I EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN

Download Konseling kelompok memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan kompetensi sosial, terlebih masalah kompetensi sosial merupakan ma...

0 downloads 535 Views 2MB Size
i

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA SMK

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada : Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Sains Psikologi

Oleh : ENDAH DWI SAYEKTI S 300 100 005

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013

ABSTRACT EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING FOR IMPROVING STUDENT SMK SOCIAL COMPETENCE By: Endah Dwi Sayekti NIM: S. 300 100 005 Low levels of social competence, influence the success of a person in living his life, so we need to find solutions and solving problems in this regard. One effective way to improve students' social competence is to apply group counseling training. This study aims to determine the effectiveness of group counseling to students' social competence. The data of this study using a scale of social competence and observation. Methods: This research uses experimental research design. The study was conducted in Class XII students Machining and Mechanical Engineering Department of Cloth Making, SMK Negeri 2 Karanganyar, Solo, Central Java. Number of subjects 20 students 10 students were divided into a control group and the experimental group of 10 students, how sampling by random sampling. Data analysis was performed using SPSS version 15.0 for Windows. Results of paired sample t test analysis test showed that the training group counseling effective for improving the social competence of students, it can be seen from the results of testing the hypothesis that the value of t = -13.173, with significance = 0.000, p <0.05. the average pretest score was 68.00 and the average posttest score was 99.20. This shows that there are significant differences in levels of social competence in the experimental group, where as in the control group, all the same before and after treatments. It can be seen from the value of t = -1.667, (p <0.05. Mean pretest and posttest = 69.00 = 70.00. This suggests that there is no significant difference in social competence in the control group. Upon conducted follow-up 10 days after the training, the analysis remains in the experimental group, which means that this training could be permanent to still be used in counseling services to improve social competence Siwa. Conclusion: Training group counseling effective for improving the social competence of students, at SMK Negeri 2 Karanganyar. Keywords: social competence, counseling groups.

PENDAHULUAN Berbagai pandangan dan pengalaman hidup menunjukkan bahwa keberhasilan hidup manusia banyak ditentukan oleh kemampuannya mengelola diri dan kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain. Salah satu kualitas hidup seseorang yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin hubungan dengan orang lain adalah kompetensi sosial yang dimilikinya, karena kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan sesama, suka menolong, dermawan, dan empati, sehingga kompetensi sosial penting dalam kehidupan individu. Berbeda dengan siswa SMA, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga yang berpotensi untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang dapat dengan mudah terserap oleh dunia kerja, karena baik dari materi teori dan praktek yang bersifat aplikatif telah diberikan sejak dini, dengan harapan lulusan SMK memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan nantinya akan lebih banyak langsung terjun ke dunia kerja. Dalam hal ini tentunya akan menghadapai dunia baru sehingga membutuhkan kompetensi sosial yang memadai. Dan tantangan para lulusan SMK diperhitungkan akan semakin meningkat, untuk itu sudah seharusnya dipersiapkan peserta didik secara serius dalam berbagai program kejuruan dengan mempertajam kemampuan adaptif, yang seharusnya sejalan dengan

kebutuhan kompetensi baik yang bersifat personal maupun sosial. Fenomena yang terjadi saat ini, berdasarkan informasi dari guru pembimbing dan catatan himpunan data layanan konseling pada guru bimbingan konseling selama lima tahun terakhir banyak menunjukkan bahwa ditemukan siswa yang mengalami kurangnya kompetensi sosial yang ditunjukkan dengan berbagai sikap yaitu sulit bekerja sama (pasif dalam kelompok), kurang kepercayaan diri, mudah menyerah, tidak proaktif dan lebih konsentrasi mengutak-atik hp dibandingkan dengan bersosialisasi dengan guru dan teman. Siswa sering fokus hanya pada laptop dan telepon seluller (buku catatan rekaman layanan bimbingan konseling tahun pelajaran 2009-2010 sampai tahun pelajaran 2011-2012) SMK N 2 Karanganyar. Menurut Goleman (2007) mengemukakan bahwa iPad, walkman dan telepon selluler (handphone) telah mematikan perasaan orang-orang yang lalu lalang di jalan dengan mereka dengan hiruk pikuk kehidupan. Si pengguna alat elektronik tersebut membuang peluang untuk menyapa orang atau meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan teman dan mereka hanya akan menatap orangorang lain begitu saja seolah-olah mereka tidak penting. Konseling kelompok memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan kompetensi sosial, terlebih masalah kompetensi sosial merupakan masalah yang banyak dialami oleh siswa sehingga untuk mengefisiensikan waktu

