HUKUM ACARA PERDATA

Download 1 Tahun 1951. ▫ Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering Rv) atau. Reglemen hukum acara perdata untuk golongan Eropa. (S. 1847 No. 52, 1...

0 downloads 593 Views 783KB Size
HUKUM ACARA PERDATA DISAMPAIKAN OLEH JOHANIS TANAK, MH KASUBDIT BANKUM PERDATA DIREKTORAT PERDATA PADA JAM DATUN KEJAKSAAN AGUNG RI

Sumber Hukum Acara Perdata 







 

Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) diatur dlm S.1848 No. 16, S.1941 No. 44 & Reglement Buitengewesten (Rbg) diatur dlm S.1927 No. 227, berlaku berdasarkan Ps. 5 ayat 1 UU Dar. 1 Tahun 1951. Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering Rv) atau Reglemen hukum acara perdata untuk golongan Eropa (S. 1847 No. 52, 1849 No. 63. Reglement opde Rechterlijke Organisatie in het beleid der Justitie in Indonesie (RO) S.1847 no. 23. BW buku IV dan selebihnya tersebar dlm Burgerijk Wetboek (BW), Wetboek van Kophandel (WvK) dan Peraturan Kepailitan. UU No. 4 Tahun 2004 & UU No. 5 Tahun 2004. Hukum acara perdata yg mengatur banding untuk daerah Jawa n Madura diatur dalam UU No. 20/1947, untuk luar Jawa n Madura diatur dlm ps. 199199-205 Rbg

ASAS ASAS HUKUM ACARA PERDATA Hakim bersifat menunggu

Hakim Pasif Sifat terbukanya persidangan Asas-asas Hukum Acara Perdata

Mendengar kedua belah pihak Putusan harus disertai alasan alasan Beracara dikenakan biaya

Tidak ada keharusan mewakilkan

Kekuasaan Kehakiman Bebas dari campur tangan pihak pihak di luar kekuasaan kehakiman Badan peradilan negara Asas obyektivitas

Kekuasaan Kehakiman

Lingkungan peradilan MA Puncak Peradilan Pemeriksaan dalam dua tingkat Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Susunan persidangan Asas “sederhana, cepat dan beaya ringan” Hak menguji tidak dikenal Peninjauan kembali Tugas hakim perdata dlm lingkungan peradilan umum Pejabat-pejabat pada pengadilan

Asas Obyektivitas Asas ini terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah menjadi UU No. 4 Tahun 2004 Dalam memeriksan dan menjatuhkan putusan, hakim harus obyektif dan tidak memihak. Untuk menjamin asas ini bagi pihak yg diadili dpt mengajukan keberatan yg disertai alasanalasan-alasan thdp hakim yg mengadili perkaranya (hak ingkar vide Ps. 28 ayat 1 UU No. 14/1970). Alasannya al. hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda.

Dasar & Cara Mengajukan Tuntutan Hak Hk acara perdata diatur dalam HIR untuk Jawa n Madura; Rbg untuk luar Jawa n Madura. Titel IX HIR (titel IV Rbg mengatur tentang pemeriksaan perkara perdata yang meliputi :  Pemeriksaan di persidangan (ps. 115115-161 HIR; 142142-188 Rbg);  Bukti (ps. 162162-177 HIR; titel V Rbg ps. 288288-314);  Musyawarah dan putusan hakim (ps. 178178-187 HIR; 189189-198 Rbg);  Banding (ps. 199199-205 Rbg, untuk Jawa n Madura berlaku UU No. 20/1947);  Melaksanakan putusan hakim (ps. 195195-254 HIR; 206206-258 Rbg);  Beberapa hal mengadili perkara yang istimewa (ps. 225225-236 HIR; 259--272 Rbg) dan 259  Tentang izin untuk menggugat dengan CumaCuma-Cuma (ps. 237 237--245 HIR; 273273-281 Rbg).  Diantara pasalpasal-pasal tersebut, ada yang sudah tidak berlaku.  Ada beberapa lembaga hukum yang tidak terdapat dalam HIR & Rbg tetapi diperlukan dlm praktek agar dapat melaksanakan hukum materiil (BW). Dlm hal demikian Rv dpt diberlakukan.

