JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah Ani Satul Fitriyati dan Adjie Pamungkas Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak— Dalam perekonomian Kabupaten Nganjuk, sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting karena memiliki kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Nganjuk. Salah satu komoditas unggulan yang menyumbangkan nilai PDRB di sektor pertanian adalah bawang merah. Namun nyatanya nilai tambah hasil pertanian bawang merah belum mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Nganjuk. Masyarakat belum menikmati hasil yang maksimal walaupun sektor pertanian bawang merah merupakan sektor yang unggul di kabupaten Nganjuk. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi agribisnis bawang merah yang ada di Kabupaten Nganjuk untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif untuk mengetahuai karakteristik agribisnis di wilayah penelitian yang terdiri dari 5 kecamatan sentra penghasil bawang merah dan analisis cluster untuk membentuk tipologi kecamatan berdasarkan kinerja masing-masing kecamatan. Dari hasil analisa diketahui bahwa terdapat 3 cluster kecamatan berdasarkan kondisi eksisting wilayah. Cluster 1 merupakan cluster distribusi, Cluster 2 merupakan cluster produksi, dan Cluster 3 merupakan cluster pengolahan Kata Kunci—Agribisnis, Bawang Merah, Kabupaten Nganjuk
I. PENDAHULUAN
P
ENGEMBANGAN ekonomi wilayah di setiap daerah tidaklah sama, karena pertimbangan dalam konsep pengembangan seperti pihak terkait, sumberdaya yang dimiliki daerah dan kebijakan internal wilayah sangat berpengaruh dalam proses pengembangan wilayah [1]. Pengembangan wilayah bertujuan untuk mendorong laju pertumbuhan wilayah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan indikator pendapatan perkapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah [2]. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara agraris dengan potensi pertanian yang sangat tinggi dan mampu menyerap 75% tenaga kerja di pedesaan. Secara nasional sektor pertanian mampu menyumbang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Rp 245,90 triliun dengan kontribusi sebesar 11,13% dari total PDB Indonesia [3]. Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu kabupaten
dengan potensi pertanian yang dominan, dengan wilayah pertanian sebesar 43.026 ha dan memiliki jumlah rumah tangga tani sebesar 75% dari total rumah tangga di Kabupaten Nganjuk. Peranan pertanian yang dominan dapat dilihat dari struktur PDRB Kabupaten Nganjuk yakni sebesar 28.14% [4]. Tingginya PDRB sektor pertanian di Kabupaten Nganjuk tidak diiringi dengan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat Kabupaten Nganjuk. Hal ini terbukti dari banyaknya rumah tangga miskin pada tahun 2013 yang meningkat dari 245.259 jiwa menjadi 277.169 jiwa. [5]. Selain itu penghasilan petani yang ada di wilayah penelitian masih berada dibawah UMR (Rp 1.131.000) yakni sebesar Rp 700.000 - Rp 800.000. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi potensi agribisnis bawang merah yang ada di Kabupaten Nganjuk untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Tujuan penelitian dicapai dengan menggunakan dua sasaran, yaitu mengetahui karakteristik agribisnis bawang merah pada setiap kecamatan, serta pembentukan tipologi kecamatan berdasarkan kinerja masing-masing kecamatan. Hal ini dimaksudkan karena basis ekonomi masyarakat berasal dari sektor pertanian sehingga sangat memungkinkan untuk mengembangkan perekonomian wilayah dengan sektor pertanian, utamanya adalah tanaman bawang merah mengingat produktivitas tanaman ini selalu tinggi. II. METODE PENELITIAN A. Sumber Data dan Variabel Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh melalui survey kuesioner. Keusioner ditujukan kepada petani bawang merah yang ada di 5 kecamatan sentra penghasil bawang merah, yakni Kecamatan Gondang, Sukomoro, Bagor, Rejoso, dan Wilangan yang telah dibagi secara proporsional untuk setiap kecamatan. Dalam penentuan sampel pada penelitian ini digunakan rumus sampling slovin dengan derajat kesalahan 10% [6]. Rumus untuk menentukan sampel petani bawang merah di Kecamatan penelitian adalah sebagai berikut:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
