JURNAL ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN

Download 1, Desember 2003. Jurnal Sains, Teknologi & Industri. 1. ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN KOMUNIKASI. VERY SMALL APERTURE TERMINAL (VSAT)...

0 downloads 387 Views 584KB Size
Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN KOMUNIKASI VERY SMALL APERTURE TERMINAL (VSAT) Anhar Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau

ABSTRAK Salah satu unjuk kerja dalam jaringan komunikasi data adalah delay time. Dalam jaringan komunikasi data yang menggunakan VSAT, permasalahan delay time merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari karena menggunakan satelit sebagai repeater yang berjarak sangat jauh dari permukaan bumi. Selain itu, throughput juga menentukan keberhasilan pengiriman paket data. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa kinerja dari jaringan komunikasi data melalui VSAT dengan metode pengaksesan slotted aloha, yaitu delay time dan throughputnya. Penganalisaan menggunakan simulasi bahasa pemograman Visual Basic dengan data-data dari literatur. Hasil analisa menunjukkan delay time dengan memperhatikan kesetimbangan jaringan adalah 0,893 detik dengan jumlah maksimum stasiun VSAT yang dapat ditampung adalah 117 buah .

ABSTRACT Delay time is one of the key factors in order to determine the performance in data telecommunication network. The delay time (in data telecommunication network which uses VSAT) is inevitable since the VSAT applies a satellite (as repeater) which is far away from earth surface. For data packet to be sent successfully, throughput must be taken into consideration. This short paper is to analyze the performance of data telecommunication network through VSAT using access technique slotted aloha to determine delay time and throughput, respectively. Data from literature is simulated using Programmed Visual Basic to obtain the delay time and throughput. The results indicate that the delay time is 0,893 second and the maximum number of VSAT stations can be accommodated is 117. Kata kunci : waktu tunggu, throughput, kinerja

yang kecil (0,6 – 2,4 m) dan dihubungkan langsung dengan pelanggan. Perencanaan jaringan komunikasi data VSAT ditentukan oleh lalu lintas data yang ditransmisikan. Komunikasi data melalui VSAT ini menggunakan metode packet switching, sehingga lalu lintas data ditentukan oleh banyaknya paket data yang dikirimkan. Sedangkan teknik akses yang digunakan adalah slotted aloha. Permasalahan yang muncul pada jaringan komunikasi data VSAT adalah waktu yang diperlukan pelanggan mengirimkan informasi dari suatu stasiun VSAT ke stasiun hub tujuan atau delay time. Selain itu, perlu juga menentukan jumlah stasiun VSAT yang dapat ditampung dalam

PENDAHULUAN Salah satu perkembangan teknologi telekomunikasi adalah komunikasi satelit. Teknologi ini selain digunakan untuk komunikasi suara juga telah digunakan untuk komunikasi data. Dibandingkan dengan jaringan komunikasi data terrestrial, jaringan komunikasi data melalui satelit memiliki banyak keuntungan, diantaranya : mampu menangani daerah jaringan komunikasi yang luas dan dapat memperluas jaringan tersebut dengan mudah. Jaringan komunikasi data melalui satelit ini dikenal sebagai Very Small Aperture Terminal (VSAT). Sistem VSAT ini menggunakan antena dengan diameter

1

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

satu community dengan memperhatikan kesetimbangan jaringan. Pada jaringan komunikasi yang menggunakan teknik akses slotted aloha, diperlukan adanya singkronisasi supaya setiap stasiun yang akan mengirimkan paket dapat diletakkan pada time slot yang telah ditentukan secara tepat. Dalam slotted aloha, stasiun mengirimkan satu paket data pada saat awal suatu time slot. Paket yang baru tiba di buffer harus menunggu sampai saat awal slot tiba untuk dikirimkan. Suatu paket yang datang terdistribusi merata selama selang time slot , sehingga waktu tunggu /2. Delay paket pada slotted aloha (untuk N yang cukup besar) adalah. Ts

aloha

TR

3 2

{exp( G ) 1} TR

(K

2)

1 p

n 1

1

1 2

TR

K

K 1 2 …………………….(3)

2 2 Keadaan kanal slotted aloha dapat digambarkan dan ditentukan oleh jumlah n backlogged paket (paket yang dikirim ulang) dengan probabilitas retransmisi setiap stasiun sebesar p per slot. Disamping itu, terdapat Nn thingking stasiun dengan probabilitas pengiriman setiap stasiun yaitu per slot. Persamaan S = (N-n) menyatakan kecepatan kedatangan paket yang baru dan harus sama dengan throughput S(n) pada kondisi kesetimbangan. Jumlah rata-rata blocked stasion dapat diperoleh dari :

...(1)

N

2

nPn ………………………. (4)

E{N }

Untuk mempelajari performansi kita mengambil model berikut ini. N stasiun, masing-masing dapat dalam keadaan thingking atau blocked. Stasiun berada dalam keadaan thingking, jika stasiun itu tidak mengadakan pengiriman ulang suatu paket (retransmisi). Stasiun mengirim ulang suatu paket, maka stasiun tersebut dalam keadaan blocked, karena paket yang baru datang ke stasiun tersebut (bukan paket yang diretransmisikan atau backlogged packet) tidak akan diterima. Kemungkinan paket dikirim ulang pada stasiun yang terblocked adalah p dan probabilitas n-slot delay yakni p(1-p)n-1. Delay rata-rata sebelum retransmisi adalah :

np (1 p) n

TR

n 0

Throughput kanal dalam kondisi n blocked station , S(n), adalah kemungkinan sebuah paket berhasil dikirim dalam suatu time slot. Pengiriman paket yang berhasil jika hanya satu thingking stasiun yang mengirimkan paket dan tidak ada blocked station yang mengirimkan paket atau tidak ada thingking station yang mengirimkan paket dan hanya satu blocked station. Oleh karena itu, rumus untuk S(n) : S(n)=P[r=0]P[m=1]+P[r=1]P[m=0]….…..….(5)

Dengan; r : jumlah blocked station yang mengirimkan paket (0 r n) m : jumlah thingking station yang mengirimkan paket (0 m N-n)

1 ………………...… (2) p

Perlu diperhatikan bahwa delay retransmisi rata-rata E{T}, selanjutnya disebut backlog time rata-rata, berbeda dengan 1/p karena sebuah paket dapat diretransmisikan berkalikali. Persamaan (2) mengganggap TR = 0 untuk menyederhanakan masalah. Selanjutnya, harga 1/p digunakan untuk menganalisa performansi dengan TR 0 dan (K+2) slot untuk memperkirakan delay yang disamakan dengan delay retransmisi dan untuk memperoleh harga K.

Untuk N terbatas dan >0, maka : S(n)=(1-p)n(N-n) (1- )N-n-1+.. np(1-p)N-n(1- )N-n ………………......(6) Jadi throughput rata-rata dituliskan : N

Pn S (n) …………………………(7)

S n 0

Dengan menggunakan rumus Little akan diperoleh :

2

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

N

E{T }

nPn

E{n} S

BAHAN DAN METODE

………..….(8)

n 0 N

Pada penganalisaan performansi jaringan komunikasi VSAT, penulis mengambil langka-langkah analisis dengan mengambil data-data dari literature, berupa : 1) Delay propagasi satelit (TR) 2) Waktu pelayanan paket atau panjang paket ( ) Sedangkan penulis mengasumsikan data-data berikut : 1) Lalu lintas kanal total (G) 2) Time slot untuk pengadaan transmisi ulang (K) 3) Waktu pengiriman paket yang baru (ta) Untuk menentukan waktu tunggu ratarata jaringan komunikasi VSAT dan perencanaan jumlah stasiun VSAT , penulis menggunakan simulasi pemograman dengan bahasa Visual Basic.

Pn S (n) n 0

Sehingga harga TS-aloha dapat ditulis : N

TS

aloha

TR

3 2

nPn n 0 N

…..…..(9)

Pn S (n) n 0

Gambar.1, memperlihatkan throughput S(n) dan persamaan garis beban, S, pada keadaan n blocked station. Dalam gambar tersebut diketahui bahwa =7,36 x 10-4, TR = 0,25 detik, = 4 mikrodetik, dan N = 500 dengan parameter K. Garis beban kanal, S=(N-n) , menyatakan kecepatan paket data yang masuk. Pada kondisi setimbang, throughput S(n), sama dengan kesepatan paket yang masuk, S. Jadi perpotongan grafik S dan S(n) dengan skala yang sama akan diperoleh titik kesetimbangan.

HASIL Waktu Tunggu Rata-rata Jaringan Komunikasi VSAT Waktu tunggu rata-rata jaringan komunikasi VSAT merupakan waktu tunggu yang diperlukan oleh suatu paket data jaringan komunikasi VSAT dari stasiun VSAT ke stasiun hub tujuan dengan menggunakan metode pengaksesan slotted aloha. Perhitungan waktu tunggu ini menggunakan persamaan (1). Data yang ada : 1) Delay propagasi satelit (TR)=0,25 detik 2) Waktu pemprosesan atau pelayanan paket ( )=0,015625 detik Diasumsikan nilai K=100 dan G mempunyai harga yang berubah. Untuk G=0,5 TS-aloha=0,95257 detik Untuk G=1,0 TS-aloha=2,07226 detik Untuk G=1,5 TS-aloha=3,91833 detik

Gambar.1.

