sesuai SOP APD K3 b. Kurang : Tidak patuh menggunakan APD apabila responden tidak menggunakan semua APD yang dibutuhkan sesuai SOP APD K3.
45
G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data 1. Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer dan kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel. 2. Analisis Data a. Analisis Univariat Dilakukan secara deskriptif pada masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi. b. Analisis Bivariat Dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015, dengan menggunakan uji Chi square dengan tabel kontingensi 2x2, pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) : a.
H0 diterima jika χ2hitung ≤ χ2tabel atau ρ value ≥ (α) = 0,05.
b.
H1 diterima jika χ2hitung > χ2tabel atau ρ value < (α) = 0,05. Jika H0 ditolak kemudian dilanjutkan uji keeratan hubungan dengan
menggunakan koefisien phi (Ø). Hasil uji statistik yang bermakna atau diketahui adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat akan diketahui keeratan hubungannya dengan uji koefisien Phi, yang
46
dimaksudkan untuk melihat keeratan atau kekuatan hubungan dengan komputer. Berikut rumus perhitungan manual koefisien phi (Ø). Rumus : ∅=
∣
−
∣
( + )( + )( + )
Besarnya nilai phi (Ø) berada diantara 0 sampai dengan 1 dengan ketentuan: 0,76 - 1,00
: hubungan sangat kuat
0,51 - 0,75
: hubungan kuat
0,26 - 0,50
: hubungan sedang
0,01 - 0,25
: hubungan lemah
(Arikunto, 2002). 3. Penyajian Data Data yang telah diolah dan dianalisis, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di wilayah Kabupaten Konawe yang dalam operasionalnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kabupaten Konawe dan Sekitarnya. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe didirikan pada tahun 1988 dan diresmikan pada tanggal 28 Agustus 1989 dengan klasifikasi Type D. Dalam proses perkembangannya dan berdasarkan tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan yang optimal maka RSUD Kabupaten Konawe ditingkatkan kelasnya menjadi Type C berdasarkan Kep. Menteri Kesehatan RI No.1240/MENKES/SK/X/1997. Sejak awal Tahun 2004 seiring dengan perubahan nama Kabupaten Kendari menjadi Kabupaten Konawe, maka dengan sendirinya RSU Unaaha yang awalnya dengan nama RSU Unaaha Kabupaten Kendari menjadi RSU Unaaha Kabupaten Konawe. RSU Unaaha Kabupaten Konawe yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten Konawe terus berupaya meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk pelayanan rujukan dalam wilayah kerja Kabupaten Konawe. Penerapan Undang – Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah telah menempatkan RSU Unaaha sebagai salah satu aset daerah yang harus ditangani secara profesional untuk menunjang Pendapatan Asli Daerah
47
48
(PAD) dengan tanpa meninggalkan fungsi sosial kemasyarakatan yang diembannya. Pada tanggal 15 Desember 2010 RSU Unaaha Kabupaten Konawe berubah status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe dan bukan lagi sebagai sumber PAD Kabupaten Konawe 1. Visi Menjadi Pusat Rujukan Utama Empat Bidang Spesialistik Dasar dalam Wilayah Kabupaten Konawe dan sekitarnya serta Menjadi Yang Terbaik dalam Pelayanan Gawat Darurat di Provinsi Sulawesi Tenggara 2. Misi a. Mengedepankan mutu pelayanan dan profesionalisme sumber daya manusia baik medis maupun non medis; b. Menyelenggarakan pelayanan manajemen sistim informasi kesehatan rumah sakit yang akuntabel dan transparan; c. Melaksanakan pelayanan kesehatan empat spesialistik dasar; d. Membangun dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penunjang pelayanan kesehatan; e. Meningkatkan kepuasan pasten melalui pelayanan yang terjangkau dan Asuhan Keperawatan yang komprehensif; f. Mendorong percepatan perubahan BLUD Rumah Sakit Konawe sebagai menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) penuh; g. Meningkatkan,
mengintegrasikan
dan
mendorong
kebersamaan antar petugas, pasien dan keluarganya.
semangat
49
3. Data dan Letak Geografis a. Data Rumah Sakit 1) Nama Rumah Sakit
: BLUD RS Konawe
2) Kelas Rumah Sakit
: Tipe C
3) Status Kepemilikan
: Pemda Kabupaten Konawe
4) A l a m a t
: Jl. Diponegoro No. 301 Kel. Tuoy
5) Kecamatan
: Unaaha
6) Kabupaten
: Konawe
7) Propinsi
: Sulawesi Tenggara
b. Letak Geografis BLUD Rumah Sakit Konawe berkedudukan ditengah-tengah kota Unaaha Kabupaten Konawe dengan batas-batas sebagai berikut 1) Sebelah Utara berbatasan dengan jalan 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan Diponegoro (jalan poros Kendari Kolaka) 3) Sebelah Timur dengan Pemukiman Penduduk 4) Sebelah Barat dengan pemukiman Penduduk 4. Lingkungan Fisik BLUD Rumah Sakit Konawe berdiri di atas lahan seluas 45.000 m2 dengan luas bangunan 10.000 m2 menyediakan fasilitas pelayanan medik rawat jalan, rawat inap, Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi (OK), ICU Unit Penunjang Medis (Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Apotik), Unit
50