n=
N 1 N .e 2
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
…. (1)
Dimana: n : Total sampel N : Populasi petani di 5 Kecamatan e: Derajat kesalahan 10 % Dari rumus tersebut didapatkan total sampel petani adalah sebesar 100 jiwa. Sedangkan teknik penentuan jumlah sampel pada masing-masing kecamatan dilakukan secara proportional dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ni = (
2
A. Karakteristik agribisnis bawang merah pada masingmasing kecamatan Untuk mengetahui karakteristik agribisnis bawang merah pada masing-masing kecamatan adalah dengan menggunakan analisis deskriptif statistik. Adapun penjelasan masing-masing variabel yang diperoleh dari kuesioner adalah sebagai berikut. 1. Pendapatan masyarakat
Ni ) × n … (2) N
Dimana: n : Total sampel (100 jiwa) ni : Jumlah sampel kecamatan i N : Jumlah populasi petani di 5 kecamatan (45.800 jiwa) Ni : Jumlah populasi ke i Tabel 1 Jumlah sampel setiap kecamatan Kecamatan Populasi petani Jumlah sampel minimal bawang merah berdasarkan perhitungan Sukomoro Gondang Rejoso Bagor Wilangan
4.235 10.990 14.465 11.635 4.475
9 23 34 25 9
Total populasi (N) Total sampel (n)
45.800 100
100
Sumber: Hasil Analisis 2014
Sedangkan untuk variabel penelitian yang digunakan adalah variabel pendapatan masyarakat, hasil produksi bawang merah, keleluasaan dalam memilih, pemenuhan kebutuhan dasar, self esteem, full employement, keterkaitan antar sektor, berkurangnya disparitas, jumlah petani, ketersediaan lapangan pekerjaan, kondisi jalan, tingkat pendidikan masyarakat, luas lahan pertanian, irigasi pertanian, kondisi tanah, modal, teknologi pertanian, biaya transportasi, biaya input dan harga stabil B. Langkah analisis Untuk mengetahui karakteristik agribisnis pada masingmasing kecamatan teknik analisa yang digunakan adalah analisis statistik descriptive. Analisis ini menjelaskan/ memaparkan data hasil pengamatan tanpa melakukan pengujian statistik. Data yang didapatkan merupakan data yang diperoleh dari hasil kuesioner petani bawang merah yang ada di 5 kecamatan. Sedangkan untuk membentuk tipologi kinerja kecamatan pada wilayah penelitian menggunakan teknik analisis cluster. Sehingga dari hasil analisis ini akan menginformasikan karakteristik tiap variabel yang memiliki kesamaan karakteristik sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan potensi agribisnis yang ada pada masing-masing kecamatan
Gambar 1 Diagram Pendapatan Masyarakat
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa setiap musim panen, petani bawang merah di wilayah penelitian memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000 - Rp 70.000.000 dengan persentase 94 %. Sedangkan untuk pendapatan yang melebihi Rp 190.000.000 hanya sebesar 3 %. Hasil pendapatan pertanian bawang merah tergolong tinggi jika dibandingkan dengan pertanian palawija lain seperti padi dan jagung. Namun pendapatan tersebut masih tergolong kecil untuk petani bawang merah karena modal/ biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam pertanian bawang merah sangat tinggi. 2. Hasil Produksi Bawang Merah
Gambar 2 Diagram Hasil Pertanian Bawang Merah
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa mayoritas petani memanen bawang merah sebanyak 2-15 ton setiap musim panen yakni sebanyak 62% petani. Untuk hasil panen sebanyak 15,1-27 ton sebanyak 32% petani, dan petani yang memperoleh hasil panen sebanyak 27,1-40 ton sebanyak 5% petani, sedangkan yang memperoleh hasil panen >50 ton hanya sebanyak 1% petani. 3. Pemenuhan kebutuhan dasar Dari hasil survey dapat diketahui bahwa sebanyak 51% masyarakat sudah memiliki bangunan rumah permanen. Sedangkan masyarakat dengan bangunan rumah yang terbuat dari kayu dan tembok adalah sebanyak 34%, masyarakat dengan rumah yang terbuat dari kayu dan bambu sebanyak
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 14% , dan 1% petani bawang merah yang memiliki rumah dengan bangunan bambu. Bangunan rumah yang terbuat dari bambu mayoritas terletak di Kecamatan Gondang sebelah utara dan Kecamatan Sukomoro.