Perencanaan Jumlah Stasiun VSAT Waktu tunggu rata-rata yang dibahas sebelumnya tidak memperhatikan kesetimbangan jaringan. Berikut ini kita akan mempelajari perencanaan jaringan

Channel backlog versus throughput pada slotted aloha

3

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

komunikasi VSAT dengan memperlihatkan kestabilan jaringan. Pada kondisi setimbang, throughput kanal sama dengan kecepatan kedatangan paket data yang baru. Titik kesetimbangan diperoleh pada titik perpotongan antara grafik garis beban kanal S dan grafik throughput S(n). Kondisi yang dikehendaki adalah perpotongan antara dua fungsi tersebut hanya satu titik saja. Kondisi ini disebut kesetimbangan global. Anggaplah stasiun mengirimkan paket yang baru setiap 10 detik, maka nilai adalah : = / ta = 0,015625/10=0,0015625 Batas jumlah stasiun VSAT dalam satu community dapat dicari dengan cara sebagai berikut : N = Smax/ = 0,368/0,0015625 = 235,52 Jumlah stasiun VSAT adalah 235. Selanjutnya, kita menentukan besar K untuk memperoleh keadaan antara garis beban kanal S dengan grafik throughput S(n) berpotongan hanya satu titik. Perhitungan berikut ini menggunakan nilai K adalah 50, 75, dan 100 dengan anggapan nilai TR, , dan N tidak berubah. Untuk K=50 Nilai K=50 sehingga dengan menggunakan persamaan (3) didapat p=0,0238. Harga S(n) dan S dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini. Throughput S(n) dan kec. input kanal S

Kec. Input kanal S

Throughput S(n)

Kec. Input kanal S

THROUGHPUT S(n) DAN KEC. INPUT KANAL S

0.4 0.3 0.2 0.1 0 0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Jlh. Stasiun VSAT

Gambar 3.

Grafik jumlah stasiun VSAT terhadap throughput S(n) dan kec. Input kanal S untuk K=100

Dari gambar 3 tersebut, besarnya waktu tunggu (menggunakan pers. (9))adalah 1,15 detik. Untuk K=75 Nilai K=75, maka p=0,01834. Waktu tunggu yang didapat adalah 1,04875 detik

Throughput S(n) dan kec input kanal S

Throughput S(n)

Kec. Input kanal S

0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05

Throughput S(n)

0 0

20

40

60

80 100 120 140 160 180 200

Jlh. stasiun VSAT

0.4 0.3 Gambar 4.

0.2

Grafik jumlah stasiun VSAT terhadap throughput S(n) dan kec. Input kanal S untuk K=75.

0.1

Pada kenyataannya nilai K biasanya sudah tertentu, sedangkan besarnya akan menyebabkan perubahan kurva throughput S(n) dan kecepatan input kanal S. Hal ini dapat dilihat pada Gambar. 5 dengan K=75, kurva S(n) dan S menggunakan = 0,003125 atau paket data baru dikirim setiap 5 detik.

0 0

20

40

60

80 100 120 140 160 180 200

Jlh. Stasiun VSAT

Gambar 2.

Grafik jumlah stasiun VSAT terhadap throughput S(n) dan kec. Input kanal untuk K=50

Untuk K=100 Nilai K diasumsikan 100, maka p=0,014925. Nilai S(n) dan S dapat dilihat pada Gambar. 3. 4

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Throughput S(n) dan kec. input kanal S

Throughput S(n)

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

perkiraan. Maka jumlah stasiun maksimum yang sebenarnya adalah 100 buah (10% lebih kecil dari hasil perhitungan)

Kec. Input kanal S

0.4 0.35 0.3

KESIMPULAN

0.25

1. Total delay dan throughput mempengaruhi performansi dari jaringan komunikasi VSAT, disamping link budget. 2. Parameter-parameter yang menentukan total delay dan throughput pada mode pengaksesan slotted aloha adalah waktu penjalaran sinyal, waktu retransmisi, packet time, dan beban lalu lintas data paket. 3. Dalam perencanaan jaringan komunikasi VSAT, kita harus melihat kestabilan sistem dengan memperhatikan beban lalu lintas data paket yang masuk ke sistem jaringan komunikasi VSAT.

0.2 0.15 0.1 0.05 0 0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

Jlh. Stasiun VSAT

Gambar 5.

Grafik jumlah stasiun VSAT terhadap throughput S(n) dan kec. Input kanal untuk K=75 dan =0,00312

PEMBAHASAN Waktu Tunggu Rata-rata Jaringan Komunikasi VSAT Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa waktu tunggu ini sebagian besar diakibatkan adanya tabrakan. Makin tinggi dan padat lalu lintas data maka makin besar kemungkinan terjadinya tabrakan yang menyebabkan makin besar waktu tunggunya. Untuk menghindari waktu tunggu yang terlalu besardapat dilakukan dengan cara : 1) Menggunakan metode pengaksesan TDMA 2) Menurunkan intensitas lalu lintas data G 3) Menaikkan kecepatan pengiriman data 4) Menaikkan kecepatan pemprosesan data.

UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak penerbit jurnal yang telah menerbitkan hasil penelitian penulis. Disamping itu juga kepada rekanrekan staf pengajar di lingkungan program studi teknik elektro Universitas Riau, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. DAFTAR PUSTAKA Freeman, L., dan Roger. 1991. Telecommunication Transmission Handbook. New York : Jhon Wiley & Sons Inc.

Perencanaan Jumlah Stasiun VSAT Dari keempat grafik yang didapatkan dari hasil simulasi, Gambar. 3, 4 dan 5 yang menunjukkan kesetimbangan global. Namun harus dipilih waktu tunggu yang terkecil yaitu pada Gambar. 5 dengan waktu tunggu 0,893 detik. Jumlah stasiun VSAT yang dapat ditampung adalah : N = Smax / = 0,368 / 0,00312 = 117 Dalam perencanaan jaringan komunikasi VSAT, beban lalu lintas data dibuat rendah 10% sampai 20% daripada perhitungan matematika. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan beban lalu lintas data melebihi

Ha, T., Tri. 1990. Digital Satellite Communication. Singapore : McGraw-Hill Book Comp. Maral, G., 1995. VSAT Network. England : Jhon Wiley & Sons Inc. Schwartz, dan Mischa. 1987. Telecommunication Network : Modelling and Analysis. USA : Addison Wesley. Wattimena, A., dan Jeffry. 1991. Pengantar Sistem Komunikasi Data Paket. Jakarta : Elex Media Komputindo.

5

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

ANALISIS PENGGUNAAN KOMPENSASI PHASE LAG UNTUK MENGURANGI HARMONISA FREKWENSI RENDAH PADA KONVERTER DC KE DC Suwit no Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau

ABSTRAK Tulisan ini menyajikan analisis unjuk kerja konverter yang dilengkapi kompensasi phase lag. Untuk catu daya satu fasa harmonisa yang paling dominan 100 Hz dan diikuti kelipatannya, namun jika harmonisa yang doniman dapat direduksi secara sempurna maka harmonisa kelipatanya otomatis akan tereduksi dengan sendirinya. Dari hasil pengamatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu pengamatan harmonisa pada sisi masukan konverter, pengamatan harmonisa keluaran konverter sebelum dipasang alat kompensasi phase lag dan pengamatan harmonisa keluaran konverter setelah diberi kompensasi phase lag. Berdasarkan ketiga pengamatan tersebut dapat diambil suatu hasil akhir, bahwa alat kompensasi phase lag yang dipasang pada sisi feedback konverter telah mampu mereduksi harmonisa frekwensi rendah yang sangat akurat, baik harmonisa frekwensi rendah 100Hz yang dominan maupun harmonisa kelipatannya dapat sekaligus direduksi secara sempurna.

ABSTRACT This writting presents analysis of converter performance which is completed with lag phase compensation. The most dominan harmony phase one of power supply is 100 Hz and followed by its fold, however if the dominan harmony can be reduced perfectly so its fold automatically will be reduced with it self. From the observation result that had done in this research that is harmony observation on converter input side, converter output harmony observation before and after lag phase compensation tool put on. Based on these three observations so, writer got the final result, that. lag phase compensation tool that was put on converter feedback side, could reduce low frequency harmony accurately, whether as the dominan 100 Hz low frequency harmony eventhough as its fold could be reduced together perfectly Kata kunci

: Harmonisa, frekwensi rendah, phase lag, konverter

maka akan makin kecil ukuran tapis yang digunakan [3]. Sehingga dalam merencanakan suatu konverter dc ke dc, diusahakan frekwensi kerja yang digunakan adalah setinggi mungkin. Tetapi karena komponen semikonduktor yang digunakan mempunyai keterbatasan dalam operasinya, maka frekwensi kerja konverter dc ke dc terbatas juga. Karena faktor keterbatasan komponen semikonduktor yang dipakai dan mahalnya tapis yang digunakan serta kapasitasnya juga terbatas untuk mereduksi harmonisa orde rendah, maka dikembangkan usaha lain seperti telah dilakukan (Jin,et al, 1991 dan Liang. et al, 1994) yaitu menganalisa dan

PENDAHULUAN Tegangan masukkan searah bagi konverter dc ke dc biasanya berupa tegangan keluaran dari hasil penyearahan satu fasa jembatan yang umumnya mengandung harmonisda frekwensi rendah 100Hz dan kelipatannya yang dominan, sehingga konverter dc ke dc selalu menghasilkan gelombang keluaran yang mengandung harmonisa, sehingga kualitasnya akan berkurang, maka untuk mereduksi harmonisa diperlukan tapis pada sisi keluaran. Besar kecilnya ukuran tapis sangat ditentukan oleh frekwensi dan amplitudo dari harmonisa yang akan direduksi. Makin besar frekwensi dan makin kecil amplitudo dari harmonisa,

