ISOLASI SALMONELLA SP PADA BURUNG PUYUH

Download Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri Salmonella sp. pada burung puyuh di ... Isolasi Salmonella sp. dilakukan dengan menginokulasi ...

2 downloads 498 Views 487KB Size
Jurnal Medika Veterinaria P-ISSN : 0853-1943; ; E-ISSN : 2503-1600

Iccha Elvioleta, dkk

ISOLASI Salmonella sp PADA BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) DI KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR Isolation of Salmonella sp from Quail (Cortunix-cortunix japonica) in Darul Imarah Sub-district, Aceh Besar Iccha Elvioleta¹, Erina2, Faisal Jamin2, dan Darniati2 1

Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2 Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Corresponding author: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri Salmonella sp. pada burung puyuh di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. Sampel penelitian yang digunakan adalah swab kloaka burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) dengan tiga tahap pemeriksaan yang dilakukan selama tiga minggu. Isolasi Salmonella sp. dilakukan dengan menginokulasi swab kloaka pada media selenite cystine broth (SCB) kemudian ditumbuhkan pada media selektif Salmonella shigella agar (SSA) dan diamati morfologi koloni. Koloni yang dicurigai Salmonella sp. ditanam pada media MR-VP (Oxoid), indol (Difco), Simmons’s citrate agar (Oxoid), triple sugar iron agar (TSIA), sulfide indol motility (SIM), dan media gulagula (sukrosa, manitol, glukosa, dan laktosa). Hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Pada pemeriksaan sampel dari lima desa, ditemukan empat desa yang positif Salmonella sp. Dapat disimpulkkan bahwa beberapa burung puyuh yang dipelihara di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar telah terinfeksi oleh Salmonella sp. ____________________________________________________________________________________________________________________ Kata kunci: Salmonella sp, Coturnix-coturnix japonica, burung puyuh

ABSTRACT This study is purposed to isolate Salmonella sp on quails at Darul Imarah sub-district, Aceh Besar. Sample used for this study is cloacal swab of quails (Cortunix-cortunix japonica) from 30 quails that undergone three steps initial examination with 3 weeks time interval. This study used Carter’s method. Salmonella sp isolation was carried out with cloacal swab sample which was inoculated on Selenite Cystine Broth (SCB) medium, then propagated on Salmonella Shigella Agar (SSA) selective medium, and the colony morphology was observed followed by microscopic observation with Gram staining. The colony suspected as Salmonella sp was planted on MR-VP (Oxoid), Indol (Difco), Simmon’s Citrate Agar (Oxoid), Triple Sugar Iron Agar(TSIA), Sulfide Indo Mortility (SIM), and sugary (sucrose, manitol, glucose, lactose) media. Result shown that quails from 4 villages were positively infected by Salmonella sp so it can be concluded that quail reared in Darul Imarah sub-district, Aceh Besar has been infected by Salmonella sp. ____________________________________________________________________________________________________________________ Key words: Salmonella sp, Coturnix-coturnix japonica, quails

PENDAHULUAN Jenis unggas yang mulai jarang diternakkan yaitu burung puyuh. Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Burung puyuh liar pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870 yang disebut dengan Bob White Quail (Colinus Virgianus), sedangkan di China disebut dengan Blue Breasted Quail (Coturnix-Chinensis) (Tetty, 2002). Masyarakat Jepang, China, Amerika dan beberapa negara Eropa telah mengonsumsi telur dan dagingnya. Di Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak tahun 1979 (Shivaprasad, 1997). Pemanfaatan puyuh dewasa ini masih terbatas diakibatkan oleh jumlah para peternak yang kurang sehingga kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani belum tercukupi baik permintaan dalam bentuk daging, telur segar, maupun olahan. Data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan di Aceh tahun 2013 diketahui bahwa populasi ayam ras sebesar 1.355.288 ekor. Hal ini sangat berbeda jauh dengan pupulasi burung puyuh yaitu hanya sebesar 12.595 ekor (Daftar Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013). Hasil survei awal yang dilakukan di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar hanya terdapat lima desa yang 171

masih ada masyarakat beternak puyuh. Hal ini dikarenakan oleh meningkatnya angka kematian bibit puyuh. Menurut Rasyaf (1983), puyuh pada masa pertumbuhan sangat rentan terhadap penyakit, oleh sebab itu harus dilakukan pengontrolan penyakit sejak dini. Salah satu jenis penyakit infeksi bakterial pada burung puyuh yaitu penyakit pullorum yang sering ditemukan di berbagai negara. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella sp. (Sugiantha, 2001). Bidang kedokteran hewan memiliki peran penting dalam pengendalian dan pencegahan terhadap infeksi penyakit, serta penanganan dini agar tidak terjadi penurunan dalam menghasilkan produk asal ternak (Fadilah, 2004). Oleh karena itu, untuk mencegah meningkatnya angka infeksi Salmonella sp. pada unggas, maka harus dilakukan deteksi dan isolasi lebih dini dengan menggunakan metode Carter (1976). MATERI DAN METODE Materi Percobaan Penelitian ini menggunakan sampel swab kloaka burung puyuh yang diambil secara acak dari beberapa

