Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
11
APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT THT DI RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
Arif Jumarwanto Rudy Hartanto, Dhidik Prastiyanto ABSTRACT Artificial neural network (ANN) is a modern computing paradigm. That can be used for the pattern recognition and other. Backpropagation is artificial neural network which using hidden layer addition. Computation of artificial neural network through some certain step like training phase and examination. After both the step reached, so a neural network capable to recognize pattern to be entered will be found. The purpose of this research is simulation of artificial neural network that capable to pattern recognition from output of electrocardiogram by helped of MATLAB program. Input of result electrocardiogram record, then input of data can be normalization after that data can be proccesed by backpropagation computing with two step (training phase and examination phase). Output of ANN is like explaning condition of patient is normal, rhinitis kronis or epistaksis. Keyword : rhinitis kronis, epistaksis, artificial neural network. I. PENDAHULUAN
berdasarkan gejala klinis. Jaringan syaraf tiruan
1.1. Latar Belakang Masalah
backpropagation merupakan topologi yang cukup
Salah satu permasalahan yang ada di masyarakat adalah semakin banyaknya jenis
popular
dan
berbagai
aplikasi
paling
banyak
terutama
dipakai
untuk
pengenalan
pola.
penyakit yang bermunculan. Salah satu jenis
Jaringan syaraf tiruan backpropagation adalah
penyakit yang sering dijumpai di masyarakat
jenis supervised learning dimana output dari
adalah penyakit THT. Hal ini dikarenakan banyak
jaringan
penyakit sistematis yang bermanifestasi di daerah
diharapkan
telinga, hidung dan tenggorokan. Penelitian ini
kemudian error ini dipropagasikan balik untuk
dikhususkan untuk memprediksi jenis penyakit
memperbaiki
dibandingkan sehingga
dengan diperoleh
bobot
jaringan
target error dalam
yang output, rangka
THT pada bagian hidung, yaitu rinitis kronis dan
meminimasi error. Pada sistem prediksi penyakit
Epistaksis.
THT
Rinitis
kronis
dan
Epistaksis
berbasis
lubang
jaringan saraf tiruan keberhasilan tergantung
hidung. Usaha bernafas menghantarkan udara
pada data-data yang telah diberikan pada fase
lewat saluran pernafasan atas dan bawah kepada
pelatihan.
Nafas
manusia
dimulai
dari
elveoli paru dalam volume, tekanan kelembaban, suhu
dan
kebersihan
yang
cukup
untuk
menjamin suatu kondisi ambil oksigen yang optimal,
dan
pada
proses
sebaliknya
juga
1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, skripsi yang akan dibuat
menjamin proses eliminasi karbondioksida yang
dapat dirumuskan sebagai berikut :
optimal, yang diangkut ke alveoli lewat aliran
1. Bagaimana merancang arsitektur jaringan syaraf tiruan backpropagation sehingga
darah. Pada skripsi ini jaringan syaraf tiruan backpropagation yang akan dicoba diterapkan untuk
diagnosis
awal
suatu
penyakit
yang
dapat memprediksi penyakit THT rinitis kronis dan epistaksis ? 2. Bagaimana tingkat akurasi yang dihasilkan
berkembang di masyarakat yaitu THT bagian
dari
hidung
terkait
yaitu
Rinitis
kronis
dan
Epistaksis
jaringan dengan
syaraf
tiruan
pengenalan
tersebut pola
dari
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
12
penyakit THT rinitis kronis dan epistaksis
1.7.1
?
depan, halaman judul, halaman pengesahan,
Bagian awal, berisi : halaman sampul
prakata,
1.3. Batasan Masalah
daftar
isi,
daftar
tabel,
daftar
Batasan masalah dalam penulisan skripsi ini
gambar, daftar lampiran, arti lambang (jika
adalah:
ada), singkatan, dan instisari.
1.
Penyakit yang dibahas dalam penelitian
1.7.2
Bagian utama skripsi :
ini dikhususkan untuk penyakit hidung
BAB I
: PENDAHULUAN
yaitu Rinitis Kronis dan epistaksis
Meliputi latar belakang permasalahan yaitu
2. 3.
Jaringan syaraf yang digunakan adalah
latar belakang jaringan saraf tiruan, penyakit
backpropagation
THT terutama rinitis kronis dan epistaksis.
Program dibuat dengan matlab 7.04
Berdasarkan tersebut,
1.4. Tujuan Penelitian
latar
penulis
belakang
masalah
menyusun
rumusan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
masalah yang diperjelas dengan pembatasan
1
syaraf
masalah yang akan diangkat dalam tugas
2.