6

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

mendisain untuk mengurangi harmonisa frekwensi rendah pada keluaran tegangan keluaran catu daya. Analisis yang dilakukan (Jin et al, 1991) mampu mereduksi amplitudo harmonisa frekwensi rendah sampai 6 %, dan pada analisa (Liang, et al, 1994) magnitude frekwensi rendah masih tersisa 15 Volt, serta (Ahmad, et al, 1999) mampu mengurangi magnitude frekwensi rendah sampai 30 dB. Pada paper ini ditawarkan penggunaan kompensasi phase lag dalam mereduksi harmonisa frekwensi rendah yang timbul dalam suatu konverter, sehingga dihasilkan catu daya yang bebas harmonisa baik harmonisa orde rendah dan orde tinggi. Permasalahan yang ingin diteliti disini adalah bagaimana merancang sebuah konverter dc ke dc yang mampu menghasilkan tegangan keluaran dc dengan riak yang sekecil mungkin, tanpa menggunakan filter LC yang besar. Dengan adanya kompensasi phase lag ini kita harapkan harmonisa keluaran konverter dc ke dc akan dapat di kurangi sehingga tidak diperlukan lagi penggunaan filter LC yang terlalu besar. Tujuan dari paper ini adalah mendisain sumber daya dc dengan riak keluaran sangat kecil. Dari Gambar. 1, terlihat bahwa input yang menyebabkan terjadinya harmonisa pada tegangan keluaran adalah harmonisa ~ tegangan input E . Disini kita dapat menghilangkan pengaruh dari harmonisa ~ tegangan input E ini degan menambahkan ~ harmonisa tegangan Eh yang besarnya - E seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini :

untuk mendapatkan harmonisa tegangan keluaran ini, kita menggunakan phase lag seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini, E(s) vref(s) +

vo(s)

PI

E(s)

E(s) +

+

1 IL(s) R SCR+1 sL

E(s)

+

R 1 IL(s) SCR+1 sL

vo(s)

vo(s) phase lag+1

Gambar 2.

Loop konverter dilengkapi dengan umpan balik riak.

Dari gambar 3, dapat digambarkan loop pengendali tegangan menjadi sbb: E(s) vref(s) +

ev

PI

E(s) E(s) +

vo(s) Gambar 3.

+ +

Eh(s) vo(s) 1 IL(s) R SCR+1 sL

vo(s)

Loop kendali tegangan yang dilengkapi dengan phase lag.

Gambar. 3, memperlihatkan blok diagram dari sistem pengendali tegangan yang dilengkapi dengan kompensasi harmonisa. Pada jalur umpan balik ditambahkan tiga buah kompensasi phase lag. Karena magnitude frekwensi rendah yang paling dominan adalah frekwensi 100 Hz, 200 Hz, dan 300Hz, sehingga disain phase lag yang digunakan adalah kompensasi yang mampu menghilangkan ketiga magnitude diatas. Adapun tiga buah phase lag didisain masingmasing mempunyai frekwensi resonansi 100 Hz, 200 Hz, dan 300Hz. Rangkaian disain tersebut ditunjukkan pada gambar 4, yang terdiri dari tiga buah OP AMP. Peralatan ini akan digunakan untuk mensensor atau mengukur harmonisa yang muncul disisi keluaran konverter.

E(s) ev

PI

E(s) +

vo(s)

phase lag

vref(s) +

ev

vo(s)

vo(s)

Gambar 1. Loop kendali tegangan ditambah dengan input Eh

Untuk menghasilkan sumber harmonisa Eh ini, dapat digunakan beberapa cara. Cara yang dikemukakan pada paper ini adalah dengan menapis harmonisa tegangan keluaran yang terdapat pada beban. Karena tegangan keluaran terdiri dari tegangan dc yang bercampur dengan harmonisa, maka

Vin R1 C1

R3 C3

C2 R2

Ra Rb

R5 C5

C4 R4

Ra Rb

Gambar 4. Rangkaian phase lag

7

Vout

C6 R6

Ra Rb

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Dari Gambar 4, diatas dapat dituliskan fungsi alih dari salah satu phase lag antara Vo(s)dan Vin(s) sebagai berikut : Vo s Vin s

sC1R 2 C1R 2 C1R 1 C 2 R 2 s C1C 2 R 1R 2

s2

Dari persamaan (3), terlihat bahwa pada saat keadaan mantap tegangan keluaran akan sama dengan tegangan referensi. Dari Gambar 3, juga dapat diperoleh fungsi ~ transfer dari tegangan keluaran terhadap E sebagai disturban adalah :

.........(1) 1 C1C 2 R 1R 2

Vo (s) ~ Es

Fungsi transfer dari persamaan (1), secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Phase Lag

s2

Ks 2 s

2

= penguatan atau gain, = faktor peredam, dan = kecepatan sudut frekuensi resonansi (Hz),

2

Vo ( j ) ~ E j

j

Vo ( j ) ~ E j

Hubungan fungsi alih tegangan keluaran (Vo) dan Vref sebagai tegangan referensi, maka dari gambar 3, dapat dilihat bahwa Fungsi Transfer dari tegangan keluaran terhadap tegangan referensi adalah :

s2

2

K.s s

2

1

K 2

j 1 Kp Ki .E.R

1

j

1

j

2 1

LCR

j 1L

j 1 Kp Ki .E.R 1

K. j j

2 1

2

2

2

LCR

j L

R

Kpj

Ki .E

1

K. 2

R 2

2

K. 2

R.Ki

Kp.

2

2

LCRKi E

1

K. . LKi 2

KpR

Dari persamaan (5) diatas terlihat bahwa besaran (magnitudo) dari persamaan tersebut akan menjadi kecil apabila penyebut dari persamaan (5) dibuat sebesar mungkin. Dengan membuat penyebut persamaan (5) sebesar mungkin diharapkan pengaruh dari ~ gangguan E terhadap tegangan keluaran menjadi sangat kecil. Dari persamaan (5) dapat dilihat bahwa bagian penyebut akan menjadi besar apabila kita mengambil :

Dengan menggunakan respon frekwensi s dapat dirubah menjadi j 1, sehingga diperoleh karakteristik kontrol pada frekuensi 1 adalah : Vo j Vref j

K.s s

………………............................................(5)

(sKp Ki).E.R s(s 2 LCR sL) (sKp Ki).E.R 1

2

j R

1

Vo (s) Vref s

s2

.......………….............................................(4) Bila kita mengambil besaran dari persamaan diatas, kita akan mendapatkan :

(Hz)

R 1 .R 2 .C1 .C 2

1

~

..................(2)

1

(s LCR sL R ) (sKp Ki).E

Karena E besaran yang mengandung riak sehingga mempunyai frekuensi , maka disubsitusi s = j , sehingga didapatkan :

dengan, K

sehingga f r

sR 2

1 , sehingga diperoleh nilai penguatan

K>2 Pengaturan nilai penguat K dapat dilakukan dengan merubah parameter tahanan resistans R2 atau kapasitor C1, jika salah satu parameter tersebut diset ke nilai yang lebih tinggi maka nilai penguat akan meningkat. Dengan kata lain pengaturan penguatan dapat dilakukan dengan mudah yaitu menset nilai kapasitor pada sisi masukan op amp dan tahanan pada sisi inverting op amp.

1

.j

2 1

Karena Vref adalah referensi tegangan yang merupakan besaran dc konstan yang tidak mengandung frekwensi sehingga 1 = 0, Maka persamaan diatas menjadi : Vo ( j 1 ) Ki.E.R Vref j 1 Ki.E.R Vo ( j 1 ) 1 ..............................................( 3) Vref j 1

8

3

LCRKp E

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

BAHAN DAN METODE

fasa dengan yang dihasilkan oleh konverter dc ke dc yang dilengkapi kompensasi phase lag. Bahan yang digunakan adalah rangkaian kontrol, rangkaian driver, rangkaian daya, dan phase lag. Rangkaian kontrol fungsinya adalah untuk mengatur perioda switching rangkaian daya, rangkaian driver dipergunakan untuk menguatkan sinyal penyalaan yang dibutuhkan proses switching dan phase lag untuk mensensor harmonisa frekwensi rendah disisi beban.