Jurnal Medika Veterinaria

ternak unggas milik masyarakat di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Metode Penelitian Isolasi Salmonella sp. Isolasi dilakukan berdasarkan metode Carter (1987). Sampel swab kloaka dari sepuluh ekor puyuh ditanamkan dalam media selenite cystine broth (SCB), diinkubasikan pada suhu 37º C selama 24 jam. Dengan menggunakan ose steril biakan dari SCB dipupuk pada media Salmonella shigella agar (SSA) dengan menggoreskan pada permukaan medium dengan jarak yang memadai sehingga ditemukan pertumbuhan koloni terpisah. Koloni yang tumbuh terpisah, diwarnai dengan teknik pewarnaan Gram. Identifikasi bakteri Salmonella sp. Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan metode Carter (1976). Biakan pada media SSA yang telah diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37º C akan dilanjutkan dengan uji IMViC. Uji IMViC meliputi indol, methyl red-voges proskauer (MR-VP), Simmons’s citrate agar (Oxoid), sulfide indol motility (SIM), dan triple sugar iron agar (TSIA). Uji biokimia

Vol. 9 No. 2, Agustus 2015

yaitu manitol, glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa, kemudian semua tabung diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 18-24 jam, kecuali medium MR-VP untuk uji Methil Red (MR) dan VP diinkubasi selama 48 jam. Dalam indol ditambahkan reagen kovacs dan MR ditambah 5-10 tetes larutan metil-red sedangkan VP ditambah KOH dan α-naptol. Analisis Data Data hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pengujian biokimia. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap swab kloaka burung puyuh menunjukkan bahwa beberapa ekor burung puyuh di peternakan masyarakat Kecamatan Darul Imarah positif terinfeksi Salmonella sp. seperti yang disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 di atas diketahui bahwa tingkat infeksi Salmonella sp pada ternak burung puyuh masyarakat di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar sangat tinggi. Dari Tabel 1 menunjukkan jumlah positif Salmonella sp dari semua desa namun hanya pada Desa Geugajah yang tidak ditemukan bakteri Salmonella sp .

Tabel 1. Hasil isolasi Salmonella sp dari swab kloaka burung puyuh pada 5 desa di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar

Keterangan: ( + ) menunjukkan adanya Salmonella sp; ( - ) tidak menunjukkan adanya Salmonella sp

Pembiakan awal pada media SCB menunjukan hasil positif pada beberapa sampel seperti yang disajikan pada Gambar 1. Media SCB merupakan media selektif yang artinya media ini dapat digunakan khusus untuk bakteri Gram negatif seperti Salmonella sp. dan E. coli (Bridson, 1998). Hasil positif pada media ini ditandai dengan kekeruhan dan perubahan warna media menjadi orange. Selanjutnya pengamatan dari media selektif Salmonella dan Shigella agar menunjukkan hasil koloni bakteri Salmonella sp. berbentuk bulat, cembung, pinggiran rata, mengilap, dan adanya black center di bagian tengah yang diduga sebagai bakteri Salmonella

sp. Hal ini sesuai pernyataan Dwyna (2006) bahwa bakteri Salmonella sp. membentuk koloni berwarna merah, atau hitam. Pada pewarnaan Gram menunjukkan adanya bakteri yang berwarna merah muda dan berbentuk batang panjang. Hal ini merupakan ciri-ciri morfologi dari bakteri Salmonella sp (Gambar 2). Sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan (2005), golongan bakteri Gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, pori-pori dinding yang cukup besar, dan permeabilitasnya yang tinggi sehingga memungkinkan terjadinya pelepasan zat warna ungu kristal violet setelah dicuci dengan alkohol dan mengikat zat warna safranin. 172

Jurnal Medika Veterinaria P-ISSN : 0853-1943; ; E-ISSN : 2503-1600

Iccha Elvioleta, dkk

Gambar 1. Gambaran Salmonella sp pada media biakan (a). Hasil biakan pada media Selenite Cystine Broth, (b). Morfologi koloni bakteri Salmonella sp pada media Salmonella Shigella Agar.

Keberadaan bakteri Salmonella sp. pada burung puyuh dari beberapa ternak milik warga di kawasan Kecamatan Darul Imarah dapat diketahui dengan adanya perubahan yang terjadi pada setiap media yang digunakan selama tahap penelitian. Salah satu uji lanjut yang digunakan yaitu IMViC dan gula-gula. Pada uji biokimia seperti yang terlihat pada Gambar 2, yang menegaskan bahwa beberapa ternak burung puyuh milik warga di Kecamatan Darul Imarah terinfeksi Salmonella sp. Uji indol hasil yang diperoleh negatif,

yaitu ditandai dengan tidak terbentuknya cincin berwarna merah pada permukaan media setelah diberikan reagen Kovacs sebanyak 5-10 tetes. Carter dan Darla (2004) menyatakan, indol merupakan senyawa yang mengandung nitrogen yang terbentuk sebagai hasil pemecahan amino tripospat. Uji indol bertujuan mengetahui kemampuan bakteri yang diujikan memecah asam amino triptopan dan menghasilkan indol.

Gambar 2. Gambaran Salmonella sp

pada media biakan. (a). Hasil pewarnaan Gram dari koloni Salmonella sp dibawah mikroskop perbesaran 100x10; (b) Uji IMViC dan gula-gula (positif Salmonella sp).

Pada uji MR-VP, uji MR menunjukkan hasil positif yaitu pada kondisi asam, sedangkan pada uji VP menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna media. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadietomo (1985), penambahan indikator metil-red dapat menunjukkan perubahan pH pada media biakan, metil-red akan menjadi merah pada kondisi asam dan berwarna kuning pada kondisi basa. Hasil uji pada media sitrat menunjukkan negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna media menjadi biru, artinya bakteri ini tidak menggunakan sitrat sebagai sumber energinya. Uji TSIA ditujukan untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan kemampuannya memecah glukosa, laktosa, dan sukrosa menjadi sumber energi (Yusuf, 2009). Pada uji TSIA bagian slant (miring) berubah menjadi merah karena bakteri bersifat basa, bagian butt (tegak) terbentuknya gas H₂S ditandai dengan adanya endapan berwarna hitam. Menurut Hadietomoe (1985), 173

endapan ini terbentuk karena bakteri mampu menghasilkan H₂S kemudian akan berikatan dengan Fe yang terdapat pada media biakan sehingga menghasilkan endapan berwarna hitam. Pada media SIM hasil yang diperoleh adalah positif, ditandai dengan adanya penyebaran bakteri dari daerah inokulasi dan perubahan pada media dari warna bening menjadi hitam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Collins et al. (2004) bahwa bakteri Salmonella sp. bersifat motil dan asam. Menurut Brooks et al. (2005), bakteri Salmonella sp. tidak dapat menfermetasi laktosa dan sukrosa. Bakteri ini hanya dapat memfermentasi glukosa dan manitol sebagai sumber energi. Hasil pengamatan uji gula-gula hanya terdapat perubahan warna menjadi kuning pada media glukosa dan manitol. Dari hasil uji biokimia dapat disimpulkan bahwa bakteri yang diisolasi dari swab kloaka burung puyuh di Kecamatan

Jurnal Medika Veterinaria

Darul Imarah, Aceh Besar merupakan bakteri Salmonella sp. sesuai dengan yang tertera pada Tabel 2.

Vol. 9 No. 2, Agustus 2015

Pada pengamatan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-3, terjadi penurunan jumlah infeksi Salmonella sp.

Tabel 2. Hasil pengamatan uji biokimia dari sampel swab kloaka burung puyuh di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar

Keterangan : += Positif; K= Kuning; A= Sampel Desa Garot; - = Negatif; D=Dubius B:Sampel Desa Pasheu Beutong; M= Sampel Desa Punie; H= Hitam; D= Sampel Desa Geugajah; E= Sampel Desa Lampenerut

Pada lokasi pengambilan sampel dari desa C dan D (Tabel 2) di minggu ke-2 dan ke-3 tidak ditemukan lagi adanya bakteri Salmonella sp. sementara dari lokasi E di minggu ke-3 negatif Salmonella sp, dan dari lokasi A dan B (Tabel 2) positif Salmonella sampai minggu ke3. Terjadinya perbedaan hasil deteksi Salmonella sp. dari beberapa lokasi pengambilan sampel dikarenakan kondisi pada sekitar pemeliharaan burung puyuh yang berbeda-beda. Tingkat sanitasi, kebersihan kadang, dan pengobatan secara rutin pada peternakan yang tidak sama. Katayama et al. (2013) di Itali telah melakukan isolasi Salmonella entritidis dari telur burung puyuh. Hal ini merupakan salah satu agen penyebab penyakit zoonosis yang berasal dari produk hasil burung puyuh. Rochan et al. (2013) di Brazil telah menemukan adanya Salmonella galinarum pada burung puyuh dari sampel swab kloaka dan berdasarkan hasil pengamatan mortalitas pada burung puyuh yang mencapai 43,75% namun tidak ditemukan adanya Salmonella galinarum pada telur. Basnet et al. (2008) menyatakan angka morbiditas mencapai 60-100% pada puyuh muda dan angka mortalitas mencapai 40%.

