INTAN MAULIDINA - JURNAL UNIVERSITAS PADJADJARAN

Download Intan Maulidina*, Kurnia A. Kamil**, Andi Mushawwir**. Universitas .... Mekanisme eritropoiesis atau pembentukan eritrosit berasal dari sel...

0 downloads 416 Views 73KB Size
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina KONDISI HEMATOLOGIK (Hb, ERITROSIT, LEUKOSIT, DAN HEMATOKRIT) ITIK CIHATEUP FASE GROWER YANG DIBERI FRUCTOOLIGOSACCHARIDE (FOS) DALAM KONDISI PEMELIHARAAN MINIM AIR HEMATOLOGIC CONDITION OF (Hb, ERITHROCYTE, LEUKOCYTE, AND HEMATOCRIT VALUE) OF GROWER PHASE CIHATEUP DUCK GIVEN FRUCTOOLIGOSACCHARIDE (FOS) IN MINIMUM WATER CONDITION Intan Maulidina*, Kurnia A. Kamil**, Andi Mushawwir** Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad e-mail : [email protected]

ABSTRAK Itik Cihateup adalah golongan unggas air dan hewan homoiterm yang dapat menyesuaikan suhu tubuh mereka dengan lingkungannya. Proses penyesuaian tersebut berdampak terhadap kondisi milio internalnya. Pemeliharaan itik dengan minim air (tanpa kolam untuk membasahi tubuhnya) menjadi pemicu utama sulit mengatur suhu tubuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari kondisi hematologik itik Cihateup dalam kondisi minim air menggunakan Fructooligosaccharide (FOS). Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2015. Penelitian ini bertempat di kandang percobaan Laboratorium Produksi Ternak Unggas Universitas Padjadjaran. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kondisi hematologik yang meliputi Hemoglobin (Hb), Eritrosit, Leukosit, dan Hematokrit itik Cihateup. Penelitian ini dengan cara metode eksperimen menggunakan polinomial orthogonal dengan uji kontras orthogonal. Empat puluh delapan Itik Cihateup diberi empat perlakuan secara acak. Keempat perlakuan K = 0, FA = 50μL, FB = 75 μL, dan FC = 100 μL. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kondisi Hematologik itik Cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) yaitu kadar hemoglobin berkisar antara 8,55-9,4 g / dL, jumlah eritrosit berkisar 220,6667222,8333, jumlah leukosit berkisar 82,5-116,4667, dan nilai hematokrit 43,50-46,67. Semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap Hemoglobin, Leukosit, dan Hematokrit, kecuali pada eritrosit (P> 0,05). Level pemberian FOS yang optimal yaitu 50μL. Kata kunci : Itik Cihateup, Homoiterm, Stress Panas, Hematologik, Fructooligosacchaide (FOS)

ABSTRACT Cihateup duck is classified as waterfowl and homoiterm animal that can adjust their body temperature to its environment. That adjustment process had an impact to its internal milieu condition. The duck maintenance with a minimum water (without a pool to wet the body) is the major reason why the duck becoming hard to adjust their body heat in the raising process. This research has an objective to know the impact of hematologic condition of Cihateup duck in a condition with a minimum of water using the Fructooligosaccharide (FOS) treatment. This research took time from October – December 2015. The research was located in The Laboratory of Poultry Production, Padjadjaran University. The observed parameters on this research were hematologic condition which include Haemoglobin (Hb), Erythrocytes,

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

Leukocytes, and Hematocrit of Cihateup duck. This research was written with the experimental method using the orthogonal polynomial and orthogonal test contrast. Forty eight Cihateup ducks that were experimented were given four treatment with a randomize condition. The four treatments were K = 0, FA = 50µL, FB = 75 µL, and FC = 100 µL. The result of this research showed that the average Hematologic condition of Cihateup duck on the grower phase who was given Fructooligosaccharide (FOS) had a haemoglobin number ranged between 8,55-9,4 g/dL, erythrocytes number ranged 220,6667-222,8333, leukocytes number ranged 82,5-116,4667, and hematocrit number ranged 43,50-46,67. All treatment shows effect on Haemoglobin, Leukocytes, and Hematocrit, significantly (P<0,05), except on Erythrocyte (P>0,05). Level of Fructooligosaccharide (FOS) the optimum that is 50μL. Key words : Cihateup duck, Heat Stress, Homoitherm, Haematological, Fructooligosaccharide (FOS)