Gambar 3 Diagram Bagaimana Kondisi Rumah Petani
4. Keleluasaan dalam memilih Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa sebanyak 74% petani bawang merah menggunakan sepeda motor, sebanyak 19% petani menggunakan sepeda engkol, 6% petani menggunakan mobil dan hanya 1% responden yang berjalan kaki dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun dari hasil survey, pertanyaan mengenai keleluasaan masyarakat dalam memilih alat transportasi tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pertanian bawang merah. Oleh karena itu peneliti juga melakukan in depth interview mengenai cara penjualan bawang merah. Dari hasil in depth interview dapat diketahui bahwa tingkat keleluasaan petani dalam memilih sangat rendah karena petani hanya bisa menjual bawang merah melalui tengkulak. 5. Harga diri Dari hasil survey diketahui bahwa responden selalu aktif dalam setiap perkumpulan maupun undangan yang diberikan adalah sebesar 57%. Namun masih ada responden yang sama sekali tidak aktif dalam undangan yakni sebesar 5%, sebanyak 30% kadang-kadang menghadiri undangan dan 8% menyebutkan jarang datang dalam undangan. Masih adanya masyarakat yang tidak aktif dalam undangan membuktikan bahwa masih ada petani yang memiliki tingkat self-esteem yang rendah 6. Full employment
tersebut biasanya adalah kepala keluarga. Namun dalam wilayah penelitian masih terdapat 8% penduduk produktif yang masih menganggur. Hal ini dikarenakan faktor individu yang tidak ingin merantau maupun tidak bisa bekerja di bidang pertanian. 7. Keterkaitan antar sektor Dari hasil survey diketahui bahwa 90% dari responden menggunakan bibit yang berasal dari wilayah masing-masing. Hanya 4% yang menggunakan bibit dari luar Kabupaten Nganjuk. Mayoritas petani bawang merah di Kabupaten Nganjuk menggunakan bibit yang dibuat sendiri/ yang disiapkan dari hasil panen sebelumnya. Hasil panen tersebut sengaja disimpan untuk pembibitan. Selain untuk digunakan sendiri, bibit yang disimpan oleh petani biasanya dijual ke daerah lain. Bibit-bibit tersebut kemudian diekspor keluar daerah seperti Malang, Probolinggo, Madura hingga daerah luar pulau yang berada di Sumatra. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pertanian bawang merah di Kabupaten Nganjuk memiliki keterkaitan dengan wilayah lain. 8. Berkurangnya disparitas Dalam penelitian ini, berkurangnya disparitas diketahui melalui hasil produksi bawang merah musim panen terakhir dengan musim panen sebelumnya. Hasil panen bawang merah berkaitan dengan pendapatan masyarakat. Semakin tinggi hasil produksinya, maka pendapatan masyarakat akan meningkat sehingga disparitas antar wilayah dapat berkurang. Dari hasil survey diketahui bahwa dalam satu tahun hasil pertanian masyarakat bersifat fluktuatif. Tingkat pendapatan 0, 6-11 ton dan >30 ton menurun dari musim panen sebelumnya. Sedangkan hasil panen yang berjumlah 11,1-21 ton serta hasil panen yang berjumlah 21,1-30 ton meningkat dari tahun sebelumnya 9. Jumlah Petani Berdasarkan hasil survey diketahui sebanyak 64% responden menyebutkan bahwa terdapat 100-700 petani bawang merah yang ada di desa responden, sebanyak 29% responden menyebutkan bahwa terdapat 701-1300 orang petani bawang merah yang ada di desa responden, sebanyak 5% menyebutkan terdapat 1301-1900 orang yang bermata pencaharian sebagai petani bawang merah di desa responden, dan sebanyak 2% responden menyebutkan terdapat >1900 orang yang bermata pencaharian sebagai petani bawang merah di desa responden.