Metode tulisan ini dapat dirinci sebagai berikut : Pertama : Membuat rangkaian palnt beserta pengendali yang dipergunakan. Kedua : Menentukan formulasi dalam bentuk tegangan dan arus dengan menggunakan hukum Kirchoff arus dan tegangan. Ketiga : Menentukan diagram blok konverter, fungsi alih loop terbuka untuk menentukan gain paling tepat sesuai yang dibutuhkan, fungsi alih antara tegangan keluaran terhadap tegangan referensi yang digunakan untuk menganalisis kecepatan respon yang dapat digunakan berdasarkan analisis loop terbuka, serta fungsi alih tegangan keluaran terhadap disturban yang dimanfaatkan untuk menganalisa beberapa besar harmonisa frekwensi rendah dapat direduksi. Keempat : Melakukan perhitungan secara analisis. Dalam tulisan ini akan di analisa hubungan antara harmonisa yang terdapat pada tegangan keluaran konverter dc ke dc dengan harmonisa yang terdapat pada tegangan input dc. Dari hasil analisa ini ditentukan kompensasi phase lag yang tepat untuk mengurangi harmonisa frekwensi rendah pada sisi keluaran. Kelima : Merancang kompensasi phase lag untuk mengurangi harmonisa frekwensi rendah yang dominan pada keluaran konverter dc ke dc. Harmonisa keluaran yang akan dikurangi disini adalah harmonisa keluaran frekuensi rendah 100 Hz, 200Hz, dan 300 Hz, karena umumnya harmonisa yang paling dominan pada keluaran konverter dc ke dc adalah harmonisa frekuensi rendah yaitu 100 Hz, 200Hz, dan 300 Hz. Keenam : Membuat peralatan dan seluruh rancangan yang telah dibuat akan direalisasikan menjadi sebuah peralatan. Ketujuh: Membandingkan pengamatan harmonisa masukan konverter yang diperoleh dari hasil penyearah jembatan satu

HASIL Dalam pengujian ini akan diuji validitas dari metoda yang diusulkan yaitu konverter dc ke dc yang dilengkapi dengan kompensasi phase lag. Perancangan dalam paper ini meliputi rangkaian pengendali konverter dan kompensasi phase lag sebagai alat untuk memberikan umpan balik harmonisa frekwensi rendah yang ditimbulkan sisi beban. Paper ini melakukan pengujian unjuk kerja dari konverter dc ke dc yang dilengkapi kompensasi phase lag yang digunkan untuk mensensor frekwensi rendah 100Hz, 200Hz, dan 300Hz. Pengujian ini meliputi pengamatan tegangan masukan konverter dc ke dc dan pengamatan tegangan keluaran pada sisi beban. Dalam penelitian ini parameter rangkaian daya yang digunakan adalah : E adalah 100 Volt, L adalah 5 mH, C adalah 1000 F , Rbeban adalah 1,6 Dari hasil analisa kestabilan yang meliputi respon keadaan mantap maka diperoleh parameter pengendali sebagai berikut : Kp adalah 2, Ki adalah 894,42, dan adalah 0.7

9

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

1) M a th:

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

10 dB

50 H z

Gambar 5. Hasil pengamatan laboratorium spektrum harmonisa pada sisi tegangan masukan konverter dc ke dc Kemudian dari sisi kompensasi phase mengandung harmonisa frekwensi rendah lag dirancang parameter-parameter yang 100 Hz dan kelipatannya seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Dari hasil digunakan adalah : R1 adalah 15 k , R2 pengamatan spektrum harmonisa pada adalah 17 k , R3=33 k ,R4=2 k , keluaran konverter dc ke dc sebelum diberi R5=15 k , dan R6= 2 k teknik kompensasi phase lag seperti C1 adalah 0,1 F , C2 adalah ditunjukkan pada Gambar. 6, terlihat 0,1 F .Parameter ini dibuat untuk harmonisa frekwensi rendah 100Hz masih

1) M a th:

Gambar 6.

10 dB

50 H z

Hasil pengamatan laboratorium spektrum harmonisa pada sisi tegangan keluaran diterapkan teknik kompensasi phase lag

konverter dc ke dc sebelum

dominan, walaupun kelipatan harmonisa kelipatannya seperti 200Hz,dan 300Hz sudah tereduksi dengan baik. Selanjutnya jika kita perhatikan Gambar. 7, terlihat jelas bahwa harmonisa frekwensi rendah 100Hz dan kelipatan yang dirasakan disisi tegangan keluaran sangat kecil.

memperoleh tanggapan frekwensi resonansi dari pada kompensasi phase lagnya masingmasing 100 Hz, 200Hz, dan 300Hz, sehingga frekwensi lebih rendah dan lebih tinggi dari frekwensi tersebut akan diperlemah sebesar 20 dB/decade. Sementara frekwensi yang berada disekitarnya akan dilewatkan. Dari data-data tersebut diatas diperoleh bentuk gelombang harmonisa pada sisi masukan konverter dc ke dc yang

10

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

1) M a th:

Gambar 7.

10 dB

50 H z

Hasil pengamatan laboratorium spektrum harmonisa pada sisi tegangan keluaran konverter dc ke dc setelah dikompensasi phase lag

kompensasi maupun harmonisa sisi masukan konverter dc ke dc..

PEMBAHASAN Dari spektrum harmonisa Gambar. 5, jelas terlihat bahwa tegangan pada sisi masukan konverter dc ke dc mengandung harmonisa frekwensi rendah yang paling dominan yaitu frekwensi 100 Hz yang magnitudenya 52 dB, 200Hz yang magnitudenya 40 dB, dan 300Hz yang magnitudenya 30dB

UCAPAN TERIMA KASIH Saya mengucapkan terimakasih Kepada Lembaga Penelitian Universitas Riau yang telah memberikan fasilitas dana dalam kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA

Sedangkan dari Gambar. 6, terlihat dengan jelas bahwa magnitude harmonisa frekwensi rendah 100Hz masih dominan dengan kata lain tidak tereduksi sama sekali, walaupun harmonisa kelipatannya seperti 200 Hz, 300Hz sudah cukup baik direduksi.

Jin,H dan S.B Dewan, 1991“Voltage Loop Design for A Low Ripple Fast Respon ACDC Switch Mode Magnet Power Supply”, IEEE. Liang,R dan S.B. Dewan, 1994 ”A SwitchMode Ripple Regulator for High-Current Magnet Power Supplies” , IEEE.

Sementara dari Gambar. 7, dapat terlihat jelas bahwa magmitudo harmonisa frewensi rendah 100Hz, dan 200Hz hanya tersisa 10 dB, dan 300Hz tersisa 11 dB. Sehingga harmonisa yang dirasakan disisi tegangan keluaran sangat ringan dengan kata lain harmonisa frekwensi rendah dan kelipatannya telah sangat jauh berkurang.

Mohan, 1995” Power Elektronics”, second Edition. Samosir. A. S, 1999 ,” Umpan Balik Riak Untuk Mengurangi Riak Keluaran Frekwensi Rendah Pada Konverter Dc ke DC”, Prosiding ITB

KESIMPULAN Dari hasil pengamatan pada keluaran konverter dc ke dc yang dilengkapi kompensasi phase lag seperti yang diusulkan dalam paper ini adalah cukup akurat. Akurat yang dimaksud adalah mampu menekan atau menghilangkan pengaruh harmonisa frekwensi rendah 100 Hz dan kelipatannya sampai mencapai 81% dari harmonisa sisi keluaran sebelum dipergunakan teknik

11

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR DIGITAL BINARY FREQUENCY SHIFT KEYING (BFSK) Febrizal Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau

ABSTRAK Salah satu teknik modulasi digital yang banyak digunakan adalah Binery Frequency Shift Keying (BFSK). Pada teknik modulasi ini sinyal informasi digital ditumpangkan pada sinyal pembawa (carrier) dengan dua kemungkinan perubahan frekuensi yaitu frekuensi mark (fm) dan frekuensi space (fs). Tiap bit sinyal informasi diwakili oleh sebuah frekuensi pembawa tersebut. Pada tulisan ini dirancang sebuah modulator BFSK dengan frekuensi mark sebesar 10,5 MHz dan frekuensi space sebesar 9,5 MHz dengan laju bit (bit rate) maksimum 256 kbps. Modulator ini terdiri dari Leveling Circuit dan Voltage Controlled Oscillator.

ABSTRACT Binary Frequency Shift Keying is one of the digital modulation techniques which is most frequently used. In this technique, an information signal is placed into carrier signal with two changed frequencies, namely mark and space frequencies. Each bit information signal is represented by the carrier signal. This paper presents a design and of preparation of a modulator with mark frequency of 10,5 MHz and space frequency of 9,5 MHz. the bit rate maximum obtained is 256 kbps. The modulator consists of a Leveling Circuit and Voltage Controlled Oscillator (VCO). Key Words

: Binary, Frequeny, Shift, Keying

PENDAHULUAN

frekuensi space (space frequency, fs). Dengan kata lain, dalam modulasi BFSK, frekuensi sesaat dari sinyal pembawa digeser-geser diantara dua harga frekuensi sesuai dengan sinyal informasi digital yang masuk (bit „1‟ dan bit „0‟). Pada tulisan ini dirancang sebuah modulator digital Binary Frequency Shift Keying (BFSK). Modulator ini dirancang menggunakan frekuensi mark sebesar 10,5 MHz dan frekuensi space sebesar 9,5 MHz dengan masukan berupa sinyal digital NRZ dengan laju bit (bit rate) maksimal 256 kbps. Modulator yang dibuat terdiri dari Leveling Circuit dan Voltage Controlled Oscillator. Secara umum bentuk blok diagram sistem modulator BFSK adalah seperti pada Gambar. 1 dibawah ini.

Ada beberapa macam teknik modulasi yang digunakan untuk mengirimkan sinyal digital, seperti Amplitude Shift Keying (ASK), Frequency Shift Keying (FSK), Phase Shift Keying (PSK), Quadrator Amplitude Modulation (QAM) dan sebagainya. Salah satu teknik modulasi digital yang banyak digunakan pada radio digital maupun data adalah Frequency Shift Keying (FSK). Pada teknik modulasi FSK, sinyal informasi digital ditumpangkan pada frekuensi sinyal pembawa. Sifat modulasi digital FSK sangat mirip dengan teknik modulasi analog FM dimana sinyal output modulator memiliki amplitude yang konstan namun bervariasi pada frekuensinya. Yang membedakan adalah sinyal informasi pada FSK merupakan rentetan bit „1‟ dan bit „0‟ sedangkan pada FM sinyal informasi adalah analog. Pada system Binary FSK (BFSK), data biner diwakili oleh dua frekuensi yang berbeda. Bit „1‟ diwakili oleh frekuensi mark (mark frequency, fm) dan bit „0‟ oleh

Word In

Leveling Circuit

VCO

Sinyal FSK

Gambar .1 Blok diagram Modulator BFSK

12

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

BAHAN DAN METODE

pada keluaran leveling circuit akan muncul tegangan bias VCO sebesar V1 yang di set oleh VR1. Sebaliknya bila data masukan berlogika „0‟ maka microswitch-2 yang akan bekerja (ON) dan tegangan V2 yang akan muncul pada keluaran leveling circuit.

