IDENTIFIKASI FASE PENYEMBUHAN LUKA BERBASIS CITRA ISMI

Download Ada dua fase penyembuhan luka yang akan diidentifikasi yaitu fase ..... penyembuhan luka pada percobaan 3. Jenis fase. Predicted. Fase infl...

0 downloads 328 Views 334KB Size
IDENTIFIKASI FASE PENYEMBUHAN LUKA BERBASIS CITRA Ismi Amalia Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km. 280 P.O. Box 90, Buketrata, Lhokseumawe 24301 e-mail: [email protected].

Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fase penyembuhan luka berdasarkan citra. Ada dua fase penyembuhan luka yang akan diidentifikasi yaitu fase penyembuhan luka inflamasi dan proliferasi. Dua metode utama digunakan dalam penelitian ini, yaitu gray level co-occurence matrix (GLCM) dan probabilistic neural network (PNN). GLCM digunakan untuk mengekstraksi fitur tekstur. Tiga fitur tekstur yang diekstraksi adalah: energy, entropy dan maximum probability. Hasil ekstraksi fitur digunakan untuk mengidentifikasi fase penyembuhan luka menggunakan PNN sebagai classifier. Citra luka dibagi menjadi dua bagian, yaitu data training dan data testing. Teknik cross-validation diaplikasikan untuk model validasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode yang diusulkan dapat melakukan pengenalan hingga 75%. Key words: cross-validation, GLCM, luka, PNN PENDAHULUAN Luka terjadi karena rusaknya struktur dan fungsi anatomi normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Efek yang akan muncul ketika timbul luka antara lain adalah hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri serta kematian sel. Luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama dikhawatirkan mengalami komplikasi (Setyarini EA et.al., 2013). Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Sifat penyembuhan pada semua luka adalah sama dengan variasi bergantung pada lokasi, keparahan dan luas cidera (Hardjito K et.al., 2012). Ada 3 fase penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi Setyarini EA et.al., 2013): a. Fase inflamasi (reaksi) Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung sekitar 3 hari setelah cedera. b. Proliferasi/regenerasi Fase proliferasi ditandai dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekonstruksi, fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari.

c. Maturasi/remodeling Fase maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka. Dapat memerlukan waktu lebih dari 1 tahun, bergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Hambatan utama penyembuhan luka adalah adanya infeksi, peradangan, dan tidak seimbangnya kelembaban. Sehingga pada setiap fase penyembuhan luka memiliki karakteristik tersendiri dari segi warna dan tekstur luka. Area luka dapat mempunyai warna dan tekstur beragam yang berupa pengelupasan, jaringan granulasi merah dan jaringan nekrotik hitam (Prodan A et.al., 2006). Penelitian tentang luka memiliki banyak tujuan, seperti memverifikasi keberadaan luka kronis, keberadaan luka yang terinfeksi, asal luka dan aspek lain yang mengklasifikasikan dan memberi ciri luka. Penelitian ini sangat penting karena memungkinkan para medis untuk mengontrol keadaan penyembuhan luka pasiennya dan dapat meningkatkan pengobatan luka dengan metode yang benar dan dalam waktu yang singkat (Pires IM dan Garcia N, 2015). Christianto M (2014) menggunakan hasil ekstraksi fitur tekstur gray level cooccurence matrix (GLCM) untuk melakukan identifikasi citra luka abalon (Holiotis Asinina). Identifikasi dilakukan dengan menggunakan probabilistic neural network (PNN) sebagai classifier. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

metode ini mampu mendeteksi adanya luka pada citra kaki abalon untuk keadaan citra ideal dengan presentase kesuksesan mencapai 85% dan untuk keadaan citra tidak ideal mampu mencapai akurasi 37%. Kumar KS (2014) telah melakukan analisis classifier dalam mengklasifikasikan citra luka berdasarkan tingkat keparahan luka. Classifier yang efisien diperlukan untuk mengklasifikasikan citra luka. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan berbagai classifier seperti SVM, KNN dan Wound Image Analysis Classifier (WIAC). Penelitian ini akan mencoba untuk mengidentifikasi fase penyembuhan luka dengan pendekatan citra digital. Salah satu cara untuk mendapatkan pola dari suatu citra adalah dengan ekstraksi fitur tekstur. Identifikasi fase penyembuhan luka menggunakan probabilistic neural network berdasarkan hasil ekstraksi fitur tekstur gray level co-occurence matrix. Selanjutnya dilakukan perhitungan akurasi dari hasil identifikasi fase penyembuhan luka.