konseling kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual. Konseling kelompok juga dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan empati dimana hal tersebut termasuk dalam aspek-aspek kompetensi sosial. Dari uraian tersebut diatas peneliti sebagai guru BK di SMK tertarik untuk mengadakan penelitian apakah layanan konseling keompok efektif untuk meningkatkan kompetensi sosial siswa. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang muncul adalah “Apakah konseling kelompok efektif untuk meningkatkan kompetensi sosial pada siswa” METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan skala kompetensi sosial. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kompetensi sosial dengan model skala Likert yang terdiri dari tigapuluh tiga item. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang ingin menguji efektifitas pengaruh konseling kelompok dalam meningkatkan kompetensi sosial siswa. Pengujian hipotesis untuk mengetahui dampak intervensi perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah dengan menggunakan paired sample test. HASIL PENELITIAN

Hasil pengukuran data dilakukan tiga kali yaitu pengukuran pertama dilakukan sebelum pemberian perlakuan (pre-test),

pengukuran kedua dilakukan 5 hari sesudah perlakuan post-test dan pengukuran ketiga dilakukan 10 hari sesudah post-test (follow-up), semua pengukuran tersebut diberlakukan kepada kelompok kontrol maupun eksperimen. Tabel 7. Data Hasil Pengukuran Kelompok Eksperimen Skor No

Nama Subjek

CP DM EA BM ES NF VG NN RN YA Jumlah Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pretest

Posttest

Followup

65 79 60 73 60 64 78 72 64 72 687 68,7

90 102 90 101 95 105 96 112 95 90 976 97,6

102 105 87 102 99 103 102 113 95 102 1010 101

Selisih Pretest posttest 25 23 30 28 35 41 18 40 31 18

Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa rerata skor kompetensi sosial pada kelompok eksperimen sebelum perlakuan (pretest) adalah 68,7, rerata skor kompetensi sosial setelah perlakuan (post-test) adalah 97,6 dan rerata skor kompetensi sosial hasil pengukuran tindak lanjut (follow-up) adalah 101, hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rerata skor kompetensi sosial setelah diberi perlakuan pelatihan konseling kelompok. Artinya pelatihan konseling kelompok berpengaruh terhadap kompetensi sosial siswa. Tabel 8. Hasil Uji t Kelompok kontroleksperimen sebelum perlakuan Hasil Rerata kelompok analisis Nilai t, p Kontrol Eksperimen t=-1,667 69,00 70,00 p=0,563 (p>0,05)

Selisih Pre-test Followup 37 26 27 29 39 39 24 41 31 30

Berdasarkan analisis pretest diketahui nilai t = taraf signifikansi (p) (p>0,05). Nilai rata-rata kelompok kontrol = 69,00 dan kelompok eksperimen = 70,00. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kompetensi sosial antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen sebelum pelatihan. Artinya kondisi kompetensi sosial antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum perlakuan adalah sama.

Berdasarkan analisis dengan menggunakan paired sampel test, diketahui nilai t=-1,667, (p<0,05. Nilai rata-rata pretest=69,00 dan posttest=70,00. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kompetensi sosial pada kelompok kontrol. Tabel 11. Hasil analisis pre-test dan posttest kelompok eksperimen Hasil analisis Rerata kelompok Nilai t,p Pre-test Eksperimen t=-13,173 68,70 99,20 sign=0,000 p<0,05)

Tabel 9. Hasil Uji t. Kelompok kontroleksperimen setelah perlakuan Hasil analisis Nilai t, p t= -13,173 p= 0,000 (p<0,05)