Merancang
arsitektur
jaringan
tiruan yang dapat memprediksi penyakit
akhir ini. Manfaat penelitian akan dapat
THT rinitis kronis dan epistaksis.
dirasakan apabila tujuan penelitian telah
Menghitung tingkat akurasi / kehandalan
tercapai. Metodologi penelitian merupakan
jaringan syaraf tiruan yang dibuat
tahapan dalam menuntun penulis dalam mencapai tujuan skripsi
1.5.Manfaat Penelitian
BAB II : LANDASAN TEORI dari
Berisi teori-teori pendekatan yang digunakan
penelitian ini adalah membantu kerja para
untuk menganalisis masalah dan teori yang
ahli dibidangnya terutama rinitis kronis da
dipakai dalam mengolah data yang digunakan
epistaksis
dalam penelitian. Uraian pada landasan teori
Manfaat
yang
akan
diperoleh
ini akan menunjukan bahwa permasalahan 1.6.Metode Penelitian
yang diteliti memiliki dasar teori dan dapat
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini
dipecahkan melalui penelitian yang akan
adalah metode pengumpulan data dengan
dilakukan penulis.
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
BAB III
1.
Bab
2.
3.
Wawancara
dengan
pihak–pihak
yang
: PERANCANGAN SISTEM
ini
merupakan
tahap
dasar
dari
terkait dengan permasalahan yang diteliti,
pencapaian tujuan yaitu aplikasi jaringan
dalam hal ini adalah dari bagian diklit,
saraf
Unit penyakit THT dirumah sakit Mardi
memprediksi penyakit THT terutama rinitis
Rahayu Kudus.
kronis
Observasi atau pengumpulan data pasien
penjabaran perancangan system yang terdiri
yang terjangkit penyakit THT terutama
dari
rinitis kronis dan epistaksis
identifikasi
sistem,
Studi literatur dengan mencari literatur
pengujian,
dan
tiruan dan
backpropagation epistaksis.
perangkat
Bab
untuk
ini
perancangan data
berisi sistem,
pelatihan,
data
perancangan
JST
dan artikel yang menunjang penyusunan
Backpropagation untuk memprediksi penyakit
skripsi baik itu tentang penyakit THT dan
THT terutama rinitis kronis dan epistaksis.
tentang jaringan syaraf tiruan.
BAB IV Bab
1.7.Sistematika Penulisan
: HASIL DAN PEMBAHASAN Meliputi
pembuatan
pembahasan
program
sebagai
prosedur wujud
dari
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi tiga
penggunaan aplikasi jaringan saraf tiruan.
bagian yang mencakup bagian awal, bagian
Program disusun mulai dari pembentukan
utama yang terdiri atas lima bab, dan bagian
neuron input sampai dengan proses prediksi
akhir.
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
13
suatu penyakit yaitu dihasilkannya produk
klebsiella,
yang sama dengan target.
pseudomonas aerginosa. Keluhan subyektif
ini
berisi
streptokok,
dan
yang sering ditemukan pada pasien biasanya
BAB V : PENUTUP Bab
stafilokok,
kesimpulan
serta
napas bau, pasien menderita anosmia, ingus
saran,
kesimpulan merupakan hasil dari analisis
kental
data serta perancangan dan implementasi
penciuman,
hijau,
kusta
program. Berdasarkan tujuan awal tugas
tersumbat. Gambar penyakit rinitis kronis
akhir kesimpulan harus dapat mencapai poin
ditunjukan oleh gambar dibawah ini
sakit
hijau,
kepala,
gangguan
dan
hidung
tujuan tersebut. Salah satu dari poin tujuan adalah menghasilkan metode untuk prediksi awal suatu penyakit dengan mengaplikasikan jaringan saraf tiruan. Saran dari tugas akhir ini merupakan dasar dari pengembangan penelitian selanjutnya yang belum sampai dibahas dalam tugas akhir ini. II. LANDASAN TEORI 2.1 THT (Telinga, Hidung, Tengorok) Banyak
penyakit
(“Kapita selekta kedokteran”, 2001)
sistematis
yang
Gambar 1. penyakit Rinitis Kronis
bermanifestasi di daerah telinga, hidung dan tenggorokan. Demikian juga sebaliknya. Jenis
2.2.1.Teori Jaringan Syaraf Tiruan
penyakit yang menyerang telinga antara lain :
a.
Pengertian Jaringan Syaraf Tiruan
otitis, gangguan pendengaran, presbikusis,
Menurut
tuli, meniere, dll. Sedangkan yang menyerang bagian
hidung
sinusitis,
antara
rinitis,
tumor,
lain
:
dll.
Pada
Hermawan,
Arief
.
2006
.