PENDAHULUAN Itik adalah golongan unggas air dan itik merupakan hewan homoiterm yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke dalam hewan berdarah panas, itik dapat melakukan aktivitas pada suhu lingkungan berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuhnya. Walaupun itik termasuk hewan homoiterm, namun memerlukan proses penyesuaian fisiologik yang berdampak terhadap kondisi milio internalnya. Pemeliharaan itik dengan minim air (tanpa disediakan kolam untuk membasahi tubuhnya) menjadi salah satu pemicu utama sulitnya ternak itik tersebut dalam mengatur panas tubuhnya.Diketahui bahwa panas tubuh tidak hanya berasal dari lingkungannya, tetapi juga berasal dari panas metabolisme. Salah satu upaya pengaturan panas yang dilakukan ternak itik melalui panting dan urinasi berlebihan. Dalam proses panting, panas dikeluarkan dalam bentuk uap air. Proses seperti ini merupakan proses adaptasi dengan lingkungannya dan sering disebut dengan homeostasis. Panting dan urinasi yang berlebihan sangat merugikan ternak itik karena secara langsung mempengaruhi cairan ekstraselular (darah).Di dalam cairan ekstraselular mengandung mineral maupun mikromolekul yang bertindak sebagai kation dan anion cairan tubuh.Pengeluaran cairan ini secara berlebihan secara langsung berdampak terhadap profil sel-sel darah. FOS sebagai Zat Additive dapat menanggulangi dampak negative dari cekaman panas.Fructooligosaccharide (FOS) bisa memperbaiki pencernaan, meningkatkan imunitas, dan sebagai antioksidan untuk mencegah atau menurunkan radikal bebas, serta mengurangi dampak stress.Diketahui bahwa FOS bertindak sebagai neurotransmitter untuk memberikan rasa nyaman bagi ternak. Sejauh ini belum banyak publikasi hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian fructooligosaccharide (FOS) dalam kondisi minim air terhadap kondisi

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

hematologik pada itik cihateup.Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji penelitian tersebut. METODE a. Ekstraksi FOS Tahapan pertama yang dilakukan untuk optimasi proses ekstraksi fruktooligosakarida sesuai dengan modifikasi prosedur (Kaffi S. S. dkk., 2010). Sebanyak 10 kg kulit pisang batu direndam dalam 30 L larutan etanol 70% selama 14 hari. Selama perendaman setiap hari dilakukan pengadukan kurang lebih 10 menit.

Selanjutnya filtrat disaring dengan

menggunakan kain saring dan diuapkan dengan evaporator vakum hingga menjadi 1 L. Filtrat pekat tersebut kemudian diekstrak dengan etil asetat (EtOAc) sehingga diperoleh fraksi air. Selanjutnya fraksi air tersebut diuapkan hingga kering kemudian dimasukkan dalam Diaion LH-20 kolom kromatografi. Fraksi yang mengandung FOS kemudian dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan menggunakan teknik pemurnian seperti kolom kromatografi, Preparative Thin Layer Chromatography (PTLC), atau kristalisasi. Senyawa FOS yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan spektoskopi. b. Pengujian kualitatif dengan TCL (Thin Layer Chromatography) Masing-masing fraksi yang diperoleh diuji dengan metode TCL dengan cara meneteskan pada plate. Selanjutnya plate dikembangkan dengan kombinasi pelarut methanolair untuk mendapatkan spot.Pengujian juga dilakukan dengan membandingkan retention time standar senyawa FOS dengan menggunakan metoda kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Penelitian menggunakkan metode eksperimental dengan rancangan percobaan rancangan acak lengkap (RAL),Itik tersebut diberi 4 perlakuan dan 6 kali pengulangan dengan setiap pengulangan berjumlah 2 ekor itik. 4 perlakuan yang diberi dengan konsentrasi yang berbeda yaitu : K= Tanpa Pemberian, FA= Konsentrasi FOS 50µL, FB= 75µL, dan FC= 100µL. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode ortogonal polynomial dengan uji lanjut contras orthogonal.Peubah yang diamati adalah kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan nilai hematocrit itik cihateup fase grower.