Rerata kelompok Kontrol 70,00

Eksperimen 99,20

Berdasarkan hasil analisis setelah pelatihan pada kelompok eksperimen diketahui nilai t = 13,173 taraf signifikansi (p)0,000. (p<0,05). Nilai rata-rata kelompok kontrol = 70,00 dan kelompok eksperimen = 99,20. Hasil ini menunjukkan ada perbedaan signifikan tingkat kompetensi sosial antara kelompok kontrol dan kelompok ekspermen setelah pelatihan. Tabel 10. Hasil analisis pretest dan posttest.kelompok kontrol Hasil analisis Rerata kelompok Nilai t, p

Pre test

Postest

t= -1,667 sign=0,563 (p<0,05)

69,00

70,00

Berdasarkan analisis dengan menggunakan paired sampel test , diketahui t=-13,173 dengan taraf signifikasi (sign)=0,000 p<0,005 nilai rata-rata pretest adalah 68,00 dan nilai rata-rata postest adalah 99,20. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan tingkat kompetensi sosial pada kelompok eksperimen. Tabel 12. Hasil Analisis Post-test vs Follow-up eksperimen Mean / rerata Analisis Hasil Interpretasi Post Follow Analisis t = - 99,20 101,80 Tidak ada uji t 1,901 perbedaan Posttest (sig) kompetensi – =0,609 sosial Follow (p > antara up 0,05) postest dengan follow up pada kelompok eksperimen

Hasil Uji t pada kelompok kontrol post-test vs follow up tidak mengalami perubahan yang signifikan maka bisa diartikan bahwa pada kelompok kontrol, setelah

perlakuan dan di follow-up tidak mengalami peningkatan kompetensi sosial atau tetap. Tabel Hasil 13. Hasil Analisis Uji t kelompok kontrol post-test vs follow-up Analisis Analisis uji t Posttest – Follow up

Hasil t = -1,241 (sig) =0,815 (p > 0,05)

Mean / rerata Post Follow 70,00 70,60

Interpretasi Tidak ada perbedaan kompetensi sosial antara postest dengan follow up Pada kelompok kontrol

Berdasarkan tabel 13 di atas, diketahui nilai t =-1,241, dengan taraf signifikasni 0,815 berarti tidak ada perbedaan posttest dan follow up pada kelompok kontrol.

Analisis Follow up Kontrol dengan eksperimen

Tabel 14. Hasil Analisis Uji t Kontrol-Eksperimen dan Follow up Mean follow up Hasil Interpretasi Kontrol Eksperimen t = -12,064 70,60 101,80 Ada perbedaan (sig) =0,002 kompetensi sosial (p < 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok eksprimen saat follow up eksperimen > kontrol

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui t = -12.064 dengan taraf signifikansi = 0,002 menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kompetensi sosial antar kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen pada saat dilakukan follow up. Tabel 15. Hasil Pengukuran dan Klasifikasi Kompetensi Sosial Subyek CP DM EA BM ES NF VG NN RN YA

Pre-test 65 79 60 73 60 64 78 72 64 72

Klasifikasi Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang

Post-test 99 108 111 107 95 105 96 95 101 106

Klasifikasi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Follow up 102 105 87 102 99 103 102 113 95 110

Klasifikasi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi

Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat

5

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa setelah pelatihan ternyata ada 3 subjek pada kelompok eksperimen yang mengalami peningkatan dari kategori rendah ke kategori tinggi yaitu (EA,NF,RN) . EA mengalami peningkatan dari skor 60 menjadi 111 tetapi pada skor follow up mengalami penurunan skor yaitu 87 hal ini disebabkan oleh kondisi EA pada saat follow up sedang sakit, NF mengalami peningkatan dari skor 64 menjadi menjadi 105, dan pada saat di follow-up menjadi 103 dan RN mengalami peningkatan dari skor 64 menjadi 101dan di saat follow up mengalami penurunan menjadi 87 dikategori sedang ; sedangkan ada 2 subjek yang meningkat dari kategori rendah ke kategori sedang, yaitu (CP dan ES), CP dengan skor 65 menjadi skor 99 kemudian pada saat follow up meningkat menjadi 102 dan ES dengan skor 60 menjadi skor 95, dan ketika di follow up meningkat menjadi 99. Ada 3 subjek yang mengalami peningkatan dari kategori sednag ke kategori tinggi, yaitu (DM, BM, YA), DM dengan skor 79 mengalami peningkatan menjadi 108 dan setelah di follow-up menjadi 105, BM dari skor 73 meningkat menjadi 107, kemudian setelah di follow-up menjadi 102, YA dari skor 72 mengalami peningkatan menjadi skor 106, dan ketika di follow up meningkat menjadi 110.Ada 2 subyek yang tetap berada pada kategori sedang yaitu, (VG dan NN), VG yang sebelum pelatihan mempunyai skor 78 menjadi skor 96 dengan skor follow-up 102 dan NN yang sebelum pelatihan mempunyai skor 72 mengalami peningkatan skor menjadi 95 dan setelah di follow-up