Gambar 4 Diagram Jumlah Keluarga Produktif
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa jumlah keluarga produktif yang ada di bidang pertanian mayoritas berjumlah 1 orang yakni sebesar 46% responden, keluarga produktif
3
Gambar 5 Diagram Jumlah Petani
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 10. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pertanian bawang merah cukup tinggi. Dari pernyataan responden sebesar 82% menyatakan membutuhkan tenaga kerja pertanian antara 8-43 orang, sebesar 15% responden menyatakan membutuhkan 44-78 orang, dan 2% responden membutuhkan tenaga kerja 79-113 orang serta 1% responden menyatakan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 114-148 orang. 11. Kondisi jalan
Gambar 6 Diagram Kondisi Jalan
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa 40% responden menyebutkan bahwa kondisi jalan yang ada di wilayah penelitian dalam keadaan baik dan dapat dilalui mobil meskipun kondisi jalan masih sebagian aspal dan macadam. Hanya sebesar 11% responden yang menyebutkan bahwa kondisi jalan untuk mendistribusikan hasil pertanian dalam keadaan buruk sehingga sulit untuk dilalui 12. Tingkat pendidikan masyarakat Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa mayoritas petani bawang merah di wilayah penelitian merupakan petani dengan jenjang pendidikan terakhir SD yakni sebesar 42%, selanjutnya tamatan SMP 21%, sebesar 29% responden merupakan tamatan SMA dan hanya 8% yang merupakan tamatan perguruan tinggi. Namun dari hasil survey, pertanyaan mengenai tingkat pendidikan masyarakat yang diukur dari tingkat pendidikan formal tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pertanian bawang merah. 13. Luas lahan pertanian
Gambar 7 Diagram Kondisi Jalan
Dari hasil survey diketahui bahwa mayoritas petani memiliki luasan lahan 0,07 Ha-0,93 Ha sebesar 90%, kemudian luasan lahan 0,94 Ha-1,79 Ha sebesar 7%, luasan 1,80 Ha-2, 64 Ha sebesar 1% dan luasan lahan diatas 2,65 Ha sebesar 2%. Lahan yang digunakan petani dalam melakukan
4
pertanian bawang merah ini tidak semuanya milik sendiri, masih banyak petani yang menyewa lahan untuk pertanian bawang merah. 14. Irigasi pertanian Berdasarkan hasil survey sebanyak 37% responden menyebutkan bahwa irigasi yang digunakan 50% berasal dari irigasi teknis dan irigasi sederhana. Sebagian besar petani yang ada di daerah Gondang menggunakan irigasi teknis dan sederhana. Hal ini dikarenakan letak desa yang dekat dengan sungai widas sehingga dapat menggunakan air sungai untuk pertanian bawang merah. Sedangkan kecamatan yang jauh dari sungai mayoritas menggunakan irigasi dari sumur bor. 15. Kondisi Tanah Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa 77% lahan yang digunakan petani untuk menanam bawang merah dalam kondisi subur, sedangkan 15% petani menggarap lahan dengan kondisi 30% masih gersang dan 70% berada dalam kondisi subur. Sedangkan petani menggarap lahan pertanian bawang merah dengan lahan yang gersang 50% sebanyak 8% petani. Kondisi tanah yang digunakan oleh petani berpengaruh pada hasil produksi bawang merah yang dihasilkan. Semakin subur kondisi tanah yang digunakan maka semakin banyak produksi bawang merah tersebut. 16. Modal Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa mayoritas responden yakni sebanyak 87% responden membutuhkan modal sebesar Rp 2.000.000-Rp 36.500.000 dan sebesar 1% responden yang membutuhkan modal sebesar Rp 71.000.001Rp 105.000.000 dan Rp >105.000.000. Besarnya modal yang dibutuhkan tergantung pada luasan lahan pertanian yang digarap. Semakin luas lahan yang digarap maka modal yang dibutuhkan juga akan semakin besar. 17. Penggunaan teknologi pertanian Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa 53% responden menggunakan 70% teknologi sederhana dan 20% teknologi modern. Penggunaan teknologi sederhana dilakukan saat proses tanam, karena belum ada alat modern yang dapat membantu proses penanaman, begitu pula saat proses perawatan dan panen. Penggunaan teknologi modern hanya dilakukan saat akan membajak sawah dengan menggunakan traktor kecil dan saat melakukan pengairan/ irigasi dengan menggunakan pompa/ diesel. 18. Biaya Transportasi Dari hasil survey diketahui bahwa mayoritas petani yang mengeluarkan biaya transportasi Rp 50.000-Rp 262.500 adalah sebesar 74% responden, sedangkan untuk biaya transportasi sebesar Rp 262.501-Rp 475.000 sebanyak 22% responden, biaya transportasi sebesar Rp 475.001-Rp 687.500 dan biaya transportasi Rp > 687.500 masing-masing sebanyak 2%. 