Tuntutan hak bertujuan untuk memberikan perlindungan hak dan untuk mencegah “eigenrichting”. Tuntutan hak yg mengandung sengketa disebut Gugatan  Syarat untuk mengajukan tuntutan hak al. harus ada kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum.  Mahkamah Agung dalam putusannya tgl. 7 Juli 1971 no. 294 K/Sip1971 mensyaratkan bhw. gugatan hrs diajukan oleh orang yg mempunyai hubungan hukum. 

Gugatan dpt diajukan scr tertulis (ps. 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1 Rbg) maupun scr lisan (ps. 120 HIR, 144 ayat 1 Rbg).

Hal--Hal yang Harus Dimuat Dalam Surat Gugatan Hal 





HIR n Rbg hanya mengatur ttg cara mengajukan Gugatan, ttp tdk mengatur mengenai persyaratan mengenai isi Gugatan/yg hrs dimuat dlm gugatan. Kekurangan tsb diatasi dengan ketentuan ps. 119 HIR (ps 143 Rbg) yg memberi wewenang kpd Ketua Pengadilan Negeri untuk memberi nasehat n bantuan kpd pihak Penggugat dlm mengajukan Gugatan. Persyaratan mengenai isi gugatan diatur dlm ps. 8 no. 3 Rv yg mengharuskan gugatan pd pokoknya memuat : 1) Identitas para pihak; 2) dalildalil-dalil konrit ttg adanya hubungan hk yg mrp dasar serta alasanalasan-alasan tuntutan (fundamentum petendi); 3) tuntutan (petitum).

 

Identitas para pihak meliputi, ciriciri-ciri penggut n tergugat, seperti nama, t4 tinggal, jenis kelamin, status nikah dll. Fundamentum petendi atau dasar tuntutan, memuat dua hal, 1) bagian yang mengurai tentang kejadiakejadia-kejadian atau peristiwa--peristiwa dan 2) bagian yang menguraikan tentang peristiwa hukum. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara/kasus posisi; Uraian tentang hukum ialah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. yang dimuat disini bukanlah pasal dari peraturan perundangperundangundangan tetapi hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di persidangan yang memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu. Putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Maret 1972 No. 547K/Sip/1971, al menyebutkan bahwa perumusan kejadian materiil secara singkat sudah memenuhi syarat.







Petitum atau tuntutan tuntutan,, yaitu apa yang diminta oleh Penggugat atau diharapkanagar diputus oleh hakim. Oleh karena itu Penggugat harus merumuskan dengan jelas dan tegas vide ps. 8 Rv. Mahkamah Agung dalam Putusannya tgl 16 Desember 1970 No. 492K/Sip/1970, al. mengatakan bahwa Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurnadapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. tersebut. Selain tutntutan pokok pokok,, yaitu tuntutan yang diminta, diminta, masi ada tutuntan tambahan tambahan,, yaitu : (1) Tuntutan agar Tergugat membayar ganti rugi (vide ps. 181 ayat 1 & 3 HIR, 192 ayat 1 & 4 Rbg); Rbg); (2) Tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan lebih dulu (uitvoerbaar bij vooraad) vooraad) vide ps. 128 ayat 1 & ps. 180 ayat 1 HIR, ps. 152 ayat 1 & 191 ayat 1 Rbg, Rbg, ps. 84 ayat 2 & 346 Rv Rv;; (3) Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) moratoir) apabila

tuntutan yang dimintakan oleh Pengguat berupa pembayaran sejumlah uang tertentu (ps. 1250 BW) berdasarkan S.1848 no. 22 besarnya bunga berjumlah 6 %); (4) Tuntutan agar Tergugat membayar uang paksa (astrinte, astrinte, dwangsom). dwangsom). Apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang, uang, mk dapat ditentukan bahwa pihak yang dikalahkan dihukum untuk membayar uang paksan selama ia tidak memenuhi isi putusan, putusan, vide ps. 606 a & b Rv (5) Tuntutan akan nafkah bagi isteri atau pembagian harta UU No. 1 Thn 1974.

PIHAK PIHAK DALAM PERKARA Pihak Penggugat

Sengketa Perdata  Para pihak ini dapat Pihak Tergugat bertindak sebagai pihak materiil maupun formil  Wali atau Pengampu dpt bertindak sebagai pihak dalam persidangan di pengadilan atas nama sendiri tetapi untuk kepentingan orang lain yang diwakilinya karena mereka mempunya kepentingan secara langsung (vide ps. 383, 446, 452, 403,405 BW).