Pada rancangan ini komponenkomponen yang digunakan adalah komponen-komponen elektronika yang ada di pasaran seperti resistor, kapasitor, dioda, induktor, IC, PCB dan lain-lain.

Voltage Controlled Oscillator (VCO) Rangkaian VCO berfungsi untuk menghasilkan sinyal pembawa dengan frekuensi mark sebesar 10,5 MHz dan frekuensi space sebesar 9,5 MHz. dalam rancangan ini VCO direalisasikan menggunakan IC MC1648 yang mampu menghasilkan frekuensi hingga 225 MHz. rangkaiannya diperlihatkan pada gambar 1.3. Tegangan catu (Vcc) sebesar +5Vdc diberikan pada pin 1 dan 14, sedangkan ground diberikan pada pin 7 dan 8 (VEE). Sinyal keluaran VCO yang keluar melalui pin 3 diatur frekuensinya dengan mengatur tegangan bias masukan pada rangkaian tangki yang dibentuk oleh induktor L dan dioda varaktor Dv pada pin 12. Berdasarkan petunjuk lembar data IC MC1648, maka disini digunakan induktor L 2,3 H dan dioda varaktor tipe MV2115.

Leveling Circuit Leveling circuit merupakan bagian yang berfungsi untuk menyesuaikan level tegangan bias VCO agar diperoleh frekuensi mark dan frekuensi space yang diinginkan. Pada bagian ini sinyal data NRZ yang mempunyai level TTL (0 .. 4,5 volt) dinaikkan level dc-nya sehingga mencapai level tegangan bias yang diperlukan VCO untuk menghasilkan frekuensi sebesar fm dan fs yaitu V1 dan V2. Pada rancangan ini, rangkaian leveling circuit direalisasikan menggunakan IC 74LS74 dan IC MC14066 yang dirangkai seperti terlihat pada Gambar.2. +12 Vdc

VR1

VR2 100 nF

U2

I1 U1 Data NRZ

D

SET

CTR 1

Q

I2 O1

Clock

O2 CLR

Q

100 k 100 k D1 D2

+5Vdc Sinyal Keluaran

100nF

CTR 2

1

14

10 3 100nF

Sinyal keluaran

MC 1648

2,3 H

Gambar .2 Rangkaian Leveling Circuit

5 12

U2 yang direalisasikan dengan IC MC14066 merupakan rangkain microswitch elektronik yang digunakan untuk menswitching tegangan bias yang diperlukan VCO. Disini U2 dikendalikan oleh sebuah D flip-flop (U1) yang direalisasikan dengan IC 74LS74. Dari Gambar.2 dapat dilihat bahwa keluaran U1 yakni Q dan Q dihubungkan pada masukan CTR1 dan CTR2. Hal ini akan menyebabkan kedua microswitch yang terdapat didalam U2 akan bekerja saling berlawanan pada saat yang sama. Bila data masukan berlogika „1‟, maka CTR1 akan berlogika dan CTR2 akan berlogika „0‟. Ini akan menyebabkan microswitch-1 bekerja (ON) dan microswitch-2 OFF. Akibatnya

7

8

10k

100nF

Masukan DC 100nF

Gambar. 3 Rangkaian Voltage Controlled Oscillator (VCO)

HASIL Pengukuran VCO Pengukuran pada bagian ini bertujuan untuk mengetahui unjuk kerja VCO, yang meliputi frekuensi, level, bentuk sinyal keluaran dan tegangan bias dc masukannya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan frequency counter, osiloskop dan volt meter pada keluaran

13

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

rangkaian Gambar.4.

VCO

seperti

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

diperlihatkan Pengukuran Leveling Circuit Pengukuran pada bagian ini bertujuan untuk mengatur level tegangan keluaran leveling circuit pada harga tegangan bias yang dibutuhkan VCO yaitu sebesar 6,2 volt dan 11,2 volt. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan volt meter pada keluaran rangkaian leveling circuit, seperti pada Gambar.6.

osiloskop Ch X Ch Y VCO Power Suply

V

in out

Frequency Counter

Gambar. 4 Diagram pengukuran rangkaian VCO

Pembangkit Data

Pengukuran frekuensi keluaran VCO dilakukan dengan mengubah-ubah potensiometer sehingga diperoleh hasil pembacaan frequency counter sebesar 9,5 MHz dan 10,5 MHz. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa untuk menghasilkan frekuensi keluaran sebesar 9,5 MHz dibutuhkan tegangan bias sebesar 6,2 volt dan untuk frekuensi sebesar 10,5 MHz dibutuhkan tegangan bias sebesar 11,2 volt. Bentuk sinyal keluaran VCO dapat dilihat pada Gambar.5.

Skala vertikal Skala horizontal

Leveling Circuit

V

Gambar . 6 Diagram pengukuran rangkaian Leveling Circuit

Pengukuran ini dilakukan dengan membuat keluaran pembangkit data berlogika „1‟ (sekitar 4,5 volt), kemudian resistor variabel (VR1) yang ada pada rangkaian leveling circuit diatur hingga diperoleh tegangan keluaran rangkaian sebesar 11,2 volt. Setelah itu pembangkit data dibuat berlogika „0‟, kemudian resistor variabel (VR2) diatur sehingga diperoleh tegangan keluaran rangkaian sebesar 6,2 volt. Pengukuran Unjuk Kerja Modulator Pada bagian ini dilakukan pengukuran unjuk kerja modulator sebagai satu sistem, yang meliputi pengamatan bentuk sinyal BFSK. Pengamatan bentuk sinyal BFSK ini dimaksudkan untuk melihat perubahan frekuensi yang terjadi pada sinyal termodulasi. Pengukuran ini dilakukan pada keluaran VCO. Diagram blok pengukurannya diperlihatkan pada Gambar.7.

: 0,2 s/div : 0,2 v/div

Modulator BFSK

Osiloskop Ch X

Ch Y

Pembangkit Data

Gambar .7 Diagram blok pengamatan bentuk sinyal BFSK

Skala vertikal Skala horizontal

Pembangkit data diatur laju bit-nya masingmasing sebesar 64, 128, dan 256 kbps. Sinyal keluaran BFSK diamati pada osiloskop dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar. 8.

: 0,2 s/div : 0,2 v/div

a) Frekuensi 9,5 MHz b) Frekuensi 10,5 MHz Gambar . 5 Sinyal keluaran VCO

14

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

PEMBAHASAN

Skala vertikal Skala horizontal Ch X (atas) Skala horizontal Ch Y (bawah)

Setelah dilakukan pengukuran pada masing-masing bagian modulator dan modulator sebagai satu sistem, dapat dilihat bahwa VCO yang dirancang telah memenuhi spesifikasi yang diinginkan yaitu dapat menghasilkan frekuensi mark sebesar 10,5 MHz dan frekuensi space sebesar 9,5 MHz. Leveling circuit yang dibuat sebagai pemberi tegangan bias VCO telah memenuhi spesifikasi yang diinginkan yaitu mempunyai keluaran sebesar 6,2 volt dan 11,2 volt. Secara umum modulator yang dirancang sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Perubahan antara frekuensi mark dan frekuensi space tidak terlalu jelas, hal dikarenakan jarak yang terlalu dekat antara kedua frekuensi tersebut.

: 5 s/div : 0,2 v/div : 5 v/div

KESIMPULAN Skala vertikal Skala horizontal Ch X (atas) Skala horizontal Ch Y (bawah)

: 2 s/div : 0,2 v/div : 5 v/div

Modulator BFSK ini secara umum sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan yaitu bisa bekerja hingga laju bit sebesar 256 kbps dengan frekuensi mark sebesar 10,5 MHz dan frekuensi space sebesar 9,5 MHz. Penggunaan IC MC1648 sebagai VCO memberikan beberapa keuntungan seperti jangkauan frekuensi yang cukup lebar dan dapat bekerja hingga frekuensi 225 MHz. UCAPAN TERIMA KASIH

Skala vertikal Skala horizontal Ch X (atas) Skala horizontal Ch Y (bawah)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan staf pengajar di lingkungan program studi teknik elektro Universitas Riau, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Disamping itu juga kepada pihak penerbit jurnal yang telah menerbitkan hasil penelitian penulis.

: 2 s/div : 0,2 v/div : 5 v/div

DAFTAR PUSTAKA

Skala vertikal Skala horizontal Ch X (atas) Skala horizontal Ch Y (bawah)

Floyd dan Thomas.L. 1998. Electronic Fundamentals, Circuit, Devices, Application: Prentice Hall.

: 2 s/div : 0,2 v/div : 5 v/div

Malvino dan Gunawan,H. 1992. Prinsipprinsip Elektronika, Edisi kedua: Erlangga.

(a) bit rate 64 kbps, (b) bit rate 128 kbps, (c) bit rate 256 kbps, (d) bit rate 256 kbps dan data 1101110001001.

