JUDUL SKRIPSI

Download pada aspek 'persaingan', hukum persaingan juga berkaitan erat dengan .... pengambilalihan saham perusahaan yang dilakukan oleh peru...

0 downloads 562 Views 313KB Size
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang mendeklarasikan bentuk sistem negara kesejahteraan atau welfare state. Dengan konsep bentuk negara kesejahteraan ini, tugas negara tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undangundang dengan konsep legislatif, melainkan negara memiliki beban kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah salah satu cita-cita yang diinginkan oleh para pendiri negara Indonesia. Proses pembangunan yang hanya memberikan kesempatan bagi sebagian kecil kelompok masyarakat untuk menikmati hasil-hasil pembangunan dan meminggirkan kelompok masyarakat lainnya adalah pengingkaran terhadap cita-cita tersebut.1 Salah satu bentuk penyelenggaraan

kepentingan

umum

sebagai

konsekuensi

dari

negara

kesejahteraan yaitu negara menjamin keberlangsungan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan umum. Jaminan atas pembangunan ekonomi tersebut dijamin oleh negara dengan bentuk pengaturan secara tegas dalam ketentuan pasal 33 Undang-Undang

1

Dasar

Negara

Republik

Indonesia.

Penyelenggaraan

Nunung Nuryantono dan Hendri Saparini,”Kesenjangan Ekonomi Sosial dan Kemiskinan”,EKonomi Konstitusi: Haluan Baru Kebangkitan Ekonomi Indonesia,eds. Soegeng Sarjadi dan Iman Sugema, (Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate, 2009),hlm. 283-284.

2

pembangunan perekonomian negara Indonesia dinyatakan diselenggarakan dengan asas demokrasi nasional sebagai mana ditentukan dalam ketentuan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia yang menjelaskan yaitu : “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" Salah satu bentuk dari pembangunan ekonomi yang diselenggarakan dalam negara dilakukan dengan bentuk kegiatan-kegiatan usaha oleh para pelaku usaha untuk menjamin keberlangsungan hidup serta menghadapi persaingan ekonomi globalisasi. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha akan semakin saling berkompetisi dengan inovasi-inovasi maupun sistem usaha yang baik untuk dapat bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Namun pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak jarang menemukan bentuk-bentuk usaha yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pelaku usaha lain dalam menjalankan usahanya. Kondisi persaingan sebenarnya merupakan suatu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli banyak hal. Meskipun demikian, Anderson berpendapat sebagaimana dikutip oleh Arie Siswanto, bahwa persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama di antara sekian banyak persaingan antar manusia,

3

kelompok masyarakat, atau bahkan bangsa.2 Kegiatan persaingan usaha memiliki berbagai macam kondisi persaingan usaha yang dimana kondisi tersebut dapat menimbulkan dampak yang baik maupun dampak yang buruk bagi kegiatan usaha, oleh karena itu negara dalam menjalankan pembangunan ekonomi sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan untuk menciptakan kondisi persaingan usaha yang sehat , membentuk ketentuan hukum atas persaingan usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Secara umum, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Arie Siswanto memberikan pengertian hukum persaingan (competition law) merupakan instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Meskipun secara khusus menekankan pada aspek ‘persaingan’, hukum persaingan juga berkaitan erat dengan pemberantasan monopoli, karena yang juga menjadi perhatian dari hukum persaingan adalah mengatur persaingan sedemikian rupa sehingga tidak menjadi sarana untuk mendapatkan monopoli.3 Pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut dengan dasar pertimbangan

2

Arie Siswanto, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Selatan, Penerbit Ghalia Indonesia, hlm.13. 3 Ibid, hlm 25.

4

bahwa makna dari asas demokrasi ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar serta untuk menimbulkan situasi persaingan usaha yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu. Dari pertimbangan tersebut, pengaturan-pengaturan yang ada dalam Undang-Undang tersebut dibentuk dengan tujuan sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu : a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang

5

sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktek-praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif dimana setiap pelaku usaha dapat bersaingan secara wajar dan sehat.4 Oleh karena itu , Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur tentang larangan-larangan atas kegiatan usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta sanksi atas kegiatan usaha tersebut. Pengaturan larangan yang diatur dalam undang-undang tersebut mencakup mengenai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, posisi dominan dan kegiatan penggabungan, peleburan serta pengambilalihan saham yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha sebagai bentuk usaha pencegahan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Untuk melaksanakan pengaturan larangan tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengamanatkan pembentukan suatu lembaga independen untuk melakukan pengawasan sebagai implementasi dari kebijakan persaingan usaha yang diatur dalam undang-undang tersebut yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau selanjutnya disebut KPPU.

