www.oseanografi.lipi.go.id
ISSN 0216-1877
Oseana, Volume XVI, Nomor 1 : 35 - 44
RAHASIA KEHIDUPAN KIMA: II. EVOLUSI oleh Lily M.G. Panggabean
1)
ABSTRACT THE SECRET OF GIANT CLAMS UFE : II. EVOLUTION. Giant clams live in symbiosis with unicellular algae, the zooxanthellae, Gymnodinium microadriaticum FREUDENTHAL. The "upside-down'' position, the enlargement of siphonal tissue that house the algal partners of the clam and the large size of the tridacnids are the result of evolution from an ancestral cockle (Cardidae). Related aspects to tridacnid's evolution such as the anatomy of bivalve in general, adaptive trend in the successful cockle family and tridacnids, theory of rotation in tridacnids, historical perspective of coral community and phylogeny of tridacnids are described.
yang membesar dan diwarnai oleh pigmentasi dari zooxanthella, selalu mendapat radiasi yang cukup. Jaringan sifonal kima telah mendapat fungsi tambahan, yaitu sebagai kebun bagi zooxanthella yang berperanan sangat besar bagi nutrisi kima. YONGE (1975 & 1980) menyatakan bahwa kima resen (recent) telah berhasil mempertahankan jenisnya, menyesuaikan diri dengan kehidupan di perairan terumbu karang tropis yang dangkal dan miskin akan fitoplankton dan berevolusi menjadi bentuknya yang sekarang. Berikut akan dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan evolusi kima : sekilas tentang bivalvia, perubahan dalam evolusi (trend) keluarga kerang dan kima, rotasi pada kima, kejadian historis dan perubahan filogeni pada kima.
PENDAHULUAN
Diantara ribuan jenis moluska yang ada di dunia ini, simbiose dengan zooxanthella hanya dapat dijumpai pada delapan jenis bivalvia, diantaranya tujuh jenis termasuk Tridacnidae (kima) dan satu jenis lainnya termasuk kerabat dekat kima, yaitu kerang hati, Corculum cardissa (YONGE 1980). Zooxanthella yang bersimbiose dengan kima termasuk ganggang coklat dari jenis Gymnodinium microadriaticum FREUDENTAHAL (TAYLOR 1969). Berbeda dengan bivalvia pada umumnya, kima hidup tertambat di atas pasir atau karang mati dalam posisi "terbalik", yaitu pada posisi engsel (umbo) di bawah. Kima selalu membuka cangkangnya pada waktu siang hari, sehingga jaringan sifonal
1) Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi - UPI, Jakarta.
35
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
pulkan dan mendorong sedimen-sedimen untuk dikeluarkan. Insang bivalvia terletak pada rongga pernapasan di dalam mantel. Air masuk kedalam rongga melalui lubang masuk pernapasan (inhalant opening) dan keluar melalui lubang keluar pernapasan (exhalant opening). Kedua lubang pernapasan terletak di bagian posterior tubuhnya dan dapat mengalami modifikasi menjadi bentuk corong (siphon) yang dapat dijulurkan keluar dan ditarik kedalam seperti pada kerang yang membenamkan diri di pasir. Pada bivalvia yang menempel pada permukaan seperti remis (scallop) dan tiram (oyster), ujung lubang masuk pernapasan tidak menyempit, tetapi melebar. Larva yang merupakan kehidupan awal dari bivalvia, mula-mula berenang bebas di perairan, kemudian dilanjutkan dengan kehidupan dalam bentuk dewasa. Bivalvia dewasa dapat tetap bergerak aktif atau menetap pada suatu substrat dan dapat pula menetap pada waktu muda dan bergerak kemudian. Peranan kaki dalam hal ini sangat besar bagi bivalvia umumnya. Misalnya, kerang yang tidak menempel pada suatu substrat mempunyai kaki dengan otototot yang kuat berbentuk seperti lidah untuk mendorong badannya dengan cepat, kadang-kadang dengan gerakan seperti melompat, menghindari serangan predator. Bivalvia yang menetap (sedentary bivalves) seperti kerang hijau (Mitykis) mengeluarkan massa seperti benang (byssus) dari kelenjar di kakinya untuk menambatkan diri.