Roddy,D dan Coolen, J. 1984. Komunikasi Elektronika, Edisi ketiga : Erlangga.

Gambar .8 Sinyal keluaran Modulator BFSK

15

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Roden dan Martin. S. 1991. Analog and Digital Communication System, Prentice Hall. Rohde dan Ulrich.L. 1983. Digital PLL Frequency Synthesizer, Theory and Design, Prentice Hall. Smith, J. 1986. Modern Communication Circuits, McGraw-Hill. Stallings, W. 1986. Data and Computer Communication, McGraw-Hill. Tomasi,W. 1998. Advance Communi-cation Electronic System, Prentice Hall.

16

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

PROSES PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN METODA BERORIENTASI OBJEK Jasril Jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

ABSTRAK Sistem Pendukung Keputusan Kelompok merupakai suatu sistem yang diharapkan dapat membantu para pembuat keputusan untuk berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Sistem ini digunakan untuk mendukung berbagai aktifitas yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan. Makalah ini membahas proses pemodelan Sistem Pendukung Keputusan Kelompok dengan menggunakan Unified Modelig Language (UML) yang merupakan standar pemodelan sistem berorientasi objek. Pembahasan menitikberatkan pada Use Case Diagram, sequence Diagram dan Class Diagram yang merupakan bagian yang sangat penting dalam UML

ABSTRACT Group decision support system (GDSS) is computer-based system that facilitates communication among team member of group decision-makers. This system has been used to support the various activities involved in the decision-making processes. This paper present detail development of the GDSS by using Unified Modeling Language (UML). The Unified Modeling Language is standard of an object oriented modeling language. Some of its modeling diagrams such as: Use Case Diagram, Sequence Diagram and Class Diagram are presented in this paper. Kata kunci: Sistem pendukung keputusan kelompok, UML, Use Case Diagram, Sequence Diagram, Class Diagram

PENDAHULUAN

informasi yang tepat untuk membuat keputusan. Pada saat ini beberapa peneliti telah memperkenalkan Sistem Pendukung Keputusan Kelompok (Group Decision Support System, GDSS) , selanjutnya disebut GDSS, sebagai suatu sistem yang diharapkan dapat membantu para pembuat keputusan untuk berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. GDSS telah digunakan untuk mendukung berbagai aktifitas yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan. GDSS biasanya merujuk kepada Electronic Meeting System yang didefenisikan sebagai koleksi software, hardware, dan prosedur yang dirancang secara otomatis untuk mendukung aktifitas kelompok.

Sistem informasi merupakan bagian sangat penting bagi suatu organisasi. Sistem informasi yang tepat dan optimal akan mampu meningkatkan kinerja organisasi, yang pada akhirnya dengan dukungan aspek-aspek yang lain, akan mampu mewujudkan suatu kemajuan bagi organisasi tersebut. Fungsi utama dari sistem informasi manajemen adalah untuk membantu manajemen dalam pengambilan keputusan dalam proses perencanaan, pemantauan dan pengendalian. Pada beberapa bagian organisasi, pengambilan keputusan dilakukan secara periodik baik mingguan, bulanan atau kuartal dan membutuhkan sekumpulan

17

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Chien (2003), mengembangkan platform GDSS berbasiskan Web dengan pendekatan metoda berorientasi objek. Keutamaan dari metoda berorientasi objek dibandingkan pendekatan metoda tradisional (struktural) adalah mudah melakukan perubahan dalam waktu yang cepat. Makalah ini mencoba membahas proses pemodelan sistem GDSS yang diperkenalkan Chien (2003), dengan menggunakan UML (Unified Modeling Language) yang merupakan standar pemodelan untuk aplikasi berorientasi objek. Pemodelan (modeling) adalah proses untuk menggambarkan sistem yang telah ada atau yang akan dibangun. Dengan menggunakan model, diharapkan pengembangan piranti lunak dapat memenuhi semua kebutuhan pengguna dengan lengkap dan tepat. Penulis hanya membahas proses pemodelan menggunakan beberapa diagram yang terdapat dalam UML diantaranya: use case diagram, sequence diagram serta class diagram. Sedangkan diagram-diagram lain seperti : statechart diagram, activity diagram, collaboration diagram, component diagram serta deployment diagram diluar pembahasan makalah ini.. Pada makalah ini dibahas proses pemodelan sistem GDSS dengan menggunakan UML (Unified Modeling Language) yang merupakan standar pemodelan untuk aplikasi berorientasi objek. Pembahasan dalam makalah ini hanya menitikberatkan pada beberapa diagram yang terdapat dalam UML diantaranya: use case diagram, sequence diagram serta class diagram.

Unified Modelling Language (UML) Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah standar pemodelan yang ditetapkan oleh Object Management Group (OMG) yang berguna untuk visualisasi, merancang dan mendokumentasikan sistem piranti lunak berdasarkan pendekatan metoda berorientasi objek . UML merupakan gabungan dari beberapa metodologi berorientasi objek. Tetapi yang paling dominan adalah metodologi Booch (1991), metodologi Jacobson (1994), dan metodologi OMT (1991). Beberapa diagram yang didefenisikan UML diantaranya: • use case diagram • class diagram • statechart diagram • activity diagram • sequence diagram • collaboration diagram • component diagram • deployment diagram Selanjutnya akan dibahas beberapa diagram, antara lain: use case diagram, class diagram dan sequence diagram. Use Case Diagram Use case diagram adalah grafik yang menggambarkan aktor dan use case dalam sebuah sistem serta hubungan antara keduanya. Use case diagram juga menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah sistem. Yang ditekankan adalah “apa” yang diperbuat sistem, dan bukan “bagaimana”. Use case diagram terdiri dari use case dan aktor Use case adalah skenario untuk memahami kebutuhan sistem (system requirement) Use case menggambarkan interaksi antara aktor dengan sistem. Dengan menggunakan ini kita dapat mengetahui apa yang diinginkan pengguna dan apa yang dapat dilakukan sistem untuk memenuhinya. Use case merupakan sebuah pekerjaan tertentu, misalnya login ke sistem, membuat transaksi di ATM, dan sebagainya. Seorang/sebuah aktor adalah faktorfaktor eksternal (entitas manusia atau mesin)

BAHAN DAN METODE Metodologi berorientasi objek adalah sekumpulan model dan aturan-aturan yang digunakan untuk membangun sistem piranti lunak. Pemodelan (modeling) adalah proses untuk menggambarkan sistem yang telah ada atau yang akan dibangun.Sebuah model adalah representasi abtraksi dari sebuah sistem supaya mudah dipahami.

18

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

yang berinteraksi dengan sistem untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

HASIL Arsitektur GDSS

Sequence Diagram Sequence diagram menggambarkan interaksi antar objek di dalam dan di sekitar sistem (termasuk pengguna, display, dan sebagainya) berupa message yang digambarkan terhadap waktu. Sequence diagram terdiri dari dimensi vertikal (waktu) dan dimensi horizontal (objek-objek yang terkait). Sequence diagram biasa digunakan untuk menggambarkan skenario atau rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai respons dari sebuah event untuk menghasilkan output tertentu. Diawali dari apa yang mentrigger aktivitas tersebut, proses dan perubahan apa saja yang terjadi secara internal dan output apa yang dihasilkan.

Secara garis besar GDSS dibagi dalam 2 modul yaitu : information classification and retrieval module dan Decision Inference Module . Gambar.1 memperlihatkan sistem arsitektur GDSS.

Class Diagram Class adalah sebuah spesifikasi yang jika diinstansiasi akan menghasilkan sebuah objek dan merupakan inti dari pengembangan dan desain berorientasi objek. Class menggambarkan keadaan (atribut/properti) suatu sistem, sekaligus menawarkan layanan untuk memanipulasi keadaan tersebut (metoda/fungsi). Class diagram menggambarkan struktur dan deskripsi class, package dan objek beserta hubungan satu sama lain seperti containment, pewarisan, asosiasi, dan lain-lain. Class memiliki tiga area pokok : 1. Nama (dan stereotype) 2. Atribut 3. Metoda Atribut dan metoda dapat memiliki salah satu sifat berikut : • Private, tidak dapat dipanggil dari luar class yang bersangkutan • Protected, hanya dapat dipanggil oleh class yang bersangkutan dan anakanak yang mewarisinya • Public, dapat dipanggil oleh siapa saja

Gambar 1. Sistem arsitektur GDSS

Information Classification and Retrieved Module Pada modul ini user dapat mempelajari informasi terkini, saling berbagi informasi (share information), dan mengevaluasi factorfactor strategis dari hasil diskusi diantara sesama anggota. Informasi yang berasal dari dalam (internal) maupun luar (eksternal) dikelola dan disimpan dalam database/knowledgebase. Selanjutnya dapat digunakan secara efisien dengan menggunakan dua fungsi. Fungsi pertama adalah classifying information (informasi klasifikasi) yang berguna untuk mengklasifikasikan informasi yang diperoleh. Kedua adalah searching and retrieving information( mencari dan menampilkan informasi) berguna bagi user untuk mencari dan menampilkan informasi yang diperlukan.