Penunjang Non Medis (Gizi/dapur, IPS-RS, Sanitasi, Loundry, dan Kamar Mayat) 5. Sarana dan Prasarana a. Sarana Fisik 1. Gedung Utama, terdiri dari : b. Lantai I : 1) Ruang Rapat, 2) Ruang Komputer, 3) Bagian Perencanaan 4) Bagian Kepegawaian,5) Bagian Umum, 6) Bagian Keuangan, 7) Ruang Kepala Tata Usaha, 8) Direktur BLUD Rumah Sakit Konawe c. Lantai II : 1) Instalasi Farmasi (Apotik), 2) Tempat pengambilan kartu, 3) Poliklinik Bedah, 4) Poliklinik Gigi ,5) Poliklinik Penyakit Dalam, 6) Poliklinik THT 2. Gedung Unit Transfusi Darah 3. Gedung Rekam Medik 4. Gedung Radiologi dan Askes 5. Gedung KIA/KB dan Poliklinik penyakit Kandungan 6. Gedung Bangsal Isolasi 7. Gedung Laboratorium 8. Gedung IGD 9. Gedung ICU 10. Gedung VIP
51
11. Gedung Rawat Bedah 12. Gedung Rawat Interna 13. Gedung Rawat Anak 14. Gedung Rawat Kebidanan 15. Gedung Kamar Operasi (OK) 16. Gedung Fisioterapi 17. Gedung Musollah 18. Gedung Gudang Obat 19. Gedung Gudang Alkes 20. Gedung Aslrama Paramedis 21. Dapur (Instalasi Gizi), Kesling, IPS-RS dan Loundry 22. Gedung Pemulasaran Jenazah 23. Perumahan Dokter Spesialis 24. Perumahan Dokter Umum b. Prasarana 1. Listrik 2. Air 3. Pembuangan Limbah 4. Peralatan Medis a) Alat Kedokteran Gigi b) Alat Kedokteran Bedah c) Alat Kedokteran Anak d) Alat Kesehatan, Kebidanan dan penyakit kandungan
52
e) Alat Kesehatan Penyakit Dalam f) Peralatan Medis IGD g) Peralatan Kamar Operasi (OK) h) Peralatan Medis IGD 5. Peralatan Penunjang Medis a) Peralatan Unit Transfusi Darah dan Bank Darah b) Peralatan Radiologi c) Peralatan Anaestesi 6. Peralatan Non medis a) Peralatan Loundry b) Peralatan Dapur c) Peralatan Pemulasaran Jenazah d) Ambulans, Kendaraan Jenazah, Kendaraan Operasional 6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di BLUD Rumah Sakit Konawe terdiri dari : a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan : 1) Poliklinik Umum, 2) Poliklinik Gigi, 3) Poliklinik Bedah, 4) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, 5) Poliklinik Jantung, 6) Poliklinik Anak, 7) Poliklinik THT, 8) Poliklinik Penyakit Dalam, 9) Poliklinik Syaraf dan Jiwa, 10) Poliklinik Ortopedi, 11) Poliklinik KIA / KB, 12) Instalasi Gawat Darurat (IGD).
53
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rawat Inap : 1) Bedah, 2)Interna, 3)Kamar Bersalin, 4)Anak, 5)VIP , 6)ICU, 7)Isolasi c. Unit Penunjang Medis 1) Laboratorium, 2)Instalasi Farmasi (Apotik), 3)Radiology, 4)Fisioterafi d. Unit Penunjang non medis 1) Gizi/dapur, 2)IPS-RS, 3)Sanitasi, 4)Kamar Pemulasaran Jenazah, 5)Loundry 7. Fasilitas Tempat Tidur Adapun fasilitas tempat tidur yang berdasarkan ruangan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Fasilitas Tempat Tidur di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No
Ruangan
1
Jumlah Tempat Tidur
Ket.
2011
2012
2013
2014
Sorume (VIP)
8
8
8
12
2
Delima (Kebidanan)
13
17
17
11
3
Anggrek (Interna)
21
24
24
24
4
Asoka ( Bedah)
20
24
24
24
5
Melati (Anak)
18
16
14
16
6
Mawar (Isolasi)
13
13
13
13
7
ICU
4
6
6
8
8
Neonati
0
0
0
10
97
108
106
118
TOTAL Sumber data : Sekunder, 2015
54
8. Sumber Daya Manusia BLUD Rumah Sakit Konawe dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayanan masyarakat dibidang kesehatan, bukan hanya ditunjang oleh sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai dalam pencapaian Visi, Misi, tujuan dan sarana tetapi juga ditunjang dengan tenaga yang berkualitas baik tenaga medis, paramedis non perawatan maupun tenaga non medis. Jumlah pegawai (PNS/CPNS) berdasarkan kualifikasi pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Distribusi Jumlah pegawai berdasarkan jenis pendidikan di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 Jumlah No
Jenis Pendidikan
2011
2012
2013
2014
PNSCPNS PNSCPNS PNSCPNS PNSCPNS 1
S2 Manajemen Rumah Sakit
1
0
1
0
0
0
1
0
4
Dokter Spesialis
3
0
3
0
2
0
4
0
5
Dokter Gigi
1
1
1
1
2
0
2
0
6
Dokter umum
0
5
5
2
5
0
7
0
7
Apoteker
3
2
4
1
4
0
6
0
8
S1 Keperawatan/Ns
3
2
2
2
5
0
15
0
9
S1 Farmasi
0
3
1
4
1
0
4
0
10
S1 Kesehatan Masyarakat
10
1
16
2
16
0
19
0
11
D3 Keperawatan
33
5
34
17
34
0
52
0
55
12
D3 Farmasi
2
0
2
0
2
0
2
0
13
D3 Gizi
4
2
4
2
4
0
6
0
14
D3 Kesling
2
0
1
1
1
0
3
0
15
D3 Fisioterapi
2
2
2
1
2
0
4
0
16
D3 Analisis Kesehatan
2
0
1
1
1
0
4
0
17
D3 Tekniker Gigi
2
0
2
0
2
0
2
0
18
D3 Kebidanan
7
1
8
1
8
0
10
0
19
D3 Rekam Medik
1
0
1
0
1
0
0
0
20
D3 Keuangan
1
0
1
0
1
0
0
0
21
D3 Anaestesi
2
0
2
0
2
0
1
0
22
D1 Bidan
2
0
1
0
1
0
1
0
23
D1 Kesling
1
0
1
0
1
0
0
0
24
SPK
20
1
22
0
22
0
17
0
Sumber ; Data sekunder 2015 B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis kelamin diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Paramadina, 2007). Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut.
56
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 No.
Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
Laki – Laki
17
36,3
2.
Perempuan
35
63,7
52
100
Total
Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Table 3 menunjukan bahwa dari 52 responden terdapat 17 orang (36,3%) berjenis kelamin laki-laki sedangkanyang berjenis kelamin perempuan sebanyak 35 responden (63,7%). b. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, yang diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Philip, 2003). Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4: Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 No.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah (n)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4 5. 6.