Citra Luka

Praproses Ekstraksi fitur Cross validation

Data latih

Data uji

Klasifikasi PNN Model klasifikasi Hasil klasifikasi Evaluasi Akurasi

METODE Tahap-tahap yang dilakukan dalam identifikasi fase penyembuhan luka adalah praproses, ekstraksi fitur tekstur dengan GLCM, pembagian data latih dan uji dengan metode cross validation, identifikasi dengan menggunakan PNN dan perhitungan akurasi. Tahapan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Data Tahap awal sebelum pemrosesan citra adalah akuisisi data citra. Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra luka pada marmut. Empat ekor marmut diambil citra lukanya saat dalam fase penyembuhan inflamasi dan proliferasi. Jumlah citra luka yang diambil pada fase penyembuhan inflamasi dan proliferasi masing-masing sebanyak 20 citra dan 12 citra. Citra hasil akuisisi data berformat JPG. Ukuran citra diubah menjadi 150×150 piksel. Contoh citra luka yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1. Tahapan penelitian

a. Fase inflamasi b. Fase proliferasi Gambar 2. Contoh citra yang digunakan Praproses Proses konversi citra RGB (Red-GreenBlue) menjadi citra grayscale dilakukan pada tahap praproses. Persamaan 1 digunakan untuk mengkonversi citra RGB ke grayscale: ( , ) = ( , )+ ( , )+ ( , ) (1) ( , ), ( , ) dan ( , ) adalah nilai warna merah, hijau dan biru. Nilai , dan yang tepat menurut (Fuangkhon P et.al., 2005) adalah = 0,299, = 0,587 dan = 0,144. Tahap praproses diperlukan agar citra luka dapat digunakan pada tahap ekstraksi fitur tekstur dengan GLCM.

Ekstraksi Fitur Tekstur Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) adalah salah satu metode ekstraksi fitur tekstur yang diperkenalkan oleh Haralick (Haralick RM et.al., 1973). GLCM dapat digunakan untuk analisis tekstur (Sulochana S et.al., 2013). Informasi tekstur dari citra dapat diambil dengan terlebih dahulu menentukan cooccurrence matrix. Co-occurrence matrix menunjukkan hubungan spasial antara tingkat gray level dalam citra. Setiap elemen dengan posisi ( , ) pada co-occurrence matrix merupakan frekuensi relatif dua piksel gray level dan (Deshpande G et.al., 2011). Co-occurrence matrix dari setiap citra dinormalisasi menggunakan Persamaan 2. Hasil yang diperoleh berupa nilai probabilitas dari GLCM. (, ) (, )= (2) ∑,

(, )

dengan merupakan nilai matriks GLCM dan merupakan rentang nilai dari dan . Fitur-fitur tekstur dihitung dari cooccurrence matrix yang telah dinormalisasi. Fitur-fitur tekstur yang diekstraksi adalah energy, entropy dan maximum probability. Persamaan 3, 4 dan 5 digunakan untuk mengekstraksi fitur-fitur tersebut (Soh LK et.al., 1999 dan Haralick RM et.al., 1973): 1. Energy =∑ ∑ (, ) (3) 2. Entropy = − ∑ ∑ ( , ) ∙ log ( , ) (4) 3. Maximum probability (5) = max , ( , ) Hasil dari ekstraksi fitur setiap citra adalah tiga nilai fitur, yaitu: energy, entropy dan maximum probability. Informasi fitur setiap citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor yang mempunyai 3 elemen. Informasi fitur ini menjadi masukan untuk proses klasifikasi dengan PNN. Pembagian Data Pembagian data latih dan uji pada penelitian ini menggunakan metode k-fold cross validation. Data latih dan uji dibagi menjadi 75% dan 25%, sehingga digunakan nilai = 4 disebut 4-fold cross validation. Oleh karena itu ada empat percobaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Skenario percobaan yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.