SEKILAS TENTANG BIVALVIA
Untuk mengetahui kejadian tentang evolusi kima, perlu diketahui karakteristik bivalvia secara umum (kima termasuk kelas bivalvia). Kelas bivalvia yang termasuk dalam filum moluska selalu mempunyai cangkang yang setangkup. Keadaan yang setangkup tersebut sudah mulai nampak pada stadium burayak (larva), walaupun masih merupakan jaringan lunak yang disebut mantel. Mantel kemudian mengeluarkan sekret dari kapur yang membentuk cangkang. Kedua cangkang dihubungkan oleh suatu sendi pengikat yang elastis disebut umbo (engsel). Kedua cangkang dapat ditutup dan dibuka dengan bantuan kontraksi dan relaksasi jaringan otot yang disebut otot aduktor. Dengan demikian hewan yang berada di dalam cangkang dapat berhubungan dengan perairan di sekitarnya pada waktu cangkang dibuka. Mulut bivalvia tidak dapat berhubungan langsung dengan lingkungan luar. Oksigen dan makanan yang dibutuhkan oleh hewan ini disaring melalui insang yang membesar dan mengalami modifikasi menjadi penyaring makanan yang amat penting bagi bivalvia. Insang yang berbentuk sisir (ktenos) berfungsi sebagai penyaring makanan dan merupakan karakteristik bivalvia yang bersifat "filter feeder". Insang bivalvia yang paling sederhana terdiri dari aksis utama dengan lembaranlembaran lateral pada sisi-sisinya. Lembaranlembaran insang dilengkapi pula dengan deretan silia-silia (bulu-bulu getar). Gerakan silia-silia tertentu menimbulkan aliran air yang kuat dan membawa partikel-partikel makanan dan sedimen yang terbawa arus air. Sebagian silia-silia memindahkan campuran partikel-partikel makanan dan sedimen, sementara silia-silia yang lain mengum-
PERUBAHAN DALAM EVOLUSI (TREND) KELUARGA KERANG DAN KIMA Di atas telah diuraikan tentang karakteristik bivalvia pada umumnya yang dapat
36
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
menerangkan evolusi pada kima. Sebagai kelas terbesar dari moluska, bivalvia mem-punyai potensi untuk sukses dalam meme-lihara kelangsungan hidupnya, tidak hanya menyangkut pada ukurannya, tetapi juga keragaman bentuk dari beberapa populasi bivalvia. Aneka ragam bivalvia telah diklasi-fikasikan menjadi beberapa superfamili de-ngan pola karakteristik niasingmasing. Ma-sing-masing pola berkembang melalui adap-tasi dan spesialisasi selama jutaan tahun. Salah satu contoh: Cardiaceae, superfamili dimana termasuk Tridacnidae dan Cardi-dae. Cardidae atau keluarga kerangkerangan terdiri dari 10 marga dan sejumlah besar jenis yang hidup pada berbagai habitat pasir dan pasir lumpur yang luas. Beberapa spesies mempunyai populasi yang luar biasa besarnya. YONGE (1975) berpendapat bah-wa pola evolusi pada keluarga kerang dapat menerangkan pola evolusi pada kima (Tridacnidae). Menurut YONGE (1975) peru-bahan dalam evolusi pada keluarga kerang dibagi dalam tiga arah (trend). Pertama, terjadi pada kerang yang cende-rung membesar seperti pada "giant cockle'* di Pantai Timur Afrika dengan ukuran se-besar kelapa dan "New World Cockle", Cardium elatum di Teluk California. Kedua adalah bentuk cangkang yang membulat (globular) dengan rusuk-rusuk yang nyata. Cangkang yang membulat dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penimbunan yang terlampau dalam, sedangkan rusuk-rusuk pada cangkang dapat memberikan keseimbang-an hewan di lapisan pasir yang didiaminya (Gambar 1A). Ketiga nampak pada kerang, Corcuhim cardissa yang terdapat di perair-an Pasiflk. Kerang hati (Gambar IB) adalah satu-satunya bivalvia selain kima yang ber-simbiose dengan ganggang bersel satu. Kerang hati cangkangnya tipis dan sangat me-mendek di bagian lebarnya. Hewan ini mem-