Jaringan Syaraf Tiruan, Teori dan Aplikasi.
epistaksis,
“Jaringan syaraf tiruan didefinisikan sebagai
bagian
suatu sistem pemrosesan informasi yang
tenggorokan antara lain: esofagitis, tumor,
mempunyai
laryngitis, dll.
jaringan
Hidung bekerja sebagai indera pencium
karakteristik
saraf
manusia”.
menyerupai Jaringan
saraf
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
tiruan tercipta sebagai suatu generalisasi
rongga hidung, konka superior dan sepertiga
model matematis dari pemahaman manusia
bagian
(human
atas
septum.
mencapai daerah
Partikel
ini dengan
bau
dapat
yang
didasarkan
atas
asumsi sebagai berikut :
cara difusi
1.
dengan palut lendir atau bila menarik nafas
Pemrosesan
informasi
terjadi
pada
elemen sederhana yang disebut neuron.
dengan kuat. Epistaksis
adalah
perdarahan
2.
dari
kardiovaskular,
melalui
suatu
sambungan
penghubung.
sebab sistemik. Diagnosis awalnya biasanya penyakit
Isyarat mengalir di antara sel saraf / neuron
hidung yang terjadi akibat lokal ataupun karena
cognition)
3.
kelainan
Setiap sambungan penghubung memiliki bobot yang bersesuaian.
darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, 4.
ataupun kelainan kongenital.
Setiap sel saraf akan merupakan fungsi aktivasi
Sedangkan penyakit Rinitas Kronis
terhadap
hasil
yang
masuk
penjumlahan
kronik dengan tanda adanya atrofi progresif
kepadanya untuk menentukan isyarat
tulang dan mukosa konka. Mukosa hidung
keluarannya.
menghasilkan
secret
kental
dan
berbobot
isyarat
merupakan suatu penyakit infeksi hidung
cepat
mengering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Penyebabnya bisa berupa spesies
b.
Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
14
Jaringan syaraf terdiri atas beberapa
mendapatkan
keseimbangan
antara
neuron dan ada hubungan antara neuron–
kemampuan jaringan untuk mengenali pola
neuron tersebut. Neuron adalah sebuah unit
yang
pemroses
kemampuan untuk memberikan respon yang
informasi
yang
menjadi
dasar
pengoperasian jaringan syaraf tiruan. Syaraf adalah
sebuah
unit
pemroses
Satu set link yang terhubung
2.
Sebuah penjumlah untuk menghitung besarnya
penambahan
pada
pelatihan
serta
dengan pola yang dipakai selama pelatihan. d.
1.
selama
benar terhadap pola masukan yang serupa
informasi
dengan tiga elemen dasar yaitu :
digunakan
Arsitektur JST Backpropagation
sinyal
masukan 3.
Sebuah fungsi aktivasi untuk membatasi banyaknya keluaran pada syaraf Sebagian
melakukan
besar
jaringan
penyesuaian
syaraf
bobot–bobotnya
selama menjalani pelatihan. Pelatihan dapat berupa
pelatihan
training)
di
terbimbing
mana
masukan–sasaran
diperlukan
untuk
tiap
(supervised pasangan pola
yang
dilatihkan. Jenis kedua adalah pelatihan tak terbimbing (unsupervised training). Gambar 2.2
dibawah
ini
menggambarkan
Gambar 3. Model jaringan backpropagation
model
jaringan syaraf tiruan.
Backpropagation
memiliki
beberapa
unit yang ada dalam satu atau lebih lapis tersembunyi.
Gambar
2.3
diatas
adalah
arsitektur backpropagation dengan n buah masukan
(X1, X2, X3, ......., Xn) ditambah
sebuah bias, sebuah lapis tersembunyi yang terdiri dari j unit ditambah sebuah bias, serta k buah unit keluaran. e.
Algoritma Backpropagation
Pelatihan backpropagation meliputi tiga fase. Fase I :
Propagasi Maju Selama
propagasi
maju,
sinyal
masukan (= xi) dipropagasikan ke lapis Gambar 2. Model Jaringan Syaraf Tiruan
tersembunyi
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation JST dengan layar tunggal memiliki keterbatasan
dalam
pengenalan
pola.
fungsi
aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap
c.
menggunakan
unit
lapis
tersembunyi
(=
zj)
tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapis tersembunyi di atasnya menggunakan
fungsi
aktivasi
yang
Kelemahan ini bisa ditanggulangi dengan
ditentukan. Demikian seterusnya hingga
menambahkan
menghasilkan keluaran jaringan (= yk).
satu
atau
beberapa
layar
tersembunyi diantara layar masukan dan layar
keluaran.
Jaringan
syaraf
tiruan
backpropagation (JST-BP) melatih jaringan
Berikutnya, keluaran jaringan (= yk) dibandingkan dengan target yang harus dicapai
(=
tk).