Pada asasnya setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin menuntutnya atau ingin mempertahankan atau membelanya, membelanya, berwenang untuk bertindak selaku pihak, pihak, baik selaku Penggugat maupun selaku Tergugat (legitima persona standi in judicio). judicio). Penggugat maupun Tergugat dapat memberikan kuasa kpd pihak lain untuk diwakili tetapi harus disertai Su Surrat Kuasa (Ps. 123 ayat 1 HIR; Ps. 147 Rbg). Rbg).

PENGGABUNGAN TUNTUTAN

KUMULASI SUBYEKTIF

KUMULASI OBYEKTIF











Dalam perkara Perdata, tidak menutup kemungkinan penggugat atau tergugat lebih dari satu orang, hal ini disebut kumulasi subyektif, (ps. 4, 81, 107 Rv; 127 HIR; 157 Rbg; 1283, 1284 BW; 18 WvK). Terhadap komulasi subyektif ini, tergugat dpt mengajukan keberatan dgn alasan tidak menghendaki dirinya digabungkan dgn tergugat lain, tetapi ada juga yang menghendaki kumulasi subyektif krn ada pihak lain yg harus diikutkan dlm sengketa tsb (exceptio plurium litis consortium). Penggugat mengajukan lebih dari satu tuntutan dlm satu perkara, hal ini disebut Kumulasi Obyektif Baik komulasi subyektif maupun kumulasi obyektif, pada dasarnya merupakan penggabungan (kumulasi) dalam tuntutan hak. Hal tsb dpt dijadikan alasan untuk mengajukan eksepsi.

1.

2.

3.

Ada tiga hal yang tidak dibolehkan dlm kumulasi obyektif : Kalau untuk suatu tuntutan (gugatan) tetentu diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi perjanjian), maka kedua tuntutan itu tidak boleh digabung dalam satu gugatan. Dalam hal hakim tidak berwenang (secara relatif) untuk memeriksa salah satu tuntutan yg diajukan bersamabersama-sama dlm satu gugatan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersamabersama-sama dlm satu gugatan. Tuntutan ttg “bezit” tidak boleh diajukan bersama--sama dgn tuntutan “eigendom” dlm bersama gugatan (ps. 103 Rv).

Intervensi intervensi Menyertai (Voeging)

Menengahi (Tussencomst)

Garantie/penanggung (vrijwaring) Intervensi diatur dalam pasal 279 – 282 Rv Prosedur acara; intervennient mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri melawan penggugat dan tergugat yang sedang bersengketa. Dengan Penetapan, Hakim akan mengabulkan atau menolak. Bila dikabulkan maka pemohon ditarik Sebagai pihak ketiga dalam sengketa yang sedang berlangsung. Bentuk acara vrijwaring terjadi apabila pihak ketiga ditarik sebagai pihak dalam suatu Sengketa yg sedang berlangsung (ps. 70 – 76 Rv).

Wewenang Hakim Mutlak (absolut) Pasal 134 HIR.

Wewenang Nisbi (relatif)

Pasal 118 HIR, Ps. 142 Rbg.)

Upaya Untuk Menjamin Hak Upaya menjamin hak ini dimaksudkan agar dapat menjamin dilaksanakannya putusan. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penyitaan sebelum perkara diputus, ini berarti barangbarangbarang disimpan (diconserveer) untuk menjamin tidak dialihkan atau dijual karena itu penyitaan ini disebut sita conservatoir atau sita jaminan (Ps. 197 ayat 9, 199 HIR; 212, 214 Rbg). Sita jaminan ini ada dua macam : 1. Sita jaminan terhadap barang milik sendiri. 2. Sita jaminan terhadap milik debitur.

Sita Jaminan Sita Jaminanan Sita Conservatoir Ps. 197 ayat 9 HIR Ps. 212, 214 Rbg

Sita Jaminanan Terhadap Miliknya Sendiri

Sita Revindicatoir Ps. 226 HIR; 260 Rbg

Sita conservatoir thdp kreditur

Sita Marital Ps. 823 – 823 j Rv

Sita gadai

Barang Bergerak Ps. 227 jo. 197 HIR Ps. 261 jo. 208 Rbg.