Merah;

C=

Terjadinya Salmonellosis pada ternak tergantung beberapa faktor yaitu antara lain jenis serotipe Salmonella, umur unggas, dosis infeksi, rute infeksi, jenis unggas, dan menajemen pengelolaan (Poppe, 1996). Menurut Iiroy (1996) sumber penyebaran infeksi Salmonella sp. yang paling sering terjadi pada unggas yaitu berasal dari pakan. Berdasarkan hasil penelitian di Inggris ternyata pakan merupakan sumber utama penularan pada ternak muda. Di samping pakan, ternyata penularan dapat terjadi melalui telur yang terkontaminasi dan keadaan lingkungan yang tidak bersih. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan sanitasi dan higiene kandang, peralatan dan lingkungan peternakan serta fumigasi penetasan telur ayam untuk mengurangi keberadaan bakteri patogen dalam pengeraman di peternakan. Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap risiko yang timbul (Barrow, 1993). Dengan ditemukannya bakteri Salmonella sp pada sampel swab kloaka burung puyuh hal ini dapat dijadikan dasar untuk mengantisipasi terjadinya wabah penyakit yang

174

Jurnal Medika Veterinaria

disebabkan oleh bakteri Salmonella sp,, pada ternak di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap sampel swab kloaka burung puyuh di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar menunjukkan adanya infeksi bakteri Salmonella sp. pada sebagian ternak milik warga di beberapa Desa. Empat dari lima desa yang peneleti ambil sebagai sampel penelitian menunjukkan positif terhadap cemaran Salmonella sp. DAFTAR PUSTAKA Barrow, P.A. 1993. Salmonella control-past, present and future. Avian Path. 22:651-669. Bridson, E.Y. 1998. The Oxoid Manual. 8rd ed. Oxoid Limeted, England. Brooks, G.F., J.S. Butel, and S.A. Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika, Jakarta. Calnek, B.W. 1997. Pullorum Diesease and Fowl Typhoid In Disease Of Poultry 10 ens (Diterjemahkan Shivaprasad,G.H) Disease Of Poultry 10 ens. Lowa state University Press, USA. pp 82-96 Carter, G.R. 1976. Essential Of Veterinary Bacteriology and Mycology. Michigan State Uviversity East Lansing, Michigan. Carter, G.R. and J.W. Darla. 2004. Essential of Veterinary Bacteriology and Mycology. Iowa State Press, USA. Colius, P.M., I.M. Grange, dan J.O. Fahliham. 2004. Mikrobiological Methods. 8rd ed. Oxford University Press Inc., New york Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata, Jakarta.

175

Vol. 10 No. 2, Mei 2016

Fadilah, R. 2004 Super Lengkap Beternak Ayam Broiler. Jagakarsa Argomedia Pustaka, Jakarta Selatan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan RI. 2013. Statistik Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Jakarta. Hadioetomo, R.S. 1985. Mikobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta. Ilroy, S.G. 1996. How Do Birds Become Infected by A Salmonella Serotype. Worl Poutry, USA. Katayama, E., T.C. Danato., A.D.P. Silva., R.P. Mazola., E.A. Garcia., A.S. Okamoto, and R.L. Andreatti. 2013. Salmonella Entritidis in The Eggs of Japonica. Avic Press, Brazil. Listiyowati, E. dan K. Roospitasari. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Nugroho dan I.G.K. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang. Pelezar. M.J. dan E.S.C. Chan.1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Penerjemah Hadioetomo R.S., UI-Press, Jakarta Poppe, C. 1996. Salmonellosis In Poultry and People. Edisi Mei. In Word Poultry pp. 113 Rasyaf, M. 1983. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta. Rochan, R.C., W.M. Cardose, R.S.C. Teixeira, A.H. Albuquerqu, R.V, Horn., C.M. Cavalcanti, E.S. Lopes, and V.J.R. Gomes Filho. 2013. Salmonella gallinarum Virulence in Experimentally-Infected Japanese Quails (Coturnix japonika). Avic Press, Brazil. Sugiantha, P. 2001. Berak Kapur Penyebab Untama Kematian Anak Ayam, Poulty Indonesia. Edisi April pp. 52-53 Tabbu, C.R. 2000. Penyakit dan Penanggulangannya. Kanisius, Yogyakarta. Tetty. 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. AgroMedia Pustaka, Jakarata. Yusuf, R.W.N. 2009. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Gram Negatif Pada luka Ikan Mas koki (Carassiis auratus) Akibat Infestasi Ekto Parasit Argulus sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. Zaraswati D. 2006. Mikrobiologi Farmasi. Universitas Hasanussin, Makasar.