benamkan setengah bagian anterior tubuhnya, sedangkan setengah bagian posterior dengan corong pernapasannya menghadap cahaya matahari tropis yang dapat menem-bus lewat cangkangnya yang tembus cahaya. Kerang hati bersimbiose dengan ganggang bersel satu yang tinggal di dalam insang dan bagian-bagian tubuh lain yang terkena si-nar matahari. Kima (Tridacnidae, Gambar 1C) berkembang dari keluarga kerang yang telah berubah dari kehidupan membenamkan diri di dalam pasir (infaunal) menjadi kehidupan di atas permukaan (epifaunal), sebagian ada yang menempel dengan benang byssus dan sebagian tidak menempel (YONGE 1975). Kima juga bervaria si menurut ukuran dan bentuknya, lima jenis kima termasuk dalam genus Tridacna dan dua jenis lainnya termasuk genus Hippopus (ROSEWATER 1965, 1982). Kima h idup pada habitat pasir dari terumbu karang yang terlindung di perairan tropis yang dangkal atau agak dalam. Pada umumnya cangkang kima selalu terbuka sehingga bagian mantel yang didiami oleh ganggang selalu menghadap keatas dan terkena sinar matahari. Hanya pada waktu surut atau tertutup bayangan oleh predator, kima menutup cangkangnya. Mantel kima yang terekspose juga dilengkapi oleh sel-sel pigmen (irridophore) yang memberi warna dari biru sampai hijau atau coklat sampai kuning. Sel-sel pigmen tersebut berguna untuk adaptasi terhadap penyinaran yang terlalu kuat. Kima yang terkecil, T. crocea hidup menempel dengan benang byssus dan membenamkan diri di dalam batu sepanjang hidupnya. Kima berukuran sedang seperti T. maxima menempel dengan byssus dan membenamkan hanya sebagian dari cangkangnya. Jenis kima yang besar, seperti H. hippopus benang byssusnya berangsurangsur hilang pada kehidupan dewasa.
37
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 1. Tiga jenis bivalvia yang termasuk dalam superfamili Cardiacea: (a) kerang raksasa dari Amerika, Cardium alatum; (b) kerang hati, Corculum cardissa dan (c) kima, Tridacna maxima. Sudut pandang dilihat dari (1) bagian dalam katup (valve) sebelah kanan; (2) kedua katup bersamasama diputar 90° dari posisi pertama;(3) perputaran 90° dari posisi terakhir. (Sumber :YONGE1975).
38
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
memutar diri (rotasi) sehingga bagian umbo berpindah dari atas ke bawah dan berakhir pada bagian yang terbuka tempat keluarnya benangbenang byssus (Gambar 2). Proses rotasi ini merupakan akibat dari pembesaran jaringan yang didiami oleh ganggang. Apabila kita perhatikan dengan seksama, kerang dan kima selalu dalam posisi kaki di bawah. Kerang mempunyai posisi normal seperti pada bivalvia umumnya dengan bagian umbo terletak paling atas. Kemudian kita bayangkan cangkang kerang berputar perlahan – lahan bersama-sama dengan seluruh bagian badan yang tetap melekat pada kakinya. Rotasi ini selain mengakibatkan letak umbo menjadi di bawah dekat kaki, juga mengakibatkan jaringan lunak di antara corong pernapasan menjadi terentang (Gambar 3). Proses rotasi ini mungkin disebabkan oleh beberapa mutasi besar yang berlangsung selama jutaan tahun secara bertahap. Hasilnya adalah perubahan bentuk dari nenek moyang (ancestor) kerang menjadi kima. Akhirnya jaringan di antara corong pernapasan (siphonal tissue) membesar sepanjang permukaan atas sehingga melampaui tepi-tepi cangkangnya dan umbo terletak di dekat kaki. Selanjutnya dua otot aduktor yang terdapat pada kerang menghilang. Hal ini terjadi puk pada remis (scallop) dan tiram (oyster). Dengan demikian kima dapat dibedakan dari kerang karena termasuk bivalvia engan jaringan otot tunggal (Gambar 3).