mengalami peningkatan menjadi 113. Walaupun ada beberapa subjek yang mengalami penurunan skor setelah di follow-up, tetapi mereka tetap pada kategori yang sama yaitu dari kategori sedang ke kategori sedang, atau dari kategori tinggi ke kategori tinggi. Dengan demikian pelatihan yang dilakukan efektif untuk meningkatkan kompetensi sosial yang selain diperoleh dari melalui hasil empiris, juga dapat diketahui dari hasil observasi selama penelitian berlangsung. Kondisi yang dapat penulis amati misalnya, kemampuan mengungkapkan pendapat, ide atau gagasan, kemampuan memberikan semangat, saat berbicara mengadakan kontak mata, berbicara tepat dan jelas. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis, pembahasan dan evaluasi pada modul pelatihan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Konseling Kelompok efektif untuk menngkatkan kompetensi sosial siswa. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis dengan menggunakan paired sampel test bahwa diketahui t=-13,173 dengan taraf signifikasi (p)=0,000 p<0,005 nilai rata-rata pretest adalah 68,70 dan nilai ratarata postest adalah 99,20 sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kompetensi sosial antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen setelah pelatihan. Pada kelompok kontrol hasil tidak

signifikan karena tidak ada treatment atau pelatihan. 2. Berdasarkan tindakan followup diketahui tidak mengalami perbedaan kompetensi sosial kelompok eksperiman setelah post-test. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efek perlakuan bersifat menetap. 3. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi atau penilaian subjek terhadap materi dan proses pelaksanaan pelatihan konseling kelompok, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya materi dan proses pelatihan dapat berjalan dengan menarik dan lancar. Semua subjek menyatakan bahwa pada sesi-sesi program konseling kelompok ini menarik. B. Saran 1. Bagi Guru Pembimbing/ Konselor Sekolah Guru pembimbing diharapkan dapat menerapkan konseling kelompok untuk meningkatkan kompetensi sosial siswa dan mampu mengembangkan kemampuan sosialisasi kepada siswa dengan dinamika kelompok yang intensif, membahas topik-topik untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang berkompetensi sosial tinggi. 2. Bagi Peneliti lain: Peneliti lain diharapkan tetap selektif dalam memilih subjek atau partisipan

pelatihan, karena beberapa kondisi subjek kemungkinan kurang cocok jika berada dalam konseling kelompok, misalnya (1) siswa dalam keadaan kritis; (2) siswa takut berbicara dalam kelompok dan sangat membutuhkan perlindungan, (3) siswa sangat tidak efektif berhubungan dengan orang lain; (4) siswa tidak menyadari akan perasaan, motivasi dan perilakunya; (5) siswa terlalu banyak minta perhatian dari orang lain sehingga sangat memngganggu dalam kelompok; (6) siswa kurang memiliki keyakinan diri, harga diri dan memiliki konsep diri yang negatif. DAFTAR PUSTAKA Argyle, M. 1994. The Psychology of Interpersonal Behavior. 5 th edition. London: Penguin Books. Azwar,

Saifudin.1998. Metode Penelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Durkin, K. 1995. Developmental Social Psychology. From Infancy to Old Age. Oxford: Blackwell Publisher Ltd. Denham (2003). Preschool Emotional Competence : Pathway to Social Competence. Journal of Child Development. Vol. 74, No 1, 238-256.