Fold 1

Percobaan 1

Fold 2

Fold 3

Data uji

Data latih

Fold 1

Percobaan 2

Fold 2

Fold 3

Data latih Data uji Fold 1

Percobaan 3

Fold 1

Fold 4

Data latih

Fold 2

Fold 3

Fold 4

Data uji Data latih

Data latih Percobaan 4

Fold 4

Fold 2

Fold 3

Fold 4 Data uji

Data latih

Gambar 3. Skenario percobaan yang dilakukan Total data yang digunakan pada penelitian ini adalah 32 citra. Terdiri atas 20 citra dari fase penyembuhan inflamasi dan 12 citra dari fase penyembuhan proliferasi. Dari kedua fase tersebut, jumlah data latih yang digunakan adalah 24 citra dan jumlah data uji yang digunakan adalah 8 citra pada setiap percobaannya. Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) PNN merupakan jaringan saraf tiruan yang dikembangkan oleh Donald Specht pada tahun 1988. PNN menggunakan pengklasifikasian Bayes dan penduga kepekatan Parzen. Fungsi pembobot (kernel) yang digunakan pada PNN adalah radial basis function (RBF), yaitu tipe Gaussian. Hal ini dikarenakan tipe Gaussian mempunyai komputasi yang mudah (Wu et.al., 2007). Arsitektur PNN terdiri atas lapisan masukan, pola, penjumlahan dan keputusan. Persamaan 6 digunakan pada lapisan pola (Wu et.al., 2007): (

) (

)

( )= − (6) dengan: ( ) : fungsi kernel untuk kelas ke: vektor latih kelas ke- urutan ke: input : smoothing parameter. Lapisan penjumlahan menampung hasil penjumlahan dari setiap kelas pada lapisan pola. Lapisan penjumlahan menggunakan Persamaan 7 untuk memperkirakan fungsi kepekatan peluang (Wu et.al., 2007): ( )=

∑ (

)

(7)

dengan: ( ) : peluang kelas : dimensi vektor input : jumlah pola pelatihan kelas : jumlah pola pelatihan seluruh kelas Hasil identifikasi ditentukan berdasarkan nilai maksimum pada lapisan penjumlahan. Lapisan keputusan memiliki 2 target kelas sesuai dengan fase penyembuhan luka yang ingin diidentifikasi, yaitu fase penyembuhan inflamasi dan proliferasi. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari penelitian ini. Evaluasi dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan identifikasi fase penyembuhan luka berdasarkan ekstraksi fitur tekstur. Kinerja PNN dalam identifikasi fase penyembuhan luka ditentukan dengan akurasi yang dicapai. Akurasi dihitung dengan menggunakan Persamaan 8. tingkat akurasi =















× 100%

(8)

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Processor IntelCore i5 2450 M 2.5 Turbo 3.1 Ghz, memori DDR3 RAM 4 GB dan harddisk 500 GB. Perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem Operasi Windows 7 dan Matlab 7.11.0 (R2010b).

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini akan melakukan identifikasi fase penyembuhan luka. Terdapat dua fase penyembuhan luka yang akan diidentifikasi, yaitu fase inflamasi dan fase proliferasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan fitur tekstur dari citra luka. Informasi tekstur citra diperoleh dari hasil ekstraksi fitur dengan gray level co-occurence matrix. Informasi tekstur ini digunakan untuk mengidentifikasi fase penyembuhan luka dengan probabilistic neural network sebagai classifier. Data Penelitian Data yang digunakan adalah citra luka dari hewan marmut. Data dalam penelitian ini sebanyak 32 citra luka. Pembagian data dilakukan dengan menggunakan metode 4-fold cross validation. Data citra dibagi menjadi 24 citra sebagai data latih dan 8 citra sebagai data uji. Jumlah citra latih untuk fase penyembuhan luka inflamasi sebanyak 15 citra dan fase

penyembuhan luka proliferasi sebanyak 9 citra dari total 24 citra latih yang ada. Sementara itu, jumlah citra uji untuk fase penyembuhan luka inflamasi sebanyak 5 citra dan fase penyembuhan luka proliferasi sebanyak 3 citra dari total 8 citra uji yang digunakan. Praproses Citra Luka Tahap praproses dilakukan sebelum melakukan proses ekstraksi fitur. Pada tahap praproses citra RGB diubah menjadi citra grayscale. Hasil praproses citra luka ditunjukkan pada Gambar 4.