H. hippopus bentuknya membulat dan cangkangnya sangat tebal di bagian bawah sehingga dengan demikian selalu terletak di atas permukaan pasir dalam posisi meng-hadap ke atas. Jenis kima lainnya yang ti-dak menempel pada kehidupan dewasa sangat membesar. Dua jenis kima telah bere-volusi menjadi "kerang raksasa" yaitu T. de-rasa (panjang cangkang mencapai 60 cm) dan T. gigas (panjang cangkang mencapai 1,5 m). Kerang raksasa tersebut dengan ukuran yang besar dan cangkang yang tebal mempunyai kedudukan yang amat mantap (stabil) diatas batu karang.
ROTASI PADA KIMA Ciri-ciri bivalvia pada umumnya selalu meletakkan kakinya yang dijulurkan keluar melalui celah di antara cangkangnya, tepi-tepi cangkangnya menghadap ke bawah dan bagian umbo terletak paling atas (Gambar 1A 1,2 dan 2A). Kima yang hidup bersim-biose harus menempatkan diri sedemikian rupa sehingga jaringan yang didiami oleh ganggang menghadap sinar matahari. Dengan demikian kima resen (recent) mempunyai bagian kaki dan benang byssus (kalau ada) tetap terletak di bawah, tetapi pinggiran cangkang yang berwarna terang terbuka di permukaan atas (gambar IC1, 2 dan 2B). Keadaan yang berlawanan tersebut merupakan akibat dari proses evolusi dengan jalan
39
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 2. Perbandingan anatomi kima (b) dan kerang (a) (Sumber : YONGE 1975).
40
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 3. Tahapan pada evolusi kima menurut YONGE (1975). (a) ansestor kerang: engsel terletak di bagian dorsal, rotasi berlawanan arah jarum jam; (b) pada posisi perputaran 90°: perentangan jaringan sifonal kima mengakibatkan reduksi otot aduktor anterior; (c) posisi terakhir, morfologi kima resen: jaringan sifonal semakin melebar dan otot aduktor anterior menghilang. (Sumber : YONGE 1975).
41
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
pasir ke kehidupan menempel di permukaan batu yang keras. Dalam hal ini H. Hippopus dan H. porcellanus yang tetap hidup di permukaan pasir merupakan peralihan di antara keduanya.
KEJADIAN HISTORIS
Kejadian historis yang berlangsung bersamaan dengan evolusi kima dapat memperkuat teori tentang rotasi yang dikemukakan oleh YONGE (1975). Kerang sebagai nenek moyang kima berasal dari zaman yang sama dengan munculnya terumbu karang modern, yaitu zaman Mesozoikum atau tepatnya pada zaman Triasikum yang terjadi pada 225 juta tahun yang lalu. Pada periode berikutnya, yaitu Jurasikum, terumbu karang batu modern yang mulai terbentuk dibedakan menjadi karang batu yang membentuk terumbu karang dan yang tidak membentuk terumbu karang, Karang batu yang membentuk terumbu karang bersimbiose dengan ganggang fototrofik dijumpai pada perairan tropis yang dangkal, sedangkan yang tidak membentuk terumbu karang, hidup tanpa simbiose, tersebar luas di seluruh garis lintang dan dapat hidup di perairan yang sangat dalam. Daerah terlindung yang berpasir pada terumbu karang Mesozoikum adalah habitat kerang yang mungkin berevolusi menjadi kima. Kerang hati adalah satu-satunya bivalvia yang bersimbiose dengan ganggang selain kima, berevolusi lebih resen dibandingkan dengan kima Oleh karena itu jenis kerang ini tidak dapat dipergunakan untuk memberi keterangan tentang kejadiran kima. Walaupun demikian keberadaannya dapat membuktikan bahwa penyinaran yang cukup terhadap kerang yang hidup di suatu permukaan dapat merupakan inang tempat tinggal ganggang yang terbiasa hidup pada beberapa jaringan hewan seperti zooxanthella.
PERUBAHAN FILOGENI
YONGE (1980) berpendapat bahwa perubahan yang terjadi pada kima bukan merupakan perubahan ontogeni melainkan perubahan filogeni. Hal ini dapat dibuktikan oleh LA BARBERA (1975) dan ROSEWATER (1980) pada kehidupan pasca burayak (post-larva) T. squamosa dan T. gigas yang berbentuk kampak dan bukan berbentuk kipas seperti bentuk dewasa kima. Pada kima-kima muda T. gigas berumur 2 — 3 bulan dengan panjang cangkang 1 1,8 cm, tepi-tepi cangkangnya membentuk sudut antara 35 - 63°. Selnjutnya tepitepi cangkang kima muda T. gigas berumur 3 — 4 bulan (panjang cangkang 1,6 — 3,0 mm), 4 — 5 bulan (panjang cangkang 2,8 — 4,8) dan kima dewasa (Panjang cangkang 5,2 — 27,2 cm) berturut-turut membentuk sudut an tar a 64 - 90°, 85 - 100° d an 131 -150°(Gambar4). Perubahan sudut yang dibentuk oleh kedua tepi« cangkang kima merupakan contoh dari "teori rekapitulasi" yang menyatakan bahwa didalam ontogeni atau perkembangan awal dari beberapa individu menunjukkan adanya beberapa stadium serupa yang terjadi selama proses evolusi atau filogeni mereka. Bahwasanya Tridacnidae telah mengalami evolusi dari ansestor yang mirip dengan Cardidae (YONGE 1975) maka dapat diharapkan bahwa beberapa stadium perkembangan bivalvia tersebut dapat dijumpai pada perkembangan Tridacna. Larva
Seperti telah diketahui bahwa evolusi kima (Tridacnidae) berlangsung dari stok kerang (Cardidae) dimana ada perubahan dari kehidupan membenamkan diri di dalam
42
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
1 9 - 4 0 hari. Perkembangan zooxanthella di jaringan kima kemudian diimbangi dengan berkembangnya sudut yang dibentuk oleh kedua tepi cangkang kima muda yang ber-iringan dengan perkembangan jaringan mantel tempat tinggal zooxanthella (ROSE-WATER 1980).
Tridacnidae walaupun berbeda namun mirip dengan kerabatnya Cardidae (LA BARBERA 1975; JAMESON 1976). Zooxanthella belum memasuki jaringan kima sam-pai teijadinya penempelan dan metamorfosis menjadi spat kima. Zooxanthella baru mulai bercokol di jaringan spat kima yang berumur
Gambar 4. Cangkang post-larva T. gigas berumur 2-3 bulan (A - C) dan bentuk dewasanya (D). (Sumber: ROSEWATER 1980).
43
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Menurut ROSEWATER (1980) bentuk kampak pada kima muda mungkin merupakan salah satu mekanisme adaptasi dari hewan ini untuk memudahkan mobilisasi dalam pencarian habitat yang aman terhadap predator. Kima muda sebelum menetap di suatu tempat menggunakan kaki jalannya (bersifat thigmotaxis) untuk mencari habitat yang aman bagi kelanjutan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA JAMESON, S.C. 1976. Early life history of the giant clam Tridacna crocea, T. maxima and Hippopus hippopus. Pac. Sci. 30: 219-233. LA BARBERA, M. 1975. Larval and postlarval development of the giant clams, Tridacna maxima and Tridacna squamosa (Bivalvia : Tridacnidae). Malacobgia 15 ; 69 - 79.
ROSEWATER, J. 1965. The family Tridacnidae in the indo—Pacific. Indo-Pacific Mollusca 1: 347 - 396. ROSEWATER, J. 1982. A new species of Hippopus (Bivalvia : Tridacnidae). Nautilus 96: 3- 6. ROSEWATER, J. 1980. Changes in shell morphology of post—larval Tridacna gigas (Bivalvia : Heterodonta). Bull. Am. Malacol. Union 46 : 45 - 48. TAYLOR, D.L. 1969. Identity of zooxanthellae isolated from some Pacific Tridacnidae. J. Phycol. 5 : 336 - 340. YONGE, CM. 1975. Giant clams. Sci. Am. 232: 96-105. YONGE, CM. 1980. Fungsional morphology and evolution in the Tridacnidae (Mollusca : Bivalvia : Cardiaceae). Rec. Australian Mus. 33 (17) : 735 - 777.
44
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991