19

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Decision Inference Module Use Case Diagram Modul ini digunakan user untuk mendapatkan beberapa pilihan dari berbagai faktor dalam mengambil keputusan. Alternatif tersebut diperoleh dari modul sebelumnya. Ada dua fungsi yang terdapat pada modul ini yaitu: deterministic decision inference dan Probabilistic decision inference Deterministic decision inference menyediakan mekanisme untuk menyimpan keputusan yang berhubungan dengan knowledge dan menyediakan fasilitas untuk membuat keputusan berdasarkan analisis. Probabilistic decision inference digunakan apabila keputusan yang akan diambil melibatkan factor-faktor yang bersifat probabilitas (tidak pasti)

Pada bagian ini akan digambarkan use case diagram dari GDSS. Ada dua aktor yang teridentifikasi yaitu : 1. Domain knowledge expert 2. Decision maker or user Kemudian terdapat 10 use case diantaranya : 1. Provide professional comments on information 2. Contribute information 3. Maintain data 4. Search information 5. Input rules into knowledge base 6. Input environment status in database 7. Propel inference engine 8. Specify decision nodes 9. Inputs probabilities associated with nodes 10. Connect relationship between nodes

PEMBAHASAN Gambar 2. memperlihatkan use case diagram GDSS.

Domain Knowledge Expert

Maintain data

Provide professional comments on Information

Input rules into knowledge base Input environment status in database

Contribute information

Decision Maker (User)

Search information

Specify decision nodes Inputs probabilities associated with nodes

Propel inference engine

Connects relationship between node

Gambar 2. Use Case Diagram

Sequence diagram 20

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Sequence diagram untuk sistem ini adalah: 1. Make decision using rule based reasoning 2. Make decision using Bayesian based reasoning 3. Contribute information

Domain know ledge expert

Decision maker/User

Know ledge explanation interface

4. Provide professional comments 5. Maintain data 6. Search for information Pada sistem ini, sequence diagram dibagi menjadi dua bagian seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4 dibawah ini.

Know ledge acquisition interface

Inference engine

1. Access

Information classification and retrieval

2. Insert rules 3. Insert environment status

Make decision using rule based reasoning

4. Propel inference 5. Display

1. Access

2. Specify decision 3. Determine 4. Input node

Make decision using Bayesian based reasoning

5. Calculate 6. Display

Gambar 3. Sequence diagram (bagian 1)

21

Know ldege base

Database

Vol. 1, No. 1, Desember 2003 Domain know ledge expert

Decision maker/User

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Know ledge explanation interface

Know ledge acquisition interface

1. Access

Inference engine

Information classification and retrieval

2. Contribute information

Contribute information

1. Access

Provide professional comments

Know ldege base

Database

3. Classify information

2. Provide professional comments on

1. Maintain data Maintain data

1. Access

2. Search information

3. Retrieve information

4. Display

Search information

Gambar 4. Sequence diagram (bagian 2)

Class diagram Class yang teridentifikasi untuk sistem ini adalah: 1. Domain expert 2. Knowledge acquisition interface 3. Decision maker 4. Information classification and retrieval Domain expert password insert password( )

5. Knowledge explanation interface 6. Inference engine 7. Database 8. Knowledgebase Gambar 5 memperlihatkan class diagram dari GDSS

knowledge acquisition interface

Decision maker password

contribute inform ation( ) expert comments( ) input rules( ) modify rules( ) input environm ent facts( ) input node probability( ) specify decision nodes( ) connect nodes( )

insert password( )

knowledge explanation interface keyword search inform ation( ) display rule based results( ) display Bayesian based results( )

Information classification and retrieval classify inform ation( ) retrieve inform ation( )

Inference engine check facts and rules( ) calculate Bayesian( )

Database environment facts rule based results nodes node relationship node probability Bayesian based results

Knowledge base rule category information

Gambar 5. Class diagram

22

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

KESIMPULAN

Booch, 1991. Object Oriented Design with Application;Benjamin/ Cumming

Pemodelan sebuah sistem sangatlah penting terutama untuk sistem yang komplek agar kita dapat memahami sistem tersebut secara menyeluruh. Unified Modelling Langguage(UML) adalah sebuah standar untuk merancang model sebuah sistem.

Britton, C. dan Doake, J. 1996. Software System Development: a gentle introduction; 2nd edition, London:McGraw-Hill. Chien, C. dan Wang K. 2003. Designing an Internet-based group decision support system. J. Robotic and Computer Integrated Manufacturing 19: 65-77

Penggunaan UML dalam pembangunan sistem pendukung keputusan ( Decision Support System) sangatlah tepat karena sistem ini memerlukan kecermatan dan ketelitian agar keputusan yang diambil tidak salah. Disamping itu UML juga mempunyai keutamaan dalam penggunaan kembali (Reusability) modul atau komponen yang ada sehingga memudahkan dalam melakukan perubahan atau pemeliharaan sistem.

Jacobson dan Ivar. 1994. Object-Oriented Software Engineering: A Use Case Driven Approach; Addison-Wesley Rumbaugh, J., Blaha, M., Premerlani, W., Eddy,F. dan Lorenson W. 1991. ObjectOriented Modeling and Design; Prentice Hall.

Schach, S. R. 2000, Object Oriented and Classical Software Engineering, Boston: McGraw-Hill. Sri Dharwiyanti dan Romi S.W. 2003. Pengantar Unified Modelling Langguage (UML); Ilmu Komputer.Com.

DAFTRA PSUTAKA Bahrami, A. 1999. Object Oriented System Development; Boston: McGraw-Hill.

http://202.95.157.19/howto/PDF_Files/yantiuml.pdf

23

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

PENGASUTAN BINTANG (Y) SEGITIGA ( ) DAN CATU DAYA PADA MOTOR POMPA Iswadi HR Jurusan Teknik Elektro Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

ABSTRAK Penggunaan motor listrik pada industri sangat luas, misalnya pada industri tekstil, perusahaan air minum, perusahaan perminyakan dan sebagainya. Salah satu penggunaan motor listrik yaitu sebagai penggerak pompa di Instalasi Pengapon PERTAMINA UPPDN IV Semarang. Pompa yang digunakan adalah pompa dengan putaran yang tinggi, maka sangat tepat apabila digerakkan langsung oleh motor listrik yang juga mempunyai kecepatan tinggi. Motor listrik yang digunakan di Instalasi Pengapon Semarang adalah motor induksi tiga fasa belitan sangkar. Kelebihan motor induksi ini antara lain pengoperasian dan pengaturannya yang mudah, serta mempunyai daya tahan yang tinggi. Untuk mengurangi arus asut yang besar, metoda pengasutan motor yang digunakan adalah pengasutan bintang (Y)-segitiga ( ). Pada saat di asut, stator motor terhubung secara bintang dan setelah mencapai arus nominalnya dengan otomatis dipindah ke hubung segitiga, yaitu dengan menggunakan bintang (Y)-segitiga ( ) timer untuk mengatur lamanya suatu kontaktor bekerja ( kontaktor yang harus aktif ).

ABSTRACT The electric motors have been playing a wide area of industrial applications, i.e. in textile, water, petroleum industries, etc. Electric motors is used as the pump mover in Instalation Pengapon Pertamina UPPDN IV Semarang. Since the pump is operated in high speed, it is suitable to use high speed electric motors directly. Instalasi Pengapon Semarang uses three phase cage induction motors. The advantage of these motors are easy to operated and controlled, as well as have highly in reliable. To decrease the large starting current, motor is started by star (Y)-delta (∆) methods. When it is started, motor wound is connected as star connection and when it reach nominal current automatically is switched to delta connection by means of star-delta timer to control the duration of contactor work (an active contactor). Kata Kunci: Pengasutan, Motor Induksi, kontaktor

PENDAHULUAN

Semarang. Karena pompa yang digunakan adalah pompa dengan putaran yang tinggi, maka sangat tepat apabila digerakkan langsung oleh motor listrik yang juga mempunyai kecepatan tinggi dalam hal ini menggunakan motor sangkar.

Penggunaan motor listrik di dunia industri sangat luas, misalnya pada industri tekstil, perusahaan air minum, perusahaan perminyakan dan sebagainya. Salah satu penggunaan motor listrik yaitu sebagai penggerak pompa–pompa di Instalasi Pengapon PERTAMINA UPPDN IV

Dalam pengasutan motor induksi terdapat dua masalah yang sering terjadi, yaitu:

24

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

1. Arus mula yang besar (5 – 6 kali arus beban penuh). 2. Momen mula kecil Ada berbagai macam sistem pengasutan pada motor sangkar diantaranya adalah:

dengan arus saluran I2 pada saat dihubung segitiga adalah :

1. Pengasutan dengan tegangan penuh (Accros the line starter or Direct Online). 2. Pengasutan dengan penurunan tegangan (reduce voltage starting) yang meliputi: a. Pengasutan dengan tahanan (primary resistor starter). b. Pengasutan dengan autotrafo (auto transformer starter). c. Pengasutan dengan hubungan Y(Wye-Delta Starter)

Perbandingan antara persamaan (1) dan (3) menghasilkan bahwa arus asut hubung bintang adalah 1/3 dari arus asut hubung segitiga. Jika arus pengasutan dari motor adalah 6 x In (In = arus beban penuh motor), arus asut dalam hal ini adalah:

I2

3E Z

3I

1 .6.I n 3

I LD ........……….(3)

2 I n ,...…..........................……(4)

dari rumus diatas terlihat bahwa arus asut tidak melebihi 200% arus nominal ( masih dalam batas toleransi ). Jadi metoda pengasutan dengan metoda Y-D adalah cukup aman.