a. Citra RGB b. Citra grayscale Gambar 4. Hasil praproses citra luka Ekstraksi Fitur Tekstur Citra Luka dengan GLCM Citra grayscale hasil praproses digunakan pada tahap ekstraksi fitur. Citra grayscale ini dikuantisasi dengan derajat keabuan 8 level berdasarkan fungsi graycomatrix pada Matlab. Hasil kuantisasi akan membentuk co-occurrence matrix. Cooccurrence matrix menunjukkan hubungan ketetanggaan antar dua piksel pada jarak dan orientasi sudut tertentu. Jarak dan orientasi sudut yang digunakan pada penelitian ini adalah = 1 piksel dan = 0° pada arah horizontal. Hasil kuantisasi diperoleh matriks berukuran 8×8 untuk setiap citra. Sebelum mengekstraksi fitur tekstur dari co-occurrence matrix yang diperoleh, matriks tersebut dinormalisasi terlebih dahulu. Setelah dilakukan normalisasi matriks, tiga fitur tekstur yaitu energy, entropy dan maximum probability diekstraksi. Ekstraksi ketiga fitur tersebut menggunakan Persamaan 3, 4 dan 5. Hasil ekstraksi fitur berupa 3 elemen fitur untuk setiap citranya. Hasil dari ekstraksi fitur tekstur untuk keseluruhan citra latih yang ada adalah sebuah matriks berukuran 3×24. Sesuai dengan jumlah citra latih yaitu sebanyak 24 citra dan setiap citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor yang memiliki 3 elemen fitur, yaitu energy,

entropy dan maximum probability. Contoh hasil ektraksi fitur tekstur untuk sebuah citra ditunjukkan pada Gambar 5.

Tabel 2. Confusion matrix hasil identifikasi fase penyembuhan luka pada percobaan 2 Jenis fase

: 0,33003

Entropy

: 1,33966

Maximum probability : 0,39535

Gambar 5. Hasil ekstraksi fitur tekstur

Tabel 1. Confusion matrix hasil identifikasi fase penyembuhan luka pada percobaan 1

Actual

Fase inflamasi Fase proliferasi Total

Fase inflamasi

Predicted Fase proliferasi

Total

5

0

5

1

2

3

6

2

8

Jenis fase

Actual

Identifikasi Fase Penyembuhan Luka dengan PNN Hasil ekstraksi fitur tekstur digunakan pada tahap klasifikasi. Klasifikasi bertujuan untuk melakukan identifikasi fase penyembuhan luka. Percobaan dilakukan untuk mengidentifikasi citra luka ke dalam 2 kelas, yaitu fase penyembuhan luka inflamasi dan fase penyembuhan luka proliferasi. Dalam penelitian ini, PNN digunakan sebagai classifier. Hasil ekstraksi fitur yaitu sebuah matriks yang terdiri dari fitur-fitur energy, entropy dan maximum probability menjadi input bagi classifier PNN. Proses klasifikasi dilakukan dengan mengukur kedekatan fitur-fitur citra uji dengan fitur-fitur citra latih dari dua fase penyembuhan luka. Sebuah citra akan diklasifikasikan ke salah satu dari dua fase penyembuhan luka berdasarkan nilai probabilitas maksimum yang diperolehnya. Berdasarkan skenario percobaan yang telah dijelaskan pada Gambar 3. Ada empat percobaan yang dilakukan pada penelitian ini. Hasil dari setiap percobaan dapat dinyatakan dalam confusion matrix. Confusion matrix hasil identifikasi fase penyembuhan luka dengan PNN untuk empat percobaan tersebut ditunjukkan pada Tabel 1 sampai Tabel 4.

Jenis fase

Fase inflamasi Fase proliferasi Total

Total

4

1

5

3

0

3

7

1

8

Tabel 3. Confusion matrix hasil identifikasi fase penyembuhan luka pada percobaan 3

Fase inflamasi Fase proliferasi Total

Fase inflamasi

Predicted Fase proliferasi

Total

5

0

5

1

2

3

6

2

8

Tabel 4. Confusion matrix hasil identifikasi fase penyembuhan luka pada percobaan 4 Jenis fase