20 – 25 26 – 30 31 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50
3 14 24 7 3 1 52
7,3 30,5 33,5 20,2 7,7 3,8 100
Total Sumber : Data Primer, Agustus 2015
57
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 52 responden, responden dengan kelompok umur 31 – 35 tahun sebanyak 24 orang (33,5 %), sedangkan kelompok umur 46 – 50 tahun sebanyak 1 orang (3,8 %). c. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya (Rush, 2001). Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh seseorang. Jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 No. 1. 2. 3.
Pendidikan Terakhir D I/ SPK D III Akper S1 Keperawatan
Jumlah (n)
Persentase (%)
7 25 20
7,3 68,3 24,4
52
100
Total Sumber : Data Primer, Agustus 2015
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 52 responden, dengan tingkat pendidikan DI/ SPK sebanyak 7 orang (7,3 %), sedangkan D III/ Akper sebanyak 25 orang (68,3 %).
58
d. Karakteristik Responden Menurut Lama Kerja Lama kerja adalah jangka waktu seseorang bekerja di suatu tempat terhitung sejak diterima secara resmi yang ditandai dengan keluarnya surat keputusan dari pihak yang berwewenang. Jumlah dan persentase responden menurut lama kerja dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Lama Kerja di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 Lama Kerja (tahun) <5 5 – 10 > 10
No. 1. 2. 3.
Jumlah (n)
Persentase (%)
5 22 25
12,2 36,6 51,2
52
100
Total Sumber: Data Primer, Agustus 2015
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 52 responden, yang lama kerjanya >10 tahun sebanyak 25 orang (51,2 %) sedangkan responden dengan lama kerja <5 tahun sebanyak 5 orang (12,2 %). 2. Analisis Univariat a. Kepatuhan Menggunakan Alat pelindung Diri (APD) sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai
pelaku
pembangunan,
perlu
dilakukan
upaya-upaya
perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis
59
dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional (Anizar, 2009). Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak menaati peraturan ke perilaku yang menaati peraturan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesusi dengan SOP rumah sakit di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe. Distribusi responden menurut kepatuhan perawat menggunakan APD di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Kepatuhan Perawat dalam Menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 . No. Kepatuhan SOP Jumlah (n) Persentase (%) 1. Kurang 30 80,3 2. Cukup 22 19,7 Total 52 100 Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 52 responden perawat yang bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe terbesar berada pada kategori kurang/tidak patuh dalam menggunakan APD sesuai SOP sebanyak 30 orang (80,3%), sedangkan terkecil berada pada kategori cukup/patuh dalam menggunakan APD sesuai SOP sebanyak 22 orang (19,7%).
60
b. Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) semakin tinggi pendidikan/pengetahuan kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran untuk berperan serta (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang penggunaan APD yaitu apa yang diketahui perawat tentang penggunaan APD sesuai dengan SOP serta risiko bila tidak menggunakan pada saat di BLUD Rumah Sakit Konawe. Distribusi responden menurut pengetahuan responden di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Distribusi Responden menurut Pengetahuan Perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015. No. 1. 2.
Pengetahuan Kurang Cukup Total
Jumlah (n) 38 14 52
Persentase (%) 80,6 19,4 100
Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang terkait kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe yaitu sebanyak 38 orang (80,6%), dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 14 orang (19,4%).
61
c. Sikap Sikap adalah reaksi atau respon perawat mengenai penggunaan APD sesuai SOP kesehatan kerja. Sikap perawat adalah reaksi atau respon mengenai penggunaan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. Distribusi responden menurut sikap responden di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Distribusi Responden menurut Sikap Perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015. No. 1. 2.
Sikap Kurang Cukup Total
Jumlah (n) 33 19 52
Persentase (%) 70,9 29,1 100
Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 52 responden sikap terbesar berada pada sikap negatif/kurang sebanyak 33 responden (70,9%), sedangkan terkecil berada pada sikap positif/cukup sebanyak 19 responden (29,1%). d. Tindakan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah responden mampu untuk menggunakan secara tepat APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. Distribusi responden menurut tindakan perawat diruang rawat inap Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 10.
62
Tabel 10. Distribusi Responden menurut Tindakan Perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015. No. 1. 2.
Tindakan Kurang Cukup Total
Jumlah (n) 14 38 52
Persentase (%) 21,7 78,3 100
Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 52 responden tindakan yang terbesar berada pada tindakan cukup sebanyak 38 responden (78,3%) dan terkecil berada pada tindakan kurang sebanyak 14 responden (21,7%) 3. Analisis Bivariat a. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di rumah sakit Hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Hubungan Pengetahuan Perawat BLUD Rumah Sakit Konawe Dengan Kepatuhan Menggunakan APD sesuai SOP Rumah Sakit Tahun 2015.
No 1 2
Pengetahuan Kurang Cukup Total
Kepatuhan Jumlah Kurang Cukup n % n % n % 20 52,6 18 47,4 38 100 10 71,4 4 28,6 14 100 30 57,7 22 42,3 52 100
Sumber: Data Primer diolah Agustus 2015
ρValue
RØ
0,024 0,637
63
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang memiliki pengetahuan kurang mengenai kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 20 responden (52,6%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap dan 18 responden (47,4%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap . Sedangkan dari 14 responden yang memiliki pengetahuan cukup mengenai kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 10 responden (71,4%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP dan 4 responden (28,6%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap. Berdasarkan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue = 0,024. Dengan menggunakan α = 0,05 dan ρValue < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yaitu ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe tahun 2015, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,637 (hubungan kuat). Dari hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan perawat memiliki hubungan yang “kuat” dengan kepatuhan dalam menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. b. Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe dapat diliat pada tabel 12.
64
Tabel 12. Hubungan Sikap Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No 1 2
Sikap Kurang Cukup Total
Kepatuhan Kurang Cukup n % N % 20 60,6 13 39,4 10 52,6 9 47,4 30 57,7
22
Jumlah n % 33 100 19 100
42,3 52
ρValue
RØ
0,027
0,385
100
Sumber: Data Primer diolah Agustus 2015
Berdasarkan tabel 12 menunjukan bahwa dari 33 responden yang memiliki sikap kurang/negatif mengenai kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 20 responden (60,6%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap dan 13 responden (39,4%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap . Sedangkan dari 19 responden yang memiliki
sikap cukup/positif
mengenai kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 10 responden (52,6%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap dan 9 responden (47,4%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap. Berdasarkan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue = 0,027.Dengan menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρValue > 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima yaitu ada hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe tahun 2015.
65
c. Hubungan Tindakan Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe dapat diliat pada tabel 13. Tabel 13. Hubungan Tindakan Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan APD Sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No 1 2
Tindakan Kurang Cukup Total
Kepatuhan Kurang Cukup n % n % 5 35,7 9 64,3 25 65,8 13 34,2 30 57,7 22 42,3
Jumlah n % 14 100 38 100 52 100
ρValue
RØ
0,100
0,163
Sumber: Data Primer diolah Agustus 2015
Berdasarkan tabel 13 menunjukan bahwa dari 14 responden yang memiliki tindakan kurang mengenai kepatuhan menggunakan SOP terdapat 5 responden (35,7%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap dan 9 responden (64,3%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap. Sedangkan dari 38 responden yang memiliki pengetahuan cukup mengenai kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 25 responden (65,8%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP dan 13 responden (34,2%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap. Berdasarkan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue = 0,100. Dengan menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρValue > 0,05, maka H0 diterima yaitu tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
66
kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015. C. Pembahasan 1. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan keyakinan suatu obyek yang telah dibuktikan kebenarannya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) semakin tinggi pendidikan/pengetahuan kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran untuk berperan serta (Notoatmodjo, 2003). Hasil uji menggunakan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil yaitu ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,637 (berhubungan kuat). Dari hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan perawat memang memiliki hubungan yang “kuat” dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. Hasil penelitian dari 52 responden yang berpengetahuan cukup sekitar 14 responden (19,4%) sedangkan yang berpengetahuan kurang
67
sebanyak 38 responden (80,6%). Hal ini disebabkan karena responden belum mengerti fungsi dan manfaat dari menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan SOP di ruang rawat inap, karena berdasarkan observasi yang dilakukan masih banyak perawat yang ketika bekerja belum atau tidak menggunakan alat pelindung diri yang sudah ditetapkan dalam SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. Salah satu perilaku yang sering ditemukan adalah penggunakan masker yang salah. Masker adalah salah satu jenis APD yang penting di rumah sakit dan berfungsi untuk mencegah seseorang dari penyakit yang disebabkan melalui sistem pernapasan. Namun masker jika ini tidak berfungsi dengan baik karena responden tidak menggunakan masker sebagai mana SOP. Masker yang digunakan biasanya hanya menutupi mulut bahkan masih ada perawat yang
menggunakan masker dengan menggatung di lehernya tidak
menutupi mulut dan hidung. Pengukuran
tingkat
pengetahuan
responden
menggunakan
pertanyaan mengenai pemahaman para perawat tentang pentingnya menggunakan APD yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus diketahui oleh setiap perawat yang bekerja dalam ruang rawat inap. Menurut Bloom dalam Marlina (2010), bahwa perilaku dibagi dalam 3 (tiga) ranah yaitu pengetahuan tentang materi, sikap terhadap materi tersebut serta tindakan sehubungan dengan materi tersebut. Dalam hal ini perilaku baru dimulai dari perawat tahu dahulu apa isi pedoman sehingga akan menimbulkan suatu pengetahuan baru. Setelah itu
68
barulah timbul suatu respon batin yang merupakan sikap terhadap pedoman tersebut, setelah tahu dan disadari tentang pentingnya pedoman tersebut, perawat akan melakukan perilaku yang sesuai dengan prosedur mutu, dalam kenyataannya petugas dapat bertindak/berperilaku baru tanpa didasari oleh pengetahuan dan sikap sehingga tidak diperoleh bahwa sikap berhubungan dengan kepatuhan perawat. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa pengalaman bekerja di ruang rawat inap juga bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang ketika bekerja, karena berdasarkan data yang diperoleh para perawat yang bekerja di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe bahwa masa kerja dari 52 responden, terdapat 5 responden (12,2) dengan masa kerja <5, dan 22 responden (36,6%) dengan masa kerja <10 tahun sedangkan 25 responden (51,2%) dengan masa kerja >10 tahun. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan ditempat yang sama bahwa, responden yang pernah mengikuti pelatihan atau training mengenai metode pelaksanaan promosi K3 khususnya pengguaan APD hanya untuk pegawai yang memiliki jabatan sebagai koordinator bagian ruang rawat inap di BLUD Rumah Sakit Konawe dan juga merupakan pegawai lama yang bekerja lebih dari 10 tahun keatas (Asruddin, 2012). Menurut
Notoatmodjo
(2007),
pengalaman
sebagai
sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam
69
bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. Pengetahuan
merupakan
faktor
yang sangat
penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang, bila pekerja mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap potensi ataupun sumber bahaya yang ada di lingkungan kerjanya, maka individu tersebut akan cenderung membuat suatu keputusan yang salah, dalam hal ini perilaku penggunaan APD. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal penggunaan APD). Upaya yang harus digunakan dalam meningkatkan penggunaan APD pada ruang rawat inap di BLUD Rumah Sakit Konawe adalah dengan cara meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan APD yang sebenarnya sudah dilakukan, tetapi tidak rutin. Pengetahuan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap perilaku perawat dalam menggunakan APD. Oleh sebab itu sebaiknya rumah sakit lebih berusaha untuk meningkatkan atau mempertahankan pengetahuan pekerja mengenai APD. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan poster keselamatan kerja tentang APD karena pengetahuan dalam penggunaan alat pelindung diri yang baik dan aman mutlak dimiliki oleh perawat.
70
Pengawasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perawat dalam menggunakan alat pelindung diri. Bird tahun 1972, dengan tegas mengatakan bahwa penyebab langsung terjadinya kecelakaan adalah tindakan dan kondisi yang tidak aman. Penyebab langsung ini timbul karena pengawasan yang jelek dari pihak manajemen (Haris, 2014). 2. Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD Sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003). Menurut Azwar (2009), adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tersebut. Sikap dalam operasionalnya di lapangan dalam penelitian ini didefenisikan sebagai reaksi atau respon perawat mengenai cara para perawat menggunakan APD yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di ruang rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian yang
71
telah diperoleh bahwa hasil analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue = 0,027 sehingga ρValue > 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yaitu ada hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe tahun 2015. Pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi perilaku seseorang Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang APD diharapkan akan mempunyai sikap tentang APD yang baik juga. Jawaban responden tentang kepatuhan menggunakan APD sesuai standar SOP, ditemukan bahwa sebagian besar responden tidak patuh untuk menggunakan APD sesuai standar yang sudah ditentukan ketika sedang berada di ruang rawat inap pasien. Sebagian responden memiliki kecenderungan untuk tidak menggunakan APD sesuai prosedur kesehatan kerja perawat. Dari 52 responden terdapat hanya 22 responden (19,7%) yang menggunakan APD yang sesuai SOP sedangkan 30 responden (80,3%) tidak menggunakan APD yang sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. Sikap yang baik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman yang pribadi (baik langsung maupun tidak langsung), kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri individu itu sendiri yang kemudian akan memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang
72
dilihat dan diketahui, sehingga menimbulkan kecenderungan untuk bersikap dan bertindak. Hal ini didasarkan pada pengalaman kerja para perawat yang cukup lama bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di BLUD Rumah Sakit Konawe bahwa sikap perawat dikategorikan kurang/negatif sebanyak 33 responden (70,9%) sedangkan kategori positif sebanyak 19 responden (29,1%). Para perawat yang bekerja di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe sangat setuju bahwa penggunakan APD sesuai SOP saat bekerja adalah satu cara menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Namun ketika bekerja sebagian besar masih banyak yang tidak menggunakan APD seperti masker dan sarung tangan yang seharusnya selalu digunakan ketika sedang bekerja di ruang rawat inap. Hal ini disebabkan ketersediaan fasilitis APD di BLUD Rumah Sakit Konawe masih kurangnya. Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008) keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2010) yang didapatkan hasil ρ
value
≥ 0,05 yaitu 0,907. Hasil uji statistik
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa data yang terkumpul dalam
73
penelitian tidak mampu membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan perawat terhadap prosedur mutu pelayanan sesuai ISO/IEC 17025 di Palembang Tahun 2012. 3. Hubungan Tindakan Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD Sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah tersedianya fasilitas atau peralatan yang seharusnya ada ketika sedang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa cara bertindak para perawat yang bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe yang yang dikategorikan kurang sebanyak 5 responden (21,7%) sedangkan kategori cukup sebanyak 18 responden (78,3%). Pengukuran
tindakan
responden
pada
penelitian
ini
yaitu
menggunakan kuesioner yang menanyakan tentang tindakan responden mengenai cara mereka menggunakan APD yang sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang seharusnya digunakan atau diterapkan oleh setiap perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh tidak ada hubungan yang bermakna antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Konawe.
74
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa tidak ada hubungan tindakan dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di ruang rawat inap BLUD. Sebagian besar responden tidak patuh untuk menggunakan APD yang sesuai SOP yang sudah ditentukan ketika sedang berada di ruang rawat inap. Sebagian
responden memiliki kecenderungan untuk tidak
menggunakan APD sesuai prosedur kesehatan kerja perawat. Dari 52 responden terdapat hanya 22 responden (19,7%) yang menggunakan APD sesuai SOP sedangkan 30 responden (80,3%) tidak menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap. Dari beberapa item pertanyaan yang diajukan kepada para responden, sebagian besar memiliki tindakan cukup, dimana ketika mereka sedang bekerja kemudian berbicara dengan rekan kerja, mereka tetap menggunakan masker yang berguna untuk melindungi terkena kontaminasi bahan kimia atau mencegah terhirupnya virus dan bakteri yang ada diruang rawat inap pasien. Ketersediaan APD seharusnya disediakan oleh pihak Rumah Sakit. Cara bertindak atau berperilaku para perawat yang bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana tersedia peralatan kerja yang aman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Haris, 2013) yang menyatakan bahwa perilaku pekerja dalam menggunakan APD di tempat kerja dipengaruhi oleh ketersediaan APD di lokasi kerja karena meskipun seseorang pekerja tahu dan mau untuk menggunakan APD
75
namun tetap tidak menggunakan APD karena tidak tersediah APD secara lengkap yang seharusnya digunakan saat bekerja. Hasil penelitian ini seseuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dalam bekerja yaitu faktor pendukung (enabling factor) adalah fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Hal ini terwujud dalam lingkungan fisik (tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan). Begitu pula yang diungkapkan (Maulana, 2009) Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku adalah lingkungan sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. APD di rumah sakit meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun, kap, apron dan alas kaki. Namun perawat ruang inap tidak menggukan APD lengkap setiap melakukan tindakan keperawatan di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe. Penggunakan APD disesuikan dengan pasien yang ditangani oleh masing-masing perawat. Misalnya saja APD yang digunakan oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap pasien yang mengidap/menderita penyakit TB paru, APD yang digunakan akan berbeda dengan APD yang digunakan oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap yang hanya menderita hipertensi. Sehingga kelengkapan APD wajib digunakan pada saat bekerja harus sesuai kebutuhan untuk menjaga diri sendiri dan orang-orang di sekelilingnya agar tidak beresiko
76
atau membahayakan kesehatan dengan perawat sendiri maupun pasien yang ditangani. Berdasarkah hasil penelitian menunjukan bahwa hampir semua responden menjawab selalu menggunakan APD saat bekerja namun dalam melakukan tugas sebagai seorang perawat, terkadang merasa tidak nyaman ketika mengenakan APD. Sehingga ketika bekerja mereka terkadang tidak bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan ketika berada dalam ruangan pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Budiono (2003) yang menyatakan bahwa perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan perawat dalam menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda. Pemakaian APD dapat memberikan ketidaknyamanan, terutama apabila dipakai pada jangka waktu yang lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu seseorang cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan. Semua pelindung diri baik pakaian kerja maupun peralatan harus mempunyai struktur dan desain yang aman. Pemilihan APD yang tepat akan menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi pemakainya. Sehingga perilaku dalam menggunakan alat pelindung diri dapat terbentuk secara positif karena pekerja merasa nyaman disetiap pekerjaannya. Faktor yang juga mempengaruhi penggunaaan APD di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe adalah lingkungan kerja. Kadang-kadang
77
meskipun seseorang tahu dan mampu manfaat dan fungsi APD, namun tidak melakukannya karena terpengaruh oleh orang-orang disekitarnya yang tidak menggunakan APD. Rekan kerja akan pempengaruhi sikap dan tidakan yang dilakukan oleh seseorang. Apabila ada salah satu perawat tidak menggunakan APD sesuai SOP maka akan mempengaruhi perawat yang lain. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Notoatmodjo, 2007).
V. PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada
hubungan
antara
pengetahuan
perawat
dengan
Kepatuhan
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015. 2. Ada hubungan antara sikap perawat dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015. 3. Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015.
78
79
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada Kepala Rumah Sakit BLUD Rumah Sakit Konawe agar lebih meningkatkan pengetahuan perawat tentang pentingnya menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap yang baik dan benar melalui pelatihan atau training, penyuluhan atau seminar tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit. 2. Diharapkan kepada para prawat untuk selalu bekerja dengan aman dan selalu menggunakan APD yang sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan guna untuk mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja. 3. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan dan informasi serta dapat melakukan penelitian tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit dengan variabel-variabel lain yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A., 2010, Keselamatan dan Kerja Kesehatan di Laboratorium Kimia, http://www.anneahirsa.com. Diakses April 2013. Anizar, 2009, Teknik keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Graha ilmu, Yogyakarta. Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekataan Praktek, PT. Rineka Cipta, Yogyakarta. Asrudin, A.A., 2012. Metode Penerapan Promosi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pada Pegawai Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012. FKM Univesitas Halu Oleo. Skripsi Atmoko, Tjipto., 2000. Standar Operasional Prosedur (SOP) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, http://edokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf. Diakses Mei 2013. Azwar, S., 1997, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke 2. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. , 2009, Pengantar Epidemiologi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. ________, 2010, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bochenski, (penyunting : Jujun S, Suriasumantri), 2001, Ilmu Dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Budiarto, E., 2002, Biostatistika, EGC, Jakarta. Budiono A. M.S., dkk, 1992, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, PT. Tri Tunggal Tata Fajar, Solo. Departemen pendidikan dan Kebudayaan, (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai pustaka, Jakarta. Depkes RI., 2001, Paradigma Sehat, Jakarta __________, 2001, Modul Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Kesehatan (Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Kerja, 2001).
__________, 2002, Panduan Nasional Penanggulangan Tuberculosis, P2M, Jakarta. __________, 2009. Undang-Undang Kesehatan 2009.http://www.depkes.go.id/. Diakses April 2013
No.36
Tahun
Departemen Tenaga Kerja RI, 1998, Pembinaan Operasional P2K3, Modul 3 UU No I th 1970, tentang Keselamatan Keja, Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja RI, Jakarta Gibson, 2003, Fundamentals of Management. Texas Pulb. Gibson, Ivancevich, et al., Organization: behavior, stucture, process. Singapore: Mc Graw-Hill International Edition, 2006. Hakim, L., 2004, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat pelindung diri (APD) oleh Pekerja Radiasi Pada Instalasi Radiologi Rumah Sakit Di Wilayah Kota Palembang Tahun 2004 (Tesis), Universitas Indonesia, Jakarta. Harrianto, 2010, Kesehatan Kerja, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Keselamatan Kerja. Hiperkes, Bandung, 2008, http://hiperkes.wordpress.com/2008/03/03/keselamatan-kerja-/.Diakses April 2013. ILO/WHO, 2000. Modul tentang Pengertian dasar/defenisi K3 (Occupational Health and Safety menurut WHO/ILO). Diakses April 2013. Johny, 2000, Studi Tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan APD di bagian Drayer dan Gluing Pabrik Kayu Lapis PT. Jati Darma Indah Kota Ambon Tahun 2000 (Tesis), Universitas Indonesia, Jakarta. Kreitner dan Kinicki, 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2, Salemba Empat, Jakarta. Marlina, D, 2010, Analisis Kepatuhan Petugas Terhadap Prosedur Mutu Laboratorium Sesuai ISO 17025:2005 DI Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Palembang. Universitas Indonesia. Tesis Mar’ad, 1994, Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, Ghalia Indo, Bandung.
Maulana, D.J.H., 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia ,1996 Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tahun 1996. http://healthsafetyprotection.com/pentingnya-training-k3-untukmengurangi-potensi-kecelakaan-bahan-kimia/. Diakses April 2013. K3 (Kesehatan dan Keselamatan Milyandra, 2010, http://www.milyy.wordpress.com. Diakses April 2013.
kerja),
Mubarak, W., 2010, Promosi Kesehatan untuk Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta. Mulyana, dkk, 2006. Evaluasi Pendidikan. Universitas Negeri Jakarta.
Lembaga
Akta Mengajar
Mulyanti, D., 2008, Faktor predisposing, Enabling, dan Reinforcing terhadap Penggunaan Alat pelindung diri Dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh tahun 2008 (Tesis), Universitas Sumatera Utara, Medan. Notoatmodjo, 2003, Promosi kesehatan dan Ilmu Prilaku, Rineka Cipta, Jakarta. __________, 2007, Promosi kesehatan dan Ilmu Prilaku, Rineka Cipta, Jakarta. __________, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 2009, Personal Protection Equipment. http://www.osha.gof, September 2013. Osnita, (2001) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan petugas terhadap SOP layanan ISPA di Unit kesehatan Ibu dan anak puskesmas kota padang. FKM Universitas Indonesia. Tesis. Panggabean, R. 2008, Hubungan pengetahuan Dan Sikap Petugas Laboratorium Terhadap Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Di Puskesmas Kota Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara. Tesis Paramadina, 2007, Definisi Jenis Kelamin (gender), http://www.paramadina.com, 3 September 2013. Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta. Sarwono, S, 1997, Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Sastrohadiwiryo, S., 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Aksar, Jakarta.
PT. Bumi
Sedarmayanti, 2002, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung. Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, EGC, Jakarta. Sugiono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta. Bandung. Sugiono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. Suhardiyanto, A.,S., 2011, Hubungan Pengetahuan Potensi Bahaya Bahan Kimia Dan Perilaku Kerja Aman Petugas Laboratorium RS. Moh Ridwan Meureksa Jakarta Pusat 2011 (Skripsi). Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul. Suma’mur, 1988, Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, PT Gunung Agung, Jakarta. Suma’mur, 2009, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), CV Sagung Seto, Jakarta. Suyanto, 2008, Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi, Mitra Cendikia, Yogyakarta. Tietjen, dkk., 2004, Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan, YBP-SP, Jakarta. Walgito, B. 2001. Psikologi Sosial, Penerbit Andi, Yogyakarta. Wawan, A., dkk., 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Nuhamedika, Yogyakarta.
1
LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
:
Umur
: Dengan ini menyatakan bahwa saya tidak keberatan diikut sertakan dalam penelitian
“Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015”. Dan saya bersedia untuk ikut aktif membantu demi kelancaran penelitian ini sampai selesai. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
BLUD RS Konawe,
(Responden)
Juli 2015
No. Responden
LAMPIRAN 2 KUESIONER HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN APD SESUAI SOP DI RUANG RAWAT INAP BLUD RS KONAWE TAHUN 2014
Petunjuk pengisian : 1. Bacalah setiap pernyataan secara baik dan teliti sebelum anda menjawab pertanyaan. 2. Isilah setiap pernyataan sesuai dengan kemampuan anda dan dengan sebenar-benarnya. 3. Setelah melakukan pengisian, mohon Bapak/Ibu mengembalikan kepada yang menyerahkan kuesioner. DAFTAR PERTANYAAN I. 1. 2. 3. 4.
Identitas Responden Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan terakhir
: ............................................... : ...........tahun :L/P : 1. DIPLOMA Keperawatan 5. S1 6. S2
A. Pengetahuan Beri tanda (√) pada kotak yang telah disediakan! Pernyataan
Jawab (Diisi oleh Responden) Benar
A1.
Program penggunaan APD merupakan salah satu upaya perlindungan dari semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya bagi perawat dan orang lain yang ada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta aman dan efisien.
A2. Kecelakaan kerja akibat tidak menggunakan APD merupakan kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan, dikatakan tidak terduga karena dibelakang peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan dan selalu diikuti oleh kerugian material serta tidak diharapkan. A3. Bagian keperawatan merupakan pekerja yang memiliki risiko bahaya kecelakaan dan terjadinya paparan penyakit dalam penanganan pekerjaannya. Maka perlu penggunaan APD untuk meminimalisir resiko tersebut
Salah
No. Responden A4. Program penggunaan APD bertujuan untuk melindungi pekerja agar tetap selamat dan sehat dalam bekerja. A5. Pelaksanaan program penggunaan APD pada keperawatan tidak dapat meminimalisir angka kecelakaan kerja dan angka kesakitan pada perawat A6. Pelaksanaan program APD di keperawatan bukan merupakan hak dasar perlindungan para karyawan . A7. Pelaksanaan program APD di keperawatan bukan merupakan hak pemerintah dan kewajiban pimpinan perusahaan. A8. Penggunaan alat pelindung diri (APD) befungsi untuk melindungi karyawan dari gangguan kesehatan yang mungkin terjadi sewaktu bekerja. A9. Semua yang dapat membahayakan jiwa dan kesehatan, tidak termasuk dalam bahaya penggunaan APD. A10. Perilaku kepatuhan menggunakan APD merupakan semua kegiatan manusia yang disadari dengan keselamatan dan kesehatan, namun tidak dapat diamati atau dilihat oleh pihak luar.
B. Sikap K3 Berilah tanda (√) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut Bapak/Ibu! 1. SS = Sangat Setuju 3. TS = Tidak Setuju 2. S = Setuju 4. STS= Sangat Tidak Setuju Pernyataan C1. Saya mendukung program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan penggunaan APD di bagian keperawatan C2. Sebelum melaksanakan tugas, saya mempelajari dengan baik potensi bahaya yang ada pada saat saya bekerja. C3. Saya tidak mengikuti semua program APD di tempat saya bekerja. C4. APD bukan merupakan prioritas utama dalam bekerja agar tercapai kondisi kerja yang aman dan sehat. C5. Rekan kerja yang tidak menggunakan APD sewaktu bekerja perlu ditegur dan diingatkan. C6. Saya tidak ikut bertanggung jawab atas penggunaan APD
SS
S
TS
STS
No. Responden C7. Saya ikut menjaga kebersihan, dan kerapian APD agar selalu dalam kondisi baik demi terciptanya lingkungan kerja yang minim dari risiko bahaya. C8. Kecelakaan akibat tidak menggunakan APD yang terjadi di tempat saya bekerja tidak perlu untuk dilaporkan. C9. Saya tertarik untuk mengikuti program APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang saya lakukan. C10. Saya tidak peduli terhadap program penggunaan APD di tempat saya bekerja.
C. Tindakan menggunakn APD Berilah tanda (√) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut Bapak/Ibu! Pernyataan
Jawab (Diisi oleh Responden) Ya
D1. Saya selalu menggunakan APD pada saat bekerja. D2. Saya tidak mengembalikan APD pada tempatnya D3. Saya selalu menggunakan APD yang layak digunakan. D4. Saya tidak menggunakan APD sesuai dengan petunjuk yang semestinya. D5. Saya selalu merasa tidak nyaman menggunakan APD pada saat bekerja. D6. Saya tidak memindahkan peralatan keselamatan/APD dari tempatnya. D7. Saya tidak menjaga peralatan keselamatan /APD agar tetap berfungsi dengan baik. D8. Saya selalu menggunakan APD sesuai petunjuknya dan kegunaannya
Tidak
No. Responden Lembar observasi kepatuhan penggunaan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Chek list “ Cukup Patuh” jika penggunaan APD sesuai dengan SOP dan chek list “ Kurang Patuh” Jika penggunaan APD tidak Sesuai dengan APD No.