Pengasutan Bintang (Y) – Segitiga ( ) Metode pengasutan bintang (Y)-segitiga ( ) adalah metode pengasutan dengan pengurangan tegangan.. Sebuah motor dengan hubungan bintang - segitiga memiliki 6 buah terminal sehingga dapat diswitch baik untuk hubungan bintang atau segitiga. Motor dihubungkan bintang pada waktu pertama kali diasut, dan ketika motor telah mendekati kecepatan nominal, hubungan diubah menjadi hubungan delta. Pada saat pengasutan, belitan motor dihubung bintang, tegangan yang dikenakan adalah tegangan saluran. Bila impedansi belitan motor = Z, tegangan saluran = E, arus fasa = I dan arus saluran = Il maka besarnya arus yang ditarik saat belitan motor terhubung bintang adalah :

Rangkaian Segitiga ( )

Pengasutan

Bintang

Rangkaian pengasutan bintang – segitiga dapat digambarkan pada gambar 5.3 sebagai berikut:

MCCB 125A, 75A,60A, 50A, 40A, 30A,

I ''

OLR 90A, 63A, 52A, 32A, 25A, 19A, 14A

E IY

3 Z

E 3Z

I l ..........................................(1)

MC1

Perubahan dari bintang ke delta setelah motor berputar mendekati putaran nominalnya. Tegangan penuh E dikenakan pada motor, bila impedansi dari belitan motor adalah Z.

I

(Y)

MC2

MC3

M

E ..................................................(2) Z

(a)

25

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

OLR

Pada saat push button S1 (NC) ditekan maka semua arus akan terputus sehigga semua kontaktor deenergized dan kemudian membuka. Dengan demikian motor akan berhenti beroperasi.

S1

Adanya OLR adalah sebagai pengaman apabila terjadi beban lebih dengan demikian motor akan beroperasi sesuai dengan rating arus yang sesuai dengan batas toleransi.

S2

C1

t

t

C3 C1

C2

HASIL Analisa tentang catu daya dan sistem pengasutan bintang (Y) segitiga ( ) pada motor induksi, yang meliputi tentang perhitungan peralatan catu daya yang digunakan. Sebagai contoh perhitungan digunakan data sbb: Data motor untuk penggerak pompa produk S1,K1, P1, BB2L1, C2, C1, FSB (Diperoleh dari Instalasi Pengapon PERTAMINA UPDN IV Semarang ) Daya motor (P) = 11 kW Tegangan (V) = 380 V Efisiensi ( ) = 96 % Cos (PF) = 0,86 Data Kontaktor hubung segitiga: Merk : ABB Tipe : A12 Tegangan : 400 Volt Rating arus :12 ampere 0 Rating arus, 40 C : 27 ampere Data Kontaktor hubung bintang: Merk : ABB Tipe : A9 Tegangan : 400 Volt Rating arus : 9 ampere 0 Rating arus, 40 C : 25 ampere Pemutus Tenaga : 40 ampere OLR : 25 ampere

C2 C3

(b) Gambar. 1

(a) Pengkawatan dan (b) Diagram Segaris Pada Pengasutan Bintang Segitiga

PRINSIP KERJA RANGKAIAN Pengasutan diatas merupakan pengasutan bintang-segitiga dengan tipe tiga kontaktor. Masing–masing kontaktor berfungsi sebagai kontaktor utama (C1), kontaktor bintang (C3) dan kontaktor segitiga (C3). Pada saat push button S2 (NO) ditekan maka arus akan mengalir pada belitan kontaktor C1 sehingga kontaktor C1 akan energized dan kontaktor akan menghubung. Pada saat yang sama kontaktor C3 juga akan terhubung sehingga pada saat tersebut motor tercatu dengan hubungan bintang. Dengan menggunakan segitiga– bintang timer, arus yang mengalir pada kontaktor C3 akan terputus sesuai dengan lamanya waktu yang disetting. Karena kontaktor C3 terpasang interlock satu sama lain dengan kontaktor C2 maka kontaktor C2 akan terhubung. Dengan demikian sekarang motor tercatu dengan hubung segitiga.

26

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Penentuan Arus Nominal Dari data – data pada poin (a) diatas maka didapatkan In

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat perbandingan seperti pada Tabel.1

p K .V .PF . 11.000 3.380.0,86.0,96 20,24 A

In In

In

Tabel.1 Perbandingan Hasil Perhitungan dengan Data Lapangan pada Peralatan Catu Daya untuk motor 11 kW.

Penentuan dan Pemilihan Kontaktor  Rating arus operasional untuk kontaktor hubung bintang bisa didekati dengan rumus

Ie

0,35I n

I

( (

3 1

)I n

).20,24 3 11,68 12 ampere

20,24.110%

22,6

23 ampere

Penentuan Pemutus Tenaga (Circuit Breaker) Berdasarkan PUIL (1977 520E), pemutus tenaga (CB) untuk motor sangkar sebesar 250 % arus beban penuh (In) sehingga diperoleh kapasitas pemutus sebagai berikut:

I CB

Perhitungan

9A 12 A 40 A 25 A

8A 12 A 51 A 23 A

No

Peralatan

Lapangan

Perhitungan

1 2 3 4

Kontaktor Y Kontaktor D PMT OLR

12 A 17 A 50, 60, 63 A 32 A

10 A 16 A 69 A 31 A

No

Peralatan

Lapangan

Perhitungan

1 2 3 4

Kontaktor Y Kontaktor D PMT OLR

17 A 26 A 75 A 52 A

15 A 24 A 102 A 45 A

Berdasarkan Tabel.1, Tabel.2 dan Tabel.3 diatas terlihat bahwa ada perbedaan antara data dilapangan dengan hasil perhitungan terutama untuk PMT. Hal ini dikarenakan peralatan yang tersedia memiliki rating arus yang sudah ditentukan. Sebagai contoh; untuk PMT biasanya rating yang tersedia bernilai sebesar 30A, 40A, 50A, 60 A, 75A, 125A dan seterusnya. Jadi berdasarkan peralatan yang ada, untuk data berdasarkan hasil perhitungan pada PMT (51 ampere pada Tabel.1) maka penggunaan PMT dengan rating 40 A sudah tepat karena besarnya rating PMT yang digunakan masih jauh diatas beban penuh , begitu juga untuk peralatan yang lainnya. Penggunaan kontaktor A9 dan A12 pada kontaktor hubung bintang dan segitiga sudah tepat karena mendekati hasil perhitungan. Penggunaan OLR dengan rating 25 A (pada Tabel.1) sudah tepat karena sudah mendekati hasil perhitungan dan berdasarkan

Penentuan Thermal Overload Relay Karena pemasangan OLR adalah sistem pendeteksian arus saluran maka OLR adalah sebesar 110 % dari arus beban penuh, sehingga:

I OLR

Lapangan

Kontaktor Y Kontaktor D PMT OLR

Tabel. 3 Perbandingan Hasil Perhitungan dengan Data Lapangan pada Peralatan Catu Daya untuk motor 22 kW

Penggunaan kontaktor untuk hubungan segitiga, rating arusnya dapat didekati:

1

Peralatan

1 2 3 4

Tabel. 2 Perbandingan Hasil Perhitungan dengan Data Lapangan pada Peralatan Catu Daya untuk motor 15 kW

0,35.20,24 7,084 8 ampere 

No

20,24.250% 50,6 51ampere

27

Vol. 1, No. 1, Desember 2003

Jurnal Sains, Teknologi & Industri

rating arus OLR yang ada, maka penggunaan OLR 25 A adalah yang paling effisien. Penggunaan OLR 25A juga untuk menghindari kerusakan pada kontaktor A9 (yang memiliki rating arus pada 400C sebesar 25 A).

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1996, Buku Pedoman Instalasi Pengapon PERTAMINA UPPDN IV Semarang. Anonim, 1994, Fuji Electric, Magnetic Motor Starter and contactor, Japan.

KESIMPULAN Dari data-data dan keterangan yang diperoleh sebagai hasil pengamatan di Instalasi Pengapon Semarang dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

Facta M, dan Karnoto, ST, 2001, Instalasi Listrik Arus Kuat, Teknik Elektro Fakultas Teknik Unveristas Diponegoro Semarang. Sen S.K., Rotating Electrical Machinery, Khanna Pubhlishers. India

1. Untuk memutar pompa yang berkecepatan tinggi, di Instalasi Pengapon banyak digunakan motor induksi yang juga memiliki kecepatan tinggi serta memiliki konstruksinya yang kuat dan karakteristiknya yang baik 2. Untuk mengurangi arus asut yang besar, pengasutan (starting ) untuk motor menggunakan metoda bintang – segitiga. Arus asut pada saat motor terhubung bintang adalah 2 kali arus nominal In, dengan demikian batas arus beban penuh 200 % tidak terlampaui 3. Penggunaan peralatan catu daya dan peralatan pengasutan pada motor induksi di Instalasi Pengapon sudah benar karena penentuan spesifikasi peralatan berdasarkan perhitungan mendekati hasil dari data peralatan yang ada di lapangan.

Theraja, BL, 1997, A Text Book of Electrical Thecnology in S.I. System of Unit Volume II AC & DC Machines, S.Chand & Company Ltd, Ram Nagar, New Delhi. Zuhal, 1990, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, PT. Gramedia, Jakarta.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Bambang Sinarjoedo selaku Kepala Instalasi Pengapon PERTAMINA UPPDN IV Semarang atas data yang diberikan. Karnoto, ST, Edi Subeno, ST dan Kunaifi, ST atas saran-sarannya dan Pimpinan FST UIN SUSKA Riau atas kesediaannya untuk memuat tulisan ini pada jurnal SITEKIN.

28