19. Biaya Input Biaya Input yang dikeluarkan oleh petani bawang merah tergolong besar jika dibandingkan dengan pertanian palawija. Biaya input pada wilayah penelitian mayoritas sebanyak Rp 21.648.126-41.348.750 sebesar 87%, Rp 1.287.500-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 121.468.125 dan Rp 41.348.751-61.229.375 masing-masing sebanyak 6%, dan Rp >61.229.375 adalah sebanyak 1%. 20. Harga Stabil Kestabilan harga pada wilayah penelitian dapat diketahui melalui harga yang ada di pasaran, seperti harga pupuk, harga bibit dan harga penjualan dipasar. Berdasarkan hasil survey, dapat diketahui bahwa harga pupuk dipasaran cenderung stabil, sedangkan harga bibit dan harga penjualan bawang merah cenderung tidak stabil. Sebanyak 48% responden menyebutkan harga bibit cenderung naik turun bergantung pada jumlah bibit yang ada, sedangkan 52 % responden menyebutkan harga penjualan bawang merah cenderung naik turun bergantung pada jumlah bawang merah yang ada dipasaran. B. Pembentukan Tipologi kecamatan berdasarkan kinerja masing-masing kecamatan Dalam membentuk tipologi kinerja kecamatan, alat analisis yang digunakan adalah analisis cluster. Setelah diketahui karakteristik masing-masing kecamatan dengan menggunakan analisis deskriptif statistik, pengelompokan akan dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari survey kuesioner berdasarkan masing-masing karakteristik kecamatan. Dari hasil analisis cluster didapatkan 3 cluster kecamatan berdasarkan karakteristik masing-masing kecamatan. Untuk mengetahui lokasi masing-masing cluster dapat dilihat pada gambar 8
Gambar 8 Peta cluster berdasarkan tipologi kinerja kecamatan
Adapun penjabaran dari masing-masing cluster adalah sebagai berikut: A. Cluster 1: Kecamatan Distribusi Kecamatan yang termasuk dalam cluster kecamatan ini adalah Kecamatan Sukomoro dan Kecamatan Gondang. Kelompok kecamatan ini merupakan kelompok kecamatan dengan tingkat pengurangan disparitas yang sedang. Dari segi keterkaitan antar sektor kelompok kecamatan ini memiliki nilai yang tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat pasar sentra bawang merah di kelompok kecamatan ini yakni di Kecamatan Sukomoro. Dengan adanya pasar sentra di kecamatan ini maka banyak pedagang maupun pengepul yang berasal dari luas
5
Kabupaten Nganjuk yang membeli bawang merah dari pasar ini untuk selanjutnya dipasarkan ke wilayah masing-masing. Selain itu lokasi pasar berada di jalan arteri primer yang menghubungkan Kota Surabaya-Yogyakarta memudahkan pembeli untuk menjangkau pasar. Kondisi jalan yang baik serta banyaknya alat transportasi umum yang melintasi lokasi pasar semakin memudahkan konsumen untuk menjangkau pasar. Biaya transportasi yang ada di kelompok kecamatan ini tergolong sedang jika dibandingkan dengan wilayah lain. Dari kemudahan aksesibilitas serta adanya lokasi pasar yang mudah dijangkau maka keterkaitan antar sektor yang ada pada kelompok kecamatan ini bernilai tinggi. Namun disisi lain kestabilan harga yang ada dikelompok kecamatan ini sangat rendah jika dibandingkan dengan 2 cluster yang lain. Hal ini dikarenakan sistem pasar yang ada dikendalikan oleh pelaku pasar, seperti tengkulak. Petani yang tidak mengetahui sistem pasar justru akan merugi jika menjual hasil panen bawang merah dipasar. Hanya tengkulak yang sudah mengetahui sistem pasar serta memiliki link yang kuat yang dapat menjual hasil panen dipasar. Selain itu sering adanya impor bawang merah saat musim panen membuat harga yang ada di pasaran menjadi tidak stabil. Dengan karakteristik yang demikian kelompok kecamatan ini sangat potensial untuk difungsikan sebagai cluster kecamatan distribusi. Untuk mengetahui karakteristik cluster 1 dapat dilihat pada gambar 9
Gambar 9 Peta klasifikasi karakteristik wilayah cluster 1
B. Cluster 2/ kecamatan tipe 2 : Kecamatan Produksi Kecamatan yang termasuk dalam cluster ini adalah Kecamatan Bagor dan Rejoso. Dari segi hasil produksi bawang merah menurut hasil analisis kelompok kecamatan ini termasuk dalam kategori sedang. Kelompok kecamatan ini sebenarnya memiliki kondisi tanah yang subur serta irigasi pertanian yang sudah modern, namun karena tingkat pendidikan masyarakat dalam cluster ini tergolong rendah maka pengolahan tanah dan pemanfaatan irigasi pertanian kurang dimaksimalkan sehingga perolehan hasil pertanian bawang merah di cluster kecamatan ini tidak terlalu maksimal. Selain itu modal yang dimiliki oleh petani pada cluster ini tergolong tinggi, sehingga peningkatan hasil