Ford, M. E. 1982. Social Cognition and Social Competence. Journal of Developmental Psychology. 16, 3, 323-340. Gazda, K. (1984) Group Conseling: A Development Approach. Boston, Allyn and Bacon Inc. Gilbert M. D. Lemmens dkk (2009) Therapeutic factors in asystemic multi-family group treatment for major depression: patients’ and partner’ perspectives. Goleman. D. 1996. Emotional Intelligence : Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 1996. Kecerdasan Emosional. Alih bahasa: Hermaya, T. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gullotta, T. P.; Adams, G, R.; Montemayor, R. 1990. Developing Social Competence In Adolescent. California: Sage Publications, Inc. Gunawan.U. (2011). Kompetensi Sosial; http;//ujugunawan.blogspot.c om. (27 Februari 2012)

Masalah Siswa Di Sekolah. Didaktika Jurnal Kependidikan,Vol IV, No. 2. Hartinah, S.2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung : Refika Aditama Hurlock, E. B . 1999.”Psikologi Perkembangan”. Erlangga. Jakarta. Larrabee,M.J., & Terres, C. K. (1984). Groups: The future of school counseling. The School Counselor, 31, 256-263. Livneh, H.,Lisa M. Wilson, and Robert E.P.(2004) “Group Counseling for People With Physical Disabilities”. APA Journal Lad, G.W., & Golter, B. (1998). Parents’management of preschoolers’ peer relations: Is it related to children’s social competence? Journal of Developmental Psychology, 57, 1168-1189. Meyer & Muro J.J (1997). Guidance and Conseling in the Elementary and Middle School.Wm. C. Brown Communication, Inc.

Gust, T. (1970) . Group Counseling with rehabilitation clients. Rehabilitation Record.,11, 18-25.

Mintarsih, W ( 2009). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Efektivitas Komunikasi Interpersonal. Tesis IAIN Walisongo, Semarang.

Hakim,A. (2009). Penggunaan Konseling Kelompok Dalam Membantu Mengatasi

Morgan,C.T. et al. (1979) . Introduction to Psychology. Toronto:Mc Graw-Hill.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok Dasar Dan Profil. Jakarta : Ghalia Indonesia. Prayitno dan Erman Amti.1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Depdikbud :Rineka Cipta Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan Dan Konseling Kelompok (Dasar Dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia Rydell,A.M., Hagekull,B. (1997). Measurement of two Social Competence Aspect In Middle Childhood. Journal of Development Psychology. Vol. 33, No 05, 824– 833. Sanyata, (2010) Teknik dan Strategi Konseling Kelompok. Paradigma, No. 09 Th. V, Januari ® ISSN 1907297X Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (1992). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia Shertzer, B. & Stone Shelley C., (1980). Fundamentals Of Counseling, Boston: Houngton, Mifflin Company Sukardi, D K. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Surya,

M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung : Pustaka bani Quraisy.

Suyatre, I Ketut, 2006, Cara meningkatkan pengelolaan bimbingan dan konseling melalui konseling kelompok di SMA .Artikel. Tarmijiah.(2008). Aspek Kompetensi Sosial. http://artikelduniapsikologi.blogspot.com /2008/12/aspek-kompetensisosial.htlm. [2012] Taufik. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tatiek, R. 2001. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang. Tarmizi. 2006. Peranan Himpunan Data Dalam Pelayanan Konseling Kelompok Di SMA Negeri 2 Medan. (http://www.litagama.org/ind ex.htm) diakses tanggal 21 Februari 2012 Thantawy R. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pamator. Turner.

2010. Kamus Sosiologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Turner.2010. Evaluation of a Career Development Skills Intervention With Adolescents Living in an Inner City. Jurnal of Developmental psychology. 457-465

Wibowo M.E.(2005) Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: unnes Press. Winkel

& Sri Hastuti (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Wexley.K.W, Gray A.Yukl. (1977) . Organizational Behavior and Personnel Psychology. Homewood Illinois:Richard D.Irwin Yusuf LN Syamsu (2002) Landasan Bimbingan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya.