JST KESEHATAN, JULI 2011, VOL.1 NO. 2 : 186 – 196

Download Patogenesis demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini belum jelas. Sitokin ... sehingga diperoleh 37 penderita DBD-TR yang renjatan dan 1...

2 downloads 335 Views 946KB Size
JST Kesehatan, Juli 2011, Vol.1 No. 2 : 186 – 196

ISSN 2252-5416

NILAI PROGNOSTIK TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE TANPA RENJATAN PADA ANAK Prognostic Value of Tumor Necrosis Factor Alpha in Children with Dengue Hemorrhagic Fever St. Rahmah Rahim Aliah1, Idham Jaya Ganda1, Dasril Daud1 1

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar email :[email protected] / HP. 081241593320 ABSTRACT

Introduction. The pathogenesis of Dengue hemorrhagic fever (DHF) is still unclear. Cytokines are among several factors that play an important role in the pathogenesis of DHF. The aim of this study is to look at the role of proinflamatory cytokines, in particular TNF-α and its possible relationship with outcome. Methods. It is a prospective cohort study. Blood samples were collected from 160 patients of DHF without shock that admitted in Pediatric department Medical faculty Hasanuddin University/Wahidin Sudirohusodo General Hospital from January 2008 to February 2010. The subjects were followed up until occurrences of either shock or non-shock outcomes whereof 37 shock DHF patients and 123 without shock were obtained. The diagnosis of DHF was established using the WHO 1975 criteria. Serum TNF-α was measured using a quantitative sandwich enzyme immunoassay technique. Results. The initial serum levels of TNF-α were increased significantly in both groups, however the level was higher in the group of DHF who underwent shock (p<0,01). The Cut-off point ≥ 24 pg/ml which is obtained through the ROC analyses had the best prognostic value with sensitivity of 94,59%, spesificity of 87,80%, positive predictive value of 70%, negative predictive value of 98,18%, and odds ratio of 126 with 95% CI (27,452 to 578,339). Conclusions. The initial serum level of TNF-α is a prognostic factor for the outcome of DHF patient without shock and the limit of level ≥ 24 pg / ml is the most optimal value as a prognostic value. Keywords: dengue hemorrhagic fever, children, S=shock, TNF-α, prognostic factor ABSTRAK Pendahuluan. Patogenesis demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini belum jelas. Sitokin merupakan salah satu faktor yang diduga berperan dalam patogenesis DBD. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan sitokin proinflamasi yaitu TNF-α dan kemungkinan hubungannya dengan berat penyakit. Metode. Penelitian ini menggunakan metode kohort prospektif. Sampel darah dikumpulkan dari 160 penderita DBD tanpa renjatan (DBD-TR) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNHAS/RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo mulai Januari 2008 sampai dengan Februari 2010. Subyek diikuti sampai terjadi outcome renjatan atau tidak renjatan, sehingga diperoleh 37 penderita DBD-TR yang renjatan dan 123 penderita DBD-TR yang tidak mengalami renjatan. Diagnosis DBD menggunakan kriteria WHO 1975. Kadar TNF-α serum awal diukur menggunakan teknik kuantitatif Sandwich Enzyme Immunoassay. Hasil. Kadar TNF-α serum awal meningkat secara bermakna pada kedua kelompok tetapi lebih tinggi pada kelompok DBDTR yang mengalami renjatan (p < 0.01). Titik potong ≥ 24 pg/ml yang diperoleh melalui analisis ROC mempunyai nilai prognostik yang terbaik dengan sensitivitas 94,59%, spesifisitas 87,80%, nilai prediksi positif 70%, nilai prediksi negatif 98,18%, odds ratio 126 dengan 95% IK (27,452 – 578,339). Kesimpulan. Kadar TNF-α serum awal merupakan faktor prognostik terhadap outcome penderita DBD-TR anak dan batas nilai kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml merupakan nilai yang paling optimal dalam menentukan outcome penderita DBD-TR Kata kunci : demam berdarah dengue, anak, renjatan, TNF-α, faktor prognostik.

186

demam berdarah dengue

ISSN 2252-5416

lekosit yaitu selectin ligand dan integrin (Setiati, 2004b, Murgue et al., 2001, Whalen et al., 2001). Ekspresi molekul adhesi tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan migrasi lekosit ke tempat infeksi untuk menyingkirkan mikroba. Selain itu produksi TNF-α dalam jumlah yang besar dapat menghambat kontraktilitas otot jantung, menurunkan tekanan darah (renjatan), trombosis intravaskuler dan ekspresi Tissue Factor (TF) (Abbas dan Lichtman, 2005). Peningkatan permeabilitas pembuluh darah akan menyebabkan perembesan plasma (plasma leakage) dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial sehingga terjadi peningkatan hematokrit, hipoproteinemia, hiponatremia, hipovolemia (renjatan), adanya cairan dalam rongga pleura dan peritonium (WHO, 1999, Setiati, 2004b, Sutaryo, 2004, Soegijanto, 2006). Masa krisis DBD yang berlangsung singkat yaitu 48-72 jam dan kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat tanpa ada gejala sisa, diduga kuat terjadi akibat peranan mediator atau sitokin (Sutaryo, 2004). Oleh karena itu penting dilakukan penelitian untuk mengetahui sitokin yang berperan dan efek sitokin tersebut sebagai faktor prognostik pada penderita DBD seperti TNF-α. Peningkatan TNF-α berkorelasi dengan manifestasi perdarahan dan patogenesis DBD. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan yang bermakna antara tingginya kadar TNF-α dengan beratnya penyakit( Kittigul et al. 2000, Suharti et al. 2004, Braga et al. 2001). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis nilai prognostik TNF- pada penderita DBD-TR Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan peluang yang lebih besar untuk memprediksi secara lebih tepat dan lebih dini outcome penderita DBD-TR dan membuka peluang untuk melakukan penelitian lanjut dalam usaha menemukan tindakan pengobatan yang

PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan global karena menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada banyak negara di dunia. Di wilayah Asia Tenggara dengan populasi penduduk sebanyak 1,5 milyar, kurang lebih 1,3 milyar penduduknya memiliki risiko menderita demam dengue (DD) atau DBD. Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand dengan angka kematian (Case Fatality Rate) 2%. Di Sulawesi Selatan pada tahun 2003 dilaporkan angka kematian DBD adalah 3,89% (Anwar et al., 2003). Patogenesis DBD belum diketahui secara pasti, sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang setelah terinfeksi virus dengue (VD) pertama kali, kemudian mendapat infeksi VD yang kedua dengan serotipe yang berbeda (Soedarmo et al., 2002). Pada infeksi VD yang pertama terbentuk antibodi yang akan menetralkan VD yang serotipenya sama (homolog). Infeksi berikutnya dengan serotipe yang berbeda akan berikatan dengan antibodi yang sudah ada sebelumnya tapi tidak menetralisasi. Virus dengue dan antibodi non netralisasi akan berikatan dengan reseptor Fc pada permukaan monosit/ makrofag, kemudian VD masuk ke dalam makrofag dan terjadi replikasi virus dan mengaktivasi makrofag yang akan melepaskan sitokin yaitu Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1) dan Interleukin-12 (IL-12). Tumor Necrosis Factor Alpha yang diproduksi oleh makrofag teraktivasi merupakan sitokin utama pada respon inflamasi akut terhadap mikroba (Baratawidjaja, 2006). Efek biologi TNF-α adalah meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada permukaan endotel pembuluh darah yaitu intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-I), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-I), selectin dan integrin ligand, juga pada permukaan

187

St. Rahma Rahim Alia, et al.

ISSN 2252-5416

dapat memperbaiki dinamika sitokin agar outcome penderita DBD-TR lebih baik.

jika terletak antara 70 %- <90 % dan gizi buruk jika < 70 %. Nilai titik potong (cut off point) kadar TNF-α serum awal diperoleh melalui tahapan berikut: 1) Menentukan nilai titik potong terendah dan tertinggi (gambar 1), 2) Menghitung ketepatan prognostik kadar TNF-α serum awal (sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif) setiap titik potong. (tabel 4), 3) Menggunakan Receiver Operator Curve (ROC). Sensitivitas digambarkan pada ordinat Y, sedangkan 1-spesifisitas digambarkan pada aksis X. Metode statistik yaitu analisis univariat untuk deskripsi data-data berupa deskripsi frekuensi, nilai rata-rata, standar deviasi dan rentangan. Analisis bivariat digunakan uji t dan uji X2 (Chi square). Nilai bermakna adalah p <0,05.

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan pendekatan kohort prospektif yang dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Anak fakultas Kedokteran universitas Hasanuddin/RS dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar dari bulan Januari 2008 sampai Februari 2010. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Penderita DBD-TR, umur 1 tahun sampai 15 tahun, dan bersedia menjadi sampel penelitian. Kriteria eksklusi yaitu menderita penyakit infeksi virus, bakteri atau parasit, berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium dan sementara mendapat pengobatan dengan kortikosteroid. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di Pusat Riset Laboratorium Prodia Jakarta. Penelitian ini disetujui oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Semua penderita dicatat umur, jenis kelamin, status gizi, gejala klinik, hematokrit, trombosit dan lekosit. Penderita diamati dalam waktu tertentu untuk memdapatkan outcome (renjatan, tidak renjatan). Penderita didiagnosis dengan kriteria WHO, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan anti Dengue IgM dan IgG (rapid test). Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel darah awal (sampel darah penderita pada saat masuk rumah sakit) untuk pemeriksaan kadar sitokin TNF-. Kadar high sensitivity (HS) TNF-α diukur dengan tehnik kuantitatif Sandwich Enzyme Immunoassay . Satuan dalam pemeriksaan sitokin ini adalah pikogram (pg) per milliliter. Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan parameter berat badan aktual dikali 100 % dan dibagi berat badan pada persentil 50 dari grafik NCHS 2000 menurut tinggi badan aktual sesuai umur yang dinyatakan dalam persen. Gizi baik jika terletak antara 90 %-100 %, gizi kurang

HASIL PENELITIAN Selama pengamatan dari 160 penderita DBD-TR terdapat 37 penderita yang mengalami renjatan dan 123 penderita tidak mengalami renjatan. Karakteristik sampel DBD-TR berdasarkan jenis kelamin, umur, lama demam dan status gizi baik pada kelompok yang mengalami renjatan maupun yang tidak mengalami renjatan tidak berbeda bermakna (tabel 1). Analisis hubungan rerata hari demam dengan outcome tidak berbeda bermakna sehingga hari demam bukan merupakan faktor prognostik (tabel 2) Evaluasi hasil pemeriksaan kadar TNF- Nilai rerata kadar TNF- serum awal penderita DBD-TR meningkat pada kedua kelompok tetapi lebih tinggi pada kelompok DBD-TR yang mengalami renjatan, hasil uji t memperlihatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok dengan nilai p = 0,000 (P<0,05) dapat dilihat pada tabel 3.

188

demam berdarah dengue

ISSN 2252-5416

berbeda yaitu tidak ada pengaruh status gizi terhadap outcome (P= 0,676). Berdasarkan umur subyek pada penelitian ini, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna rerata umur antara kedua kelompok (p= 0,793). Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi VD. Di Indonesia, Filipina, Thailand dan Malaysia, DBD yang menyerang anakanak paling banyak pada umur 5-9 tahun (Soedarmo, 2005). Mayoritas kasus pada anak (95%) terdapat pada umur di bawah 15 tahun, sedang pada bayi (< 12 bulan) sekitar 5% dari seluruh kasus DBDTR/DBD-R (Nguyen et al., 2004). Bethell et al, 2001 juga melaporkan hasil yang sama dalam penelitiannya dengan p = 0,43. Lama demam menentukan perjalanan penyakit DBD dan kadar sitokin TNF- . Pada masa awal perlangsungan penyakit DBD, viremia VD masih berlangsung sehingga makrofag yang terinfeksi akan memproduksi sitokin TNF- (Barata widjaja, 2006). Tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara lama demam dengan outcome penderita DBDTR. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Chakravarti dan Kumaria, 2006 yang mendapatkan perbedaan yang bermakna kadar TNF- berdasarkan lama demam, yaitu kadar TNF- lebih tinggi pada lama demam 58 hari dibandingkan dengan lama demam 1-4 hari. Hal ini mungkin karena pada penelitian ini hanya dilakukan dua kali pengambilan sampel yaitu pada saat penderita masuk rumah sakit dan pada saat terjadi renjatan, sedangkan pada penelitian Chakravati dan Kumaria dilakukan beberapa kali yaitu pada hari ke 0, 1,2 dan pada hari ke 7. Hasil analisis perbandingan kadar sitokin TNF-α serum awal antara penderita DBD – TR yang mengalami renjatan dan yang tidak renjatan diperoleh hasil bahwa nilai rerata kadar TNF-α serum awal penderita yang mengalami renjatan lebih tinggi

Nilai prognostik kadar TNF- Berdasarkan ROC terlihat Nilai TNF-α serum awal ≥ 24 merupakan nilai yang paling optimal sebagai nilai prognostik dalam menentukan outcome karena letaknya terjauh dari garis diagonal dan mendekati sudut kiri atas dan memiliki Area Under Curve (AUC) terbesar yaitu 0,9129 (95 % Confidence Interval (CI) 0,858-0,966) (gambar 2). Nilai Ketepatan prognostik kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml (sensitivitas dan spesifisitas) dapat dilihat pada tabel 4. DISKUSI Demam berdarah dengue sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama DBD-R karena sering menimbulkan kegawatan dan menjadi salah satu penyebab kematian pada anak. Kematian terjadi terutama pada penderita DBD yang berat yaitu DBD dengan renjatan yang berkepanjangan dan berulang, DBD dengan perdarahan gastrointestinal dan DBD dengan ensefalopati. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor prognostik terhadap outcome penderita DBD – TR yang dilaksanakan dari periode Januari 2008 hingga Februari 2010, dan diperoleh 160 sampel yang kemudian diikuti perjalanan penyakitnya sehingga pada akhirnya didapatkan 37 subyek (23,1%) yang mengalami renjatan dan 123 subyek (76,9%) yang tidak mengalami renjatan. Analisis dilakukan terhadap efek dari faktor jenis kelamin, status gizi, umur, lama demam dan kadar serum awal TNFα. Kejadian renjatan pada penderita DBD lebih sering pada anak dengan status gizi baik, hal ini dihubungkan dengan peningkatan antibodi dan adanya reaksi antigen antibodi yang cukup baik sehingga terjadi infeksi VD yang berat (Soedarmo, 2005, Soegijanto, 2004). Pada penelitian ini didapatkan hasil yang

189

St. Rahma Rahim Alia, et al.

ISSN 2252-5416

dibandingkan dengan yang tidak mengalami renjatan. Hasil uji t memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan sangat bermakna antara kedua kelompok ini dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Ini menunjukkan bahwa peranan sitokin TNF-α lebih menonjol pada DBD-TR yang mengalami renjatan. Hal ini terjadi karena viremia VD yang meningkat sehingga banyak makrofag yang terinfeksi yang akan memproduksi sitokin TNF-α lebih banyak, bersamaan dengan itu kadar sitokin anti inflamasi antara lain IL-10 masih rendah sehingga tidak dapat menghambat produksi sitokin TNF-α sehingga menimbulkan efek patologik. Fungsi sitokin TNF-α adalah merangsang ekspresi molekul adhesi pada endotel pembuluh darah dan lekosit yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan reaksi inflamasi (Abbas dan Lichtman, 2005, Nguyen et al., 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Kittigul et al., 2000, bahwa rerata kadar sitokin TNF-α sangat tinggi pada penderita DBD dengan renjatan sedangkan Perez et al., 2004, melaporkan bahwa kadar IL-10 meningkat pada penderita DBD dibandingkan kontrol. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Suharti et al., 2004 yang membandingkan konsentrasi plasma sitokin selama perlangsungan penyakit. Pada 2 pasien yang meninggal ditemukan peningkatan konsentrasi TNF-α (keduanya 2500 pg/ml). Braga et al., 2001 di Brasil mendapatkan kadar TNF-α yang meningkat secara bermakna pada penderita DBD dengan manifestasi perdarahan dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan kadar TNF-α berhubungan dengan beratnya penyakit. Terjadi peningkatan kadar TNF-α serum awal melebihi nilai normal pada kedua kelompok. Hal ini karena pada infeksi VD terjadi kompleks antigen dan antibodi yang akan mengaktivasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin TNF-α. Oleh karena itu nilai normal TNF-α tidak dapat digunakan sebagai

pembeda antara kedua kelompok sehingga diperlukan analisis untuk menentukan titik potong yang paling optimal. Pada analisis titik potong kadar TNF-α didapatkan titik potong terendah dari kadar TNF-α kelompok DBD-TR yang mengalami renjatan yaitu pada nilai 21, 12 pg/ml dan nilai titik potong tertinggi pada kelompok tidak renjatan pada nilai 50,89 pg/ml, antara kedua titik potong ini terdapat 30 titik potong. Analisis 30 titik potong tersebut berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya menunjukkan bahwa nilai TNF-α serum awal terbaik dalam membedakan DBD-TR renjatan dan tidak renjatan adalah pada batas ≥ 24 pg/ml yang dapat dilihat pada kurva ROC dengan area under curve (AUC) tertinggi yaitu 0,9129 (95 % Confidence Interval [ CI ] 0,858-0,966). Titik potong kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml mempunyai sensitivitas 94,59 %, spesifisitas 87,80 %, dengan demikian, kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml mempunyai kemampuan mengindentifikasi renjatan 94,59 % dan menyatakan tidak renjatan 87,80 %. Nilai kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml mempunyai nilai prediksi positif 70% dan nilai prediksi negatif 98,18 %. Artinya bila Nilai kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml maka kemungkinan penderita DBD-TR renjatan adalah 70% sedangkan bila kadar TNF-α serum awal < 24 pg/ml maka kemungkinan penderita DBD-TR tidak renjatan adalah 98,18%. Batas kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna dalam hal outcome dengan nilai p= 0,000 (p< 0,01), odds ratio sebesar 126 dengan 95% IK (27,452-578,339). Ini berarti kadar TNFα serum awal≥ 24 pg/ml merupakan faktor prognostik terhadap outcome dengan kemungkinan risiko renjatan sebesar 126 kali. Pada analisis bivariat, diperoleh satu variabel yang merupakan faktor prognostik terhadap outcome penderita

190

demam berdarah dengue

ISSN 2252-5416

DBD-TR yaitu kadar TNF-α serum awal. Dengan mengetahui faktor prognostik tersebut, dapat membuat kita lebih berhati-hati dan waspada dalam melakukan pengelolaan terhadap penderita DBD-TR terlebih apabila didapatkan kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml. Akan tetapi tetap harus dipikirkan pengaruh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar TNF-α seperti infeksi parasit, virus dan bakteri serta terapi kortikosteroid. Peneliti menyadari terdapat keterbatasan pada penelitian ini di antaranya tidak dilakukan penelitian terhadap serotipe VD karena perbedaan serotipe VD akan memberikan gambaran sitokin yang berbeda, juga tidak dilakukan analisis terhadap faktor lain yang dapat mempengaruhi outcome penderita DBD seperti karakterikstik hematologi. Sedangkan kekuatan penelitian ini adalah desain kohort prospektif yang digunakan sehingga efek dari faktor-faktor prognostik dapat diikuti secara simultan dan dilakukan penentuan titik potong nilai terbaik dengan menggunakan Receiver Operator Curve (ROC), sehingga diperoleh kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml sebagai nilai prognostik yang paling optimal.

dilakukan penanganan yang lebih khusus dan intensif terhadap penderita DBD-TR. Masih perlu dilakukan penelitian lanjut dengan turut melibatkan faktor-faktor lain yang juga berhubungan dengan outcome DBD-TR seperti karakteristik hematologi dan serotipe VD. DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.K. and Lichtman, A.H. 2005. Cellular and Molecular Immunology, 5th Ed., Elsevier Saunders. Philadelphia. Anwar, M., Tulang, T., Aruh, S. 2003. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2002. Makassar. Dinkes Prov. Sul-Sel. Baratawidjaja, K.G. 2006. Imunologi Dasar. Edisi VII. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Bethell, D.B., Gamble, J., Loc, P.P.,Dung, N.M., et al. 2001. Noninvasive Measurement of Microvascular Leakage in Patient with Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. 15;32(2):243-53 Http://www.icmr.nic.in/ijmr/2006 (akses 14 Juni 2009). Braga, E.L., Moura, P., Pinto, L., et al. 2001. Detection of Circulant Tumor Necrosis Factor-alpha, Soluble Tumor Necrosis Factor p75 and Infant in Brazilian Patients with Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. 96(2) : 229-32 http://www.icmr.nic.in/ijmr/2006 (akses 14 juni 2009).

KESIMPULAN Kadar TNF-α serum awal dapat digunakan sebagai faktor prognostik renjatan pada DBD-TR dan kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml merupakan nilai terbaik untuk membedakan outcome DBD-TR renjatan dan tidak renjatan

Chakravarti, A., Kumaria, R. 2005. Circulating levels of tumour necrosis factor-α & interferon-γ in patients with dengue & dengue haemorrhagic fever during an aoutbreak.123(1):114 http://www.Indian_J_Med_Res 123 (akses 27 Agustus 2009).

SARAN-SARAN Dengan mengetahui pentingnya pengaruh faktor kadar TNF-α serum awal sebagai nilai prognostik terhadap outcome penderita DBD-TR anak diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan kadar TNF-α sebagai salah satu acuan tambahan untuk penanganan DBD-TR. Apabila didapatkan kadar TNF-α serum awal ≥ 24 pg/ml, perlu

Ganda, I.J. dan Bombang, H. 2005. Morbiditas dan Mortalitas Sindrom Syok Dengue di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Bagian Ilmu

191

St. Rahma Rahim Alia, et al.

ISSN 2252-5416

Mulatsih, S. 2004. Endotel . Dalam Tatalaksana syok dan perdarahan pada Demam Berdarah Dengue. Medika Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.

Kesehatan Anak RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Januari 1998 – Desember 2005. Jurnal Medika Nusantara. 26: 244 – 250. Hadinegoro, S.R., Satari, H.I. 2005. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Murque, B., Cascar, O., Deparis, X. 2001. Plasma concentrasion of SVCAM-1 and severity of dengue infection. J Med Virology. 65(1):97104 Nguyen, T.H., Lei, H.Y., Nguyen, T.L., et al. 2004. Dengue Hemorrhagic Fever In Infants: A Study of Clinical and Cytokine Profile. Vol.2 ;189. http://www.JID.com/ (akses 12 Des 2009).

Halstead, S.B. 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In Nelson Textbook of Pediatric. 17th Ed. Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Jenson, H.B.. WB Saunders Co: Philadelphia.

Prodia, 2005. Informasi Laboratorium. Demam Berdarah Dengue.

Kresno, S.B. 2003. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi IV. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.

Perez, A.B., Garcia, G., Sierra, B., 2004. IL-10 levels in Dengue patients: some findings from the exceptional epidemiological conditions in Cuba.

Kittigul, L., Tempron, W., Sajirarat, D. 2000. Determination of tumor necrosis factor-alpha levels in dengue virus infected patients by sensitive biotin-streptavidin enzymelinked immunosorbent assay. J Virol Methods, 90:51-7.

J Med Virol, 73:230-4. Roberts, I., Alderson, P., Bunn, F. 2004. Colloid Versus Crystalloid for Fluid Resuscitation in Critically Ill Patients. The Cochrane Library. 4: 1 – 33.

Laksono, I.S. 2007. Tata Laksana Infeksi Dengue pada Anak. Pelatihan dan Simposium Nasional DBD, Yogyakarta.

Schierhout, G. and Roberts, I. 1998. Fluid Resuscitation with Colloid or Crystalloid Solutions in Critically Ill Patients: A Systematic Review of Randomised Trials. BMJ. 316: 961 – 964.

Makhija, P., Yadav, S. Thakur, A. 2003. Tumor Necrosis Factor Alpha and Interleukin-6 in Infants with Sepsis http://www.sangita_yahoo@hotmail. com (akses 2 juni 2008).

Seema and Jain, S.K. 2005. Molecular Mechanism of Pathogenesis of Dengue Virus: Entry and Fusion With Target Cell. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 20; 2: 92 – 103.

Mathew, A., Kurane, I., Green, S., 1998. Predominance of HLA-Restricted Cytotoxic T-Lymphocyte Responses to Serotype-Cross-Reactive Epitopes on Nonstructural Proteins following Natural Secondary Dengue Virus Infection. Journal of Virology. 72(5):3999-4004.

Setiati, T.E. 2004a. Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada DBD. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Manson, A. L. 2002. Cell Biology and genetics. 2nd ed. Mosby: London. Philadelphia.

Setiati,T.E. 2004b. Faktor hemostasis dan faktor kebocoran vaskuler

192

demam berdarah dengue

ISSN 2252-5416

sebagai faktor diskriminan untuk memprediksi syok pada demam berdarah dengue. Disertasi. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Suharti, C., Gorp, Eric C.M., et al.2003. Cytokine Patterns during Dengue Shock Syndrome. 172-177. http://www.john-libbey-eurotext.fr/ fr/revues/bio_rech/ecn/e-docs/ article.md ( akses 23 juni 2009).

Setiati, T.E. 2006. Colloid Versus Crystalloid. Makalah disajikan dalam symposium Pediatric Challenge, Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Utara, Medan.

Sutaryo, 2004. Dengue. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Whalen, M.J., Doughty, L.A., Carlos, T.M., Wisniewski, S.R., Kochanek, P.M., Carcillo, J.A. 2001. Intercellular adhesion molecule-1 and vascular cell adhesion molecule1 are increased in the plasma of children with sepsis-induced multiple organ failure. Vol.28:26002607. Critical care medicine.

Setiati, T.E., Soemantri, Ag. 2009. Demam Berdarah Dengue pada Anak: Patofisiologi, Resusitasi mikrovaskuler dan terapi Komponen Darah. Pelita Insani: Semarang Soedarmo, S.S., Garna, H., Hadinegoro S.R. 2002. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta.

WHO. 1999. Regional guidelines on dengue / DHF prevention and control. http:// www.whosea.org/ en/section10/section332/section 554.htm (akses 7 September 2009).

Soedarmo, S.S. 2005. Masalah Demam Berdarah di Indonesia dalam Demam Berdarah Dengue. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Wills, B.A. 2001. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. Dengue Bulletin. 2: 50 - 54.

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Airlangga University Press: Surabaya.

Wills, B.A., Nguyen, M.D., Dong, T.H.T., et al. 2005. Comparison of Three Fluid Solutions for Resuscitation in Dengue Shock Syndrome. N Engl J Med. 353; 9: 877 – 889.

Soegijanto, S., Yotopranoto, S. dan Salamun. 2004. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga Universitas Press: Surabaya.

193

St. Rahma Rahim Alia, et al.

ISSN 2252-5416

Tabel 1. Karakteristik kelompok DBD-TR yang renjatan dan tidak renjatan Kelompok Tidak renjatan N(%) = N(%)= 37 (23,1%) 123(76,9%)

Variabel

1

2

3

4

p

Renjatan

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur (tahun) Rentangan Mean Median Simpang baku Status Gizi Baik Kurang Buruk Lama demam (hari Rentangan Mean Median Simpang baku

ns 16 (21,6%) 21 (24,4%)

58(78,4 %) 65 (75,6 %)