Actual

Citra luka

Energy

Actual

Fitur tekstur

Predicted Fase Fase inflamasi proliferasi

Fase inflamasi Fase proliferasi Total

Fase inflamasi

Predicted Fase proliferasi

Total

4

1

5

1

2

3

5

3

8

Akurasi PNN dalam mengidentifikasi fase penyembuhan luka pada percobaan 1 adalah sebesar 87.5%. Nilai akurasi dihitung dengan menggunakan persamaan 8 berdasarkan hasil confusion matrix pada Tabel 1, sehingga diperoleh: 7 = × 100% = 87.5% 8 Dengan cara yang sama dapat juga dihitung akurasi untuk percobaan 2, 3 dan 4. Akurasi pada percobaan 2 sebesar 50%, percobaan 3 sebesar 87.5% dan percobaan 4 sebesar 75%. Akurasi PNN dapat dinyatakan dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Akurasi PNN untuk 4 percobaan yang dilakukan Akurasi rata-rata classifier PNN dalam mengidentifikasi fase penyembuhan luka dari empat percobaan yang dilakukan adalah sebesar 75%. Akurasi tertinggi diperoleh pada percobaan 1 dan 3, yaitu sebesar 87.5%. Oleh karena itu, data latih pada percobaan ini dapat digunakan untuk membuat model dalam identifikasi fase penyembuhan luka karena hasil identifikasinya baik. Akurasi setiap fase penyembuhan luka pada percobaan 1 dan 3 ditunjukkan pada Gambar 7. Fase penyembuhan luka inflamasi dapat diidentifikasi dengan sangat baik, yaitu mempunyai akurasi sebesar 100%. Sementara itu fase penyembuhan luka proliferasi hanya mampu diidentifikasi dengan akurasi sebesar 67%.

Gambar 8. Citra luka fase proliferasi yang salah diidentifikasi Penyebab Gambar 8 salah diidentifikasi karena citra tersebut mempunyai warna yang kurang tajam dan kabur (blurring). Oleh karena itu diidentifikasi sebagai fase penyembuhan luka inflamasi. KESIMPULAN Penelitian ini mengidentifikasi fase penyembuhan luka berdasarkan fitur tekstur. Metode ekstraksi fitur tekstur yang digunakan adalah gray level co-occurrence matrix (GLCM). Tiga fitur tekstur yang diekstrasi adalah energy, entropy dan maximum probability. Fitur-fitur ini digunakan untuk mengidentifikasi fase penyembuhan luka menjadi dua kategori, yaitu: fase penyembuhan luka inflamasi dan proliferasi. Probabilistic neural network (PNN) digunakan sebagai classifier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi rata-rata PNN dalam mengidentifikasi fase penyembuhan luka sebesar 75%. DAFTAR PUSTAKA

Gambar 7. Akurasi setiap fase penyembuhan luka Terdapat 3 citra uji yang berasal dari fase penyembuhan luka proliferasi. Namun hanya satu citra yang tidak mampu diidentifikasi. Citra yang mengalami kesalahan identifikasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.

Christianto M. 2014. Identifikasi Citra Luka Abalon (Haliotis Asinina) Menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrix dan Klasifikasi Probabilistic Neural Network. Skripsi IPB. Deshpande G, Borse M., 2011. Image retrieval with the use of different color spaces and the texture feature. International Conference on Software and Computer Applications 9:273-278. Fuangkhon P, Tanprasert T., 2005. Nipple detection for Obscene Pictures. Proceedings of the 5th WSEAS Conference on: signal, speech and image processing (SSIP). August 2005. Haralick RM, Shanmugan K, Dinstein IH., 1973. Textural features for image classification. IEEE Trans Syst Man Cybern 3(6):610–621.

Hardjito K, Wijayanti LA, Saputri NM., 2012. Senam kegel dan penyembuhan luka jahitan perineum pada ibu post partum. 2TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 2(4): 165-170.

Kumar KS, Reddy BE., 2014. Wound image analysis classifier for efficient tracking of wound healing status. Signal and Image Processing: An International Journal (SIPIJ) 5(2):1527. DOI: 10.5121/sipij.2014.5202 Pires IM, Garcia N., 2015. Wound Area Assessment using Mobile Application. International Conference on Biomedical Electronics and Devices. 2015 Jan. hlm 271-282. Prodan A, Rusu M, Campean R, Prodan R. 2006. A Java framework for analysing and processing wound images for medical education. Proceedings 20th European Conference on Modelling and Simulation (ECMS).

Setyarini EA, Barus LS, Dwitari A., 2013. Perbedaan alat ganti verband antara dressing set dan dressing trolley terhadap resiko infeksi nosokomial dalam perawatan luka post operasi. Jurnal Kesehatan STIKes Santo Borromeus 1(1): 11-23. Soh LK, Tsatsoulis C., 1999. Texture analysis of SAR sea ice imagery using gray level co-occurrence matrices. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing 37(2):780-795. Sulochana S, Vidhya R., 2013. Texture based image retrieval using framelet transform– Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM), IJARAI 2(2):68-73. Wu SG, Bao FS, Xu EY, Wang YX, Chang YF, Xiang QL., 2007. A leaf recognition algorithm for plant classification using Probabilistic Neural Network. IEEE 7th International Symposium on Signal Processing and Information Technology. 2007 Dec. hlm 11-16.