Sita conservatoir atas barang barang debitur yg tdk mempunyai t4 tinggal yg dikenal di Indonesia

Barang Tidak Bergerak Ps. 227, 197, 198, 199 HIR; Ps. 261, 208, 214 Rbg.

Sita conservatoir atas pesawat terbang

Yang dapat disita secara revindicatoir adalah barang bergerak, termasuk hak reklame.  Yang dapat mengajukan sita revindicatoir adalah pemilik barang bergerak yg barangnya dikuasai orang lain (ps. 1977 ayat 2, 1751 BW).  Hak Reklame yaitu hak penjual barang bergerak untuk meminta kembali barangnya apabila tidak dibayar (ps. 1145 BW).  Penyitaan harus melalui permohonan dan penyitaan dilakukan oleh Panitera Pengadilan.  Terhadap sita revindicatoir harus dinyatakan sah dan berharga agar mempunyai kekuatan/titel eksekutorial. Sedangkan Sita Marital tidak perlu karena hanya bersifat menyimpan. Akibat hukum dari sita revindicatoir adalah bahwa pemohon atau penyita tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkan. 





Penyitaan terhadap barang bergerak, dibiarkan tetap pada tersita atau pada pengadilan untuk disimpannya dan dijaga serta dilarang menjual atau mengalihkannya (ps. 197 ayat 9 HIR, 212 Rbg). Penyitaan ini dapat dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan atas permintaan kreditur atau penggugat (ps. 227 ayat 1 HIR, 261 ayat 1 Rbg), namun dalam praktek pengajuannyanya disampaikan kpd majelis hakim yg memeriksa perkara tersebut.

Pengajuan Gugatan 







Gugatan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri beserta salinannya, tetapi hrs memenuhi syarat bea materai (ps. 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4 Rbg). Salinan gugatan disampaikan kepada tergugat beserta surat panggilan dari Pengadilan Negeri (ps. 121 ayat 2 HIR, 145 ayat 2 Rbg). Perkara dpt diputus secara contradictoir atau diluar hadirnya salah satu pihak yg berperkara, dalam hal ini pokok perkara tetap diperiksa. Bila penggugat tidak hadir pada hari sidang dan telah dipanggil secara patut, maka gugatan penggugat dinyatakan gugur (ps. 124 HIR, 148 Rbg),dlm hal ini pokok perkara tidak diperiksa.









Gugatan tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard) bilamana gugatan tidak berdasar hukum, dimana peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Dalam hal ini penggugat masi dpt mengajukan gugatan lagi. Gugatan ditolak jika gugatan tidak beralasan, yaitu apabila tidak diajukan peristiwa yang membenarkan tutuntan. Dalam hal ini tidak terbuka untuk mengajukan gugatan (ne bis in idem). Bila dalam putusan verstek penggugat dikalahkan, penggugat dapat mengajukan banding (ps. 8 ayat 1 UU No. 20/1947, 200 Rbg) Bila dalam putusan verstek tergugat kalah, maka tergugat dapat mengajukan perlawanan (verset) kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut (ps. 125 ayat 3 HIR, 149 ayat 3 Rbg).



Bila dalam perlawanan Pelawan tidak hadir, maka untuk yg kedua kalinya perkara tersebut diputus verstek dgn demikian tuntutan perlawanan tidak diterima (niet ontvankelij verklaard/NO, vide ps. 129 ayat 6 HIR, 153 ayat 6 Rbg).

Perdamaian 





Pada hari sidang pertama, Hakim harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak (Ps. 130 HIR; 154 Rbg). Bila mana ada kesepakatandamai diantara mereka, maka hakim menjatuhkan putusan (acte van vergelijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh mereka. Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.

Pengaruh Daluarsa terhadap Tuntutan Hak 





 

Seperti halnya dalam perikatan, dapat lahir atau hapus karena lampaunya waktu (daluarsa), demikian halnya dengan tuntutan hak. Hak yang diberikan berdasarkan peraturan perundangperundangundangan diberi untuk waktu tertentu. Hak tersebut hapus dengan sendirinya setelah lewat waktu yang ditentukan (ps. 1520 BW). Ps. 1967 BW, semua tuntutan hak, baik yg bersifat kebendaan maupun perorangan, hapus setelah lampau waktu 30 tahun. Pasal 1963 menenrukan bahwa lampaunya waktu menyebabkan seseorang memperoleh sesuatu hak. Selain Pasal 1963, perhatikan pasal 1968, 1971, 1974 dan 1975 BW.



Putusan MA RI, 17 Juli 1955, H 1956 no. 1 – 2, hal. 88, antara lain menyebutkan bahwa Seseorang pemberi gadai barang perhiasan emas yang tidak datang pada panggilan untuk menghadiri pembagian harta warisan almarhum pemegang gadai dan kemudian berdiam selama 7 tahun, dianggap melepaskan haknya untuk barang yang digadaikan.

Pengecualia dalam Daluarsa 

Putusan MA RI, 22 Desember 1971 No. 802 K/Sip/1971, Yurisprudensi Jawa Barat 1966--1972, hal. 76, antara lain 1966 menyebutkan bahwa Sekalipun penggugat telah membiarkan suatu keadaan selama 25 tahun lebih, akan tetapi karena hukum adat tidak mengenal “daluarsa”, maka gugatan penggugat masih tetap dapat diterima dan diperiksa serta diputuskan seperti biasa.

Materi Jawaban 





HIR tidak mengatur mengenai materi apa yg harus dimuat dalam jawaban. Dalam putusan Raad Justisi Jakarta tgl. 1 April 1938, antara lain disebutkan bahwa sudah selayaknya jika jawaban tergugat disertai dengan lasanlasan-alasan karena dengan demikian akan lebih jelas duduk perkaranya. Tidak cukup kalau tergugat hanya sekedar menyangkal gugatannya, tetapi harus disertai alasan apa sebabnya ia menyangkal dan bila tidak cukup beralasan dapat dikesampingkan oleh hakim. (vide). Ps. 13 Rv mensyaratkan agar bantahan tergugat disertai alasan--alasan (met redenen omkleed). alasan







Pada hakekatnya jawaban tergugat dapat memuat mengenai Tangkisan (exceptief verweer) dan Sangkalan (verweer ten principale). Pasal 136 HIR (ps. 162 Rbg) menyebutkan bahwa jawaban berupa tangkisan (eksepsi), kecuali tangkisan tentang tidak berkuasanya hakim, tidak boleh dimajukan dan dipertimbangkan terpisah, tetapi diperiksa dan diputus bersamabersama-sama dengan pokok perkara. Eksepsi tentang kompetensi diatur dalam ps. 125 ayat 2, 133133-136 HIR; 149 ayat 2, 160160-162 Rbg).





Pada umumnya yang diartikan dengan eksepsi ialah suatu sanggahan atau bantahan dari pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak mengenai pokok perkara. Sangkalan adalah sanggahan yang berhubungan dengan pokok perkara.

Gugat Balik (Gugat Rekonvensi) 



Gugat rekonvensi ini diatur dalam pasal 132 a dan 132 b HIR atau ps. 157, 158 Rbg. Gugat balik dalam perkara perdata dapat terjadi apabila tergugat dalam suatu perkara perdata yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan (tergugata konvensi), menggugat kembali kepada pihak penggugat. Dalam hal demikian, maka kedudukan tergugat awal (konvensi) akan menjadi Penggugat Rekonvensi dan penggugat awal (konvensi) menjadi Tergugat Rekonvensi.





Gugatan dalam rekonvensi diajukan bersama sama dengan jawaban dalam konvensi. Demikian halnya dengan tuntutannya. Gugat rekonvensi tidak dapat dilakukan dalam hal: - Penggugat dalam konvensi bertindak dalam kedudukannya tertentu bukan selaku pribadi sedangkan gugat rekonvensi adalah mengenai pribadi penggugat rekonvensi. - Bila pengadilan yang memeriksa gugat konvensi tidak berwenang memeriksa gugat rekonvensi. - Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan.

Proses Persidangan Acara Pemeriksaan

Gugatan

Jawab menjawab

Eksepsi/Jawaban

Replik Persidangan Duplik Pembuktian Konklusi/Kesimpulan

Putusan





Pada hari sidang yang telah ditetapkan, ketua Majelis Hakim yang didampingi panitera membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum (vide ps. 17 ayat 1 dan 2 UU No. 14/1970). Apabila Putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum, maka putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan dengan demikian mengakibatkan batalnya putusan (vide ps. 18 UU No. 14/1970), tetapi bila dalam berita acara disebutkan sidang dinyatakan terbuka untuk umum, maka putusan tetap sah.





Pembatasan terhadap asas terbukanya persidangan untuk umum dapat dilakukan apabila undangundang-undang menentukan lain atau berdasarkan alasanalasan-alasan penting menurut hakim dan dimuat dalam berita acara sidang (vide ps. 17 ayat 1 UU No. 14/1970; ps. 29 RO). Sidang ditunda apabila hanya satu pihak yang hadir, hal ini dilakukan untuk memenuhi asas audi et alteram partem, karena keterangan satu pihak saja bukanlah merupakan keterangan “Eines Mannes Rade, ist keines Mannes Rade, man soll sie horen beide”.









Bila dalam pemeriksaan pertama kedua pihak yang berperkara hadir, maka hakim harus mengusahakan mendamaikan kedua belah pihak (vide ps. 130 HIR; ps. 154 Rbg). Putusan perdamaian (acte van vergelijk) dijatuhkan apabila mereka berhasil berdamai dan menghukum kedua pihak untuk memenuhi isi perdamain yang yang telah dicapai. Terhadap putusan perdamaian tidak dapat dimintakan banding (ps. 130 ayat 3 HIR; ps. 154 ayat 3 Rbg). Bila perdamaian tidak berhasil, hal tersebut dimuat dalam berita acara sidang dan pemeriksaan dilanjutkan (ps. 131 ayat 1 HIR; 154ayat 1 Rbg).







Rv menganut sistem, hakim adalah pasif. Sedangkan HIR menganut sistem, hakim aktif. Dalam hal ini hakim berwenang memberi nasehat kepada kedua belah pihak serta menunjukan upaya hukum (ps. 132 HIR;156 Rbg). Selain itu hakim wajib mencari keterangan--keterangan yang bertentangan satu keterangan sama lain untuk menetapkan pokok sengketa. Bilamana perdamaian tidak tercapai, maka sidang dilanjutkan dengan acara pembacaan gugatan. Tergugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan/jawaban atas gugatan, hal ini dapat dijawab secara lisan maupun tertulis (ps. 121 ayat 2 HIR; 145 ayat 2 Rbg).



Bilamana tergugat memandang perlu, Bilamana perlu, maka tergugat dapat mengajukan eksepsi sebelum memberikan jawaban atau diajukan bersamaan dengan jawaban. jawaban. declinetoir Prosesuil disqualifictoir Eksepsi dilatoir Materiil peremptoir





Eksepsi prosesuil adalah tangkisan yang bersifat mengelak yang menuju pada tuntutan tidak diterimanya gugatan berdasarkan alasanalasan-alasan di luar pokok perkara; meliputi : - eksepsi deklaratoir seperti eksepsi tentang tidak berkuasanya hakim, eksepsi bahwa gugatan batal dan; - eksepsi disqualificatoir seperti, eksepsi perkara telah diputus dan pihak penggugat tidak berkapasita. Eksepsi materiil merupakan bantahan lainnya yang didasarkan ketentuan hukum materiil; meliputi : - eksepsi dilatoir seperti tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan karena penggugat memberi penundaan pembayaran. - eksepsi peremptoir yang sudah mengenai pokok perkara seperti eksekusi karena lampaunya waktu (kadaluarsa) atau karena tergugat dibebaskan dari membayar.







Penggugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan terhadap eksepsi/jawaban tergugat, biasa disebut replik. Terakhir tergugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan atas replik penggugat, biasa disebut duplik Hukum pembuktian positif diatur dalam HIR dan Rbg serta BW. Selain itu masi diatur juga dalam Rv.

Pembuktian 



Dengan berakhirnya proses jawab menjawab, maka acara selanjutnya adalah pembuktian. Dalam pemeriksaan Pembuktian, para pihak diberi kesempatan untuk membuktikan dalildalildalil yang telah disampaikan dan kesempatan pertama diberikan kepada Pengugat, setelah itu Tergugat.







Hukum pembuktian terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materiil/hukum pembuktian materiil dan formil/hukum pembuktian formil. Hukum pembuktian materiil mengatur tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat--alat bukti tertentu di persidangan serta alat ketentuan pembuktiannya. Hukum pembuktian formil mengatur tentang caranya mengadakan pembuktian.







Yang harus dibuktikan dalam persidangan adalah peristiwa hukum yang penting/relevant bagi hukum agar diperoleh suatu kebenaran, misalnya yang harus dibuktikan adalah adanya perjanjian hutang piutang antara penggugat dan tergugat. Selain peristiwa hukum, dalam hukum pembuktian, hak pun harus dibuktikan karena dari ps. 163 HIR; 283 Rbg dan 1865 BW, disebutkan bahwa siapa mengaku mempunyai hak harus membuktikannya. Kebanaran yang dicari oleh hakim dalam perkara perdata adalah kebenaran formil.







Mencari kebenaran formil berarti hakim tidak boleh melampaui batasbatas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Hal ini relevant dengan ketentuan ps. 178 ayat 3 HIR; ps. 189 ayat 3 Rbg dan ps. 50 ayat 3 Rv yang melarang hakim untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau akan meluluskan lebih dari yang dituntut. Dalam perkara perdata, pihak yang berkepentingan cq. Penggugat dan Tergugat yang berkepentingan yang wajib membuktikan peristiwa yang disengketakan dan atau mengajukan alatalat-alat bukti.







Ps. 163 HIR; 283 Rbg dan 1865 BW, pada pokoknya menyebutkan bahwa “Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak, … harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”. Suatu bukti dinilai lengkap atau sempurna, apabila hakim berpendapat bahwabukti yang telah diajukan/peristiwa yang harus dibuktikan itu harus dianggap sudah pasti atau benar. Teori pembuktian: 1. Pemuktian bebas, menghendaki adanya ketentuan--ketentuan yang mengikat hakim, ketentuan sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepadanya. 2. ...



2. Pembuktian negatif, menurut teori ini harus ada ketentuan--ketentuan yang mengikat yang bersifat ketentuan negatif, yaitu bahwa ketentuan ini harus membatasi pada larangan kepada hakim untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian. Jadi hakim dilarang dengan pengecualian (ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW). 3. Pembuktian positif, teori ini menghendaki adanya perintah kepada hakim. Di sini hakim diwajibkan tetapi dengan syarat (ps. 165 HIR, 285 Hbg, 1870 BW). Pendapat umum menghendaki adanya pembuktian bebas, hal ini dimaksudkan agar dapat memberi kelonggaran bagi hakim dalam mencari kebenaran.

BebanPembuktian  Hakim yang memerintahkan kepada para pihak untuk mengajukan alatalat-alat buktinya.  Asas beban pembuktian ini diatur dalam ps. 163 HIR, 283 Rbg, 1865 BW) yang berbunyi: “ Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.  Selain ketenuan tersebut, ada beberapa ketentuan khusus, yaitu ps. 533 BW, ps. 535 BW, ps. 1244 BW.

Alat Bukti  Alat Alat--alat bukti dalam acara perdata adalah alat bukti tertulis/surat, pembuktian dengan saksi, persangkaanpersangkaanpersangkaan, pengakuan dan sumpah (ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW).  Alat bukti tertulis/surat, yaitu segala sesuatu yang memuat tandatanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isishati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.  Alat bukti surat dibagi menjadi akta dan bukan akta.  Akta terdiri dari, akta otentik (ps. 165 HIR, 285 Rbg, 1868 BW) dan akta di bawah tangan (S 1867 No. 29 untuk Jawa dan Madura, luar Jawa dan Madura diatur dalam ps. 286286-305 Rbg, ps 18741874- 1880 Bw).

Alat Bukti Saksi  Alat bukti ini diatur dalam ps. 139 – 152, 168 – 172 HIR, ps. 165 – 179 Rbg, 1895 dan 1902 – 1912 BW. Alat Bukti Persangkaan  Alat bukti ini diatur dalam ps. 164 HIR, ps 284 Rbg, 1866 BW. Alat Bukti Pengakuan  Alat bukti ini diatur dalam ps 174, 175, 176 HIR, 311, 312, 313 Rbg, 1923 – 1928 BW. Alat Bukti Sumpah  Alat Bukti Sumpah diatur dalam ps 155155-158, 177 HIR, 182182-185, 314 Rbg, 19291929-145 BW.

      

Pemeriksaan Setempat Kesimpulan Putusan Upaya Hukum Biasa Eksekusi Perlawanan Terhadap Penetapan Eksekusi Upaya Hukum Luar Biasa