Jenis APD yang digunakan
Keterangan Cukup Patuh
1.
Masker digunakan setiap melayani pasien dan harus menutupi hidung dan mulut.
2.
Sarung tangan, gunakan saat melakakan kotak langsung dengan pasien.
3.
Gaun atau Pakaian kerja
4.
Alas Kaki
5.
Kaki Pelindung Mata
6.
Kap
7.
Apron
Kurang Patuh
LAMPIRAN 3 MASTER TABEL PENELITIAN
Identitas Responden NO
Jenis Kelamin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan
Umur (Tahun) 39 21 31 20 37 28 24 35 33 32 30 42 35 34 26 34 31 35
Pend. Terakhir SPK D3 D3 D3 S1 D3 D3 S1 S1 S1 S1 SPK S1 S1 D3 S1 D3 S1
Variabel Penelitian LamaKerja (Tahun) 13 4 9 4 13 7 5 12 8 8 6 13 12 12 5 9 8 12
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Kepatuhan
1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1
1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2
2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1
1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 1 2
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
30 26 27 26 28 27 35 31 34 29 36 32 35 38 33 29 27 30 40 26 34 46 34 34 35 33 32
D3 D3 D3 D3 D3 D3 S1 D3 S1 D3 S1 D3 S1 S1 D3 D3 D3 D3 SPK D3 S1 SPK D3 D3 S1 S1 D3
6 5 7 7 7 7 12 7 11 8 12 8 12 12 11 10 8 6 13 6 7 12 11 11 11 11 6
2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1
1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1
2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2
1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1
46 47 48 49 50 51 52
Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan
34 36 32 38 42 44 31
S1 S1 S1 SPK SPK SPK D3
Ket: 1.) 2.) 3.) 4.) 5.)
1 2 S1 D3 SPK
= Kurang = Cukup = Sarjana = Diplomat =Sekolah Pendidikan Kesehatan
7 11 11 13 13 13 6
2 1 1 1 1 1 1
2 1 1 2 1 1 1
2 2 1 2 2 2 2
2 2 1 1 2 1 1
LAMPIRAN 4
OUPUT SPSS A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Jenis Kelamin Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Laki-laki
17
36.3
36.3
46.3
Perempuan
35
63.7
63.7
100.0
Total
52
100.0
100.0
Umur
Frequency Valid
20-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 36-40 Tahun 41-45 Tahun 46-50Tahun Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3
7.3
7.3
7.3
14
30.5
30.5
44.2
24
36.5
36.5
63.4
7
20.2
20.2
85.4
3
7.7
7.7
95.1
1
3.8
3.8
100.0
52
100.0
100.0
Pendidikan Terakhir Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
D1
7
7.3
7.3
7.3
D3
25
68.3
68.3
75.6
S1
20
24.4
24.4
100.0
Total
25
100.0
100.0
Lama Kerja Frequency Valid
<5 tahun
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
5
12.2
12.2
12.2
5 - 10 tahun
22
36.6
36.6
87.8
> 10 tahun
25
51.2
51.2
100.0
Total
25
100.0
100.0
B. Analisis Univariat Pengetahuan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
38
80,6
33,6
80,6
Cukup
14
19,4
67,4
100.0
Total
52
100.0
100.0
Sikap Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
33
70.9
70,9
70,9
Cukup
19
29.1
29.1
100.0
Total
52
100.0
100.0
Tindakan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
14
21,7
21,7
21,7
Cukup
38
78,3
78,3
100.0
Total
52
100.0
100.0
Kepatuhan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
30
80,3
80,3
80,3
Cukup
22
19,7
19,7
100.0
Total
52
100.0
100.0
C. ANALISIS BIVARIAT Crosstabulasi Pengetahuan * Kepatuhan Crosstab Kpatuhan Kurang Pengahuan
Kurang
Count Expected Count
Cukup
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Cukup
Total
20
18
38
52,6
47,4
100
10
4
14
71,4
28,6
100
30
22
52
57,7
42,3
100.0
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.010
2.138
1
.020
4.160
1
.011
3.444 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.024
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
3.255
1
.011
52
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.0. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Approx. Sig.
Phi
.299
.020
Cramer's V
.299
.020
52
Exact Sig. (1sided)
.012
Sikap * Kepatuhan Crosstab Kepatuhan Kurang Sikap
Kurang
Count Expected Count
Cukup
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Cukup
Total
20
13
33
60,6
39,4
100
10
9
19
52,6
47,4
100
30
22
52
57,7
42,3
100.0
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.023
3.984
1
.024
5,284
1
.022
5,175 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test
.0277
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
b
5,076
1
.024
52
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.08. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Approx. Sig.
Phi
.385
.023
Cramer's V
.385
.023
52
Exact Sig. (1sided)
.022
Tindakan * Kepatuhan Crosstab Kepatuhan Kurang Tindakan
Kurang
Count Expected Count
Cukup
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Cukup
Total
5
9
14
35,7
64,3
100
25
13
38
65,8
34,2
100
30
22
52
57,7
42,3
100.0
Chi-Square Tests Value 2.534a
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
df 1
.111
1.634
1
.201
2.548
1
.110
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.100
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
b
2.486
1
.115
52
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.46. b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Approx. Sig.
Phi
.163
.111
Cramer's V
.163
.111
52
.10
LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 : Pengisian kuisioner oleh responden
Gambar 2 : Pengisian kuisioner oleh responden
Gambar 3 : Pengisian kuisioner oleh responden
r Gambar 4 : Perawat yang Sedang Menyuntik Pasien
Gambar 5 : Perawat yang sedang menganti cairan infus pasien
Gambar 6: Perawat yang sedang melakukan perawatan luka
Gambar 7 : perawat yang sedang memandikan pasien TB Paru di ruang mawar (isolasi)