4

Rachmadi Usman S.H, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 8.

6

KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen dimana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak mana pun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest (konflik kepentingan), walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. KPPU juga adalah lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasuskasus persaingan usaha.5 Artinya, KPPU disini memiliki tanggung jawab besar terhadap perwujudan kondisi iklim persaingan usaha yang sehat dengan melakukan serangkaian kegiatan untuk mencegah serta mengatasi kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk pencegahan terjadinya kegiatan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yaitu dengan adanya suatu larangan terhadap kegiatan pengambilalihan dengan kondisi tertentu serta adanya kewajiban terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengambilalihan dengan kondisi tertentu. Kondisi tertentu yang dimaksud oleh penulis dijabarkan oleh ketentuan Pasal 28 ayat (2) dan 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat . Pasal 28 ayat (2) menjelaskan yaitu :

5

Hermansyah,2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm. 73.

7

“(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.” Pengaturan atas kewajiban pemberitahuan akuisisi dalam Pasal 29 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu : “(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.” Besaran nilai aset dan atau nilai penjualan tersebut diatur secara spesifik dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan, atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menjelaskan yaitu : "(2) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : Nilai aset sebesar Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus milyar rupiah);dan/atau nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00 (5 triliun rupiah).” Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap kegiatan pengambilalihan saham perusahaan yang mengakibatkan nilai aset dan nilai penjualan melebihi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat (2) tersebut, wajib menyampaikan pemberitahuan atas tindakan pengambilalihan saham tersebut kepada KPPU.

8

Pada tahun 2015, KPPU melakukan serangkaian proses hukum atas tindakan pengambilalihan saham perusahaan yang dilakukan oleh perusahaan asing yaitu PT. Toray Advance Materials Korea Inc. terhadap perusahaan Woongjin Chemical Co. yang mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan Woongjin Chemical Co. kepada PT. Toray Advance Materials Korea Inc. PT. Toray Advance Materials Korea Inc. merupakan perusahaan yang beralamat di 16 FL, 155, Mapodaero Mapogu, Seoul Korea, 121-721 sedangkan perusahaan Woongjin Chemical Co. yaitu perusahaan distributor fiber yang beralamat di Seoul, Korea Selatan. Besaran saham yang dialihkan dari PT. Woongjin sebesar 56.2% serta mengakibatkan beralihnya pengendalian PT. Woongjin Chemical Co. ke PT. Toray Advance Materials Korea. Perusahaan Woongjin kala itu memiliki krisis finansial sehingga Pt. Toray Advance Materials Korea Inc. berinisiatif untuk melakukan pengambilalihan kendali PT. Woongjin Chemical Co. Berdasarkan berita yang dimuat oleh media berita Korea tertanggal 4 Maret 2014, Toray telah menyelesaikan proses pengambilalihan perusahaan Woongjin satu pekan sebelum berita tersebut diberitakan.6 Besaran saham yang dialihkan dari PT. Woongjin sebesar 56.2% serta mengakibatkan beralihnya pengendalian PT. Woongjin Chemical Co. ke PT. Toray Advance Materials Korea. Atas tindakan pengambilalihan tersebut, PT. Toray melaksanakan salah satu kewajibannya yaitu melakukan pemberitahuan atas

6

http://www.businesskorea.co.kr/english/news/industry/3524-vanishing-woongjin-chemicaltoray%E2%80%99s-korean-unit-completes-acquisition-woongjin , diakses pada tanggal 16 Juni 2017.

9

kegiatan pengambilalihan PT. Woongjin Chemical Co. kepada lembaga keuangan Korea yaitu Financial Supervisory Commision (FSC) yang merupakan lembaga yang bertugas untuk menyelidiki dan mengawasi keuangan perusahaan. Atas tindakan pengambilalihan yang dilakukan PT. Toray Advance Materials Korea, KPPU beranggapan bahwa PT. Toray Advance Materials Korea memiliki kewajiban untuk melakukan pemberitahuan kepada KPPU terhadap kegiatan pengambilalihan yang dilakukan namun PT. Toray Advance Materials Korea tidak melakukan pemberitahuan kepada KPPU dikarenakan sebagai PT. Toray Advance Materials Korea Inc. sebagai perusahaan asing yang melakukan kegiatan pengambilalihan terhadap perusahaan asing yang dilaksanakan di luar Indonesia tidak perlu menaati kewajiban pemberitahuan sebagaimana yang ditentukan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha. Atas perbuatan tersebut. KPPU melakukan investigasi terhadap kegiatan pengambilalihan PT. Toray Advance Materials Korea Inc. serta melanjutkan investigasi tersebut ke dalam proses persidangan KPPU atas dugaan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada akhir persidangan, Majelis Komisi menjatuhi putusan yang menyatakan bahwa PT. Toray Advance Materials Korea. terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta menetapkan kewajiban pembayaran denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 ( dua