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
6
produksi bawang merah dapat dilakukan karena sebagian besar petani yang ada pada cluster ini tidak terbatas pada biaya yang harus dikeluarkan untuk pertanian bawang merah mengingat biaya yang dibutuhkan dalam pertanian bawang merah sangat tinggi. Jumlah petani bawang merah yang ada pada cluster ini tergolong besar, luas lahan yang dimiliki juga besar sehingga lahan yang perlu digarap akan semakin luas.. Dengan karakteristik yang demikian kelompok kecamatan ini sangat potensial untuk difungsikan sebagai cluster kecamatan produksi. Untuk mengetahui karakteristik cluster 2, dapat dilihat pada gambar 10
Gambar 11 Peta klasifikasi karakteristik wilayah cluster 3
IV. KESIMPULAN
Gambar 10 Peta klasifikasi karakteristik wilayah cluster 2
C. Cluster 3: Kecamatan pengolahan Kecamatan yang masuk dalam cluster ini adalah Kecamatan Wilangan. Dari segi keterkaitan antar sektor kelompok kecamatan ini tergolong tinggi. Dilihat dari hasil produksi bawang merah kelompok kecamatan ini merupakan kelompok kecamatan dengan hasil pertanian bawang merah yang tinggi. Jumlah tenaga kerja produktif dan keterkaitan antar sektor yang ada di kelompok kecamatan ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kecamatan yang lain. Selain itu hasil produksi bawang merah pada kelompok kecamatan ini tergolong tinggi meskipun luas lahan pertanian yang ada di kecamatan ini tidak terlalu luas. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat di kecamatan ini tergolong tinggi, sehingga pengetahuan masyarakat terhadap pertanian bawang merah lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kecamatan yang lain. Dengan banyaknya jumlah tenaga kerja produktif yang ada di kelompok kecamatan, tingginya hasil produksi bawang merah, serta tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi, kecamatan ini sangat potensial difungsikan sebagai kecamatan pengolahan hasil pertanian bawang merah sehingga nilai tambah hasil produksi bawang merah dapat meningkat. Dengan peningkatan nilai tambah tersebut maka kondisi ekonomi masyarakat juga akan meningkat mengingat harga jual hasil produksi bawang merah juga akan meningkat. Untuk mengetahui karakteristik cluster 1 dapat dilihat pada gambar 11
Untuk mengidentifikasi potensi agribisnis bawang merah di Kabupaten Nganjuk adalah dengan membentuk tipologi kinerja masing-masing kecamatan sentra penghasil bawang merah. Dari karakteristik wilayah terbentuk 3 cluster berdasarkan tipologi masing-masing kecamatan. Cluster 1 merupakan cluster distribusi yang terdiri dari Kecamatan Gondang dan Sukomoro, cluster ini memiliki karakteristik keterkaitan antar sektor tinggi, biaya transportasi sedang, berkurangnya disparitas sedang dan kestabilan harga rendah. Cluster 2 merupakan cluster produksi yang terdiri dari Kecamatan Bagor dan Rejoso, cluster ini memiliki karakteristik hasil produksi bawang merah sedang, kondisi tanah subur, modal tinggi irigasi pertanian modern, ketersediaan lapangan pekerjaan tinggi. Cluster 3 terdiri dari Kecamatan Wilangan, cluster ini memiliki karakteristik hasil produksi bawang merah, tingkat pendidikan masyarakat, keterkaitan antar sektor dan full employment tinggi. Dengan adanya 3 cluster tersebut dapat diketahui potensi agribisnis bawang merah, sehingga agribisnis bawang merah dapat dikembangkan dan mampu meningkatkan perekonomian wilayah. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis A.S.F. mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan finansial melalui Beasiswa Bidik Misi tahun 2010-2014. DAFTAR PUSTAKA [1] Rambe, Keterkaitan antar sektor ekonomi dan antar daerah di wilayah kedung sepur. Univrsitas Diponegoro. Semarang (2010) [2] Alkadri. Tiga pilar pengembangan wilayah : Sumberdaya alam, sumber daya manusia, dan tenologi. Pusat pengkajian kebijakan teknologi pengembangan wilayah. Jakarta. BPPT (2001) [3] Pusat data dan system informasi pertanian, 2013. Jakarta (2013) [4] Dirjen Otonomi Daerah 2013. Jakarta (2013) [5] Badan Pusat Statistik, Nganjuk Dalam Angka 2013. Nganjuk (2013) [6] Hartono. Nanang. Metode Penelitian Kuantitatif, Purwokerto: PT Raja Grafindo Persada (2010)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
7