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pengaruh Pemberian FOS terhadap Kondisi Hematologik Itik Cihateup Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini : Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar hemoglobin Itik R 1 2 3 4 5 6 Rata-rata Ket:

Perlakuan FA FB FC ………………………. g/dL…………………..……. 8,80 9,00 10,00 9,40 8,20 9,40 9,20 9,50 8,20 9,20 8,40 8,80 9,00 9,30 9,40 9,80 8,30 9,80 9,30 9,50 8,80 9,70 9,60 9,30 8,55±3,46 9,40±0,30 9,32±0,53 9,38±0,66 K

K = Tanpa Pemberian FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µL FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µL FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µL Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal menunjukan bahwa

pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) pada hemoglobin itik.

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hemoglobin telah dilakukan uji contras

orthogonal, dapat dilihat pada Tabel 2..Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Signifikansi Kadar Hemoglobin Itik pada level pemberian FOS yang berbeda No. 1 2 3 4

Perlakuan K FB FC FA

Rata-rata 8,55 9,32 9,38 9,40

Signifikansi a b b b

Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05) Data pengamatan pada Tabel 6, tampak bahwa rata-rata kadar hemoglobin itik cihateup fase grower

tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan berbeda sangat nyata

(P<0,05). Kadar Hb Itik Cihateup tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah yaitu 8,55 g/dL dibandingkan, dengan kelompok itik yang diberi perlakuan. Kelompokkelompok itik yang diberi FOS dengan berbagai level yang berbeda, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

Pemeliharaan itik dengan cara minim air maka ternak akan menyebabkan stress

sehingga akan meningkatkan penggunaan asam amino menjadi energi. Dengan demikian sintesis hemoglobin menjadi turun.

Seperti diketahui bahwa pemberian FOS akan

meningkatkan hemoglobin, karena FOS dapat mening katkan enzim proteolitik. Efisiensi asam amino didalam usus akan meningkat, maka dari itu ketika hemoglobin meningkat maka pembentukan sel-sel darah merah (eritropoesis) meningkat. Mekanisme eritropoiesis atau pembentukan eritrosit berasal dari sel hemositoblast yang secara kontinyu dibentuk dari sel induk primordial terdapat di sumsum tulang (Guyton, 1997).Hemositoblast membentuk eritroblast hemoglobin,

kemudian

zat basofilik dan

basofil yang

mulai mensintesis

menjadi eritroblast polikromatofilik yang mengandung campuran

hemoglobin sehingga inti sel menyusut menjadi normoblast karena

sitoplasma normoblast terisi hemoglobin. Sturkie (1976), melaporkan kadar hemoglobin itik

betina

sebesar

12,7

g/100

mL darah. Hal

tersebut

kemungkinan

yang

mempengaruhi nilai hematokrit yaitu spesies, genetik dan umur itik. Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena Fe merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Fe diangkut oleh transferin ke mitokondria, tempat dimana heme di sintesis. Jika tidak terdapat transferin dalam jumlah cukup, maka kegagalan

pengangkutan

menyebabkan anemia hipokromik yang berat, yaitu mengandung lebih sedikit hemoglobin (Guyton, 1997).

Fe

menuju eritoblas dapat

penurunan jumlah eritrosit yang Gangguan dalam pembentukan

eritrosit dapat mempengaruhi kadar hemoglobin itik. Hal ini sesuai pernyataan (Wardhana dkk., 2001), bahwa pengaruh kadar hemoglobin dapat disebabkan oleh kerusakan eritrosit, penurunan produksi eritrosit dan dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran eritrosit. Natalia (2008), menyatakan kadar hemoglobin berjalan sejajar dengan jumlah eritrosit. Kadar Hb kelompok itik yang sedang mengalami stress minim air maupun panas dengan tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok itik yang diberi tambahan FOS, merupakan indikasi meningkatnya laju perombakan asam amino methionine menjadi suksenil co-A.

Proses perombakan ini

meningkat sebagai manifestasi penyediaan energi melalui jalur gluconeogenesis. Menurut Kegley dan Spears (1995) peningkatan gluconeogenesis bagi ternak yang stress meelibatkan perombakan asam-asam amino antara lain methionine sebagai sumber energi.