10

milyar rupiah ) sebagaimana tertera dalam putusan KPPU Nomor 17/KPPUM/2015. Tindakan KPPU menjatuhkan putusan berupa denda merupakan tindakan penerapan sanksi administratif yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan agar memberikan efek jera kepada para pelaku usaha yang melanggar ketentuan hukum serta sebagai salah satu bentuk peringatan bagi para pelaku usaha lain agar patuh terhadap kewajiban hukum. Disisi lain, ketentuan denda yang ditetapkan peraturan perundang-undangan atas keterlambatan pemberitahuan tersebut jelas akan salah satu beban bagi suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya karena adanya beban finansial sebagai bentuk pembayaran denda dengan nominal yang tidak sedikit sebagai pemenuhan kewajiban berdasarkan putusan hukum. Namun, adanya rangkaian penyelidikan, proses persidangan, serta ruang lingkup kewenangan KPPU yang menindaklanjuti kegiatan pengambilalihan yang dilakukan PT. Toray Advance Materials Korea Inc. menarik perhatian penulis untuk melakukan analisis hukum lebih lanjut terhadap penjatuhan putusan yang dilakukan oleh KPPU. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengangkat serta melakukan analisis lebih lanjut dalam penelitian hukum yang berjudul “Tinjauan Yuridis Penerapan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atas Kasus Keterlambatan Notifikasi Dalam Pengambilalihan Saham Asing ( Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-M/2015 ).

11

B. Rumusan Masalah 1. Apakah pertimbangan Majelis Komisi dalam Putusan KPPU No. 17/KKPUM/2015 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan? 2. Bagaimana efektifas penegakan hukum persaingan usaha terhadap kewajiban pemberitahuan kepada KPPU atas kegiatan pengambilalihan asing? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini terbagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan subjektif dan tujuan objektif seperti yang dipaparkan sebagai berikut: 1.

Tujuan Objektif a. Untuk menganalisa dan mengetahui penerapan hukum yang diterapkan KPPU dalam putusan KPPU dengan nomor register perkara nomor 17/KPPU-M/2015 sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan hukum persaingan usaha. b. Untuk mengetahui efektifitas penegekan hukum persaingan usaha terhadap kewajiban pemberitahuan kepada KPPU atas kegiatan pengambilalihan asing.

2.

Tujuan Subjektif Bahwa tujuan subjektif oleh penulis dalam penelitian ini adalah dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai satu syarat untuk

12

memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan beberapa penelitian yang memiliki kesamaan tema pembahasan mengenai kewajiban pemberitahuan atas pengambilalihan , namun terdapat perbedaan substansi pembahasan dalam penulisan, yaitu sebagai berikut : 1. Vania

Tarmedhi,

Penilaian

Keterlambatan

Pemberitahuan

Pengambilalihan Perusahaan Terbuka ke Komisi Pengawas Persaingan Usha (Studi Kasus pada Perkara Dugaan Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan PT. HD Finance Tbk. oleh PT. Tiara Marga Trakindo), tahun 2016, Universitas Gadjah Mada. Penulisan hukum yang dilakukan oleh

Vania Tarmedhi dalam

penelitian tersebut memiliki fokus pembahasan pada tanggal efektif yuridis berlakunya suatu pengambilalihan perusahaan yang memiliki dampak terhadap tanggal berlakunya jangka waktu kewajiban pemberitahuan kepada KPPU, penerapan sanksi atas keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan terhadap transaksi yang telah diberitahukan kepada KPPU serta perlindungan hukum terhadap para pelaku usaha yang telah melakukan konsultasi dan pemberitahuan terkait kegiatan pengambilalihan perusahaan kepada KPPU.

13

Perbedaan penulisan hukum tersebut dengan yang dilakukan oleh penulis yaitu fokus penulisan penulis dalam penulisan hukum yang menganalisis kasus berdasarkan putusan KPPU Nomor 17/KPPU-M/2015. Analisa hukum yang dilakukan penulis terhadap putusan tersebut mengenai analisa kesesusaian penerapan hukum yang dilakukan oleh KPPU terhadap keterlambatan pemberitaahuan kepada KPPU atas tindakan pengambilalihan oelh pelaku usaha asing terhadap pelaku usaha asing asing yang dilakukan di luar wilayah yurisdiksi Republik Indonesia serta. Perbedaan kedua yaitu fokus penulis tidak membahas mengenai perlindungan hukum terhadap para pelaku usaha yang telah melakukan konsultasi dan pemberitahuan melainkan penelitian untuk mengkaji dan menganalisa efektiftas dari penegakan hukum mengenai kewajiban pemberitahuan atas tindakan pengambilalihan yang dilakukan oleh pelaku usaha asing terhadap pelaku usaha asing yang dilakukan di luar wilayah yurisdiksi Republik Indonesia. 2. Yessy Amrina, Efektivitas Putusan KPPU Terkait Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham (Studi Kasus : Pengambilalihan Saham PT. Austindo Nusantara Jaya Rent oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika), tahun 2017, Universitas Gadjah Mada. Rumusan masalah dalam penulisan hukum diatas yaitu, Kesatu, apakah putusan KPPU kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?, Kedua, bagaimana

14

efektivitas sanksi yang dijatuhkan KPPU kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham? Perbedaan dengan penulisan hukum oleh penulis yaitu subjek yang diteliti. Bahwa perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan Putusan KPPU yang dianalisa dimana objek dari Putusan KPPU yang dibahas dalam penulisan hukum

ini

mengenai

keterlambatan

pemberitahuan

atas

tindakan

pengambilalihan oleh PT. Toray Advance Materials Korea berdasarkan putusan KPPU Nomor 17/KPPU-M/2015 yang jelas berbeda dengan objek putusan KPPU

dari penulis Yessy mengenai keterlambatan pemberitahuan atas

tindakan pengambilalihan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika . Perbedaan selanjutnya yaitu penulisan hukum oleh penulis dalam penulisan hukum ini menitikberatkan pada efektifitas penegakan hukum terkait kewajiban pemberitahuan atas tindakan pengambilalihan asing, yang artinya perihal yang membedakan bahwa penelitian dalam penulisan hukum ini tidak hanya membahas mengenai pelaksanaan dari putusan namun membahas secara keseluruhan proses penegakan hukum persaingan usaha terhadap kewajiban pemberitahuan atas tindakan pengambilalihan saham, serta tindakan pengambilalihan yang akan dibahas penulis membahas secara spesifik mengenai tindakan pengambilalihan oleh pelaku usaha asing terhadap pelaku usaha asing yang dilakukan di luar wilayah yurisdiksi Republik Indonesia, sedangkan rumusan masalah kedua dalam enulisan hukum oleh Yessy hanya membahas mengenai efektifitas pelaksanaan putusan serta analisa efektifitas

15

pelaksanaan tersebut spesifik terhadap kasus keterlambatan pemberitahuan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika. Berdasarkan dari kedua judul penulisan yang telah dijelaskan, ditunjukkan bahwa penulisan hukum dengan judul “Tinjauan Yuridis Penerapan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atas Kasus Keterlambatan Notifikasi Dalam Pengambilalihan Saham Asing ( Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-M/2015 )” merupakan karya asli yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun apabila ada penelitian yang memiliki kesamaan dengan penulisan hukum ini yang tidak diuraikan oleh penulis, semoga studi ini dapat melengkapi hasil dari penelitian hukum tersebut. E. Manfaat Penelitian Setiap penelitian yang ditulis dan dikaji oleh peneliti merupakan kajian yang bertujuan untuk memberikan manfaat atas kajian yang ditulis. Adapun manfaat dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1.

Manfaat Teoritis Secara teoritis, penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi ilmu pengetahuan sebagai sumber informasi dan pengetahuan dalam bidang hukum persaingan usaha, terutama terhadap ilmu yang berkaitan dengan pengaturan serta penegakan hukum mengenai

16

pengambilan saham dan keterlambatan pemberitahuan atas pengambilalihan saham asing di luar wilayah yurisdiksi Indonesia. 2.

Manfaat Praktis Secara praktis, penulisan hukum ini diharapkan dapat jadi acuan, pedoman atau pertimbangan bagi pihak-pihak kalangan praktisi maupun akademisi dalam penerapan dan penegakan hukum persaingan usaha terkait pemberitahuan atas pengambilan saham oleh perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri guna mencapai tujuan dari pembentukan hukum persaingan usaha di Indonesia yaitu menciptakan kondisi persaingan usaha yang sehat.