Selisih
tk-yk
adalah
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
15
kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini
Bobot
lebih kecil dari batas toleransi yang
jaringan mencapai titik minimum lokal atau
ditentukan,
global, dan seberapa cepat konvergensinya.
maka
iterasi
dihentikan.
awal
akan
Bobot
lebih besar dari batas toleransinya, maka
aktivasi yang kecil sedapat mungkin dihindari
bobot setiap garis dalam jaringan akan
karena
dimodifikasikan
bobotnya menjadi sangat kecil. Demikian pula
untuk
mengurangi
Fase II :
karena
kesalahan
tk-yk,
dihitung faktor δk (k=1, 2, …, m) yang dipakai
untuk
akan
nilai
menyebabkan
turunan
perubahan
nilai bobot awal tidak boleh terlalu besar
Propagasi Mundur Berdasarkan
menghasilkan
apakah
Akan tetapi apabila kesalahan masih
kesalahan yang terjadi.
yang
mempengaruhi
nilai
turunan
fungsi
aktivasinya
menjadi sangat kecil juga. 2)
mendistribusikan
Jumlah unit tersembunyi Hasil teoritis yang didapat menunjukkan
kesalahan di unit yk ke semua unit
bahwa
tersembunyi yang terhubung langsung
tersembunyi
dengan
backpropagation untuk mengenali sembarang
yk.
δk
mengubah
juga
dipakai
bobot
garis
untuk yang
jaringan
dengan
sebuah
sudah
perkawanan
antara
cukup
masukan
lapis bagi
dan
target
menghubungkan langsung dengan unit
dengan tingkat ketelitian yang ditentukan.
keluaran.
Akan
tetapi
panambahan
jumlah
lapis
Dengan cara yang sama, dihitung δj
tersembunyi kadangkala membuat pelatihan
di setiap unit di lapis tersembunyi sebagai
lebih mudah dan bisa jadi pelatihan dapat
dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di lapis di
lebih mencapai target. 3)
Jumlah pola pelatihan
bawahnya. Demikian seterusnya hingga
Tidak ada kepastian tentang berapa banyak
faktor
yang
pola yang diperlukan agar jaringan dapat
unit
dilatih dengan sempurna. Jumlah pola yang
δ
di
berhubungan
unit
tersembunyi
langsung
dengan
masukan dihitung. Fase III :
dibutuhkan
Perubahan Bobot Setelah
bobot
semua
semua
oleh
banyaknya
bobot dalam jaringan serta tingkat akurasi
faktor δ dihitung, garis
dipengaruhi
dimodifikasi
yang diharapkan. 4)
Lama iterasi
bersamaan. Perubahan bobot suatu garis
Tujuan utama penggunaan backpropagation
didasarkan atas faktor δ neuron di lapis
adalah mendapatkan keseimbangan antara
atasnya.
penganalan pola pelatihan secara benar dan
bobot
Sebagai
lapis
respon yang baik untuk pola lain yang sejenis. Jaringan dapat dilatih terus menerus
ada di unit keluaran.
hingga semua pola pelatihan dikenali dengan
fase
yang
perubahan
keluaran didasarkan atas dasar δk yang Ketiga
garis
contoh,
tersebut
menuju
ke
diulang-ulang
terus
benar. Akan tetapi hal itu tidak menjamin
hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya
jaringan
kondisi penghentian yang sering dipakai adalah
pengujian
jumlah
akan
bermanfaat untuk meneruskan iterasi hingga
dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan
semua kesalahan pola pelatihan sama dengan
iterasi
atau
kesalahan.
Iterasi
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi
akan
mampu
dengan
tepat.
mengenali Jadi
pola
tidaklah
0 (nol). 5)
Parameter laju pelatihan
sudah lebih kecil dari batas toleransi yang
Parameter laju pelatihan (learning rate) sangat
diijinkan.
berpengaruh pada proses pelatihan. Begitu pula
terhadap
efektivitas
dan
kecepatan
f.
Optimalitas jaringan backpropagation
mencapai konvergensi dari pelatihan. Nilai
1)
Pemilihan bobot dan bias awal
optimum
dari
learning
rate
tergantung
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
16
permasalahan yang diselesaikan, prinsipnya
Variasi lain yang dapat dilakukan pada
dipilih sedemikian rupa sehingga tercapai
standar
konvergensi
bobotnya
yang
optimal
dalam
proses
backpropagation sekaligus
adalah
setelah
merubah
semua
pola
pelatihan.
dimasukkan. Prosedur ini memberikan efek
Nilai learning rate yang cukup kecil menjamin
yang lebih halus dalam perubahan bobot.
penurunan gradient terlaksana dengan baik,
Dalam beberapa kasus, variasi perubahan ini
namun ini berakibat bertambahnya jumlah
akan
iterasi.
konvergensi ke titik minimum lokal.
meningkatkan
kemungkinan
h. Sum Square Errorn dan Root Mean Square g.
Variasi Backpropagation
Error Kesalahan
Variasi ini biasa digunakan untuk keperluan
antara
keluaran
merupakan
sebenarnya dengan keluaran yang diinginkan.
Beberapa
Selisih
variasi
backpropagation
selisih
yang
dihasilkan
antara
keduanya
biasanya ditentukan dengan cara dihitung
Momentum
menggunakan suatu persamaan. momentum
dimaksudkan
Sum Square Error (SSE) dihitung sebagai
untuk menghindari perubahan bobot yang
berikut :
mencolok akibat adanya data yang sangat
1.