1,5-14,7 7,40 6,67 3,49

1,3-14,8 7,30 7,08 3,61

ns

ns 18 (26,1 %) 19 (20,9 %) 0

51 (73,9 %) 72 (79,1%) 0 Ns

2-6 4,08 4,00 1,12

2-6 4,08 4,00 0,98

Tabel 2. Hubungan hari demam dengan outcome renjatan dan tidak renjatan penderita DBD-TR Kelompok DBD-TR Lama demam (hari)

Total Renjatan

2 3 4 5 6 Total

Tidak renjatan

1 (12,5%) 12 (32,4%) 13 (20,6%) 5(13,2%) 6(42,9%) 37(23%)

7(87,5 %) 25(67,6%) 50(79,4%) 33(86,8%) 8(57,1 %) 123(77%)

194

8 (100%) 37 (100%) 63(100%) 38(100%) 14(100%) 160(100%)

demam berdarah dengue

ISSN 2252-5416

Kelompok DBD-TR TNF-α (pg/ml) Renjatan (n = 37)

Tidak renjatan (n = 123)

Mean 32,97* 12,88 * Median 28,86 8,77 Simpang Baku 10,25 12,89 Rentangan 21,12-58,48 0,51-52,51 Tabel 3. Nilai rerata kada r TNF-α serum awal DBD-TR renjatan dan tidak renjatan *p< 0,05 Tabel 4. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif,, dan nilai prediksi negatif dari masing-masing nilai TNF-α serum awal

TNF-α (pg/ml)

Sensitivitas (%)

Spesifisitas (%)

≥ 21 ≥ 22 ≥ 23 ≥ 24 ≥ 25 ≥ 26 ≥ 27 ≥ 28 ≥ 29 ≥ 30 ≥ 31 ≥ 32 ≥ 33 ≥ 34 ≥ 35 ≥ 36 ≥ 37 ≥ 38 ≥ 39 ≥ 40 ≥ 41 ≥ 42 ≥ 43 ≥ 44 ≥ 45 ≥ 46 ≥ 47 ≥ 48 ≥ 49 ≥ 50

100 100 97,29 94,59 91,89 89,18 89,18 81,08 75,67 75,67 72,97 72,9 67,57 64,86 59,45 56,75 51,35 45,94 43,24 40,54 35,13 29,73 29,73 29,73 29,73 29,73 27,03 24,32 24,32 18,92

75,60 80,48 83,73 87,80 89,43 90,24 92,68 93,49 95,93 98,37 99,18 99,18 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Nilai Prediksi Positif (%) 55,22 60,65 64,28 70 72,34 73,33 78,57 78,94 84,84 93,33 96,42 96,43 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

195

Nilai Prediksi Negatif (%) 100 100 99,03 98,18 97,34 96,52 96,61 94,26 92,91 93,07 92,42 92,42 91,11 90,44 89,13 87,23 87,23 86,01 85,41 84,82 83,67 82,55 82,55 82,55 82,55 82,55 82 81,46 81,46 80,39

Area Under Curve 0,878 0,902 0,905 0,912 0,907 0,897 0,909 0,873 0,858 0,870 0,861 0,861 0,838 0,824 0,797 0,784 0,757 0,730 0,716 0,703 0,676 0,649 0,649 0,649 0,649 0,649 0,635 0,622 0,622 0,595

St. Rahma Rahim Alia, et al.

ISSN 2252-5416

Tabel 5. Nilai prognostik kadar serum awal ≥ 24 pg/ml Kelompok DBD-TR TNF-α (pg/ml) ≥ 24 < 24 Total

Renjatan n % 35 94,59 2 37

5,41 100

Tidak renjatan n % 15 12,20

Total n

%

50

31,25

108

87,80

110

68,75

123

100

160

100

Persentil 2,5

Persentil 97,5 TNF a Renjatan

TNFa tidak Renjatan 21 pg/ml

50 pg/ml

Gambar 1. Daerah Titik potong kadar TNF-α serum awal penderita DBD-TR antara kelompok renjatan dan tidak renjatan

Gambar 2. Receiver Operator Curve (ROC) titik potong kadar TNF-α serum awal antara kelompok renjatan dan tidak renjatan

196