Hasil

penelitian lain melaporkan bahwa dalam siklus krebs methionine dirombak menjadi suksenil

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

co-A. diketahui bahwa methionine merupakan prekusor utama sintesis Hb (Christiansen dkk., 2007). Hasil penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Kaume (2011) dikemukakan bahwa FOS mampu meningkatkan laju anabolisme atau dapat mencegah aktifnya lintasan gluconeogenesis.Berdasarkan

fakta

ini

maka

dapat

dipastikan

bahwa

penurunan

gluconeogenesis sebagai dampak pemberian FOS, menyebabkan pemakaian methionine sebagai sumber energy menjadi rendah, dengan demikian prekursor sintesis Hb tidak berkurang. b. Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik Cihateup Fase Grower yang diberi FOS Data hasil pengamatan jumlah eritrosit dan nilai hematokrit itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengamatan Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik R 1 2 3 4 5 6 Ratarata

K E(x104) 231 221 200 202 247 223 220,60± 17,78

H(%) 43 45 44 44 43 42 43,5± 1,04

FA E(x104) 224 217 219 223 225 222 221,67± 3,07

Perlakuan Fructooligosaccharide (FOS) FB H(%) E(x104) H(%) 48 212 45 47 213 45 45 251 48 46 223 47 47 219 46 46 213 48 46,5± 221,83± 46,5± 1,04 14,91 1,37

FC E(x104) 216 231 225 223 218 224 222,83± 5.34

H(%) 48 46 47 46 47 46 46,67± 0,81

Ket= K = Tanpa Perlakuan FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µL FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µL FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µL E = Eritrosit H = Hematokrit Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh hematokrit itik.

Untuk mengetahui

perbedaan rata-rata hematokrit telah dilakukan uji contras orthogonal, dapat dilihat pada Tabel 4.Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Signifikansi Nilai Hematokrit Itik Pada Level Pemberian FOSYang Berbeda P Rata-rata Signifikansi K 43,50 a FA 46,50 b FB 46,50 b FC 46,67 b Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05).

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina Berdasarkan hasil analisis polynomial orthogonal pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda tidak terdapat pengaruh pada jumlah eritrosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah eritrosit dan nilai hematokrit telah dilakukan uji contras orthogonal pada Lampiran 2.Hasil uji contras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 8. Data pengamatan pada Tabel 7 rata-rata jumlah eritrosit itik cihateup fase grower dengan tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil analisis varians menunjukkan bahwa kelompok itik yang tidak diberi perlakuan dengan yang diberi perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit itik cihateup. Ketika insulin meningkat terjadi jumlah sel dan ukuran yang lebih besar. Dalam keadaan stress meningkatkan kortisol maka akan menurunkan anabolisme. Ketika anabolisme menurun maka terjadi kerusakan sel-sel darah merah dan akan mengalami gangguan metabolisme. Nilai hematokrit meningkat karena meningkatnya anabolisme, sehingga yang meningkat bukan hanya jumlah sel tetapi ukurannya juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sturkie, 1976) bahwa kadar hematokrit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah eritrosit dan ukuran eritrosit. Kortisol meningkat maka tidak mempengaruhi anabolisme sehingga ketika itik tanpa pemberian FOS hasil analisis lebih kecil dibanding dengan pemberian FOS.Nilai hematokrit itik tanpa diberi perlakuan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan yang diberi perlakuan, itu karena terjadi gangguan metabolisme di darah sehigga nilai hematocrit tanpa diberi perlakuan lebih kecil dibanding dengan yang diberi perlakuan.Hal ini menunjukkan nilai hematokrit berubah sejalan dengan perubahan erirosit. Secara normal, jumlah eritrosit berkorelasi positif dengan nilai hematokrit.Besarnya nilai hematokrit dipengaruhi oleh bangsa dan jenis ternak, umur dan fase produksi, jenis kelamin ternak, penyakit, serta iklim setempat (Sujono, 1991).Naik turunnya nilai hematokrit tergantung pada volume sel-sel darah yang dibandingkan dengan volume darah keseluruhan (Swenson, 1997). Jumlah eritrosit normal pada itik yaitu

3,06

104/μl (Biester dan Schwarte, 1965).

Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang pembentukkan eritrosit (eritropoiesis) dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang (Meyer dan Harvey, 2004). Protein merupakan unsur utama dalam pembentukan eritrosit darah. Enzim protease dalam tubuh merupakan enzim ekstraseluler yang berfungsi menghidrolisis protein menjadi asam amino yang dibutuhkan tubuh. (Wardhana dkk., 2001), menyatakan

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

bahwa kurangnya prekusor seperti zat besi dan asam amino yang membantu proses pembentukan eritrosit akan menyebabkan penurunan jumlah eritrosit. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang diberikan sehingga akan mempengaruhi organ yang berperan dalam produksi sel darah. Efek dari gagalnya proses pembentukan eritrosit mengakibatkan bentuk makrosit yang tidak teratur dan memiliki membran sangat tipis, besar, bentuknya oval berbeda dengan bentuk normal yaitu lempeng cekung (Guyton, 1997).

Hal ini berpengaruh dalam

pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh, bentuk makrosit pada itik yang tidak sempurna akan mudah lisis yang mengakibatkan masa hidup eritrosit bertambah pendek. Selain itu faktor yang mempengaruhi perbedaan

jumlah eritrosit diantarannya yaitu umur, nutrisi,

volume darah, spesies, dan ketinggian tempat, musim, waktu pengambilan sampel, jenis antikoagulan juga dapat mempengaruhi jumlah eritrosit (Jain, 1993; Swenson, 1997). c. Jumlah Leukosit Itik Cihateup Data hasil pengamatan jumlah eritrosit itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengamatan Jumlah Leukosit Itik Perlakuan ……………………(x102) Butir………………………. K FA FB FC 1 113,3 85,00 82,70 85,90 2 115,5 82,10 81,30 92,00 3 112,6 80,90 83,60 73,10 4 153,5 83,20 82,60 83,30 5 90,70 82,60 82,10 84,30 6 113,2 81,80 82,70 81,40 Rata-rata 116,46±20,35 82,60±1,40 82,50±0,76 83,33±6,18 Ket= K = Tanpa Pemberian FA = konsentrasi Fructooligosaccharide 50 µL FB = konsentrasi Fructooligosaccharide 75 µL FC = konsentrasi Fructooligosaccharide 100 µL R

Berdasarkan hasil analisis varians polynomial orthogonal menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda terdapat pengaruh pada jumlah leukosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah leukosit telah dilakukan uji contras orthogonal.Hasil uji contras orthogonal disajikan pada Tabel 6.

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina Tabel 6. Signifikansi Leukosit Itik Pada Level Pemberian FOS yang Berbeda Perlakuan FB FA FC K

rata-rata 82,50 82,60 83,33333 116,4667

Signifikansi b b b a

Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil analisis polynomial orthogonal pada Tabel 5.menunjukkan bahwa pemberian FOS level berbeda tidak terdapat pengaruh pada jumlah leukosit itik. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah leukosit telah dilakukan uji contras orthogonal.Hasil uji contras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 6.Data pengamatan pada Tabel 6.rata-rata jumlah leukosit itik cihateup fase grower tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan FOS berbeda nyata (P<0,05). Ketika itik mengalami cekaman panas yang tinggi maka akan mengalami stress, sehingga kortisol akan naik dan menghambat laju pembentukan limposit, dengan laju pembentukan limposit yang lebih tinggi, tetapi meningkatkan netrofil. Itu sebabnya ketika stress meningkat yang masih bisa di tolerir yaitu peningkatan sel darah putih atau leukosit karena ada beberapa komponen yaitu kadar netrofil meningkat.

Sebagaimana diketahui

bahwa netrofil itu diferensiasi dari leukosit.Jumlah leukosit yang diberi perlakuan lebih rendah karena FOS bisa menurunkan kortisol.Pembentukan neutrophil menjadi normal. Kondisi fisiologis tubuh dapat mempengaruhi jumlah limfosit itik, diantaranya faktor genetik dan faktor lingkungan.(Kusumawati, 2003) menyatakan bahwa kondisi fisiologi tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, yang termasuk faktor genetik adalah bangsa dan faktor lingkungan adalah pakan.Hal ini dapat membedakan faktor genetik dan faktor lingkungan dari jenis itik lokal betina dalam pembentukan limfosit maka jumlah limfosit berbeda. Peran penting mikroflora saluran pencernaan serta manfaatnya bagi kesehatan ternak telah lama diketahui, meskipun mekanisme kerja mikroflora saluran pencernaan tersebut tidak diketahui secara pasti namun semua ahli sepakat bahwa keseimbangan antara mikroba yang bermanfaat dengan mikroba patogen merupakan faktor penting dalam kesehatan ternak, jika keseimbangan ini terganggu maka tidak akan mempengaruhi kesehatan ternak (Snoeyenbos, 1987).

Probiotik dapat meningkatkan sistem imun dengan penurunan populasi mikroba

pathogen di dalam saluran pencernaan.Prebiotik berfungsi dengan baik, maka probiotik

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

akanterkendali sehingga mampu menstimulasi sistem imunitas yang dapat meningkatkan jumlah leukosit (Budiansyah, 2004). KESIMPULAN Pengaruh pemberian Fructooligosaccharide (FOS) level berbeda pada Itik Cihateup yang dipelihara pada saat minim air tidak adanya perbedaan dilihat dari kadar Hemoglobin, jumlah Eritrosit, jumlah Leukosit, dan Nilai Hematokrit masih dapat dipertahankan dalam kisaran normal. Pemberian Fructooligosaccharide (FOS) yang optimal yaitu pada Level 50 µL. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada projek Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT) Strategi Three in One dalam produksi Itik Lokal Jawa Barat pada Kondisi Minim Air dengan nomor kontrak 393/UN6.R/PL/2015 pada tanggal 16 Februari 2015 yang didanai Dikti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Biester, H. E and L. H. Schwarte. 1965. Diseases of Poultry. 5th Ed. Iowa State University Press.Ames. Iowa. United States of America. Hal 1382. Budiansyah, A. 2004.Pemanfaatan Probiotik Dalam Meningkatkan Penampilan Produksi Ternak Unggas.http://www.kompas.com./kompascetak/0109 /30iptek/efek.

Christiansen, J. J., C. B. Djurhuus, C. H. Gravholt, P. Iversen, J. S. Christiansen, O. Schmitz, J. Weeke, J. O. L. Jørgensen, & N. Møller. 2007. Effect of Cortisol on carbohydrate, lipid, and protein metabolism: studies of acute cortisol with drawal and adrenocortical failure. J. Clin. Endocr.Metab. 92:3553-3559. Guyton, A. C., and J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan. EGC. Jakarta.

Kedokteran. Edisi ke-9.

Jain, N. C. 1993. Essential of Veterinary Hematology.Lea and Febriger, Philadelphia. Kaffi S., S. Hertini Rani, Zulfahmi, A. Mushawwir. 2010. Publikasi Penelitian Penggunaan Fructooligosaccharide (FOS) Hasil Isolasi dari Kulit Pisang sebagai Prebiotik pada Ternak Ruminansia. Politeknik Negeri Lampung. Lampung. Kaume, Lydia, Gibert, William, Gadang, Vidya, Devareddy, Latha. 2011. Dietary supplementation of Fructooligosaccharides Reduces Hepatic Steatosis Assosiated with Insulin Ressistans in Obsese Zucker Rat. Funcional Food in Heals and Disease. 5:199-213 Kegley, E. B., and J. W. Spears. 1995. Immune Response, Glucose Metabolism, and Performance of Stressed Feeder Calves Feeding Organic and Organic Chromium. J. Anim. Sci., 73, 2721.

Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina

Kusumawati, N., L. J. Bettysri, S. Siswa, Ratihdewanti dan Hariadi. 2003. Seleksi Bakteri Asam Laktat Indigenous sebagai Galur Probiotik dengan Kemampuan Menurunkan Kolesterol. Journal Mikrobiologi Indonesia. Vol. 8(2): 39-43.

Meyer, D. J., and J. W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. 3rd ed. Sauders. USA. Natalia, R. D. 2008. Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit dan Kadar Hemoglobin Ayam Pedaging Umur 6 Minggu yang Diberi Suplemen Kunyit, Bawang Putih dan Zink.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Snoeyenbos, G. H. 1987. Interaction of gut microflora and multiplication of Salmonella and other intestinal pathogens.Proceedings, North Central Veterinary Laboratory Diagnosticians Conference, Urbana, III.

Sturkie, P. D. 1976. Blood Physical Characteristic, Formed, Elemant, Hemoglobin and Coagulation.In : Avian Physiology. 3th ed. Springerverleg. New York. Sujono, A. 1991.Nilai Hematokrit dan Konsentrasi Mineral dalam Darah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Swenson, 1997. Duke’s Phisiology of Domestic Animals. 9th Ed. Cornel university Press. London. Wardhana, 2001. Pengaruh Pemberian Sediaan Patikaan Kebo (Euphorbia Hirta L) terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit pada Ayam yang Diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 6 No. 2 Th. 2001. Bogor.