Hitung keluaran jaringan syaraf untuk
2.
Hitung
berbeda dengan yang lain. Modifikasi yang dapat
dilakukan
adalah
melakukan
masukan pertama. selisih
antara
nilai
keluaran
perubahan bobot yang didasarkan atas arah
jaringan syaraf dan nilai target / yang
gradien pola terakhir dan pola sebelumnya
diinginkan untuk setiap keluaran.
yang dimasukkan.
3.
Dengan penambahan momentum, bobot baru pada waktu ke- (t
+ 1)
didasarkan atas
Kuadratkan setiap keluaran kemudian hitung seluruhnya.
Adapun rumusnya adalah:
bobot pada waktu t dan t-1. Jika µ adalah konstanta maka
yang
bobot
menyatakan
baru
dihitung
p
Perubahan
dalam dapat
seluruh dilakukan
j
X jp = nilai target/yang diinginkan untuk setiap keluaran Root Mean Square Error (RMS Error): 1.
Hitung SSE
2.
Hasilnya dibagi dengan perkalian antara banyaknya
Laju pemahaman (α) merupakan suatu iterasinya.
− X jp ) 2
T jp = nilai keluaran jaringan syaraf
Delta – Bar – Delta dipakai
jp
berdasarkan
v ji (t + 1) = v ji (t ) + αδ j xi + µ (v ji (t ) − v ji (t − 1))
yang
∑ (T
Dengan :
wkj (t − 1) = wkj + αδ k z k + µ (wkj (t ) − wkj (t − 1)) dan
konstanta
SSE = ∑
momentum,
persamaan (JJ Siang, 2005: 113) :
banyaknya
data
pada
pelatihan
keluaran,
kemudian
Rumus : RMS Error =
∑∑ (T p
jp
− X jp ) 2
j
n p no
berbeda-beda untuk setiap bobotnya, atau
Dengan :
tiap
T jp = nilai keluaran jaringan syaraf
iterasinya.
Perubahan
bobot
dalam
aturan delta-bar-delta adalah sebagai berikut :
X jp = nilai target/yang diinginkan untuk setiap keluaran
wkj (t + 1) = wkj (t ) + α kj (t + 1)δ k z j Perubahan Bobot Berkelompok
dan
diakarkan.
dengan memberikan laju pemahaman yang
3)
jaringan
mempercepat pelatihan dalam kasus tertentu.
Penambahan
2)
keluaran
khusus, atau teknik modifikasi bobot untuk
diantaranya adalah : 1)
pada
n p = jumlah seluruh pola no = jumlah keluaran
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
17
III. PERANCANGAN SISTEM
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
3.1. Perangkat yang dipakai
• Diberi nilai 1jika ‘ya’
Perangkat Keras (Hardware)
e.
CPU
: Intel Pentium 4 Celeron 1.7 Ghz
RAM
: 256 MB
Hidung gatal ( X 5 ) • Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
PC (Personal Computer) dengan spesifikasi :
• Diberi nilai 1 jika ‘ya’ f.
Batuk ( X 6 )
HRD
: 80 GB
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
VGA
: On Board share 128 MB
• Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi batuk
Monitor : 15” SVGA
ringan • Diberi nilai 1 jika ‘ya’ dengan batuk berat
Printer : Canon ip1000 Perangkat Lunak (Software)
atau berdahak
OS Windows XP Service Pack 1
g.
Alergi (
X7 )
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
MATLAB 7.04
• Diberi nilai 1 jika ‘ya’ 3.2. Identifikasi sistem
h.
Nyeri kepala ( X 8 ) • Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
3.2.1 Data Masukan
• Diberi nilai 1jika ‘ya’
Data ini dapat berupa suatu masukan suatu device ataupun data statistik dari suatu
i.
Demam ( X 9 )
percobaan. Nilai data adalah bebas artinya nilai
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
dapat
• Diberi nilai 1 jika ‘ya’
diisi
dengan
sembarangan
bilangan.
Untuk perancangan sistem ini menggunakan
j.
Keluar darah (
X 10 )
data masukan berupa numeric dari gejala
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
penyakit THT rinitis kronis dan epistaksis itu
• Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi kurang
sendiri
meliputi
Hidung
Tersumbat,
pilek,
dari 5 ml • Diberi
bersin, keluar sekret, hidung gatal, batuk, k.
lemas a.
nilai
1
jika
‘ya’
dan
melebihi 5 ml
alergi, nyeri kepala, demam, keluar darah,
Lemas ( X 11 )
Hidung tersumbat ( X 1 )
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
• Diberi nilai 1jika ‘ya’
• Diberi nilai 1 jika ‘ya’ b.
Pilek ( X 2 )
3.3 Normalisasi
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’ • Diberi nilai 0,25 jika ‘ya’ tetapi lama pilek kurang dari 3 minggu • Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi lama pilek antara 3 sampai 8 minggu • Diberi nilai 1jika ‘ya’ dengan lama pilek lebih dari 8 minggu c.
Bersin (
X3)
Sebelum
digunakan
untuk
pelatihan, perlu dilakukan penskalaan terhadap nilai-nilai
masukan
dan
target
sedemikian
hingga data-data masukan dan target tersebut masuk dalam suatu range tertentu yang disebut preprocessing atau normalisasi data. Tujuan utama
normalisasi
adalah
agar
• Diberi niali 0,25 jika ‘ya’ tetapi kadang – kadang dan periode bersinnya tidak tetap.
memudahkan dalam proses komputasi. Pada MATLAB
ada
beberapa
tools
serangan kurang dari 5 kali per periode. • Diberi nilai 1 jika ‘ya’ dengan serangan lebih besar deri 5 kali per periode.
X4 )
untuk
preprocessing diantaranya premnmx dan prestd
• Diberi nilai 0,50 jika ‘ya’ tetapi dengan
Keluar sekret (
terjadi
sinkronisasi data, disamping itu juga untuk
• Diberi nilai 0 jika ‘tidak’
d.
proses
3.4 Perancangan Sistem 3.4.1Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan a) Penentuan arsitektur jaringan
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
18
pada
Penentuan
arsitektur
jaringan
JST
memiliki
rumusan
tidak
Setiap variasi parameter diamati dengan menghitung
MSE
dan
lama
iterasinya.
khusus, untuk itu diperlukan adanya
Setelah nilai yang optimal didapatkan maka
percobaan-percobaan. Percobaan pertama
nilai tersebut nantinya digunakan untuk
dengan 1 hidden layer. Dengan unit
melakukan pengujian jaringan.
hidden layer juga dirandom mulai dari 11 unit sampai 40 unit. Percobaan yang
3.4.3 Perancangan Pengujian Jaringan Pengujian
kedua dengan menambahkan 1 hidden
mutlak
dilakukan
setelah
layer lagi sehingga terdapat 2 hidden
langkah pelatihan selesai dan didapatkan
layer. Untuk menentukan unit hidden
nilai-nilai bobot dan bias yang optimal.
layer yang kedua juga dilakukan dengan
Jaringan yang telah jadi tersebut kemudian
mengurutkan nilai mulai dari 6 unit
diuji dengan dua pengujian yaitu pengujian
sampai 25 unit. Untuk lapisan keluaran
dengan set-data pelatihan dan pengujian
ada 3 unit yang menjelaskan mengenai
dengan
kondisi seseorang, yaitu normal, rinitis
pengujian
kronis
pernah dilatihkan sebelumnya (yang tidak
atau
epistaksis.
pada
Matlab
set-data
pengujian.
adalah
set-data
Set-data
yang
belum
digunakan untuk proses pelatihan).
menggunakan instruksi newff. Net = newff(PR,[S1 S2 S3],{TF1 TF2
3.4.4 Perancangan Analisis Hasil Pengujian
TF3},BTF)
Kinerja dari suatu jaringan syaraf tiruan
b) Penentuan fungsi aktivasi Ada beberapa model fungsi aktivasi
setelah dilakukan pelatihan dapat diukur
yang
dengan melihat error hasil pelatihan, dan
disediakan
diantaranya
yaitu,
logsig, tansig, purelin. Pada penelitian
pengujian
terhadap
ini
digunakan
masukan
baru.
adalah logsig. Nilai logsig digunakan
pengujian
karena
mengamati ketepatan atau akurasi antara
fungsi
aktivasi
nilai
komputasi
yang
ini
dan
mudah
mudah
untuk
diturunkan
target
c) Penentuan variasi jaringan variasi jaringan yang digunakan pada ini
membatasi
pelatihan
dianalisis
keluaran
data dan
dengan
jaringan,
yang
dirumuskan :
(determinan).
penelitian
dapat
dengan
sekumpulan
Hasil
berguna
eksekusi
diantaranya
JumlahData Uji − JumlahKesalahanKeluaranJST ×100% JumlahData Uji
untuk
dari
adalah
PK(%) =
program
menentukan
Keluaran
jaringan
akan
dibandingkan
dengan hasil diagnosa dokter. perbandingan
nilai momentum dan pesat belajar, dan
keunggulan ataupun kelemahan jaringan
menentukan target yang ingin dicapai.
syaraf
tiruan
ini
akan
Dari hasil
jumlah epoch maksimum, menentukan
dibandingkan
diketahui dengan
diagnosa dokter ataupun ahli tersebut. 3.4.2 Perancangan Pelatihan Jaringan Pelatihan
jaringan
digunakan
untuk
melatih set data yang telah dibuat, yaitu
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
data input berupa nilai dari data-data hasil
4.1 Analisis pertama
perekaman
alat
EKG.
targetnya
adalah
Sedangkan
kondisi
data
seseorang
4.1.1 Analisis Layer tersembunyi Hasil pelatihan memiliki kesamaan dan
tersebut apakah denyut jantungnya normal
perbedaan.
atau abnormal. Pelatihan dapat dilakukan
performanya.
secara
ditambahkan
bahwa goal (kinerja tujuan) yang ingin
berbagai variasi untuk optimasi target.
dicapai hasilnya tidak tercapai semuanya
standar
dengan
Kesamaannya Keduanya
terletak
pada
menunjukkan
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
19
(pelatihan pertama dan kedua), meskipun
pertimbangan
epoch
Ini
dengan satu hidden layer sudah cukup
menunjukkan bahwa jaringan masih belum
yaitu 11-29-3, karena dengan 2 hidden
mampu mengenali pola masukan yang
layer perbedaan MSE sangat tipis dari satu
diberikan dengan benar. Sebenarnya ini
hidden
bukan suatu masalah karena grafik yang
proses iterasi digunakan satu hidden layer
yang
diinginkan
tercapai.
dihasilkan selama pelatihan menunjukkan adanya penurunan MSE. Ada
beberapa
masalah
yang
mengakibatkan goal tidak tercapai pada kedua pelatihan diatas. Pertama epoch yang disediakan
10000
epoch,
kalau
menginginkan kinerja tujuan tercapai maka perlu
ditambah
takberhingga
epoch
lagi
hingga
sampai
kinerja
tujuan
tercapai. Ini menjadi kendala sebab akan membutuhkan banyak waktu. Padahal yang dibutuhkan waktu yang relatif singkat. Kedua kecilnya laju belajar. Laju belajar yang digunakan pada pelatihan pertama dan
kedua
adalah
0.1,
ini
membuat
jaringan sulit untuk mengenali pola. Akan lebih baik jika laju belajar ditambahkan, ini akan dibahas pada sub-bab berikutnya. Ketiga momentum yang kecil. Momentum yang kecil akan berakibat pada penurunan gradien.
Idealnya
digunakan
berkisar
momentum antara
yang
0.4
sampai
terjadi
antara
dengan 0.8. Perbedaan
yang
penggunaan satu hidden layer dengan dua hidden layer tersebut ada pada MSE-nya. Memang
MSE
yang
diinginkan
tidak
tercapai, tetapi dari hasil pelatihan MSE yang dihasilkan relatif kecil. Hasil-hasil pelatihan diatas tetap digunakan dengan melihat MSE yang paling kecil dari tabel diatas.
MSE
terkecil
pada
pelatihan
pertama adalah 0.00275369, sedangkan pada pelatihan kedua MSE yang terkecilnya adalah 0.00170939. Dari perbedaan MSE ini menjelaskan bahwa penggunaan layer tersembunyi dapat meningkatkan performa dari jaringan yang dibuat. Dari hasil pelatihan pertama dan kedua maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur jaringan
yang
optimal
berdasar
4.1.2
layer,
diatas
jadi
adalah
untuk
jaringan
mempercepat
Analisis Laju belajar dan moentum Analisis kedua bertujuan untuk menganalisis pelatihan ketiga. Dari hasil pengamatan bahwa untuk nilai laju belajar yang cukup kecil menjamin penurunan gradient terlaksana dengan baik, namun ini berakibat bertambahnya jumlah iterasi sehingga untuk mencapai konvergensi berlangsung lebih lama. Jika konstanta laju belajar bertambah besar maka konvergensi akan berlangsung lebih cepat. Kemudian penggunaan konstanta momentum berfungsi untuk mempercepat konvergensi dan juga untuk mencegah terjebaknya pelatihan ke dalam minimum lokal, jika momentum semakin besar maka konvergensi akan cepat tercapai. Akan tetapi penggunaan konstanta momentum jangan terlalu tinggi, sebab kemungkinan gelombang yang dihasilkan akan terjadi noise. Gambar grafik perlatihan ketiga pada sub-bab 3.4 menjelaskan bahwa penggunaan pesat belajar dan momentum yang terus bertambah mengakibatkan jaringan akan mencapai target yang diinginkan Nilai 0,8 untuk pesat belajar (LR) dan 0,2 untuk momentum dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Pertama aspek prosentase data uji. Ada beberapa pasangan LR dan momentum yang mencapai target yang diinginkan, namun ketika diberi data uji pasangan tersebut belum mampu menghasilkan prosentase yang sempurna (100 %). Aspek kedua adalah aspek grafik. Grafik yang dihasilkan dari berbagai pasangan berbeda-beda meski pencapaian targetnya sama. Jika fungsi alih yang digunakan adalah logsig artinya logaritmik, maka grafik yang dihasilkan harusnya berbentuk logaritmik pula. Akan lebih baik jika grafik yang dihasilkan tidak terdapat noise
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
20
Hasil terbaik terjadi pada laju belajar 0,8 dan konstanta momentum 0,2 yang menghasilkan MSE sebesar 0.000999981. Hasil terbaik tersebut disajikan pada Gambar 4
Dari berbagai pertimbangan diatas maka variasi yang paling baik adalah menggunakan menghasilkan
traingdx. waktu
Selain
komputasi
yang
singkat, grafiknya juga baik. 4.1. Analisis kedua analisis kedua adalah Proses pengujian, pengujian dilakukan dengan dua data yaitu set-data pelatihan dan set-data pengujian. Hasil
yang
didapatkan
yaitu
keduanya
masing-masing memiliki kemampuan 100 %, ini artinya jaringan mampu untuk mengenali pola yang diberikan. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut : 1. Berdasar dari hasil MSE, jumlah epoch yang
Gambar 4. pelatihan terbaik
diinginkan dan gambar grafik yang dihasilkan
4.1.3 Analisis variasi jaringan Analisis
ini
bertujuan
menganalisis pelatihan keempat yakni pelatihan
untuk
menentukan
variasi
jaringan. Tujuan dari pelatihan ini adalah mencari variasi jaringan yang mampu menghasilkan kesalahan terkecil dengan waktu komputasi yang cepat. Pelatihan dilakukan dengan hasil pelatihan terbaik sebelumnya yaitu arsitektur jaringan 1129-3, laju belajar 0,8; momentum 0,2; target error (MSE) 0,001 dan maksimum Ada beberapa variasi jaringan yang digunakan
backpropagation.
dalam
Setiap
variasi
yang
masing. Untuk menentukan variasi yang digunakan perlu melihat MSE, jumlah epoch dan prosentase hasil pengujian. beberapa
tercapai
variasi
namun
yang
MSE-nya
prosentsenya
tidak
tercapai, ada yang MSE tidak tercapai namun prosentasenya tercapai. Selain itu,
perlu
dihasilkan
juga
dan nilai momentum 0,2. Fungsi aktivasi yang digunakan logsig dan algoritma pelatihan yang digunakan adalah traingdx. 2. Jaringan saraf tiruan yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki tingkat akurasi 100 %, baik pada tahap pelatihan maupun tahap pengujian. Artinya jaringan syaraf turuan
melihat
dengan sempurna (benar).
JST
dilatihkan memiliki karakteristik masing-
Ada
satu lapisan tersembunyi dengan arsitektur jaringan 11-29-3, dengan pesat belajar 0,8
yang dibuat dapat mengenali pola data THT
epochnya 10000 epoch. dapat
maka dapat dijabarkan bahwa Arsitektur jaringan syaraf tiruan yang dibuat memiliki
grafik
yang
5.2.
Saran
1. Sistem
jaringan
yang
telah
dibuat
menunjukkan jaringan dapat mengenali pola dengan sempurna, ini karena data yang diujikan adalah data yang sempurna (data lengkap).
Untuk
mengetahui
keandalan
jaringan dapat diuji dengan data yang tidak sempurna. 2. Jaringan syaraf ada banyak jenisnya, salah satunya digunakan
backpropagation pada
penelitian
seperti ini.
yang Untuk
Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.1 Januari - Juni 2009
21
mengetahui kinerja jaringan syaraf tiruan yang lebih optimal, perlu digunakan algoritma pelatihan selain backpropagation. 3. Untuk lebih memudahkan pengguna, maka perlu dibuat suatu interface seperti GUI (graphical user interface) DAFTAR PUSTAKA Aston, Richard. 1991. Principles Of Biomedical Instrumentation
And
Measurement.
Maxwell Macmillan International Editions Hermawan, Arief. 2006. Jaringan Saraf Tiruan Teori
dan
Aplikasi.
Yogyakarta:
ANDI
OFFSET. Kusumadewi. Sri 2003. Artificial
Intelligence
Teknik dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Puspitaningrum,
Diyah.
2006.
Pengantar
Jaringan Saraf Tiruan. Yogyakarta: ANDI OFFSET. Setiawan, Sandi. 1993. Artificial Intelligence. Yogyakarta: ANDI OFFSET. Siang.JJ 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: ANDI. www.elekroindonesia.com/jst diupload tanggal 28 Agustus 2007 pukul 14.40 WIB http://telkomnika.elektrouad.net/?Volume_2%2C _No_2:Desain_Dan_Penggunaan_%22E2glite _Expert_System_Shell%22_Untuk_Diagnosis _Penyakit_THT diupload tanggal 28 Agustus 2007 pukul 14.23 WIB BIOGRAFI Arif Jumarwanto, Pendidikan terakhir S1 Teknik Elektro Unnes Rudy Hartanto, dosen Teknik Elektro UGM, menekuni bidang konsentrasi Sistem Informasi dan Teknologi Komputer. Dhidik Prastiyanto, dosen Teknik Elektro Unnes, menekuni bidang konsentrasi Sistem Informasi dan Teknologi Komputer